OLEH:
KELOMPOK II/ B
1. WELI DANIATI : 2110421008
2. ELZAM NAUFAL ZULFIKRI : 2110421020
3. SENRIELLA HABINUYA : 2110421030
4. INAYA CITA ARISTY : 2110422026
5. DEBBY RAHMADANI : 2110422030
6. NABILA FIRDAYANTI : 2110423028
LABORATORIUM PENDIDIKAN I
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Amfibi berasal dari kata “amphi” yang artinya rangkap, dan “bios” yang artinya
kehidupan. Amfibi adalah hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di dua
alam yaitu di air dan di daratan. Amfibi mempunyai ciri-ciri yaitu tubuh diselubungi
kulit yang berlendir, mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua
serambi dan satu bilik, merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm),
pernapasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat
pernapasannya berupa paru-paru dan kulit. Hidung mempunyai katup yang
mencegah air masuk ke dalam rongga mulut ketika menyelam, serta berkembang
biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang jantan di luar tubuh
induknya atau pembuahan eksternal (Septina, 2021).
Amfibi merupakan hewan berdarah dingin, artinya hewan yang
memanfaatkan suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya. Sehingga tidak
dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri. Amphibia dapat bertelur di tempat lembap
atau berair. Habitat Amphibi diantaranya yaitu hutan, kolam, sawah, dan danau.
Amphibi mempunyai kulit basah dan lembut agar oksigen dapat dengan mudah
masuk menembus kulit. Sebagian besar amphibi dewasa bernapas menggunakan
kulit dan juga melalui paru-paru. Kelembapan kulit Amfibi dijaga oleh kelenjar
khusus di bawah kulitnya. Amfibi menjaga kelembapan kulitnya dengan selalu
berada di dekat air. Sebagian besar Amfibi lahir dan tumbuh di air tawar kemudian
setelah dewasa berpindah ke daratan kering dan kembali ke air untuk berkembang
biak. Sebagian besar amphibia menelurkan telur yang lembut (Swambara et al.,
2019).
Menurut Firizki (2021), Amfibi terbagi menjadi tiga ordo yang meliputi
Caecilia (Gymnophiona), Caudata dan Anura. Ordo Caecilia (Gymnophiona)
mempunyai beberapa ciri-ciri umum yaitu tidak mempunyai kaki, sehingga disebut
apoda, tubuh menyerupai cacing, memiliki segmen, tidak memiliki tungkai, dan
ekor mereduksi. Ordo ini mempunyai mata yang tereduksi, tertutup oleh kulit atau
tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Pada bagian
anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensor. Kelompok ini
menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan
bernapas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya
ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik (Widzasta, 2018).
Ordo Caecilia mempunyai 5 famili yaitu Rhinatrematidae, Ichtyopiidae,
Uraeotyphilidae, Scolecomorphiidae, dan Caecilidae. Famili yang ada di Indonesia
adalah Ichtyopiidae. Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik,
ekornya pendek, mata relatif berkembang, dan reproduksi secara ovipar. Larva
berenang bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang
walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorfosis (Widzasta,
2018).
Ordo Urodela dikenal juga dengan nama ordo Caudata. Ordo ini mempunyai
ciri tubuh memanjang, mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki
tympanum. Tubuh dapat dibedakan antara kepala, leher, dan badan. Terdapat
beberapa spesies yang mempunyai insang dan yang lainnya bernapas dengan paru-
paru. Terdapat mata yang kecil pada bagian kepala dan pada beberapa jenis, mata
mengalami reduksi. Fase larva hampir mirip dengan fase dewasa. Anggota ordo
Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas dari air. Pola persebarannya
meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah, Jepang dan Eropa. Urodela
mempunyai 3 sub ordo yaitu Sirenidea, Cryptobranchoidea dan Salamandroidea.
Sub ordo Sirenidae hanya memiliki 1 famili yaitu Sirenidae, sedangkan sub ordo
Cryptobranchoidea memiliki 2 famili yaitu Cryptobranchidae dan Hynobiidae. Sub
ordo Salamandroidea memiliki 7 famili yaitu Amphiumidae, Plethodontidae,
Rhyacotritoniade, Proteidae, Ambystomatidae, Dicamptodontidae dan
Salamandridae (Khatimah, 2018).
Anura merupakan ordo yang memiliki jumlah spesies terbesar dibandingkan
Ordo lainnya. Anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Anggota ordo Anura
mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak
mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang lebih besar dari
pada tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan melompat.
Pada beberapa famili terdapat selaput diantara jari-jarinya. Membrana tympanum
terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak di
belakang mata. Kelopak mata dapat digerakkan. Mata berukuran besar dan
berkembang dengan baik. Fertilisasi secara eksternal dan prosesnya dilakukan di
perairan yang tenang dan dangkal (Maulana, 2021).
Pada ordo Anura terdapat perbedaan antara katak dengan kodok. Katak
merupakan hewan Amphibia pemakan serangga yang mana kelompok hewan ini
fase daur hidupnya berlangsung di air dan di darat. Katak memiliki kulit yang halus
dan cenderung lembap. Kulit katak berlendir, tubuhnya ramping dan terlihat elastis.
Ujung jari berbentuk bulat kecil digunakan untuk menempel di pohon. Tungkai
katak lebih panjang dan berselaput. Lompatan pada katak bisa panjang dari
tubuhnya dan tidak beracun (Rohadian et al., 2022).
Kodok memiliki kulit yang kasar, bertubuh pendek, gempal atau kurus, jari
mirip cakar yang dapat digunakan untuk menggali. Memiliki punggung agak
bungkuk, mempunyai empat kaki dan tidak mempunyai ekor. Kodok umumnya
lembap, dengan kaki belakang yang panjang. Sebaliknya katak atau bangkong
berkulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan
kaki belakangnya sering pendek, sehingga sebagian besar kodok kurang pandai
melompat jauh. Ada yang beracun karena memiliki kelenjar yang menonjol di
bagian leher dan pundak memancarkan racun ringan (Hidayah, 2018).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
4.1 Deskripsi
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut yaitu:
a. Fejervarya cancrivora mempunyai kulit yang halus, memiliki bintik hitam pada
bagian dorsal, pada bagian ventral berwarna putih kecoklatan. Tidak terdapat
kelenjar paratoid, bentuk pupil horizontal, serta terdapat webbing kaki yang
ukurannya setengah jari kaki.
b. Duttaphrynus melanostictus mempunyai kulit yang kasar, pada bagian dorsal
berwarna merah kecoklatan, memiliki bitnik hitam, sedangkan pada bagian
ventral berwarna hijau kehitaman yang ditambah bintik hitam. Terdapat kelenjar
paratoid, bentuk pupil horizontal, serta terdapat webbing yang ukurannya kurang
dari setengah jari.
c. Amnirana nicobariensis mempunyai kulit yang halus dengan warna coklat tua
berbintik hitam dan pada ventral berwarna putih keabu-abuaan. Tidak terdapat
kelenjar paratoid, bentuk pupil horizontal, serta terdapat webbing yang
ukurannya sejari.
d. Polypedates leucomystax mempunyai kulit yang halus dengan warna hijau tua
dengan bercak kuning kehijauan pada bagian dorsal dan pada bagian ventral
berwarna putih keabu-abuan. Tidak terdapat kelenjar paratoid, bentuk pupil
horizontal, serta terdapat webbing yang ukurannya setengah jari.
5.2 Saran
Diharapkan kepada semua praktikan untuk lebih berani dalam memegang objek
praktikum karena akan berguna jika misalnya suatu saat nanti salah satu dari objek
pratikum masuk ke dalam rumah, praktikan tidak langsung membunuhnya, serta
lebih teliti pada saat pengamatan morfologi dan dalam melakukan pengukuran agar
mendapatkan hasil yang benar.
DAFTAR PUSTAKA