Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Analisis Komunitas Binatang Tanah
B. Latar Belakang
Kehidupan organisme tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena
keberdaan dan kepadatan suatu jenis hewan tanah di suatu daeraerah sangat
ditentukan keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaaan dan
kepadatan populasi suatu jenis organisme tanah disuatu daerah sangat
bergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas
faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air,
porositas, dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH,
kadar organik tanah, dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan
abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di
suatu habitat.
Pada praktikum kali ini, kami akan melihat bagaimana keadaan
komunitas pada hewan tanah yang ada di kebun biologi FTB UAJY. Dengan
menggunakan pitfall trap maka dapat dilihat berbagai macam hewan tanah
yang masuk kedalamnya, dan dapat dilihat komunitas dari binatang tanah
pada lokasi tersebut.
C. Tujuan
1. Menentukan Densitas Relatif ( DR ), Frekuensi Relatif ( FR ), dan Nilai
Penting ( NP ) dari hewan tanah nocturnal dan diurnal
2. Mengetahui komunitas hewan tanah diurnal dan nocturnal

II. TINJAUAN PUSTAKA

1
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanag, baik yang hidup di
permukaan tanah ataupun yang terdapat di dalam tanah. Hewan tanah memiliki
peranan penting dalam ekosistem tanah antara lain mendekomposisi materi
tumbuhan dan hewan yang telah mati. Oleh karena itu, hewan tanah memiliki
peran dalam mempertahankan dan memperbaiki kesuburan tanah ( Manurung dan
Petrus, 2009 ). Ditinjau dari ukurannya, hewan tanah dapat dikelompokkan
kedalam 3 kategori, yaitu mikrofauna, makrofauna, dan mesofauna ( Wallwork,
1970 ). Menurut Kevan ( 1955 ) filum terbesar dalam hewan tanah meliputi
Acarina, Collembola, Diplopoda, Isopoda, Coleoptera, Hymenoptera,
Formicidae, Chilopoda, Lepidoptera, dan banyak lagi.
Hewan nokturnal adalah binatang yang melakukan aktifitas di malam hari.
Sedangkan siang hari bagi binatang nokturnal adalah waktu untuk beristirahat
( tidur ). Lawan dari hewan nokturnal adalah diurnal. Binatang diurnal melakukan
aktifitas pada siang hari dan malam harinya digunakan untuk istirahat. Selain
nokturnal dan diurnal juga masih terdapat binatang-binatang yang mempunyai
waktu beraktifas tertentu seperti hewan matutinal ( fajar menjelang pagi ), hewan
krepuskular ( senja menjelang malam ), dan hewan metaturnal ( aktif di sebagian
malam juga sebagian siang ) ( Ario, 2010 ). Selain itu bagi sebagian jenis hewan
lainnya, bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dalam memburu mangsa.
Selain itu seekor binatang menjadi nokturnal sebagai adaptasi terhadap cuaca
siang yang panas. Dengan menjadi binatang malam, seekor spesies berusaha
mengurangi pengapan cairan tubuh. Ini biasa terjadi di daerah gurun ( Uetz dkk.,
1967 )
Menurut Uetz dkk., ( 1967 ), beberapa komunitas hewan tanah khususnya
arthropoda di alam sesuai fungsinya alam adalah :
a. Scavenger ( pemakan bangkai ) : Pemakan bangkai merupakan fauna
karnivora sekaligus herbivora dimana pada habitatnya memakan
makanan dari yang telah mati dan benda-benda membusuk. Pebangkai
memainkan peran penting dalam ekosistem dengan mengkonsumsi

2
hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai mengakhiri proses ini,
dengan mengkonsumsi sisa-sisa yang ditinggalkan si pebangkai.
b. Shredder ( pemakan serasah ) : Serangga pemakan serasah berupa
makro fauna dimana membantu proses dekomposisi serasah. Makro
fauna tanah dapat mengubah serasah menjadi fragmen kecil dan feses,
meningkatkan luas areal permukaan dan memodifikasi substrat untuk
kolonisasi bakteri.
c. Pemangsa ( predator ) : Musuh alami yang aktif memburu mangsanya
disebut predator. Pada umumnya predator dijumpai dalam bentuk
serangga dewasa. Serangga dewasa predator ini, kadang-kadang
mempunyai bentuk yang berbeda dengan larva dan serangga mudanya.
Predator berfungsi sebagai penyeimbang alam sehingga hewan yang
memiliki musuh alami atau predator jika tidak ada predator tersebut
maka akan terjadi ledakan hama atau serangga tersebut.
d. Parasit : Serangga yang hidup menumpang pada serangga lain
dinamakan parasit. Parasit ini dapat memarasit pada berbagai fase
perkembangan serangga-serangga tertentu misalnya kutu daun,
pengorok daun, kutu perisai, kutu putih dan beberapa hama lainnya.
Kelompok serangga parasito secara umum kurang dikenal bila
dibandingkan dengan predator karena ukurannya sangat kecil (kurang
dari 2 mm panjangnya) sehingga sulit untuk diamati. Meskipun
demikian, parasit juga mempunyai peranan penting dalam membantu
melindungi tanaman.
e. Herbivora ( Pemakan tumbuhan ) : merupakan konsumen tingkat
pertama yang memakan produsen dalam rantai makanan. Herbivora
dialam sangat berperan dalam penyeimbang jalannya rantai makanan
dialam. Herbivora berperan sebagai konsumen pertama dalam trofi
rantai makanan, dan selanjutnya akan dimangsa oleh konsumen tingkat
ketiga dan seterusnya, sehingga jalur rantai makanan dapat
berlangsung secara seimbang.

3
Metode pitfall trap adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan
serangga tanha yang aktif di permukaan tanah. Metode ini dipilih atas dasar
pemikiran praktis, mudah digunakan dan dibawa, murah karena metode
perangkap jebak ini menggunakan gelas/wadah apa saja yang minimal memiliki
diameter 5,5 cm dan tinggi 10 cm ( Rahmawaty, 2006 ). Metode pitfall trap cukup
memberikan hasil yang baik dalam jumlah dan keragaman individu. Selain itu
serangga yang dapat tertangkap adalah serangga diurnal dan nocturnal. Namun
demikian, metode ini memiliki keterbatasan bahwa serangga yang tertangkap
hanyalah serangga yang merayap dan berkeliaran di permukaan lantai hutan
karena pemasangan pitfall trap ini sendiri hanyalah pada dasar tanah dan
menunggu serangga yang tertarik dan lewat masuk kedalamnya dengan
menggunakan pengawet dan penarik serangga seperti gula ( Suhardjono, 1998 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi organisme yang tertangkap pada
perangkap adalah berupa densitas populasinya, jangkauan jelajahnya, batas area
sumur perangkap dan keadaan diluar batas sumur perangkap ( Yuda dan Jati,
2001). Menurut Nurdin ( 1989 ). Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada
habitatnya, karena keberadaan atau kepadaatan populasi suatu jenis hewan tanah
di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut, yaitu tergantung
pada faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis
besar dibagi atas :
Faktor fisik, yaitu suhu, kadar air, porositas, dan juga tekstur tanah.
Faktor kimia, yaitu salinitas, pH, kadar organik tanah, dan juga unsur-
unsur kimia tanah.
Faktor komunitas hewan-hewan yang terdapat pada suatu habitat. Faktor
lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di
habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan-hewan
lainya. Pada golongan tersebut jenis-jenis organisme saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Interaksi tersebut dapat berupa predasi, parasitisme,
kompetisi, dan juga adanya penyakit ( Nurdin, 1989 ).

4
Frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel
yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies
adalah jumlah plot contoh tempat diketemukannya suatu spesies dari sejumlah
plot contoh yang dibuat. Dengan demikian frekuensi dapat menggambarkan
tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari. Frekuensi relatif dapat
dinyatakan dalam rumus berikut
Frekuensi spesies
Frekuensi relatif = Frekuensi total komunitas x 100 %

Kerapatan/densitas merupakan jumlah individu dari satu jenis komunitas


yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk
pengukuran kualitatif dibedakan menjadi jarang terdapat, kadang-kadang terdapat,
sering terdapat dan banyak sekali terdapat jumlah individu atau biomassa yang
dinyatakan persatuan ruang atau areal atau volume. Densitas relatif dapat
dinyatakan dalam rumus berikut,
Densitas spesies
Densitas relatif = Total Densitas Komunitas x 100 %

Nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk


menyatakan tingkat dominansi ( tingkat penguasaan ) spesies-spesies dalam suatu
komunitas. NP merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif ( DR ) dan
frekuensi relatif ( FR ) ( Syaufina dkk., 2007 ). Penghitungan NP ( Nilai Penting )
dapat dihitung dengan rumus,

NP ( Nilai Penting ) = Densitas Relatif ( DR ) + Frekuensi Relatif ( FR )

III. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Alat
1. Botol jam 9. Gabus
2. Kaca pembesar 10. Label

5
3. Petridish 11. Aluminium foil
4. Pinset 12. Gabus
5. Sekop
6. Buku Identifikasi
7. Tusuk Sate
8. Gabus

Bahan
1. Alkohol 70%
2. Gliserin

B. Cara Kerja
Gliserin dan alkohol 70% masing-masing diambil sebanyak 10 ml dan
dimasukkan ke botol jam. Pitfall trap dirangkai pada daerah kanopi dan non
kanopi yang telah ditentukan. Lokasi sampling digali sedalam dan selebar
botol jam, kemudian botol jam dimasukan ke dalam lubang dengan keadaan
kepala botol jam sejajar dengan tanah. Gabus dan tusuk sate dipasang sebagai
atap dan lokasi dikamuflasekan dengan daun disekitarnya. Koleksi data
dilakukan untuk diurnal ( jam 06.00-17.00 ) dan nokturnal ( 17.00-06.00 ).
Hasil pitfall trap diamati, diidentifikasi menggunakan buku identifikasi.
Densitas, densitas relatif, frekuensi relatif, frekuensi, dan nilai penting
dihitung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada saat menjalani praktikum komunitas binatang tanah ini, kelompok kami
mendapat bagian untuk menaruh trap/perangkap kami di bawah pohon dalam kebun
biologi FTB UAJY. Lokasi tempat peletakan perangkap kami berada di ujung paling
kiri dari kebun biologi dan merupakan tempat yang kelompok lain tidak pergunakan
sebagai tempat menaruh perangkap mereka. Lokasi yang kami gunakan sangat
rimbun dengan tanah yang ditutupi dengan daun kering yang jatuh. Perangkap kami

6
diletakkan sedalam kurang lebih 15 cm didalam tanah dengan mulut botol tepat
berada di permukaan tanah. Kami meletakkan gabus yang disanggah dengan tusuk
sate sebagai atap yang berfungsi untuk melindungi perangkap dari air dan materi lain
yang dapat mengganggu.
Pada saat peletakkan perangkap yang pertama kali yaitu pada pagi hari pukul
6.00 WIB, cuaca cerah dengan angin yang tidak kencang. Lokasi tempat pemasangan
perangkap kami ada dibawah pohon besar dan di tempat yang tidak terkena sinar
matahari secara lansung dan tanahnya adalah tanah pasir yang sedikit basah. Sore hari
pada pukul 17.00 WIB di hari yang sama, pengambilan perangkap untuk hewan tanah
diurnal dilakukan di cuaca yang cerah dan angin yang tidak kencang, sinar matahari
juga tidak mengenai trap secara lansung karena memang terdapat di daerah yang
sangat rimbun. Hasil hewan tanah yang didapatkan dipindahkan pada gelas jam yang
baru untuk diidentifikasi pada saat praktikum. Pemasangan perangkap dilakukan lagi
setelah pengambilan perangkap pertama pada lokasi yang sama dengan cuaca yang
sama untuk hewan tanah nocturnal.
Keesokan harinya, pagi hari pada pukul 6.30 WIB perangkap untuk hewan
tanah nocturna diambil pada cuaca yang sedang hujan gerimis, sehingga angin pada
masa pengambilan kencang. Tanah pada waktu pengambilan juga basah, namun tidak
ada gangguan pada perangkap yang dipasang karena berada di tempat yang rimbun
dan terlindung dari air hujan. Hasil yang didapatkan kemudian dipindahkan ke gelas
jam baru yang akan diidentifikasi pukul 10.30 WIB hari yang sama saat praktikum
berlansung. Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat diidentifikasi hewan tanah
siurnal dan nocturnal, dan dapat dibuat menjadi histogram berikut ini,

7
Jumlah Komunitas Hewan Tanah Diurnal

Parasit

Herbivore

Predator

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

DR FR

Gambar 1.
Histogram Jumlah Komunitas Hewan Tanah Diurnal

Histogram diatas menunjukan jumlah komunitas hewan tanah diurnal/pada


siang hari. Dari hasil yang didapatkan, diidentifikasi, dan dikelompokkan maka hasil
yang didapatkan adalah seperti histogram diatas. Hewan tanah yang paling banyak
terperangkap dan dijumpai pada pemasangan siang hari adalah hewan tanah dalam
golongan predator yang memiliki DR 77,31 % ( 0,7731 pada histogram ) dan FR 60
% ( 0,6 pada histogram ), ditempat kedua adalah parasite dengan DR 13,4 % ( 0,134

8
pada histogram ) dan FR 10 % ( 0,1 pada histogram ), dan yang paling sedikit
dijumpai pada perangkap adalah herbivore dengan DR 9,27 % ( 0,927 pada histogram
) dan 39,09 % ( 0,3909 pada histogram ).
Hal ini sesuai dengan teori menurut Sridianti ( 2016 ), bahwa karena mudah
untuk menemukan dan menangkap spesies mangsa pada siang hari, sebagian besar
hewan predator adalah diurnal. Hewan herbivore jarang keluar pada siang hari karena
energy hasil fotosintesis tumbuhan yang merupakan sumber makanannya tersedia
paling banyak saat malam hari. Parasit jarang ditemukan dan jumlah yang relatif
sedikit karena binatang parasite cenderung bergantung pada makhluk hidup lain dan
cenderung tidak tertarik oleh gliserin pada perangkap.

Jumlah Komunitas Hewan Tanah Nocturnal

Parasit

Herbivore

Predator

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2


DR FR

Gambar 2. Histogram
Jumlah Komunitas Hewan Tanah Nocturnal

9
Histogram diatas menunjukan jumlah komunitas hewan tanah nocturnal/pada
malam hari. Dari hasil yang didapatkan, diidentifikasi, dan dikelompokkan maka
hasil yang didapatkan adalah seperti histogram diatas. Hewan tanah yang paling
banyak terperangkap dan dijumpai pada pemasangan malam hari adalah hewan tanah
dalam golongan herbivore yang memiliki DR 62,5 % ( 0,625 pada histogram ) dan
FR 47,75 % ( 0,4775 pada histogram ), ditempat kedua adalah predator dengan DR
30,75 % ( 0,3075 pada histogram ) dan FR 39,09 % ( 0,3909 pada histogram ), dan
yang paling sedikit dijumpai pada perangkap adalah parasit dengan DR 6,25 %
( 0,0625 pada histogram ) dan 13,02 % ( 0,1302 pada histogram ).
Menurut Sridianti ( 2016 ), hewan herbivore jarang keluar pada siang hari
karena energi hasil fotosintesis tumbuhan yang merupakan sumber makanannya
tersedia paling banyak saat malam hari. Karena itu, pada pemasangan malam hari,
hewan tanah dalam golongan herbivore paling banyak diketemukan. Predator lebih
sedikit karena pada malam hari mangsa lebih cenderung sulit ditemukan sehingga
predator sedikit keluar pada malam hari. Namun tidak semua herbivore dan predator
memiliki sifat tersebut dan faktor ini dipengaruhi oleh jenis hewan dan kondisi
eksternal seperti lingkungan yang berubah-ubah, faktor mangsa, cuaca dan iklim.
Nilai penting pada binatang nocturnal dan diurnal dapat dilihat dari histogram
masing-masing. NP ( nilai penting ) merupakan parameter kuantitatif yang dapat
dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi ( tingkat penguasaan) spesies-spesies
dalam suatu komunitas. NP merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif ( DR ) dan
frekuensi relatif ( FR ) ( Syaufina dkk., 2007 ). Pada hewan diurnal, NP tertinggi
dimiliki oleh hewan tanah dalam golongan predator karena pada siang hari predator
lebih aktif dan mendominasi lingkungannya dengan cara mencari mangsa untuk
makan. Sedangkan pada malam hari, hewan nocturnal yang paling mendominansi
dengan nilai penting tertinggi adalah golongan herbivore karena saat malam hari

10
herbivore yang mencari makan lewat tumbuhan memanfaatkan hasil fotosintesis
untuk sumber makanan mereka.

V. KESIMPULAN

Dari praktikum Analisis Komunitas Hewan Tanah yang telah dilakukan maka
didapatkan kesimpulan berikut,

1. Densitas relatif ( DR ) dan Frekuensi relatif ( FR ) pada hewan diurnal golongan


predator adalah ( 77,31 % ; 60 % ), parasite ( 13,4 % ; 10 % ), dan herbivore
( 9,27 % ; 30 % ). Sedangkan NP pada hewan diurnal golongan predator adalah
137,31 %, parasite 23,4 %, dan herbivore 39,27 %. Densitas relatif ( DR ) dan
Frekuensi relatif ( FR ) pada hewan nocturnal golongan predator adalah ( 30,75 %
; 39,09 %), parasite ( 6,25 % ; 13,02 %), dan herbivore ( 62,5 % ; 47,75%).

11
Sedangkan NP pada hewan diurnal golongan predator adalah 69,84 %, parasite
19,27 %, dan herbivore 110,25 %.
2. Hewan nocturnal yang paling banyak didapatkan pada praktikum ini adalah
golongan herbivore, sedangkan hewan diurnal yang paling banyak ditemukan
adalah golongan predator.

DAFTAR PUSTAKA

Ario, A. 2010 . Panduan Lapangan Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango . Conservation Internasional . Indonesia .
Kevan, D.K.M. 1955 . Soil zoology. Academic Press. New York .
Manurung, B. dan Petrus . 2009 . Kajian Ekologi Hewan Tanah pada Ketinggian yang
Berbeda di Rutan Aeknauli-Parapat-Sumatera Utara . Jurnal Sains Indonesia
33 ( 2 ) : 81-85.
Mason, C.F. 1977. Decomposition. Edward Arnold . London .
Nurdin, M .1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara . Jakarta .
Rahmawati, 2004. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan
Wisata Alam Sibolangit. USU e-USU repository : 1-17

12
Sridianti . 2016 . Perbedaan Nokturnal dan Diurnal . www.sridianti.com/perbedaan
nokturnal dan diurnal. Diakses tanggal 17 Maret 2016 .
Suhardjono, Y.R. 1998. Serangga Serasah: Keanekaragaman Takson dan Perannya di
Kebun Raya bogor. Biota Vol.III (1): 16-24.

Syaufina, L., Farikhah, N. H., Buliyansih, A. 2007. Diversity of soil arthropods in


gunung Walat education forest. Media Konservasi, 12 (2): 98-105.

Uetz, G. W., John, A., Unzicker, D. J. 1976. Pitfall trapping in ecological studies of

wandering spiders. The Journal of Arachnology, 3 (1):101-111.


Jati, W.N., Yuda, P., dan Zahida, F., 2002, Keanekaragaman Jenis Hama Padi
Dipupuk Organik dan Anorganik di Pundong Bantul, Laporan Penelitian,
Fakultas Biologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta . Yogyakarta .

LAMPIRAN

Tabel 1. Komunitas Binatang Tanah Diurnal di Kebun FTB UAJY

No Spesies D DR F FR NP
Predator
1 Dolichoderus troracicus 39 40,21 % 6 30 % 70,21 %
2 Monomarium phoraonis 5 5,15 % 1 5% 10,15 %
3 Formica rufa 25 25,77 % 2 10 % 35,77 %
4 Scolopendra marsitans 1 1,03 % 1 5% 6,03 %
5 Camponatus sp. 4 4,12 % 1 5% 9,12 %
6 Pardosa pseudoannulata 1 1,03 % 1 5% 6,03 %

13
Sub total predator 75 77,31 % 12 60 % 137,31 %
Herbivore
1 Aechophylla smargdina 5 5,15 % 2 10 % 15,15 %
2 Gryllus assimilis 1 1,03 % 1 5% 6,03 %
Melanoplus Femur-
3 1 1,03 % 1 5% 6,03 %
rubrum
4 Plagiodera versicolora 1 1,03 % 1 5% 6,03 %
5 Bemicia tabaci 1 1,03 % 1 5% 6,03 %
Sub total herbivore 9 9,27 % 6 30 % 39,27 %
Parasit
1 Amphicroccus niger 3 3,09 % 1 5% 8,09 %
2 Coelambola 10 10,31 % 1 5% 15,31 %
Sub total parasit 13 13,4 % 2 10 % 23,4 %
Sub total semua 97 99,98 % 20 100 % 199,98 %

Tabel 2. Komunitas Binatang Tanah Nocturnal di Kebun FTB UAJY

No Spesies D DR F FR NP
Predator
1 Dolichoderus troracicus 11 13,25 % 4 17,39 % 30,64 %
2 Monomarium phoraonis 5 6,25 % 1 4,34 % 10,59 %
3 Cheliroches morio 1 1,25 % 1 4,34 % 5,59 %
4 Lycosa pseudoannulata 1 1,25 % 1 4,34 % 5,59 %
5 Camponatus sp. 4 5% 1 4,34 % 9,34 %
6 Pheidologeton diversus 3 3,75 % 1 4,34 % 8,09 %
Sub total predator 25 30,75 % 9 39,09 % 69,84 %
Herbivore
1 Gryllus bimaculatus 2 2,5 % 1 4,34 % 6,84 %
2 Ulat gagak 2 2,5 % 1 4,34 % 6,84 %
3 Plagiodera versicolora 2 2,5 % 2 8,69 % 11,19 %
4 Valanga niglicarnus 2 2,5 % 1 4,34 % 6,84 %
5 Agriotes mancus 6 7,5 % 1 4,34 % 11,84 %
6 Gryllomorpha dalmatina 1 1,25 % 1 4,34 % 5,59 %
7 Oecophylla smaragdina 28 35 % 1 4,34 % 39,34 %
8 Gryllus testac 3 3,75 % 1 4,34 % 8,09 %
9 Bemicia tabaci 3 3,75 % 1 4,34 % 8,09 %
10 Floronia bucculenta 1 1,25 % 1 4,34 % 5,59 %
Sub total herbivore 50 62,5 % 11 47,75% 110,25 %
Parasit

14
1 Amphicroccus niger 1 1,25 % 1 4,34 % 5,59 %
2 Coelambola 3 3,75 % 1 4,34 % 8,09 %
3 Aphis gossypi 1 1,25 % 1 4,34 % 5,59 %
Sub total parasit 5 6,25 % 3 13,02 % 19,27 %
Sub total semua 80 99,5 % 23 99,86 % 199,36 %

Gambar 3 dan 4. Pitfall Trap Kelompok 2 Golongan B


( Dokumentasi pribadi, 2016 )

15

Anda mungkin juga menyukai