Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM AVERTEBRATA LAUT


FILUM ARTHROPDA

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ilmu Kelautan - D

Asisten :
NINDYA TRISNA
26020116130132

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
LEMBAR PENILAIAN

Nama Mahasiswa : Mahasiswa


Nomor Induk Mahasiswa : NIM
Nilai :

Nilai :

Mengesahkan :

Koordinator Asisten Asisten


Avertebrata Laut 2018 Avertebrata Laut 2018

Narendra Prasidya Wishnu Nindya Trisna


NIM. 26020115130103 NIM. 26020116130132
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam klasifikasi terdapat kingdom/dunia animalia (hewan). Kingdom
animalia dapat dibagi menjadi beberapa filum seperti filum vermes dan Filum
Arthropoda. Yang termasuk filum vermes yaitu Platyhelmintes, Nemathelminthes,
dan Annelida. Sedangkan yang termasuk filum Arthropoda yaitu Crustcea,
Arachnida, Insecta, dan Myriapoda (Chilopoda dan Diplopoda). Kita sebagai
makhluk ciptaannya patut bersyukur dengan apa yang telah di ciptakannya. Di
bumi ini, keanekaragaman hewan sangat beragam jenisnya.
Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan
podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-
ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-
buku. Hewan ini memiliki jumlah spesies yang saat ini telah diketahui sekitar
900.000 spesies. Hewan yang tergolong arthropoda hidup di darat sampai
ketinggian 6.000 m, sedangkan yang hidup di air dapat ditemukan sampai
kedalaman 10.000 meter.
Oleh karena itu, kita perlu mengklasifikasikannya untuk mempermudah
dalam memepelajarinya. Klasifikasi bertujuan untuk memepermudah mengenal
objek yang beranekaragam dengan cara melihat/mencari persamaan dan
perbedaan ciri dan sifat pada objek tersebut. Keuntungan yang diperoleh dengan
mengklasifikasikan makhluk hidup adalah mempermudah dalam mencari
keterangan tentang makhluk hidup yang dipelajari serta mempermudah dalam
penaman nama ilmiah.
1.2 Tujuan
1. Mempelajari dan mengetahui struktur morfologi Arthropoda.
2. Mempelajari dan menjelaskan anatomi Arthropoda.
3. Melakukan identifikasi terhadap Arthropoda.
1.3 Manfaat
1. Mampu menjelaskan struktur morfologi Arthropoda dan fungsinya
masing-masing.
2. Trampil melakukan pembedahan trhadap Arthropoda.
3. Mampu melakukan identifikasi ikan berdasarkan ciri morfologi
Arthropoda
4. Mampu menjelaskan anatomi Arthropoda.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arthropoda

Filum Arthropoda terdiri dari du akata yaitu Arthro yang berarti ruas/sendi
dan Podos yang berarti kaki. Filum ini mempunyai jenis dan jumlah individu
terbanyak dibandingkan dengan biota lain. Karakteristik yang jelas dari filum ini
adalah kerangka eksternal (Exoskeleton) yang bersambung dimana komposisinya
berupa polisakarida kompleks yang disebut kitin (Chitin). Eksoskeleton ini
berfungsi sebagai pelindung dan tempat melekat otot-otot. Tetapi gerakan
Arthropoda dibatasi oleh sambungan yang tipis dan fleksibel dari segmen-segmen
atau bagian-bagian skeleton. Terdapat 4 sub-filum yaitu Chelicerata yang terdiri
dari Arachnida (Laba-laba, Kalajengking, Kutu), Merostomata (Kepiting Tapal
Kuda) dan Pycnogonida (Laba-laba Laut). Sub-filum Hexapoda (Serangga), sub-
filum Myriapoda (Kaki Seribu, Kelabang) dan subfilum Crustacea (Kepiting,
Lobster, Isopoda, Udang) (Novitasari et al. 2014).

Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas, berukuku dan


bersegmen. Istilah Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang berarti kaki. Arthropoda
merupakan hewan tripoblastik selomata dan bilateral simetris. Tubuh Arthropoda
terdiri dari kepala, dada, dan abdomen yang keseluruhan dibungkus oleh zat kitin
dan kerangka luar (eksoskeleton). Umumnya diantara ruas-ruas terdapat bagian
yang tidak memiliki zat kitin sehingga ruas-ruas tersebut mudah untuk
digerakkan. Di waktu tertentu kulit dan tubuh Arthropoda mengalami pergantian
kulit.

Arthropoda merupakan filum yang paling besar dalam dunia hewan yang
mencakup seperti serangga, laba-laba, udang, lipan maupun hewan sejenis yang
lainnya. Arthropoda ini biasanya dapat ditemukan di laut, air tawar, darat dan
lingkungan udara dan termasuk berbagai bentuk simbiosis dan parasit. Kata
Arthropoda ini berasal dari bahasa Yunani yang “Arthron” berarti “ruas, buku”
atau “segmen” dan “podos” berarti “kaki” yang disatukan akan berarti “kaki yang
berbuku-buku”. Dalam hal ini Arthropoda dikenal dengan sebutan hewan
berbuku-buku atau hewan yang beruas. Terdapat 4 klasifikasi yang terdapat pada
filum artropoda yaitu arachnoida, crustacean, myriapoda dan insecta.

2.2 Chelicerata

Chelicerata adalah subfilum dari anggota hewan tak bertulang belakang


yang termasuk dalam filum Arthropoda. Chelicerata dalam pengertian yang luas
merupakan salah satu kelompok fauna yang terdiri
dari Arachnida, Xiphosura,kelompok yang punah dalam kehidupan sekarang
seperti Eurypterida dan Chasmataspidida dan juga Pycnogonida. Chelicerata
merupakan semacam kelompok besar yang memayungi jenis-jenis laba-
laba, kalajengking, kalajengking semu, kalacuka dan bahkan mimi dan mintuno.
Kelompok Chelicerata ini dikenal karena anggotanya mempunya alat mulut
berupa chelicera yang terdiri dari dua segmen.

Berbeda dengan kelompok serangga, kaki seribu, dan lipan yang


menggunakan alat mulut berupa mandibula dan maxilla yang terdiri dari lebih
dari dua ruas. Saat ini, jumlah jenis yang dikenal hidup dan sudah ditemukan lebih
dari 100.000 jenis telah diberi nama. Termasuk didalamnya jenis yang sangat
mega-diverse yaitu Acari dan laba-laba (Araneae) yang dari tahun ke tahun
jumlah temuan jenis baru terus meningkat secara drastis.

Saat ini, dikenal ada sekitar 2000 jenis fosil Chelicerata dan hampir lebih
dari 3/4 jumlahnya adalah kelompok Arachnida. Chelicerata diduga mempunyai
nenek moyang yang hidup di dalam air. Namun, jenis-jenis chelicerata dari laut
maupun air tawar saat ini sangat jarang ditemukan dan hanya terbatas pada laba-
laba laut dan mimi dan mintuno (horseshoe crabs) serta beberapa akuatik Acari
dari kelompok Hydracari. Konon, kelompok yang pertama kali diyakini hidup di
daratan adalah kalajengking

2.3 Crustacea

Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air
tawar. Kata Crustacea berasal dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti
cangkang yang keras. Ilmu yang mempelajari tentang crustacean adalah
karsinologi. Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan
adanya endapan kalsium karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh
mengandung apendik yang aslinya biramus. Bernafas dengan insang atau seluruh
permukaan tubuh. Kelenjar antena (kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla
merupakan alat ekskresi (Idrus et al.,2015).

Proses reproduksi pada crustacea hampir semuanya sama, kecuali


jenisjenis tertentu, crustacea jenis dioecious, melakukan pembuahan di dalam
tubuh. Sebagian besar lainnya mengerami telurnya. Tipe awal larva crustacea
pada dasarnya adalah larva nauplius yang berenang bebas sebagai plankton. Ciri
khas kepala crustacea dewasa ialah adanya sepasang antena pertama, sepasang
antena kedua, sepasang mandibula, sepasang maxilla pertama dan sepasang
maxilla kedua (Latoaanja et al, 2013).

Setiap anggota Crustacea subphylum (Arthropoda phylum), kelompok


hewan invertebrata yang terdiri dari beberapa spesies 45.000 didistribusikan di
seluruh dunia, pada umumnya hidup di air (akuatik), ada yang hidup di laut, air
tawar, dan di tempat yang lembab. Crustacea yang hidup di laut sebagian besar
merupakan zooplankton. Ukuran tubuh bervariasi, ada yang kecil (plankton)
sampai dengan ukuran yang besar, seperti kepiting dan udang. Anggota Crustacea
antara lain meliputi udang, teritip, dan lobster. Beberapa larva dari beberapa
spesies anggota kelas ini tingga di dalam liang, sedangkan yang lain bersifat
pelagic, bahkan ada yang menghuni laut dalam. Sebagian besar hidup bebas dan
ada yang hidup dalam kelompok-kelompok besar

2.4 Siklus Hidup Crustacea

Salah satu tingkah laku penting dari rajungan adalah perkembangan siklus
hidupnya yang terjadi di beberapa tempat. Pada fase larva dan fase pemijahan,
rajungan berada di laut terbuka (off-shore) dan fase juvenil sampai dewasa berada
di perairan pantai (in-shore) yaitu muara dan estuaria . Menurut
Latoanja, et al. (2013), Siklus hidup rajungan tersebut menyebabkan terjadinya
sebaran rajungan yang dinamis. Sebaran ini dipertimbangkan dalam pemanfataan
rajungan yang optimal.
Menurut Nontji (1993), seekor rajungan dapat menetaskan telurnya
menjadi larva dengan jumlah hingga lebih dari sejuta ekor. Bentuk larva yang
baru menetas sangatlah berbeda dengan bentuk dewasa. Larva yang baru menetas
mengalami beberapa kali perubahan bentuk hingga pada akhirnya memiliki
bentuk yang sama dengan rajungan dewasa. Rajungan menjadi dewasa sekitar
usia satu tahun.

Perkiraan umur rata-rata rajungan dari lebar karapas tertentu dapat


bervariasi.\ Pada umur 12 bulan, lebar karapas rata-rata rajungan adalah 90 mm.
Rajungan jantan dan betina umumnya mencapai kematangan seksual pada ukuran
lebar karapas 7-9 cm. Rajungan pada ukuran tersebut berumur sekitar satu tahun.
(Kumar et al., 2000; Firman, 2008: Sari, 2012). Menurut Sumiono (2010),
kematangan gonad pertama kali pada rajungan jantan ditemukan saat ukuran 87
mm lebar karapas dan 98 mm lebar karapas pada rajungan betina.

2.5 Habitat Arthropoda

Cara hidup dan habitat Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas,
parasit,komensal, atau simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok
hewan ini, misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan
lebah. Habitat penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar,
gurun pasir, dan padang rumputSerangga adalah hewan-hewan yang bersegmen
dengan eksoskeleton berkitin, dan alat-alat tambahan bersegmen. Segmentasi itu
tampak jelas secara eksternal. Jumlah jenis dalam filumini lebih banyak dari
jumlah jenis dari semua filum lainnya. Baik laut, air tawar maupunhabitat
terrestrial didiami oleh serangga.

Coelom pada antropoda tereduksi. Hoemocoel merupakan sebagian dari


sistem sirkulasi. Jenis kelamin terpisah namun demikian pada jenis- jenis tertentu
reproduksi partogenesis merupakan karakteristiknya. Sirkulasi terjadi
karenagerakan pulsasi jantung dorsal. Pernapasan dengan trakea selalu dicirikan
dengan adanya porus berpasangan pada tiap segmen .
2.6 Manfaat Arthropoda

Secara tindak langsung melalui pola tingkah laku dan kebiasaannya,


kepiting telah memberikan manfaat yang besar terhadap keberlangsungan proses
biologi di dalam ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove. Menurut Idrus
(2015), beberapa peran kepiting di dalam ekosistem pesisir, adalah sebagai
berikut:
1. konversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi; Kepiting berfungsi
menghancurkan dan mencabik-cabik daun/serasah menjadi lebih kecil (ukuran
detritus) sehingga mikrofauna dapat dengan mudah menguraikannya. Hal ini
menjadikan adanya interaksi lintas permukaan, yaitu antara daun yang gugur akan
berfungsi sebagai serasah (produsen), kepiting sebagai konsumen dan detrivor,
mikroba sebagai pengurai;
2. meningkatkan distribusi oksigen dalam tanah; Lubang yang dibangun berbagai
jenis kepiting mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai tempat
perlindungan dari predator, tempat berkembang biak dan bantuan dalam mencari
makan. Disamping itu, lubang-lubang tersebut berfungsi untuk komunikasi antar
vegetasi misalnya mangrove, yaitu dengan melewatkan oksigen yang masuk ke
substrat yang lebih dalam sehingga dapat memperbaiki kondisi anoksik;
3. membantu daur hidup karbon; Dalam daur hidup karbon, unsur karbon
bergerak masuk dan keluar melewati organisme. Kepiting dalam hal ini sangat
penting dalam konversi nutrien dan mineralisasi yang merupakan jalur
biogeokimia karbon, selain dalam proses respirasinya;
4. penyedia makanan alami; Dalam siklus hidupnya kepiting menghasilkan
ratusan bahkan pada beberapa spesies dapat menghasilkan ribuan larva dalam satu
kali pemijahan. Larva-larva ini merupakan sumber makanan bagi biota-biota
perairan, seperti ikan. Larva kepiting bersifat neuston yang berarti melayang-
layang dalam tubuh perairan, sehingga merupakan makanan bagi ikan-ikan
karnivora.
2.7 Cara Identifikasi Arthropoda

Cara mengidentifikasi artopoda khususnya rajungan atau kepiting denga cara


amati, sebut bagian-bagian dari dorsal dan ventral morfologi kepiting yang ada
.Lalu amati, tentukan berjenis kelamin apakah sampel . Gambar masig-masing
tanda seksual sekudernya. Ambil lima pasang kaki pada salah satu bagioan tubuh,
amati dengan loop. Berdasarkan bentuknya, jelaskan masing masing fungsinya
Patahkan bagian sambungan chela dari kakinya. Bedah sepanjang permukaan
ventral dan dorsal sepajang 1 cm di belakang otot capit. Potong melintang di
dalam chela, sambung dengan irisan dorsal dan ventral,
buang eksoskeletonnya.

Hilangkan otot-otot yang ada dan lihat keping ligamen. Keping dorsal sangan
sempit dan relatif rapuh, sedang keping ventral lebih luas dan besar. Dengan
jarimu mainkan capitnya dan secara bergantian tarik keping dorsal dan keping
ventral dengan pinset. Temtukan fugsi keping dorsal dan keping ventral dan
Megapa keping ventral lebih besar dari keping dorsal
Dengan gunting potong tepi karapas dan buang karapas. Amati dan gambar
anatomi dalam kepiting. Lalu melihat gonad pada sampel tersebut Bila tidak
kemungkinan apa yang menyebabkannya
III. MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Jumat, 28 September 2018
Waktu : 13.00 – 15.00
Tempat : Laboratorium Biologi Laut gedung E Fakultas, Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Praktikum
Tabel 1. alat praktikum
No` Nama Fungsi
1 Kertas Laminating Untuk alas identifikasi artropoda
2 Kamera Untuk alat dokumentasi
3 Penggaris + alat tulis Untuk mencatat hasil
4 lateks Untuk mengambil sampel atropoda

3.2.2 Bahan Praktikum


Tabel 2. Bahan praktikum
No Nama fungsi
1 Artropoda Objek yang diamati
2 Tissue Untuk membersihkan alay yang digunakan

3.3 Metode
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Morfologi pada sampel diamati
3. Ciri khusus pada sampel diamati
4. Panjang, lebar, dan tinggi diukur dengan penggaris
5. Sampel yang telah diidentifikasi di dokumentasikan
6. Hasil pengamatan dan identifikasi dicatat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Ozius guttatus

Gambar 1 . Ozius guttatus

Klasifikasi Ciri-ciri
Kingdom : Animalia  Karapas berbentuk oval
Phylum : Arthropoda  Elevasi karapas berbentuk
Class : Malacostraca convex
Family : Oziidae  Memiliki segmen yang teratur
Genus : Ozius  Memiliki prostomial yaitu
Species : Ozius gustratus bentuk mulut sama dengan
rahang
 Memiliki pelapis pelindung
yaitu kutikula
 Lebar badan 6 – 9 cm. Tubuh
permukaan halus
 Bagian alas karapas berwarna
merah kecoklatan
4.1.2 Limulus Polyphemus

Gambar 2. Tampak Atas dan bawah Limulus Polyphemus

Klasifikasi :

Kingdom : Animalia Ciri-ciri :

Filum : Arthropoda  Betina dapat tumbuh


hingga 60 cm
Subfilum : Chelicerata
 Betina 25-30% lebih
Kelas : Merostomata
besar daripada jantan
Ordo : Xiphosura  Warna darahnya biru
 Cangkang kepala
Famili : Limulidae
berbentuk tapal kuda
Genus : Limulus Spesies
4.1.3 Scylla serrata

Gambar 3. Metropogapsus Messor

Klasifikasi : Genus : Scylla.

Kingdom : Animalia Ciri-ciri :

Phylum : Arthropoda  Punya cangkang berwarna


keunguan
Class : Crustacea
 Punya cengkraman yang
Ordo : Decapoda
erat, bisa memanjat pohon
Familia : Portunidae  Cangkang 25-28 cm
 Punya kaki yang panjang
4.1.4 Odontodactylus scyllarus

Gambar 4. Odontodactylus scyllarus

Klasifikasi :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subphylum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Ordo : Stomatopoda

Family : Odontodactylidae

Genus : Odontodactylus

Spesies : O. Scyllarus

Ciri-ciri :

 Ukuran tubuh hingga 30 cm


 Warna coklat terang
 Karapas melapisi bagian belakang kepala dam 4 ruas pertama thara
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ozius guttatus
Dari pengamatan yang telah dilakukan sampel yang kami bahas adalah
berasal dari filum arthropoda yaitu Ozius guttatus. Spesies Ozius guttatus
termasuk kedalam kelas malacostraca. Malacostraca merupakan kelas dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Arthropoda
dan subfilum Crustacea. Tubuh Malacostraca pada umumnya terdiri atas 14
segmen. Delapan segmen depan merupakan sefalotoraks, sedangkan enam segmen
belakang membentuk abdomen. Ozius guttatus termasuk juga kedalam ordo
decapoda yaitu hewan yang berkaki sepuluh termasuk kepiting dan udang. Hewan
ini terdapat di air tawar, payau, maupun laut. Decapoda mempunyai memiliki 3
pasang apendik thorax yang termodifikasi menjadi maksiliped dan 5 pasang
apendik thorax berikutnya sebagai kaki jalan atau periopod, sehingga Decapoda
disebut juga dengan kaki sepuluh.
kepiting ini memiliki Karapaks berbentuk oval dalam garis besarnya dan
cembung merata di kedua arah; permukaan dorsal sepenuhnya telanjang dan tidak
jelas, hampir halus untuk mata telanjang. Bagian depan menyangga punggungan
submarginal dan terdiri dari empat gigi yang lebih kecil yang tumpul di puncak
dan dipisahkan satu sama lain oleh sinus yang lebar dan dalam. Dalam kehidupan,
kepiting ini bermanfaat juga terhadap lingkungan, Karena hidup nya yang tinggal
dengan cara menggali lubang untuk rumahnya, sehingga sediment akan
tersirkulasi dan baik bagi perairan pantai dan biota-biota lain yang hidup disana.

4.2.2 Limulus Poliphemus


Meskipun dikenal dengan sebutan "Crab" (bangsa kepiting), seyogyanya
bukanlah termasuk kelompok Crustacean, tetapi tergolong ke dalam kelompok
Xiphosura (sebangsa laba-laba purba) yang masih berkerabat dengan kalajengking
dan Iaba4aba. Kedudukannya dalam klasifikasi sebagai berikut: Filum :
Arthropoda Anak-filum: Chelicerata Kelas : Merostomata Anak-kelas : Xiphosura
Marga : Carcinoscorpius Limulus Tachypleus Jenis : Carcinocorpius rotundicunda
Limulus polyphemus Tachypleus gigas Tachypleus tridentatus Karena tubuhnya
yang beruas-ruas, Mimi dimasukkan ke golongan binatang berkaki beruas-ruas
(Arthropoda). Morfologi Bentuk tubuh Mimi terbagi dalam tiga bagian yaitu 1.
Bagian depan (anterior prosoma) yang menyerupai "Tapal Kuda" . Bagian ini
mempunyai tepi yang licin, menu-tupi ruas-ruas kepala dan ruas-ruas dada
(Cephalothorax) ; 2. Bagian tengah opisthosoma). Bagian ini menutupi 7 ruas
perut (abdomen), dimana tepinya terdapat duri-duri yang panjangnya bervariasi
tergantung dari jenis kelamin hewan tersebut ; 3. Bagian yang paling belakang
dengan bentuk menyerupai dun yang panjang dan runcing, disebut sebagai duri
ekor.

4.2.3 Scylla serrata.


Kepiting bakau (Scylla sp) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari
pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara
sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan serta kirinya
terdapat sembilan buah duri. Kepitng bakau jantan mempunyai sepasang capit
yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat daripada panjang karapasnya,
sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting baku
juga memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau
berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdoment bagian bawah berbentuk
segitiga meruncin, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar. Berdasarkan
anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak pada bagian
bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam
memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting
memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal
ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam memperoleh
makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan sapit,
kemudian baru dimakan.
4.2.4 Odontodaytylus Scyllarus
Udang mantis merak adalah krustasea, paling mirip dengan lobster.
Mereka berwarna sangat cerah, dengan warna dasar tubuh zaitun atau hijau, sisik
antena berwarna oranye terang, pelengkap raptorial merah (digunakan untuk
menghancurkan mangsa), setae merah pada uropoda mereka, dan macan tutul
seperti bintik-bintik yang menutupi sisi lateral karapas bawah . Mata majemuk
mereka berwarna biru. Warna tubuh secara seksual dimorfik, dengan laki-laki
menjadi lebih berwarna cerah. Karapas sedikit terangkat, menutupi hanya
setengah bagian bawah kepala, menyisakan bagian dengan mata terbuka. Udang
belalang ini rata-rata panjangnya 3-18 cm. Mereka memiliki tubuh yang panjang
dan sempit, dan di samping pelengkap raptorial mereka, sepasang maxillopoda,
tiga pasang kaki yang digunakan untuk memegang mangsa, tiga pasang kaki
berjalan
Udang mantis merak dapat ditemukan pada kedalaman 3-40 m, meskipun
mereka paling sering ditemukan pada kedalaman 10-30 m. Mereka lebih suka
suhu air 22-28 ° C. Udang mantis ini paling sering ditemukan di liang berbentuk
U mereka, sering dibangun di dekat dasar terumbu karang di daerah berpasir dan
berkerikil.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Struktur morfologi artropoda jenis ini memiliki bentuk tubuh lebih
ramping dengan capit yang panjang dan meiliki warna yang menarik pada
karapasnya
2. Anatomi dari artropoda jenis ini memikili system pencernaan dari mulut,
oesopagus, lambuung, usus hingga anus dan system pernafasan melalui
insang
3. Genus dari filum yang diidentifikasi adalah Odontodachylus Sycllarus,
Limulus Poliphemus, dan Scylla serrata
5.2 Saran
1. Sampel yang terdapat di lab harus lebih beragam sehinggaa dapat
membedakan jenis artropoda lainya
2. Praktikan harus berhati-hati mengambil sampel
3. Lab alat maupun bahan harus dalam keadaan bersih
DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, S. 1998. Kemungkinan Penggunaan Serangga Sebagai


IndikatorPengelolaan Keanekaragaman Hayati. Biota. Vol. III. (1) :
25– 33.
Hegner, Robert W. & Engemann, Joseph G. 1968. Invertebrate Zoology. The
MacmillanCompany. New York.
Herlinda S, Rauf A, Sosromarsono S, Kartosuwondo U, Siswadi, Hidayat P. 2004.
Artropodamusuh alami penghuni ekosistem persawahan di daerah
Cianjur, Jawa Barat.J, Entomol, Ind : 5(13) :9-15.
Idrus, A., G. Hadiprayitno., I. G. Mertha., L. Ilhamdi. 2015. Potensi Vegetasi dan
Arthropoda di Kawasan Mangrove Gili Sulat Lombok Timur. Jurnal
Biologi Tropis, 15(2) : 185.
Latoantja, A., Hasriyanti., A. Anshary. 2013. Inventarisasi Arthropoda Pada
Permukaan Tanah Di Pertanaman Cabai (Capsicum annum L.). E-
Journal Agrotekbis, 5(1) : 407.
Novitasary, R., T. Haryono., R. Ambarwati. 2014. Kelayakan Teoritis Media
Komik Materi Filum Arthropoda Untuk Kelas X SMA. Bioedu, 3(1) :
411.
Nurhadi dan Rina W. 2010. Komposisi Arthropoda PermukaanTanah Di Areal
Bekas Dan Areal Pembuangan Akhir Sampah Di Kecamatan
RambatanTanah Datar. Vol. 10 No. 1.
Najima, K. and Yamane, A. 1991. The Effect of Reforestation on Soil Fauna in th
e Philippines. Philippines Journal of Science. 120 (1) : 1-9.
Yuwono, E. 2005. Kebutuhan Nutrisi Crustacea Dan PotensiCacing Lur (Nereis,
Polychaeta) Untuk Pakan Udang Nutrition Requirement Of
CrustaceanAnd The Potential Of Ragworm (Nereis, Polychaeta)
For Feed Of Shrimp. Vol. V No. 1: 42-49.

Anda mungkin juga menyukai