Anda di halaman 1dari 20

Aloysius Dimas Sanjaya Saliyo 26050120130056

Felia Iranda 26050120120033


Hanna Sazidah 26050120120002
Kirana Adhiningtyas Swasty Ratu 26050120130077
Rizqi Abdul Aziz 26050120130072
Sulthan Alany Raihansyah 26050120130083
Vany Siregar 26050120120013

Disusun oleh :
Kelompok 8

Oseanografi
Perikanan

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
BAB
1
Pendahulua
n
BAB 2
......
BAB
3
.....
C. Konsep Pemanfaatan Sumberdaya yang Lestari
1. Penangkapan
Menurut Hart dan Reynolds (2002), perikanan tangkap merupakan sistem
perikanan yang paling umum dan paling tradisional yang ada dan masih eksis hingga
saat ini. Perikanan tangkap adalah usaha penangkapan ikan dan organisme air lainnya di
alam liar (laut, sungai, danau, dan badan air lainnya) yang mana kehidupan organisme
air di alam liar dan faktor-faktornya (biotik dan abiotik) tidak dikendalikan secara
sengaja oleh manusia. Penangkapan dari ikan yang ada sering kali memunculkan
permasalahan seperti overfishing dan kerusakan ekosistem sehingga dapat menyebabkan
penurunan spesies hingga kepunahan pada beberapa spesies terterntu. Sehingga
meskipun ikan dikategorikan sebagai sumberdaya renewable diperlukan suatu peraturan
yang mana penangkapannya maksimal namun populasi ikan di lingkungan tetap ada
dalam batas normal agar mencegah adanya overfishing. Lalu memperhatikan aspek
biologi dalam memelihara sumberdaya perikanan, hal ini disebabkan kita harus tau
metode pemeliharaan ikan tersebut karena berbagai macam ikan memiliki preferensi
kondisi lingkungan khusus untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut Kementerian PPN / Bappenas (2014), Penangkapan Ikan adalah kegiatan
untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan
alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau
mengawetkannya. Dalam melakukan penangkapan ikan,pemilihan daerah penangkapan
ikan atau fishing ground merupakan faktor yang penting. Sifat dan kebiasaan ikan yang
dilakukan dengan konservasi dan penelitian aspek biologis ikan,merupakan cara untuk
dapat mengetahui fishing ground. Dalam penangkapan ikan, hal yang harus diperhatikan
adalah memperhatikan aspek biologi dari ikan dan lingkungan disekitar ikan selain
memperhatikan aspek ekologi. Alat pancing yang digunakan pun tidak boleh
sembarangan dan harus disesuaikan dengan lingkungan sekitarnnya. Kegiatan
penangkapan ikan sangat penting, karena apabila tidak, populasi dari ikan dapat terjadi
penyusutan karena overpopulation yang kemudian akan berpengaruh pada kadar
oksigen di dalam air dan yang paling parah dapat mengakibatkan kematian. Namun
disisi lain, dalam perikanan tangkap terjadinya fenomena overfishing yang tidak hanya
mengancam kelestarian sumberdaya ikan, tetapi juga menggrogoti kemampuan ekonomi
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan sumberdaya ikan
tersebut. Sehingga, fenomena overfishing selalu diikuti dengan terjadinya fenomena
pemiskinan pada masyarakat yang mengantungkan kehidupannya pada sumberdaya
ikan.

Gambar 1. Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Periode 2003-2012

1.1 Metode Penangkapan Ikan


Metode penangkapan ikan adalah metode yang digunakan untuk menangkap ikan
yang terdiri dari tangkap tangan, tombak, jaring, rawai, dan jebakan ikan. Istilah ini
tidak hanya ditujukan untuk ikan, tetapi juga untuk penangkapan hewan air lainnya
seperti mollusca, cephalopoda, dan invertebrata lainnya yang bisa dimakan. Terdapat
hubungan antara efektivitas berbagai metode penangkapan ikan dengan pengetahuan
mengenai ikan dan perilakunya, seperti migrasi ikan, bagaimana ikan mencari makan,
dan habitatnya, karena metode amat ditentukan oleh jenis spesies dan habitatnya.
a. Tangkap Tangan
Pengumpulan boga bahari dengan
tangan dimungkinkan seperti mengambil
kerang atau kelp dari pantai, menggali,
bahkan mengejar kepiting. Awal sejarah
penangkapan hewan laut dengan tangan
dilakukan sejak tahun 300 ribu tahun yang
lalu di situs Terra Amata di Prancis,
dilakukan oleh manusia purba sebelum Homo
sapien.
Gambar 2. Metode Tangkap Tangan

Jenis hewan laut yang ditangkap tangan yaitu:


 Flounder di Skotlandia, disebut dengan Flounder tramping (menjejak flounder).
Ikan flounder ditangkap dengan menginjak ikan tersebut.
 Lele di Amerika Serikat, disebut dengan Noodling. Dilakukan dengan
memasukkan tangan ke dalam lubang tempat ikan lele bersembunyi. Lele akan
menggigit jari karena dianggap sebagai makanan, dan ketika itu terjadi,
pemancing akan menggenggam mulut lele dan menariknya. Cara ini tentu saja
dapat menimbulkan luka. Ikan lele yang ditangkap di alam liar umumnya
berukuran lebih besar dari ikan lele yang dibudi dayakan.
 Kerang mutiara untuk mendapatkan mutiaranya. Dilakukan dengan menyelam
hingga kedalaman 30 meter.
 Trout dilakukan di Inggris dengan aktivitas yang disebut Trout binning (memukul
bebatuan tempat persembunyian ikan trout dengan palu besi) dan Trout tickling
(menangkap trout dari bagian bawah ikan secara perlahan dengan gerakan seperti
menggelitik (tickling)).
b. Penombakkan Ikan
Penombakan ikan
adalah metode kuno
penangkapan ikan dengan
menggunakan tombak atau
varian lainnya seperti
harpoon, trident, dan panah.
Beberapa varian alat yang
Gambar 3. Metode Penombakkan Ikan telah maju menggunakan
berbagai cara untuk menggerakkan tombak, seperti penggunaan pegas dan
bubuk mesiu.
c. Penjaringan
Jaring ikan adalah jaring yang
dibuat dengan cara menyulam atau

Gambar 4. Metode Penjaringan


menganyam benang tipis hingga membentuk jaring-jaring. Penjaringan adalah
prinsip utama penangkapan ikan komersial. Penjaringan ikan memiliki dampak
ekologis yang berbahaya ketika seluruh atau sebagian dari jaring hilang di laut
dan menjadi jaring hantu. Jaring hantu akan melayang di perairan mengikuti
arus air dan memerangkap satwa laut, atau dimakan satwa laut yang besar
karena terlihat seperti ubur-ubur dan mengganggu sistem pencernaannya. Jika
jaring ikan terbuat dari plastik, jaring itu akan bertahan di laut selama ratusan
tahun.
Berbagai metode penangkapan ikan dengan jaring diantaranya:
 Jaring penangkap ikan Cina (Chinese fishing nets), digunakan di tepian
secara mekanik sederhana. Jaring dengan diameter 20 meter atau lebih
ditenggelamkan ke air lalu kemudian diangkat.
 Penjaringan lampuki, metode penangkapan ikan sederhana di Malta.
Nelayan memotong ranting palem dan membentuk anyaman yang mampu
mengapung di atas air seperti rakit. Rakit tersebut menjadi umpan bagi
sekelompok ikan Coryphaena hippurus (disebut Lampuki dalam bahasa
Malta). Setelah ikan lampuki berkumpul, jaring dilempar dan ikan
ditangkap. Ikan ini bermigrasi ke kepulauan Malta di musim gugur.
 Jaring lempar adalah jaring berbentuk lingkaran dengan pemberat yang
tersebar di sisi jaring. Jaring tersebut dilemparkan ke air hingga tersebar
dan tenggelam di air. Ikan yang tertangkap oleh jaring lalu ditarik.
Metode ini telah berkembang dan termodifikasi selama ribuan tahun.
 Jaring hanyut (drift net) adalah jaring yang tidak tenggelam sampai ke
dasar, tetapi melayang dengan bantuan pengapung dan pemberat
secukupnya. Jaring ini berkibar vertikal ke bawah di dalam air hingga
ikan menabrak jaring dan tersangkut di antara celah jaring. Ukuran ikan
yang tertangkap amat tergantung pada ukuran (mesh) jaring.
 Jaring insang, mirip dengan jaring hanyut namun khusus memerangkap
insang ikan.
 Jaring tangan (hand nets, landing nets) berukuran cukup kecil hingga bisa
digenggam oleh tangan atau terikat pada ujung batang di mana ujung
batang yang lain digenggam dengan tangan. Biasanya jaring ini
digunakan dalam aktivitas memancing rekreasi untuk membantu
pemancing menarik ikan ke atas. Secara komersial, jaring ini dipakai
untuk menangkap ikan untuk dijual sebagai ikan hias karena jaring ini
cenderung tidak melukai ikan.
 Pukat adalah jaring berat yang tenggelam hingga ke dasar laut. Kapal
pukat lalu menarik pukat yang sudah mencapai dasar laut, dengan gerakan
seperti menyeret. Pukat merusak ekosistem dasar laut seperti terumbu
karang.
 Pukat kantong (purse seiner) adalah jaring ikan yang melebar dengan
pemberat hampir sampai ke dasar lalu jaring ditarik untuk menggiring dan
mengurung ikan, lalu diangkat. Berbeda dengan pukat yang seluruh jaring
berada di dasar laut sepanjang waktu, sebagian pukat kantong berada di
permukaan ketika digunakan karena bantuan pengapung atau tegangan
tali yang ditarik di kedua sisi. Pukat kantong cenderung tidak merusak
ekosistem dasar laut.
d. Jebakan
Jebakan ikan berkembang secara
independen di berbagai budaya yang
memiliki bentuk yang bervariasi.
Umumnya ada dua jenis jebakan, yaitu
permanen dan semi permanen. Jebakan
ditempatkan di perairan dan memiliki
Gambar 5. Metode umpan untuk menarik perhatian hewan
Jebakan di Vietnam laut. Jebakan diperiksa secara berkala
untuk mengambil hewan yang terperangkap. Bendungan penangkap ikan,
dilakukan di Kamerun dan Gabon. Sungai kecil dibendung selama beberapa
waktu, mengakibatkan tinggi muka air turun di bagian hilir sehingga ikan lebih
mudah ditangkap.
 Bendung penangkap ikan (bedakan dengan bendungan) adalah kolam di
sisi sungai dengan tiang-tiang kayu yang digunakan untuk mengalihkan
arah pergerakan ikan ke kolam tersebut. Cara ini dilakukan sejak
Romawi Kuno namun ditentang pada abad pertengahan Inggris. Teks
yang tertulis di dalam Magna Carta memasukkan pelarangan penggunaan
bendung penangkap ikan terutama di sungai Thames, kecuali di pinggir
pantai.
 Jebakan keranjang yang dipasang mengikuti arus air. Ikan dapat masuk
keranjang mengikuti arus air namun sulit untuk keluar karena bentuk
mulut jebakan yang cekung ke dalam keranjang.
 Roda ikan bekerja seperti kincir air. Roda ikan digerakkan dengan aliran
air. Pada satu sisi lengan roda ikan terdapat cekungan untuk menangkap
enegi air dan keranjang di sisi lain untuk menangkap ikan. Roda ikan
menangkap ikan yang bermigrasi melawan arus, seperti ikan salmon.
Setelah ikan ditangkap, ikan dijatuhkan secara otomatis di luar badan
sungai.
 Jebakan lobster, adalah jebakan untuk menangkap lobster. Berbentuk
seperti jebakan ikan namun ditujukan khusus untuk menangkap satwa
yang berjalan di atas air. Selain lobster, kepiting dan crayfish juga
tertangkap jebakan ini. Di dalam jebakan dimasukkan umpan yang
menjadi kesukaan lobster, biasanya adalah ikan herring dan ikan kecil
lainnya, tetapi juga bisa ulat. Jebakan lobster terikat dengan tali agar bisa
ditarik oleh nelayan.
1.2 Alat Tangkap Ikan
 Pancing
Pancing adalah salah satu alat
penangkap yang terdiri dari dua
komponen utama, yaitu : tali (line) dan
mata pancing (hook). Jumlah mata
pancing berbeda-beda, yaitu mata
pancing tunggal, ganda, bahkan sampai
ribuan. Prinsip alat tangkap ini
merangsang ikan dengan umpan alam atau buatan yang dikaitkan pada mata
pancingnya.

 Gill Net atau Jaring Insang


Jaring berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang
sama ukurannya pada seluruh jaring. Lebarnya lebih pendek jika
dibandingkan dengan panjang jaringnya

 Cantrang
Merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat
aktif dengan pengoperasian yang dilakukan di dasar
perairan (menyentuh dasar perairan).

 Trawl
Suatu jaring kantong yang ditarik di
belakang kapal dan menelusuri permukaan
dasar perairan.

1.3 Komponen-Komponen Biologi Perikanan

a. Natural Story
Menurut Hart dan Reynolds (2002), natural history dalam perikanan
adalalah faktor yang mempelajari mengenai pola hidup dari suatu ikan dan
efeknya terhadap populasi serta evolusinya dengan menggunakan metode
pengamatan. Natural history mencakup pada pola reproduksi, migrasi, serta
masa hidup dari suatu jenis ikan pada suatu perairan. Selain pada faktor tersebut
terdapat pula faktor persaingan dalam mendapatkan makanan serta pemangsaan
dari jenis ikan diatasnya yang dapat mempengaruhi kelimpahan jenis ikan.
b. Dinamika Populasi
Menurut Hart dan Reynolds (2002), dinamika populasi adalah suatu ilmu
yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan dinamika dari suatu populasi
spesies ikan-ikan tertentu. Dinamika populasi mencakup materi kecepatan
reproduksi, mortalitas dan faktor fisik yang menjadi kondisi optimum bagi ikan
tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembangbiak. Adanya penambahan pada
populasi suatu ikan tertentu dapat disebabkan oleh adanya ikan dari daerah lain
yang berimigrasi dan adanya kelahiran bibit-bibit ikan baru (natalitas).
Sedangkan pengurangan pada populasi suatu ikan tertentu dapat disebabkan oleh
adanya ikan yang keluar dari daerah asal dan adanya kematian (mortalitas).
Sebagai ilmu yang mempelajari populasi ikan, ilmu ini berada pada kajian
biologi dan matematika populasi.
Menurut KKP (2012), Populasi ikan di lautan bersifat dinamis (selalu
berubah), baik bertambah maupun berkurang, atau karena individu lain yang
masuk dari daerah lain (migrasi), atau bahkan karena lahir (natalitas). Pada saat
yang sama, alasan penurunan tersebut adalah kematian (kematian) dan imigrasi
(mengeluarkan ikan dari populasi). Populasi adalah kelompok ikan yang hidup
di daerah tertentu pada waktu tertentu, sedangkan stok adalah kelompok ikan
yang menempati perairan tertentu dan mempunyai pola migrasi, serta daerah
pemijahan yang terpisah dari stok lainnya. Sedangkan dinamika populasi
mempelajari tentang dinamika tentang populasi ikan termasuk kecepatan
tumbuh, memperbanyak diri, stok, dan moralitas atau kematian. Faktor-faktor
tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi lingkungan di sekitar
ikan.

2. Budidaya
Menurut Mulyono dan Sitonga (2019) Budidaya adalah salah satu bentuk
pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk memelihara, membesarkan atau membiakkan
ikan, dan memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol. Menurut Hart dan Reynolds
(2002), budidaya dilakukan karena terdapat permintaan yang tinggi untuk ikan di
seluruh dunia sehingga menyebabkan overfishing di sektor perikanan tangkap. Budi
daya ikan menyediakan sumber alternatif penyediaan ikan. Namun, budi daya ikan
karnivora seperti salmon tidak selalu mengurangi usaha perikanan tangkap karena
nutrisi yang dibutuhkan ikan salmon lebih spesifik dan sering kali sulit dibudidayakan,
seperti ikan kecil yang mengandung minyak ikan yang menjadi mangsa utama ikan
salmon di alam liar.
Gambar 6. Jenis Budidaya Berdasarkan Luas Lahan Perikanan Budidaya Tahun
2008-2012

3. Pengelolaaan
Menurut Kementerian PPN / Bappenas (2014), menyebutkan bahwa aktivitas
perikanan yang berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan yang tepat
dan efektif, yang umumnya ditandai dengan meningkatnya kualitas hidup dan
kesejahteraan manusianya sertajuga terjaganya kelestarian sumber daya ikan dan
kesehatan ekosistemnya. Hal ini tercantum dalam paradigma tentang Sustainable
Fisheries System bahwa pembangunan perikanan yang berkelanjutan harus dapat
mengakomodasi 4 aspek utama yang mencakup dari hulu hingga hilir, yakni:
1. Keberlangsungan ekologi (ecological sustainability): memelihara keberlanjutan
stok/biomass sumber daya ikan sehingga pemanfaatannya tidak melewati daya
dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistemnya.
2. Keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability): memperhatikan
keberlanjutan kesejahteraan para pelaku usaha perikanan dengan mempertahankan
atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang layak.
3. Keberlanjutan komunitas (community sustainability): menjaga keberlanjutan
lingkungan komunitas atau masyarakat perikanan yang kondusif dan sinergis
dengan menegakkan aturan atau kesepakatan bersama yang tegas dan efektif.
4. Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability): menjaga keberlanjutan
tata kelola yang baik, adil, dan bersih melalui kelembagaan yang efisien dan efektif
guna mengintegrasikan atau memadukan tiga aspek utama lainnya (keberlanjutan
ekologi, keberlanjutan sosio-ekonomi, dan keberlanjutan masyarakat).
Secara umum, aktivitas perikanan di Indonesia belum menunjukkan kinerja yang
berkelanjutan. Hal ini, dapat dilihat dengan masih belum banyaknya jumlah usaha
perikanan di Indonesia yang berjalan langgeng (bertahan dalam jangka panjang). Selain
itu, sektor perikanan nasional juga masih cukup banyak menghadapi kendala atau
permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan paling utama yang menjadi
penyebab perikanan di Indonesia belum berjalan secara berkelanjutan adalah masih
lemahnya sistem pengelolaan perikanan (fisheries management system), baik untuk
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Pengelolaan perikanan yang lemah,
baik secara langsung maupun tidak langsung, tentunya akan menimbulkan
ketidakteraturan dan tidak terkendalinya usaha perikanan nasional, yang pada akhirnya
akan menyebabkan aktivitas perikanan nasional menjadi tidak berkelanjutan. Lebih
spesifiknya, permasalahan utama dalam sektor perikanan di Indonesia antara lain
permasalahan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing, permasalahan padat
tangkap di perairan pantai, Pengawasan yang masih lemah, permasalahan sumber
makanan ikan dan permasalahan penurunan kualitas lingkungan perairan.

Gambar 7. Keterkaitan Ekosistem dalam Pengelolaan Sistem Perikanan

D. Migrasi Ikan
Menurut Pratami et al. (2018), Migrasi adalah peristiwa berpindahnya suatu
organisme dari suatu bioma ke bioma lainnya. Dalam banyak kasus, organisme
bermigrasi untuk mencari sumber-cadangan-makanan yang baru untuk menghindari
kelangkaan makanan yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin atau karena
overpopulasi. Migrasi ikan sendiri adalah adalah pergerakan perpindahan ikan dari
suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi
alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya. Ikan mengadakan
migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari makanan dan mencari daerah yang
cocok untuk kelangsungan hidupnya. Migrasi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
baik internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan) maupun faktor eksternal (berupa
faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi
ikan).

E. Parameter-Parameter yang Mempengaruhi Kelimpahan Ikan


1. Faktor Internal
 Klorofil-a
Klorofil-a biasa dijadikan sebagai parameter keberadaan fitoplankton
dalam air. Fitoplankton ini menjadi sumber makanan ikan-ikan kecil seperti
jenis ikan pelagis yang biasanya dapat banyak ditemukan pada perairan
dangkal dengan kelimpahan dari populasi phytoplankton. Klorofil a
mempengaruhi kelimpahan dari populasi ikan seperti peristiwa upwelling yang
membawa banyak nutrient dan memancing ikan-ikan untuk berkumpul pada
area tersebut untuk mendapatkan makanan.(Cahya et al., 2016).
 Kematangan gonad
Kelimpahan ikan dipengaruhi oleh kematangan gonad yang merupakan
salah satu pendorong bagi ikan untuk melakukan migrasi, meskipun bisa
terjadi ikan-ikan tersebut melakukan migrasi sebagai proses untuk melakukan
pematangan gonad (Pratami et al., 2018).
 Insting
Ikan mampu menemukan kembali daerah asal mereka meskipun
sebelumnya ikan tersebut menetas dan tumbuh di daerah yang sangat jauh dari
tempat asalnya dan belum pernah melewati daerah tersebut, kemampuan ini
diduga berasal dari faktor insting. Selain itu, kelenjar-kelenjar internal juga
termasuk faktor ikan bermigrasi. Sebagai contoh, ikan Cod di laut Barent
dikontrol oleh kelenjar tiroid yang berada di kerongkongan, kelenjar
tersebut aktif pada bulan September yang merupakan waktu pemijahan
ikan Cod.
 Aktifitas renang
Aktifitas renang ikan meningkat pada malam hari, kebanyakan ikan
bertulang rawan (elasmobranch) dan ikan bertulang keras (teleost) lebih aktif
berenang pada malam hari daripada di siang hari (Pratami et al., 2018).
2. Faktor Eksternal
 Suhu Permukaan Laut (SPL)
Suhu Permukaan Laut (SPL) merupakan salah satu parameter oseanografi
yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan
air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga dapat digunakan dalam
menganalisis fenomena yang terjadi di lautan. Fluktuasi suhu dan perubahan
geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan
pengkonsentrasian serta pengelompokkan ikan. Suhu akan mempengaruhi
proses metabolisme, aktifitas gerakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus
saraf. Suhu adalah faktor penting bagi kehidupan organisme di laut yang dapat
memengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangan, selain menjadi
indikator fenomena perubahan iklim (Cahya et al., 2016).

 Salinitas
Ikan cenderung memilih medium dengan salinitas yang lebih sesuai
dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Oleh karena itu,
berdasakan perbedaan salinitas biota ada yang bersifat euryhaline (dapat hidup
dalam air tawar, air laut dan air payau contohnya kerang dan kepiting biru) dan
stenohaline (salinitas sempit contohnya ikan kerapu) (Nugraha et al., 2019).
 Arus dan pasang surut
Arus akan mempengaruhi transport pasif telur ikan dan juvenil dari daerah
pemijahan menuju daerah asuhan. Ikan dewasa yang baru selesai memijah
memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah makanan. Sedangkan pasang
surut di perairan menyebabkan terjadinya arus di perairan yang disebut arus
pasang dan arus surut (Cahya et al., 2016).
 Intensitas cahaya
Perubahan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pola penyebaran ikan,
tetapi respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh jenis
ikan, suhu dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai kecenderungan
membentuk kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada malam hari
(Pratami et al., 2018).
 Musim
Musim akan mempengaruhi pola migrasi vertikal dan horizontal ikan,
yang kemungkinan dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Ikan pelagis dan
ikan demersal mengalami migrasi musiman horizontal yakni dengan menuju ke
perairan lebih dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju
perairan lebih dalam pada musim dingin (Nugraha et al., 2019).

F. Prediksi Fishing Ground Ikan


Dalam melakukan penangkapan ikan, informasi daerah penangkapan ikan
sangatlah penting, agar efisiensi dan efektifitas penangkapan dapat ditingkatkan.
Informasi daerah penangkapan dapat diperoleh melalui parameter oseanografi. Salah
satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik dalam menentukan daerah penangkapan
ikan adalah dengan mengkombinasikan kemampuan SIG (Sistem Informasi Geografis)
dan penginderaan jauh. SIG adalah alat dengan sistem komputer yang digunakan untuk
memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi, sehingga jangkauan
perairan yang ingin dikaji akan lebih luas daripada melakukan pengamatan langsung.
Namun, kekurangan dari analisis penginderaan jauh ini adalah keakuratan data,
meskipun hanya beberapa persen saja. Oleh karena itu, data-data hasil penginderaan
jauh sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi mengenai hubungan antara
pengaruh parameter oseanografi terhadap distribusi ikan, dan parameter apa saja yang
paling banyak memberikan pengaruh terhadap distribusi ikan tangkapan (Cahya et al.,
2016).
Menurut Kementerian PPN / Bappenas (2014), menyebutkan bahwa daerah
Penangkapan Ikan (Fishing ground) adalah merupakan daerah / area dimana pupulasi
dari suatu organisme dapat dimanfaatkan sebagai penghasil perikanan, yang bahkan
apabila memungkinkan “diburu” oleh para Fishing Master yang bekerja di kapal-kapal
penangkap ikan skala industri  dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan dan
teknologi yang dimilikinya semakin cangggih. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi lingkungan daerah penangkapan ikan diantaranya adalah
temperatur air, kadar gram (salinitas), pH, kecerahan (transparancy), gerakan air,
kedalaman perairan, topographi dasar perairan, bentuk bangunan yang ada di dsar
perairan (bottom propertis), kandungan oksigen terlarut serta makanan. Untuk
mendapatkan daerah penangkapan ikan ada beberapa hal yang perlu dilacak
keberadaaanya yaitu tentang adanya distribusi massa air sebagai akibat adanya derah
pertemuan arus laut. Distribusi massa air ini juga membawa dan menyebabkan
organisme hidup. Fluktuasi keadaan lingkungan kenyataannya dapat mempengaruhi
beberapa hal seperti distribusi, migrasi, pertumbuhan dan migrasi dari beberapa
organisme air termasuk ikan yang menghuninya. Keadaan lingkungan perlu diamati
terutama apabila akan digunakan untuk kegiatan survai perikanan khsusunya untuk
mengetahui lokasi yang memiliki keadaan lingkungan yang optimum serta pengaruh
lingkungan terhadap lokasi daerah penangkapan ikan. Hewan-hewan laut termasuk ikan
suka mendiami lingkungan dan kadang-kadang tinggal disuatu tempat yang permanen,
atau kadang-kadang hanya lewat saja, mendiami suatu tempat hanya untuk jangka
pendek sebelum meneruskan untuk bergerak lagi aatau bermigrasi. Sewaktu hewan-
hewan itu ada atau menetap disuatu tempat, maka hal ini memudahkan mereka untuk
ditangkap dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan. maka sejak saat itu daerah
tersebut sudah disebut sebagai Daerah Penangkapan Ikan  (Fishing ground).

BAB
4
.....
DAFTAR PUSTAKA
Cahya, C. N., D. Setyohadi dan D. Surinati. 2016. Pengaruh Parameter Oseanografi
Terhadap Distribusi Ikan. Oseana., 41(4):1-14.

Direktorat Pelabuhan dan Perikanan Dirjen Perikanan Tangkap KKP Indonesia. 2012.
Derkrisi Ikan Pelagis Kecil. URL: http://www.pipp.kkp.go.id/sdi_index.html?
idkat=2. Diakses pada 25 April 2021.

Hart, P. B. J. and J. D. Reynolds. 2002. Handbook of Fish Biology and Fisheries


Volume 1: Fish Biology. Blackwell Publishing, USA. 420p.

Kementerian PPN / Bappenas. 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan


Berkelanjutan. Direktorat Kelautan dan Perikanan, Jakarta, 120 hlm.

Mulyono, M dan L. B. Sitonga, 2019. KAMUS AKUAKULTUR (Budidaya Perikanan).


STP Press, Jakarta., 188p.

Nugraha, T.S., A. M. A. Khan., R. I. Pratama dan I.M. Apriliani. 2019. Analisis


Keterkaitan Parameter Oseanografi Terhadap Upaya Penangkapan Ikan Tenggiri
(Scomberomorus comerson) yang Didaratkan di PPN Kejawanan Cirebon. Jurnal
Perikanan dan Kelautan., 10(2):17-21.

Pratami, V.A.Y., P. Setyono dan Sunarto. 2018. Zonasi, Zonasi, Keanekaragaman dan
Pola Migrasi Ikan di Sungai Keyang, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Jurnal
Ilmu Lingkungan., 16(1):78-85.

Anda mungkin juga menyukai