0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan6 halaman
BAB I membahas latar belakang tentang pentingnya kawasan konservasi seperti Taman Hutan Raya untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Tujuan dan manfaat dari praktikum ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman serangga tanah di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
BAB I membahas latar belakang tentang pentingnya kawasan konservasi seperti Taman Hutan Raya untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Tujuan dan manfaat dari praktikum ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman serangga tanah di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
BAB I membahas latar belakang tentang pentingnya kawasan konservasi seperti Taman Hutan Raya untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Tujuan dan manfaat dari praktikum ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman serangga tanah di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
Taman Hutan Raya (TAHURA) merupakan kawasan dengan ciri ekosistem yang masih asli maupun ekosistem yang telah berubah. Penyisihan kawasan untuk TAHURA dan pembangunannya sangat perlu dilakukan mengingat keanekaragaman hayati Indonesia yang sangat luas macamnya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang meliputi keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik Setiap daerah memiliki kekhasan keanekaragaman hayati, hal tersebut mendorong setiap propinsi harus memiliki suatu kawasan konservasi yang berfungsi sebagai koleksi hidup berbagai spesies tumbuhan maupun satwa yang ada di daerah tersebut (Thohari, 2007) Taman Hutan Raya (TAHURA) Pocut Meurah Intan adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami dan buatan, jenis asli maupun bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam Propinsi Daerah Istimewa Aceh (PERDA, 2001). Sumberdaya hayati yang melimpah ini merupakan asosiasi antara faktor biotik dan abiotik. Salah satu bentuk faktor biotik adalah tanah. Tanah di Indonesia tidak terkecuali di Aceh kaya akan mineral dan merupakan tanah subur. Kondisi ini mempengaruhi tumbuhnya beragam jenis tumbuhan yang diikuti dengan beragam jenis fauna yang hidup berasosiasi dengan tumbuhan. Keberadaan jenis fauna khusunya fauna tanah sangat penting bagi keseimbangan dari suatu ekosistem tanah. Perhitungan populasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat keanekaragaman hayati pada suatu wilayah. Maka dari itu perlu dilakukan praktikum keanekaragaman jenis hewan khususnya serangga tanah di taman hutan raya Pocut Meurah Intan Saree, Aceh Besar. 1.2. Tujuan Praktikum Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman hewan khususnya serangga tanah yang terdapat di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan, Saree, Aceh Besar.
1.3. Manfaat Praktikum
Manfaat yang didapat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui tingkat kenekargaman jenis dan jumlah populasi hewan khususnya serangga tanah yang terdapat di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan, Saree, Aceh Besar. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Tanah sebagai komponen abiotik dalam suatu ekosistem merupakan
sumberdaya alam yang sangat mempengaruhi kehidupan. Bahkan secara khusus tanah merupakan habitat bagi biota tanah yang aktivitas hidupnya dilakukan di dalam tanah. Komponen fauna tanah memberikan sumbangan terhadap proses aliran energi suatu ekosistem. Hal ini disebabkan kelompok fauna tanah dapat melakukan pengahancuran terhadap materi tumbuhan dan binatang yang telah mati menjadi bahan organik besar yang kemudian diuraikan menjadi energi, bahan organik dan anorganik yang lebih sederhana dan dikenal sebagai proses dekomposisi (Haneda dan Sirait, 2012). Adapun fauna tanah dapat meliputi makrofauna, mesofauna, dan mikrofauna. Makrofauna meliputi kelompok hewan besar pelubang tanah, cacing tanah, Moluska (Gastropoda), dan Arthropoda. Mesofauna meliputi kelompok Isoptera, Protura, Diplura, dan Collembola. Sementara mikrofauna meliputi kelompok Fungi, Protozoa, dan Rotifera (Juliansyah, 2016). Adapun kelompok hewan terbesar diantara makrofauna dan mesofauna adalah filum Arthropoda yang berasal dari kelompok makrofauna. Filum Arthropoda meliputi kelompok serangga, dimana serangga merupakan salah satu anggota kerjaan binatang yang mempunyai jumlah anggota terbesar. Hampir lebih dari 72% anggota binatang termasuk ke dalam golongan serangga (Kusuma, 2013). Kelompok filum Arthropoda pada makrofauna yang dimaksud adalah serangga tanah. Serangga tanah merupakan salah satu sumber daya hutan yang hidup di permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Serangga permukaan tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah. Keberadaan serangga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan tanah akan berlangsung baik (Ruslan, 2009). Populasi merupakan kumpulan individu-indivdu makhluk hidup yang sejenis yang menempati suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. populasi memiliki kepadatan, yaitu banyaknya individu per satuan habitat. Kemampuan suatu populasi untuk berinteraksi dengan lingkungan dan dengan populasi lain dapat mengubah kepadatan suatu populasi. Perubahan ukuran populasi juga dapat ditentukan oleh faktor migrasi individu-individu di dalam suatu populasi, dengan demikian populasi tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamis (Pelawi, 2009). Berbagai jenis serangga, termasuk seranggga tanah dapat diketahui tingkat keanekaragaman jenis dan jumlah populasinya dengan melakukan sampling. Sampling dapat dilakukan dengan berbagai teknik seperti light trap, baiting (perangkap), atau pun dengan mengekstrak organisme dari serasah dan tanah. Namun terkadang teknik-teknik tersebut tidak sesusi dengan keadaan jenis serangga tanah yang akan dikoleksi. Seperti rayap yang pengkoleksiannya dilakukan dengan menggunakan teknik belt transect. Teknik belt transect ini dijelaskan oleh Davies, 1997 dan Eggleton et all, 1997, di dalam protokol belt transect, disebutkan bahwa jalur transect mempunyai panjang 100m dan lebar 2m, yang kemudian dibagi menjadi 20 bagian. Pengkoleksian dilakukan selama 30 menit oleh dua orang dalam setiap bagian, sehingga waktu yang dibutuhkan perbagiannya adalah satu jam untuk 2 orang dalam satu bagian. Teknik belt transect biasanya diperuntukkan untuk serangga tanah atau hewan tanah yang frekuensi terbangnya rendah seperti rayap (Jones dan Eggleton, 2000). BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada tanggal 06 November 2016, di Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan, Saree, Aceh Besar.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah meteran 100m, tali rafia, sendok semen, nampan, pinset, botol film, alat tulis, note book, patok, gunting dan parang. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah alkohol 70%, label tempel, dan plastik klip.
3.3. Cara Kerja
Lokasi praktikum yang tepat dipilih untuk ditarik transek dengan panjang 100m dan lebar 2m. Jalur transek yang telah terbentuk, kemudian dibagi menjadi 20 bagian yang masing-masing berukuran 5m x 2m. setiap seksi dikerjakan oleh dua orang praktikan masing-masing dalam waktu 30 menit, sehingga jumlah waktu pengerjaan per bagian adalah 1 jam. Maka dibutuhkan 20 jam untuk pengerjaan seluruh bagian transek yang brjumlah 20 bagian transek. Sampel yang didapat disetiap transek kemudian dimasukkan kedalam botol film yang telah berisi alkohol 70%. DAFTAR PUSTAKA
Haneda, N. F., dan Sirait, B. A. 2012. Keanekaragaman Fauna Tanah dan
Peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Silvikultur Tropika. 3(3): 161-167.
Juliansyah, A. 2016. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe
Tegakan di Areal Hutan Tanaman Rph Pandantoyo, Kph Kediri. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jones, D. T., dan Eggleton, P. 2000. Sampling Termite Assemblages in Tropical
Forest: Testing a Rapid Biodiversity Assessment Protocol. Advance in Applied Ecological Techniques. 37: 191-203.
Kusuma, F. D. 2013. Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove: Studi
Kasus Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Angke Kapuk Jakarta Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pelawi, A. P. 2009. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Beberapa
Ekosistem di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten Labuhanbatu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 46 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.
Ruslan, H. 2009. Komposisi Dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah
pada Habitat Hutan Homogen dan Heterogen di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (Ppka) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Vis Vitalis. 2(1): 43-53.
Thohari, M. Aspek Pengelolaan Sumber Daya Hayati Dalam Management Plan
Taman Hutan Raya3. ITTO National Workshops Proceedings. Bogor.