Anda di halaman 1dari 28

ALAT BANTU PENANGKAPAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah metode penangkapan ikan


Disusun oleh :
Kelompok 8 / perikanan A
Satria Ramadhan

230110120017

Muhammad Asyari

230110120029

Alfi Rakhman Halim

230110120036

Kiki Hendriana

230110120045

Semita Sulis Triana

230110120056

Akbar Rusmana S.

230110120057

Esa Khoirinnisa

230110120060

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Alat Bantu Penangkapan untuk memenuhi tugas
matakuliah metode penangkapan ikan.
Kami sangat berharap mudah-mudahan makalah ini dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan kita mengenai alat bantu penangkapan ikan. Kami juga menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kami kelompok 8 meminta keritik dan
sarannya untuk pebaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siapapun yang
membacanya amin.

Jatinangor, Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

BAB

HALAMAN

II

III

KATA PENGANTAR..........................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................

iii

PENDAHULUAN...............................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................

1.2 Tujuan..............................................................................................

PEMBAHASAN.................................................................................

2.1 Rumpon..........................................................................................

2.2 Cahaya/lampu.................................................................................

11

2.3 Akustik...........................................................................................

20

PENUTUP...........................................................................................

25

3.1 Kesimpulan....................................................................................

25

3.2 Saran...............................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................

26

ii

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR

HALAMAN

Gambar 1. Rumpon.................................................................................

Gambar 2. Kontruksi Rumpon................................................................

Gambar 3. lampu yang digunakan dalam menarik perhatian ikan..........

16

Gambar 4. Lampu petromaks..................................................................

17

Gambar 5. Lampu petromaks siap untuk dipasang diperahu..................

17

Gambar 6. Pemasangan lampu petromaks pada perahu..........................

18

Gambar 7. bagan tancap dengan menggunakan lampu petromaks..........

18

Gambar 8. bagan yang menggunakan alat bantu lampu listrik................

19

Gambar 9. Alat tangkap cumi cumi Squid Jigging..............................

19

Gambar 10. Lampu untuk menarik perhatian cumi-cumi........................

19

Gambar 11. Sonar target.........................................................................

20

Gambar 12. Sketsa metode kerja echosounder.......................................

21

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode penangkapan ikan merupakan salah materi atau pelajaran tentang defenisi dari
kegiatan penagkapan ikan, jenis-jenis alat tangkap, cara pengoprasian alat-alat tersebut yang
dilakukan agar efektif serta jenis ikan tangkapan yang akan ditangkap sesuai dengan
karakteristik dan habitatnya yang berbeda-beda. Metode yang digunakan untuk menangkap
ikan yang terdiri dari tangkap tangan, tombak, jaring, rawai, dan jebakan ikan. Istilah ini tidak
hanya ditujukan untuk ikan, namun juga untuk penangkapan hewan air lainnya seperti
mollusca, cephalopoda, dan invertebrata lainnya yang bisa dimakan.
Penangkapan ikan berkembang sejalan dengan perubahan teknologi yang bergrak
dibidang penangkapan dari tahun ke tahun. Hal ini berjalan sebanding juga sesuai dengan
permintaan konsumen terhadap ikan hasil tangkapan terutama ikan yang berasal dari laut.
Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik
penangkapan (fishing technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih
efektif dan efisien (Ayodhyoa, 1983).
Penangkapan ikan dijaman sekarang sudah berkembang dan memiliki keunikan
tersendiri hal ini terjadi karena adanya alat bantu penangkapan yang banyak dan meiliki cara
kerja yang berbeda-beda. Makalah ini akan menjelaskan tentang alat bantu penangkapan
yang sering digunalan oleh para nelayan.
1.2 Tujuan
Mengetahui jenis dan cara kerja dari alat bantu penangkapan
Mengetahui jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan alat bantu

penangkapan
Mengetahui daerah dan waktu penangkapan dengan menggunakan alat bantu
penangkapan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Rumpon

Rumpon sebagai alat pengumpul ikan (fish aggregation device)


2.1.1. Pengertian Umum Alat Bantu Rumpon
Fish Aggregation Device (FAD) atau alat pengumpul ikan (API), yaitu suatu alat bantu
penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul dalam suatu area
penangkapan sehingga mudah ditangkap. Alat ini terdiri dari beragam bentuk dengan sebutan
yang berbeda-beda di beberapa negara yang menggunakannya, namun demikian tetap
memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pengumpul ikan. Sebagai contoh, di Indonesia alat
pengumpul ikan disebut rumpon, di Malaysia disebut unjang dan di Filipina disebut payaos.
Rumpon pertama kali digunakan oleh nelayan di perairan Pasifik yang menyebutnya sebagai
payaos.
Di Indonesia, istilah rumpon sudah sejak lama digunakan oleh nelayan daerah Tegal
(Jawa Tengah) dalam pengoperasian alat tangkap payang. Rumpon diartikan sebagai alat
bantu penangkapan yang berupa pelampung dari bambuyang digantungi daun kelapa untuk
tempat ikan berkumpul sehingga ikan-ikan tersebut mudah ditangkap. Nelayan di Sulawesi
menyebutnya sebagai rompong. Di daerah lain rumpon disebut sebagai tendek atau unjang.
(Gambar 1).

Gambar 1. Rumpon
(sumber: kapi.kkp.go.id
Rumpon adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut,
baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik
2

3
gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap.
Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan
efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya), tetapi cukup melakukan
kegiatan pengkapan ikan di sekitar rumpon tersebut.
Beberapa jenis ikan, termasuk jenis-jenis Crustacea dan Octopus dapat dipikat dan
dikumpulkan dengan menggunakan rumpon sebagai tempat sembunyi buatan. Alat ini sangat
efektif untuk ikan-ikan yang hidup di dasar (demersal fish), yang membutuhkan kontak
dengan benda padat (thigmotaxis). Untuk ikan-ikan pelagis (permukaan) ada yang
kebalikannya. Ada ikan-ikan pelagis justru menjaga jarak bahkan menghindari adanya kontak
langsung dengan benda padat baik berupa benda yang hidup maupun benda yang mati (nonthigmotaxis). Hal ini dapat dilihat pada saat ikan dikelilingi oleh jaring. Namun demikian,
sifat ini dapat berubah tergantung dari keadaan psikologis ikan tersebut. Sebagai contoh, ikan
hering yang akan memijah kurang berhati-hati dalam menjaga jarak terhadap jaring trawl
dibandingkan ikan hering yang tidak dalam kondisi akan memijah sehingga menjadi lebih
mudah ditangkap. Ikan-ikan pelagis yang tertangkap jaring lebih disebabkan karena adanya
tekanan atau mereka tidak melihat keberadaan alat tangkap. Namun demikian, bukan berarti
ikan-ikan pelagis tidak mencari tempat untuk berlindung ataupun berkumpul di dekat bendabenda padat ataupun benda-benda yang terapung.
Alasan dari tingkah laku ikan yang seperti ini tidak diketahui dengan jelas. Namun ada
beberapa prediksi mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon, yaitu:

Mencari tempat berlindung, khusunya jenis-jenis plankton dan ikan-ikan kecil pemakan
plankton.
Mencari makan, ikan-ikan terpikat dengan gerakan benda-benda yang mengapung
(rumpon) dan atau dengan keberadaan ikan-ikan kecil di sekitar rumpon yang
mengundang datangnya ikan-ikan besar.
Merupakan suatu tingkah laku dari beberapa jenis ikan yang senang berkelompok di
sekitar benda-benda mengapung (seperti jenis tuna dan cakalang).
Tingkah laku ikan yang tertarik dengan benda-benda padat atau benda-benda yang

mengapung tersebut, dimanfaatkan untuk menentukan metode penangkapan yang tepat untuk
menangkapanya.
Penggunaan rumpon secara tradisional telah lama dilakukan oleh nelayan Indonesia,
terutama oleh nelayan Mamuju, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur dan kemudian
dikembangkan secara modern mulai tahun 1980 oleh Lembaga Penelitian Perikanan Laut
(Monintja, 1993). Beberapa negara yang menggunakan rumpon sebagai alat bantu

4
penangkapan seperti Jepang, Filipina, Malaysia, Srilanka, Papua Nugini, Australia dan lainlain.
2.1.2 Bahan dan Komponen Rumpon
Bahan dan komponen rumpon bermacam-macam, tergantung dari konstruksi dan
kelengkapan suatu rumpon, namun secara garis besar seperti yang disajikan pada Tabel 1. Di
Indonesia, umumnya masih menggunakan bahan-bahan alami, sehingga daya tahannya juga
sangat terbatas.
Tabel 1. Bahan dan komponen dasar sebuah rumpon (Sudirman dan Mallawa, 2004)
No.
1.
2.
3.
4.

Komponen
Pelampung (float)
Tali tambat (mooring line)
Pemikat ikan (attractor)
Pemberat (bottom sinker)

Bahan
Bambu atau plastik
Tali, kawat (wire), rantai atau swivel
Daun kelapa atau jaring bekas
Batu atau beton

2.1.3. Konstruksi Rumpon

Gambar 2. Konstruksi Rumpon


(Sumber: https://www.google.com/)
Secara prinsip konstruksi rumpon di setiap tempat hampir sama, mulai dari yang
sederhana sampai yang modern, tergantung dari jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan

5
dan kedalaman perairan tempat pemasangan rumpon. Umumnya konstruksi rumpon yang
digunakan di perairan pantai atau laut dangkal sangat sederhana, sedangkan rumpon yang
dipasang di perairan yang lebih dalam memiliki konstruksi yang lebih lengkap. Lokasi
pemasangan rumpon biasanya adalah jalur migrasi ikan. Menurut Dahuri (2003), konstruksi
rumpon yang lebih besar biasanya akan menarik lebih banyak ikan dibandingkan yang kecil.
Rumpon sederhana yang umum digunakan nelayan adalah berupa tali panjang yang
dilengkapi attractor dan dipasang menetap di suatu perairan. Rumpon ini banyak digunakan
oleh nelayan Indonesia dan Malaysia. Rumpon tersebut terbuat dari attractor berupa daundaun palem atau kelapa yang diatur sedemikian rupa di sepanjang tali (dapat mencapai lebih
dari 15 sampai 20 daun kelapa). Bisa juga menggunakan seikat rumput-rumputan, cabang
pohon, ataupun bahan-bahan lain yang sejenis. Ujung atas tali tersebut diberi pelampung
bambu dan ujung bawahnya diberi pemberat.
Di Indonesia, nelayan umumnya menggunakan pelampung dari bambu, tali temali dari
bahan alami biasanya rotan, pemberat dari batu gunung atau batu karang dan attractor dari
daun kelapa. Rumpon jenis ini dipasang di perairan dangkal puluhan sampai ratusan meter
dengan tujuan untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil. Rumpon yang dipasang di
perairan yang lebih dalam (ratusan sampai ribuan meter) menggunakan tali temali nilon,
pelampung rakit bambi ataupun ponton, dengan tujuan utama mengumpukan ikan layang,
tuna dan cangkalang.
Ketertarikan ikan-ikan pelagis terutama tuna pada batang-batang kayu yang
mengapung mendorong perkembangan jenis-jenis rakit sebagai rumpon yang dipasang di
daerah lepas pantai. Bahan rakit tersebut bervariasi mulai dari batang-batang kelapa, bambu,
sampai ponton alumunium. Dengan pertimbangan untuk meningkatkan keefektifan rakit
sebagai suatu habitat untuk ikan-ikan tersebu, di bawah rakit tersebut kemudian juga
digantungkan bahan-bahan seperti jaring ikan bebas, daun-daun palem atau kelapa, ataupun
ban-ban mobil.
Perkembangan attractor di Indonesia menunjukan hasil uji coba terhadap daun lontar
yang lebih tahan di dalam air serta tidak mudah patah dibandingkan daun kelapa. Rumpon
daun lontar memberikan hasil tangkapan lebih banyak (Arsyad, 1999 dalam Sudirman dan
Mallawa, 2004)
Rumpon di Jepang sudah menggunakan konstruksi yang modern dan memiliki daya
tahan yang lebih baik. Attractor dari jaring bekas, pelampung dari pipa metal, bahan
perlengkapan lainnya sudah menggunakan serat sintesis. Konstruksinya memungkinkan untk

6
dipasang pada kedalaman 1000-2000 meter di bagian barat Lautan Pasifik. Rumpon tersebut
dilengkapi pula dengan alat pendeteksi ikan sehingga dapat dimonitor dari kapal atau fishing
base serta dapat diketahui rumpon mana yang telah banyak ikannya.
2.1.4. Jenis-jenis ikan di sekitar rumpon
Tidak semua jenis ikan sering ditemukan di sekitar rumpon. Jumlah dan spesies ikan
yang tertarik dengan runpom tergantung dari konstruksi rumpon, lokasi perairan, serta
kedalaman perairannya. Banyak spesies ikan di lautan terbuka yang tertarik dengan bendabenda yang mengapung, misalnya beberapa jenis tuna yang senang berkumpul di sekitar
batang kayu yang mengapung. Menurut Monintja (1993) dalam Sudirman dan Malla (2004),
ditemukan 16 spesies ikan yang sering bersosialisasi dengan rumpon seperti tertera dalam
Tabel 4.2, dan didominasi oleh ikan-ikan pelagis. Selain itu, di beberapa tempat di Suwalesi
Selatan banya berkumpul jenis ikan rambeng (Dipterygonosus sp.) di sekitar rumpon dan
ditangkap dengan alat tangkap payang.
Tabel 4.2. Jenis-Jenis Ikan yang Sering Berasosiasi dengan Rumpon (Monintja, 1993 dalam
Sudirman dan Mallawa, 2004)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Nama Indonesia
Cakalang
Tongkol
Tongkol Pisang
Tenggiri
Madidihang
Tembang
Japuh
Sardin
Layang
Tuna Mata Besar
Cumi-Cumi
Hiu
Layaran
Ikan Kwe

Nama Inggris
Skipjack
Frigate tuna
Frigate tuna
King mackerel
Yellow fin tua
Frigate sardin
Rainbow sardin
Silverstripe
Sardinella
Scad
Big eye tuna
Squid
Shark
Sailfish
Jack

Nama Latin
Ketsuwonus pelamis
Eutxis thazard
Euthynnus affinis
Scomberomorus sp
Thunnus albacares
Sardinella fimbriata
Dussmeria hasselti
Sparatteloides delicatuladi
Thyssa baelana
Sardinella schanum
Decapterus sp
Thunnus obesus
Loligo sp
Spiraena sp
Istiophorus gladius
Caranx sp

2.1.5. Alat-alat tangkap yang menggunakan rumpon


Alat tangkap yang biasa menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan
seperti:
a. Surrounding net (Purse seine)
b. Seine net (payang)

7
c. Gill net (gillnet lingkar)
d. Driven-in net (muroami)
e. Line fishing (hand line/pancing tunggal, rawai tegak, pancing tonda, pole and line/huhate)
2.1.6. Dampak positif dan negatif pemasangan rumpon
Keuntungan dari penggunaan rumpon yaitu usaha penangkapan ikan akan menjadi
lebih efektif, karena waktu pencarian ikan dan waktu penangkapan lebih singkat yang berarti
pengurangan biaya operasi serta hasil tangkapan lebihbanyak. Dengan demikian, rumpon
tidak hanya digunakan oleh nelayan komersial maupun tradisional, tetapi juga oleh para
pemancing dengan tujuan rekreasi (game fishing atau recreational fishing).
Kemudahan penangkapan ikan dengan bantuan rumpon menimbulkan pula dampak
negatif, yaitu antara lain:
a.
Akibat pemansangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat
merusak pula ruaya ikan yang berimigrasi jauh.
b.
Konflik antara nelayan pemilik rumpon dan yang tidak memiliki rumpon.
c.
Kemudahan penangkapan ikan dengan menggunakan rumpon dapat menimbulkan
overfishing dan lain-lain. Rumpon sangat efektif untuk mengumpulkan berbagai jenis ikan
dengan berbagai ukuran. Dengan demikian, penggunaan rumpon yang berlebihan akan
berdampak pula pada jumlah dan komposisi stok ikan, terutama pada daerah pemijahan ikan.
Hal ini karena ikan-ikan yang akan memijah dapat turut tertangkap sampai ke tempat
pemijahan.
d.
Penggunaan rumpon dengan attractor jaring dapat menjerat ikan-ikan yang bukan
menjadi tujuan penangkapan, seperti penyu.
2.1.7. Upaya untuk pengontrolan rumpon
Untuk mengendalikan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh pemasangan
rumpon yang berlebihan, maka peraturan perikanan mengontrol pemasangan rumpon dengan
cara:
a.
Membatasi jumlah pemasangan rumpon dalam suatu area penangkapan ikan dengan
pemberian izin pemasangan bersyarat.
b.
Menentukan metode penangkapan yang selektif, misalnya dengan penentuan ukuran
mata jaring tertentu.
c.
Menetapakan buku petunjuk dan pelaksanaan (juklak) untuk pemasangan rumpon.

Buku juklak Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon dari DKP tahun 2011 merupakan
pedoman dan acuan bagi nelayan pengguna di lapangan maupun bagi petugas perikanan
sebagai pembina dan yang terpenting adalah bahwa pemanfaatan rumpon pada prinsipnya
merupakan

kaidah

penangkapan

ikan

yang

bertanggung

jawab

sehingga

dalam

8
pelaksanaannya diperlukan kerja sama yang baik antara nelayan, pembina dan aparat penegak
hukum.
Tata cara pemasangan rumpon
a. Rumpon dapat dipasang di wilayah:
Perairan 2 mil laut samapai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut
terendah.
Perairan di atas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada
titik surut terndah.
Perairan di atas 12 mil atau di laut ZEE Indonesia
Perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon wajib
terlebih dahulu memperoleh izin.
b. Pengusah/nelayan yang akan memasang rumpon mengajukan permohonan izin kepada
Direktorat

Jenderal

Perikanan

Tangkap,

Dinas

Perikanan

dan

Kelautan

Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangan pemberi izin sesuai dengan KepMen


Kelautan dan Perikanan No.Kep.30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan
Rumpon. Dalam permohonan izin harus dilakukan penilaian terhadap administrasi
permohonan maupun lokasi perairan. Penilaian lokasi pemasangan rumpon harus
memperhatikan:

Apakah daerah tersebut tidak merupakan alur pelayaran atau kepentingan lainnya
seperti daerah suaka atau daerah lainnya. Pemasangan rumpon tidak boleh dilakukan
pada daerah perairan tersebut.
Apakah daerah tersebut tidak merupakan konsentrasi penangkapan ikan nelayannelayan yang tidak menggunakan rumpon. Rumpon tidak boleh dipasang pada
perairan tersebut.
Apakah daerah tersebut berbatasan dengan provinsi lain, untuk itu maka Dinas
Perikanan dan Kelautan dari domisili pemohon izin rumpon ditujukan kepada provinsi
tersebut.

a. Jaminan ketenangan dan keamanan dalam menggunakan rumpon


Penggunaan serta pemanfaatan rumpon yang semakin meningkat dan berkembang
dewasa ini di kalangan nelayan memerlukan pengaturan dengan tujuan terhindarnya
kerusakan pola ruang ikan dan tetap terjaganya kelestarian sumber daya ikan disamping untuk
menghindari terjadinya ketegangan sosial diantara nelayan.
Pengaturan mengenai alat bantu penangkap ikan rumpon tertuang dalam Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan
Pemanfaatan

Rumpon

sebagai

pengganti

Keputusan

Menteri

Pertanian

No.

9
51/Kpts/IK.250/I/1997 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Perubahan mendasar
dalam Kepmen No.KEP.30/MEN/2004 yakni dihilangkannya pembagian jenis-jenis Rumpon
(rumpon perairan dasar, rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam) Gema Mina
Vol. II No. 2 September 2004).
Menurut ketentuan Kepmen Kelauatan dan Perikanan No. KEP.30/MEN/2004,
wilayah pemasangan dan pemanfaatan rumpon serta kewenangan pemberian izinnya sebagai
berikut:

Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut
terendah, pemberian izin adalah bupati/walikota/dengan masa berlaku izin 2 tahun.
Perairan di atas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada
titik surut terendah, pemberi izin adalah gubernur dengan masa berlaku izin 2 tahun.
Perairan di atas 12 mil laut dan ZEEL, pemberi izin adalah Dirjen Perikanan Tangkap
dengan masa berlaku izin 2 tahun.

b. Pemasangan Rumpon
Pemasangan rumpon dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun perusahaan yang
berbadan hukum. Namun, dengan tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
maka instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi dapat pula melakukan
pemasangan rumpon.
Pemberian izin pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut Kepmen No.
KEP.30/MEN/2004 dilakukan dengan mempertimbangkan pula daya dukung sumberdaya ikan
dan lingkungannya serta aspek sosial budaya masyarakat.
Sedangkan terhadap pemasangannya dipersyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Tidak mengganggu alur pelayaran;


Jarang antarrumpon tidak kurang dari 10 mil laut;
Tidak dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig-zag)
Bagi pemasang rumpon terdapat kewajiban untuk :

5. Memasang tanda pengenal (Pasal 11);


6. Membongkar dan mengangkat rumpon yang sudah tidak dimanfaatkan lagi atau telah
habis masa izinnya (Pasal 7 Ayat (2));
7. Menyampaikan laporan pemanfaatannya kepada pemberi izin setiap 6 (enam) bulan
sekali (Pasal 15).
c. Sanksi
Sebagai suatu produk hukum maka Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
KEP.30/MEN/2004 mengatur pula mengenai sanksi terhadap pelanggaran ketentuan yang
telah diatur di dalamnya (Pasal 18), berupa;

10
1. Pembongkaran rumpon yang dipasang idak sesuai dengan ketentuan;
2. Pembongkaran serta sanksi administratif bagi perusahaan perikanan yang tidak
melaporkan kegiatan pemanfaatan rumpon yang dilakukannya;
3. Sanksi administratif yang dimaksudkan di sini dapat berupa pembekuan Izin Usaha
Penangkapan (IUP) maupun pencabutan Surat Penangkapan Ikan (SPI).
4. Dengan telah diaturnya pemasangan dan pemanfaatan rumpon, diharapkan semakin
memberikan jaminan ketenangan dan keamanan dalam berusaha di bidang
penangkapan ikan bagi perorangan maupun badan hukun yang memasang rumpon.
2.1.8. Rumpon sebagai terumbu buatan
Terumbu karang di laut merupakan salah satu tempat yang banyak ditempati ikan.
namun akhir-akhir ini terumbu karang kita banyak yang rusak akibat berbagai faktor. Banyak
faktor yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Salah satu faktor tersebut adalah
aktivitas yang menjadi momok kehidupan terumbu karang yaitu penggunaan bom dan racun
potasium sianida. Aktivitas ini yang mengakibatkan hancurnya terumbu karang dan hilangnya
ikan-ikan yang menghuni di terumbu karang tersebut.
Salah satu kegiatan yang dapat membantu ikan-ikan mendapatkan rumahnya kembali
adalah dengan membuatkan terumbu karang buatan (artificial reef) atau rumpon. Kedua kata
ini kadang-kadang masih diasamaartikan, padahal ada perbedaan yang mendasar. Terumbu
buatan dan rumpon memiliki persamaan untuk membantu memberikan tempat bagi ikan
dalam berkembang biak, dan dapat merangsang terbentuknya koloni terumbu karang.
Sedangkan perbedaannya terletak pada konstruksi-nya, rumpon tidak perlu disusun di dalam
laut, bahannya dapat berwujud apa saja, misalnya, becak, bus, bahkan kapal karam
(tenggelam) pun dapat berfungsi sebagai rumpon, dan biasanya dijatuhkan atau
ditenggelamkan pada perairan yang dalam. Sedang terumbu karang buatan, penempatannya
harus disusun (menggunakan desai) (DKP,2011). Akhir-akhir ini Departemen Kelautan
Perikanan Republik Indonesia dalam hal ini Direktorat Sumber Daya Ikan dan Balai Besar
Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang sedang mengembangkan rumah ikan berupa
terumbu buatan dalam rangka pemulihan sumber daya ikan. sebagai gambaran bentuk dan
bahan terumbu buatan tersebut, seperti disajikan pada Gambar 4.6.
Terumbu karang ini terbuat dari ban-ban bekas, namun akhir-akhir ini Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap Republik Indonesia mengmbangkan terumbu buatan yang berasal
dari bahan pelastik yang sudah dicetak (Dirjen Tangkap, 2011).
2.2

Lampu/Cahaya

11
Lampu atau cahaya sebagai alat bantu penangkapan (light fishing).
2.2.1. Pengertian Umum Alat Bantu Lampu/cahaya
Setelah manusia mengetahui cara membuat api, mereka juga menemukan bahwa
beberapa jenis ikan tertarik oleh cahaya. Namun tidak diketahui dengan pasti kapan manusia
memulai penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya (Ben-Yami, 1987).
Berawal dari sinilah penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya berkembang
terus. Penangkapan ikan yang menggunakan alat bantu cahaya itulah yang disebut dengan
light fishing.
Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan
memanfaatkan sifat fisik dari cahaya buatan itu sendiri. Masuknya cahaya ke dalam air,
sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut.
Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam
perairan. Faktor lain yang juga menentukan masuknya cahaya ke dalam air adalah absorbsi
(penyerapan) cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan
laut, musim dan lintang geografis. Dengan adanya berbagai hambatan tersebut, maka nilai
iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari
sumber cahaya tersebut. Dengan sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh cahaya dan kecenderungan
tingkah laku ikan dalam merespon adanya cahaya, nelayan kemudian menciptakan cahaya
buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga melakukan tingkah laku tertentu untuk memudahkan
dalam operasi penangkapan ikan. Tingkah laku ikan kaitannya dalam merespon sumber
cahaya yang sering dimanfaatkan oleh nelayan adalah kecenderungan ikan untuk berkumpul
di sekitar sumber cahaya.
Yang menyebabkan tertariknya ikan di bawah cahaya dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Peristiwa langsung, yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul. Ini tentu berhubungan
langsung dengan peristiwa fototaksis, seperti pada jenis-jenis sardinella,kembung dan layang.
2. Peristiwa tidak langsung, yaitu karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan
lain-lain sebagainya berkumpul, lalu ikan yang dimaksud datang berkumpul dengan tujuan
mencari makan (feeding). Beberapa jenis ikan yang termasuk dalam kategori ini seperti ikan
tenggiri, selar dan lain-lain

Selain dua kelompok diatas terdapat ikan yang tertarik pada cahaya sebagai hasil dari
reflex defensive ikan terhadap predator. Hal ini terjadi berkaitan dengan pembentukan
schoollng dan kemampuan penglihatan pada ikan. Ikan pada umumnya akan membentuk
schooling pada saat terang dan menyebar saat gelap. Dalam keadaan tersebar ikan akan lebih

12
mudah dimangsa predator dibandingkan saat berkelompok. Adanya pengaruh cahaya buatan
pada malam hari akan menarik ikan ke daerah iluminasi, sehingga memungkinkan mereka
membentuk schooling dan lebih aman dan incran predator. Ikan yang tergolong fototaksis
positif akan memberikan respon dengan mendekati sumber cahaya, sedangkan ikan yang
bersifat fototaksis negatif akan bergerak menjauh.
A. Persoalan-persoalan yang terkait dengan aktifitas light fishing
a.

Persoalan-persoalan fisika
Cahaya : kuat cahaya (light intensity.), warna cahaya (light colour, merambatnya
cahaya ke dalam air laut, pengaturan cahaya, dan lain-lain sebagainya.
Air laut gelombang, kekeruhan (turbidity), kecerahan (transparancy), arus,dll.
Hubungan cahaya dengan air laut : refraction, penyerapan (absorption).
penyebaran (scattering), pemantulan, extinction dan lain-lain sebagainya.

b.

Persoalan-persoalan biologi
Jenis cahaya yang disenangi ikan : berapa besar atau volume rangsangan (stimuli)
yang harus diberikan, supaya ikan terkumpul dan tidak berusaha untuk melarikan diri
dalam suatu jangka waktu tertentu. Tidaklah dikehendaki, sehubungan dengan
berjalannya waktu, pengaruh rangsangan ini akan lenyap, karena ikan menjadi
terbiasa (accustomed).
Kemampuan daya tarik (attracting intensity) dari cahaya yang dipergunakan
haruslah sedemikian rupa sehingga dapat mengalahkan (minimum mengeliminir) pengaruh intimidasi dari beradanya jaring, kapal, suara mesin dan lain

lain.
Berbeda spesies, besar, umur, suasana sekeliling (environment) akan berbeda
pula cahaya (intensity, colour, waktu) yang disenangi; dan faktor suasana
sekeliling (environmental condition factor) yang berubah-ubah (gelombang,

arus, suhu, salinitas, sinar bulan) akan sangat mempengaruhi.


Bersamaan dengan spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan akan
berkumpul juga jenis lain yang tak diinginkan (ikan kecil, larvae), sedang kita
menghendaki catch yang selektif. Ada tidaknya pengaruh cahaya terhadap
spawning season, over fishing, resources,dll.

B. Daya guna caha dalam kegiatan light fishing


Agar cahaya dalam kegiatan light fishing dapat memberikan daya guna yang
maksimal, diperlukan syarat-syarat antara lain sebagai berikut:

13
Mampu mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada jarak yang jauh (horizontal
maupun vertikal)
Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar sumber cahaya, di mana mungkin
akan tertangkap (catchable area).
Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana
pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai
beroperasi atau diangkat).
Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan
melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse)
C. Intensitas Cahaya
Nikonorov (1975), Ben-Yami(1987), Subani dan Barus (1989), mengatakan bahwa
keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya selain ditentukan jumlah
lampu dan besarnya intensitas cahaya juga dipengaru oleh beberapa faktor antara lain:
Kecerahan
Jika kecerahan rendah berarti banyak partikel partikel dalam air, yang menyebabkan
sebagian besar bias cahaya akan diseap habis oleh partikel atau zat tersebut, akibatnya
adalah daya tembusnya kedalam air akan berkurang pula.
Gelombang, angin dan arus
Kedudukan lampu dan efek yang ditimbulkannya sangat bergantung pada adanya
gelombanang, angin dan arus. Dalam keadaan normal atau perairan tenang, daya
tembus cahaya kedalam air diasumsikan berlangsung lurus. Adanya pengaruh gerakan
ombak dan arus menyebabkan bias cahaya dari lampu menjadi berubah ubah dan tidak
beraturan akibatnya akan menimbulkan sinar yang menakutkan ikan
Sinar bulan
Pada saat bulan purnama operasi penangkapan kuran efektif karena cahaya menyebar
secara merata, sedangkan untuk penangkapan dengan lampu diperlukan keadaan yang
relative gelap agar cahaya lampu terbias sempurna di dalam air.
Predator
Predator setiap saat dapat menyerang ikan yang berkumpul disekitar sumber cahaya
yang akibatnya dapat membubarkan gerombolan ikan.
Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menentukan tingkah laku ikan di
laut (Woodhead, 1996). Stimulus cahaya terhadap tingkah laku ikan sangat kompleks antara
lain intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya dan lama penyinarannya.

14
Nicol (1963) telah melakukan suatu telaah mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh
ikan dan menyimpulkan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitivitasnya
terhadap cahaya. Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat
diterima memiliki panjang gelombang pada interval 400-750 mm (Mitsugi, 1974; Nikonorov,
1975).
Penetrasi cahaya dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang
dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil
daya tembusnya kedalam perairan. Panjang gelombang dari masing-masing warna cahaya
dapat dilihat pada Tabel. berikut (Ben-Yami, 1987).
Panjang gelombang (Wavelength) pada berbagai warna cahaya tampak
Warna cahaya
(Colour of light)
Violet
Blue
Green
Yellow
Orange
Red

Panjang gelombang
(Wavelength (A))
3,900-4,550
4,550-4,920
4,920-5,770
5,770-5,970
5,970-6,220
6,220-7,700

Dengan demikian maka cahaya warna biru akan menembus lebih jauh kedalam
perairan daripada warna lainnya. Dalam penerapannya pada operasi penangkapan ikan, maka
untuk menarik ikan dari jarak yang jauh baik secara vertical maupun horizontal digunakan
warna biru karena dapat di absorbs oleh air sangat sedikit sehingga penetrasinya kedalam
perairan sangat tinggi. Untuk mengonsentrasikan ikan disekitar catchable area digunakan
warna merah atau kuning karena daya tembusnya yang rendah.
1. Dasar teori Light fishing
Cahaya digunakan untuk menarik dan mengkonsentrasikan kawanan ikanpada catchable
area yang selanjutnya dengan alat tertentu dilakukan penangkapan.
Berdasarkan fungsinya lampu dapat dibedakan atas dua jenis yaitu, lampu penarik ikan dan
lampu yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik pada
cahaya lampu.
Cahaya yang dapat diterima dalam penangkapan memiliki panjang gelombang pada
interval 400-750 m (Mitsugi,1974, Nikonorov,1975)
Cahaya biru dapat menembus jauh ke dalam perairan daripada warna lainnya hal ini
disebabkan karena cahaya biru sangat sedikit diabsorbsi oleh air sehingga penetrasinya ke
dalam perairan sangat tinggi. Sehingga dalam penerapannya cahaya biru dapat digunakan
untuk menarik ikan dari jarak yang jauh baik secara vertikal maupun horisontal.

15
Untuk mengkonsentrasikan ikan ke Catchable area digunakan warna merah atau kuning
karena daya tembusnya rendah.
Ben-Yami (1976) mengemukakan bahwa cahaya biru dan hijau paling dalam menembus
lapisan air, sementara cahaya merah dan ungu akan terabsorbsi oleh air hanya beberapa
meter (2-3 m) setelah menembus permukaan laut.
Kuroki vide Gunarso,(1985) warna cahaya yang paling efektif untuk mengumpulkan ikan
adalah cahaya biru dan orange.
Penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia dewasa ini telah
berkembang cukup pesat, sehingga tempat-tempat dimana terdapat kegiatan perikanan hampir
dapat dipastikan bahwa di daerah tersebut terdapat lampu yang digunakan untuk usaha
penangkapan ikan. Pada tahun 1950-an jumlah lampu yang digunakan untuk penangkapan
ikan masih sangat terbatas dan terpusat di suatu daerah tertentu (Subani, 1983).
Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah berkembang secara
cepat sejak ditemukan lampu listrik. Sebagian besar nelayan beranggapan bahwa semakin
besar intensitas cahaya yang digunakan maka akan memperbanyak hasil tangkapannya. Tidak
jarang nelayan menggunakan lampu yang relatif banyak jumlahnya dengan intensitas yang
tinggi dalam operasi penangkapannya. Anggapan tersebut tidak benar, karena masing-masing
ikan mempunyai respon terhadap besarnya intensitas cahaya yang berbeda-beda. Studi
terhadap besarnya nilai intensitas cahaya yang mampu menarik ikan pada setiap jenis ikan
perlu dilakukan. Hal ini penting, selain agar ikan target tepat berada dalam area penangkapan,
juga untuk menghindari pengurasan ikan tangkapan dan pemborosan biaya penangkapan.
Sebab tidak jarang, dalam operasi penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya ini ikan-ikan
yang belum layak ditangkap (belum memijah) atau bahkan masih juvenile ikut tertangkap
sebagai hasil tangkapan ikan sampingan. Bila ini dilakukan terus-menerus, maka kerusakan
sumberdaya ikan tinggal menunggu waktunya.
Oleh karena itu, banyak sekali kajian-kajian yang telah dilakukan selalu
merekomendasikan untuk penghapusan alat tangkap yang menggunakan alat bantu ini. Hal ini
disebabkan tingginya tingkat ketidakselektifan alat tangkap yang menggunakan lampu dalam
operasi penangkapan ikan. Merupakan pekerjaan besar bagi perekayasa alat penangkapan ikan
ke depan untuk membuat alat tangkap yang mampu menseleksi hasil tangkapannya sehingga
mengurangi hasil tangkapan sampingan.

16

Gambar 3. lampu yang digunakan dalam menarik perhatian ikan


(Sumber: http://www.google.com/)
Sejak kapan lampu tersebut digunakan dalam penangkapan ikan di Indonesia dan siapa
yang mula-mula memperkenalkannya belumlah jelas. Meskipun demikian di daerah-daerah
perikanan Indonesia Timur, khusunya ditempat-tempat dimana usaha penangkapan cakalang
dengan pole and line dilakukan sekitar tahun 1950an ditemukan kurang lebih 500 buah lampu
petromaks yang digunakan untuk penangkapan, dimana dutempat tempat lain belum
digunakan (Van Vel yang diacu dalam Subani 1983).
Pada mulanya peggunaan lampu untuk penangkapan, masih terbatas pada daerah
daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan menggunakan jaring
pantai (beach seine), serok (scoop net) dan pancing (hand line).

Pada

tahun

1953

perkembangan penggunaan lampu untuk tujuan penangkapan ikan tumbuh dengan pesat
bersamaan dengan perkembangan bagan (jaring angkat, lift net) nuntuk penangkapan ikan.
Saat ini pemanfaatan lampu tidak hanya terbatas pada daerah pantai, tetapi juga dilakukan
pada daerah lepas pantai yang penggunaanyya disesuaikan dengan keadaan perairan sperti alat
tangkap paying, purse seineI dan sebagainya.

Gambar 4. lampu petromaks


(Sumber: http://www.google.com/)

17

Gambar 5. Lampu petromaks siap untuk dipasang diperahu


(Sumber: http://www.google.com/)

Gambar 6. Pemasangan lampu petromaks pada perahu


(Sumber: http://www.google.com/)
Peggunaan cahaya listrik dalam skala industry penangkapan ikan pertama kali
dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudia
berkembang dengan pesat setelang Perang Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu
berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948
(Nikonorov, 1975).

18

Gambar 7. bagan tancap dengan menggunakan lampu petromaks


(Sumber: http://www.google.com/)

Gambar 8. bagan yang menggunakan alat bantu lampu listrik


(Sumber: http://www.google.com/)

Gambar 9. Alat tangkap cumi cumi Squid Jigging di Jepang menggunakn lampu metal
haline untuk menarik perhatuan cumi cumi
(Sumber: http://www.google.com/)

Gambar 10. Lampu yang digunakan untuk menarik perhatian cumi-cumi


(Sumber: http://www.google.com/)

19

2.3

Akustik

Alat bantu akustik dalam bidang penangkapan ikan digunakan untuk menduga keberadaan
ikan pada suatu fishing ground.
2.3.1

Pengertian Umum Alat Bantu Akustik

Alat bantu akustik dalam bidang penangkapan ikan digunakan untuk menduga keberadaan
ikan pada suatu fishing ground, apakah ikan tersebut berada di bagian dasar perairan, dekat
dasar, bagian pertengahan ataupun bagian dekat permukaan perairan. Di samping itu,
beberapa alat bantu bidang akustik dapat pula menduga spesies ikan yang berada di perairan,
menduga ukuran dari ikan serta menduga kelimpahannya. Dengan demikian memudahkan
para nelayan dan industry perikanan tangkap dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penangkapan ikan.
1.

Sonar
Beberapa alat bantu penangkapan di bidang akustik adalah SONAR (Sistem Sonar)

yang merupakan kepanjangan dari Sound Navigation and Ranging, adalah suatu peralatan
yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang objek-objek bawah air yakni dengan
pemancaran gelombang suara dan pengamatan echo yang kembali dari objek yang
bersangkutan. Pada dasarnya terbagi atas dua macam, yaitu Echosounder dan Sonar.
Echosounder adalah sistem sonar yang arah pancaran gelombang suaranya vertical, sedangkan
sonar adalah sistem sonar yang arah pancaran gelombang suaranya horizontal.

Gambar. 11 Sonar target


(Sumber: http://www.farsounder.com/)

20

Metode Penggunaan sonar:


Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah air yang
dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi dan menetapkan lokasi obyek di bawah laut
atau untuk mengukur jarak bawah laut. Sejauh ini sonar telah luas digunakan untuk
mendeteksi kapal selam dan ranjau, mendeteksi kedalaman, penangkapan ikan komersial,
keselamatan penyelaman, dan komunikasi di laut.
Alat bantu akustik dalam bidang penangkapan ikan digunakan untuk menduga keberadaan
ikan pada suatu fishing ground, apakah ikan tersebut berada di bagian dasar perairan, dekat
dasar, bagian pertengahan ataupun bagian dekat permukaan perairan. Di samping itu,
beberapa alat bantu bidang akustik dapat pula menduga spesies ikan yang berada di perairan,
menduga ukuran dari ikan serta menduga kelimpahannya. Dengan demikian memudahkan
para nelayan dan industry perikanan tangkap dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penangkapan ikan.
Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara bawah
permukaan dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Data suara dipancar
ulang ke operator melalui pengeras suara atau ditayangkan pada monitor.

Gambar 12. Sketsa metode kerja echosounder


(Sumber: https://www.ceramtec.com/)
Alat ini dapat pula mendeteksi ikan tidak hanya yang berada dalam kolom air
(pelagik), tetapi juga ikan-ikan yang berada di dasar perairan atau biasa juga disebut dengan
ikan demersal.

21
2.

Inderaja (Pengindraan Jarak Jauh)


Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi data dari

sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak
dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena
oleh sebuah alat dari jarak jauh. Teknologi penginderaan jarak jauh (inderaja) untuk kegiatan
perikanan tangkap, sebenarnya telah banyak diterapkan di berbagai negara. Meskipun harus
mengeluarkan biaya tambahan, teknologi tersebut telah dapat membantu nelayan dalam
meningkatkan hasil tangkapan. Kebanyakan ikan sasaran tangkap yang dapat ditangkap
dengan menggunakan alat bantu penginderaan jarak jauh, adalah jenis ikan yang banyak
dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan tiap musimnya sering didapati di kawasan laut yang
temperatur permukaannya bervariasi.
Untuk menemukan lokasi ikan ini, para nelayan biasanya memanfaatkan termometer
dan mengamati warna air laut kalau-kalau terdapat tanda plankton yang menjadi bahan
makanan ikan. Cara ini membuat tak jarang para nelayan harus menghabiskan waktu dan
biaya untuk menjelajah lautan. Artinya, mereka juga harus menyiapkan banyak bahan bakar
untuk kapal penangkap ikan yang biayanya cukup tinggi. Kalau dihitung, rata-rata sekitar 20
50 % biaya penangkapan dialokasikan untuk kepentingan pencarian tadi.
Kebanyakan ikan sasaran tangkap yang dapat ditangkap dengan menggunakan alat
bantu penginderaan jarak jauh (INDERAJA), adalah jenis ikan yang banyak dipengaruhi oleh
kondisi cuaca dan tiap musimnya sering didapati di kawasan laut yang temperatur
permukaannya bervariasi contohnya cakalang dan tuna. Untuk menemukan lokasi ikan ini,
para nelayan biasanya memanfaatkan termometer dan mengamati warna air laut kalau-kalau
terdapat tanda plankton yang menjadi bahan makanan ikan. Cara ini membuat tak jarang para
nelayan harus menghabiskan waktu dan biaya untuk menjelajah lautan yang biayanya cukup
tinggi. Kalau dihitung-hitung, rata-rata sekitar 20 50 % biaya penangkapan dialokasikan
untuk kepentingan pencarian tadi.
Teknologi penginderaan jarak jauh (INDERAJA) untuk kegiatan perikanan tangkap,
sebenarnya telah banyak diterapkan di berbagai negara. Meskipun harus mengeluarkan biaya
tambahan, teknologi tersebut telah dapat membantu nelayan dalam meningkatkan hasil
tangkapan. Kebanyakan ikan sasaran tangkap yang dapat ditangkap dengan menggunakan alat

22
bantu penginderaan jarak jauh, adalah jenis ikan yang banyak dipengaruhi oleh kondisi cuaca
dan tiap musimnya sering didapati di kawasan laut yang temperatur permukaannya bervariasi.
Sebenarnya, untuk menemukan lokasi ikan ini, para nelayan biasanya memanfaatkan
termometer dan mengamati warna air laut kalau-kalau terdapat tanda plankton yang menjadi
bahan makanan ikan. Cara ini membuat tak jarang para nelayan harus menghabiskan waktu
dan biaya untuk menjelajah lautan. Artinya, mereka juga harus menyiapkan banyak bahan
bakar untuk kapal penangkap ikan yang biayanya cukup tinggi. Kalau dihitung-hitung, ratarata sekitar 20 50 % biaya penangkapan dialokasikan untuk kepentingan pencarian tadi.
Sebagai solusinya, para nelayan khususnya nelayan-melayan tradisional di Indonesia
sudah harus mengenal peranan penginderaan jarak jauh (INDERAJA) bagi kegiatan usaha
penangkapan ikan. Nelayan-nelayan tradisional di Indonesia sudah harus mulai diperkenalkan
dengan istilah Sea Surface Temperature (SST), yang dibuat berdasarkan kumpulan gambar
gambar dari satelit penginderaan jarak jauh NOAA-H milik Amerika Serikat. Gamber satelit
ini nantinya bisa menentukan temperatur permukaan laut dan kemungkinan lokasi keberadaan
ikan. Diharapkan pengenalan peta tadi telah membuka pengetahuan nelayan tradisional di
Indonesia terhadap pentingnya keberadaan antara suatu jenis ikan tertentu dengan suhu
permukaan laut.
Untuk meningkatkan kemampuan para nelayan didalam mengefisienkan kegiatan
penangkapan ikan, seyogyanya dilatih dulu pengetahuan mengenai oceanografi perikanan,
tingkah laku ikan dan cara navigasi yang lebih tepat. Aneka informasi penting bagi nelayan
juga mutlak diberikan, antara lain artikel tentang peralatan terbaru, peraturan penangkapan
ikan di laut lepas pantai, data statistik penangkapan ikan, dan peta peta satelit serta instruksi
penggunaanya.
Penggunanan peta SST juga diharapkan mampu meningkatkan kawasan perikanan
yang dikelola para nelayan. Diharapkan pada gilirannya dengan pemakaian teknologi
penginderaan jarak jauh, usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan tradisionil
mampu melampaui pasar lokal, dan berkembang menjadi industri berorientasi ekspor yang
nilai ekonomisnya lebih tinggi. Alangkah baiknya kalau teknologi penginderaan jarak jauh
(INDERAJA) tersebut tidak hanya diperkenalkan, namun dapat diterapkan oleh nelayan
tradisionil di Indonesia, mengingat luasnya kawasan laut yang dimiliki oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia, tentunya memiliki potensi tangkapan ikan juga akan semakin besar.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Alat bantu penangkapan memiliki cara kerja masing-masing yang berbeda seperti
rumpon yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan agar mudah di tangkap,
cahaya/lampu yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan pada malam hari
biasanya lampu ini digunakan para nelayan untuk menangkap ikan pelagis dan
cumi-cumi, sedangkan akustik adalah alat bantu yang berbasis teknologi yang
berfungsi untuk mengetahui keberadaan lokasi penangkapan yang diaman terdapat

ikan yang banyak.


Semua alat bantu penangkapan berfungsi untuk mengumpulkan ikan pada suatu
target penangkapan agar mudah untuk di tangkap seperti rumpon, cahaya/lampu

dan akustik.
Alat bantu penangkapan memiliki daerah dan waktu penagkapan yang berbedabeda rumpon biasanya ditempatkan di perairan dangkal dan dalam untuk sebagai
tempat berkumpulnya ikan, cahaya/lampu biasanya digunakan pada malam hari
untuk menarik ikan agar berkumpul di cayaha, akustik biasanya ada di kapal-kapal
yang memiliki alat tangkap yang canggih alat ini berfungsi untuk mengetahui

keberadaan ikan di laut.


1.2 Saran
Dalam penggunaan alat-alat bantu penangkapan kita harus memperhatikan manfaat dan
dampak yang ditimbulkan setelah penggunaan karena walau bagai mana pun kita harus
tetap menjaga kelestarian alam laut karena anak cucu kita masih membutuhkannya nanti.

23

DAFTAR PUSTAKA
Sudirman.2013.Mengenal Alat dan Metode Penangkapan Ikan.PT Rineka Cipta:Jakarta.
Sudirman, Achmar Mallawa.2004.Teknik Penangkapan Ikan.PT Rineka Cipta: Jakarta.
http://ronnyunsa.blogspot.com/2013/01/lampu-sebagai-alat-bantu-penangkapan_17.html
(Diakses pada hari Rabu, 25 Februari 2015. Pukul 21:00 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sonar (di akses pada tanggal 27 februari 2015 pukul 08.01 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Penginderaan_jauh (diakses pada tanggal 27 februari 2015 pukul
08.50 WIB)
https://ikanmania.wordpress.com/2007/12/30/pengenalan-inderaja-baginelayan/ (Diakses
pada tanggal 27 februari 2015 pukul 09.30 WIB)
https://ikanmania.wordpress.com/2007/12/30/pengenalan-inderaja-bagi-nelayan/ (Diakses
pada tanggal 28 februari 2015 pukul 08.30 WIB)

24

Anda mungkin juga menyukai