Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN EKOLOGI

Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Keanekaragaman Makroinvertebrata

di Taman Nasional Gunung Merapi

Disusun oleh :

Ricky Albertus (31160061)


Putri I. Pono (31160027)
Jean Busira (31160025)
Cindy Tien (31160066)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Taman nasional gunung merapi merupakan salah satu ekosistem terestrial berupa hutan
pegunungan yang terletak di jawa tengah. Taman nasional ini memiliki perpaduan ekosistem
yaitu ekosistem gunung berapi dan ekosistem hutan daratan ini. Keberagaman flora dan
fauna di taman nasional gunung merapi tergantung pada kemampuan untuk beradaptasi
dengan lingkungan gunung merapi. Erupsi gunung merapi menyebabkan kerusakan
ekosistem hutan mulai dari tingkat ringan sampai parah, sehingga proses-proses kehidupan
dalam ekosistem seperti rantai makanan dan siklus materi menjadi terganggu. Salah satu
organisme yang mampu bertahan pada lingkungan ini adalah kelompok makroinvertebrata.
Mikrainvertebrata merupakan kelompok hewan berukuran kecil yang tidak memiliki tulang
namun masih dapat dilihat. Keberadaan kelompok makroinvertebrata pada suatu lingkungan
menandahkan bahwa lingkungan tersebut masih baik. Makroinvertebrata sangat sensitive
terhadap perubahan lingkungan, sehingga populasinya akan menurun ketika lingkungan
tersebut tercemar. Selain itu kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan dan lain-lain,
sangat mempengaruhi keberagaman spesies makroinvertebrata di suatu wilayah tertentu.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui keberagaman spesies makroinvertebrata di taman
nasional gunung berapi.

1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui keberagaman makroinvertebrata di salah satu lokasi, Taman Nasioanl
Gunung Merapi
1.2.2. Mengetahui pengaruh kondisi lingkungan fisik terhadap keberagaman makroinvertebrata.
BAB II

LANDASAN TOERI

Makrofauna tanah merupakan indikator yang paling sensitif terhadap perubahan dalam
penggunaan lahan, sehingga dapat digunakan untuk menduga kualitas lahan (Rousseau et al.
2013). Dalam menjalankan aktivitas hidupnya, makrofauna tanah memerlukan persyaratan
tertentu. Kondisi lingkungan merupakan faktor utama yang menentukan kelangsungan hidupnya,
yaitu: iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, hara), dan vegetasi
(hutan, padang rumput) serta cahaya matahari (Hakim et al. 1986 dalam Sugiyarto et al 2007).

Keberadaan dan aktivitas makrofauna tanah dapat meningkatkan aerasi, infiltrasi air,
agregasi tanah, serta mendistribusikan bahan organik tanah sehingga diperlukan suatu upaya
untuk meningkatkan keanekaragaman makrofauna tanah (Njira & Nabwami, 2013). Makrofauna
seperti cacing dan sejenisnya berperan dalam siklus energi dalam ekosistem (Bruyn, 1997).

Makrofauna tanah berperan penting dalam meningkatkan kadar bahan organik tanah,
umumnya kelimpahan makrofauna disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya tanaman
penutup (Merlim et al, 2005). Keberadaan fauna tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah,
salah satunya adalah adanya bahan organik dalam tanah (Putra, 2012). Keberadaan fauna dapat
dijadikan parameter dari kualitas tanah, fauna tanah yang digunakan sebagai bioindikator
kesuburan tanah tentunya memiliki jumlah yang relatif melimpah (Ibrahim, 2014).

Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan


penyebaran dan kepadatan makrofauna tanah. Kondisi vegetasi yang beragam secara tidak
langsung mempengaruhi tingkat keanekaragaman makrofauna tanah melalui penyediaan serasah
sebagai pakan yang lebih beragam, sehingga keberagaman makrofauna tanah semakin tinggi
(Rizqiyah 2013).

Suhu tanah juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberadaan
makrofauna tanah, karena dapat membantu laju dekomposisi bahan organik tanah (Suin, 1997).
Rahmawaty (2004) dalam Wulandari (2013), kisaran suhu tanah 15- 45 °C merupakan kisaran
suhu yang efektif bagi pertumbuhan insekta tanah.
Lakitan (1997), suhu tanah akan dipengaruhi oleh jumlah serapan radiasi matahari oleh
permukaan tanah. Suhu tanah pada saat siang dan malam sangat berbeda, pada siang hari ketika
permukaan tanah dipanasi matahari, udara yang dekat dengan permukaan tanah memperoleh
suhu yang tinggi, sedangkan pada malam hari suhu tanah semakin menurun (Rayadin dkk.,
2016). Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air. Semakin rendah suhu, maka sedikit air
yang diserap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan
kelayuan tanaman. Fluktuasi suhu tanah bergantung pada kedalaman tanah (Lubis, 2007).

Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran secara


sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan proses analisa
informasiinformasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain itu keanekaragaman dan
keseragaman biota dalam suatu perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies dalam
komunitasnya. Semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin
besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah inividu masing-masing jenis (Wilhm dan
Doris 1986).
BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

- Pinset

- Botol Sampel

- Soil Tester

- Petri

- pH Meter

- HigroMeter

- Altimeter

- Plastik

- Cat Kayu

- Meteran

- Tali Rafia

- Larutan Formalin 4 %

- Detergen (Sunlight)
3.2. Langkah Kerja

Metode Pitfall Trap

Dilakukan persiapan media yaitu campurkan larutan formalin 4 % dan larutan sunlight
secukupnya dalam botol semua sampel (12 botol sampel).

Dilakukan pengukuran lokasi sampel, dimana terbagi menjadi 2 lokasi dengan beda
ketinggian. Pengukuran masing-masing lokasi menggunakan tali rafia dimana diukur 6 meter
dari jalan ke arah hutan.

Botol sampel diletakan pada jarak masing-masing 1 meter untuk satu lokasi sampling (6
meter : 6 botol sampel) dengan cara menggali tanah sesuai ketinggian botol sampel. Setelah
itu botol sampel ditanamkan dalam tanah.

Dilakukan pengukuran parameter fisik pada kedua lokasi sampling seperti pH tanah,
ketinggian, suhu tanah dan kelembapan udara. Kemudian botol sampel dibiarkan selama 2
hari.

Setelah 2 hari, botol sampel diambil dan lakukan pengukuran parameter fisik pada kedua
lokasi sampling seperti pH tanah, ketinggian, suhu tanah dan kelembapan udara. Botol
sampel dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi keberagaman markoinvertebrata apa saja
yang ditemukan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Keragaman Makroinvertebrata Tanah

Jumlah Individu
1, 0% 7, 2%
2, 0% 4, 1%
9, 2%
3, 1%
11, 3%
7, 2%

1, 0% 50, 12%
3, 1%

69, 16%

217, 51%

38, 9%

Scolopendra morsitans (kelabang) Camel cricket (Jangkrik unta)


Theraphosidae sp (Tarantula) Aaroneida sp (lala-laba coklat)
Helticidae sp Dolichoderus bituberculatus (semut besar hitam)
Solenopsis sp (Semut merah) Monomorium minimum (Semut hitam ukuran kecil)
Leptoglossus occidentalis Reduviidae triatoma sanguisuga
Chyphoderopsis sp. Thysanoptera
Homoptera sp Lumbricus sp
Tidak Diketahui

Menurut Merlim et al (2005), Makrofauna tanah berperan penting dalam


meningkatkan kadar bahan organik tanah, umumnya kelimpahan makrofauna disebabkan
oleh beberapa faktor, di antaranya tanaman penutup. Keberadaan fauna dapat dijadikan
parameter dari kualitas tanah, fauna tanah yang digunakan sebagai bioindikator
kesuburan tanah tentunya memiliki jumlah yang relatif melimpah (Ibrahim, 2014).

Hasil identifikasi makroivertebrata tanah yang dilakukan di TNGM Yogyakarta


secara keseluruhan berjumlah 16 jenis spesies dan 458 individu dalam 2 plot pengamatan
pada ketinggian yang berbeda. Dari hasil diagram diatas dapat dilihat bahwa
makroinvertebrata yang paling banyak ditemukan adalah Semut sebesar 76% dari total
spesies yang ditemukan. Semut tersebut terdiri dari 3 jenis yaitu Semut merah
(Solenopsis sp), Semut hitam berukuran kecil (Monomorium minimum), dan Semut hitam
berukuran besar (Dolichoderus bituberculatus). Kemudian untuk total individu yang
paling banyak ditemukan adalah Semut hitam berukuran besar (Dolichoderus
bituberculatus) sebanyak 217 dan sebesar 51% dari total keseluruhan. Hal tersebut terjadi
dikarenakan Semut hitam berukuran besar (Dolichoderus bituberculatus) yang memiliki
panjang lebih dari 4 mm, dapat ditemukan ditanah, jalan yang mencolok, mereka juga
mencari makan di kolom di tanah atau di vegetasi yang rendah dan pohon dan hidup
ditempat yang kering dan hangat. Hal yang membuat semut adalah spesies yang paling
banyak ditemukan sesuai dengan pernyataan Hölldobler & Wilson 1990; Wilson 1990,
Sebagai kelompok serangga yang paling melimpah dan hampir ditemukan pada semua
habitat terrestrial adalah semut. Diketahui melalui kondisi lingkungan didaerah TNGM
terkhususnya pada daerah 2 plot yang diamati dan juga semut merupakan hewan yang
mampu berkembangbiak dengan cepat dan dapat mencapai jumlah yang sangat banyak
jika dibandingkan dengan spesies lainnya. Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau
sehingga sangat mempengaruhi habitat spesies makroinvertebrata tanah tetapi sebagian
besar spesies semut mampu hidup dan memiliki habitat pada kondisi lingkungan yang
kering dan hangat atau terkena sinar matahari langsung. Hal ini juga dapat dikatakan
sesuai dengan pernyataan Gibb & Hochuli (2003), bahwa beberapa spesies semut mampu
memanfaatkan terjadinya peningkatan suhu melalui peningkatan aktivitas dan jumlah
koloni, yang menyebabkan perubahan struktur komunitas melalui mekanisme kompetisi.

Spesies kedua yang banyak ditemukan adalah Chyphoderopsis sp sebanyak 50


individu berkisar 12 % dari total makroinvertebrata yang ditemukan pada 2 plot.
Chyphoderopsis sp adalah hewan yang memiliki tubuh bersisik. Sebagian besar hewan ini
ditemukan pada serasah, permukaan tanah, dan di dalam tanah. Adaptasi habitat yang
cepat menyebabkan Chyphoderopsis sp dapat hidup pada kondisi ekstrim sekalipun. Hal
ini yang membuat Chyphoderopsis sp dapat ditemukan pada lingkungan tersebut. Selain
itu diikuti oleh beberapa jenis makroinvertebrata lainnya seperti Kelabang (Scolopendra
morsitans) hanya terdapat 2 , Tarantula (Theraphosidae sp) ditemukan sebanyak 7
individu , lala-laba coklat (Aaroneida sp) dan Leptoglossus occidentalis masing-masing
sebanyak 3 individu. Makroinvertebrata ini merupakan hewan yang mampu hidup
dilingkungan yang kering dan hangat. Sedangkan Jangkrik Unta (Camel cricket)
sebanyak 4 inidividu, Reduviidae triatoma sanguisuga hanya ditemukan 1 , Helticidae sp
ditemukan sebanyak 11 individu, Thysanoptera sp sebanyak 9 , dan Homoptera sp
terdapat 7 individu. Beberapa diantara makrofauna ini hidup di seserahan tumbuhan dan
vegetasi yang tersebar. Cacing tanah (Lumbricus sp ) hanya terdapat sebanyak 1 individu
yang ditemukan di plok 2 daerah lebih tinggi.

C. Pengaruh Parameter Terhadap Makroinvertebrata

Jumlah
Jumlah Total Kelembaban
Stasiun Titik Total pH Tanah Suhu udara
Spesies udara
Individu

Daerah 1.1 28 6 7,4 7,0 58 58 28 29

lebih 1.2 39 6 7,4 7,0 58 58 28 29


rendah 1.3 45 5 7,4 7,0 58 58 28 29
dekat 1.4 59 4 7,4 7,0 58 58 28 29
Telogo 1.5 13 3 58
7,4 7,0 58 28 29
Putri 5
1.6 115 7,4 7,0 58 58 28 29
Daerah
2.1 20 6 7,4 7,0 64 64 27 28
lebih 2.2 4 2 7,4 7,0 64 64 27 28
tinggi 2.3 26 7 7,4 7,0 64 64 27 28
dekat 2.4 37 4 7,4 7,0 64 64 27 28
Telogo 2.5 49 5 64
7,4 7,0 64 27 28
Putri 4
2.6 23 7,4 7,0 64 64 27 28

Tabel diatas menunjukkan jumlah individu dan spesies yang ditemukan pada 6 titik
dalam 2 plot. Plot pertama diletakkan pada tempat yang lebih rendah dan plot kedua diletakkan
pada tempat yang lebih tinggi dari Telogo Putri yang berada di Taman Nasional Gunung Merapi
Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan bertepatan pada saat musim kemarau sehingga hal ini
sangat mempengaruhi jenis dan jumlah Makroinvertebrata tanah yang ada .

Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jumlah individu yang ditemukan pada plot pertama
ditempat yang lebih rendah sebanyak 299 jenis dan 29 spesies sedangkan pada plot kedua
ditempat yang lebih tinggi jumlah individu sebanyak 159 jenis dan 28 spesies. Sehingga dapat
disimpulkan keberagaman Makroinvertebrata paling banyak ditemukan pada plot pertama di
tempat yang lebih rendah.

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi aktifitas, habitat dan keberagaman


organisme tanah. Kondisi lingkungan merupakan faktor utama yang menentukan kelangsungan
hidupnya, yaitu: iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, hara),
dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari (Hakim et al. 1986 dalam Sugiyarto
et al 2007).

Pada tabel diatas menunjukkan pH pada tanah plot 1 dan plot 2 mencapai 7,0-7,4 pH ini
masuk dalam kategori netral. Pada hasil diatas tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
pada plot 1 dan plot 2. Rahmawati (2014) Menjelaskan bawa derajat keasaman (pH) tanah
berpengaruh terhadap kehidupan dan kegiatan makroivertebrata tanah karena sangat sensitif
terhadap pH tanah sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor pembatas. Toleransi
makroinvertebrata terhadap pH tergantung pada jenis spesies, ada fauna yang senang pada pH
basa dan ada pula yang senang pada pH asam .
Kelembaban tanah sangat berhubungan dengan kadar air tanah, kadar air tanah
mempengaruhi populasi makroinvertebrata tanah. Hal tersebut karena tubuh makroinvertebrata
tanah mengandung air. Oleh karena itu, kondisi tanah yang kering dapat menyebabkan tubuh
makroinvertebrata tanah kehilangan air dan hal ini merupakan masalah yang besar bagi
kelangsungan hidupnya ( Lee, 1985). Pada pengamatan yang dilakukan kondisi lingkungan
sedang kemarau hal ini membuat kondisi tanah kering dan tidak lembab. Hal tersebutlah yang
membuat makroinvertebrata yang ditemukan sebagian besar adalah hewan yang memiliki habitat
atau dapat hidup ditempat yang kering dan hangat (Terkena sinar matahari langsung) seperti
Scolopendra morsitans, Theraphosidae sp, Dolichoderus bituberculatus, Solenopsis sp,
Leptoglossus occidentalis, Monomorium minimum, Chyphoderopsis sp beberapa fauna yang
ditemukan.
Pada tabel diatas menunjukkan suhu udara pada lingkungan plot 1 dan 2 berkisaran 27-
29OC dimana pada daerah yang lebih rendah yaitu plot 1 memiliki suhu 28-29OC sedangkan pada
daerah yang lebih tinggi yaitu plot 2 memiliki suhu udara 27-28OC. Variasi suhu lingkungan
alami dan dampak yang ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses
kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi berbagai fauna (sukarsono, 2009). Menurut
Riyanto (2007) kisaran suhu yang optimal dan toleran bagi aktifitas makroinvetebrata tanah
adalah 25°C – 32 °C. Menurut hasil yang didapatkan suhu udara di TNGM masih optimal untuk
habitat makroinvetebrata tanah yang ada disana.
DAFTAR PUSTAKA

Bruyn et al. 1997. The Status of Soil Macrofauna as Indicators of Soil Health to Monitor the
Sustainability of Australian Agricultural Soil. Ecological Economics 23 (1997) 167-178.

Ibrahim, Hasan. 2014. Keanekaragaman Mesofauana Tanah Daerah Pertanian Apel Desa
Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu Sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah dan
Bahan Ajar Biologi SMA. Skripsi Pendidikan Biologi UMM. Tidak diterbitkan. Malang.

Lakitan, B. 1997. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lee KE. 1985. Earthworms their ecology and relationships with soils and land use.Academic

Press (Harcourt Brace Jovanovich Publishers). Sydney, Orlando, San Diego, New York,

London, Toronto, Montreal, Tokyo.

Lubis, S.K. 2007. Aplikasi Suhu dan Aliran Panas Tanah. Universitas Sumatera. Medan. USU.

Merlim, Analy de Oliveira, José Guilherme Marinho Guerra; Rodrigo Modesto Junqueira.
Adriana Maria de Aquino. 2005. Soil Macrofauna in Cover Crops of Figs Grown Under
Organic Management. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.), 62(1): 57-61.

Njira, Keston Oliver Willard & Nabwami, Janet. 2013. Soil Management Practices that Improve
Soil Health: Elucidating their Implications on Biological Indicators. Journal of Animal &
Plant Sciences. 18(2): 2750-2760.

Putra, Muhammad dkk. 2012. Makrofauna Tanah Pada Ultisol di Bawah Tegakan Berbagai
Umur Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Jurnal Penelitian UNRI: Riau.

Rahmawati . 2014. Studi Keanekaragaman mesofauna tanah di kawasan hutan wisata alam

sibolangit. Universitas sumatera utara. Medan.

Riyanto. 2007. Kepadatan, pola distribusi dan peranan semut pada tanaman di sekitar

lingkungan tempat tinggal. Jurnal penelitian sains 10.


Rizqiyah W. 2013. Keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai tipe tegakan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Rousseau L, Fonte SJ, Tellez O, Hoek RVD, Lavelle P. 2013. Soil macrofauna as indicator of
soil quality and land use impact in smallholder agroecosystems of western nicaragua.
Ecological indicators. 27(2013):71-82.

Sugiyarto, Efendi M, Mahajoeno E, Sugiti Y, Handayanto E, Agustina L. 2007. Preferensi


berbagai jenis makrofauna tanah terhadap sisa bahan organik tanaman pada intesitas
cahaya yang berbeda. Biodiversitas. 7(4):96-100.

Sukarsono. 2009. Pengantar Ekologi Hewan; Konsep, Perilaku, Psikologi dan Komunikasi.

Malang: UMM Press.

Suin NM. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Wilhm, J. L., and T.C. Doris. 1986. Biologycal Parameter for water quality Criteria. Bio.
Science: 18.

Wulandari SD. 2013. Keanekaragaman insekta tanah pada berbagai tipe tegakan Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Lampiran

Tabel 1. Hasil Identifikasi temuan makroinvertebrata di Taman Nasional Gunung Merapi.

Jumlah Individu
Nama Spesies Gambar Spesies Total
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
Individu
Scolopendra 2
morsitans
(kelabang) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

4
Camel
cricket 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0
(Jangkrik
unta)
7

Theraphosid 0 0 1 0 3 1 0 1 1 0 0 0
ae sp
(Tarantula)

Aaroneida 3
sp
0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0
(lala-laba
coklat)
11
Helticidae
2 2 0 0 0 0 2 0 0 3 1 1
sp

Dolichoderu 217
s
bituberculat 4 0 0 48 9 110 3 3 9 9 10 12
us (semut
besar hitam)
38
Solenopsis
sp (Semut 5 22 0 0 0 0 0 0 0 0 2 9
merah)
Monomoriu 69
m minimum
(Semut
hitam 10 4 36 9 0 2 0 0 2 6 0 0
ukuran
kecil)
35

0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 32 0

3
Leptoglossu
s 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0
occidentalis

1
Reduviidae
triatoma 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
sanguisuga

1
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

50

Chyphodero 0 5 5 0 0 0 6 0 11 19 4 0
psis sp.

9
Ordo
Thysanopter 6 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a

Homoptera 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0
1
Lumbricus
0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
sp

458
Total Individu 28 39 45 59 13 115 20 4 26 37 49 23
57
Total spesies 6 6 5 4 3 5 6 2 7 4 5 4

Tabel 2. Deskripsi Singkat Jenis-jenis Makroinvertebrata yang ditemukan di Taman Nasional


Gunung Merapi.

LAMPIRAN

Scolopendra 1. Dapat ditemukan di daerah yang diarsir


morsitans seperti bagian bawah daun-daun
(kelabang) mati, batu, gua, hutan
2. biasanya ditemukan di daerah iklim
seperti padang pasir, pegunungan,
dan hutan.
3. Spesies yang hidup di zona beriklim
panas biasanya lebih kecil (hingga 10
cm)
Camel cricket 1. Dapat ditemukan di gua-gua, daerah
(Jangkrik unta) lembab dan sejuk di bawah dedaunan
basah, batu, dan batang kayu yang
membusuk.
2. Tersebar luas di Amerika Serikat dan di
dunia, dan memiliki umur sekitar satu
hingga dua tahun.
3. Coklat muda sampai gelap, sering
berbintik-binti, pita hitam di beberapa
bagian dengan ukuran 13-33 mm.
1. Hidup di daerah-daerah hangat
Theraphosidae sp 2. Dapat ditemukan dibawah tanah, diatas
(Tarantula) tanah, dan pohon-pohon.
3. Mereka juga ditemukan di hutan
hujan, padang pasir dan gurun
4. seluruh tubuh dipenuhi oleh bulu

Aaroneida sp 1. Paling sering ditemukan, di taman,


(lala-laba coklat) ladang maupun hutan.
2. Mempunyai 8 mata yang serupa, kaki
yang berbulu atau berduri,

Helticidae sp 1. Sebagian besar sarang di tanah,


meskipun beberapa di kayu
2. Biasanya berwarna gelap dan sering
terlihat seperti logam.

Dolichoderus
bituberculatus 1. Dapat ditemukan ditanah, jalan yang
(semut besar mencolok,
hitam) 2. mencari makan di kolom di tanah atau di
vegetasi rendah dan pohon
3. Panjang lebih dari 4 mm
4. Dapat hidup ditembat yang kering dan
hangat
Solenopsis sp 1. Hidup dalam koloni dengan jumlah
(Semut merah) koloni bisa mencapai hingga 100.000
ekor
2. Membuat gundukan tanah yang
tingginya dapat mencapai hingga 2
kakidi tempat yang terbuka dan
terkena sinar matahari.
3. Panjang semut pekerjanya mencapai
3mm dan panjang ratu semut mencapai
6mm.
4. Jenis semut ini berwarna coklat agak
kemerahan
Monomorium 1. Bersarang di kayu lapuk, di bawah batu,
minimum (Semut atau di tanah
hitam ukuran 2. Memiliki panjang 2 mm yang berwarna
kecil) hitam.

Leptoglossus 1. L. occidentalis relatif besar dan


occidentalis mencolok, mencapai panjang 20 mm dan
lebar 7 mm
2. Serangga ini umum dijumpai di daerah
beriklim sedang dan hangat

Reduviidae 1. Dapat mencapai 16 - 21 mm, hitam atau


triatoma coklat gelap, dengan enam bintik oranye
sanguisuga kemerahan di setiap sisi perut yang lebar
dan bersayap
2. Pada lingkungan alami mereka lebih
memilih mencari perlindungan di bawah
serasah daun atau batu. Mereka bisa
nidicolous, atau cenderung bersembunyi
di sarang atau liang hewan dan dapat
ditemukan dirumah.
Chyphoderopsis 1. Tubuh bersisik
sp. 2. Sebagian besar collembola ditemukan
pada serasah, permukaan tanah, dan di
dalam tanah. Adaptasi habitat yang cepat
menyebabkan collembola dapat hidup
pada kondisi ekstrim sekalipun.
Thysanoptera sp 1. Berukuran kecil (paling panjang 1 mm
atau kurang), serangga ramping dengan
sayap berjumbai dan mulut unik yang
asimetris.
2. Spesies ini terdapat di serasah daun dan
di kulit pohon

Homoptera sp 1. Memiliki ciri-ciri khusus seperti mulut


berbentuk jarum dan tidak
mengalami metamorfosis sempurna
2. Dapat ditemukan dimana-mana,
3. Kemampuan reproduksinya yang tinggi

Lumbricus sp 1. Umumnya ditemukan hidup di tanah


lembab, memakan bahan organik hidup
dan mati.
2. Berbentuk tabung, dan melakukan
respirasi melalui kulitnya
3. Memiliki orgamn reproduksi ganda

Anda mungkin juga menyukai