Anda di halaman 1dari 6

ANAVEG

BAB III METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Percobaan dilakukan di hutan alami Kebun Raya Purwodadi Pasuruan,
Jawa Timur pada tanggal 7 April 2018.

3.2 Alat dan Bahan


a. Roll meter
b. Soil tester
c. Soil analyzer
d. Hygrometer

3.3 Prosedur Kerja


Menentukan suatu areal tipe vegetasi yang menjadi objek untuk dianalisi

Menentukan petak dengan ukuran 10x10 meter di tengah komunitas tersebut


dan dibagi atas 4 kuadran (masing masing 5x5 meter)

Mencatat data berupa jenis dan jumlah individu setiap jenis yang ditemukan
dalam setiap petak

Menentukan nilai kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dan


dominansi serta dominansi relatif

Menentukan besarnya indeks nilai penting (INP) dari masing-masing jenis


tersebut. Menentukan nilai perbandingan nilai pentingnya
PITFALL TRAP
BAB III

3.1 Waktu dan Tempat


Percobaan dilakukan di hutan alami Kebun Raya Purwodadi Pasuruan,
Jawa Timur pada tanggal 7 April 2018.

3.2 Alat dan Bahan


a. Botol jebak
b. Pelindung botol jebak
c. Cetok/sekop
d. Atraktan

3.3 Prosedur Kerja


Memasang botol jebak di setiap lokasi yang telah ditentukan dengan cara:
 Melubangi tanah dengan cetok setinggi dan sebesar botol
jebak
 Menanam botol jebak dalam lubang tersebut
 Permukaan tanah harus tepat sama dengan permukaan bibir
botol
 Mengisi botol dengan atraktan
 Memasang pelindung botol jebak agar tidak ada sampah
atau air yang masuk

Mengambil botol dan seluruh isinya setelah selang waktu tertentu dan
menuang seluruh isinya ke botol sampel, menutup dan memberi label

Melakukan identifikasi hewan yang terjebak dalam botol

Menentukan kerapatan hewan tanah per botol jebak

Mengompilasi data dengan kelompok lain. Selanjutnya:


 Menentukan besar populasi hewan tanah di lokasi
tersebut
 Bagaimana struktur hewan tanah yang diamati?
 Menghitung diversitas fauna tanah di lokasi-lokasi
tersebut
 Menentukan struktur komunitas berdasarkan fungsi
ekologis masing-masing taksa
 Membuat kesimpulan

PEMBAHASAN PITFALL TRAP


Tanah sebagai tempat hidup berbagai organisme menyediakan makanan
bagi masing-masing organisme yang hidup di dalamnya. Tanah adalah suatatu
bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil
proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah
dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan lainnya. Serasah yang jatuh di
tanah dapat digunakan oleh tumbuhan lagi bila telah terurai sampai ke tingkat
mineral. Dekomposisi serasah di tanah menjadi mineral berlangsung melalui
beberapa tahap, antara lain melalui humifikasi. Tahap ini merupakan proses
zoogenic, hewan-hewan tanah aktif terlibat dan memiliki peran yang penting
(Schaller, 1971 dalam Lekagul dan McNeely, 1977). Fauna yang hidup di tanah
dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan ukuran tubuh, yaitu
mikrofauna (Protozoa, Nematoda, dll), mesofauna (Collembola, Mites, dl), dan
megafauna (tikus, kelinci, dll).
Hewan tanah mempunyai peranan penting dalam proses pembentukan
tanah (pedogenensis). Dindal dan Wray (1997) mencatat setidak-tidaknya ada
empat fungsi ekologis (peran utama) yang dimainkan oleh invertebrate tanah,
yaitu:
1. Membantu proses perubahan sifat fisik tanah (soil engineer)
2. Berperan dalam percepatan laju pemecahan bahan organik tanpa
mengubah komposisi kimianya (soil transformer)
3. Berperan aktif dalam pembentukan humus (soil decomposer)
4. Memakan hewan tanah lain (soil predator)
Tumpukan serasah di tanah akan dimakan siput, isopoda, millipedes, insekta dan
larvanya (Van der Drift, 1963).
Hasil penjebakan hewan tanah di hutan alami Kebun Raya Purwodadi
Pasuruan dengan jumlah transek 3, ditemukan jenis-jenis Arthropoda sebanyak 37
spesies dengan jenis spesies terbanyak di transek ke-3. Berdasrkan hasil sampling
yang telah dilakukan, spesies yang paling banyak ditemukan adalah Trichogarma.
Dari hewan-hewan yang terjebak di pitfall ditemukan hewan kecil yang berperan
sebagai herbivor yaitu semut, yang juga memiliki peran sebagai mangsa dari
predator kecil (antara lain laba-laba dan jangkrik). Hewan-hewan yang diamati
merupakan hewan golongan epifauna, karena hewan-hewan tersebut hidup dan
makan di permukaan tanah. Menurut Hasamah (2014), tipe ini disebut little
transformer atau penghancur serasah karena berperan dalam dekomposisi in-situ
melalui fragmentasi dan melumatkan fisik serasah tanpa mengubah susunan
kimianya.
Indeks keanekaragaman, indeks kekayaan, kelimpahan jenis dan indeks
kemerataan digunakan untuk mengukur kemampuan suatu komunitas pada suatu
habitat dalam menyeimbangkan komponennya dari berbagai gangguan yang
timbul.
Dari hasil perhitungan pada analisis data didapat indeks diversitas
Shannon-Wiener atau indeks keanekaragaman (H`) sebesar 2.724581014 atau
2.73. Hasil tersebut menunjukkan bahwa diversitas hewan tanah yang berada di
hutan alami Kebun Raya Purwodadi Pasuruan tergolong sedang. Hal ini sesuai
dengan tolak ukur bahwa jika nilai H` < 1 maka keanekaragaman sangat rendah,
jika nilai H` = 1- 1.9 maka keanekaragaman rendah, jika nilai H` = 2-2.9 maka
keanekaragaman sedang, jika nilai H` = 3-3.9 maka keanekaragaman tinggi dan
jika nilai H` > 4 maka keanekaragaman sangat tinggi (Odum, 1993).
Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya yang dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas (Soegianto, 1994). Semakin tinggi nilai keanekaragaman jenis
di suatu habitat, maka keseimbangan komunitasnya juga akan semakin tinggi.
Indeks kemerataan (Evenness) komunitas hewan tanah yang didapat
setelah analisi data sebesar 0.754539726 atau 0.8 yang menunjukkan indeks
kemerataan hewan tanah di lokasi tersebut tinggi. Hal tersebut sesuai teori bahwa
saat nilai E` < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, E` = 0.3-0.6
menunjukkan kemerataan sedang, dan E` > 0.6 menunjukkan kemerataan tinggi.
Indeks kemerataan merupakan keberadaan individu masing-masing spesies yang
ditemukan pada suatu komunitas. Indeks kemerataan dapat digunakan sebagai
indikator adanya gejala dominansi di antara setiap jenis dalam suatu komunitas.
Jika nilai E maksimum maka setiap jenis spesies memiliki jumlah individu yang
sama. Sebaliknya, jika nilai E kecil atau minimum maka dalam komunitas tersebut
terdapat jenis yang dominan, sub-dominan dan terdominansi. Karena nilai indeks
kemerataan tinggi, maka dapat dikatakan bahwa di komunitas tersebut tidak
terjadi dominansi.
Selain indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan, digunakan juga
indeks kekayaan jenis (R). Dari hasil analisis data didapat nilai kekayaan jenis
termasuk tinggi yaitu sebesar 6.011058929 atau 6.01. Hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa kategori penetapan kekayaan jenis untuk indeks kekayaan
Margalef: (Mariana S. Moy)
a. Dmg < 3,5 maka kekayaan jenis rendah
b. 3,5 < Dmg < 5 maka kekayaan jenis sedang
c. Dmg > 5 maka kekayaan jenis tinggi
Kekayaan jenis adalah jumlah jenis (spesies) dalam suatu komunitas.
Semakin banyak jumlah jenis yang ditemukan maka indeks kekayaannya juga
semakin besar. Indeks kekayaan Margalef membagi jumlah spesies dengan fungsi
logaritma natural yang mengindikasikan bahwa pertambahan jumlah spesies
berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah individu. Hal ini juga
menunjukkan bahwa biasanya pada suatu komunitas/ekosistem yang memiliki
banyak spesies akan memiliki sedikit jumlah individunya pada setiap spesies
tersebut. Indeks kekayaan merupakan ukuran banyak sedikit keragaman suatu
jenis hewan yang terdapat dalam suatu tempat hidupnya dalam waktu tertentu.
Hal-hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu daya reproduksi, ketersediaan
makanan, kemampuan beradaptasi, dan banyaknya pemangsa.
Selain faktor-faktor tadi, kehidupan hewan tanah dan struktur komunitas
dari organisme tanah sangat di tentukan oleh kondisi lingkungan dan faktor fisika-
kimia tanah. Seperti iklim mikro, kelembapan tanah, derajat keasaman tanah,
kandungan bahan organik dalam tanah, serta vegetasi yang ada dapat
mempengaruhi komunitas organisme tanah. Derajat keasaman (pH) dan suhu
merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik flora maupun fauna
tanah. pH tanah dapat menjadikan organisme mengalami kehidupan yang tidak
sempurna atau mati pada pH yang terlalu asam atau terlalu basa (Heddy, dalam
Ramdiah,2005). Dengan kata lain pH tanah berpengaruh terhadap keadaan fisik
kimia tanah yang penting bagi kelangsungan hidup organism tanah (Yulipriyanto,
2010).

Daftar rujukan
Dindal, L. and Wray, C. 1997. Community Structure and Role Macroinvertebrate
Decomposer in the Rehabilitation of Limestone Quary. New York: Sunny
Call Environmental Science and Forestry.
Drift, Van der and J. Doeksen. 1963. Soil Organisms. Amsterdam: Elsevier.
Hasamah. 2014. Ekologi Hewan. Malang: S2 Pascasarjana UM
Lekagul, B dan J. A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Bangkok: The
Association for The Conservation of Wildlife.
Moy, Mariana S, dkk. Analisis berbagai indeks keanekaragaman (Biodiversitas)
tumbuhan dibeberapa ukuran petak contoh pengamatan. Laporan
Penelitian. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Odum, E. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press.
Ramdiah, S. 2005. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah di Lahan Gambut
Kec. Sei Tabuk Kab. Banjar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisa Populasi dan
Komunitas. Surabaya: Usaha Nasional.
Yulipriyanto H, 2010 Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai