Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA

INVENTARISASI HEWAN VERTEBRATA


DI KAWASAN MEGA MENDUNG
LEMBAH ANAI KABUPATEN TANAH DATAR
SUMATERA BARAT

Oleh :

KELOMPOK : 1 NR
ANGGOTA : 1. YARA AHMAD (06 933 001)
2. NADIA SAFITRI (06 933 002)
3. WENI MULYANI (06 933 003)
4. SRIRAHAYU (06 933 003)

MUSEUM ZOOLOGI
UNIVERSITAS ANDALAS
P A D A N G, 2 0 0 8
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis mengucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kuliah lapangan ini, yang
merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester pada mata kuliah
Praktikum Taksonomi Hewan Vertebrata jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang. Laporan kuliah lapangan ini
disusun berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan dan pengidentifikasian di
Museum Zoologi.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Anas Salsabila Msc selaku dosen yang mengajar
Taksonomi Hewan Vertebrata.
2. Bapak M. Nazri Jandra sebagai koorditanor praktikum.
3. Asisten Pendamping, serta semua pihak yang telah membantu telah
menyelesaikan kuliah lapangan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang dengan sabar telah membimbing penulis dapat menyelesaikan laporan
kuliah lapangan ini tepat waktu.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan kuliah lapangan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua serta bisa menjadi sumber informasi untuk kemajuan ilmu
pengetahuan. Akhir kata, penulis mohon maaf jika terdapat kejanggalan-kejanggalan
pada penulisan laporan Kuliah Lapangan Taksonomi Hewan Vertebrata ini. Kritik serta
saran dari semua pembaca sangat penulis harapkan.

Padang, Mei 2008

Penulis
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu wilayah yang terkenal dengan dunia hewannya. Hal ini
disebabkan oleh keadaan tanah, tanaman (vegetasi tanaman), letaknya dalam belahan
bumi serta iklimnya yang sesuai. Indonesia yang terletak di sekitar garis khatulistiwa
mempunyai iklim tropis. Daerah ini selalu mendapatkan cahaya matahari secara terus
menerus, hujan cukup banyak dan hampir merata diseluruh wilayah. Semua ini
mengakibatkan adanya alam tumbuhan atau flora dengan rimba rayanya yang selalu
menghijau. Penyebaran dari jenis-jenis hewan liar atau margasatwa yang ada di alam
Indonesia mempunyai ciri-ciri tertentu, sebagian menyerupai ciri-ciri tertentu, sebagian
menyerupai yang hidup di daratan benua Asia dan sebagian lagi Australia.
Di daerah Indonesia bagian barat hidup bermacam-macam jenis binatang
pemakan serangga seperti kelelawar dan tupai. Jenis karnivora disini lebih banyak
macamnya dari pada hutan tropis manapun, baik yang hidup di pohon seperti bangsa
kera, burung-burung pemakan biji, dan pemakan nektar, maupun jenis karnivora daratan
yang besar. Banyak pula binatang pengerat seperti bajing, tupai terbang, tikus pohon dan
landak. Tetapi tidak terdapat banyak jenis binatang menyusui yang bertanduk dan
berkuku.
Hutan dikawasan Mega Mendung, Lembah Anai Kabupaten Tanah Datar
Sumatera Barat merupakan suatu kawasan yang cukup banyak dihuni oleh jenis hewan
vertebrata, karena pada daerah ini memiliki tipe habitat perbukitan, selain itu hutan
daerah kawasan ini masih terjaga kelestarian sumber daya alamnya dari pencemaran
baik itu penebangan hutan, pembakaran hutan sehingga satwa yang hidup di dalamnya
terlindungi dan ekosistemnya tidak terganggu.
Lokasi hutan ini juga terletak di pinggir jalan dengan panjang sekitar 10-12 km
dan lebarnya 8 km. Dengan ukuran hutan seperti ini memungkinkan diadakannya kuliah
lapangan di daerah tersebut. Hewan-hewan vertebrata juga banyak tersebar di hutan ini,
sehingga metode-metoda lapangan dalam menangkap hewan vertebrata dapat
diaplikasikan secara nyata.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kuliah lapangan ini adalah mengaplikasikan ilmu yang didapat pada
saat praktikum dan menerapkan metoda-metoda pada praktikum di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisces
Di Indonesia terdapat sekitar 17.000 jenis ikan, karena begitu banyaknya jenis ikan baik
di perairan darat maupun perairan laut. Maka untuk lebih mudah mengenalinya dan
mengidentifikasi perlu dilakukan pengenalan terhadap karakter morfologi yang dimiliki
oleh masing-masing jenis ikan dari spesies tertentu (Djuhanda, 1983).
Pada hakekatnya metoda untuk menyusui suatu klasifikasi adalah menetapkan
defenisi dari kelompok atau kategori menurut skala hirarki. Hasilnya bahwa semua
hewan dapat diklasifikasikan dalam suatu taksonomi yang terdiri dari suatu rentetan
kategori yang meningkat dari spesies sampai kingdom. Tiap-tiap kategori berikutnya
meliputi satu atau beberapa dari kategori berikutnya. Untuk itulah kategori taksonomi
perlu dipelajari, karena dapat mengurangi keanekaragaman alam, kedalam suatu sistem
yang dapat dipahami kelompok lebih mudah diingat daripada begitu banyak unsur yang
membentuk kelompok itu sendiri (Djuhanda, 1983).
Pisces merupakan hewan berdarah dingin, bernafas dengan insang, bentuk tubuh
bervariasi, tubuh ditutupi oleh sisik, hidup di air. Ikan merupakan spesies yang paling
banyak ditemukan dari vertebrata. Penyebaran ikan boleh dikatakan hampir terdapat di
seluruh permukaan bumi. Pisces dibagi atas empat kelas yaitu kelas Agnatha,
Placodermi, Osteichthyes. Chondrichthyes ( Djuhanda, 1981 ).
A. Kelas Agnatha
Agnatha masih kekurangan sifat-sifat tertentu yang menjadikannya contoh
vertebrata, berdiri lebih tinggi pada tangga evolusi. Tidak mempunyai rahang gigi
sebenarnya, tiang anggota gerak tertentu. Sering terlihat duri-duri pektoral, lipatan atau
cuping padanya, tetapi sirip pinggul tidak ada, insang-insang berlokasi pada kantung.
Sub kelas Agnatha adalah ostracodermi yang tubuhnya kecil, hewan semacam ikan yang
hidup didalam aliran air beberapa benua. Sub kelasnya disini dinamakan ordo yaitu
Cephalaspidomorpha, Anaspoda, Pteraspidomorpha ( Djuhanda, 1981 ).
B. Kelas Placodermi
Secara umum mempunyai sisi tulang dan pelat-pelat tulang, terutama pada
bagian depan tubuhnya. Ikan ini seperti vertebrata tidak berahang, mempunyai
nothocord yang tetap. Rangka dalam mengandung beberapa tulang. Placodermi mula-
mula berenang pada sungai dan laut, mereka hidup lebih dari 50 juta tahun yang lalu.
Populasinya mencapai puncak ketika amphibi berkembang, dan jenis terakhir punah
sekitar 345 tahun yang lalu sebelum reptil, aves dan mamalia timbul. Dua kelompok
placodermi yang banyak dikenal yaitu Antiarchi dan Arthodira umumnya
diklasifikasikan sebagai ordo, masing-masing tersebar luas di dunia dan banyak
ditemukan sebagai fosil. Beberapa kelompok yang dikenal hanya sedikit yang bentuknya
seperti hiu dan yang sedikit atau sama sekali tidak mempunyai parsial dari pelat-pelat
tulang tidak akan diikutsertakan disini, tapi barangkali sudah dibahas sebagai nenek
moyang hewan berangka rawan ( Djuhanda, 1981 ).
C. Kelas Osteichtyes
Kebanyakan ikan dari kelas ini mempunyai tengkorak, vertebrae, penyokong
sirip dan sisik yang semua dari tulang. Beberapa diantaranya mempunyai tulang rawan
secara sekunder sebagai pengganti beberapa tulang nenek moyangnya. Ikan-ikan
berangka tulang hanya satu-satunya yang mempunyai insang pada kedua belah pihak,
pihak dari tubuhnya di dalam satu ruangan bersama tertutup oleh operculum tulang yang
bergerak. Gelang pektoral dihubungkan dengan tengkorak oleh rantai tulang, selalu ada
paru-paru atau gelembung udara. Habitat dan strukturnya seakan-akan mengadaptasikan
diri terhadap kehidupan air ( Jasin, 1984 ).
D. Kelas Chondrichtyes
Kelas ini meliputi hiu biasa dan pari. Chimaera kurang dikenal tetapi sangat
menarik perhatian tergolong pada kelas chondrichtyes hidup di dalam laut dan ukuran
tubuhnya sedang sampai besar sekali. Mereka berbeda dari nenek moyangnya
plakodermi dan juga kebanyakan ikan lain karena tidak mempunyai rangka tulang sama
sekali baik didalam maupun diluar pada sisiknya ( Khairuman, 2002 ).
Ikan berangka rawan dapat juga dibedakan dari ikan-ikan lainnya, karena
otaknya pepat, struktur siripnya, pola percabangan dari pembuluh darah berhubungan
dengan insang dan sisik seperti duru-duri kecil. Giginya berlainan dengan ikan lain
melekat pada kulit dan hanya terdapat pada pinggiran rahang. Biasanya ikan ini tidak
mempunyai gelembung renang dan serangkaian lubang insang luar ( Mahardono, 1979 ).
Ikan guramy atau Osphronemus guramy merupakan ikan air tawar yang enak
dimakan. Bentuknya mirip seperti ikan mas, tetapi lebih pipih, sirip punggung dan sirip
perutnya lebar dan berduri tajam, sirip anal dan sirip perutnya bersatu, tipe ekornya
rounded atau membulat. Ikan ini memiliki sisik tipe cycloid. Mulutnya terminal. Duri
pada ikan guramy sangat tajam (Ommanney, 1982).
Ikan lele atau Clarias bathracus termasuk filum Chordata, sub filum Vertebrae,
kelas Pisces, sub kelas Teleostei, ordo Ostariophysi, sub ordo Siluridae, famili Claridae,
genus Clarias dan spesies Clarias bathracus dengan bentuk badan bulat memanjang,
bagian badan tinggi dan memipih kearah ekor, tidak bersisik, licin mengeluarkan lendir,
warna tubuh seperti lumpur, punggung seperti lumpur, punggung berwarna hitam dan
perut berwarna lebih muda. Habitat di air tawar. Kepalanya berbentuk pipih simetris.
Batok kepala terdiri dari lempeng keras dan memiliki alat pernapasan tambahan yang
terletak dibagian rongga depan insang sehingga dapat bertahan hidup di perairan yang
mengandung sedikit oksigen (Sugeng, 1982).
Ikan sapu- sapu atau Lyposarcus pardalis merupakan ikan yang berukuran kecil,
memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Tipe ekornya
rhomboid dan memiliki sisik. Untuk mengamati ikan ini diperlukan kaca pembesar. Ciri
khas dari ikan ini adalah perutnya yang membuncit. Ikan ini biasanya hidup di perairan
tawar, seperti sungai atau saluran-saluran air ( Mahardono, 1979 ).
Ikan mas atau Cyprinus carpio merupakan ikan air tawar yang hidup di
permukaan yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Secara morfologi ikan mas
mempunyai tubuh agak pipih. Gurat sisi tergolong lengkap karena berada pada
pertengahan tubuh dengan posisi melintang dari tubuh insang sampai keujung belakang
pangkal ekor (Soetomo, 1996).

2.2 Amphibi
Amphibi merupakan kelompok hewan vertebrata yang berdarah dingin dan biasanya
mempunyai tingkat larva yang hidup di air. Hewan dewasa dengan tipe hidupnya adalah
di darat (teresterial). Kulit hewan ini lembab dan berlendir. Pada umumnya tidak
memiliki sisik. Sisik tulang yang sudah mengecil dalam ukuran mikroskopis masih
terlihat pada salah satu kelompok hewan ini (Djuhanda, 1983)
Kelompok Anura disebut juga sebagai kodok atau katak yang sudah maju atau
modren. Ruas tulang ekor berbentuk satu tulang yang panjang, yaitu urestile. Kaki sudah
khusus kegunaannya yaitu untuk melompat atau meloncat (Djuhanda, 1983).
Katak atau kodok mudah dikenali karena erat kaitannya dengan manusia, tubuh
seperti berjongkok. Kaki depan memiliki empat jari dan kaki belakang mempunyai lima
jari, dengan selaput renang yang terdapat pada jari-jari, dan bervariasi terhadap berbagai
spesiesnya, beberapa spesies hampir tidak berselaput misalnya pada Leptobrachium atau
Megophrys dan beberapa spesies lain. Selaputnya mencapai ujung jari bahkan
berkembang lebar dan digunakan untuk melayang seperti pada katak, Rhacoporus
nigropalmatus. Tekstur kulit bervariasi antara yang halus pada beberapa katak dan kasar
berupa tonjolan-tonjolan kasar pada kodok (Brotowidjoyo, 1994)
Anura adalah salah satu ordo amphibi yang terdapat di Indonesia. Anura terdiri
dari kelompok katak dan kodok yang mudah dikenali dengan ciri-ciri : tidak mempunyai
ekor, tubuh pendek, tidak punya leher, punya empat kaki belakang, kaki belakang lebih
panjang daripada kaki depannya, memiliki mata yang besar, mulut yang lebar, kaki
depan memiliki empat jari, selaput kulit tumbuh disela-sela jari, terutama pada jari kaki
belakang (Tim Taksonomi Vertebrata, 2008).
mKodok memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan lingkungannya.
Kemampuan tersebut dikarenakan kodok merupakan hewan berdarah dingin yang suhu
tubuhnya akan selalu mengikuti suhu lingkungannya, baik suhu udara maupun suhu air
di lingkungannya. Beberapa spesies kodok mampu hidup dan berkembang biak pada
suhu dibawah 00C (Suseno, 2003).
Katak adalah jenis hewan amphibia. Dilihat dari segi evolusi, hewan amphibia
merupakan peralihan antara hewan air dan hewan darat. Oleh sebab itu kehidupannya
dimulai dengan lingkungan air (berudu) dan setelah mengalami metamorfosis akan
hidup di lingkungan darat. Banyak jenis katak pada waktu dewasapun memerlukan
tempat yang basah atau lembab (Mahardono, 1980).
Kodok termasuk ordo dari Anura, yaitu golongan amphibia tanpa ekor. Pada
ordo ini tercatat lebih dari 2600 spesies dan tersebar di alam baik beriklim sedang
ataupun panas. Termasuk dalam kelas salamander, katak kintel. Ikhtiosis sebagai
amphibia daerah tropis yang tidak berkaki dan beberapa hewan lain yang tinggal fosil.
Nama kelas ini berasal dari bahasa Yunani yaitu amphibia yang artinya rangkap.
Sebagian besar dari kelas ini memiliki fase kehidupan di darat (Jasin 1991).
Ciri- ciri khusus amphibia adalah kulit selalu basah dan berkelenjar (yang masih
senag di air) tidak bersisik, memiliki dua pasang kaki untuk berjalan atau untuk
berenang, berjari empat atau lima, tidak bersirip dan terdapat nares (lubang hidung
sebelah luar) yang menghubungkan denga cavum oris. Padanya terdapat klep untuk
menolak air (waktu dalam air). Mata berkelopak yang dapat digerakkan, lembar gendang
telinga terletak di sebelah luar. Mulut bergigi dan berlidah yang dapat dijulurkan ke
muka, skeleton sebagian besar berupa tulang keras, tempurung kepalanya memiliki dua
condyl, bisa memiliki costae (tulang rusuk) tidak menempel pada starnum (tulang dada)
cor terbagi menjadi tiga ruangan yaitu dua ruangan ovikula dan satu ruang ventrikulum,
memiliki satu atau tiga pasang archus erytrocyi berbentuk oval dan bernukleus (Jasin,
1991).
Amphibi tidak memiliki alat fisik untuk mempertahankan diri. Hampir semua
marga Limnonectes mempunyai geligi seperti taring dibagian depan rahang atas yang
berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Sebagian katak mengandalkan kaki belakang
untuk melompat dan menghindra dari bahaya untuk menghindar dari mangsa-mangsanya
(Iskandar, 1990).
Pada katak yang lebar, mempunyai dua pasang anggota gerak depan lebih
pendek dan kecil dibandingkan yang belakang. Jari-jarinya ada empat buah, jari anggota
belakang ada lima buah. Anggota bagian belakang jauh lebih besar dan lebih panjang.
Otot pahanya lebih besar dan labih kuat untuk melompat. Untuk memudahkan berenang
diantara jari-jari belakang ada terdapat selaput renang, saluran kemih dan saluran telur
atau saluran sperma. Kulit pada katak tidak dihubungkan pada kulit dan otot, sehingga
terletak lepas. Kulit ini selalu terlihat basah dan menghasilkan kelenjar atau lendir,
warna kulit katak mirip dengan warna lingkungannya (Mahardono, 1989).
Katak mempunyai kepala yang lebar dan pipih. Mempunyai mulut yang lebar
juga lidah yang panjang dan mudah melekat. Pangkal lidah ada yang dibagian depan dan
ada yang menempel pada bagian belakang mulut. Ujung lidah dapat dijulurkan kedepan
saat menangkap mangsanya. Giginya disebut juga dengan vomer yang terdapat pada
langit-langit. Di depan mata ada dua buah lubang. Lubang hidung tertutup pada waktu
katak menyelam di dalam air. Matanya menonjol di sisi kepala. Ada kelopak atas dan
bawah tetapi tidak mudah digerakkan, sebagai gantinya katak memiliki selaput tipis
bening yang disebut selaput pictitans. Selaput inilah yang dapat mengerjapkan bola mata
yang ditarik ke dalam, yaitu sewaktu katak menelan mangsanya. Di bagian sisi belakang
mata ada selaput genderang telinga serta telinga bagian luar (Mahardono, 1988).

2.3. Reptilia
Reptilia merupakan kelompok hewan yang hidupnya merayap atau merangkak di alam
habitatnya. Hewan reptilia ini juga tergolong sebagai hewan berdarah dingin sama
halnya dengan amphibi. Reptilia bisa dibedakan dari amphibi dari
perkembangbiakannya dimana reptil melakukan perbiakan di darat sementara amphibi di
air. Tubuh reptil tertutup oleh sisik- sisik atau plat- plat dari bahan tanduk (horny scales
or plates). Nama kelas reptil diambil dari model cara hewan berjalan (reptum = melata
atau merayap) dan study tentang reptilia disebut Herpetology (Yunani creptes = reptil)
(Djuhanda, 1983).
Reptilia merupakan hewan berdarah dingin yang dibagi menjadi empat ordo
yang masih hidup. Reptilia ditemukan di seluruh dunia dari kawasan padang pasir yang
kering, sampai beratus meter di dalam laut. Reptilia tidak terdapat di kawasan kutub dan
puncak gunung (Djuhanda, 1983).
Reptilia tidak mempunyai banyak kelenjar pada kulitnya. Terdapat kelenjar
palatin pada langit-langit mulut. Lingual gland pada lidah, sub lingual gland ( kelenjar di
bawah lidah) dan labial gland pada bibir. Pada serpentes terdapat modifikasi dari labial
gland di rahang atas, sedangkan pada squamata satu-satunya spesies yang mempunyai
kelenjar racun adalah gila monster (Heloderma suspectum). Dimana kelenjar racun
adalah modifikasi dari sublingual gland. Untuk lidah pada crocodila dan chelonia tidak
bisa dijulurkan, hanya berada pada dasar mulut dan digunakan untuk membantu
menelan. Pada squamata lidah bagian depan sempit dan bisa ditarik ke bagian belakang.
Ujung lidah mempunyai fungsi sensori (organ jacobson) untuk merasakan bau pada
serpentes, lidah sempit dan bertakik dalam yang pada bagian ujungnya bertindak sebagai
organ sensori untuk merasakan bau, suhu dan partikel zat yang ada pada udara (Tim
Taksonomi Hewan Vertebrata, 2008).
Kelas reptilia terdiri atas kadal dan ular (ordo Squamata) kura- kura dan penyu
(ordo Chelonia), buaya dan aligator (ordo Crocodila) tuatara atau spenodon punctatum
(ordo Rhychophalia). Keempat ordo merupakan wakil yang representatif dari 14 ordo
yang di ketahui berkembang pada zaman mesozoikum yang merupakan zaman dominasi
reptilia (Jasin, 1992). Reptilia terbesar (fosil) adalah dari ordo dinosaurus sebagai contoh
Bronosaurus yang mencapai 25 m dan Diplodocus (hampir 30 m) dengan berat kira-kira
25-36 ton (Brotowidjoyo, 1994).
Baik yang telah punah (fosil) maupun yang masih hidup, reptilia mempunyai
ukuran yang bervariasi. Reptilia yang hidup sekarang juga bervariasi besarnya.
Anaconda dari Amerika Latin panjangnya bisa 11 m dan Varanus komedensis dari
Indonesia panjangnya 3,5 m. Ada sejumlah ciri yang digunakan ahli biosistimatik untuk
menentukan macam dan jenis-jenis hewan reptil baik karakteristik internal maupun
eksternal. Reptilia adalah vertebrata dengan karakteristik eksternal kulit kering, tertutup
oleh sisik-sisik atau papan- papan epidermal. Mata reptil mempunyai kelenjar (air mata)
yang menjaga mata agar tetap basah (Brotowidjoyo, 1994).
Selain karakter di atas reptil memiliki beberapa ciri khusus seperti mempunyai
dua pasang anggota yang masing-masing terdiri dari 5 jari dengan kuku-kuku yang
cocok untuk lari, mencengkram dan naik pohon. Pada yang masih hidup di air kakinya
mempunyai bentuk dayung, pada luar kakinya sudah rudimenter. Skeleton reptil sudah
mengalami penulangan secara sempurna (Jasin, 1992).
Jantung reptil termasuk tidak sempurna walaupun sudah mempunyai empat
ruang. Pernafasan selalu dengan paru- paru dan pada penyu juga bernafas dengan
kloaka. Fertilisasi bersifat internal. Bentuk luar tubuh reptilia bermacam- macam, yakni
ada yang bulat pipih, bulat panjang (ular), berbentuk gelendong berekor (kadal, buaya
dan lain-lain). Umumnya tubuh dapat dibagi atas bagian cephal (kepala), cervix (leher),
truncus (badan), dan cauda (ekor) (Jasin, 1992).
Mulut reptil agak panjang bertepi dengan gigi kecil runcing yang terletak dalam
lekuk. Dekat ujung moncong sebelah dorsal terdapat nostril. Mata umumnya besar dan
terletak sebelah lateral dengan palpebra superior (kelopak mata atas) dan palpebra
inferior (kelopak mata bawah). Dibawah kelopak mata terdapat membran nictitan yang
transparan. Di belakang mata terdapat lekukan yang tertutup oleh kulit, sebagai lubang
telinga yang memiliki membran tympani. Anus sebagai akhir kloaka merupakan celah
transversal (Jasin, 1992).
Penutup tubuh reptilia bermacam-macam, ada yang berupa kulit bersisik yang
meliputi seluruh tubuh. Sebagian reptil ada yang mengalami kornifikasi pada bagian
dorsal membentuk lapisan tebal dan sebagian memiliki penutup tubuh berupa perisai
(carapace). Bila dibandingkan dengan amphibi, reptilia menunjukkan beberapa
kemajuan. Hal ini ditunjukkan diantaranya dengan mempunyai penutup tubuh yang
kering dan berupa sisik untuk penyesuaian hidup menjauhi air. Ekstrimitas reptil
disesuaikan pula untuk gerak cepat. Adanya kecenderungan pemisahan oksigen pada
sirkulasi darah dan mempunyai bentuk telur yang disesuaikan untuk pertumbuhan di
darat (Jasin, 1992).
Ordo Chelonia merupakan kelompok hewan reptil yang sering disebut sebagai
penyu, labi, kura-kura dan sebagainya. Yang disebut dengan penyu adalah kura-kura
yang hidup di laut (sea turtule) sedangkan labi- labi atau bulus adalah kura-kura yang
berperisai lunak (soft shell turtule) dan yang disebut baning dibakukan disini sebagai
kura-kura darat berperisai tinggi (tortoise). Sisanya biasanya dikenal secara umum
sebagai kura- kura air tawar (terrapin). Penyu dan labi- labi dapat mencapai ukuran
sangat besar, panjang lebih dari satu meter denga berat lebih dari 150 kg. Kura-kura
lainnya pada umumnya berukuran kecil dengan berat sekitar 200 gram-5 kg dan panjang
sekitar 15-30 cm (Iskandar, 2000).
Ordo Chelonia memiliki tubuh bulat pipih dan tengkorak yang pendek. Tubuh
hewan ini terbungkus dengan perisai tulang, bagian dorsal dinamakan carapase dan
bagian ventral di sebut plasteron. Carapace dan plasteron terbungkus pula oleh sisik kulit
(epidemal scales) yang sering dinamakan laminae atau scutus. Hewan ini tidak memiliki
gigi, tetapi punya bantalan tajam dari tanduk yang dinamakan tomium. Lidah lebar,
tetapi tidak dapat ditonjolkan keluar (Brotowidjoyo, 1994). Ekstrimitas sebagai alat
gerak baik di darat maupun di air, dan mempunyai ekor yang pendek (Jasin, 1992).
Secara umum kura- kura dapat dibagi atas dua keompok besar yaitu subordo
Cryptodira yang umumnya dapat memasukkan kepala dalam perisai dan subordo
Pleurodira yang kepala dan lehernya hanya dibelokkan kesamping bila bersembunyi.
Kelompok Cryptodyra tersebar luas di seluruh dunia, kecuali di daerah beriklim dingin.
Kelompok Pleurodira hanya terdapat di Irian, Pulau Roti, Australia dan Amerika
Selatan. Pada umumnya kura-kura Asia berwarna kuning coklat sampai hitam. Warna-
warna lain seperti putih atau merah hanya terbatas pada daerah perut, atau bintik pada
kepala (Iskandar, 2000).
Sub ordo Cryptodira terdiri atas enam familiy yaitu Chekydridae, Emydidae,
Testudinidae, Trionychidae, Cheloniidae, dan Dermochelydae. Family Chelydridae
berkepala besar dan berekor panjang dan tersebar di Amerika Tengah dan Utara. Kepala
kecil dan berekor pendek sementara testudinidae merupakan kura-kura darat.
Trionychidae memiliki carapace yang pipih, celoniidae umumnya hidup di laut, dan
dermochelydae dinamakan penyu belimbing sebab tubuhnya mirip buah belimbing
(Iskandar, 2000).
Subordo pleurodira dibedakan atas dua family yaitu Pelomedusidae dan
Chelidae. Family Pelomedusodae dapat melipat leher dan kepalanya ke dalam perisai
sampai tidak kelihatan semuanya, contohnya Pelomedusa subrufa. Family Chelidae
dapat menyembunyikan kepala dibawah perisai, tetapi leher dapat terlihat dari atas,
contohnya Cheodina longicollis. Family Trionichydae dari subordo Cryptodira mudah
dibedakan dari perisainya yang sebagian besar terdiri dari tulang rawan. Marga Amyda,
Dogania dan Pelodiscus hanya diwakili oleh satu jenis saja di Indonesia sedangkan
marga Chitra dan Pelochelys diwakili oleh dua jenis (Iskandar, 2000).
Ordo squamata terdiri dari kadal dan ular. Kelompok kadal dan ular adalah reptil
yang mempunyai jenis yang sangat banyak di Asia Tenggara. Kadal dapat dibedakan
dari ular berdasarkan bukaan mata. Sebagian besar kadal dapat menutup matanya tetapi
ular bisa membuka matanya secara permanen dengan adanya semacam selaput yang
disebut spektakel. Ular pada umumnya juga memiliki sisik atau jalur yang melebar
dibawah perutnya sementara sisik kadal khas yakni hampir sama ukurannya antara sisik
atas dan bawah tubuh. Selain itu kadal juga punya mekanisme memutuskan ekor untuk
mengindari musuh. Akan tetpai perbedaan yang paling nyata antara kadal dan ular
adalah bahwa ular tidak memiliki ekstrimitas kaki rudimenter (Carr, 1997).
Ordo Crocodilla (buaya) memiliki tubuh panjang, kepala besar dan runcing,
rahang kuat dan gigi tumpul. Kaki pendek dengan jari- jari berselapu tebal (web), ekor
panjang dan kulit tebal serta telinga berlubang kecil. Di dunia terdapat sekitar 24 jenis
buaya yang termasuk dalam dua family yaitu Crocodylidae dan Gavialidae. Sebagian
besar buaya termasuk Crocodylidae yang memiliki moncong yang tidak begitu panjang.
Crocodylidae dapat dibagi lagi atas tiga subfamily yakni kelompok Alligator,
Crocodylus dan Tomistoma. Gavialidae hanya terdiri dari satu jenis yang dinamakan
true gavial (Gavialis gangeticus) (Iskandar, 2000).
2.4. Aves
Burung merupakan hewan berdarah panas, hewan ini berkerabat dekat dengan reptilia .
Bersama kerabatnya terdekat suku Crocodylidae yaitu keluarga buaya. Burung
membentuk kelompok hewan yang disebut Achrosauria. Diperkirakan burung
berkembang dari jenis reptilia dimasa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh
bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya sayap primitif yang merupakan
perkembangan dari cakar depan itu belum dapat di gunakan untuk sungguh- sungguh
terbang dan hanya membantunya untuk melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang
lebih rendah (Jasin, 1992).
Burung merupakan salah satu hewan vertebrata yang banyak dikenal. Hal ini
karena burung memiliki bentuk tubuh yang khas, sehingga dengan bentuk tubuh tersebut
kelompok hewan ini terbukti sangat berhasil dalam penyebarannya menempati banyak
habitat di permukaan bumi (Tim Taksonomi Hewan Vertebrata, 2007). Kelas aves
termasuk semua jenis burung. Berbeda dengan reptil, amphibia dan pisces sebab
tergolong hewan berdarah panas. Burung merupakan tipe vertebrata yang pandai
terbang, dan tubuhnya ditutupi oleh bulu (Kimball, 1999).
Kelas aves memiliki ciri- ciri pokok antara lain adalah adanya bulu yang
menutupi tubuh, anggota gerak depan sudah termodifikasi menjadi sayap, anggota gerak
belakang beradaptasi untuki berjalan, untuk berenang atau bertengger. Pada tungkai
terdapat sisik, rahang bawah tidak mempunyai gigi. Mulut termodifikasi menjadi paruh.
Rangka kecil dengan beberapa penyatuan. Jantung terdiri dari empat ruang, punya
kantung udara (kantung hawa) yang berperan dalam membantu sistem pernafasan
terutama pada saat terbang (Tim Taksonomi Hewan Vertebrata, 2007). Burung memiliki
alat penglihatan dan pendengaran yang tajam akan tetapi alat penciuman, alat perasa dan
peraba belum berkembang dengan baik. Alat penglihatan burung berupa mata yang
relatif besar, mata burung dapat melihat objek terpisah. Hal ini dikarenakan letak mata
burung pada sisi yang berbeda (Jasin, 1992).
Tidak ada gerak adaptasi yang menghendaki sebegitu banyak pengkhususan
struktur selain dari pada terbang. Terbang secara mekanis tergantung dengan bulu.
Untuk dapat bertahan dalam terbang memerlukan kadar metabolisme yang tinggi
memungkinkan dengan jalan mempunyai suhu tubuh yang tinggi. Tulang kecil dan
ringan tidak mudah menjadi fosil, bulu tubuh tersusun seperti kapas, pada ujung ekornya
dan mempunyai sumbu tulang yang pendek. Sistem katong udara terdapat di dalam
sebagian besar tulang-tulangnya (Djuhanda, 1982).
Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk
penerbangan yang efesien, yang paling utama diantara semua itu tentu sajalah sayap.
Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung terbang jarak jauh untuk mencari
makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai
adaptasi yang membantu mereka meloloskan diri dari pemangsa. Adapun burung-
burung tak bersayap di Antartika, Selandia Baru dan daerah yang jarang ada
pemangsanya membuktikan hal ini (Kimball, 1999).
Adaptasi burung yang paling jelas untuk terbang adalah sayap- sayap burung
merupakan air foil yang menggambarkan prinsip aerodinamika yang sama seperti sayap
pesawat terbang. Untuk menyediakan kekuatan untuk terbang, burung mengepakkan
sayapnya dengan cara kontraksi otot pektoral (dada) besar yang ditambahkan ke suatu
taju burung merupakan suatu air foil, struktur yang bentuknya dapat menciptakan daya
angkat dengan mengubah aliran udara (Campbell, 2003).
Burung berkembang biak dengan bertelur, telur burung mirip telur reptil, hanya
cangkangnya lebih keras karena berkapur. Burung ini membiarkan panas alami dan
daun-daun membusuk, serta panas matahari untuk mengerami telur atau untuk
menetaskan telur terebut persis yang dilakukan pada kebanyakan reptil. Akan tetapi
kebanyakan burung membuat sarang dan menetaskan telurnya dengan mengerami
sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana, namun adapula burung yang
membuat sarangnya dengan rumput yang indah dan unik seperti jenis- jenis mayar atau
tempoa atau walet (Abidin, 2000).
Tingkah laku burung biasanya sangat rumit selama musim kawin, yaitu ketika
burung terlibat dalam ritual percumbuan yang sangat rumit. Fertilisasi terjadi secara
internal kopulasi melibatkan kontak antara lubang pasangan kawin tersebut, yaitu lubang
bukaan kloakanya msing-masing. Setelah telur diletakkan embrio burung harus
dipertahankan dan dijaga supaya tetap hangat dengan dierami oleh induk betina, induk
jantan atau keduanya tergantung pada spesiesnya (Campbell, 2000).

2.5. Mamalia
Mamalia merupakan kelompok tertinggi derajatnya dalam dunia hewan. Termasuk di
dalam kelas ini adalah tikus, kelelawar, kucing, kera ikan paus, kuda, kijang, manusia
dan lain– lain. Hampir semua tubuhnya tertutup dengan kulit yang berambut banyak atau
sedikit dan berdarah panas (homoitherm) (Jasin, 1992).
Sebutan mamalia berdasarkan karena adanya kelenjar mamae pada hewan betina
untuk menyusui anaknya yang masih muda. Pengasuhan terhadap anaknya berkembang
baik sekali dan puncaknya terdapat pada manusia mamalia hidup di berbagai habitat
mulai dari kutub sampai daerah ekuator, dari dasar laut sampai hutan lebat dan gurun
pasir ( Djuhanda, 1992 ). Banyak yang hidup secara nocturnal dan banyak juga yang
hidup secara diurnal. Spesies tertentu sebagai hewan buas yang diburu, spesies lainnya
jinak. Beberapa pemakan daging (karnivora), sebagai hewan pengerat, sebagai pemakan
biji– bijian dan buah– buahan dan beberapa sebagai sumber penyakit. Hewan ternak
mamalia adalah penting sekali bagi manusia sebagai bahan makanan, bahan pakaian dan
sebagai alat transportasi (Jasin, 1992).
Hewan ini merupakan kelompok hewan yang memiliki rambut dan kelenjar
mamae yang aktif mengahasilkan susu terutama pada saat menyusui anak, karakter ini
merupakan perbedaan antara kelas mamalia dengan mamalia lainnya. Kelompok
mamalia mempunyai ciri khas seperti mempunyai kelenjar mamae (susu), kelenjar
keringat, memiliki rambut, pada umumnya melahirkan (kecuali monotrameta), dan dalm
sejarah evolusi mamalia merupakan kembangan lebih lanjut dari reptilia. Ciri lain dari
mamalia diantaranya adalah mempunyai gigi yang heterodon (kecuali pada ikan paus
memiliki gigi sisir dan pada tenggiling tidak punya gigi sama sekali). Mempunayai gigi
dua set (gigi susu dan gigi permanent), mempunyai daun telinga, pendengaran dan
penciuman yang tajam, penyederhanaan rangka, mempunyai larynx, punaya cerebra
cortex yang berkembang. Mamalia tingkat tinggi tidak mempunyai kloaka, sedangkan
tingkat rendah masih mempunyai kloaka (pada ordo monotramen). Dalam kelas mamalia
ditemukan dua sub kelas yaitu ; Protheria dengan satu ordo yaitu Monotrameta dan sub
kelas Theria yang mempunyai 17 ordo yaitu Rodentia, Chinoptera, Marsupialia,
Insectivore dan lain– lainya (Tim Taksonomi Hewan Vertebata, 2008).
Mamalia tersebar mulai dari daerah tropis, sub tropis hingga kutub, ada yang
hidup di darat (teresterial), air (mamalia air), dan udara (mamalia terbang atau
melayang). Di dunia terdapat sekitar 4400 jenis hewan mamalia yang telah
teridentifikasi sekitar 515 jenis diantaranya terdapat di Indonesia atau sekitar
seperdelapan dari mamalia dunia, dengan demikian indonesia juga memiliki
keanekaragaman jenis mamalia endemik yang tinggi (Tim Taksonomi Hewan
Vertebrata, 2008).
Bentuk tubuh mamalia bermacam– macam, dibungkus oleh kulit atau berambut
dan terdiri atas caput cervik dan truncus. Terdapat empat ekstremitas liberae, maka
mamalia tersebut tetrapoda. Pada caput terdapat rima oris yang dibatasi oleh labium
superior (bibir atas) dan labium inferior (bibir bawah). Di tengah– tengah terdapat
vibrissae (kumis atau rambut – rambut panjang yang kaku). Di atas mulut terdapat nares
yang merupakan dua celah yang condong. Organon visus memiliki pelpebrae superior
dan pelpebrae inferior dan umumnya memiliki rambut halus membran nicitans pindah di
pojok dekat hidung dari biji mata, atau sering juga disebut pelikaseminularis.
Dibelakang organon visus terdapat aurikulae atau piarea (daun telinga) sebagai corang
dari porus acushcus externa (luabang telinga luar) yang selanjutnya ke alat pendengaran
(Jasin, 1992).
Truncus dipisahkan dari caput columna pelebrae carvialis dibagi atas beberapa
daerah ; toraks, abdomen, dorsum, glutea, pirenium yaitu daerah sempit antara lubang
anus dan urogenitalis. Pada permukaan ventral sebelah kanan kiri linea mediana terdapat
glandulae mamalia. Dibagian belakang dari truncus terdapat cauda dan anus yang
terletak sebelah ventral dari basis cauda. Dibawah cranialnya terdapat vulva sebagai
celah yang dibatasi oleh labia mayora dan labia minora (Jasin, 1992).
Mamalia adalah hewan vertebrata yang permukaan tubuhnya tertutup rambut.
Mamalia betina memiliki kelenjar mamae (kelenjar susu) yang tumbuh dan berkembang
dengan baik. Anggota gerak depannya dapat termodifikasi untuk berlari, menggali
lubang, bereng dan terbang pada jari– jarinya terdapat kuku, cakar. Pada kulit banyak
terdapat kelenjer minyak dan kelenjer keringat (Brotowijoyo, 1990).
III. PELAKSANAAN KULIAH LAPANGAN

3.1. Waktu dan Tempat


Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 26-28 April 2008, di Mega
Mendung,Cagar Alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar,Sumatera Barat.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam kuliah lapangan ini adalah fish traf atau bubu, sentrum
listrik, jala kabut, camera trap, smal mamal trap, kamera digital, teropong, lampu senter,
kompas, parang, plastik karung, plastik ukuran 5 kg, karet gelang, plastik transparan,
plastik ukuran 2 kg, vernier caliper, botol nescafe, label tempel, lebel gantung, killing
botol, alat suntik,spidol permanen, buku catatan lapangan, alat tulis, dan buku panduan
lapangan, sedangkan bahan yang digunakan adalah gips, eter, kloroform, formalin 4 %,
pisang, nangka, bungkil kelapa dan ikan asin yang telah dibakar dan umpan ikan atau
pelet.

3.3. Metoda
Metoda yang digunakan pada kuliah lapangan ini adalah metoda observasi langsung dan
koleksi yang terdiri dari metoda aktif seperti, nigh visual encounter, auditory sensus,
Mackinnon, barnier methode dan metode pasif seperti fish trap, sentrum listrik, pitfall-
trap drift fences, mis net, perangkap jebak (small mamal traf) dan camera trap.
3.4. Cara Kerja
3.4.1 Di Lapangan
3.4.1.1 Pisces
3.4.1.1.1 Fish trap
Penangkapan ikan dilakukan dengan fish trap. Fish trap merupakan perangkap
khusus berbentuk segiempat yang terbuat dari rajutan tali khusus. Di dalamnya terdapat
tempat khusus untuk meletakkan umpan dan pada prinsipnya bekerja dengan
memancing ikan ke dalam rongga yang berbentuk corong. Hal ini dimaksudkan, agar
ikan yang sudah masuk tidak bisa keluar lagi.
Sebelum fish trap dipasang fish trap terlebih dahulu diberi umpan agar ikan
tertarik untuk masuk perangkap, kemudian fish trap dilatakkan di sungai yang alirannya
tidak terlalu deras, dengan posisi pintu fish trap menghadap arus air. Pemasangan fish
trap ini dilakukan pada sore hari, dan diperiksa pada pagi harinya. Jika ada ikan yang
terperangkap maka ikan tersebut tidak akan bisa keluar lagi, dan dikoleksi, lalu fish trap
kembali dipasang dengan umpan yang baru.
3.4.1.1.2 Sentrum listrik
Alat ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu kotak sumber arus dan tongkat
penyalur arus ke air. Biasanya juga dilengkapi dengan tanggukan untuk menangkap ikan
yang pingsan terkena arus listrik sumber arus yang digunakan adalah arus listrik. Alat ini
dipasang sedemikian rupa pada kotak sumber arus, kemudian tongkat penyalur arus
dihubungkan ke kotak sumber arus dan alat ini siap dipakai.

3.4.1.2 Amphibia
3.4.1.2.1 Pit fall trap drift fences
Adapun cara pengerjaannya adalah pertama- tama cari lokasi terlebih dahulu
yaitu daerah perbatasan antara dua habitat, uasahakan lokasi yang dicari tidak
mengandung tanah bebatuan karena akan mempersulit proses pemasangan pancang dan
terpal. Buat penyangga dengan menggunakan kayu atau bambu, terpal dibentang dan
diikat dengan tali pada setiap penyangga. Terpal dipasang lurus dan dibenamkan dalam
tanah sedalam 10 cm. Ember diletakkan dengan posisi selang seling terhadap
penyangga, timbal balik disisi kiri dan kanan terpal. Ember dibenamkan kedalam tanah
sama rata dengan permukaan tanah dan dinding ember harus menempel pada terpal, agar
hewan yang dikoleksi tidak bisa keluar dari perangkap. Jangan lupa pinggir atas ember
diolesi dengan sabun untuk membatasi gerak hewan yang telah jatuh.
3.4.1.2.2 Night visual encounter
Pada kelas amphibia digunakan metode night visual encounter atau penangkapan
langsung pada malam hari. Metoda ini dilakukan agar mengetehui jenis- jenis amphibia
yang terdapat pada suatu tempat. Penangkapan dilakukan dari pukul 21.30-02.00 dengan
menyusuru daerah yang telah ditentukan oleh asisten. Penangkapan dilakukan dengan
menggunakan lampu senter. Amphibi yang didapat dikoleksi dan dimasukkan kedalam
plastik 1 kg untuk maisng-masing individu dan diikat dengan karet gelang dan plastik
tersebut diberi lubang dengan jarum agar udara bisa memberikan pertukaran udara dan
hewan yang didalamnya tidak mati.

3.4.1.3 Reptilia
3.4.1.3.1 Pit fall trap
Adapun cara pengerjaannya adalah pertama- tama cari lokasi terlebih dahulu
yaitu daerah perbatasan antara dua habitat, uasahakan lokasi yang dicari tidak
mengandung tanah bebatuan karena akan mempersulit proses pemasangan pancang dan
terpal. Buat penyangga dengan menggunakan kayu atau bambu, terpal dibentang dan
diikat dengan tali pada setiap penyangga. Terpal dipasang lurus dan dibenamkan dalam
tanah sedalam 10 cm. Ember diletakkan dengan posisi selang seling terhadap
penyangga, timbal balik disisi kiri dan kanan terpal. Ember dibenamkan kedalam tanah
sama rata dengan permukaan tanah dan dinding ember harus menempel pada terpal, agar
hewan yang dikoleksi tidak bisa keluar dari perangkap. Jangan lupa pinggir atas ember
diolesi dengan sabun untuk membatasi gerak hewan yang telah jatuh.
3.4.1.3.2 Banier method
Metoda ini digunakan untuk mencari individu amphibia yang hidup di sepanjang
latai hutan, di antara banir akar pohon dan di balik tumpukan serasah.
3.4.1.4 Aves
Pada pengamatan aves dilakukan dua metoda yaitu Mist Net dan Mackinon.
3.4.1.4.1 Metoda Mist Net
Adapun cara pemasangan jala kabut ialah jala kabut dibuka atau dikembangkan
dengan hati- hati jangan sampai menyentuh tanah. Dalam membuka jala kabut
dipastikan susunan talinya dimulai dari yang putih, hitam, hitam, hitam dan deakhiri
dengan warna putih. Kemudian masukkan ke dalam tiang dengan menggunakan tongkat
untuk membantu mengurutkan susunan jala kabut. Susunan jala kabut saat dimasukkan
ke dalam tiang yaitu 3 di atas dan 2 di bawah, pada bagian tengahnya diikatkan dengan
tali menggunakan simpul sentak sebalik.
Mist net atau jala kabut dipasang dengan memakai dua buah tiang dari bambu
untuk setiap mis net. Pada kuliah lapangan ini digunakan 7 mist net di 3 lokasi. Mist net
direntangkan pada jalur yang diduga sering dilewati oleh hewan yang dijadikan sasaran
tangkapan. Mist net ini di pasang di tiga lokasi yang berbeda, di dekat kamp, di pinggir
sungai dan di tepi jalan. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit sekali. Setiap hewan
yang tertangkap, diambil atau dikoleksi dan dilakukan pengukuran karakteristik,
pengidentifikasin dan kemudian dilapaskan kembali.
.
3.4.1.4.2 Metode Pengamatan Mackinon
Metoda ini dilakukan untuk mengetahui jenis- jenis burung yang tidak bisa
ditangkap dengan menggunakan jala kabut. Alat yang diperlukan dalam metoda ini
adalah teropong dan buku panduan lapangan . Praktikan berjalan di bawah pohon atau
lokasi yang representatif. Setiap jenis burung yang didengar atau dilihat bisa
diidentifikasi dicatat dalam tabel yang berisi 10- 20 jenis. Setelah satu tabel terisi penuh,
buat tabel baru untuk mencatat jenis- jenis berikutnya, jenis burung yang telah dicatat
pada tabel sebelumnya, kalau terlihat kembali boleh dimasukkan pada tabel kedua atau
tabel selanjutnya. Diamati dengan teropong jenis- jenis burung yang terdapat tempat
tersebut, berikut dengan ciri- ciri yang mencolok. Kemudin hasil pengamatan
dibandingkan dengan kelompok lain di lokasi yang berbeda.

3.4.1.5 Mamalia
Pada pengamatan mamalia dilakukan 5 metode, yaitu :
3.4.1.5.1 Mist Net
Adapun cara pemasangan jala kabut ialah jala kabut dibuka atau dikembangkan
dengan hati- hati jangan sampai menyentuh tanah. Dalam membuka jala kabut
dipastikan susunan talinya dimulai dari yang putih, hitam, hitam, hitam dan diakhiri
dengan warna putih. Kemudian masukkan ke dalam tiang dengan menggunakan tongkat
untuk membantu mengurutkan susunan jala kabut. Susunan jala kabut saat dimasukkan
ke dalam tiang yaitu 3 di atas dan 2 di bawah, pada bagian tengahnya diikatkan dengan
tali menggunakan simpul sentak sebalik.
Mist net atau jala kabut dipasang dengan memakai dua buah tiang dari bambu
untuk setiap mis net. Pada kuliah lapangan ini digunakan 7 mist net. Mist net
direntangkan pada jalur yang diduga sering dilewati oleh hewan yang dijadikan sasaran
tangkapan. Mist net ini di pasang di tiga lokasi yang berbeda, di dekat kamp, di pinggir
sungai dan di tepi jalan. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit sekali. Setiap hewan
yang tertangkap, di ambil atau dikoleksi dan dilakukan pengukuran karakteristik,
pengidentifikasin, diberi cincin agar kita tahu hewan yang telah teridentifikasi dan
kemudian dilapaskan kembali.

3.4.1.5.2 Small Mamal Trap


Small Mamal Trap dipasang di dekat rel, di tepi sungai dan semak dekat
kamp.Pamasangan dilakukan di permukaan tanah, di batang pohon disesuaikan dengan
hewan yang dijadikan target penangkapan. Sebelum small mamal trap ini dipasang
terlebih dahulu di beri umpan yaitu pisang, bungkil kelapa, nangka dan ikan asin.
Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali selama dua hari, spesies yang terperangkap
dikoleksi, diukur parameternya, dilakukan pengidentifikasian dan dibius dengan eter,
kemudian dimasukkan dalam formalin 4 % dan dibungkus dengan plastik 2 kg dan diikat
dengan karet gelang.

3.4.1.5.3 Metoda Auditory Sensus (Primata)


Sebelum sensus dilakukan, suara hewan tersebut harus dikenali dengan baik.
Biasanya dilakukan terhadap hewan- hewan yang mempunyai suara yang nyaring, dan
terdengar dari jarak jauh, seperti pada beberapa jenis primata. Pengamatan dilakukan
pada saat hewan banyak melakukan aktifitas yang mengeluarkan suara, biasanya antara
pukul, 05.00- 06.30. Tentukan titik pengamatan dan catat arah datangnya suara.
Perkirakan masing- masing sumber suara. Kemudian bandingkan hasil yang diperoleh
dengan kelompok lain yang melakukan di daerah yang berbeda.

3.4.1.5.4 Survey Lapangan


Praktikan dalam melakukan survey lapangn dibagi menjadi kelompok yang
masing- masing kelompok dipandu oleh pemandu jalan dengan jalur yang berbeda.
Perhatikan tanda- tanda keberadaan hewan mamalia dengan hati- hati, catat kondisi
lapangan ditemukannya tanda- tanda tersebut. Dilakukan pengkoleksian terhadap sisa-
sisa keberadaan hewan seperti makanan dan jejaknya. Jika ditemukan bekas jejak maka
dilakukan pengukuran parameter, digyps dan digambar dengan plastik trans paran..

3.4.1.5.5 Camera trap


Camera trap merupakan metode baru untuk menginventariskan jenis- jenis
hewan pada suatu lokasi dengan menggunakan camera biasa (menggunakan film
negatif) yang disambungkan pada sensor infrared. Sensor ini akan mendeteksi setiap
gerakan benda yang ada di depannya dan selanjutnya memicu kamera untuk mengambil
gambar. Dengan cara ini, perangkap camera ini bisa ditinggalkan selama rentang waktu
tertentu di dalam hutan untuk kemudian diperiksa dan dilihat jenis hewan apa saja yang
terekam di dalam camera.
3.4.2 Di Laboratorium
Setiap jenis spesimen yang didapat di lapangan dilakukan pengawetan dengan formalin
4 %, kemudian disimpan dilabor selama satu minggu, setelah satu minggu sampl
dibersihkan dan dimasukkan dalam botol koleksi lalu diberi alkohol dan diberi label.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari kegiatan kuliah lapangan vertebrata yang telah dilakukan di Mega Mendung Cagar
Alam Lembah Anai didapatkan hasil- hasil dan pembahasan sebagai berikut :

4.1 Kelas Pisces


4.1.1 Tabel pengukuran pada kelas pisces
NO Parameter Puntius Puntius Nemacheilus sp Sp 1 Sp 2 Holoptera sp Anguila sp
binotatus binotatus

1. Panjang 90,10 140,20 mm 68,80 mm 64,50 47,80 110,95 mm 560 mm


total mm mm mm
2 Panjang 71,80 82,62 mm - - 38,00 89,00 mm -
standar mm mm
3 Diameter 5,40 mm 15,80 mm 2,75 mm 2,80 - - -
mata mm
4 Warna hitam hitam - hitam hitam - -
dorsal
5 Tipe ekor forked forked forked Luna For - Rhom
tus ked boid
6 Panjang 11,30 2,26 mm 12,10 mm 9,40 - - -
sirip dorsal mm mm
7 panjang 4,10 mm - 2,20 mm 9,60 - - -
sirip mm
pektoral
8 Tinggi sirip 16,10 - - - - - -
pektoral mm

9 Tinggi sirip 15,50 13,24 mm - - - - -


dorsal mm

10 Tinggi 9,30 mm - 6,40 mm - - 9,35 mm -


batang
ekor
11 Panjang 11,95 - 12,55 mm 10,70 - 22,90 mm -
sirip ekor mm mm
12 Panjang 20,75 22,42 mm - - - - -
ekor mm
13 Panjang 18,25 2,40 mm 11,70 mm 10,40 7,50 18,45 mm -
kepala mm mm mm
14 Panjang 5,85 mm 12,80 mm 1,30 mm 2,55 3,70 9,70 mm -
moncong mm mm
15 Tipe sisik cycloid cycloid - - cyclo - -
id
16 Tipe mulut terminal - Sub terminal Sub - - superior
termi
nal
17 Tinggi sirip - - - - - - -
anal
18 PDSD - - 12,10 mm 9,40 3,30 12,45 mm -
mm mm
19 PDSP - - 2,20 mm 9,60 2,25 4,75 mm -
mm mm
20 PDSA - - 5,60 mm 6,80 3,85 5,60 mm -
mm mm

21 PDSV - - 2,10 mm - 3,85 - -


mm
22 PDSC - - 12,55 mm 10,70 11,00 22,90 mm -
mm mm
23 Jarak - - - - 2,45 4,65 mm -
internares mm
24 Jarak - - - - 3,70 8,30 mm -
interorbital mm

Keterangan :
PDSD : panjang dasar sirip dorsal
PDSP : panjang dasar sirip pektoral
PDSA : panjang dasar sirip anal
PDSV : panjang dasar sirip ventral
PDSC : panjang dasar sirip caudal
Adapun klasifikiasi dari spesies diatas adalah sebagai berikut :
a. Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius binotatus

b. Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo :
Famili : Balitoridae
Genus : Nemacheilus
Spesies : Nemacheilus sp

c. Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius oligolaepis

d. Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo :
Famili : Hemalopidae
Genus : Homaloptera
Spesies : Homaloptera sp

e. Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : :
Famili : Anguilidae
Genus : Anguila
Spesies :Aguila sp

Pada kuliah lapangan ini banyak di dapatkan jenis ikan di sungai yang terdapat di
cagar alam Lembah Anai , ini disebabkan karena kebutuhan ikan di dalam sungai itu
terpenuhi dengan baik dengan kata lain sungai tersebut kaya akan bahan- bahan
makanan yang diperlukan oleh ikan- ikan tersebut selain itu lingkungan di sekitar juga
menjadi salah satu faktor penentu.
Ikan akan lebih banyak terdapat pada perairan yang relatif luas seperti sungai
yang besar, dibandingkan dengan kanal yang kecil (Saanin,1960). Selain itu
Burhanuddin (1987) juga mengemukakan bahwa terjadinya perubahan lingkungan yang
disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia seperti kebakaran hutan, pencemaran
parairan dan kegiatan- kegiatan penangkapan yang berlebihan dan tidak terkendali serta
pencurian ikan oleh orang asing berdampak negatif terhadap keberadaan maupun
keanekaragaman hayati ikan, karena telah menimbulkan kerusakan ekosistem perairan
ikan di dunia.

4.2 Kelas Amphibi


Pengamatan amphibi dilakukan dengan beberapa metoda, yaitu metoda plot dan banir
pada saat tracking dengan cuaca yang cukup cerah dan metoda penangkapan langsung
pada malam hari di sekitar lokasi perkemahan. Dengan metoda plot dan metoda banir
tidak didapatkan satu jenis pun. Sementara dengan metoda penangkapan langsung di
dapatkan 2 jenis dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 12. Estimasi populasi, pengukuran dan pengamatan parameter dari kelas
amphibia.

No Parameter Limnonectes kuhlii Bufo asper


(mm)
1. PB - -
2. LK 19,50 mm 25,50 mm
3. PK 13,10 mm 19, 60 mm
4. PKD 15,40 mm 35,20 mm
5. PTF 21,30 mm -
6. PF 17,10 mm 25,10 mm
7. PKB 28,70 mm 39,40 mm
8. PM 7,50 mm 17,90 mm
9. DT 3,20 mm 6,80 mm
10. DM 8,70 mm 12,10 mm
11. JIO - -
12. JIN 4,20 mm 5,30 mm
13. UPJKD 1-3-2-4 3-4-2-1
14. UPJKB 4-3-5-2-1 3-2-1-4-5
Deskripsi tubuh atas
15. Warna Hitam dengan garis coklat di hitam
kepala tengahnya
16. Warna pada Putih bercak hitam
mulut
17. Kelenjar Tidak ada
paratoid
18. Tympanum Tidak jelas
19. Punggung Hitam dengan garis coklat di
tengah
20. Dorsolateral Tidak jelas
fold
21. Paha Coklat bergaris hitam
22. Lain-lain Ada garis dari ujung
moncong sampai ujung anus
berwarna coklat
23. Dagu Putih bercak hitam
24. Perut Putih
25. Paha Putih bercak hitam
26. Tutupan sel. Semua phalanx
renang
Keterangan :
PB : panjang badan
LK : lebar kepala
PK : panjang kepala
PKD : panjang kaki depan
PTF : panjang tibia fibula
PF : panjang femur
PKB : panjang kaki belakang
PM : panjang moncong
DT : diameter timpanum
DM : diameter mata
JIO : jarak inter orbicular
JIN : jarak inter nares
UPJKD: urutan panjang jari kaki depan
UPJKB: ukuran panjang jari kaki depan
Dari sekian banyak metoda yang dilakukan maka hanya metode Night Visual and
Counter saja yang berhasil,pada pitt fal trap drift fences tidak ada satu jenispun yang
ditemui.
Kedua jenis yang didapatkan ini merupakan jenis dari famili Ranidae. Ciri- ciri
dari famili ini adalah memiliki kulit yang licin dan selalu terlihat lembab, umumnya
memiliki lipatan dorsolateral. Ciri- ciri lain adalah memiliki gigi vomer, rahang atas
yang begigi, rahang bawah yang hampir selalu tidak bergigi serta lidah yang bercabang
(bifid) (Tim Taksonomi Vertebrata, 2008).
Bufo asper termasuk jenis Amphibia yang berukuran sedang, meskipun dapat
kita lihat dari tabel pengukuran bahwa hewan ini kelihatan lebih besra dari janis
amphibia lain yang didapatkan. Hewan ini dicirikan dengan kulit yang berbintil kasar
dan halus yang memenuhi seluruh permukaan tubuhnya, tetap di atas membran tympani
terdapat sepanjang kelenjar paratoid dengan bau yang khas, yang berfungsi untuk
mengelabui musuhnya (Anonim, 2008).

4.3.Kelas Reptil
Dari pengambilan sampel hewan reptil didapatkan hasil seperti pada tabel di bawah.
Tabel 1. Estimasi populasi, pengukuran dan pengamatan parameter dari kelas reptilia.
No Parameter Tropidalaemus wagleri Dogania subplana
.
1. Panjang kepala 22,40 mm -
2. Panjang badan 208,791 mm -
3 Panjang ekor 71,71 mm 32,70 mm
4. Panjng total 423,9 mm 30 cm
5. Jumlah sisik diatas mata 4 mm -
6. Jumlah sisik ventral 148 bh -
7. Jumlah jari depan - 5
8. Jumlah jari belakang - 4
9. Jumlah sisik intraokular 9 mm -
10. Panjang ekor - 32,70 mm

11. Jumlah sisik disekeliling 23 bh -


badan
12. Vertebrae - 5

13. Jumlah sisik sub caudal 48 bh -

14. Diameter mata 3,44 mm 7,00 mm

15. Costal kanan - 5

16. Costal kiri 4

17 Panjang karapase - 25,20 mm

18. Panjang plastron - -

19. Lebar badan - 21 cm

20 Warana dorsal Hijau dengan bintik-bintik -


21. Warna karapase - Hitam
22. Warna mata Kuning dengan pupil -
hitam
23. Bentuk sisik kepala Kecil dan berimpit -

24. Warna ventral Hijau terang -


25. Warna badan hijau Hitam
26. Warna plastron - -
27. Marginal - -
28. Anal -
29. Gular - sepasang

30. Humeral - sepasang

31. Pectoral - sepasang

32. Abdominal - sepasang

33. Femural - sepasang

34. Anal - sepasang

Pada penangkapan reptilia digunakan metode survey ke lapangan dengan cara


memperhatikan jejak-jejak keberadaan reptilia, di semak- semak dan pangkal pohon
yang dilewati pada saat melakukan tracking (survey langsung).
Jenis reptil yang ditemukan di kawasan Mega Mendung Cagar Alam Lembah
Anai adalah Tropidalaemus wagleri termasuk kedalam famili viperidae, dan Dogania
subplana Kedua jenis reptil yang telah ditemukan tersebut ada yang tergolong ke dalam
hewan yang berbisa kuat di Indonesia yaitu spesies Tropidalaemus wagleri yang
termasuk ke dalam famili viperidae. Ular ini hidup di pepohonan atau arboreal dengan
warna tubuh hijau gelap, aktif pada siang hari. Racun pada jenis ini lebih berbahaya
dibandingkan dengan jenis yang hidup di tanah. Mata berwarna kuning keemasan yang
lebar, memiliki ekor yang bergerak dan dapat memegang yang berfungsi untuk
menangkap cabang.
Pada umumnya, hewan reptil seperti squamata menyukai tempat- tempat yang
dilindungi oleh serasah maupun kayu- kayu lapuk. reptil adalah binatang melata yang
menyukai tempat- tempat yang terlindungi, baik di lantai hutan maupun di pangkal-
pangkal pohon (Salsabila, 2007)

Klasifikasi Tropidalaemus wagleri ini adalah sebagai berikut :


Kingdom : Animalia
Class : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Viveridae
Genus : Tropidalaemus
Spesies : Tropidalaemus wagleri
Klasifikasi Dogania subplana ini adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo :
Subordo :
Famili :
Genus : Dogania
Spesies : Dogania subplana

4.4. Kelas Aves


Tabel 3. Estimasi populasi dari kelas aves dengan metoda pengamatan MacKinnon dan
inventarisasi jenis-jenis hewan vertebrata khusus aves.
Vern Lokasi Jam Keterangan keterangan
Ordo Famili Spesies Name I II (WI A V A
B) V
Apodifor Apodidae Colocallia Walet  05.5  Kapala
mes esculenta sapi 0 putih
(Linnaeus,
1758)

Buceroti Buceroti Buceros  06.4  Paruh


formes dae rhinocheros 8 pemecah
(Linneus,1758) biji, tanduk
Buceros vigil, melengkung
Buceros sp . 06.4 ke atas,
7 pada jantan
06.0 ekor
5 bergaris
hitam.
Coracii Alcedini Ceyx ruvidorsa Udang Betina mirip
formes dae (Strickland, pung jantan tapi
1847 gung berwarna
merah keputihan.
Berukuran
Sangat
kecil,
berwarna
kemerahan,
tubuh
bagian
bawah
kuning, atas
merah.
Passerifor
mes Dicaeidae Dicaeum Cabai  06.2 
cruentatum merah 1
(Linnaeus,1758)
Ploceidae Lonchura Bon  06.0 
striata dol 9
(Linnaeus, tung
1758) gir
putih

Pycnono- Pycnonotus Cucak  06.0 


tidae aurigaster kuti 0
(Vieillot, 1818) lang
Pycnonotus Merbah  06.2 
goiavier ceruk 9
(Scopoli, 1786) cuk &
10.4
1
Turdidae Enicurus Menin  06.3 
velatus ting 0
(Vieillot, 1818) kecil

Keterangan : I = MacKinnon
II = Tracking
A = Audio
V = Visual
AV = Audio Visual
Pada Sound I terdengar pada pukul 05.50, yaitu Bucerus, Colocallia sp, dengan
metode Mc Kinnon.Dari pengamatan yang dilakukan dengan metode Mackinnon
didapatkan 10 jenis burung, pengamatan ini dilakukan pagi dan sore hari. Spesies yang
didapat antara lain adalah sebagai berikut : Pycnonotus goiavier (Yellow-Vented
Bulbul) atau yang lebih dikenal Jog- Jog, Baraba, Merbah, Celucuk, Cica cucak,
Empuluh lalang ditemukan di daerah pedesaan, pada daerah pekarangan, kebun, talun,
tegalan, hutan terutama daerah- daerah terbuka, hidup berpasangan atau berkelompok.
Makanannya buah-buahan dan serangga. Sarang biasanya pada semak-semak, bentuk
sarang bulat. Jumlah telur 2-3 buah. Suara : cokcorokcokcok-cokcorokcok. Penyebaran :
Jawa, Sumatera, Kalimantan. Mempunyai ukuran tubuh sedang (± 18 cm). Paruh dan
kaki berwarna abu- abu hitam. Tubuh bagian atas kecoklat-coklatan abu- abu, kepala
tidak mempunyai jambul. Dada dan pinggul putih abu-abu, perut dan bulu penutup ekor
bagian bawah berwarna kuning belerang. Mata coklat kemerah- merahan. Di sekeliling
mata melingkar warna hitam, pada alis mata terdapat codet putih (Iskandar, 1989).
Buceros rhinocheros (Linneus,1758) Buceros vigil, Buceros sp . (Blue-throated Bee-
eater/Kirik-Kirik Biru), berukuran sedang (28 cm termasuk perpanjangan pita pada ekor
tengah). Pada dewasa, mahkota dan mantel coklat, setrip mata hitam, sayap hijau
kebiruan, tunggir dan ekor berpita biru pucat. Tubuh bagian bawah hijau pucat dengan
tenggorokan biru mencolok. Iris merah atau biru, paruh hitam, kaki abu- abu atau coklat.
Menyukai lapangan terbuka dan pepohonan di daerah yang rendah. Berkelompok pada
tempat berbiak di daerah berpasir. Lebih menyukai berburu serangga yang terbang
dengan cara menunggu di tenggeran, kadang- kadang menyambar serangga dari
permukaan air atau tanah (MacKinnon, 1991).
Collocalia esculenta (White-Bellied Swiftlet), merupakan jenis burung yang
termasuk ke dalam ordo Apodidae, lebih dikenal dengan Kapinis, Kusapi, Kucapi,
Walet, di pedesaan atau daerah kota. Hidup berkelompok, berpasangan, atau adakalanya
sendirian. Mencari makan dengan menyambar-nyambar serangga sambil terbang.
Bersarang memilih di bangunan-bangunan, dibawah jembatan. Suara : berdesis tisuiiit-
tsuiiit-tisuiiit. Penyebaran : Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian. Burung ini
mempunyai ukuran tubuh kecil (± 8 cm). Atap kepala berwarna hitam. Sayap hitam
kehijau-hijauan metalik. Ekor hitam dengan cagak tidak dalam. Perut berwarna putih
(Iskandar, 1989).
Centropus bengalensis (Lesser Coucal/Bubut Kecil), berukuran agak besar (42
cm), bewarna cokelat kemerahan dan hitam, ekor panjang. Mirip Bubut besar, tetapi
lebih kecil dan warna lebih suram, hampir kotor. Mantel berwarna coklat berangan
pucat, tersapu hitam. Anak burung : bergaris-garis coklat. Bulu-bulu dengan pola warna
peralihan umum ditemukan. Iris merah, paruh dan kaki hitam. Suara dengan beberapa
nada “hup” yang rendah yang meningkat temponya, tetapi menurun ketinggiannya
seperti bunyi air tertuang dari botol. Lebih cepat dari suara Bubut besar. Bunyi
selanjutnya berupa tiga bunyi ”hup” yang terpecah menjadi rangkaian ”logokok,
logokok, logokok”. Penyebaran globalnya di India, Cina, Asia Tenggara, Filipina,
Kalimantan, Sumatera dengan pulau-pulau kecil dibagian timurnya, Jawa, Bali,
Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Sedangkan penyebaran lokal dan status yaitu
umum ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m, jarang di pegunungan
sampai ketinggian 1.500 m. Kebiasaannya memilih belukar, payau, dan daerah berumput
terbuka termasuk padang alang-alang. Sering mencari makan di tanah atau terbang jarak
pendek mengepak- ngepak rendah di atas vegetasi (MacKinnon, 1991).
Dicaeum cruentatum (Scarlet-backed Flowerpecker/Sepah Puteri Merah), berukuran
kecil (9 cm), berwarna hitam dan merah. Jantan: mahkota, punggung, dan tunggir merah
padam; sayap, sisi kepala, dan ekor hitam, tubuh bagian bawah putih dengan sisi tubuh
abu-abu. Ras Kalimantan : tenggorokan hitam. Betina : coklat dengan tunggir dan
penutup ekor merah padam, berbeda dengan Cabai Jawa karena tidak ada sapuan merah
pada mahkota dan mantel. Remaja : abu- abu polos dengan paruh jingga dan sapuan
jingga buram pada tunggir. Iris coklat, paruh dan kaki hijau kehitaman.
Chloropsis cochinchinensis (Blue-Winged Leafbread/ Burung Daun Sayap Biru)
berukuran sedang (17 cm), bewarna hijau terang dengan sayap biru dan tenggorokan
hitam (jantan). Perbedaannya dengan burung cica- daun lain yaitu sayap dan sisi ekornya
biru. Betina tidak mempunyai lingkar mata kuning. Jantan mempunyai lingkaran
kekuningan disekitar bercak tenggorokannya yang hitam. Kedua jenis kelamin
mempunyai setrip malar biru. Beberapa ras bervariasi. Iris coklat gelap, paruh hitam,
kaki abu-abu kebiruan. Suaranya jelas, mengalun, musical, seperti “cii, cii, ciiwiit” atau
“cii, ciiwiit” dan nyanyian merdu. Umum terdapat di hutan- hutan dataran rendah dn
perbukitn sampai ketinggian 1000 m di Sumatera (termasuk pulau- pulau di sekitarnya),
Kalimantan (termasuk Natuna) dan Jawa (ditemukan sampai ketinggian 1500 m).
Menghuni hutan primer dan sekunder yang tinggi. Tinggal di puncak pepohonan besar.
Ditemukan sendirian, berpasangan atau dalam kelompok kecil, berbaur dengan jenis
burung lain. Kebiasaannya tinggal dalam kelompok kecil di tajuk terbuka dari hutan
dataran rendah (MacKinnon, 1991).
Suara tajam khas, metalik ; “dik” seperti burung cabai lain. Juga nyanyian “tissit,
tissit…” lemah yang diulang. Penyebaran global di India, Cina Selatan, Asia Tenggara,
Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Hidup menetap di hutan sekunder,
pekarangan dan perkebunan di Sumatera (termasuk pulau- pulau disekitarnya) dan
Kalimantan (termasuk pulau- pulau disekitarnya), sampai ketinggian 1.000 m.
Kebiasaannya adalah pengunjung rumpun benalu yang lincah dan galak (MacKinnon,
1991).
Lonchura striata (White-rumped Munia/Bondol Tunggir Putih), merupakan
burung yang berukuran sedang (11 cm). Tubuh bagian atas coklat tua, ekor hitam
runcing, tunggir putih, dan perut putih kekuningan khas. Punggung bercoret putih tipis,
tubuh bagian bawah bersisik dan bercoret kuning tua. Iris coklat, paruh dan kaki abu-
abu. Kebiasaan burung ini hidup dalam kelompok kecil yang ribut, kebiasaan seperti
bondol lain (MacKinnon, 1991).
Pycnonotus aurigaster (Sooty-headed Bulbul/Merbah Suti) berukuran sedang (20
cm), bertopi hitam dengan tunggir keputih- putihan dan tungging jingga kuning. Dagu
dan kepala atas hitam. Kerah, tunggir, dada dan perut putih. Sayap hitam, ekor coklat.
Iris merah, paruh dan kaki hitam. Memilki suara merdu dan nada nyaring “cuk-cuk” dan
“cang-kur” yang diulangi cepat. Terdapat di Sumatera. Di Sumater Selatan mungkin
kolonisasinya datang dari jawa. Hidup dalam kelompok yang aktif dan ribut, sering
berbaur dengan jenis cucak lain. Lebih menyukai pepohonan terbuka dan habitat
bersemak, di pinggir hutan, tumbuhan sekunder, taman, dan pekarangan atau bahkan
kota besar (MacKinnon, 1991).

4.5 Kelas Mamalia


Tabel 4. Estimasi populasi melalui inventarisasi jenis-jenis hewan vertebrata khusus
mamalia.
4.5.1 Auditory Sensus
NO Jenis Jam Keterangan
1 Hilobathes agilis 05.50 Arah barat daya , jarak 1
km
2 Prebysitis melalophos 06.43 Arah timur, jarak ½ km,
burung bewarna oren
3 Hylobates syndactylus 07.17 Arah utara, jarak ½ km
4 Macaca fasicularis 17.18 Bergerombolan diatas
pohon, jarak 300 m ,
dengan bantuan
teropong,

Pada metoda ini ditemukan empat spesies pada waktu dan hari pengamatan yang
berbeda- beda. Saura yang terdengar kira- kira jaraknya 1 kilo meter, dan spesies yang
didengar diduga bergerombol karena adanya suara yang bersahut-sahutan.

4.5.2 Mist Net


NO Parameter Cyneptreus sphinx (1) Cyneptreus sphinx (2) Cyneptreus sphinx (3)
1. Waktu 21.00 06.00 22.30

2. Berat 20 gr 21 gr 18,60 gr

3. Panjang ekor 9,60 mm 11,60 mm 6,60 mm

4. Panjang kaki 14 mm 15,84 mm 12,80 mm


belakang
5. Panjang 21,00 mm 10,20 mm 16,27 mm
telinga
6. Panjang 96,90 mm 94,64 mm 96,10 mm
badan
7. Ciri-Ciri Mata besar, hidung Hidung terbelah, Hidung terbelah,
terbelah, berwarna tubuh bewarna coklat tubuh bewarna hitam
hitam, punya 5 ruas terang,
tulang pada sayap,
suara melengking

Pada metoda ini ditemukan 3 spesies yang sama yaitu Cyneptreus sphinx dengan ciri-ciri
mata besar, hidung terbelah, berwarna hitam, punya 5 ruas tulang pada sayap, suara
melengking, hidung terbelah, tubuh bewarna coklat terang, ada juga yang berwarna
hitam.

4.5.3 Tracking
Sabtu, 26 April 2008
NO Buah/ makanan Hewan
1. Anonaceae Primata
2. Sp.1 Rc. Sciuridae
3. Sp.2 Rc. Sciuridae
4. Sp.3 Pimatae
5. Sp.4 Rc. Sciutidae

Sisa makanan tersebut ditemukan di atas serasah dan dibawah pohon, kondosi buahnya
sudah tidak utuh lagi, ini dikarenakan pada saat memakan buah tersebut hewan tersebut
merasa ada semacam gangguan yang menyebabkan ia meninggalkan makanannya
tersebut dan tidak menghabiskannya.

Ditemukan jejak Panthera Tigris sumatranus


Sp. 1 : Parameter
Tinggi : 17,50 cm
Lebar : 17,70 cm
Lebar jempol : 5,4 cm
Lebar telapak tangan : 7,70 cm
Tinggi telapak kaki : 32,00 mm
Sp. 2 : Parameter
Tinggi : 133,30 mm
Lebar : 18 cm
Lebar jempol : 52,00 mm
Lebar telapak tangan : 74,50 mm
Tinggi telapak kaki : 39,11 mm
Sp.3 : Parameter
Tinggi : 21,10 mm
Lebar : 19,3 cm
Lebar jempol : 7,70 mm
Lebar telapak tangan : 123,00 mm
Tinggi telapak kaki : 98,75 mm

4.5.4 Small Mammal Trap


Spesies : Sundamys infalutheus
Parameter : Panjang badan : 212 mm
Panjang ekor : 260 mm
Panjang kaki belakang : 47,30 mm
Panjang kaki depan : 60,30 mm
Panjang telinga : 22,80 mm
Diameter mata : 10,60 mm
Panjang moncong : 17,50 mm
Warna : Coklat kehitaman
Ekor : Coklat tua
4.5.5 Metoda Mac Kinnon

Sound I ditemukan Hilobathes agilis jam 05.50 arah brat daya dengan jarak 1
km. Pengamatan mamalia dilakukan pada saat tracking dengan suhu cukup dingin
karena mendung dan berkabut. Pada pengamatan ini didapatkan jejak babi (Sus scrofa)
dan kijang (Muntiacus muntjac); suara Presbytis sp dan Hylobates syndactylus; serta sisa
makanan Tupaia sp..
Memilki tingkat domansi yang sama sehingga ukuran tubuhnya juga sama. Tidak
memilki ekor, memilki bantalan pantat (buttock pads), lengan relatif panjang dan tidak
membangun sarang tempat tidur, Hylobates merupakan hewan diurnal dan aboreal.
Ukuran tubuh kecil dan ramping dibandingkan great apes (gorilla, simpanse, orang
utan). Pada beberapa spesies kantong suara berkembang. Bersifat frugivorus terutama
Ficus spp. karena merupakan jenis makanan yang mengandung energi tinggi, metabolit
sekunder rendah dan tersedia sepanjang tahun. Membutuhkan tajuk pohon untuk
menunjang mobilitasnya dan akan mengalami kesulitan pada wilayang teritori yang
mengalami fragmentasi (Elvina, 2002 cit MacDonald, 1984 ).
4.6. Pengukuran Faktor Lingkungan
Tabel 5. Hasil pengukuran faktor lingkungan .
Hari Jam Suhu(o C) Kelembaban Keterangan
Jumat 17.00
18.00
19.00 24 92 Mendung
20.00 25 96 Mendung
21.00 24 92 Mendung
22.00 24 96 Mendung
23.00 23 92 Mendung
24.00 23 96 Berawan
Sabtu 01.00 23 96 Berawan
02.00 22 87 Berawan
03.00 21 91 Berawan

04.00 21 91 Berawan
05.00 21 91 Mendung
06.00 20 96 mendng
07.00 22 83 Cerah
08.00 22 92 Cerah
09.00 23 92 Cerah
10.00 24 92 Cerah
11.00 24 80 Cerah
12.00 28 72 Cerah
13.00 28 72 Cerah
14.00 27 96 Cerah
15.00 28 79 Cerah
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil yang telah didapatkan pada kuliah lapangan ini, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
 Pada pemasangan Fish Trap didapatkan 10 jenis ikan.
 Pada Metoda Tangkap Langsung, didapatkan 2 spesies yang berbeda,
diantaranya, Limnonectes kuhlii, rana calconatta dan Rana.
 Pada Metoda MacKinnon dan Tracking didapatkan 10 spesies
 Untuk Kelas Reptil, didapatkan 1 jenis ular yaitu Tropidalaemus wagleri
termasuk kedalam famili viperidae, dan Dogania subplana atau labi-labi.
 Pada Metoda Auditory Sensus, yaitu mendengar suara dari Hylobates
syndactilus, Prebysitis melalophos , Hylobates syndactylus, Macaca fasicularis,
Pteropterus vamprius
 Pada Metoda Small Mammal Trap didapatkan hasil yaitu Sundamys infalutheus

5.2. Saran
Dari kuliah lapangan yang telah dilakukan maka disarankan agar:
 Peserta kuliah lapangan harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
pada saat kuliah lapangan.
 Peserta kuliah lapangan harus serius dalam mengikuti kuliah lapangan.
 Untuk kuliah lapangan selanjutnya disarankan agar mencari daerah atau lokasi
baru.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/vertebrata


Abidin, Z. 2002. Burung Hias Aneka Jenis dan Perawatannya. Jakarta : Penebar
Swadaya
Brotowijoyo, 1994. Zoologi Dasar. Erlangga : Jakarta.
Campbel, RM, 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Erlangga: Jakarta
Campbell, Neil A. 2003. Biologi. Edisi lima. Jilid II. Erlangga : Jakarta
Carr, Archine. 1997. The Reptil Time Life Book Inc. Alexandria : Virginia
Djuhanda, Tatang. 1981. Anatomi dari 4 Spesies Hewan Vertebrata. Bandung : Armico
Djuhanda, Tatang, 1983. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I, Armico: Bandung
Iskandar, D.T, 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia, Papua Nugini Palmodin Citra :
Bandung
Jasin, Maskoeri, 1992. Zoologi Vertebrata. Sinar Wijaya : Surabaya
Jasin, 1984. Pengantar Anatomi Hewan Vertebrata. Sinar Wijaya : Surabaya
Khairuman, Suddo, D. Gunadi B. 2002. Budidaya Ikan Secara Intensif. Agro Media.
Pustaka : Jakarta .

Kimball, John. 1999. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga


Mahardono, A.S. Parigryo dan S. Iskandar. 1979. Anatomi Ikan. PT. Hermoso:
Bandung.

Ommanney, f.D. 1982. Ikan Edisi II. Tim Pustaka : Jakarta


Payne, J. dkk. 2002. Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam.
Jakarta : Prima Central
Soetomo, 1996. Anatomi hewan Vertebrata. Erlangga. Jakarta.

Sugeng, 1982. Anatomi dari empat spesies hewan vertebrata. Armico.Bandung

Suseno, A. 2003. Mamalia di Taman Nasional gunung Halimun Jabar. Biodiversity


Conservation Project : Bogor
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2008. Penuntun Praktikum Taksonomi Hewan
Vertebrata. Padang : Universitas Andalas
LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan Kuliah Lapangan mata kuliah Praktikum Taksonomi Hewan Vertebrata ini
telah diperiksa dan disetujui sebagai laporan akhir oleh asisetn pendamping yang
bersangkutan.

Nama Asisten Pendamping

OKTAWIRA ( )

ACC I ACC II ACC III


HARI/TANGGAL: HARI/TANGGAL HARI/ TANGGAL

Anda mungkin juga menyukai