Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN

TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA

OLEH
KELOMPOK I. NR

YARA AHMAD ( 06 933 003)


NADIA SAFITRI (06 933 003)
WENI MULYANI ( 06 933 003)
SRI RAHAYU ( 06 933 003)

ASISTEN PENDAMPING : OKTAWIRA

MUSEUM ZOOLOGI
UNIVERSITAS ANDALAS
P A D A N G, 2 0 0
METODA-METODA LAPANGAN
METODA-METODA LAPANGAN

Interaksi dengan berbagai spesimen hewan sering terjadi didalam ilmu taksonomi hewan
vertebrata, banyak diantara hewan spesimen yang dijadikan kajian adalam mata kuliah
ini didapatkan dengan cara menangkap langsung dialam. Untuk itu, sangat diperlukan
bagi mahasiswa agar mengetahui tentang berbagai metoda yang digunakan untuk
menangkap jenis-jenis hewan vertebrata. Metoda lapangan dibagi menjadi dua yaitu
metoda aktif dimana si penangkap dan hewan tangkapan terjadi interaksi secara
langsung seperti perburuan, pencarian, dan penangkapan. Sedangkan metoda yang kedua
berupa metoda pasif. Metoda ini menggunakan alat bantu dan tidak terjadi interaksi
antara si penangkap dan hewan yang dikoleksi, si penangkap hanya menunggu
kedatangan heewan yang akan dikoleksi. Selain mengetahui metoda yang digunakan,
keterampilan dalam menggunakan alat juga mutlak dimiliki. Metoda-metoda lapangan
ini dibagi sesuai dengan kelas-kelas yang ada dalam vertebrata.

I. Pisces ( Fish Trap)


Alat yang digunakan untuk mengoleksi jenis-jenis dari kelas pisces. Selain dengan
digunakannya alat bantu fish trap ini dapat juga digunakan sentruman listrik (elektrical
snatcher), pancing, jala, pukat, bubu, lukah, dan semacamnya. Fish trap merupakan
perangkap khusus berbentuk segiempat yang terbuat dari rajutan tali khusus.
Didalamnya terdapat tempat khusus untuk meletakkan umpan dan pada prinsipnya
bekerja dengan memancing ikan ke dalam rongga yang berbentuk corong. Hal ini
dimaksudkan, agar ikan yang sudah masuk tidak bisa keluar lagi.
Fish trap ini ditempatkan pada kedalaman air tertentu yang memungkinkan
ditemukannya banyak ikan. Biarkan hingga beberapa saat setelah itu diperiksa apakah
sudah ada ikan yang masuk kedalam perangkap ini dengan cara diangkat kembali dari
dalam air. Perlu diperhatikan pada saat fish trap ditempatkan kedalam air, tali pengait
pada fish trap jangan sampai terjatuh ke dalam air karena akan mempersulit proses
pengangkatan fish trap.

2. Amphibi
Metoda yang digunakan adalah tangkap langsung. Cara ini dilakukan dengan menyusuri
badan perairan atau habitat lainnya yang dihuni oleh amphibi. Metoda lain yang
digunakan dalam penangkapan hewan dari kelas amphibi adalah pitfall trap-drift fences.
Pitfall trap-drift fences merupakan metoda penangkapan hewan secara pasif, dengan
menggabungkan perangkap jatuh dan pemakaian pagar pengarah. Pitfall trap juga
digunakan pada pengoleksian hewan serangga tanah. Pada amphibi terdapat perbedaan
cara pengkoleksiannya dengan serangga tanah yaitu pada metoda pitfall trap amphibi,
pinggir atas ember diolesi dengan detergen, pada amphibi ember tidak diisi dengan
larutan formalin, melainkan dibiarkan kosong atau diisi dengan serasah, dan ember yang
digunakan tidak ditutup dengan seng.
Pitfall trap ini dilakukan untuk hewan amphibi teresstrial yang aktif bergerak dan
ukurannya relatif kecil. Alat yang digunakan pada metoda ini diantaranya terpal dengan
ukuran 10x10 m, yang berfungsi sebagai pembatas. Tali yang berfungsi sebagai pengikat
tiang atau pancang. Kayu atau bambu untuk penyangga yang nantinya akan dibenamkan
kedalam tanah kira-kira 10 cm. Ember ukuran 9 L sesuai kebutuhan (disesuaikan dengan
bentuk pagar yang akan dibuat). Parang dan cangkul untuk membuat lubang pada tanah.
Adapun cara pengerjaannya adalah pertama-tama cari lokasi terlebih dahulu
yaitu daerah perbatasan antara dua habitat, uasahakan lokasi yang dicari tidak
mengandung tanah bebatuan karena akan mempersulit proses pemasangan pancang dan
terpal. Buat penyangga dengan menggunakan kayu atau bambu, terpal dibentang dan
diikat dengan tali pada setiap penyangga. Terpal dipasang lurus dan dibenamkan dalam
tanah sedalam 10 cm. Ember diletakkan dengan posisi selang seling terhadap
penyangga, timbal balik disisi kiri dan kanan terpal. Ember dibenamkan kedalam tanah
sama rata dengan permukaan tanah dan dinding ember harus menempel pada terpal, agar
hewan yang dikoleksi tidak bisa keluar dari perangkap. Jangan lupa pinggir atas ember
diolesi dengan sabun untuk membatasi gerak hewan yang telah jatuh.

3. Aves (Mist Net)


Mist net merupakan metoda yang paling umum digunakan untuk kelas aves. Alat ini
berupa jala yang terbuat dari serat bahan nilon bewarna gelap. Mata jalanya berukuran
36 mm atau lebih tergantung dengan ukuran burung yang akan ditangkap. Panjang jala
ini bervariasi mulai dari ukuran 6, 9, 12 hingga 18 m. Dengan ketinggian 2,5-3 m, jala
ini terbagi atas beberapa ruangan untuk menahan burung yang masuk perangkap.
Umumnya jala kabut mempunyai 4 kantung. Jala kabut dipasang dengan memakai dua
buah tiang kayu untuk setiap jala dan dapat di pasang secara bersambungan. Jala kabut
dipasang pada jalur yang diduga sering dilewati oleh hewan. Ketentuan dalam
pemasangan jala kabut, antara lain, pertama pada sungai jala kabut direntangkan diatas
permukaan air dengan arah memotong jalur sungai atau dipasang disekitar tepi sungai
menghadap ke badan sungai. Jala kabut dipasang minimal dengan ketinggian satu meter
diatas permukaan tanah. Kedua jala kabut dipasang sejajar dengan kanopi pohon pada
lokasi yang memiliki pepohonan. Jala kabut dipasang hingga mengelilingi pohon. Bisa
juga dipasang diantara vegetasi dengan ketinggian satu meter ditasa permukaan tanah.
Ketiga pada daerah gua, jala kabut dipasang menghadap mulut gua. Jala dipasang sejajar
atau lebih tinggi dari mulut gua, dengan jarak sekitar 10-12 m dari mulut gua.
Adapun cara pemasangan jala kabut ialah jala kabut dibuka atau dikembangkan
dengan hati-hati jangan sampai menyentuh tanah. Dalam membuka jala kabut dipastikan
susunan talinya dimulai dari yang putih, hitam, hitam, hitam dan deiakhiri dengan warna
putih. Kemudian masukkan ke dalam tiang dengan menggunakan tongkat sakti untuk
membantu mengurutkan susunan jala kaqbut. Susunan jala kabut saat dimasukkan ke
dalam tiang yaitu 3 diatas dan 2 dibawah, pada bagian tengahnya diikatkan dengan tali
menggunakan simpul sentak sebalik. Lakukan pengecekan satu kali se jam untuk burung
dan setiap setengah jam untuk kelelawar.
Apabila ada hewan yang masuk perangkap, cara pengambilannya harus dengan
hati-hati, dimulai dari kaki, tubuh, sayap, paruh dan kepala. Sedangkan untuk kelelawar
pengambilannya menggunakan sarung tangan.
Setelah selesai memakai jala kabut, jala tersebut dilipat dengan memperkirakan
panjang tiap lipatan sepanjang lengan tangan, dan dibuat menjadi bentuk konde. Perlu
diperhatikan hindari jala kabut dari bersentuhan dengan permukaan tanah.

4. Reptilia
Metoda yang digunakan untuk mengoleksi hewan reptil bervariasi bisa dengan cara
tangkap langsung menggunakan tongkat berbentuk huruf V, perangkap kotak (untuk
kura-kura dan labi), dan pitfall trap yang digunakan pada amphibi.
Hewan dari golongan reptilia merupakan hewan yang berbahaya dan beracun
sehingga sebagian orang sangat takut bertemu dengan hewan ini. Sebagian reptilia jika
dalam keadaan terdesak melakukan perlawanan berupa gigitan. Dengan menghentikan
pergerakan di bagian kepala dengan menggunakan tongkat V atau tangkap langsung
dapat menghindaridari terjadinya perlawanan oleh hewan kelas reptilia ini. Setelah
berhasil ditangkap hewan ini dimasukkan dalam karung dan diikat bagian atasnya
dengan tali. Pengikatan dilakukan sebanyak 2 x agar kantong tidak terbuka.

5. Mamalia (Small Mammal Trap dan Camera Trap)


Small mammal trap digunakan untuk menangkap hewan mamalia berukuran kecil
seperti bajing, tupai, dan tikus. Perangkap ini diletakkan diatas pohon atau dibawah
diantara dua pohon. Jika hanya meletakkan pada daerah yang hanya terdapat satu pohon
dapat digunakan pancang sebagai alat bantu untuk mengikatkan tali pada perangkap.
Adapun cara kerjanya adalah atur perangkap sedemikian rupa sehingga posisinya
terbuka dan siap menjebak hewan yang masuk. Pasang umpan denga kuat pada
tempatnya agar hewan susah untuk mengambilnya. Umpan yang digunakan hendaknya
memiliki aroma yang menyengat seperti bungkil kelapa, buah nangka, pisang ataupun
ikan asin. Biasanya umpan dibakar terlebih dahulu. Kemudian pasang tali dengan warna
yang mencolok pada perangkap. Sebelum perangkap diletakkan pada lokasi
penangkapan hendaknya perangkap dierandam kedalam air untuk menghilangkan bau
yang menempel pada perangkap. Dan terakhir sekali tandai tempat meletakkan
perangkap.
Camera trap merupakan suatu metoda untuk menginventarisasikan jenis-jenis
hewan pada suatu lokasi dengan menggunakan kamera biasa yang dihubungkan pada
sensor infrared. Sensor ini mendeteksi setiap gerakan benda yang ada didepannya dan
selanjutnya memicu kamera untuk mengambil gambar. Dengan cara ini, perangkap
kamera bisa ditinggalkan selama rentang waktu tertentu didalam hutan untuk kemudian
diperiksa dan dilihat jenis hewan yang terekam didalam film kamera.
Camera trap terdiri atas dua bagian. Bagian luar berupa besi untuk kedudukan
kamera. Kotak kamera terdiri atas blitz dan lensa, sensor infrared, lubang fentilasi, tali
pengikat, rantai penagaman. Bagian dalam ada dua bagian yaitu kamera biasa yang
memiliki kabel penghubung dan alat sensor dan ada kotak baterai dengan 6 baterai.
Silika yang berfungsi menjaga uap air agar bagian dalam tetap kering. Delay A yang
akan aktif setelah satu menit objek difoto dan Delay B untuk jangka waktu 5 menit.
Tombol start untuk mengaktifkan kanera trap,tombol 24 jam untuk mengaktifkan selama
24 jam penuh dan day only untuk pengaktifan kamera disiang hari saja.
MORFOLOGI PISCES
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Di Indonesia terdapat sekitar 17.000 jenis ikan, karena begitu banyaknya jenis ikan baik
di perairan darat maupun perairan laut. Maka untuk lebih mudah mengenalinya dan
mengidentifikasi perlu dilakukan pengenalan terhadap karakter morfologi yang dimiliki
oleh masing-masing jenis ikan dari spesies tertentu (Djuhanda, 1983).
Pada hakekatnya metoda untuk menyusui suatu klasifikasi adalah menetapkan
defenisi dari kelompok atau kategori menurut skala hirarki. Hasilnya bahwa semua
hewan dapat diklasifikasikan dalam suatu taksonomi yang terdiri dari suatu rentetan
kategori yang meningkat dari spesies sampai kingdom. Tiap-tiap kategori berikutnya
meliputi satu atau beberapa dari kategori berikutnya. Untuk itulah kategori taksonomi
perlu dipelajari, karena dapat mengurangi keanekaragaman alam, kedalam suatu sistem
yang dapat dipahami kelompok lebih mudah diingat daripada begitu banyak unsur yang
membentuk kelompok itu sendiri (Djuhanda, 1983).

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini adalah dapat mengetahui perbedaan morfologi dari tiap
jenis ikan dan untuk dapat mengidentifikasi morfologi pisces dengan cara mengukur dan
menghitung bagian tubuhnya pada berbagai jenis ikan.

1.3. Tinjauan Pustaka


Pisces merupakan hewan berdarah dingin, bernafas dengan insang, bentuk tubuh
bervariasi, tubuh ditutupi oleh sisik, hidup di air. Ikan merupakan spesies yang paling
banyak ditemukan dari vertebrata. Penyebaran ikan boleh dikatakan hampir terdapat di
seluruh permukaan bumi. Pisces dibagi atas empat kelas yaitu kelas Agnatha,
Placodermi, Osteichthyes. Chondrichthyes (Djuhanda, 1981).
A. Kelas Agnatha
Agnatha masih kekurangan sifat-sifat tertentu yang menjadikannya contoh
vertebrata, berdiri lebih tinggi pada tangga evolusi. Tidak mempunyai rahang gigi
sebenarnya, tiang anggota gerak tertentu. Sering terlihat duri-duri pektoral, lipatan atau
cuping padanya, tetapi sirip pinggul tidak ada, insang-insang berlokasi pada kantung.
Sub kelas Agnatha adalah ostracodermi yang tubuhnya kecil, hewan semacam ikan yang
hidup didalam aliran air beberapa benua. Sub kelasnya disini dinamakan ordo yaitu
Cephalaspidomorpha, Anaspoda, Pteraspidomorpha ( Djuhanda, 1981).

B. Kelas Placodermi
Secara umum mempunyai sisi tulang dan pelat-pelat tulang, terutama pada
bagian depan tubuhnya. Ikan ini seperti vertebrata tidak berahang, mempunyai
nothocord yang tetap. Rangka dalam mengandung beberapa tulang. Placodermi mula-
mula berenang pada sungai dan laut, mereka hidup lebih dari 50 juta tahun yang lalu.
Populasinya mencapai puncak ketika amphibi berkembang, dan jenis terakhir punah
sekitar 345 tahun yang lalu sebelum reptil, aves dan mamalia timbul. Dua kelompok
placodermi yang banyak dikenal yaitu Antiarchi dan Arthodira umumnya
diklasifikasikan sebagai ordo, masing-masing tersebar luas di dunia dan banyak
ditemukan sebagai fosil. Beberapa kelompok yang dikenal hanya sedikit yang bentuknya
seperti hiu dan yang sedikit atau sama sekali tidak mempunyai parsial dari pelat-pelat
tulang tidak akan diikutsertakan disini, tapi barangkali sudah dibahas sebagai nenek
moyang hewan berangka rawan (Djuhanda, 1981).
C. Kelas Osteichtyes
Kebanyakan ikan dari kelas ini mempunyai tengkorak, vertebrae, penyokong
sirip dan sisik yang semua dari tulang. Beberapa diantaranya mempunyai tulang rawan
secara sekunder sebagai pengganti beberapa tulang nenek moyangnya. Ikan-ikan
berangka tulang hanya satu-satunya yang mempunyai insang pada kedua belah pihak,
pihak dari tubuhnya di dalam satu ruangan bersama tertutup oleh operculum tulang yang
bergerak. Gelang pektoral dihubungkan dengan tengkorak oleh rantai tulang, selalu ada
paru-paru atau gelembung udara. Habitat dan strukturnya seakan-akan mengadaptasikan
diri terhadap kehidupan air (Jasin, 1984).
D. Kelas Chondrichtyes
Kelas ini meliputi hiu biasa dan pari. Chimaera kurang dikenal tetapi sangat
menarik perhatian tergolong pada kelas chondrichtyes hidup di dalam laut dan ukuran
tubuhnya sedang sampai besar sekali. Mereka berbeda dari nenek moyangnya
placodermi dan juga kebanyakan ikan lain karena tidak mempunyai rangka tulang sama
sekali baik didalam maupun diluar pada sisiknya (Khairuman, 2002).
Ikan berangka rawan dapat juga dibedakan dari ikan- ikan lainnya, karena
otaknya pepat, struktur siripnya, pola percabangan dari pembuluh darah berhubungan
dengan insang dan sisik seperti duri- duri kecil. Giginya berlainan dengan ikan lain
melekat pada kulit dan hanya terdapat pada pinggiran rahang. Biasanya ikan ini tidak
mempunyai gelembung renang dan serangkaian lubang insang luar (Mahardono, 1979).
Ikan guramy atau Osphronemus guramy merupakan ikan air tawar yang enak
dimakan. Bentuknya mirip seperti ikan mas, tetapi lebih pipih, sirip punggung dan sirip
perutnya lebar dan berduri tajam, sirip anal dan sirip perutnya bersatu, tipe ekornya
rounded atau membulat. Ikan ini memiliki sisik tipe cycloid, mulutnya terminal, duri
pada ikan guramy sangat tajam (Ommanney, 1982).
Ikan lele atau Clarias bathracus termasuk filum Chordata, sub filum Vertebrae,
kelas Pisces, sub kelas Teleostei, ordo Ostariophysi, sub ordo Siluridae, famili Claridae,
genus Clarias dan spesies Clarias bathracus dengan bentuk badan bulat memanjang,
bagian badan tinggi dan memipih kearah ekor, tidak bersisik, licin mengeluarkan lendir,
warna tubuh seperti lumpur, punggung berwarna hitam dan perut berwarna lebih muda.
Habitat di air tawar, kepalanya berbentuk pipih simetris. Batok kepala terdiri dari
lempeng keras dan memiliki alat pernapasan tambahan yang terletak dibagian rongga
depan insang sehingga dapat bertahan hidup di perairan yang mengandung sedikit
oksigen (Sugeng, 1982).
Ikan sapu- sapu atau Lyposarcus pardalis merupakan ikan yang berukuran kecil,
memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Tipe ekornya
rhomboid dan memiliki sisik. Untuk mengamati ikan ini diperlukan kaca pembesar. Ciri
khas dari ikan ini adalah perutnya yang membuncit. Ikan ini biasanya hidup di perairan
tawar, seperti sungai atau saluran-saluran air (Mahardono, 1979).
Ikan mas atau Cyprinus carpio merupakan ikan air tawar yang hidup di
permukaan yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Secara morfologi ikan mas
mempunyai tubuh agak pipih. Gurat sisi tergolong lengkap karena berada pada
pertengahan tubuh dengan posisi melintang dari tubuh insang sampai keujung belakang
pangkal ekor (Soetomo, 1996).
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum taksonomi hewan vertebrata kali ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 25
Februari 2008 di Museum Zoologi, Universitas Andalas.

2.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah vernier caliper, timbangan, bak
bedah, kaca pembesar atau lup serta alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
Cyprinus carpio, Osphronemus goramy, Clarias bathracus dan Lyposarcus pardalis.

2.3 Cara Kerja


Ikan diletakkan pada bak bedah dengan posisi kepala di sebelah kiri, diamati, digambar
dan dilakukan pengukuran serta penghitungan terhadap setiap karakter ikan tersebut.
Ditentukan tipe mulut, sisik dan sirip ekornya. Adapun karakter yang diukur dan
dihitung adalah panjang total, panjang standar, tinggi batang ekor, panjang batang ekor,
panjamg dasara sirip pektoral, panjang kepala, panjang moncong, diameter mata, jumlah
sisk gurat sisi dan sisik sekitar ekor. Dibuat karakteristiknya dan selanjutnya
diklasifikasikan lengkap dari masing-nasing jenis ikan yang dibawa.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut :
Parameter A B C D
Berat 78 gr 198 gr 33 gr 25 gr
Panjang total 225 mm 235 mm 125,20 mm 140 mm
Pjg standar 200 mm 190 mm 97,30 mm 87,20 mm
Tinggi btg ekor 17 mm 31,40 mm 15,40 mm 13,10 mm
Pjg btg ekor 13,80 mm 30 mm 10,20 mm 6,40 mm
Pjg dsr srp dorsal 134,70 mm 73,10 mm 42,40 mm 38,40 mm
Pjg dsr srp anal 85,10 mm 19,10 mm 58,10 mm 5,10 mm
Tinggi srp dorsal 13,10 mm 18,40 mm 12,40 mm 26,10 mm
Tinggi srp anal 10,50 mm 26,20 mm 24,10 mm 6,60 mm
Pjg srp pectoral 19,10 mm 38,10 mm 53,70 mm 28,40 mm
Panjang kepala 53,60 mm 52,20 mm 32,80 mm 34,40 mm
Panjang moncong 12,10 mm 14,50 mm 11,10 mm 15,10 mm
Diameter mata 3,60 mm 12,20 mm 19,30 mm 6,40 mm
Jumlah duri dorsal - 20 - -
Jmlh duri lunak drsl - 17 - -
Duri anal - 6 - -
Duri lunak anal - 5 - -
Duri pectoral total - 16 - -
Jmlh ssk grt sisi - 35 - -
Ssk atas grt sisi - 5 - -
Ssk bwh grt sisi - 5 - -
Ssk sblm srp dorsal - 10 - -
Tipe mulut Terminal terminal Inferior Inferior
Tipe sisik Cycloid cycloid Cycloid -
Bentuk badan Pph bgligir pph tegak - Pph tgk
Warna tubuh gelap gelap gelap Gelap
Keterangan :
A : Clarias batrachus
B : Cyprinus carpio
C : Osphronemus guramy
D : Lyposarcus pardalis
3.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa ikan memiliki keanekaragaman jenis yang
sangat tinggi. Dari empat jenis ikan yang diamati, yaitu Cyprinus carpio, Osphronemus
goramy, Clarias bathracus dan Lyposarcus pardalis saja sudah kita temukan banyak
perbedaan ( Djuhanda, 1982 ).
Adapun klasifikasi dari keempat jenis ikan yang dipraktikumkan adalah sebagai
berikut :
1. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Vern name : Ikan mas
Ikan mas atau Cyprinus carpio memiliki tipe sisik cycloid, mulut tipe terminal dan ekor
forked. Ikan mas atau Cyprinus carpio merupakan ikan air tawar yang hidup
dipermukaan yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Secara morfologi ikan mas
mempunyai tubuh agak pipih. Gurat sisi tergolong lengkap karena berada pada
pertengahan tubuh dengan posisi melintang dari tubuh insang sampai keujung belakang
pangkal ekor ( Soetomo, 1996 ).
2. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Family : Perciformes
Genus : Lyposarcus
Spesies : Lyposarcus pardalis
Vern name : Ikan sapu-sapu
Ikan sapu-sapu atau Lyposarcus pardalis merupakan ikan yang berukuran kecil,
memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Tipe ekornya
rhomboid dan memiliki sisk. Tipe mulut inferior, bentuk badan tegak dan warna tubuh
gelap. Ciri khas dari ikan ini adalah perutnya yang membuncit. Ikan ini biasanya hidup
di perairan tawar, seperti sungai atau saluran-saluran air ( Mahardono, 1979 ).
3. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Family : Anabanthidae
Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus guramy
Vern name : Ikan gurami
Ikan guramy atau Osphronemus guramy mempunyai tipe sisik cyclod, mulut terminal
dan ekor rhomboid. Bentuknya mirip seperti ikan mas, tetapi lebih pipih, sirip punggung
dan sirip perutnya lebar dan berduri tajam, sirip anal dan sirip perutnya bersatu. Duri
pada ikan guramy sangat tajam dan menyengat ( Ommanney, 1982 ).
4. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Siluriformes
Family : Siluridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias bathracus
Vern name : Ikan lele
Clarias bathracus dengan bentuk badan bulat memanjang, bagian badan tinggi
dan memipih kearah ekor, tidak bersisik, licin mengeluarkan lendir, warna tubuh seperti
lumpur, punggung bewarna hitam dan perut bewarna lebih muda. Habitat diair tawar.
Kepalanya berbentuk pipih simetris. Batok kepala terdiri dari lempeng keras dan
memiliki alat pernapasan tambahan yang terletak dibagian rongga depan insang
sehingga dapat bertahan hidup diperairan yang mengandung sedikit oksigen ( Sugeng,
1982 ).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Jenis ikan Cyprinus carpio hampir seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik dan
mempunyai gurat sisi di tengah kiri dan kanan tubuhnya.
2. Pada Lyposarcus pardalis tipe sisiknya tidak diketahui, karena sisiknya sangat
halus.
3. Jenis Osprhronemus guramy memiliki tipe mulut terminal.

4.2. Saran
1. Setiap praktikan diharapkan untuk lebih serius dan bekerja sama dalam
praktikum
2. Setiap praktikum diperlukan pemahaman yang baik tentang objek praktikum agar
diperoleh hasuil sesuai dengan tujuan
3. hendaknya lebih teliti dalam membaca vernier caliper
DAFTAR PUSTAKA

Djuhanda, Tatang, 1981. Anatomi Perbandingan Vertebrata I. Penerbit Armico :


Bandung
Djuhanda, Tatang. 1982. Anatomi Perbandingan II. Penerbit Armico. Bandung

Fitria, Zulfa, 2001. Pertumbuhan Ikan Dengan Pemberian Dedak Yang Diberi Ragi Dan
Ampas Tahu. Skripsi Sarjana Biologi. Fakultas MIPA. Univertas Andalas.
Jasin, Maskoeri, Drs. 1984. Zoologi Vertebrata. Surabaya : CV. Sinar Wijaya.
Khairuman, Suddo, D. Gunadi B. 2002. Budidaya Ikan Secara Intensif. Agro Media.
Pustaka : Jakarta .
Mahardono, A.S. Parigryo dan S. Iskandar. 1979. Anatomi Ikan. PT. Hermoso:
Bandung.
Ommanney, f.D. 1982. Ikan Edisi II. Tim Pustaka : Jakarta
Soetomo, 1996. Anatomi hewan Vertebrata. Erlangga. Jakarta.
Sugeng, 1982. Anatomi dari empat spesies hewan vertebrata. Armico.Bandung
KUNCI IDENTIFIKASI PISCES
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Di Indonesia terdapat sekitar 17.000 jenis ikan, karena begitu banyaknya jenis ikan baik
di perairan darat maupun perairan laut. Maka untuk lebih mudah mengenalinya dan
mengidentifikasi perlu dilakukan pengenalan terhadap karakter morfologi yang dimiliki
oleh masing-masing jenis ikan dari spesies tertentu (Djuhanda, 1983).
Pada hakekatnya metoda untuk menyusui suatu klasifikasi adalah menetapkan
defenisi dari kelompok atau kategori menurut skala hirarki. Hasilnya bahwa semua
hewan dapat diklasifikasikan dalam suatu taksonomi yang terdiri dari suatu rentetan
kategori yang meningkat dari spesies sampai kingdom. Tiap-tiap kategori berikutnya
meliputi satu atau beberapa dari kategori berikutnya. Untuk itulah kategori taksonomi
perlu dipelajari, karena dapat mengurangi keanekaragaman alam, kedalam suatu sistem
yang dapat dipahami kelompok lebih mudah diingat daripada begitu banyak unsur yang
membentuk kelompok itu sendiri (Djuhanda, 1983).

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini adalah dapat mengetahui perbedaan morfologi dari tiap
jenis ikan dan untuk dapat mengidentifikasi morfologi pisces dengan cara mengukur dan
menghitung bagian tubuhnya pada berbagai jenis ikan.mengetahui cara membuat kunci
identifikasi.

1.3. Tinjauan Pustaka


Kelas pisces merupakan hewan berdarah dingin, bernafas dengan insang, bentuk tubuh
bervariasi, tubuh ditutupi oleh sisik, hidup diair. Ikan merupakan spesies yang paling
banyak ditemukan dari vertebrata. Bentuk tubuh ikan bervariasi seperti fusiform,
compresiform, depresiform, anguliform, sagitiform dan globiform. Variasi jiga
ditemukan pada tipe sirip ekor, letak mulut dan sisik. Berdasarkan bentuknya sirip ekor
dibedakan atas rounded, truncate, emerginate, lunate dan forked ( Tim Taksonomi
Hewan Vertebrata, 2008 ).
Kebanyakan ikan dari kelas Osteichtyes mempunyai tengkorak, vertebrae,
penyokong sirip dan sisik yang semua dari tulang. Beberapa diantaranya mempunyai
tulang rawansecara sekunder sebagai pengganti beberapa tulang nenek moyangnya.
Ikan-ikan berangka tulang hanya satu-satunya yang mempunyai insang pada kedua belah
pihak, pihak dari tubuhnya di dalam satu ruangan bersama tertutup oleh operculum
tulang yang bergerak. Gelang pectoral dihubungkan dengan tengkorak oleh rantai
tulang, selalu ada paru-paru atau gelembung udara. Habitat dan strukturnya seakan-akan
mengadaptasikan diri terhadap kehidupan air ( Jaasin, 1984 ).
Bentuk ikan bermacam-macam. Perubahan bentuk yang paling luar biasa terjadi
pada ikan yang hidup pada dasar perairan tubuh ikan tersebut menjadi gepeng. Ada juga
yang menelungkup sehingga bagian permukaan tubuhnya bagian bawah menjadi rata.
Adapula yang terletak miring pada sisinya sehingga tubuhnya rata sebelah ( Ommaney,
1982 ).
Sirip pada ikan merupakan salah satu perluasan integumen yang tipis yang
disokong oleh jari-jari sirip. Semua sirip tersebut kecuali sirip dorsal adalah lemah,
disokong oleh jari-jari atau duri yang banyak mengandung zat kapur. Fungsi sirip
adalah untuk mempertahankan keseimbangan dalam air pada waktu berenang
( Djuhanda, 1982 ).
Beberapa jenis ikan yang berbeda morfologinya yaitu ikan tongkol ( Sarda
orientalis ), ikan maco ( Leioghnatus ), ikan pinang-pinang ( Upeneus sulphureus ) dan
ikan baledang ( Trichiurus lepturus ) keempat ikan ini sangat berbeda morfologinya.
Baik dari bentuk maupun ukuran ( Fitria, 2001 ).
Ikan tongkol ( Sarda orientalis ) merupakan ikan air asi yang enak dimakan,
mempunyai dua sirip dorsal, ada finlet diantara bagian sirip dorsal dan dibelakang sirip
anal. Sirip caudal keras dan kuat. Sirip dorsal pertama dan sirip pelvic tertarik ke arah
tubuh. Sirip caudal atau sirip ekor tipe forked ( Mahardono, 1979 ).
Ikan baledang ( Trichiurus lepturus ) merupakan ikan yang berukuran panjang,
memililiki sirip punggung, bentuk tubuh ramping, bergeligir, warna tubuh terang. Tipe
mulut superior, dan mempunyai sisik yang kecil dan halus ( Mahardono, 1979 ).
Ikan maco ( Leioghnatus ) bentuk tubuh bundar, tipe mulut terminal tipe ekor
forked, dan terdapat variasi sirp dorsal yaitu sirip dorsal utuh. Warna tubuh dari ikan ini
terang ( Mahardono, 1979 ).
Ikan pinang-pinang ( Upeneus sulphureus ) bentuk tubuh pipih tegak, memiliki
warna tubuh yang terang, tipe sisik cycloid, tipe mulut terminal. Tipe ekor forked dan
variasi sirip dorsal adalah sirip dorsal ganda ( Khairuman, 2002 ).
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum taksonomi hewan vertebrata kali ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 25
Februari 2008 di Museum Zoologi, Universitas Andalas.

2.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah vernier caliper, timbangan, bak
bedah, kaca pembesar atau lup serta alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
Sarda orientalis, Leiognathus, Upeneus sulphureus dan Trichiurus lepturus.

2.3 Cara Kerja


Ikan diletakkan pada bak bedah dengan posisi kepala di sebelah kiri, diamati, digambar
dan dilakukan pengukuran serta penghitungan terhadap setiap karakter ikan tersebut.
Ditentukan tipe mulut, sisik dan sirip ekornya. Adapun karakter yang diukur dan
dihitung adalah panjang total, panjang standar, tinggi batang ekor, panjang batang ekor,
panjamg dasara sirip pektoral, panjang kepala, panjang moncong, diameter mata, jumlah
sisk gurat sisi dan sisik sekitar ekor. Dibuat karakteristiknya dan selanjutnya
diklasifikasikan lengkap dari masing-nasing jenis ikan yang dibawa dan kemudian
dibuat kunci identifikasi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut :
Parameter A B C D
Berat 52 gr 18 gr 25 gr 58 gr
Panjang total 172 mm 96,80 mm 119,50 mm 450 mm
Pjg standar 147,80 mm 68,60 mm 95,10 mm -
Tinggi btg ekor 3,80 mm 6,40 mm 1,30 mm -
Pjg btg ekor 9,40 mm 4,20 mm 16,40 mm -
Pjg dsr srp dorsal 25,50 mm 11,70 mm 16,00 mm 30,00 mm
Pjg dsr srp anal 9,10 mm 13,20 mm 13,70 mm -
Tinggi srp dorsal 16,40 mm 22,40 mm 18,00 mm 15,60 mm
Tinggi srp anal 5,80 mm 16,50 mm 14,40 mm -
Pjg srp pectoral 15,10 mm 13,60 mm 21,80 mm -
Panjang kepala 42,80 mm 17,10 mm 26,40 mm 63,00 mm
Panjang moncong 16,20 mm 6,80 mm 11,40 mm 3,40 mm
Diameter mata 8,40 mm 1,90 mm 9,80 mm 11,20 mm
Jumlah duri dorsal 1 4 5 122
Jmlh duri lunak drsl 5 16 13 -
Duri anal 10 2 - 1
Duri lunak anal - 12 - 6
Duri pectoral total 25 6 - 15
Jmlh ssk grt sisi - - - -
Ssk atas grt sisi - - - -
Ssk bwh grt sisi - - - -
Ssk sblm srp dorsal - - - -
Tipe mulut terminal terminal Terminal superior
Tipe ekor forked forked Forked -
Tipe sisik - - Sikloid -
Bentuk badan rmpg bgligir bundar Pipih tegak rmpg glgr
Warna tubuh terang terang terang terang

Keterangan :
A : Sarda orientalis
B : Leioghnatus sp
C : Upeneus sulphureus
D : Trichiurus lepturus
3.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa ikan memiliki keanekaragaman jenis yang
sangat tinggi dari empat jenis ikan air laut atau air asin yan diamati yaitu Sarda
orientalis, Leioghnatus sp, Upeneus sulphureus dan Trichiurus lepturus saja sudah kita
temukan banyak perbedaan
Adapun klasifikasi keempat jenis ikan air laut yang dipraktikumkan adalah :
1. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Family : Serombidae
Genus : Sarda
Spesies : Sarda orientalis
Vern name : Ikan tongkol
Ikan tongkol atau Sarda orientalis memiliki bentuk tubuh yang ramping
bergeligir, warna tubuh terang, tipe mulut terminal. Ikan tongkol merupakan
mempunyai dua sirip dorsal, ada finlet diantara bagian sirip dorsal dan dibelakang sirip
anal. Sirip caudal keras dan kuat. Sirip dorsal pertama dan sirip pelvic tertarik ke arah
tubuh. Sirip caudal atau sirip ekor tipe forked ( Mahardono, 1979 ).
2. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Family : Leioghnatidae
Genus : Leioghnathus
Spesies : Leioghnatus sp
Vern name : Ikan maco
Ikan maco ( Leioghnatus ) bentuk tubuh bundar, tipe mulut terminal tipe ekor
forked, dan terdapat variasi sirp dorsal yaitu sirip dorsal utuh. Warna tubuh dari ikan ini
terang ( Mahardono, 1979 ).
3. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Family : Mullidae
Genus : Upeneus
Spesies : Upeneus sulphureus
Vern name : Ikan pinang-pinang
Ikan pinang-pinang ( Upeneus sulphureus ) bentuk tubuh pipih tegak, memiliki
warna tubuh yang terang, tipe sisik cycloid, tipe mulut terminal. Tipe ekor forked dan
variasi sirip dorsal adalah sirip dorsal ganda ( Khairuman, 2002 ).
4. Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Family : Trichiuridae
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus lepturus
Vern name : Ikan baledang
Ikan baledang ( Trichiurus lepturus ) merupakan ikan yang berukuran panjang,
memililiki sirip punggung, bentuk tubuh ramping, bergeligir, warna tubuh terang. Tipe
mulut superior, dan mempunyai sisik yang kecil dan halus ( Mahardono, 1979 ).

3.3 Kunci determinasi

1.a. ikan yang hidup di air tawar………………………5


b. ikan yang hidup di air laut………………………..6
2.a. bersisik jelas………………………………………Upeneus sulphureus
b. bersisik tidak jelas………………………………..3
3.a. tipe ekor runcing………………………………….Trichiurus lepturus
b. tipe ekor forked……………………………………4
4.a. tipe sirip dorsal utuh………………………………Leioghnatus sp
b. tipe sirip dorsal ganda…………………………….Sarda orientalis
5.a. tipe mulut terminal………………………………..6
b. tipe mulut inferior…………………………………Liposarsus pardalis
6.a. bersisik jelas………………………………………Clarias batrachus
b. bersisik kurang jelas………………………………7
7.a. sirip perut menyatu dengan sirip anal……………..Osphronemus guramy
b. sirip perut tidak menyatu dengan sirip anal……….Cyprinus carpio
IV. KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat dismpulkan sebagai berikut :
1. Pada ikan Upeneus sulphureus mempunyai sisik yang jelas dan Trichiurus
lepturus sisiknya tidak jelas
2. Ikan yang mempunyai berat yang paling tinggi adalah ikan Sarda orientalis dan
yang terkecil Leioghnathus.
3. pada jenis ikan Sarda orientalis mempunyai sirip dorsal dan pektoral dengan
finlet.

4.2. Saran
1. Setiap praktikan diharapkan untuk lebih serius dan bekerja sama dalam
praktikum
2. Setiap praktikum diperlukan pemahaman yang baik tentang objek praktikum agar
diperoleh hasuil sesuai dengan tujuan
3. hendaknya lebih teliti dalam membaca vernier caliper
DAFTAR PUSTAKA

Djuhanda, Tatang. 1982. Anatomi dari 4 Spesies Hewan Vertebrata. Bandung ; Armico.
Fitria, Zulfa, 2001. Pertumbuhan Ikan Dengan Pemberian Dedak Yang Diberi Ragi Dan
Ampas Tahu. Skripsi Sarjana Biologi. Fakultas MIPA. Univertas Andalas.
Jasin, Maskoeri, Drs. 1984. Zoologi Vertebrata. Surabaya : CV. Sinar Wijaya.
Khairuman, Suddo, D. Gunadi B. 2002. Budidaya Ikan Secara Intensif. Agro Media.
Pustaka : Jakarta .
Mahardono, A.S. Parigryo dan S. Iskandar. 1979. Anatomi Ikan. PT. Hermoso:
Bandung.
Ommanney, f.D. 1982. Ikan Edisi II. Tim Pustaka : Jakarta.
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2008. Penuntun Praktikum. Universitas. Andalas :
Padang
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Reptilia merupakan kelompok hewan yang hidupnya merayap di alam habitatnya.
Hewan reptilia ini juga tergolong sebagai hewan berdarah dingin sama halnya dengan
amphibi. Reptilia bisa dibedakan dari amphibi dari perkembangbiakannya dimana reptil
melakukan perbiakan di darat sementara amphibi di air. Tubuh reptil tertutup oleh sisik-
sisik atau plat- plat dari bahan tanduk (horny scales or plates). Nama kelas reptil diambil
dari model cara hewan berjalan (reptum = melata atau merayap) dan studi tentang
reptilia disebut Herpetology (Djuhanda, 1983).
Reptilia merupakan hewan berdarah dingin yang dibagi menjadi empat ordo
yang masih hidup. Reptilia ditemukan di seluruh dunia dari kawasan padang pasir yang
kering, sampai beratus meter di dalam laut. Reptilia tidak terdapat di kawasan kutub dan
puncak gunung (Djuhanda, 1983).
Reptilia tidak mempunyai banyak kelenjar pada kulitnya. Terdapat kelenjar
palatin pada langit-langit mulut. Lingual gland pada lidah, sub lingual gland ( kelenjar di
bawah lidah) dan labial gland pada bibir. Pada serpentes terdapat modifikasi dari labial
gland di rahang atas, sedangkan pada squamata satu-satunya spesies yang mempunyai
kelenjar racun adalah gila monster (Heloderma suspectum). Dimana kelenjar racun
adalah modifikasi dari sublingual gland. Untuk lidah pada crocodila dan chelonia tidak
bisa dijulurkan, hanya berada pada dasar mulut dan digunakan untuk membantu
menelan. Pada squamata lidah bagian depan sempit dan bisa ditarik ke bagian belakang.
Ujung lidah mempunyai fungsi sensori (organ jacobson) untuk merasakan bau pada
serpentes, lidah sempit dan bertakik dalam yang pada bagian ujungnya bertindak sebagai
organ sensori untuk merasakan bau, suhu dan partikel zat yang ada pada udara (Tim
Taksonomi Hewan Vertebrata, 2008).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum teksonomi hewan vertebrata kelas reptil ini adalah untuk
melihat dan mengetahui morfologi berbagai jenis repti, mengenal karakter, malakukan
identifikasi, mengetahui cara pengukuran dan membuat kunci identifikasi dari beberapa
jenis reptil.

I.3. Tinjauan Pustaka


Kelas reptilia terdiri atas kadal dan ular (ordo Squamata) kura- kura dan penyu (ordo
Chelonia), buaya dan aligator (ordo Crocodila) tuatara atau spenodon punctatum (ordo
Rhychophalia). Keempat ordo merupakan wakil yang representatif dari 14 ordo yang di
ketahui berkembang pada zaman mesozoikum yang merupakan zaman dominasi reptilia
(Jasin, 1992). Reptilia terbesar (fosil) adalah dari ordo dinosaurus sebagai contoh
Bronosaurus yang mencapai 25 m dan Diplodocus (hampir 30 m) dengan berat kira-kira
25-36 ton (Brotowidjoyo, 1994).
Baik yang telah punah (fosil) maupun yang masih hidup, reptilia mempunyai
ukuran yang bervariasi. Reptilia yang hidup sekarang juga bervariasi besarnya.
Anaconda dari Amerika Latin panjangnya bisa 11 m dan Varanus komedensis dari
Indonesia panjangnya 3,5 m. Ada sejumlah ciri yang digunakan ahli biosistimatik untuk
menentukan macam dan jenis-jenis hewan reptil baik karakteristik internal maupun
eksternal. Reptilia adalah vertebrata dengan karakteristik eksternal kulit kering, tertutup
oleh sisik-sisik atau papan- papan epidermal. Mata reptil mempunyai kelenjar (air mata)
yang menjaga mata agar tetap basah (Brotowidjoyo, 1994).
Selain karakter di atas reptil memiliki beberapa ciri khusus seperti mempunyai
dua pasang anggota yang masing-masing terdiri dari 5 jari dengan kuku-kuku yang
cocok untuk lari, mencengkram dan naik pohon. Pada yang masih hidup di air kakinya
mempunyai bentuk dayung, pada luar kakinya sudah rudimenter. Skeleton reptil sudah
mengalami penulangan secara sempurna (Jasin, 1992).
Jantung reptil termasuk tidak sempurna walaupun sudah mempunyai empat
ruang. Pernafasan selalu dengan paru- paru dan pada penyu juga bernafas dengan
kloaka. Fertilisasi bersifat internal. Bentuk luar tubuh reptilia bermacam- macam, yakni
ada yang bulat pipih, bulat panjang (ular), berbentuk gelendong berekor (kadal, buaya
dan lain-lain). Umumnya tubuh dapat dibagi atas bagian cephal (kepala), cervix (leher),
truncus (badan), dan cauda (ekor) (Jasin, 1992).
Mulut reptil agak panjang bertepi dengan gigi kecil runcing yang terletak dalam
lekuk. Dekat ujung moncong sebelah dorsal terdapat nostril. Mata umumnya besar dan
terletak sebelah lateral dengan palpebra superior (kelopak mata atas) dan palpebra
inferior (kelopak mata bawah). Dibawah kelopak mata terdapat membran nictitan yang
transparan. Di belakang mata terdapat lekukan yang tertutup oleh kulit, sebagai lubang
telinga yang memiliki membran tympani. Anus sebagai akhir kloaka merupakan celah
transversal (Jasin, 1992).
Penutup tubuh reptilia bermacam-macam, ada yang berupa kulit bersisik yang
meliputi seluruh tubuh. Sebagian reptil ada yang mengalami kornifikasi pada bagian
dorsal membentuk lapisan tebal dan sebagian memiliki penutup tubuh berupa perisai
(carapace). Bila dibandingkan dengan amphibi, reptilia menunjukkan beberapa
kemajuan. Hal ini ditunjukkan diantaranya dengan mempunyai penutup tubuh yang
kering dan berupa sisik untuk penyesuaian hidup menjauhi air. Ekstrimitas reptil
disesuaikan pula untuk gerak cepat. Adanya kecenderungan pemisahan oksigen pada
sirkulasi darah dan mempunyai bentuk telur yang disesuaikan untuk pertumbuhan di
darat (Jasin, 1992).
Ordo Chelonia merupakan kelompok hewan reptil yang sering disebut sebagai
penyu, labi, kura- kura dan sebagainya. Yang disebut dengan penyu adalah kura- kura
yang hidup di laut (sea turtule) sedangkan labi- labi atau bulus adalah kura-kura yang
berperisai lunak (soft shell turtule) dan yang disebut baning dibakukan disini sebagai
kura-kura darat berperisai tinggi (tortoise). Sisanya biasanya dikenal secara umum
sebagai kura- kura air tawar (terrapin). Penyu dan labi- labi dapat mencapai ukuran
sangat besar, panjang lebih dari satu meter dengan berat lebih dari 150 kg. Kura- kura
lainnya pada umumnya berukuran kecil dengan berat sekitar 200 gram sampai 5 kg dan
panjang sekitar 15-30 cm (Iskandar, 2000).
Ordo Chelonia memiliki tubuh bulat pipih dan tengkorak yang pendek. Tubuh
hewan ini terbungkus dengan perisai tulang, bagian dorsal dinamakan carapase dan
bagian ventral di sebut plastron. Carapace dan plastron terbungkus pula oleh sisik kulit
(epidemal scales) yang sering dinamakan laminae atau scutus. Hewan ini tidak memiliki
gigi, tetapi punya bantalan tajam dari tanduk yang dinamakan tomium. Lidah lebar,
tetapi tidak dapat ditonjolkan keluar. Ekstremitas sebagai alat gerak baik di darat
maupun di air, dan mempunyai ekor yang pendek (Jasin, 1992).
Secara umum kura- kura dapat dibagi atas dua keompok besar yaitu subordo
Cryptodira yang umumnya dapat memasukkan kepala dalam perisai dan subordo
Pleurodira yang kepala dan lehernya hanya dibelokkan kesamping bila bersembunyi.
Kelompok Cryptodyra tersebar luas di seluruh dunia, kecuali di daerah beriklim dingin.
Kelompok Pleurodira hanya terdapat di Irian, Pulau Roti, Australia dan Amerika
Selatan. Pada umumnya kura- kura Asia berwarna kuning coklat sampai hitam. Warna-
warna lain seperti putih atau merah hanya terbatas pada daerah perut, atau bintik pada
kepala (Iskandar, 2000).
Sub ordo Cryptodira terdiri atas enam family yaitu Chekydridae, Emydidae,
Testudinidae, Trionychidae, Cheloniidae, dan Dermochelydae. Family Chelydridae
berkepala besar dan berekor panjang dan tersebar di Amerika Tengah dan Utara. Kepala
kecil dan berekor pendek sementara Testudinidae merupakan kura-kura darat.
Trionychidae memiliki carapace yang pipih, Celonidae umumnya hidup di laut, dan
Dermochelydae dinamakan penyu belimbing sebab tubuhnya mirip buah belimbing
(Iskandar, 2000).
Subordo Pleurodira dibedakan atas dua family yaitu Pelomedusidae dan
Chelidae. Family Pelomedusodae dapat melipat leher dan kepalanya ke dalam perisai
sampai tidak kelihatan semuanya, contohnya Pelomedusa subrufa. Family Chelidae
dapat menyembunyikan kepala dibawah perisai, tetapi leher dapat terlihat dari atas,
contohnya Cheodina longicollis. Family Trionichydae dari subordo Cryptodira mudah
dibedakan dari perisainya yang sebagian besar terdiri dari tulang rawan. Marga Amyda,
Dogania dan Pelodiscus hanya diwakili oleh satu jenis saja di Indonesia sedangkan
marga Chitra dan Pelochelys diwakili oleh dua jenis (Iskandar, 2000).
Ordo Squamata terdiri dari kadal dan ular. Kelompok kadal dan ular adalah reptil
yang mempunyai jenis yang sangat banyak di Asia Tenggara. Kadal dapat dibedakan
dari ular berdasarkan bukaan mata. Sebagian besar kadal dapat menutup matanya tetapi
ular bisa membuka matanya secara permanen dengan adanya semacam selaput yang
disebut spektakel. Ular pada umumnya juga memiliki sisik atau jalur yang melebar
dibawah perutnya sementara sisik kadal khas yakni hampir sama ukurannya antara sisik
atas dan bawah tubuh. Selain itu kadal juga punya mekanisme memutuskan ekor untuk
mengindari musuh. Akan tetpai perbedaan yang paling nyata antara kadal dan ular
adalah bahwa ular tidak memiliki ekstrimitas kaki rudimenter (Carr, 1997).
Ordo Crocodilla (buaya) memiliki tubuh panjang, kepala besar dan runcing,
rahang kuat dan gigi tumpul. Kaki pendek dengan jari- jari berselapu tebal (web), ekor
panjang dan kulit tebal serta telinga berlubang kecil. Di dunia terdapat sekitar 24 jenis
buaya yang termasuk dalam dua family yaitu Crocodylidae dan Gavialidae. Sebagian
besar buaya termasuk Crocodylidae yang memiliki moncong yang tidak begitu panjang.
Crocodylidae dapat dibagi lagi atas tiga subfamily yakni kelompok Alligator,
Crocodylus dan Tomistoma. Gavialidae hanya terdiri dari satu jenis yang dinamakan
true gavial (Gavialis gangeticus) (Iskandar, 2000).
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum teksonomi hewan vertebrata kelas reptil dilaksanakan pada hari senin tanggal
24 Maret 2008 di Museum Zoologi Universitas Andalas.

2.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam paraktikum ini adalah alat ukur vernier caliper,
penggaris, bak bedah, pinset dan tissu gulung, sedangkan bahan yang digunakan adalah
Manouria emys (kura-kura air), Phyton reticulata (ular piton), Hemidactilus sp (cecak),
dan Mabouya sp (kadal).

2.3. Cara Kerja


Semua bahan diletakkan di atas bak bedah kecuali Phyton reticulata (ular piton),
kemudian dilakukan pengukuran baik dari panjang total, panjang badan, panjang kaki
depan, panjang kaki belakang, diameter telinga, diameter mata, lebar kepala, panjang
moncong, warna atas, warna bawah, bentuk sisik, bentuk gigi. Pada kura-kura diukur
panjang carapace baggian atas, panjang plasteron atau bagian bawah, dan yang lain
sebagainya. Setelah diukur kemudian digambar dengan lengkap bagian-bagiannya, baik
dari morfologi luar dan diklasifikaiskan lengkap dari masing-masing ordo reptilia
kemudian dibuat kunci determinasinya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka didapat hasil sebagai berikut :
parameter a b c d
1. panjang tubuh 130,00 2580,00 49,20 96,12
2. diameter mata 10,20 4,00 4,10
3.lebar kepala 18,30 39,70 9,00 8,00
4.panjang kepala 33,90 71,00 17,30 9,10
5.panjang moncong 11,60 26,40 13,00
6.Panjang carapace 119,60
7.panjang plasteron 99,60
8.jarak antara dua mata 27,30
9. panjang standar 2930,00 49,40
10.panjang kaki depan 80,40 14,90
11. panjang kaki belakang 19,00 18,10

Keterangan :
a. Manoura emys
b. Phyton reticulata
c. Hemidactylus sp
d. Mabouya sp
3.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel dapat diketehui bahwa reptil memiliki keanekaragamana jenis yang
sangat tinggi. Dari empat jenis reptil yaitu Manoura emys, Phyton reticulata,
Hemidactylus sp, dan Mabouya sp saja sudah kita temukan banyak perbedaan.

Adapun klasifikasi dari keempat jenis reptil yang dipraktikumkan adalah :


Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Phytonidae
Genus : Phyton
Spesies : Phyton reticulata
Vern name : Ular piton
Spesies ini mempunyai gigi yang tumbuh pada rahang dan langit-langit mulut dengan
posisi mengarah kebelakang untuk menahan mangsa. Panjang tubuhnya 258 cm dengan
lebar kepala 39,70, panjang kepala 71,00, panjang moncong 26,40. tubuh bersisik
dengan warna tubuh bervariasi (Djuhanda, 1983).
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Scincidae
Genus : Mabouya
Spesies : Mabouya sp
Vern name : Kadal
Spesies ini mempunyai sisik bagian atas mencapai dua atau tiga. Tubuh ditutupi 30-40
siik melingkar atau pembatas pada bagian lateral. Tubuh berwarna gelap memiliki
monconh yang pendek. Tubuhnya tidak terlalu panjang, ekornya sekitar setengah
panjang badan. Kaki belakang tidak mencapai aksial (Iskandar, 2000).
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudines
Family : Testudinae
Genus : Manouria
Spesies : Manouria emys
Vern name : Kura-kura leher merah
Cangkang pada umumnya keras. Tubuhnya berwarna gelap, memiliki tubuh bulat pipih
dan tengkorak yang pendek. Tubuh terbungkus oleh perisai tulang, bagian dorsal
dinamakan carapase. Hewan ini tidak memiliki gigi tetapi punya bantalan tajam dari zat
tanduk yang dinamakan tonium. Punya kloaka yang berfungsi membantu pernapasan
dalam air (Jafnir, 1985).
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamats
Family : Gekkonidae
Genus : Hemidactylus
Spesies : Hemidactylus frenatus
Vern name : Cicak rumah
Hemidactylus frenatus kepalanya berwarna krem kecoklatan, warna pada mulut krem.
Memiliki jumbai kulit sempit pada sepanjang sisi tubuh, pada bagian belakang kaki serta
ekor. Makanan cecak pada umumnya adalah serangga kecil dan nyamuk. Cecak
bertubuh lebih kurus, ekornya membulat dengan enam derat tonjolan kulit serupa duri
yang memanjang dari pangkal ke ujung ekor. Cecak ini lebih menyukai bagian rumah
yang berkayu seperti di atap. Terkadang didapati bersama cecak tembok dinding luar
rumah di dekat lampu, namun kalah bersaing dalam memperoleh makanan (Campbell,
2000).

3.3. Kunci Determinasi


1.a.Memiliki kaki................................................................................................................2
b. Tidak meiliki kaki............................................................................ Phyton reticulata
2. Tubuh
a.Bercangkang..........................................................................................Manoura emys
b.Tubuh bercangkang......................................................................................................3
3. Kepala
a. membulat..................................................................................Hemidactylus prenatus
b. Tidak membulat.........................................................................................Mabouya sp
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ular tidak mempunyai ekstremitas
2. Manouria mempunyai carapase dan plasteron
3. Mabouya punya tubuh dengan sisik yang kasar
4. Hemidactylus memiliki lekukan dangkal pada bagian ujung lidah.

4.1 Saran
Untuk memperoleh hasil yang sempurna maka disarankan kepada praktikan untuk
selanjutnya agar :
1. Membawa objek praktikum dengan lengkap
2. Lebih teliti dalam melakukan pengukuran
3. Teliti dalam melihat skala caliver
4. Serius dan hati-hati saat praktikum
5. Memahami prinsip kerja sebelum praktikum
6. Praktikan lebih bekerja sama dalam praktikum agar hasil yang didapat
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Brotowijoyo, 1994. Zoologi Dasar. Erlangga : Jakarta.


Campbel, RM, 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Erlangga: Jakarta
Carr, Archine. 1997. The Reptil Time Life Book Inc. Alexandria : Virginia
Djuhanda, Tatang, 1983. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I, Armico: Bandung
Iskandar, D.T, 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia, Papua Nugini Palmodin Citra :
Bandung
Jasin, Maskoeri, 1992. Zoologi Vertebrata. Sinar Wijaya : Surabaya
Jafnir, 1985. Pengantar Anatomi Hewan Vertebrata. Unand : Padang
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2008. Penuntun Praktikum. Universitas Andalas :
Padang
I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Burung merupkan hewan berdarah panas, hewan ini berkerabat dekat dengan reptilia .
Bersama kerabatnya terdekat suku Crocodylidae yaitu keluarga buaya. Burung
membentuk kelompok hewan yang disebut Achrosauria. Diperkirakan burung
berkembang dari jenis reptilia dimasa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh
bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya sayap primitif yang merupakan
perkembangan dari cakar depan itu belum dapat di gunakan untuk sungguh-sungguh
terbang dan hanya membantunya untuk melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang
lebih rendah (Jasin, 1992).
Kelompok reptil yang kedua mengudara mengembangkan suatu modifikasi yang
tidak terdapat pada Pterosaurus, yaitu bulu pertumbuhan,bulu ini memberikan
permukaan bagi sayap yang luas, ringan, tetapi kuat. Bulu ini juga memberikan insulasi
(penutup hangat) bagi tubuh, sehingga membuatnya menjadi kecil namun dapat
mempertahankan suhu tubuh yang relatif tinggi dan tetap meskipun didaerah beriklim
dingin, mereka ini adalah burung pertama (Kimball, 1999).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum taksonomi hewan vertebrata kelas aves ini adalah untuk melihat
morfologi berbagai jenis aves, mengenal karakter, melakukan identifikasi, mengetahui
cara pengukuran dan membuat kunci determinasi.
1.3 Tinjauan Pustaka
Burung merupakan hewan berdarah panas, hewan ini berkerabat dekat dengan reptilia .
Bersama kerabatnya terdekat suku Crocodylidae yaitu keluarga buaya. Burung
membentuk kelompok hewan yang disebut Achrosauria. Diperkirakan burung
berkembang dari jenis reptilia dimasa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh
bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya sayap primitif yang merupakan
perkembangan dari cakar depan itu belum dapat di gunakan untuk sungguh- sungguh
terbang dan hanya membantunya untuk melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang
lebih rendah (Jasin, 1992).
Burung merupakan salah satu hewan vertebrata yang banyak dikenal. Hal ini
karena burung memiliki bentuk tubuh yang khas, sehingga dengan bentuk tubuh tersebut
kelompok hewan ini terbukti sangat berhasil dalam penyebarannya menempati banyak
habitat di permukaan bumi (Tim Taksonomi Hewan Vertebrata, 2007). Kelas aves
termasuk semua jenis burung. Berbeda dengan reptil, amphibia dan pisces sebab
tergolong hewan berdarah panas. Burung merupakan tipe vertebrata yang pandai
terbang, dan tubuhnya ditutupi oleh bulu (Kimball, 1999).
Kelas aves memiliki ciri- ciri pokok antara lain adalah adanya bulu yang
menutupi tubuh, anggota gerak depan sudah termodifikasi menjadi sayap, anggota gerak
belakang beradaptasi untuki berjalan, untuk berenang atau bertengger. Pada tungkai
terdapat sisik, rahang bawah tidak mempunyai gigi. Mulut termodifikasi menjadi paruh.
Rangka kecil dengan beberapa penyatuan. Jantung terdiri dari empat ruang, punya
kantung udara (kantung hawa) yang berperan dalam membantu sistem pernafasan
terutama pada saat terbang (Tim Taksonomi Hewan Vertebrata, 2007). Burung memiliki
alat penglihatan dan pendengaran yang tajam akan tetapi alat penciuman, alat perasa dan
peraba belum berkembang dengan baik. Alat penglihatan burung berupa mata yang
relatif besar, mata burung dapat melihat objek terpisah. Hal ini dikarenakan letak mata
burung pada sisi yang berbeda (Jasin, 1992).
Tidak ada gerak adaptasi yang menghendaki sebegitu banyak pengkhususan
struktur selain dari pada terbang. Terbang secara mekanis tergantung dengan bulu.
Untuk dapat bertahan dalam terbang memerlukan kadar metabolisme yang tinggi
memungkinkan dengan jalan mempunyai suhu tubuh yang tinggi. Tulang kecil dan
ringan tidak mudah menjadi fosil, bulu tubuh tersusun seperti kapas, pada ujung ekornya
dan mempunyai sumbu tulang yang pendek. Sistem kantong udara terdapat di dalam
sebagian besar tulang-tulangnya (Djuhanda, 1982).
Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk
penerbangan yang efesien, yang paling utama diantara semua itu tentu sajalah sayap.
Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung terbang jarak jauh untuk mencari
makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai
adaptasi yang membantu mereka meloloskan diri dari pemangsa. Adapun burung-
burung tak bersayap di Antartika, Selandia Baru dan daerah yang jarang ada
pemangsanya membuktikan hal ini (Kimball, 1999).
Adaptasi burung yang paling jelas untuk terbang adalah sayap- sayap burung
merupakan air foil yang menggambarkan prinsip aerodinamika yang sama seperti sayap
pesawat terbang. Untuk menyediakan kekuatan untuk terbang, burung mengepakkan
sayapnya dengan cara kontraksi otot pektoral (dada) besar yang ditambahkan ke suatu
taju burung merupakan suatu air foil, struktur yang bentuknya dapat menciptakan daya
angkat dengan mengubah aliran udara (Campbell, 2003).
Burung berkembang biak dengan bertelur, telur burung mirip telur reptil, hanya
cangkangnya lebih keras karena berkapur. Burung ini membiarkan panas alami dan
daun-daun membusuk, serta panas matahari untuk mengerami telur atau untuk
menetaskan telur terebut persis yang dilakukan pada kebanyakan reptil. Akan tetapi
kebanyakan burung membuat sarang dan menetaskan telurnya dengan mengerami
sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana, namun adapula burung yang
membuat sarangnya dengan rumput yang indah dan unik seperti jenis- jenis mayar atau
tempoa atau walet (Abidin, 2000).
Tingkah laku burung biasanya sangat rumit selama musim kawin, yaitu ketika
burung terlibat dalam ritual percumbuan yang sangat rumit. Fertilisasi terjadi secara
internal kopulasi melibatkan kontak antara lubang pasangan kawin tersebut, yaitu lubang
bukaan kloakanya msing-masing. Setelah telur diletakkan embrio burung harus
dipertahankan dan dijaga supaya tetap hangat dengan dierami oleh induk betina, induk
jantan atau keduanya tergantung pada spesiesnya (Campbell, 2000).
II.PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum taksonomi hewan vertebrata kelas aves dilaksanakan pada hari Jumat tanggal
3 April 2008 di Museum Zoologi, Universitas Andalas, Padang.

2.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah vernier caliper, timbangan,
penggaris, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
Sp.1, Pycnonotus atriceps, Pycnonotus bruneus, Columba livia, dan Prinaria familiaris.

2.3 Cara Kerja


Siapkan objek yang akan diamati. Dipegang objek yang dibawa pada bagian pahanya
dengan menjepitkannya diantara jari telunjuk dan jari tengah untuk kepala, dan menjepit
kaki dengan jari manis dan kelingking. Jangan terlalu keras, karena bisa menyakiti objek
yang sedang dipegang. Diamati serta digambar serta berilah nama bagian-bagiannya
masing-masing. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan penghitungan dengan
menggunakan vernier caliper terhadap setiap objek yang dibawa dengan cara diukur
panjang sayap, panjang paruh, panjang ekor, panjang tarsus, panjang total dan ditimbang
bertanya. Kemudian diperhatikan dan dicatat hal-hal sebagi berikut : warna bulu dari
kepla sampai ke ekor, paruh, kaki, dan iris. Tipe paruh, tipe kaki, dan tipe ekor. Dilihat
aksesorisnya, ada bulu atau tidak seperti pada mahkota apakah ada jambul, racket pada
ekor, bulu sungut dipangkal paruh dan lain-lain. Dietntukan karakteristiknya kemudian
dilakukan klasifikasi terhadap objek yang dibawa.
IV.KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada Pycnonotus atriceps memiliki ujung ekor yang bewarna kuning, dan terdapat
sungut sebagai aksesoris.
2. Pycnonotus brunneus memiliki iris merah
3. Pada Sp.1 iris bewrana hitam
4. Pada family Pycnonotus bulu mudah rontok ini dilakukan untuk melindungi diri
5.Pada Columba livia terdapat cera yaitu bagian lemah yang terdapat di atas basis
rostrum berfungsi untuk melindungi hidung saat menghirup iar atau minum.

4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya maka hendaknya untuk memperoleh hasil yang sempurna
kepada praktikan diharapkan :
1. Membawa objek praktikum
2. Teliti dalam penggunaan vernier caliver dalam melakukan pengukuran.
3. Serius dan hati-hati dalam praktikum
4. Memahami prinsip kerja
5. Masuk tepat waktu
III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka didaptkan hasil sebagai berikut :
Karakter A B C D
Panjang paruh 14,55 13,60 18,00 13,20
Panjang kepala 16,40
Diameter mata 6,30
Panjang tarsus 15,30 16,30 17,40
Panjang sayap 74,60 79,30 78,40 23,50
Panjang total 15,50 39,00 92,00 300,00
Panjang ekor 65,20 42,50 17,60
Diameter tarsus 2,10 12,40 0,40
Berat 21 gr 26 gr 22 gr 29,7 gr
Tipe kaki Perching Perching
Tipe paruh Insect catching Seed and Seed cracking Seed cacthing
Tipe ekor Persegi insectin Baji
Aksesoris Kumis Rounded Sera

Keterangan :
A : Pycnonotus atriceps
B : Pycnonotus bruneus
C : Sp.1
D : Columba livia
3.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa aves memiliki keanekaragaman jenis yang
sangat tinggi. Dari lima jenis aves yaitu Pycnonotus atriceps, Pycnonotus bruneus, Sp.1,
Columba livia, dan Prinaria familiaris saja kita temukan banyak perbedaan.
Adapun klasifikasi dari kelima jenis aves yang dipraktikumkan adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Passeriformes
Family : Pycnonotidae
Genus : Pycnonotus
Spesies : Pycnonotus atriceps
Pycnonotus atriceps mempunyai warna kepala hijau kehitaman, mengkilat, warna paruh
hitam, warna mata ungu, warna sayap hitam, dibagian tepi-tepi sayap bewarna kuning,
warna penutup sayap kuning kehijauan, warna punggung kuning kehijauan, warna ekor
hitam dibagian ujung-ujungnya berwarna kekuningan, warna penutup ekor kuning,
warna tunggir kuning dan putih. Warna tungging kuning, tipe paruh golden plover atau
pemakan serangga (insect catching). Tipe kaki petengger atau perching dengan jari-jari 3
didepan dan 1 dibelakang, mempunyai aksesori berupa kumis (Campbell, 2000).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Pycnonotidae
Genus : Pycnonotus
Spesies : Pycnonotus bruneus
Pycnonotus bruneus mempunyai iris bewarna merah, pada ujung-ujung sayap bewarna
putih. Pada family Pycnonotidae bulu mudah rontok ini merupakan salah satu usaha
untuk melindungi diri dari musuh. Memiliki jumlah sayap primer 9, sayap sekunder 1,
tipe kaki pearching, tipe paruh seed and insecting dan tipe ekor rounded (Campbell,
2000).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Pycnonotidae
Genus : Pycnonotus
Spesies : Sp 1
Sp. 1 mempunyai warna kepala coklat, warna paruh coklat, warna mata atau iris coklat,
warna sayap coklat, warna tungging kuning kecoklatan, tipe paruh seed cracking atau
pembelah biji, tipe kaki pearching (Djuhanda, 1982).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columba livia
Columba livia atau burung merpati mempunyai aksesori berupa cera yang berfungsi
untuk melindingi hidung pada saat menghirup air atau minum. Cera ini terletak di atas
basis rostrum, bewarna putih. Bulu mempunyai bulu primer 10, bulu sekunder 12. Tipe
ekor baji, tipe kaki pearching, warna leher putih, warna sayap putih, warna ekor putih,
warna kaki merah dan tipe paruh seed eaching (Djuhanda, 1982).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Sylviidae
Genus : Prinaria
Spesies : Prinaria familiaris
Prinaria familiaris mempunyai mahkota warna abu-abu pekat, pnutup telinga bewarna
putih, tangkuk hijau keabu-abuan, mantel bewarna coklat kehijauan, punggung bewarna
coklat kehijauan dan abu-abu, bulu tersier bewarna coklat, bulu sekunder coklat dengan
ujung putih, dan bulu primernya bewarna coklat. Tunggir bewarna putih, penutup atas
ekor bewarna hijau kecoklatan, ekor bewarna coklat dengan ujung hitam, penutup ekor
bawah bewarna kuning, tungging coklat kemerahan, sisi perut bewarna putih keabu-
abuan dan kuning (Djuhanda, 1982).
Tungkai bewarna coklat, cakar bewarna hitam, jari bagian depan yang dalam
bewarna coklat keputihan dan jari bagian luar agak kehitaman, bulu paha berwarna
kuning, bulu perut bewarna kuning, bulu penutup primer bewarna coklat, bulu penutup
sayap besar coklat dengan ujung putih, bulu dada bewarna putih kekuningan, dagu
bewarna putih, bulu tenggorokan berwarna putih. Pruh bawah berwarna ujungnya hitam,
tengah putih dan paling ujung hitam, busur paruh berwarna hitam, paruh atas berwarna
hitam, dahi berwarna coklat, kekang berwarna coklat (Djuhanda, 1982).

3.3 Kunci Determinasi


1.a. Punya cera...............................................................................................Columba livia
b. Tidak punya cera.........................................................................................................2
2.a. Mempunyai iris merah..................................................................Pycnonotus bruneus
b. Tidak mempunyai iris merah......................................................................................3
3.a. Punya kumis.................................................................................Pycnonotus atriceps
b. Tidak punya kumis......................................................................................................4
4.a. Tungging coklat kemerahan............................................................Prinaria familiaris
b. Tungging kuning kecoklatan..................................................................................Sp.1
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Burung Hias Aneka Jenis dan Perawatannya. Jakarta : Penebar
Swadaya
Campbell, dkk. 2000. Biologi Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Campbell, dkk. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Djuhanda, Tatang. 1982. Anatomi dari 4 Spesies Hewan Vertebrata. Bandung : Armico
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya : Sinar Maju
Kimball, John. 1999. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2007. PenuntunPraktiku m Taksonomi Hewan
Vertebrata. Padang : Universitas Andalas
I.PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Mamalia merupakan kelompok tertinggi derajatnya dalam dunia hewan. Termasuk di
dalam kelass ini adalah tikus, kelelawar, kucing, kera ikan paus, kuda, kijang, manusia
dan lain – lain. Hampir semua tubuhnya tertutup dengan kulit yang berambut banyahk
atau sedikit dan berdarah panas (homoitherm) (Jasin, 1992).
Sebutan mamalia berdasarkan karena adanya kelenjer mamae pada hewan betina
untuk menyusui anaknya yang masih muda. Pengasuhan terhadap anaknya berkembang
baik sekali dan puncaknya terdapat pada manusia mamalia hidup di berbagai habitat
mulai dari kutub sampai daerah ekuator, dari dasar laut sampai hutan lebat dan gurun
pasir (Djuhanda, 1992).
Banyak yang hdup secara nocturnal dan banyak juga yang hidup secara diurnal.
Spesies tertentu sebagai hewan buas yang diburu, spesies lainnya jinak. Beberapa
pemakan daging ( carnivora ), sebagai hewan pengerat, sebagai pemakan biji – bijian
dan buah– buahan dan beberapa sebagai sumber penyakit. Hewan ternak mamalia adalah
penting sekali bagi manusia sebagai bahan makanan, bahan pakaian dan sebagai alat
transportasi (Jasin, 1992).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum taksonomi hewan vertebrata kelas mamalia ini adalah untuk
melihat morfologi berbagai jenis mamalia, mengenal karakter, melakukan identifikasi,
mengetahui cara pengenalan jenis dan teknik– teknik dalam melakukan penelitian
tentang hewan mamalia di lapangan.

1.3 Tinjauan Pustaka


Mamalia merupakan kelompok tertinggi derajatnya dalam dunia hewan. Termasuk di
dalam kelas ini adalah tikus, kelelawar, kucing, kera ikan paus, kuda, kijang, manusia
dan lain– lain. Hampir semua tubuhnya tertutup dengan kulit yang berambut banyak atau
sedikit dan berdarah panas (homoitherm) (Jasin, 1992).
Sebutan mamalia berdasarkan karena adanya kelenjar mamae pada hewan betina
untuk menyusui anaknya yang masih muda. Pengasuhan terhadap anaknya berkembang
baik sekali dan puncaknya terdapat pada manusia mamalia hidup di berbagai habitat
mulai dari kutub sampai daerah ekuator, dari dasar laut sampai hutan lebat dan gurun
pasir (Djuhanda, 1992). Banyak yang hidup secara nocturnal dan banyak juga yang
hidup secara diurnal. Spesies tertentu sebagai hewan buas yang diburu, spesies lainnya
jinak. Beberapa pemakan daging (karnivora), sebagai hewan pengerat, sebagai pemakan
biji– bijian dan buah– buahan dan beberapa sebagai sumber penyakit. Hewan ternak
mamalia adalah penting sekali bagi manusia sebagai bahan makanan, bahan pakaian dan
sebagai alat transportasi (Jasin, 1992).
Hewan ini merupakan kelompok hewan yang memiliki rambut dan kelenjar
mamae yang aktif mengahasilkan susu terutama pada saat menyusui anak, karakter ini
merupakan perbedaan antara kelas mamalia dengan mamalia lainnya. Kelompok
mamalia mempunyai ciri khas seperti mempunyai kelenjar mamae (susu), kelenjar
keringat, memiliki rambut, pada umumnya melahirkan kecuali Monotremata, dan dalam
sejarah evolusi mamalia merupakan perkembangan lebih lanjut dari reptilia. Ciri lain
dari mamalia diantaranya adalah mempunyai gigi yang heterodon (kecuali pada ikan
paus memiliki gigi sisir dan pada tenggiling tidak punya gigi sama sekali). Mempunyai
gigi dua set (gigi susu dan gigi permanent), mempunyai daun telinga, pendengaran dan
penciuman yang tajam, penyederhanaan rangka, mempunyai larynk, punya cerebra
cortex yang berkembang. Mamalia tingkat tinggi tidak mempunyai kloaka, sedangkan
tingkat rendah masih mempunyai kloaka (pada ordo monotramen). Dalam kelas mamalia
ditemukan dua sub kelas yaitu ; Protheria dengan satu ordo yaitu Monotremata dan sub
kelas Theria yang mempunyai 17 ordo yaitu Rodentia, Chinoptera, Marsupialia,
Insectivora dan lain– lainya (Tim Taksonomi Hewan Vertebata, 2008).
Mamalia tersebar mulai dari daerah tropis, sub tropis hingga kutub, ada yang
hidup di darat (teresterial), air (mamalia air), dan udara (mamalia terbang atau
melayang). Di dunia terdapat sekitar 4400 jenis hewan mamalia yang telah
teridentifikasi sekitar 515 jenis diantaranya terdapat di Indonesia atau sekitar
seperdelapan dari mamalia dunia. Dengan demikian indonesia juga memiliki
keanekaragaman jenis mamalia endemik yang tinggi (Tim Taksonomi Hewan
Vertebrata, 2008).
Bentuk tubuh mamalia bermacam– macam, dibungkus oleh kulit atau berambut
dan terdiri atas caput cervik dan truncus. Terdapat empat ekstremitas liberae, maka
mamalia tersebut tetrapoda. Pada caput terdapat rima oris yang dibatasi oleh labium
superior (bibir atas) dan labium inferior (bibir bawah). Di tengah– tengah terdapat
vibrissae (kumis atau rambut – rambut panjang yang kaku). Di atas mulut terdapat nares
yang merupakan dua celah yang condong. Organon visus memiliki pelpebrae superior
dan pelpebrae inferior dan umumnya memiliki rambut halus membran nicitans pindah di
pojok dekat hidung dari biji mata, atau sering juga disebut pelikaseminularis.
Dibelakang organon visus terdapat aurikulae atau piarea (daun telinga) sebagai corang
dari porus acushcus externa (luabang telinga luar) yang selanjutnya ke alat pendengaran
(Jasin, 1992).
Truncus dipisahkan dari caput columna pelpebrae carvialis dibagi atas beberapa
daerah toraks, abdomen, dorsum, glutea, pirenium yaitu daerah sempit antara lubang
anus dan urogenitalis. Pada permukaan ventral sebelah kanan kiri linea mediana terdapat
glandulae mamalia. Dibagian belakang dari truncus terdapat cauda dan anus yang
terletak sebelah ventral dari basis cauda. Dibawah cranialnya terdapat vulva sebagai
celah yang dibatasi oleh labia mayora dan labia minora (Jasin, 1992).
Mamalia adalah hewan vertebrata yang permukaan tubuhnya tertutup rambut.
Mamalia betina memiliki kelenjar mamae (kelenjar susu) yang tumbuh dan berkembang
dengan baik. Anggota gerak depannya dapat termodifikasi untuk berlari, menggali
lubang, bereng dan terbang pada jari– jarinya terdapat kuku, cakar. Pada kulit banyak
terdapat kelenjer minyak dan kelenjer keringat (Brotowijoyo, 1990).
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum taksonomi hewan vertebrata kelas mamalia dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 21 April 2008 di museum Zoologi, Universitas Andalas.

2.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah varniercaliper, timbangan, dan
alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan adalah Rattus tanezumi dan Cyneptorus
sphinx.

2.3. Cara kerja


Siapkan objek yang akan diamati, diamati dan digambarkan serta berilah nama bagian –
bagian masing –masing. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan perhitungan dengan
menggunakan vernier caliper terhadap setiap objek yang dibawa dengan cara diukur
panajang kepala dan tubuh ( KT ) diukur dari anus sampai ke depan hidung, ekor ( E ),
diukur dari ujung ekor, tidak termasuk bulu atau rambut panjang yang memanjang
melebihi ekor. Kaki belakang ( KB ) diukur dari tumit sampai ujung jari yang
terpanjang, tidak termasuk cakar. Panjang telinga ( T ) diukur dari bagian luar ynag
terbuka sampai ujung. Lengan bawah ( LB ) pada kelelawar dari sisi luar siku sampai
sisi luar pergelangan tangan pada sayap yang melengkung. Panjang total ( PT ) dari
depan kepala sampai lekungan pada ujung ekor.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Karakter Rattus tanenzumi Cyneptorus sphinx


Jenis kelamin
Panjang badan 115,81 mm 9,80 mm
Panjang ekor 151,10 mm 1,80 mm
Panjang total 266,91 mm 11,30 mm
Panjang telinga 15,82 mm 14,10 mm
Panjang kaki belakang 26,75 mm 11,00 mm
Panjang kaki depan 23,25 mm 68,00 mm
Berat 53,3 gram 53,2 gram

3.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mamalia memi-liki keanekaragaman
jenis yang sangat tinggi . dari dua jenis mamalia saja yaitu Rattus tanenzumi dan
Cyneptorus sphinx saja sudah kita temukan banyak perbedaan .
Adapun klasifikasi dari kedua jenis mamalia yang dipraktikumkan adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus tanenzumi
Rattus tanenzumi memiliki panjang badan 115,81 mm, panajang ekor 151, 10 mm,
panjang total 266,91, panjang telinga 15, 82 mm, panjang kaki belakang 26, 75 mm,
panjang kaki depan 23,25 mm dan berat 53,3 gram. Berwarna abu-abu kecoklatan, perut
berwarna putih abu – abu, memiliki rumus gigi 1 0 0 3
1 0 0 3
Foramina incisivum, cara ini penting untuk oddntifikasi tikus terutama jika
dikombinasikan dengan kedudukan tulang langit – langit ( palatum ) belakang terhadap
molar paling belakang. Ukuran dan bentuk serta kedudukan terhadap gerahan depan
tikus dapat membantu membedakan berbagai jenis tikus, misalnya pada marga Rattus
bagian belakang foramina incisivum selalau menjorok kebelakang melampaui palatum
selalau terletak di belakang molar terakhir ( Suyanto, 2002 ).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Chiroptera
Sub ordo : Megachiroptera
Family : Pteropodidae
Genus : Cynepterus
Spesies : Cynepterus sphinx
Cynepterus sphinx berjenis kelamin jantan. Panjang badan 9,80 mm, panajang ekor 1,80
mm, panjang total 11,30 mm, panjang telinga 14, 10 mm, panjang kaki belakang 11,00
mm, panjang kaki depan 68,80 mm dan memiliki berat 53, 2 gram.
Macam perlekatan ekor dengan selaput kulit antar paha adalah ciri yang sangat
penting pada kelelawar. Ada kelelawar yang seluruh ekornya terbenam dalam selaput
kulit antara paha seperti suku Vespertitionidae. Ada pula yang ekornya panjang dan
bebas tidak melekat pada selaput kulit antar paha seperti pada suku Molossidae. Adapula
yang tidak berekor, tetapi selaput antar paha berkembang penuh seperti pada suku
Megadermatidae ( Suyanto, 2002 ).

3.3. Kunci Determinasi


1. a. Memiliki gigi seri dua diatas dan dibawah, .…........................................…. Rodentia
tidak mempunyai taring
b. Tidak memiliki gigi seri dua diatas ...........…...........................................................2
dan dibawah dan mempunayi taring
2. a. dapat terbang ………………………………………………….….Cyneptorus sphinx
b. tidak dapat terbang ………………………………………...………Rattus tenenzumi
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Rattus tanenzumi memiliki gigi 1 0 0 3
1 0 0 3
2. Cyneptorus sphinx memiliki rumus gigi 2 1 3 1
2 1 3 2
3. Cyneptorus sphinx mempunayai empat membaran.

4.2 Saran
Untuk memperoleh hasil yang sempurna maka disarankan kepada praktikan untuk
selanjutnya agar :
1 Membawa objek praktikum
2. Teliti dalam menggunakan vernier caliper dalam melakukan pengukuran
3. Serius dan hati – hati dalam praktikum
4. Memahami prinsip kerja dari praktikum
5. MAsuk tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Brotowijoyo, D.M. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga : Jakarta.


Campbell, Neil A. 2003. Biologi. Edisi lima. Jilid II. Erlangga : Jakarta
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya : Sinar Maju
Djuhanda, Tatang. 1982. Anatomi dari 4 Spesies Hewan Vertebrata : Bandung : Armico
Payne, J. dkk. 2002. Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam.
Jakarta : Prima Central
Suyanto, A. 2003. Mamalia di Taman Nasional gunung Halimun Jabar. Biodiversity
Conservation Project : Bogor
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2008. Penuntun Praktikum Taksonomi Hewan
Vertebrata. Padang : Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai