Anda di halaman 1dari 9

Nama : RUGERI RAMADHAN

Nim : 1804112864

Jurusan : Ilmu Kelautan-A

Mata Kuliah : Penyelaman Riset

1. Tuliskan biota-biota yang berbahaya saat melakukan penyelaman untuk


mengumpulkan data kelautan di bawah air, bentuk atau sifat gangguannya,
akibat yang ditimbulkan, pencegahannya dan cara penanggulangannya. 

1. Yellow Sea Anemone (Sagartia troglodytes)


Anemon laut adalah hewan dari kelas Anthozoa yang sekilas terlihat seperti

tumbuhan, tetapi jika diamati lebih jauh, anemon laut merupakan jenis hewan.

Anemon laut dapat terlihat seperti bunga yang indah, namun sebenarnya hewan

tersebut sangat berbahaya, terutama bagi ikan yang berenang disekitarnya. Anemon,

memiliki tentakel beracun untuk menusuk korban. Racun yang dihasilkan adalah

neurotoxin dan racun tersebut akan membuat sakit.

2.  Hiu Putih (Carcharodon carcharias)


Hiu putih merupakan salah satu predator yang ganas di laut, hiu ini memilki
tubuh yang besar dan mempunyai susunan ggi yang tajam dan kuat,untuk bisa
mencabik-cabik mangsanya. Dalam halinihiu merupakan hewan yang agresif. Dalam
menghindarinya sebaknya kita tidak menggunakan bendayang menarik cahaya
membuat dia tertarikdan juga janganmembuat gerakan secara tiba-tiba.
3. Barracuda (Sphyraena sp)
Barakuda merupakan suatu ikan dari kelas Actinopterygii yang dikenal bertubuh
menyeramkan dan bertubuh besar, tubuhnya panjang hingga enam kaki dan lebar
hingga satu kaki. Barracuda juga mempunyai tubuh yang diselimuti sisik halus.
Selain itu, ikan ini memiliki gigi yang besar dan tajam, dimana ikan tersebut adalah
salah satu ikan predator serta sangat agresif jika saat sedang bertelur atau kawin.
4. Stonefish (Synanceia sp)
Stonefish disebut juga dengan ikan batu. Ikan ini dapat berkamuflase dengan
mudah di daerah batu karang, lumpur, pasir, dan patahan karang. Stonefish
mempunyai sirip yang beracun.1 kelenjar racun ikan batu dapat membunuh 100
tikus. Pemakaian boots ketika menyelam dapat membuat penyelam terhindar dari
racun hewan tersebut.
5. Sea Urchin (Diadema sp)
Sea urchin atau disebut juga dengan bulu babi mempunyai duri-duri yang
beracun. Jika tertusuk di kulit, maka duri akan patah dan tertanam didalam kulit. Jika
terkena bulu babi dapat menggunakan cuka agar duri tersebut patah.
6. Scorpionfish and Lionfish (Scorpaena sp dan Pterois antennata)
Scorpionfish dan lionfish mempunyai  bentuk tubuh yang elegan dengan sirip
memanjang. Pada bagian ujung dari sirip-sirip keras tersebut terdapat kelenjar racun.
Jika terkena tubuh manusia dapat menyebabkan sakit yang berlangsung selama 6
jam.Jika terkena racun ikan ini dapat menggunakan air panas yang dicampur dengan
cuka atau irisan lemon.
7. Mosaic Sea Star (Plectaster decanus)
Apabila tubuh dari bintang laut ini bersentuhan dengan kulit akan
mengakibatkan mati rasa untuk sementara waktu. Sarung tangan dan boots dapat
melindungi tangan dan kaki dari hewan ini. Sehingga disarankan untuk tidak
menyentuh bintang laut tersebut.
8. Jellyfish  (Chironex fleckeri dan Physalia physalis)
Ubur-ubur adalah hewan yang beracun, tiap sepsis memiliki tingkat racun
yang tidak sama. Efek dari racun jellyfish ini terasa perih lalu akan meninggalkan
bekas terbakar hingga menyebabkan kematian. Bila bertemu dilaut sebaiknya
menghindari tentakelnya.
9.  Ikan Pari (Manta birostris)
Ikan pari mempunyai tubuh pipih dan juga duri beracun pada ekornya.
Biasanya, ikan ini berada di dasar laut yang berpasir. Racun tersebut yang
ditimbulkan ikan pari memang tidak separah lepu, tetapi cukup menyakitkan. Selain
sakit karena tusukannya, orang yang terkena tusukan buntut pari juga bisa terkena
racunnya.Racun paling berbahaya dari buntut pari ini bisa menyebabkan luka pada
otot.
10. Fire coral (Millepora sp)
Jika kulit terkena karang api resikonya adalah rasa panas dikulit. Karang api
mempunyai nematocycsts yang dapat menyengat dan menembus kulit. Sebaiknya
ketika snorkling atau menyelam lebih baik menghindari karang ini.Efek yang
dihasilkan bisa bervariasi dari iritasi ringan sampai sakit parah dan kadang-kadang
bahkan berhubungan dengan mual dan muntah.
2. Tuliskan metode-metode dalam pengumpulan data kondisi terumbu karang
termasuk peralatan dan metode yang dibutuhkan. 

Metoda Manta Tow

secara umum, metoda Manta Tow ini digunakan oleh para ahli sekitar tahun

1976 sampai 1990 untuk menghitung jumlah bintang laut berduri (Acanthaster planci)

yang berada di atas terumbu karang. Metoda ini digunakan di berbagai tempat di

dunia seperti di Micronesia, Laut Merah dan di Australia (Great Barrier Reef).

Penelitian dengan menggunakan metoda Manta Tow sangat mudah pada daerah

terumbu karang yang luas dan membutuhkan waktu yang sangat cepat dengan hasil

pengamatan yang cukup akurat serta dapat memberikan gambaran secara tepat di

mana daerah terumbu karang yang masih baik dan daerah terumbu karang yang telah

rusak. Metoda Manta Tow digunakan untuk melihat dan memperkirakan perubahan

secara luas dari kelompok biota laut yang hidup di atas terumbu karang tempat

kelompok tersebut sering terlihat dan dijumpai, atau sekelompok biota laut yang

berada dalam jumlah yang besar. Kelompok biota yang dimaksud adalah bintang laut
berduri pemakan karang, dalam bahasa latin disebut Acanthaster planci dan dalam

bahasa Inggris sering disebut crownof-thorns starfish (CoTs). Kelompok biota

tersebut dapat diamati dan diperkirakan berapa jumlahnya di dalam daerah terumbu

karang yang luas dalam waktu yang singkat. Dianjurkan juga pada saat melakukan

pengamatan dapat dilihat akibat kerusakan lain yang terjadi pada terumbu karang

seperti, kematian karang (pemutihan karang), daerah bekas bom, kerusakan karang

akibat badai topan dan juga kematian karang akibat pemangsaan bintang laut berduri

dalam skala yang luas. Metoda ini juga bermanfaat untuk memilih lokasi terumbu

karang yang baik dan yang terwakili dari luas terumbu karang yang ada untuk

dilakukan pengamatan yang lebih teliti yaitu dengan menggunakan metoda Transek

Garis (Line Intercept Transect).

Metoda Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan

cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai

penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 4). Dengan kecepatan perahu

yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit,

pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase

penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Data yang

diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai

persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan

ini, dapat pula diamati dan dicatat persen penutupan pasir dan patahan karang serta

obyek lain (Kima, Diadema dan Acanthaster) yang terlihat dalam lintasan

pengamatan, semua tergantung dari tujuan pengamatan yang akan dilaksanakan.


Fernandes (1989) melakukan pengumpulan data dengan cara pengulangan pada satu

lokasi yang sama dengan banyak obyek yang diamati dan pada akhirnya disarankan

agar teknik ini tidak digunakan untuk menghitung jumlah kelompok ikan.

Transek Sabuk (Belt Transect)

Ikan-ikan karang disurvei dengan menggunakan transek 5 x 50m pada setiap

lokasi. Masing-masing survei terdiri dari dua pengamat yang berenang di sepanjang

terumbu karang yang paralel dengan tubir terumbu (reef crest) pada kedalaman yang

konstan yaitu 10 m. Pengamat menghitung individu ikan dan mengestimasi ukuran

jenis ikan target yang terdaftar dalam Lampiran 1. Estimasi biomassa yang paling

akurat adalah panjang total (TL) dalam cm. Masing-masing pengamat melakukan

penghitungan pada jenis ikan yang sama dengan menggunakan transek yang lebarnya

berbeda untuk kelompok-kelompok ukuran yang berbeda sebagai berikut: • Pengamat

#1 berenang 1-2 m di atas substrat pada kedalaman maksimum 10 m, lalu menghitung

dan mengestimasi ukuran individu jenis target yang berukuran kecil sampai sedang

(10 - 40 cm TL) dengan menggunakan transek yang memiliki lebar 5 m (masing-

masing 2,5 m ke kiri dan kanan pengamat). Diperlukan kecermatan dalam

memperkirakan lebar transek agar hasilnya akurat dan ikan yang ditemukan di luar

kisaran transek tersebut tidak perlu dihitung. Jika terdapat ikan di ujung wilayah

survei, maka ikan tersebut dihitung jika lebih dari setengah badannya atau matanya

masuk dalam wilayah survei. Karena pengamat ini harus menghitung sampai ke

tingkat individu, maka pengamat ini haruslah pengamat ikan yang paling

berpengalaman. • Pengamat #2 berenang agak di belakang dan mengambil posisi


lebih di atas pengamat #1 untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik dalam areal

yang luas dan untuk meminimalkan gangguan terhadap ikan-ikan kecil pada saat

penyelam melewatinya. Pengamat ini berada 3 m di atas substrat, menghitung dan

mengestimasi jenis berukuran besar (>35 cm TL) yang terdaftar dalam Lampiran 1

dengan menggunakan transek yang lebih besar dengan lebar 20 m (masing-masing 10

m ke kiri dan kanan pengamat). Diperlukan kecermatan dalam mengestimasi lebar

transek, dan ikan yang ditemukan di luar transek tersebut tidak perlu dihitung. • Jika

ada seorang asisten, dia berenang di belakang pengamat untuk memasang meteran

dan memberi tanda kepada pengamat di mana awal dan akhir setiap transek. Transek

harus diletakkan berurutan di sepanjang kontur kedalaman 10 m dengan posisi paralel

dengan tubir terumbu (reef crest). Jarak titik akhir transek pertama dengan titik awal

transek berikutnya adalah minimal 5 m. Meteran diletakkan pada kedalaman

maksimum 10 m untuk memaksimalkan waktu menyelam dan meminimalkan resiko

dekompresi. Tiga dari lima transek digunakan untuk menilai komunitas bentik. 17

Masing-masing pengamat akan: • Menghitung semua individu jenis yang ada di

daftar dan kelompok ukuran dalam areal transek, dari substrat karang hingga

permukaan air, dan mengestimasi ukuran dari semua ikan yang dihitung. • Untuk ikan

dengan ukuran 10-35cm, setiap ikan dibagi menjadi kategori ukuran. Idealnya,

digunakan interval kategori ukuran 5 cm (seperti 10 - 15, 15 – 20 cm dst), tetapi jika

pelatihan terbatas, maka kita dapat menggunakan interval ukuran 10 cm. • Untuk ikan

yang memiliki panjang lebih dari 35 cm – panjang total dari setiap ikan diukur

mendekati cm terdekat. • Mencatat langsung semua data ke lembar data yang telah

dicetak di atas kertas tahan air yang dapat dimodifikasi agar sesuai dengan tim dan
kondisi lokal. Untuk menghitung densitas dan biomassa ikan, luasan wilayah transek

masing-masing pengamat harus dihitung. Luas dari masingmasing transek yang

disurvei oleh pengamat #1 adalah 250 m2 (50 m x 5 m), sementara luas dari masing-

masing transek yang disurvei oleh pengamat #2 adalah 1000 m2 (50 m x 20 m).

Pada saat kedua pengamat ikan telah mencapai bagian yang paling akhir dari

meteran transek 5 x 50 m pada kedalaman 10 m, mereka akan melanjutkan dalam

arah yang sama untuk melakukan long swim untuk survei ikan karang yang besar dan

rentan sesuai daftar pada Lampiran 2 seperti dijelaskan oleh Choat dan Spears (2003).

Metode long swim terdiri dari 20 menit berenang pada kecepatan berenang

standar (sekitar 20 m per menit) secara paralel dengan tubir terumbu (reef crest) pada

kedalaman sekitar 3-5 m di depan terumbu (di bawah tubir, sehingga memungkinkan

untuk memantau secara serempak di daerah tubir, rataan dan lereng terumbu di mana

jenis yang lebih besar muncul di situ). Semua individu jenis yang berukuran besar

(>35 cm TL) dan ikan karang yang rentan seperti terdaftar pada Lampiran 2 harus

dihitung dan ukuran mereka diestimasi di sepanjang areal 20 m di lereng terumbu

(masing-masing 10 m ke kiri dan kanan observer). Ukuran transek yang optimal

adalah 400 m x 20 m. Dalam menggunakan metode ini, hal yang sangat penting

adalah jarak yang dilalui dicatat secara akurat dan minimal panjangnya adalah 400 m.

Hal ini dapat dilakukan dalam 2 cara yaitu dengan membuat tanda permanen di

wilayah yang harus dilalui oleh pengamat atau dengan mencatat secara akurat posisi

GPS di titik awal dan akhir penyelaman atau menandai dengan pelampung

permukaan. Alternatif lain, GPS dapat dipasang pada sebuah pelampung permukaan
yang kemudian ditarik oleh pengamat selama dia melakukan survei sehingga dapat

memberikan hasil yang lebih akurat. Pelampung tersebut dapat juga membantu

pengemudi kapal untuk 18 mengikuti perjalanan dari penyelam yang melakukan long

swim. Jika memungkinkan, pelampung harus digunakan selama melakukan long

swim karena alasan keselamatan. Metode ini lebih cocok untuk menghitung jenis

yang besar dan rentan yang tingkah-lakunya terlihat jelas (Choat dan Spears 2003),

sebab mereka cenderung berenang di atas dasar, misalnya hiu, manta, napoleon,

kakatua besar, beberapa kerapu (khususnya jenis Plectropomus, Gracilia dan Variola)

dan ikan kuwe (giant trevally).

Point Intercept Transects

Latar Belakang Metode Point-Intercept Transect (PIT) digunakan untuk mengukur


tutupan invertebrata bentik yang menetap (sesil), alga dan tipe substrat (karang keras
dan lunak, sponge, alga makro), karena sifatnya yang cepat, efisien dan memberikan
estimasi yang bagus untuk tutupan komunitas bentik (Hill dan Wilkinson 2004).
Metode ini telah digunakan secara luas di Kepulauan Pasifik, termasuk Samoa and
Kepulauan Solomon (Green 1996, 2002, Hughes 2006, Hamilton et al. 2007). 3.2.2
Metode Standar lereng terumbu: Pengamat berenang di sepanjang transek pertama
berukuran 3 x 50m yang diletakkan oleh tim ikan karang (lihat penjelasan
sebelumnya) dan mencatat dengan segera kategori bentuk pertumbuhan di bawah
meteran pada interval 0,5 m sepanjang transek, dimulai pada 0,5 m dan berakhir pada
50 m (100 titik per meteran = total 300 titik). Jika meteran tidak berada tepat pada
atau langsung di atas karang, maka dapat dipilih titik yang berada pada lereng
terumbu pada kedalaman yang sama dan segera disesuaikan dengan posisi titik pada
meteran yang ada di lereng terumbu (dengan menutup mata anda dan menggunakan
sebuah penggaris untuk memilih titiknya). Bentuk pertumbuhan dituliskan secara
detil dalam Lampiran 4 dan menggunakan referensi English et al. (1997). Jika tim
pemantauan lokal dapat mengidentifikasi genus karang secara akurat, maka sebaiknya
genus karang dicatat bersama dengan bentuk pertumbuhannya. Hal ini penting karena
beberapa genus, seperti Porites, Acropora, dapat memiliki lebih dari satu bentuk
pertumbuhan. Data dicatat langsung ke lembar data yang telah dicetak di atas kertas
tahan air .Pada saat survei telah selesai dilakukan pada kedalaman 10 m, tim survei
komunitas bentik akan mengambil kembali meteran (total 5 meteran). Pengambilan
data pada habitat tambahan (tubir terumbu/lereng terumbu di daerah dangkal): Jika
waktu dan sumberdaya masih memungkinkan, penyelam dapat naik ke lereng
terumbu di kedalaman 4 m dan mengulangi metode survei dengan tiga transek
berukuran 50 m. Hal ini karena komunitas karang pada kedalaman 4 dan 10 m
biasanya agak berbeda dan memiliki respon yang berbeda terhadap ancaman-
ancaman seperti pemutihan karang dan bintang laut mahkota berduri. Jika terumbu
karang berkelompok: Jika terumbu karang yang disurvei sangat
bervariasi/berkelompok, maka tingkatkan jumlah transek menjadi 4 atau 5, tidak
hanya 3. 20 Jika lokasi anda berarus sangat kuat: Jika sangat sulit untuk meletakkan
meteran transek pada lokasi karena arus yang ekstrim atau kondisi lainnya, maka
dapat dibuat tanda permanen pada posisi transek saat pertama kali dilakukan survei
dan menggunakan tali dengan simpul setiap 0,5 m untuk melakukan transek setiap
waktu.

Anda mungkin juga menyukai