Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
1. PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Tujuan................................................................................................................ 5
2. PEMBAHASAN ....................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Penyu ............................................................................................... 6
2.2 Masa bertelur Penyu .......................................................................................... 7
2.3 Jenis-Jenis Penyu ............................................................................................... 7
2.4 Pengertian Penangkaran .................................................................................... 8
2.5 Tujuan Penangkaran ........................................................................................ 10
2.6 Pengaturan Reproduksi ................................................................................... 10
2.7 Fasilitas Penangkaran ...................................................................................... 12
2.8 Pemilihan Lokasi Bak Penampungan .............................................................. 13
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
1. PENDAHULUAN
4
2016. Tetapi, sejak berdirinya telah banyak kendala yang Pokmaswas hadapi. Oleh
karena itu skema pengabdian kepada masyarakat ini akan lebih fokus pada kelompok
masyarakat, yang dalam hal ini Pokmaswas Bina Samudera di Pantai Serang tersebut.
(a) (b)
(c)
Gambar 1. Lokasi Pantai Serang
1.2 Tujuan
Tujuan dari disusunnya buku ini antara lain:
1. Membentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi penyu pada
Pantai Serang, Kabupaten Blitar
2. Membentuk penataan ruang yang terstruktur
3. Melakukan perbaikan mekanisme pendataan telur penyu laut dan melkukan
perlindungan pada areanya
5
2. PEMBAHASAN
6
Penyu hidup sepenuhnya akuatik di lautan. Kecuali yang betina ketika bertelur,
penyu boleh dikatakan tidak pernah lagi menginjak daratan setelah dia mengenal laut
semenjak menetas dahulu. Kepala, kaki dan ekor penyu tak dapat ditarik masuk ke
tempurungnya. Kaki-kaki penyu yang berbentuk dayung, dan lubang hidungnya yang
berada di sisi atas moncongnya, merupakan bentuk adaptasi yang sempurna untuk
kehidupan laut.
2.2 Masa bertelur Penyu
Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2 - 8 tahun sekali.
Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali
mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi
dari manusia dan sumber bising dan cahaya sebagai tempat bertelur yang berjumlah
ratusan itu, dalam lubang yang digali dengan sepasang tungkai belakangnya. Pada saat
mendarat untuk bertelur, gangguan berupa cahaya ataupun suara dapat membuat penyu
mengurungkan niatnya dan kembali ke laut, juga penyu menggunakan magnetism bumi
sebagai bantuan untuk kembali ke kampung halamannya ketika saat masih menjadi
tukik, dan kembali saat sudah dewasa untuk bertelur.
Penyu yang menetas di perairan pantai Indonesia ada yang ditemukan di sekitar
kepulauan Hawaii. Penyu diketahui tidak setia pada tempat kelahirannya.
Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang
dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik (bayi penyu)
yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak
memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya
seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut
menyentuh perairan dalam.
7
Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Penyu belimbing (Dermochelys coriacea)
Penyu pipih (Natator depressus)
Penyu tempayan (Caretta caretta)
Dari ketujuh jenis ini, hanya penyu Kemp's ridley yang tidak pernah tercatat
ditemukan di perairan Indonesia. Dari jenis-jenis tersebut, penyu belimbing adalah
yang terbesar dengan ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600 - 900
kilogram. Penyu lekang adalah yang terkecil, dengan bobot sekitar 50 kilogram.
Namun demikin, jenis yang paling sering ditemukan adalah penyu hijau. Penyu,
terutama penyu hijau, adalah hewan pemakan tumbuhan yang sesekali memangsa
beberapa hewan kecil.
8
1. Punah (extinct) : suatu jenis dikatakan punah jika dengan tidak ada keraguan lagi
bahwa individu terakhir telah mati.
2. Punah di alam (extinct in the wild) : suatu jenis dikatakan punah dialam jika
dengan pasti diketahui bahwa jenis tersebut hanya hidup di penangkaran atau
hidup di alam sebagai hasil pelepasan kembali di luar daerah sebaran aslinya.
3. Kritis (critically endangered) : jenis penyu yang menghadapi resiko kepunahan
yang tinggi di alam.
4. Genting (endangered) : jenis penyu yang belum termasuk kategori kritis namun
menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat.
5. Rentan (vulnerable) : jenis penyu yang menghadapi resiko kepunahan sangat
tinggi di alam.
6. Keberadaanya tergantung aksi konservasi : jenis yang merupakan fokus suatu
program konservasi jenis atau habitat yang berakibat langsung terhadap
kelestarianya.
7. Resiko rendah, yaitu jenis yang di kategorikan tidak terancam punah. Kategori
ini dapat di bedakan menjadi 3, yaitu :
a. Jenis yang nyaris memenuhi syarat menjadi kategori yang terancam punah.
b. Jenis yang tidak begitu menjadi perhatian, dan
c. Jenis yang jumlahnya besar dan memiliki peluang yang sangat kecil untuk
punah di masa depan.
8. Kurang data : jenis ini masuk kedalam kelompok tidak terancam punah.
9. Tidak dievaluasi : jenis yang tidak dievaluasi seperti kriteria diatas
Untuk nomor 1 dan 2 dikelompokan sebagai jenis yang mengalami kepunahan,
nomor 3,4 dan 5 dikelompokan sebagai jenis yang terancam punah, nomor 6 dan 7
dikelompokan sebagai jenis yang tidak terancam punah, sedangkan nomor 8 dan 9
merupakan kelompok tersendiri.
9
2.5 Tujuan Penangkaran
Tujuan penangkaran adalah untuk :
a. Mendapatkan spesies tumbuhan dan satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian
jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan
pemanfaatan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi alam.
b. Mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa
pemanfaatan spesimen tumbuhan atau satwa liar yang dinyatakan berasal dari
kegiatan penangkaran adalah benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.
2.6 Pengaturan Reproduksi
Reproduksi penyu adalah proses regenerasi yang dilakukan penyu dewasa jantan
dan betinamelalui tahapan perkawinan, peneluran sampai menghasilkan generasi baru
(tukik) Tahapan reproduksi penyu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perkawinan
Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas
punggung penyu betina. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu
dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak
1–3% yang berhasil mencapai dewasa. Penyu melakukan perkawinan di dalam air
laut, terkecuali pada kasus penyu tempayan yang akan melakukan perkawinan
meski dalam penangkaran apabila telah tiba masa kawin. Pada waktu akan kawin,
alat kelamin penyu jantan yang berbentuk ekor akan memanjang ke belakang
sambil berenang mengikuti kemana penyu betina berenang. Penyu jantan
kemudian naik ke punggung betina untuk melakukan perkawinan. Selama
perkawinan berlangsung, penyu jantan menggunakan kuku kaki depan untuk
menjepit tubuh penyu betina agar tidak mudah lepas. Kedua penyu yang sedang
kawin tersebut timbul tenggelam di permukaan air dalam waktu cukup lama, bisa
mencapai 6 jam lebih.
10
Gambar 3. Reproduksi Penyu
2. Perilaku Peneluran
Ketika akan bertelur penyu akan naik ke pantai. Hanya penyu betina yang
datang ke daerah peneluran, sedangkan penyu jantan berada di daerah sub-tidal.
Penyu bertelur dengan tingkah laku yang berbeda sesuai dengan spesies masing-
masing. Setiap spesies penyu memiliki waktu (timing) peneluran yang berbeda
satu sama lain, seperti yang tersebut pada Tabel 11. Lama antara peneluran yang
satu dengan peneluran berikutnya (interval peneluran) dipengaruhi oleh suhu air
laut. Semakin tinggi suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin
pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu air laut, maka interval peneluran
cenderung makin panjang. Tahapan bertelur pada berbagai jenis penyu umumnya
11
berpola sama. Tahapan yang dilakukan dalam proses betelur adalah sebagai
berikut:
Penyu menuju pantai, muncul dari hempasan ombak
Naik ke pantai, diam sebentar dan melihat sekelilingnya, bergerak melacak pasir
yang cocok untuk membuat sarang. Jika tidak cocok, penyu akan mencari tempat
lain.
Menggali kubangan untuk tumpuan tubuhnya (body pit), dilanjutkan menggali
sarang telur di dalam body pit.
Penyu mengeluarkan telurnya satu per satu, kadangkala serentak dua sampai tiga
telur. Ekor penyu melengkung ketika bertelur.
Umumnya penyu membutuhkan waktu masing-masing 45 menit untuk menggali
sarang dan 10 – 20 menit untuk meletakkan telurnya.
Sarang telur ditimbun dengan pasir menggunakan sirip belakang, lalu menimbun
kubangan (body pit) dengan ke empat kakinya.
Membuat penyamaran jejak untuk menghilangkan lokasi bertelurnya.
Kembali ke laut, menuju deburan ombak dan menghilang diantara gelombang.
Pergerakan penyu ketika kembali ke laut ada yang bergerak lurus atau melalui
jalan berkelok-kelok.
Penyu betina akan kembali ke ruaya pakannya setelah musim peneluran berakhir,
dan tidak akan bertelur lagi untuk 2 – 8 tahun mendatang
12
Telur(TDT) disertai tulisan Tanggal Perkiraan Menetas(TPM). Telurtelur penyu akan
menetas setelah 50-60 hari terhitung dari tanggal ditemukanya. Aula Bangunan ini
digunakan untuk penerimaan kunjungan tamu dalam jumlah yang cukup banyak.
13
14