PENDAHULUAN
Kota Batu memiliki suatu daerah pertanian dan perkebunan yang terletak di daerah
Cangar Kecamatan Bumiaji. Penggunaan lahan pertanian di daerah Cangar sebagian
menggunakan sistem terasering. Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Marga (1991),
terasering adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga-tangga yang dapat digunakan pada
timbunan atau galian yang tinggi dan berfungsi untuk menambah stabilitas lereng,
memudahkan dalam per -awatan,dapat digunakan untuk pemetaan, sedangkan berdasarkan
Direktorat Perluasan Dan Pengelolaan Lahan (2011), terasering adalah bangunan konservasi
tanah yang dibuat sejajar garis kontur yang dilengkapi saluran peresapan, saluran
pembuangan air (SPA) serta tanaman penguat teras yang berfungsi sebagai pengendali erosi.
Tujuan dari terasering adalah mencegah degradasi lahan, erosi, banjir dan lain-lain. Daerah
perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring merupakan daerah rawan
terjadi gerakan tanah. Kelerengan dengan kemiringan lebih dari 20 o memiliki potensi
untuk bergerak atau longsor, namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring punya
potensi untuk longsor tergantung dari kondisi geologi yang bekerja pada lereng
tersebut (Khadiyanto, 2010).
Suatu lahan terasering yang memiliki tingkat kemiringan tertentu tidak lepas dari
keberadaan hewan tanah. Hewan tanah seperti serangga, nematoda, keong, bekicot sangat
penting peranannya dalam proses dekomposisi, sebelum proses dekomposisi lebih lanjut oleh
mikroorganisme tanah (Hakim, 1986).
Fauna tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, antara
lain berdasarkan ukuran tubuh, kehadirannya di tanah, habitat yang di pilihnya, dan kegiatan
makannya. Berdasar ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan atas
mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 sampai 200
mikron, mesofauna berkisar 200 mikron sampai dengan satu sentimeter, dan makrofauna
lebih dari satu sentimeter. Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah di bagi atas kelompok
transien (hewan yang seluruh daur hidupnya berlangsung di tanah, misalnya Kumbang),
temporer (golongan hewan yang memasuki tanah dengan tujuan bertelur, setelah menetas dan
berkembang menjadi dewasa, hewan akan keluar dari tanah, misalnya Diptera), periodik
(hewan yang seluruh daur hidupnya ada di dalam tanah, hanya sesekali hewan dewasa keluar
dari tanah untuk mencari makanan dan setelah itu masuk kembali, misalnya Collembola dan
Acarina), dan permanen (hewan yang seluruh hidupnya selalu di tanah dan tidak pernah
keluar dari dalam tanah, misalnya Kumbang, Nematoda tanah dan Protozoa). Fauna tanah
memainkan peranan yang sangat penting dalam perombakan zat atau bahan-bahan
organik dengan cara : (1) Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan
ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, (2) Melakukan perombakan
pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, (3) Merubah sisa-sisa
tumbuhan menjadi humus, (4) Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan
tanah bagian atas, dan (5) Membentuk bahan organik dan bahan mineral tanah. Fauna
Tanah Kelompok Makrofauna yang sering ditemukan pada lahan pertanian, yaitu Famili
Isotomidae, Famili Entomobryidae, Famili Grillotalpidae, Famili Forficulidae, Famili
Cucujidae, Famili Phalacridae, Famili Tenebrionidae, SubFamili Scarabaeidae, SubFamili
Galerucinae, SubFamili Grillinae, Famili Lumbricidae.
Tanaman kubis dapat hidup pada suhu udara 10-24 derajat C dengan suhu optimum
17 derajat C. Untuk waktu singkat, kebanyakan varietas kubis tahan dingin (minus 6-10
derajatC), tetapi untuk waktu lama, kubis akan rusak kecuali kubis berdaun kecil (<3> 9),
merupakan racun bagi akar-akar tanaman. Tanaman kubis dapat tumbuh optimal pada
ketinggian 200-2000 m dpl. Untuk varietas dataran tinggi, dapat tumbuh baik pada ketinggian
1000-2000 m dpl.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat eksploratif, penelitian ini dilakukan sebanyak 10 ulangan
dengan masing-masing ulangan diletakkan 3 plot pada 4 zona / tingkatan. Rancangan
penelitian ini menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) karena tempat penelitian
tidak homogen. Pengumpulan Data : 1) Observasi, Dilakukan untuk mengetahui kondisi
lokasi penelitian yaitu daerah Perkebunan Kubis (Brassica oleracea L) dengan sistem
terasering di Cangar Kecamatan Bumiaji Kota Batu; 2) Teknik Pengambilan Sampel,
Ulangan dilakukan sebanyak 10 kali ulangan dengan panjang antara satu ulangan dengan
ulangan yang lain berjarak 5 meter dengan masing-masing ulangan terdiri dari 3 plot di tiap
zona; 3) Analisis Data, Indeks Keanekaragaman menurut Shannon-Wienner yaitu:
H = - pi ln pi
Keterangan :
Pi : n/N
H : Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner
n : cacah individu tiap jenis
N : Total individu pada lokasi pengambilan sampel (Ludwig dan
Reynolds, 1988;92).
Gambar. Sketsa dan Cuplikan Zona (1, 2, 3, dan 4) pada Area Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama penelitian yang dilakukan dan proses identifikasi, jenis spesies yang
ditemukan, yaitu:
Jenis Hewan Tanah yang di Temukan
Deskripsi
Tenebroides sp.
Merinus laevis
Pseudaletia unipuncta
Spodoptera litura F
Lumbricus terrestris
Latrodectus mactans
Calasoma scrutator
Gryllus pennsylvanicus
Neocurtilla hexadactyla
Larva Tipula sp
Eresus cinnaberinus
Merupakan predator
Acalymma vittatum
Camponatus spp
Forficula auricularia
Isotomurus tricolor
Oecophylla smaragdina F
kayu.
Phyllotreta vittata
Achatina fulica
Kemerataan
Kekayaan
0.460882
0.756886
0.944181
0.537428
0.178368
0.297017
0.353778
0.478895
3.688879
3.663562
3.7612
3.637586
Zona
1
2
3
4
Berdasarkan dari paparan diatas dan juga tabel nilai indeks dapat dilihat dari grafik batang
yang ada dibawah ini.
JK
15846,88
71412,1
87258,98
db
3
36
39
KT
5282,292
1983,669
F-hit
2,662889
F-tab 5%
2,87
Hasil perhitungan Anava tunggal menunjukkan Fperlakuan (2,662889) < Ftabel 5% (2,87). Hal ini
menunjukkan bawa keempat zona tidak berbeda nyata, dengan kata lain keempat zona sama
(spesies tersebar merata) sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji BNT 5%.
KESIMPULAN
Spesies hewan tanah yang ditemukan pada Perkebunan Kubis (Brassica oleracea L)
dengan sistem terasering di Cangar Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebanyak 30 spesies
hewan tanah, yaitu Tenebroides sp., Merinus laevis, Scolopendra obscura, Pseudaletia
unipuncta, Spodoptera litura F, Arachnida-berkaki panjang, Lumbricus terrestris., Larva
Kumbang moncong, Latrodectus mactans, Calasoma scrutator, Gryllus pennsylvanicus,
Neocurtilla hexadactyla, Larva Tipula sp., Aulocophora similis Oliver, Larva Coleoptera,
Eresus cinna berinus, Larva Phyllophaga rugosa, Entomobrya social Denis, Larva
Lepidoptera, Limax Linne, Acalymma vittatum, Tomocerus elongates Maynard, Camponatus
spp, Forficula auricularia, Isotomurus tricolor, Oecophylla smaragdina F, Cucujus clavipes
Fabricus, Phyllotreta vittata, Phalacrus politus Melasheimen, Achatina fulica.
Indeks Nilai keanekaragaman, Kemerataan, dan Kekayaan dari tiap zona meliputi
zona 1 memiliki nilai indeks keanekaragaman sebesar 0.460882; nilai indeks kemerataan
sebesar 0.178368; nilai kekayaan sebesar 3.688879. Zona 2 memiliki nilai indeks
keanekaragaman sebesar 0.756886; nilai indeks kemerataan sebesar 0.297017; nilai kekayaan
sebesar 3.663562. Zona 3 memiliki nilai indeks keanekaragaman sebesar 0.944181; nilai
indeks kemerataan sebesar 0.353778; nilai kekayaan sebesar 3.7612. Zona 4 memiliki nilai
indeks keanekaragaman sebesar 0.537428; nilai indeks kemerataan sebesar 0.478895; nilai
kekayaan sebesar 3.637586.
Perbedaan Keanekaragaman hewan tanah pada perkebunan Kubis (Brassica
oleracea L) dengan sistem terasering di Cangar Kecamatan Bumiaji Kota Batu, dilihat dari
tiap zona dapat di simpulkan bahwa keempat zona tidak berbeda nyata, dengan kata lain tiap
zona memiliki sebaran yang merata.
SARAN
Sebaiknya para petani membuat bangunan terasering dengan dilengkapi saluran
peresapan, saluran pembuangan air (SPA) serta tanaman penguat teras yang berfungsi sebagai
pengendali erosi. Apabila dilihat dari keanekaragaman hewan tanahnya, Sistem terasering
dapat dikatakan bagus apabila keberadaan jenis-jenis hewan tanah merata atau menyebar di
tiap zona/tingkatan terasering, dan apabila keanekaragaman banyak ditemukan pada salah
satu tingkatan saja berarti sistem terasering yang digunakan kurang bagus.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2009. Budidaya Kol/Kubis, (Online)
(http://dimasadityaperdana.blogspot.com/2009/06/budidaya-kol-kubis.html, diakses
tanggal 22 September 2012).
Anonim a. 2011. Data Profil Kota Batu, (Online) (http://www.batukota.go.id/profil/
diakses tanggal 10 Oktober 2012).
Anonim b. 2011. Laporan Ekotan . BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Sumatra Barat, (Online)
(http://mukegile08.wordpress.com/2011/08/18/bab-ii-tinjauan-pustaka/, diakses
tanggal 22 September 2012)
Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.1993.Budidaya Tanaman Kubis.Lembar Informasi
Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya No. 130/93
Borror, T.J. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan Oleh Gadjah Mada
University. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dao, R. 2005. Inclination Sensing With Thermal Accelerometers, (Online)
(www.memsic.cn/ data/pdfs/an-00mx-007.pdf, diakses tanggal 31 Desember 2012)