BIOLOGI SEL
Disusun oleh :
Nama Mahasiswa
NIM
di lahan gambut. Dari hasil penelitian ini diharapkan Populasi cacing tanah yang ditemukan pada
diperoleh jenis cacing tanah yang cocok untuk beberapa penggunaan lahan gambut pada musim hujan
digunakan sebagai dekomposer tanah gambut. dan kemarau ditampilkan pada Tabel 1. Populasi cacing
tanah pada lahan bergambut jauh lebih tinggi (32x)
BAHAN DAN METODE dibandingkan pada lahan gambut dalam. Pada kedua
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batu tipologi lahan, populasi cacing tanah pada musim
Nindan, Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas dan hujan lebih tinggi (2-13x) dibandingkan pada musim
Desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota kemarau. Penggunaan lahan mempengaruhi populasi
Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah pada dan biomasa cacing tanah (Tabel 1). Pada tipologi lahan
musim hujan dan kemarau tahun 2004. Penelitian bergambut, populasi cacing tanah lebih banyak
dilakukan pada lahan yang ditanami nanas, karet, dijumpai pada lahan nenas dibandingkan pada lahan
jagung, hortikultura dan lahan terlantar. Lahan nanas karet. Pada tipologi lahan gambut tebal umumnya
dan karet merupakan tipologi lahan bergambut (Desa tidak dijumpai cacing tanah, kecuali pada lahan yang
Batu Nindan), sedangkan lahan jagung, hortikultura telah dilakukan pengelolaan lahan secara intensif
dan terlantar termasuk dalam tipologi gambut tebal seperti pada lahan terong.
(Ds. Kelampangan). Pengambilan cacing tanah Jumlah jenis cacing tanah yang ditemui pada
dilakukan dengan metode handsorting, yaitu dengan lahan gambut tergolong rendah; hanya ditemui tiga
menggali tanah seluas 25 x 25 cm pada kedalaman 0- jenis cacing tanah yaitu spesies Dichogaster,
10cm, 10- 20cm dan 20-30cm. Setiap lokasi diambil Pontoscolex corethrurus dan Megascoiex spp.
10 titik pengambilan sampel. Pada satu musim, Spesies Dichogaster dan Megascoiex spp. tergolong
waktu pengambilan sampel diulang 3 kali (setiap satu pada famili Megascolecidae, sedangkan Pontoscolex
minggu), sehingga dalam satu musim diperoleh 150 corethrurus termasuk pada famili Glossocolecidae
sampel. Tanah disimpan ke dalam kantong plastik (± (Suin, 1989). Kedua famili tersebut yang menjadi
50 x 50 cm), kemudianjumlah cacing yang pembeda adalah tipe seta dan bentuk prostomium
adadihitung. Berat basah cacing tanah kemudian (mulut). Famili Megascolecidae tipe setanya
ditentukan dan cacing diawetkan dalam formalin 4 % perikitin dan bentuk prostomium epilobus,
untuk diidentifikasi. Indentifikasi dilakukan sampai sedangkan Glossocolecidae bertipe lumbricine
tingkat famili dan spesies melalui pengamatan dengan bentuk prostomium tanylobic (prostomium
morfologi. Untuk analisis pH dan kadar air tanah, dan segmen pertama tertarik ke dalam).
tanah diambil dari lokasi yang berdekatan dengan Pada lahan bergambut dijumpai ketiga spesies
pengambilan sampel cacing. Sedangkan suhu tanah cacing tersebut, sedangkan pada lahan gambut tebal
diukur pada saat pengambilan cacing tanah. Indeks di hanya dijumpai spesies Dichogaster saja. Spesies
versitas cacing tanah ditentukan dengan menggunakan cacing tanah yang dominan di lahan gambut baik pada
Indeks Diversitas Shannon- Wienner dengan rumus musim hujan maupun kemarau adalah Pontoscolex
sebagai berikut: corethrurus. Cacing jenis ini tergolong dalam cacing
bertipe aneksik yaitu cacing yang aktif memakan
bahan
Berita Biologi 9(4) - April 2009
Tabel 1. Komunitas cacing tanah pada beberapa penggunaan lahan gambut pada musim hujan dan kemarau
Foto 1. Foto spesies cacing tanah jenis Pontoscolex corethrurus (A) dan Dichogaster (B)
perbedaan indeks diversitas antara musim kemarau dengan biomasa dan populasi cacing tanah disajikan
dengan musim hujan. Sedangkan pada lahan karet pada Tabel 2. Nilai koefisien korelasi paling tinggi
indeks diversitas cacing tanah pada musim hujan ditunjukkan pada hubungan antara kadar air tanah
lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. gambut dengan populasi cacing tanah (r=-0,719*)
Kondisi lingkungan tanah pada beberapa dan populasi dengan pH tanah (r=0,591).
penggunaan lahan gambut tempat dilakukan
penelitian sangat bervariasi. pH tanah pada tipologi PEMBAHASAN
lahan bergambut lebih tinggi berkisar 5-6 , Populasi cacing tanah pada lahan gambut
sedangkan pada gambut dalam berkisar antara 3,5-5 sangat bervariasi, tergantung pada tipologi gambut
. Pada tipologi lahan bergambut kadar air tanah dan tingkat dekomposisi gambut. Secara umum
berkisar antara 80 - 95 %, sedangkan pada tipologi populasi jenis cacing tanah pada lahan gambut
gambut tebal jauh lebih tinggi yaitu berkisar antara tergolong rendah. Pada tipologi lahan bergambut
270-500%. Suhu tanah pada lahan bergambut pada lebih banyak dijumpai cacing tanah daripada pada
musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim tipologi gambut tebal. Hal ini disebabkan, pada
kemarau, akan tetapi pada tipologi lahan gambut tipologi gambut tebal pH tanah lebih rendah dan
tebal sebaliknya (Gambar 3). kadar air tanah lebih tinggi dibandingkan pada lahan
Hasil analisis korelasi antara kondisi bergambut (Gambar 3).
lingkungan tanah (kadar air, pH dan suhu tanah)
Gambar 2. lndeks diversitas cacing tanah
Tabel 2. Koefisien korelasi antara kondisi lingkungan tanah dengan biomasa dan populasi cacing tanah
pH tanah gambut sangat menentukan populasi kondisi iklim mikro tanah pada lahan Nenas (pH tanah,
dan jenis cacing tanah. pH yang terlalu masam (<4)
kadar air, dan suhu) berperan penting dalam mendukung
kurang disukai cacing tanah. pH yang ideal untuk keberadaan cacing tanah. pH tanah gambut mempunyai
perkembangbiakan cacing tanah pada pH netral atau
hubungan positif dengan populasi dan biomasa cacing
sedikit basa (6-7,2). Pada pH rendah, ketersediaan tanah, sedangkan kadar air gambut berhubungan
unsur-unsur hara juga rendah, serta aktivitas mikrobia
negatif nyata dengan populasi cacing tanah. Namun
umumnya terhambat. Selain pH, kadar air tanah pengaruh suhu pada lahan gambut terhadap populasi
berperan penting dalam menjaga aktivitas cacing tanah.
cacing tanah tidak menunjukkan pengaruh yang
Cacing tanah mengandung 75-90 % air dari berat signifikan (Tabel 2). Menurut Rukmana (1999)
tubuhnya. Kadar air yang terlalu rendah atau terlalu
aktivitas, metabolisme, respirasi serta reproduksi
tinggi tidak disukai oleh cacing tanah. Cacing tanah cacing tanah dipengaruhi oleh suhu tanah. Suhu yang
adalah fauna yang aerobik, sehinggajika kondisi tanah
ideal untuk pertumbuhan cacing tanah di daerah tropik
jenuh air (kadar air > 100 %) maka aktivitas cacing antara 15- 25°C. Suhu diatas 25°C masih cocok untuk
tanah akan terganggu.
cacing tanah tetapi harus diimbangi dengan
Kandungan unsur hara pada tanah gambut kelembaban yang memadai.
umumnya rendah terutama kalsium, fosfor dan
Populasi cacing tanah juga dipengaruhi oleh
tembaga. Padahal keberadaan unsur hara tersebut
musim dan penggunaan lahan. Pada musim hujan
sangat berpengaruh positif terhadap populasi cacing
populasi cacing tanah lebih tinggi dibandingkan pada
tanah (Minnich, 1977). Cacing tanah mampu
musim kemarau (Maftu'ah, 2002). Hal ini terkait
berinteraksi dengan mikrobia penting untuk
dengan kadar air tanah, pada musim hujan kadar air
memdekomposisi bahan organik dan mempercepat
tanah lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau
ketersediaan unsur hara bagi tanaman seperti
(Gambar 3). Penggunaan lahan juga mempengaruhi
Rhizobium dan Mikoriza, akan tetapi sedikit pengaruh
populasi cacing tanah (Tabel I). Populasi cacing tanah
cacing tanah tipe ini terhadap mikrobia tersebut
pada lahan bergambut banyak dijumpai pada lahan
(Lavelle, 1994).
nenas dibandingkan pada lahan karet. Hal ini diduga
Tingkat dekomposisi gambut juga karena pengaruh perakaran tanaman karet. Tanaman
mempengaruhi populasi cacing tanah. Pada gambut karet yang sudah berumur mencapai 5 tahun,
tebal tingkat dekomposisinya rendah (gambut fibris), sehingga perakarannya menutupi hampir seluruh
sehingga ketersediaan hara masih sangat rendah. lapisan permukaan tanah. Kondisi ini
Gambut saprik dan hemik (sudah terdekomposisi) lebih menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan
disukai cacing tanah dibandingkan gambut fibrik cacing tanah. Sedangkan pada tipologi lahan
(belum terdekomposisi). Kualitas bahan organik yang gambut dalam umumnya tidak dijumpai cacing
berpengaruh terhadap populasi cacing tanah adalah tanah, kecuali pada lahan terong. Hal ini karena lahan
asam humat dan asam fulvat (Priyadarsini, 1999). tersebut telah dilakukan pengelolaan secara
Lokasi penelitian yang mendukung intensif dengan memberikan pupuk kandang dan
berkembangbiaknya cacing tanah adalah pada pupuk buatan (N, P dan K), sehingga kesuburan
tipologi lahan bergambut terutama pada lahan Nenas. tanahnya lebih tinggi.
Hal ini karena selain faktor tingkat kematangan
Cacing tanah dapat mempengaruhi sifat fisik
gambut,
dan kimia tanah gambut. Aktivitas cacing tanah yang
Berila Biologi 9(4) - April 2009
memakan tanah dan bahan organik serta menelannya merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kemudian mengeluarkannya dalam bentuk kasting diversitas dan kelimpahan cacing tanah (Lavelle et al,
sangat bermanfaat bagi perbaikan sifat fisik dan kimia 1994). Menurut Baker (1998) kelimpahan, biomassa
tanah. Aktivitas cacing yang berpengaruh langsung dan diversitas makrofauna termasuk didalamnya
terhadap sifat fisik tanah adalah cacing tanah tipe cacing tanah dipengaruhi oleh praktek pengelolaan
endogeik dan aneksik. Tipe endogeik adalah cacing
lahan termasuk penggunaan lahan.
yang aktif memakan dan membuat Iiang di dalam
tanah, sedangkan aneksik adalah cacing yang aktif
KESIMPULAN
memakan bahan organik dan bergerak dari permukaan
Populasi cacing tanah pada tipologi lahan
tanah ke bawah permukaan tanah sehingga
bergambut lebih tinggi (32x) dibandingkan pada iahan
mempengaruhi struktur dan konduktifitas hidrolik
gambut tebal. Penggunaan lahan mempengaruhi
tanah. Cacing tanah mampu mempengaruhi struktur
populasi dan diversitas cacing tanah. Populasi dan
tanah melalui proses pencernaan, pemilihan partikel
diversitas cacing tanah tertinggi dijumpai pada lahan
berukuran kecil dan membentuk struktur yang
Nenas (tipologi lahan bergambut). Cacing yang
spesifik, sehingga cacing tanah disebut sebagai
dominan pada lahan gambut adalah jenis
biofabrik. Cacing tanah juga dapat mempengaruhi
Pontoscolex corethrur
laju dekomposisi bahan organik, sehingga dapat
meningkatkan ketersediaan unsur hara. Pengaruh ini
tergantung pada jenis cacing, jenis tanah dan kualitas
bahan organik (Subler et al, 1998).
Jenis cacing tanah yang dominan pada lahan
gambut adalah Pontoscolex corethrurus. Cacing jenis
ini tergolong cacing tipe aneksik sehingga aktif
memakan bahan organik dan bergerak dari permukaan
tanah ke bawah permukaan tanah. Peranan cacing
Pontoscolex corethurus di lahan gambut sangat besar,
karena cacing ini dapat memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah antara lain struktur dan konduktifitas
hidrolik tanah serta mempercepat proses dekomposisi
gambut. Tipe ini juga disebut ecosystem engineer
(Lavelle, 1994). Cacing yang tergolong dalam tipe
ini berkembang dan berinteraksi dengan
mikroorganisme tanah untuk melepaskan enzim yang
berguna dalam mendekomposisikan bahan organik.
Jenis cacing Dichogaster juga cukup mendominasi
pada lahan gambut. Cacing jenis ini tergolong dalam
tipe endogeik yaitu cacing yang hanya hidup di dalam
tanah. Cacing jenis ini juga berperan sebagai
ecosystem engineer sehingga mampu memperbaiki
sifat fisik tanah.
Diversitas cacing tanah pada beberapa
penggunaan lahan gambut tergolong rendah, bahkan
pada lahan gambut dalam indeks diversitasnya nol.
Selain tingkat dekomposisi dan ketebalan gambut tipe
penggunaan lahan dan iklim mikro tanah
mempengaruhi diversitas cacingtanah, seperti
yangterjadi pada lahan karet dan nenas. Iklim mikro
tanah dan sumber makanan
PENGARUH PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA
PERKULIAHAN BIOLOGI SEL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
MAHASISWA IKIP PGRI MADIUN
sehingga lebih besar (>) daripada nilai lainnya dipengaruhi oleh faktor yang lain.
T tabel, sehingga ada pengaruh
penggunaan portofolio terhadap
motivasi belajar maha- siswa pada PEMBAHASAN
mata kuliah Biologi Sel. Untuk analisis Portofolio yang merupakan kumpulan
nilai koefisien kolerasi penggunaan hasil kerja mahasiswa menurut
portofolio terhadap motivasi belajar penelitian Sukanti (201 0) mengacu
maha- siswa pada mata kuliah Biologi pada sejumlah prinsip dasar penilaian
Sel dapat dicermati pada Tabel 5. yang meliputi penilaian proses dan hasil,
Tabel 5 menunjukkan nilai R adalah penilaian berkala, adil, serta
0,921 , yang dapat diinterpretasikan berdasarkan kondisi sosial belajar.
bahwa hubungan kedua variabel ada Jika prosesnya baik dan sempurna,
dikategori kuat. Nilai R Square adalah maka dapat diharapkan menuai hasil
84,8% yang dapat diartikan bahwa bahwa mahasiswa semakin termotivasi
portofolio memiliki kontribusi sebesar dalam kegiatan belajarnya. Tugas–
84,8% terhadap motivasi belajar Biologi tugas yang dikerjakan dan
Sel mahasiswa dan 1 5,2% dikumpulkan oleh mahasiswa
Tabel 4. Uji Regresi Portofolio terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa
menjadi faktor utama dalam hasil untuk dipresentasikan (Morton et al, 201
analisis tingginya pengaruh portofolio 3 ). Dengan demikian portofolio yang
terhadap motivasi belajar mahasiswa. dihasil- kan, seperti disampaikan
Pengerjaan dan pengumpulan tugas Hammonds dan Snyder (2000)
yang bervariasi di setiap pertemuan merupakan sarana yang dapat
mem- buat mahasiswa semakin dipergunakan untuk menunjukkan bahwa
termotivasi belajar. Kondisi tersebut mahasiswa melakukan proses berpikir,
menunjukkan bahwa motivasi mahasiswa belajar, dan sekaligus mengetahui kinerja
cenderung meningkat seperti melalui evaluasi tugasnya.
disampaikan dalam hasil penelitian Hasil penelitian juga menunjukkan
Astuti (2011 ), penggunaan portofolio bahwa terdapat hubungan yang
mampu membuat mahasiswa menjadi signifikan penggunaan portofolio
ber- semangat dalam belajar. Portofolio terhadap motivasi belajar mahasiswa.
memacu semangat mahasiswa untuk Sebagai asesment alternatif dalam
mengerjakan setiap tugas dengan baik pembelajaran Biologi Sel, mahasiswa
dan selalu berusaha melengkapi dituntut untuk aktif mengikuti dengan
portofolionya. mengerjakan banyak jenis tugas seperti
Ditinjau dari faktor psikologis ber- yang sudah dirancang. Kondisi
dasarkan indikator angket motivasi me- tersebut menjadikan kegiatan
nunjukkan bahwa nilai rata-rata klasikal pembelajaran lebih dinamis, seperti
yang paling tinggi adalah pada komponen didukung hasil penelitian Guven (201
menyelesaikan tugas dengan baik, 4) yang menunjukkan bahwa
rasional kritis untuk mencapai penggunaan portofolio mampu
keberhasilan. Kondisi yang ditunjukkan membangun atmosfir pembelajaran
pada hasil penelitian ini menggambarkan yang baik. Dengan demikian potensi
bahwa penggunaan porto- folio sebagai portofolio sebagai sarana mengaktifkan
proses evaluasi yang men- dukung mahasiswa belajar juga tercapai
pembelajaran tampak mampu me- dengan baik melalui keterlibatan
motivasi mahasiswa sehingga cenderung mahasiswa saat belajar (Caner, 201 0;
lebih serius dalam mengerjakan setiap Elango et al., 2005). Portofolio juga
tugas untuk komponen portofolionya. menjadikan mahasiswa mampu
Keseriusan mahasiswa mengerjakan mengambil keputusan tentang berbagai
tugas dalam portofolio yang dihasilkan tugas dan melakukan evaluasi sehingga
selama kegiatan pembelajaran Biologi mampu men- jadi pembelajar mandiri
Sel menunjukkan bahwa mahasiswa dan memecahkan permasalahan yang
memiliki kesadaran untuk menyelesaikan dihadapi.
tugas dengan baik (Sajedi, 201 4), Portofolio yang dipergunakan
sekaligus mampu memilih serta untuk mendukung proses perkuliahan
menyesuaikan hasil tugas yang paling Biologi Sel merupakan langkah efisien
baik sebagai teknis asesmen yang
bermanfaat bagi dosen
maupun mahasiswa, seperti didukung dan disampaikan dalam hasil penelitian
Klenowski et al. (2006) yang menunjukkan kondisi yang sama. Dengan kumpulan
tugas yang kemudian dikoleksi, menjadikan mahasiswa cenderung lebih optimis untuk
menunjukkan hasil kerja terbaiknya. Motivasi mahasiswa meningkat diawali dari rasa
tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya sekaligus secara tidak
langsung mengembangkan potensi diri untuk memahami materi Biologi Sel yang
dipelajari. Efek timbal balik penggunaan portofolio bagi dosen dan mahasiswa tersebut
merupakan bentuk efisiensi penggunaan portfolio untuk mendukung proses
pembelajaran seperti dilaporkan Strivens (2005) dan Davies & Le Mahieu (2003 ).
Efek positif lainnya dalam peng- gunaan portofolio adalah meningkatnya kemampuan
mahasiswa mengenali ke- mampuan dan potensi dirinya dalam me- mahami materi dan
mengatur cara belajar nya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kathryn (2001 )
bahwa self assessment merupakan tahapan penting dalam belajar yang dapat distimulus
melalui teknik penilaian portofolio yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Hal
tersebut menjadikan self assessment mahasiswa mengalami peningkatan sehingga
mampu memacu motivasi diri sendiri dalam me- lengkapi portofolio untuk memperoleh
hasil yang maksimal.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan peng-
gunaan portofolio terhadap peningkatan motivasi belajar mahasiswa pada mata kuliah
Biologi Sel. Kelebihan penggunaan portofolio sebagai asesmen alternatif menjadi
pilihan tepat yang efisien untuk meningkatkan motivasi mahasiswa sekaligus sebagai
feedback proses pembelajaran bagi dosen.
(4) Isi; (5) Penutup; (6) Daftar Pustaka pula unsur penyertaan sumber rujukan (kutipan). Pada
Penugasan dilakukan perkelompok dan bagian penutup ditambahkan unsur ringkasan dan
dipantau setiap minggu oleh dosen yang kesimpulan. Selain struktur badan tulisan juga diamati
bersangkutan. Pada akhir semester genap ada tidaknya unsur penggunaan parafrase dan
makalah dikumpulkan. Makalah ini disebut penyalinan (salin rekat).
dokumen sebagai alat pengumpul data Teknik yang digunakan untuk menganalisis data
kualitatif (Cresswell, 2015: 440- 441). dengan cara narasi disertai cuplikan hasil tugas
Makalah tersebut kemudian dianalisis mahasiswa dan persentase kesesuaian makalah dengan
menggunakan standard pedoman penulisan pedoman penulisan untuk
Karya ilmiah Universitas Lampung yang
diterbitkan tahun 2013. Elemen makalah
yang dianalisis meliputi struktur badan
tulisan dan kemampuan membuat parafrase.
Pada penelitian ini makalah yang dimaksud
adalah hasil studi pustaka yang dilaporkan
dalam bentuk tulisan, sehingga format
laporan mencantumkan metode peneltian.
Data pada penelitian ini berupa data
kualitatif. Data analisis makalah terdiri dari
struktur badan tulisan yaitu
(1) Abstrak; (2) Pendahuluan; (3) Metode;
(4) Isi; (5) Penutup; (6) Daftar Pustaka
(Universitas lampung, 2013: 18- 19).
Halaman pemula makalah tidak dimasukkan
dalam penilaian kemampuan menulis
makalah.
Pada bagian Pendahuluan
ditambahkan unsur memuat bahan yang
dibahas dan tujuan penulisan makalah. Pada
bagian Isi ditambahkan unsur enumerasi
atau pembagian sub-bab dan keajegan
penggunaannya. Selain itu ditambahkan
memudahkan member gambaran menulis makalah.
kondisi kemampuan mahasiswa
HASIL DAN PEMBAHASAN
sedangkan tugas dengan tingkat kemudahan
Jumlah makalah mahasiswa yang sedang adalah kode judul J22 dan J23.
terkumpul sejumlah 23 judul. Kemudahan tugas
Setiap makalah dikerjakan oleh ini digolongkan kepada tingkat berpikir
dua orang mahasiswa. Judul yang dibutuhkan dalam proses
dikode dengan huruf J dan angka mengerjakannya. Selain itu,Arikunto
yang menunjukkan urutan (2013) menjelaskan bahwa soal yang dapat
pengumpulan makalah seperti dikerjakan oleh semua siswa baik siswa
disajikan pada Tabel 1. Judul- berkemampuan rendah maupun tinggi maka
judul tersebut merupakan bagian dikatakan bahwa soal tersebut sangat
dari materi yang dipelajari di mudah, dengan nilai reliabilitas yang
Biologi Sel. Sejumlah 21 judul mendekati angka satu atau satu. Soal yang
yaitu J1 sampai J21 merupakan dimaksud dalam dalam hal ini berupa
materi yang bersifat dasar, perintah-perintah penugasan.
sedangkan makalah dengan kode
J22 dan J23 adalah materi
pendalaman mengenai
pembelahan sel. Setiap makalah
telah memenuhi kriteria jumlah
sumber yang dikutip yaitu
minimal 5 sumber pustaka.
Berdasarkan temuan tersebut
di atas menunjukkan bahwa
mahasiswa memahami tugas
yang diberikan dan menjalankan
dengan baik. Tugas yang
dapat dijalankan oleh semua
mahasiswa menggambarkan
bahwa tugas tersebut memiliki
tingkat kemudahan yang sedang
sampai tinggi. Tugas dengan
tingkat kemudahan yang tinggi
adalah kode judul J1-J21,
Tabel 1. Judul Makalah Mahasiswa Pada Pembelajaran Biologi Sel
Tabel 2. Kesesuaian Struktur Badan Tulisan Makalah dengan Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah Universitas Lampung
SIMPULAN
Berdasarkan temuan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menulis
makalah masih perlu pembimbingan, terutama pada bagian menulis kutipan, menghubungkan
permasalahan yang dibahas dengan tujuan penulisan, dan membuat parafrase.
PEMANFAATAN BAHAN ALAM BUMI INDONESIA MENUJU
RISET YANG BERKUALITAS INTERNASIONAL
obat-obat baru.
Sejalan dengan keberadaan organisme di
1.Pendahuluan alam yang tidak terbatas jumlahnya, maka topik
Hasil metabolisme suatu organisme penelitian bahan alam juga tidak akan pernah
hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit habis. Penelitian bahan alam biasanya dimulai
primer dan sekunder. Senyawa metabolit primer dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi
umumnya sama untuk setiap organisme, terdiri sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi
dari molekul- molekul besar seperti polisakarida, struktur dari senyawa murni yang diperoleh
protein, asam nukleat, dan lemak. Fungsi senyawa dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan
metabolit primer adalah sebagai sumber energi uji aktivitas biologi baik dari senyawa murni
untuk kelangsungan hidup organisme atau sebagai ataupun ekstrak kasarnya. Setelah diketahui
cadangan energi bagi organisme itu sendiri. struktur molekulnya biasanya juga dilanjutkan
Metabolit sekunder berupa molekul-molekul dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan
kecil, bersifat spesifik, artinya tidak semua senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang
organisme mengandung senyawa sejenis, diinginkan. Di samping itu, dengan kemajuan
mempunyai struktur yang bervariasi, setiap bidang bioteknologi, dapat juga dilakukan
senyawa memiliki fungsi atau peranan yang peningkatan kualitas tumbuhan atau organisme
berbeda-beda. Pada umumnya senyawa metabolit melalui kultur jaringan, maupun tumbuhan
sekunder berfungsi untuk mempertahankan diri transgenik yang tentunya juga akan menghasilkan
atau untuk mempertahankan eksistensinya di berbagai jenis senyawa metabolit sekunder baru
lingkungan tempatnya berada. Dalam yang beraneka ragam dan mungkin juga dengan
perkembangannya senyawa metabolit sekunder struktur molekul yang berbeda dengan yang
tersebut dipelajari dalam disiplin ilmu tersendiri ditemukan dari tumbuhan awalnya.
yaitu kimia bahan alam (natural product Penentuan struktur molekul merupakan
chemistry). Metabolit sekunder merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari isolasi
biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead senyawa kimia bahan alam. Senyawa hasil isolasi
compounds dalam penemuan dan pengembangan belum memiliki makna, jika belum diketahui
struktur
molekulnya. Metode penentuan struktur senyawa obat baru (Grabley, 1998).
organik yang banyak digunakan adalah metode Indonesia termasuk salah satu negara
spektroskopi, yang meliputi UV, IR, NMR (1H “megadiversity” yang kaya akan keanekaragaman
dan 13C), dan MS. Untuk menentukan struktur hayati. Di dunia terdapat kurang lebih 250.000
senyawa organik yang relatif sederhana metode jenis tumbuhan tinggi, dan lebih dari 60 % dari
tersebut sudah cukup memadai, namun untuk jumlah ini merupakan tumbuhan tropika (Sjamsul
senyawa dengan kerangka karbon yang cukup A.A., 1995). Diperkirakan sekitar 30.000
kompleks penggunaan NMR dua dimensi yang tumbuhan ditemukan di dalam hutan hujan
meliputi HMQC, HMBC, COSY, dan NOESY tropika, beberapa di antaranya diketahui
mutlak diperlukan. berkhasiat sebagai obat. Survey yang dilakukan
Perkembangan dalam penelitian bahan oleh PT. Esai pada tahun 1986 menemukan bahwa
alam mengalami kemajuan yang semakin cepat di Indonesia terdapat 7.000 spesies tanaman obat
dengan ditemukannya teknik-teknik pemisahan setara dengan 90 persen tanaman obat yang
secara kromatografi dan penentuan struktur tumbuh di seluruh Asia (PT Esai, 1986). Menurut
molekul secara spektroskopi pada pertengahan Badan POM, 283 tanaman telah diregistrasi untuk
abad ke-20. Dengan menggunakan metode penggunaan obat tradisional/jamu; 180 jenis di
tersebut beberapa struktur senyawa bioaktif antaranya merupakan tanaman obat yang masih
berhasil ditemukan, misalnya penemuan alkaloid ditambang dari hutan. Keanekaragaman hayati
seperti vinblastin dan vinkristin dari tumbuhan Indonesia tersebut terutama tersebar di setiap
Catharanthus roseus (tapak dara) sebagai obat pulau besar, seperti Kalimantan, Papua, Sumatra
kanker. Demikian juga penemuan taksol dari dan Jawa. Di samping itu terdapat organisme lain
tumbuhan Taxus brevifolia juga sebagai obat seperti jamur, maupun mikroba yang belum
kanker kandungan. Hal ini mendorong banyak tersentuh oleh peneliti. Keanekaragaman
perusahaan- perusahaan farmasi untuk hayati tersebut merupakan sumber biomolekul
mengeksplorasi senyawa-senyawa bioaktif dari senyawa-senyawa organik yang tidak terbatas
tumbuhan sebagai lead compounds penemuan jumlahnya.
3
O NH O O O O OH
H
O O NH O
O H
O
H O
O O CH3 H
O O O CH3
O O
O
H
O
(1)
H
(2)
CH3 OH
N
OOO
O
N
H3 C COOMe N
H
OH
CH3 OAc
OH3C N
H
O R COOMe
(4) R = Me
(3)
H H N
N
O N ON
H3CO H3CO
O
(6) (7)
CH3
H3C
HO OH
H3C CH3
OH N(CH3)2
HO
H3C
H3C O O
O
OCH3 CH3
O CH3
O
O
CH3 OH
CH3
(8)
Gambar 1. Struktur molekul obat baru yang berasal dari bahan alam
2. Eksplorasi dan Pengembangan Potensi Berdasarkan penelitian yang telah
Senyawa Kimia dari Beberapa dilakukan terhadap beberapa spesies
Tumbuhan Tropis Indonesia famili Dipterocarpaceae dapat diketahui bahwa senyawa
Dipterocarpaceae kimia yang lazim ditemukan pada tumbuhan ini
Salah satu kelompok tumbuhan yang adalah terpenoid, fenilpropanoid, flavonoid,
banyak terdapat di Indonesia adalah famili turunan benzofuran dan asam fenolat, serta
Dipterocarpaceae. Tumbuhan ini terdiri dari 16 oligomer stilbenoid (Sotheswaran, 1993).
genus dan sekitar 600 spesies (Cronquist, 1981), Oligomer stilbenoid (oligostilbenoid) yang telah
9 genus diantaranya terdapat di Indonesia, ditemukan pada beberapa spesies
tersebar mulai dari Aceh sampai Papua, dengan Dipterocarpaceae terdiri dari monomer, dimer,
populasi terbesar terdapat di Kalimantan, trimer, tetramer, heksamer, heptamer, dan
sehingga dikenal dengan sebutan kayu oktamer (Sri Atun, dkk., 2001; 2002; 2003; 2004;
kalimantan (Heyne, 1987; Soerianegara, 1994). 2006; 2008; 2009) .
Oligostilbenoid merupakan senyawa Gnetaceae, Leguminoseae, Cyperaceae, dan
yang akhir-akhir ini mendapat perhatian para Vitaceae (Tanaka, 2000a,b,c; Ito, 2000a,b; Ohyama,
ahli, oleh karena beberapa di antara senyawa 2001; Dai, 1998; Seo, 1999, Jang, 1997).
tersebut yang telah ditemukan menunjukkan Senyawa stilbenoid umumnya
aktivitas biologi yang berguna, seperti antitumor, dikelompokkan berdasarkan jumlah unit
antiinflamasi, antibakteri, sitotoksik, bersifat resveratrol atau (E)- 3,5,4’-trihidroksistilben (9)
kemopreventif, antihepatotoksik, dan anti-HIV. sebagai monomer penyusunnya. Sebagian besar
Sampai saat ini telah dikenal lima famili oligostilbenoid yang berasal dari
tumbuhan yang dilaporkan memiliki kandungan Dipterocarpaceae mengandung cincin heterosiklik
utama oligostilbenoid, yaitu Dipterocarpaceae, trans-2-aril-2,3-dihidrobenzofuran (10).
HO HO
4 1 1
4 HO
' ' R H R2
OH 1
OH
OH
9 10
Eksplorasi senyawa kimia dari beberapa (11) dan siringaresinol (12). Kelompok dimer
spesies tumbuhan famili Dipterocarpaceae yang stilbenoid yang telah ditemukan antara lain (-)-ε-
telah dilakukan antara lain terdapat pada Tabel 1. viniferin (13), (-)-ampelopsin F (14), laevifonol
Beberapa senyawa oligostilbenoid yang telah (15), (-)-ampelopsin A (16), balanokarpol (17),
ditemukan pada beberapa spesies tumbuhan dan heimiol (18). (-)--Viniferin (13) adalah
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dimer, dimer stilbenoid paling sederhana yang ditemukan
trimer, tetramer, hexamer, dan heptamer. juga pada beberapa spesies Dipterocarpaceae dan
Senyawa fenolik lainnya yang juga ditemukan dipandang sebagai prekursor senyawa
dalam famili Dipterocarpaceae adalah bergenin oligostilbenoid lainnya
.
Tabel 1. Beberapa Spesies Tumbuhan Kimianya
Famili Dipterocarpaceae dan Kandungan
Nama spesies Asal Peneliti Senyawa kimia yang ditemukan
tumbuhan
V. rassak Bogor Tanaka (-)-ε-viniferin (13), vatikanol C (19); vatikanol G (20);
Indonesia (2000a) vatikasid D (21); vatikanol A (22); vatikanol B
(24); vatikanol D (31); vatikanol H (34); vatikanol I
(35); vatikanol J (36)
V. oblongifolia Serawak, Zgoda-Pols hopeafenol A (27); isohopeafenol A (28)
Kalimantan (2002)
V. pauciflora Bogor, Sri Atun siringaresinol (12), (-)-ε-viniferin (13), (-)- ampelopsin
Blume Indonesia (2004) F (14); stenofilol B (20); vatikanol G (20); vatikanol B
(24); diptoindonesin C (35);
diptoindonesin D (36); diptoindonesin E (37)
V. umbonata Yogyakarta, Sri Atun (-)-ε-viniferin (13); (-)-ampelopsin F (14); stenofilol
Indonesia (2004) B (20); vatikanol G (20); vatikanol B (24); laevifonol
(15); (-)-hopeafenol (25)
Anisoptera Bogor, Sri Atun bergenin (11), (-)-ε-viniferin (13), (-)-ampelopsin A
marginata Indonesia (2004; 2008) (16), vatikanol B (24), (-)-hopeafenol (25), dan
hopeafenol glukosida (26)
Dipterocarpus Bogor, Sri Atun, bergenin (11), (-)-ampelopsin A (16), (-)-α-viniferin
grandiflorius Indonesia (2004) (23), dan (-)-hopeafenol (25).
Hopea sangal Bogor, Sri Atun, (-)-ampelopsin A (16), vatikanol B (24), dan (-)-
Indonesia (2004) hopeafenol (25)
Hopea Banten, Sri Atun, dkk, Balanokarpol (17); heimiol A (18); vatikanol G (20);
mengarawan Indonesia (2006) dan vatikanol B (24)
Hopea odorata Banten, Sri Atun, dkk, Balanokarpol (17); ampelopsin H (29); hemlesyanol
Indonesia (2006) C (30); dan hopeafenol (25)
Hopea nigra Banten, Sri Atun, Vatikanol G (20)
Indonesia (2005)
11 12 13 14
HO H
HO O HO
HO H
O OH OH
OH H
H OH
OH HH HO H
OH
HO
OH OH
HOH
H
O H H OH
O OH H
OH H
O O HO OH OH
H HO
OH
H O
HO H OH
HO
15 16 17 18
Gambar 2. Struktur molekul beberapa senyawa fenolik dan dimer stilbenoid yang telah
ditemukan pada beberapa spesies tumbuhan Dipterocarpaceae
OH
OH
OH
HO HO
H HO OH
HO OH
H
H
H H H H
HH HO HO OR
HO H OH
OH
OH H HO
HO
19
20 R =H
HO
21 R = glu
HO
H
O OH OH
H glu HO
H
H
HO H OH H
O
H
OH H O
HO H HH
OH H OH
OH O
HO OH
22 23
Gambar 3. Beberapa struktur tetramer stilbenoid yang yang telah ditemukan pada
beberapa spesies tumbuhan Dipterocarpaceae
OH
HO HO HO HO
HO OH O H OH
OH HO
H H
H
RO
H O OH
OH H H H H H
H H
HO H
OH
HO OH OH
H
OH HO
H
O
HO
24 25 R = H
26 R = glukosa
H HO OH OH O
HO H H H HO H O H H O O
O O
H O H H OH
H H H HO O
H O O H HH O H
H H O O H
H H
H
H
OH OH
OH OH
27 28
HO B H O HO 4
a A1 H7O
12 O
O4b 10 1 1O7 H O OH 1 a 8a B H C 4c
H b 8b 14b H A1ba H8b H 1 O1
12
H H
A 2
2H
7 2
0 b 8c HH
a 2H
A 1 H
a
7aB2 b H OH H a O
aH B1 C17 8d Hd
2
cO
OO 4
12 H
1 a H H H 4d
22 D2
a O8a b 7
OH OH HO 4b c
D1
dO
H H
1 O
O
H OH
H
OH
29 30
Gambar 4. Beberapa struktur tetramer stilbenoid yang yang telah ditemukan pada
beberapa spesies tumbuhan Dipterocarpaceae
OH
HO OH
HO OH
OH H OH
OH OH
HO OH
HO H OH
HO HO H
HO H HO H
H H OH H H OH
H OH HH OH HO H
HH HH H H
HO H HO H OH H
HO
OH OH OH
HO OH HO OH
OH H HO
HO
31 32
HO OH OH
HO
HO OH
OH OH
H O
H OH HO
H H OH
HO
O H
HO H OH
H H OH HH H
HO H HO H OH H
H H OH
H H H
HO H HO
H H OH
OH OH
O
OH HH
HO HO
OH HO
HO
HO HO
OH
33 34
OH
OH
HO
HO
OH H HO
H O O
HO HO HO
HO
H HO OH OH
H
H H OH OH HH OH
HO H OH HO OH
H H H H
OH OH H H H OH
HO H H
HO H
HO H
O HO
H O
HH OH H
HO H H OH
HO H
HO RO
OH
HO OH
OH
OH
35 36. R = H
37. R = glukosa
Gambar 5. Beberapa struktur heksamer dan heptamer stilbenoid yang yang telah
ditemukan pada beberapa spesies tumbuhan Dipterocarpaceae
Fungsi biologis dari oligostilbenoid belum senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh tumbuhan
banyak diungkapkan, namun hasil penelitian sebagai reaksi terhadap infeksi atau rangsangan
memperlihatkan adanya aktivitas biologi yang fisiologi lain (Langcake, 1977).
berguna dari beberapa senyawa tersebut, seperti Penelitian yang dilakukan oleh Jang
antiinflamasi, antibakteri, sitotoksik, bersifat (1997) juga menunjukkan bahwa resveratrol (9)
kemopreventif, hepatoprotektif, antikanker, dan anti- memiliki aktivitas kemopreventif terhadap sel
HIV. Telah dilaporkan bahwa resveratrol (9) diisolasi kanker. Selanjutnya, berbagai aktivitas biologi
untuk pertama kalinya dari daun tumbuhan Vitis dari oligostilbenoid lainnya telah dilaporkan oleh
vinifera pada tahun 1977 sebagai fitoaleksin, yaitu beberapa peneliti, seperti (-)-ε-viniferin (13),
memperlihatkan aktivitas sebagai antimikroba menggunakan senyawa oligostilbenoid lainnya
terhadap beberapa jenis organisme (Sothesswaran, yang lebih bervariasi.
1993). Penelitian terhadap sejumlah
oligostilbenoid lainnya juga memperlihatkan Tabel 2. Aktivitas Beberapa Senyawa
aktivitas sitotoksik terhadap galur sel tertentu. Oligostilbenoid Sebagai Penangkap Radikal
Hopeafenol (25), vatikanol D (31), vatikanol H Hidroksil
(32), vatikanol I (33), vatikanol J (34) bersifat
sitotoksik terhadap sel KB karsinoma epidermoid
(Ito, 2001a,b; Ohyama, 1999; Seo, 1999). Begitu Hasil uji sitotoksisitas beberapa senyawa
pula vatikanol A oligostilbenoid terhadap sel Hela S3, Raji dan
(22) bersifat inhibitor terhadap 5α-reduktase, yang Meyloma menunjukkan adanya beberapa senyawa
berguna sebagai pencegah rambut rontok dan yang memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan
jerawat (Hirano, 2001). Uji antioksidan terhadap dengan doxorobucin (kontrol positif) yang
vatikanol D (31), juga menunjukkan aktivitas merupakan senyawa bahan obat kanker. Beberapa
sebagai penangkap radikal super oksida (Tanaka, senyawa yang menunjukkan aktivitas tinggi
2000c). terhadap sel Hela S3 yaitu vatikanol B (24) dan
Demikian juga hasil penelitian Sri Atun ampelopsin H (29), sedangkan yang menunjukkan
(2006a) membuktikan bahwa beberapa senyawa aktivitas tinggi terhadap sel Raji adalah
stilbenoid menunjukkan aktivitas yang tinggi balanokarpol (17), vatikanol B (24), ampelopsin
sebagai penangkap radikal hidroksil secara H (29), dan hemlesyanol C (30) (Sri Atun, 2008).
invitro. Dari hasil penelitian tersebut diketahui
aktivitas sebagai penangkap radikal hidroksil
(IC50) senyawa oligostilbenoid seperti terdapat
pada Tabel 2. Ditinjau dari harga IC50 masing-
masing senyawa menunjukkan hubungan struktur
dan aktivitasnya. Faktor yang menentukan
aktivitas suatu senyawa oligostilbenoid sebagai
penangkap radikal hidroksil adalah jumlah unit
resveratrol (gugus hidroksil bebas), ikatan
rangkap, dan tingkat kesimetrian struktur, namun
hal ini masih harus dibuktikan dengan
3. Eksplorasi dan Pengembangan Potensi digunakan untuk mengobati penyakit mata,
Senyawa Kimia dari Beberapa busung lapar, dan anemia (PT Esay, 1995).
Tumbuhan Tropis Indonesia famili Sampai saat ini telah dilaporkan beberapa
Gnetaceae senyawa oligostilbenoid yang ditemukan pada
Selain famili Dipterocarpaceae senyawa beberapa spesies tumbuhan famili Gnetaceae,
oligostilbenoid juga dapat ditemukan pada antara lain Gnetum gnemonoides, G. latifolium,
tumbuhan famili Gnetaceae, Leguminoseae, G. gnemon ( Iliya, 2001, 2002), G. hainanense
Cyperaceae, dan Vitaceae (Sotheeswaran, 1993). (Huang, 2000), dan G. venosum (Boralle N,
Salah satu spesies tumbuhan famili Gnetaceae 1993). Beberapa spesies tumbuhan yang telah
yang banyak terdapat di Indonesia adalah Gnetum diteliti dan kandungan senyawa stilbenoid yang
gnemon (melinjo), terutama di Pulau Jawa. telah ditemukan dapat dilihat pada tabel 3.
Tumbuhan ini banyak memiliki manfaat, seperti Senyawa stilbenoid yang telah ditemukan pada
bagian daun yang muda sebagai bahan sayur, biji beberapa spesies tumbuhan tersebut dapat
banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan, kulit dikelompokkan menjadi monomer, dimer, trimer,
batang dimanfaatkan sebagai bahan pembuat tali. dan tetramer stilbenoid dengan struktur kerangka
Disamping itu bagian daun dan buah dapat molekul dan tingkat oksidasi yang bervariasi.
Tabel 3. Beberapa spesies tumbuhan famili G. hainanense Hainan, Huang, 2000 Resvera
Gnetaceae dan kandungan senyawa China (44), Gn
stilbenoidnya resverat
G. Venosum Brasil Boralle , rapontig
Nama spesies Asal Peneliti 1993 Gnetin J
tumbuhan G. latifolium Bogor, Iliya, 2001 Resvera
G. gnemon Sleman, Sri Atun, Indonesia gnetin E
Indonesia 2007 G. gnemonoides Bogor, Iliya, 2002 gnemon
G. gnemon Bogor, Iliya, 2002 2b-hidro
Indonesia
Indonesia gnetin H
Beberapa monomer stilbenoid yang telah
ditemukan antara lain resveratrol (39),
oksiresveratrol (43), dan rapontigenetin (48).
Yang termasuk dimer stilbenoid antara lain ε-
viniferin (44), gnetal (59), gnetuhainin A (45),
gnetuhainin B (46), resveratrol trans-dehidromer
(47)
(60), gnetin C (49), dan gnetin D (55). Beberapa
trimer stilbenoid antara lain gnetin E ( R = H)
(54), gnetin J (R = OH) (51), gnetin K (R = OMe)
(52), latifolol (56), dan gnetin H (62), sedangkan
tetramer stilbenoid adalah gnemonol C (57).
OH
2 3
4 OH 12 HO
HOOC HO OH 12
HO O
1 6 5 1O
87 2
04H
H
10 1
OH O O
9'
8 7
8' 7' 1
2
OH
1'
2' 6' 4
OCH3
OH
OH
H3CO OH
H
4'
OCH3
38 39 40 41
H O H O
H H
O H
HO OH O O HO O O HO OO
H H HH H
O HH
O OH
H O
H H
O
O
OMe OH
OH OH OH
48 44 45 46
Glc- O HO
H H O HO
O O OO H OHH
O H
O
O
H H
H
OH
HO
OH OH
O-Glc CHO
47 58 59
O
H
H
OH H O
O HH
O O H
H H HH O
O H
R O
O
OH H
HO OH
(R = H) (53) 60
(R =OH) (54)
Gambar 6. Beberapa senyawa monomer dan dimer stilbenoid dari tumbuhan famili Gnetaceae
OH
R
OH HO
O H
HO H HO
O
HO O
OH OH
H OH
OH
HO
O
HO OH
OH
( R = H) (41)
56
(R = OH) (51)
(R = OMe) (52)
H HO H
OH HH H
HO H OOH OO
O H
HO
OH OH O HO
O
H H OH
H H
HO OH
HO
OH HO
OH
HO
62
57
Gambar 7. Beberapa senyawa trimer stilbenoid dari tumbuhan famili Gnetaceae
4. Eksplorasi dan Pengembangan Potensi sedang meneliti 9 tanaman obat unggulan nasional
Senyawa Kimia dari Beberapa sampai ke uji klinis. Tanaman tersebut adalah
Tumbuhan Obat Herbal salam, sambiloto, kunyit, jahe merah, jati belanda,
Selain tumbuhan tropis, Indonesia juga temulawak, jambu biji, cabe jawa, dan mengkudu.
kaya beraneka tumbuhan herbal yang telah Penelitian tumbuhan herbal saat ini
digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan juga sedang dilakukan di Laboratorium
tradisional secara turun-temurun. Pada Kimia, antara lain eksplorasi senyawa kimia
hakekatnya pengobatan tradisional di Indonesia rimpang tumbuhan temu giring (Curcuma
merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia hyenana), temu ireng (C.aeruginosa), kunci
yang diturunkan dari generasi ke generasi pepet (Gastrochilus pandurata Ridl), serta
berikutnya secara lisan atau tulisan. Eksplorasi lengkuas (Alpinia galanga Sw), serta uji
senyawa bioaktif dari tumbuhan obat tradisional
aktivitasnya terhadap beberapa sel kanker,
akan memiliki manfaat yang cukup luas baik
secara ekonomi, industri, maupun yang berkaitan maupun uji aktivitasnya terhadap virus
dengan kemandirian dan kebanggaan bangsa. H5N1. Demikian juga eksplorasi senyawa
Mengingat selama ini banyak peneliti dari luar kimia dari tumbuhan pulai (Alstonia
negeri yang mengeksplorasi sumber daya alam scholaris L), pegagan (Centella asiatica L),
Indonesia. Atas dasar hal tersebut badan POM dan meniran (Phyllanthus niruri L) sebagai
bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi obat malaria
.
5. Beberapa Permasalahan dan Kendala tumbuhan obat masih tergantung pada tumbuhan
Pengembangan Potensi Senyawa Kimia yang ada di hutan alam atau berasal dari
dari Tumbuhan budidaya masyarakat yang diusahakan secara
tradisional. Pemanfaatan bahan baku obat
Dewasa ini pemanfaatan bahan baku tradisional oleh masyarakat mencapai kurang
lebih 1000 jenis, dimana 74% diantaranya Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan
merupakan tumbuhan liar yang hidup di hutan. baku tumbuhan obat dan meluasnya permintaan
Kegiatan eksploitasi tanaman liar secara pasar domestik maupun ekspor, diperlukan suatu
berlebihan melebihi kemampuan regenerasi dari kesadaran terhadap pemanfaatan sumber daya
tanaman dan tanpa disertai usaha budidaya, akan alam hayati secara lebih hati-hati dan lebih
mengganggu kelestarian tanaman tersebut optimal.
(Muharso, 2000). Akibatnya banyak tumbuhan Kendala yang lainnya dalam penelitian
yang terancam punah atau paling tidak sudah sulit eksplorasi bahan alam adalah diperlukan biaya
dijumpai di alam Indonesia, seperti purwoceng yang relatif besar dalam proses pemisahan,
(Pimpinella pruacan), kayu angin (Usnea pemurnian, dan identifikasi struktur molekul
misaminensis), pulasari (Alyxia reiwardii), senyawa bioaktifnya. Adanya kendala tersebut
maupun bidara laut (Strychnos ligustrina) menyebabkan banyak tumbuhan obat yang belum
(Muharso, 2000). diketahui struktur senyawa aktifnya. Penelitian
Beberapa permasalahan pelestarian pengembangan potensi tumbuhan obat akan lebih
tumbuhan obat Indonesia disebabkan karena bermakna apabila diteliti secara lebih
kerusakan habitat, akibat eksploitasi kayu hutan komprehensif dan berkesinambungan, dengan
yang berlebihan, perambahan hutan, kebakaran melibatkan berbagai disiplin ilmu terutama kimia
hutan, konversi hutan menjadi perkebunan kelapa bahan alam, farmasi, pertanian, maupun
sawit, perladangan berpindah, punahnya budaya kedokteran.
dan pengetahuan tradisional penduduk asli/lokal,
serta pemanenan tumbuhan obat yang berlebihan.
Kesimpulan
Indonesia termasuk salah satu negara dipublikasikan dalam jurnal yang bereputasi
“megadiversity” yang kaya akan keanekaragaman internasional. Sebagai contoh dari beberapa
hayati. Keanekaragaman hayati tersebut tumbuhan famili Dipterocarpaceae dan Gnetaceae
merupakan sumber biomolekul senyawa-senyawa dapat diperoleh berbagai struktur senyawa
organik yang tidak terbatas jumlahnya. oligostilbenoidl yang telah dipublikasikan dalam
Keanekaragaman hayati Indonesia tersebut berbagai jurnal bereputasi internasional.
tentunya sangat menarik bagi para peneliti baik
dari dalam maupun luar negeri untuk
mengeksplorasinya, sehingga menghasilkan
penemuan- penemuan baru yang dapat
Daftar Pustaka
Cronquist A. (1981). An Integrated System
of Classification of Flowering Plants,
Columbia In Press, New York, 316 –
318.
Depkes, (2001). Standar Pengawasan Program
Bidang Kesehatan Pemberantasan Penyakit
Menular.
Inspektorat Jenderal DepKes RI, hal 5.
Dina Nawangningrum, Supriyanto Widodo, I
Made Suparta, dan Munawar Holil,
(2004), Kajian terhadap naskah kuno
Nusantara koleksi Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universita
Indonesia: Penyakit dan Pengobatan
amuan Tradisional, Makara, Sosial,
Humaniora, Vol., 8, No. 2, hal. 45-53
Grabley R.T., (1999), Drug discovery from
nature, Springer-Verlag, Berlin
Heyne K. (1987), Tumbuhan berguna
Indonesia, Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta, jilid III, 1390 – 1443
15