LAPORAN PRAKTIKUM I
EKOLOGI HEWAN
OLEH:
NAMA : HASRIANI
KELOMPOK : II (DUA)
JURUSAN BIOLOGI
KENDARI
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Salah satu hewan tanah adalah fauna tanah yang
termasuk dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda, insekta,
moluska dan cacing tanah (Wood, 1989). Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses
dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan
struktur tanah (Anderson, 1994). Fauna tanah sebagai salah satu komponen organisme tanah ikut
berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik. Bersama organisme tanah lainnya fauna
tanah menguraikan bahan organic menjadi C organic tanah dan melepaskan hara-hara dalam ikatan
komplek menjadi hara tanah tersedia bagi tanaman, sehingga tingkat populasi dan sebaran fauna tanah
secara langsung berpengaruh terhadap tingkat kesuburan dan produktivitas tanah. Salah satu contoh
fauna tanah yaitu cacing tanah. Cacing tanah sangat banyak jenisnya. Di Indonesia, cacing tanah sebagian
besar tergolong dalam famili Megascopecidae, terutama dari genus pheretima. Tetapi dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah yang luas penyebarannya di Indonesia adalah dari jenis
Pontoscolex corethrurus. Cacing ini tersebar luas di tanah pertanian, belukar, dan lapangan yang
ditumbuhi rumput-rumputan (Nurdin, 1982). Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu dilakukan
praktikum Kepadatan Cacing Tanah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum Kepadatan Cacing Tanah adalah bagaiman mengetahui kepadatan dan
kepadatan relatif cacing tanah pada berbagai tipe habitat.
C. Tujuan Praktikum
Tujuan pada praktikum praktikum Kepadatan Cacing Tanah adalah untuk mengetahui kepadatan dan
kepadatan relatif cacing tanah pada berbagai tipe habitat.
D. Manfaat Praktikum
Manfaat pada praktikum Kepadatan Cacing Tanah adalah agar dapat mengetahui kepadatan dan
kepadatan relatif cacing tanah pada berbagai tipe habitat.
A. Fauna Tanah
Fauna tanah adalah fauna yang memanfaatkan tanah sebagai habitat atau lingkungan yang mendukung
aktifitas biologinya. Fauna tanah merupakan salah satu organis mempenghuni tanah yang berperan
sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah dengan menghancurkan fisik, pemecahan bahan menjadi
humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas, dan membentuk
kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah (Hartoto, 2008).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen biologi tanah yang memainkan peran penting dalam
proses penggemburan tanah. Peran aktif mesofauna dan makrofauna tanah dalam menguraikan bahan
organik dapat mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan disekitarnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman dan kepadatan populasi fauna
tanah adalah jenis vegetasi penutup lahan. Fauna tanah memiliki preferensi terhadap jenis serasah yang
dikonsumsinya tergantung dari ketersediaannya (Fitratunnisa, 2013).
B. Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan salah satu fauna tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan
tanah dengan menghancurkan secara fisik pemecahan bahan organik menjadi humus, menggabungkan
bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas, dan membentuk kemantapan agregat antara
bahan organik dan bahan mineral tanah. Cacing tanah adalah fauna yang memanfaatkan tanah sebagai
habitat atau lingkungan yang mendukung aktifitas biologinya (Dwiastuti, 2009).
Cacing tanah dapat digunakan dalam pengelolahan limbah organik karena cacing tanah dapat mengurai
atau merombak bahan organik. Potensi cacing tanah yang cukup penting lainya adalah sebagai penghasil
pupuk oganik yaitu material halus seperti humus dengan kapasitas tukar kation yang tinggi. Cacing tanah
juga dapat menghasilkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Besarnya peranan cacing tanah
dalam meningkatkan kesuburan tanah, dapat memberikan peluang pemanfaatan cacing tanah pada
pertanian organik (Supriati, 2011).
tanah, karena terkait dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit
jumlah cacing tanah yang dijumpai. Namun apabila cacing tanah sedikit, sedangkan bahan organik segar
banyak, pelapukannya akan terhambat (Hanafiah,2005).
Praktikum Kepadatan Cacing Tanah Pada Berbagai Vegetasi dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 30
Maret 2016 Pukul 7.30-9.00 WITA, bertempat di sekitaran kampus, Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.
1. Alat
No
Nama alat
Kegunaan
1.
Patok kayu
2.
Alat tulis
5.
Mistar
6.
Cangkul
2. Bahan
No
Nama bahan
Kegunaan
1.
Cacing
Sebagai objek pengamatan
C. Prosedur kerja
Prosedur kerja pada praktikum Kepadatan Cacing Tanah Pada Berbagai Vegetasi adalah sebagai
berikut:
2. Pada setiap titik sampling sampel cacing tanah, diambil dengan menggunakan metode kuadrat
(30x30x20 cm) dan metode hand sorting. Pengambilan dilakukan pada pagi hari yaitu hari pukul 7.30-
9.00 WITA sebelum suhu tanah menjadi terlalu panas.
3. Pada kuadrat tersebut, tanah digali dengan sekop dan diletakan pada lembaran plastik yang
berukuran 1x1 meter dan disortir dengan tangan.
4. Cacing yang didapatkan, dimasukan dalam botol koleksi yang telah diisi dengan formalin 5%.
Selanjutnya dibawah ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi cacing tanah dilakukan dengan
menggunakan bantuan mikroskop dan buku identifikasi. Selanjutnya dihitung jumlah individu masing-
masing jenis.
5. Pada saat pengambilan sampel cacing tanah di lapangan, jangan dilakukan pengukuran beberapa
faktor abiotik tanah antara lain adalah suhu tanah, kelembaban tanah dan pH tanah.
A. Hasil Pengamatan
No.
Tipe Habitat
Nama Jenis
∑ Individu
1.
Vegetasi Hutan
Spesies A
15 ekor
2.
Spesies B
25 ekor
3.
1. 2. Spesies D
2 ekor
12 ekor
B. Analisis Data
1. Vegetasi Hutan
K = n
= 15
2700
= 5,56 individu/m2
KR = n × 100
∑n
= 15 × 100
15
= 100
K = n
= 25
2700
= 9,25 individu/m2
KR = n × 100
∑n
= 25 × 100
25
= 100
= 2
2700
= 7,407 individu/m2
KRC = n × 100
∑n
= 2 × 100
14
= 14,285.
KD = n
= 12
2700
= 4,44 individu/m2
KRD = n × 100
∑n
= 12 × 100
14
= 85,714.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dibeberapa tipe habitat yaitu vegetasi hutan, vegetasi
area pertanian dan vegetasi alang-alang/padang rumput tersebut ditemukan beberapa jenis spesies
cacing tanah yang masing-masing spesies A berjumlah 15 ekor, spesies B berjumlah 25 ekor, spesies C
berjumlah 2 ekor, dan spesies D berjumlah 12 ekor. Dari Hasil analisi data pengamatan diketahui bahwa
jumlah Kepadatan (K) dari empat tipe habitat vegetasi tersebut berbeda-beda misalnya pada vegetasi
hutan jumlah Kepadatannya 5,56 individu/m2, vegetasi area pertanian jumlah kepadatannya 9,25
individu/m2, dan jumlah kepadatan pada vegetasi alan-alang/padang rumput 7,407 individu/m2.
Sedangkan Kepadatan relatif (KR) dari empat tipe habitat tersebut masing-masing berjumlah 100 yang
diketahui dari perhitungan jumlah total seluruh jenis (n) dibagi sigma jumlah total seluruh jenis (n) dan
dikali 100.
Ketiga tipe vegetasi tersebut, individu yang paling banyak ditemukannya cacing tanah yaitu pada vegatasi
bekas area pertanian. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti tekstur tanah
yang lembab, sehingga kelembabannya sangat baik. Kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah
antara 15-50% dengan kelembaban optimumnya 42-60%. Kelembabn cacing taanah yang terlalu tinggi
akan menyebabkan banyaknya populasi cacing tanah tapi sebaliknya jika kelembaban tanah terlalu
kering maka cacing tanah akan masuk ke dalam tanah dan berhenti makan dan akhirnya mati. Selain
kelembaban, suhu dan pH tanah juga memiliki pengaruh terhadap populasi cacing tanah, apabila suhu
tanah terlalu tinngi atatu rendah dapat membuat cacing tanah mati karena suhu mempengaruhi
pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme dengan masing-masing cacing tanah memiliki kisaran suhu
optimum netral. pH tanah juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan
cacing karena ketersediaan bahan makanan dan unsur haranya yang relatif banyak.
Pada vegetasi hutan populasi cacing tanah biasanya banyak ditemukana karena adanya penutupan
pohon sehingga dapat mengurangi intesitas cahaya matahari ke permukaan tanah. Tumpukan serasah
daun pada vegetasi hutan ikut mendukung tumbuhnya kehidupan vaving tanah (Qadrahaflah, 2013).
Sesuai dengan pernyataan Dewi, dkk (2016) bahwa peningkatan masukan serasah daun dapat
meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Berdasarkan penjelasan tersebut, berbanding terbalik
dengan hasil pengamatan yang didapatkan. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena kesalahan
perhitungan jumlah individu pada setiap tipe vegetasi tersebut atau dapat dikatakan tidak akurat.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum Kepadatan Cacing Tanah Pada Berbagai Vegetasi yaitu vegetasi hutan,
vegetasi area pertanian dan vegetasi alang-alang/padang rumput ditemukan cacing tanah dengan lima
spesies dan jumlah yang berbeda-beda pada setiap tipe habitat tanahnya. Pada vegetasi hutan spesies A
yang ditemukan berjumlah 15 ekor, vegetasi area pertanian spesies B berjumlah 25 ekor dan pada area
vegatasi alang-alang/padang rumput di temukan dua spesis C berjumlah 2 ekor dan spesies D berjumlah
12 ekor.
B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum Kepadatan Cacing Tanah Pada Berbagai Vegetasi yaitu
sebaiknya antara praktikan harus kompak.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiastuti, S., dan Suntoro, 2009, Eksistensi Cacing Tanah pada Lingkungan
Berbagai Sistem Budidaya Tanaman di Lahan Berkapur, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi Bahan Organik Tanaman di Bawah Tegakan Sengon
(Paraserianthes falcataria), J. Bioteknologi, IV(I) : 21
Supriati, R., Darni, dan Mardania, S., 2011, Peran Populasi Cacing Tanah
(Pontoscolex corethrurus Fr. Mull) terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Organik Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.), J. Konservasi Hayati, VII (II) : 12
Unknown di 03.03
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
BIOLOGI ChaNdy
Selamat datang di Blog saya.... Semoga Blog ini bermanfaat bagi pengunjung.....!!
PRAKTIKUM 5
B. Tujuan :
C. Dasar Teori
Fauna tanah sebagai salah satu komponen organisme tanah ikut berperan penting dalam proses
dekomposisi bahan organik. Bersama organisme tanah lainnya fauna tanah menguraikan bahan organic
menjadi C organic tanah dan melepaskan hara-hara dalam ikatan komplek menjadi hara tanah tersedia
bagi tanaman. Dengan demikian tingkat populasi dan sebaran fauna tanah secara langsung berpengaruh
terhadap tingkat kesuburan dan produktivitas tanah. .
Dalam hubungan timbal balik dengan mikroba, peranan utama fauna tanah adalah mengoyak,
memasukkan, dan melakukan pertukaran secara kimia hasil proses dekomposisi serasah tanaman.
Melalui proses mineralisasi materi yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan
digunakan oleh tumbuh-tumbuhan (Thomas & Mitchell 1951).
Secara umum fauna tanah dapat dipandang sebagai pengatur terjadinya proses biogeokimia dalam
tanah. Dengan perkataan lain fauna tanah berperan dalam menentukan kesuburan tanah bahkan
beberapa jenis fauna tanah dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan tanah di suatu daerah
pertanian (Adianto 1983). Salah satu hewan fauna tanah yang berperan dalam proses dekomposisi yaitu
cacing.
Cacing tanah sangat banyak jenisnya. Di Indonesia, cacing tanah sebagian besar tergolong dalam famili
Megascopecidae, terutama dari genus pheretima. Tetapi dari beberapa hasil penelitian terungkap pula
bahwa cacing tanah yang luas penyebarannya di Indonesia adalah dari jenis Pontoscolex corethrurus.
Cacing ini tersebar luas di tanah pertanian, belukar, dan lapangan yang ditumbuhi rumput-rumputan
(Nurdin, 1982).
John (2007) menjelaskan bahwa keberadaan cacing tanah pada areal perkebunan sangat berperan dalam
peningkatan produktivitas tanah. Hanafiah (2005) menjelaskan bahwa secara umum peranan cacing
tanah merupakan sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui
kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan
organik, pelapukan mineral dan lain-lain, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah.
Suin (1989) menjelaskan bahwa kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada faktor fisik-
kimia tanah dan tersedianya makanan yang cukup bagi cacing tanah. Pada tanah yang berbeda faktor
fisik-kimia tanahnya tentu kepadatan cacing tanahnya juga berbeda. Demikian juga jenis tumbuh-
tumbuhan yang tumbuh pada suatu daerah sangat menentukan jenis cacing tanah dan kepadatan
populasinya di daerah tersebut.
Distribusi bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait dengan sumber
nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit jumlah cacing tanah yang dijumpai.
Namun apabila cacing tanah sedikit, sedangkan bahan organik segar banyak, pelapukannya akan
terhambat (Hanafiah,2005).
Bahan organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena
bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya. Sumber
utama materi organik adalah serasah tumbuhan dan tubuh hewan yang telah mati. Pada umumnya
bahan organik ini banyak jumlahnya pada tanah yang kelembabannya tinggi dibandingkan dengan yang
rendah. Selain itu, menurut Russel (1988) bahan organik juga mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah dan
bahan organik itu merupakan sumber pakan untuk menghasilkan energi dan senyawa pembentukan
tubuh cacing.
D. Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
1. Pacul
2. Kantong plastik
3. pH meter
4. Formalin 8%
E. Cara Kerja
3. Meletakkan tanah pada lembaran plastik dan seterusnya mengoleksi cacing tanah yang ada dengan
metoda sortir tangan.
4. Membedakan bentuk luar cacing tanah, menghitung dan mencuci dengan air sampai bersih dan
menimbang.
1. Hasil
Waktu/tanggal
Banyak cacing
Parameter fisik
Ket.
pH
Suhu
15.30
04-06-2011
2 ekor
290C
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, hanya diperoleh dua ekor cacing (dalam stasiun
yang luasnya 30 x 30 m) dengan berat keduanya 0,85 gr. Cacing tanah hanya di temukan pada titik ke-4,
dimana pada titik yang lain tidak ditemukan adanya cacing tanah. Hal ini mungkin di pengaruhi oleh
tekstur tanah yang berupa tanah pasir, sehingga kelembaban tanahnya pun sangat kurang. Kelembaban
sangat berpengaruh terhadap aktivitas cacing tanah karena sebagian tubuhnya terdiri atas air yang
berkisar 75-90% dari berat tubuhnya. Itulah sebabnya usaha pencegahan kehilangan air merupakan
masalah bagi cacing tanah. Meskipun demikian cacing tanah mampu hidup dalam kondisi yang kurang
menguntungkan dengan cara berpindah ke tempat yang lebih sesuai atau pun diam.
Menurut Rukmana (1999) kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15-50%, namun
kelembaban optimumnya adalah antara 42-60%. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah
dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya jika kelembaban tanah
terlalu kering, cacing tanah akan segera masuk ke dalam tanah dan berhenti makan serta akhirnya mati.
Kehidupan cacing tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah
dapat mematikan cacing tanah. Suhu pada umumnya mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan
metabolisme. Tiap spesies cacing tanah memiliki kisaran suhu optimum tertentu, dan kondisi yang sesuai
untuk aktivitas cacing tanah di permukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi
10,50C (Wallwork, 1970).
Diperoleh juga pH tanah di lokasi sekitar damhil yaitu 6, yang berarti tanah bersifat asam. Itu juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya populasi cacing tanah di lokasi tersebut.
Dimana tanah yang pH-nya asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing
tanah, karena ketersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah relatif terbatas. Di
samping itu, tanah dengan pH asam kurang mendukung percepatan proses pembusukan (fermentasi)
bahan-bahan organik.
Cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah, karena itu pH merupakan faktor pembatas dalam
menentukan jumlah spesies yang dapat hidup pada tanah tertentu. Cacing tanah menyukai pH tanah
sekitar 5,8-7,2 karena dengan kondisi ini bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk
mengadakan pembusukan. Penyebaran vertikal maupun horizontal cacing tanah sangat dipengaruhi oleh
pH tanah (Edwars & Lofty, 1977).
Cacing tanah berkembang baik pada pH netral. pH ideal untuk cacing tanah adalah 6–7,2 (Rukmana,
1999). Cacing tanah menyukai bahan organik kualitas tinggi (C/N rendah). Kualitas bahan organik yang
paling menentukan populasi cacing tanah adalah asam humat dan fulvat (Priyadarshini, 1999). Semakin
tinggi kandungan asam humat dan fulvat, semakin kecil populasi cacing tanah, bahkan pada kondisi asam
humat dan fulvat cukup tinggi cacing tanah bisa tidak dijumpai sama sekali.
Biomasa cacing tanah telah diketahui merupakan bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan
pH, keberadaan horison organik, kelembaban tanah dan kualitas humus.
Bahan organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena
bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya. Sumber
utama materi organik adalah serasah tumbuhan dan tubuh hewan yang telah mati.
Cacing tanah termasuk makrofauna tanah (ukuran > 2 mm). Makrofauna tanah sangat besar peranannya
dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan
pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994). Penentuan bioindikator kualitas tanah diperlukan untuk
mengetahui perubahan dalam sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda. Perbedaan penggunaan
lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi makrofauna tanah (Lavelle, 1994). Pengolahan tanah
secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional
dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah (Crossley et al.,
1992; Paoletti et al., 1992; Pankhurst, 1994).
G. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kelangsungan hidup cacing tanah
dipengaruhi oleh kelembaban tanah, dimana kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah
dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya jika kelembaban tanah
terlalu kering, cacing tanah akan segera masuk ke dalam tanah dan berhenti makan serta akhirnya mati.
Kehidupan cacing tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah
dapat mematikan cacing tanah. Selain itu pH dan bahan organik sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan populasi cacing tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar.EK.2004.Uji Efektifitas Metoda Sampling.Online.Tersedia di
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding2008pdf/eakosman_fauna.pdf.diakses
tanggal 6 Juni 2011
erny di 06.12
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
MENGENAI SAYA
Foto saya
erny
Renny Ambar
POPULASI DEKOMPOSER
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI DASAR
POPULASI DEKOMPOSER
NIM : 1110095000021
Kelompok : 1 (satu)
Semester : 3/A
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Populasi dekomposer merupakan banyaknya sebaran jumlah spesies suatu mikroorganisme pengurai
yang mampu menguraikan sisa bahan organik di alam yang diantaranya serasah. Populasi yang tersebar
dilingkungan berupa materi makroskopis yang dapat terlihat dengan jelas adalah cacing.
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan
tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi
habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk
hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan
menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu
lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.
Kehidupan hewan sangat bergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu
jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah tersebut. Dengan kata lain
keberadaan suatu daerah sangat bergantung dari faktor lingkungannya, yaitu lingkungan biotik dan
lingkungan abiotik (Sarwono, 2007).
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang
mengandung banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur
dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat
meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan
konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan
melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan
memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, keasaman
tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila
faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Keseimbangan lingkungan akan rusak dan
berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia. Maka
dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi kondisi
fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut.
Hardjowigeno (2007) menjelaskan bahwa suatu perubahan bahan organik kasar menjadi humus hanya
terjadi karena adanya organisme hidup di dalam atau diatas tanah dan saling berhubungan satu sama
lain dengan lingkungan dalam pem bentukan humus tumbuhan yang merupakan produsen utama. Sisa-
sisa tanaman itu menjadi sumber makanan bagi organisme yang menjadi konsumen utama, begitu
seterusnya menjadi humus.
· Menaksir kerapatan populasi cacing tanah yang dinyatakan dalam keratan biomassa.
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu organisme tanah yaitu cacing. Cacing tanah tergolong ke dalam kelompok Invertebrata,
Filum Annelida, Ordo Oligochaeta. Terdapat 7.000 spesies yang tersebar diseluruh dunia. Spesies yang
paling umum diataranya adalah : Holodrillus caliginosus (cacing kebun), Holodrillus foetidus (cacing
merah) dan sejenisnya ini tersebar di seluruh dunia (Suin, 2006).
Identifikasi cacing tanah (Oligochaeta) secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya (morfologi)
dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar
dapat dilakukan dengan memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya
segmen (Suin,2006).
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen
lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara
satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan
yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari
otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Handayanto,2009).
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing tersebut dapat memecah
fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa
sampah dari permukaan ke dalam tanah dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki
struktur tanah (Handayanto,2009).
Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik untuk organisme. Cacing ini
hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya
yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral.
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara
terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam
lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi
atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya
(aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk
pernafasannya melalui kulit (Handayanto, 2009).
Pada ekosistem tanah, cacing merupakan salah satu dekomposer utama yang berperan dalam siklus
nutrisi tanah. Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe
epigeik, cacing tanah tipe epigeik hidup di permukaan tanah. Umumnya cacing ini ditemukan pada
serasah-serasah daun di lantai hutan. Tipe endogeik, cacing tanah tipe endogeik hidup didalam tanah
pada kedalaman 0 – 10 meter. Cacing tanah ini paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang
buruk, sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator kerusakan tanah. Tipe anecigeik, cacing tanah tipe
anecigeik hidup didalam tanah pada kedalaman 10 -20 cm dan terkadang naik ke permukaan untuk
melakukan sekresi.
2.2. Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan
organisme (vegetasi hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat
pula udara dan air. Pengaruh organisme dalam tanah khususnya dalam proses pembentukan struktur
tanah yang stabil sangat oleh kegiatan organisme dalam tanah, khususnya cacing tanah yang
bersimbiosis dengan tanaman atau serasah daun yang dapat memberikan kesuburan.
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk
keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang
berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air
dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Sarwono, 2007)
a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya, matahari dan
sebagainya.
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.
Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk menentukan kualitas tanah
secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah
dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator (Sarwono,2007).
Cacing tanah dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah, yaitu dengan menghitung kerapatan
populasinya pada tanah yang menjadi habitatnya. Populasi hewan dihitung sebagai jumlah indivudu per
satuan ruang tempat hidup (satuan luas, satuan volume atau satuan berat medium). Dengan demikian,
bila diketahui luas area tempat hidup hewan, kepadatan populasi absolut dapat dihitung. Untuk berbagai
spesies hewan yang memperlihatkan ukuran tubuh yang bervariasi, ukuran populasi dapat lebih
bermakna apabila dinyatakan dalam kerapatan biomassa (berat per satuan ruang dan bukan jumlah
individu per satuan ruang). Berdasarkan nilai kerapatan bioassa cacing, dapat ditentukan kualitas tanah
dengan kategori sebagai berikut :
1. Tanah subur atau belum tercemar : kerapatan biomassa cacing tanah > 60 gr/m2.
Dalam suatu populasi, individu-individu penyusun populasi dapat tersebar dengan berbagai pola
penyebaran Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relatif terhadap yang lain dalam
populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi bisa bermacam-macam, pada
umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak, penyebaran secara
mengelompok, dan penyebaran merata.
1. Acak (random)
Pada penyebaran pola acak, setiap indivudu memiliki probabilitas yang sama untuk ditemukan dimana
saja pada suatu luasan area.
2. Mengelompok (contagious/clumped)
Pada penyebaran pola mengelompok, individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik-titik tertentu
pada suatu luasan area.
3. Seragam (uniform/regular)
Pada penyebaran pola seragam, setiap individu terpisah satu sama lain pada jarak yang seragam pada
suatu luasan area.
Metode hand sorting merupakan salah satu metode penyortiran dengan tangan. Dimana metode
ini menggunakan tangan untuk mengambil atau meneliti suatu sampel. Metode ini cukup praktis namun
kelemahan dari metode ini untuk meneliti sampel dibutuhkan waktu yang lama karena sampel yang
diteliti harus satu persatu dan secara detail sehingga bisa memakan waktu yang cukup lama. Pada
metode ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan luas dan kedalamannya, dan tanah itu
diletakkan diatas sebuah alas dan tanah dan langsung disortir.
BAB III
METODOLOGI
· Lokasi Pengamatan
Dibawah pohon depan halaman Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
· Waktu Pengamatan
· Alat :
· Alat gali
· Timbangan analitik
· Penggaris
· Desikator
· Plastik/kertas koran
· Oven
· Label
· Crucible
· Soil tester
· Cawan porselen
· Core Sampler
· Tali Rafia
· Kayu/ranting
· Kertas isap/tisu
· Termometer
· Bahan
· Tanah
· Aquadest
Dua area sampling dipilih secara acak dan plot kuadrat ukuran 20 cm x 20 cm diletakkan pada area
tersebut. Serasah penutup tanah dibersihkan pada plot kuadrat yang akan diamati. Substrat dicuplik di
dalam plot kuadrat pada tiga kedalaman tanah, yaitu 0 – 5 cm, 5 – 10 cm dan 10 – 20 cm. Seluruh sampel
tanah per kedalaman dipindahkan ke atas bentangan alas plastik atau koran. Dilakukan penyortiran
dengan tangan (hand sorting method) untuk mencari cacing tanah pada sampel tanah yang telah anda
kumpulkan di atas alas plastik tersebut. Dihitung jumlah individu cacing tanah yang bertipe epigeik,
endogeik dan anecigeik. Semua cacing yang ditemukan dibersihkan dari partikel tanah, kemudian
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Dari cuplikan tanah, diambil segenggam tanah dan
dibersihkan dari serasah dan perakaran. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung sampel. Dilakukan
pengukuran faktor lingkungan abiotik tanah dan kondisi mikroklimat tanah dan udara.
· Kerapatan Biomassa
Kerapatan biomassa =
S2
x=
Bulk density =
Total Porositas
Lokasi
Kelompok
pH tanah
Kelembaban Tanah
Suhu Tanah
Bobot Isi
Porositas
(%)
(ºC)
(%)
(%)
(%)
(gr/cm3)
(%)
6,8
2%
27ºC
26,56%
13,15%
86,84%
0,65 gram/cm3
75,9%
Non-Vegetasi
6,8
1%
29ºC
17,37%
11,93%
88,06%
1,224 gram/cm3
55%
6,5
3%
29,5ºC
27,57%
12,36%
87,64%
0,977
gram/cm3
35,19%
6,8
2%
26ºC
38,82%
15,62%
84,37%
0,87 gram/cm3
66,8%
Vegetasi
6,9
3%
26ºC
26,37%
13,80%
86,17%
0,81 gram/cm3
69,67%
Pada tabel diatas, hasil pengukuran abiotik pada tempat yang bervegetasi dan non vegetasi, pH tanahnya
lebih tinggi pada lokasi vegetasi dengan rata-rata pH tanahnya 6,8 dibandingkan pH tanah pada lokasi
non vegetasi dengan rata-rata pH tanahnya 6,7. Kelembaban tanah lebih tinggi ada pada lokasi vegetasi.
Hal ini dikarenakan pada lokasi vegetasi di bawah pohon banyak menghasilkan oksigen dari udara bebas
untuk pernafasannya melalui kulit.
Kulit cacing tanah memerlukan kelembaban cukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusak
yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara
15ºC-25ºC (Handayanto,2009).
Suhu lebih tinggi ada pada lokasi non vegetasi dikarenakan di tempat yang bervegetasi ditutupi oleh
pohon, sehingga suhunya lebih teduh/rendah dibandingkan dengan lokasi non vegetasi. Kandungan air
lebih tinggi pada daerah vegetasi, adanya pepohonan di lokasi vegetasi juga berarti kandungan organik
dan anorganiknya lebih besar dibandingkan pada lokasi non-vegetasi karena banyak serasah-serasah
daun yang juga mempengaruhi pH tanah.
Cacing yang didapat pada lokasi bervegetasi ukurannya lebih besar (tipe epigeik dan endogeik) dan
jumlahnya lebih banyak di temukan pada permukaan tanah. Karena di lokasi yang bervegetasi terdapat
banyak serasah-serasah yang akan menjadi makanan untuk cacing tanah. Sedangkan pada lokasi non
vegetasi cacing yang didapat lebih sedikit, hal ini dikarenakan pada tempat non vegetasi tidak terdapat
pepohonan dan serasah sebagai makanan tanah sehingga suhunya lebih tinggi dan tanahnya pun tidak
lembab
Tempat
Kelompok
(gr/m2)
Kualitas Tanah
Non-Vegetasi
0,0343 gram
0,8575 gr/m2
0,55 gr/m2
Tercemar berat
0 gram
0 gr/m2
5
0,0318 gram
0,795 gr/m2
Vegetasi
0,029 gram
0,74 gr/m2
2,13 gr/m2
Tercemar berat
0,1408 gram
3,52 gr/m2
Pada Tabel 2 terlihat bahwa cacing tanah lebih banyak ditemukan pada lokasi vegetasi dengan
rata-rata kepadatan biomassa adalah 2,13 gr/m2 dibandingkan pada lokasi non vegetasi rata-rata
kepadatan biomassanya adalah 0,55 gr/m2. Hal ini terjadi karena pada lokasi yang bervegetasi pH nya
lebih tinggi, suhu lebih teduh/rendah, dan kelembabannya lebih tinggi di bandingkan pada lokasi non
vegetasi, sehingga lebih banyak cacing yang mungkin pada tempat tersebut. Kualitas tanah pada lokasi
bervegetasi dan non vegetasi sama-sama tercemar. Dikarenakan tanah mengandung bahan organik dan
anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman.
Pencemaran tanah dapat terjadi karena penggunaan pupuk secara berlebihan, pembuangan limbah yang
tidak dapat dicerna seperti plastik. Pencemaran tanah juga dapat terjadi melalui air dan udara yang
mengandung bahan polutan yang merubah susunan kimia tanah (Sarwono,2007).
Tabel 3. Pola Penyebaran Cacing Tanah
Tempat
Kelompok
(gr/m2)
S2
Pola Penyebaran
Non-vegetasi
0,8575 gr/m2
2,13 gr/m2
0,622
1,13
Mengelompok
0 gr/m2
0,795 gr/m2
Vegetasi
2
0,74 gr/m2
0,55 gr/m2
3,864
1,814
Mengelompok
3,52 gr/m2
Pada tabel diatas didapat pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan non vegetasi
adalah sama-sama mengelompok. Hal ini dikarenakan pada lokasi yang bervegetasi dan non vegetasi
suhu indeks dipersial nya lebih dari satu. Sehingga individu-individu lebih banyak ditemukan pada titik
tertentu pada suatu luasan daerah/lokasi.
Pola penyebaran disebabkan oleh adanya karakteristik sumber daya lingkungan. Pola penyebaran
mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis organisme, habitat yang ditempati dan luas area.
BAB V
KESIMPULAN
v pH tanah pada lokasi vegetasi lebih tinggi dibandingkan pada lokasi non vegetasi.
v Suhu pada lokasi non vegetasi lebih tinggi dibanding lokasi vegetasi.
v Cacing tanah lebih banyak ditemukan pada tempat bervegetasi dengan rata-rata kepadatan biomassa
adalah 2,13 gram/m2.
v Kualitas tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi sama-sama tercemar.
v Pola penyebaran cacing tanah pada lokasi vegetasi dan lokasi non vegetasi adalah pola penyebaran
mengelompok (contagious/clumped).
DAFTAR PUSTAKA
LOKASI NON-VEGETASI
Kelompok 1
= 3,6717 gram
= x 100%
= x 100%
= 26,56%
Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) – berat cawan
= 3,1888 gram
= x 100%
= x 100%
= 13,15%
= x 100%
= 86,84%
= 104,0856 gram
Bulk density =
= 0,65 gram/cm3
Porositas
= 1 – x 100%
= 1 – x 100%
= 0,759 x 100%
= 75,9 %
Kelompok 3
Berat kering tanah = (berat kering tanah + berat cawan) – berat cawan
= 35,8624 gram– 31,7389 gram
= 4,1135 gram
= x 100%
= x 100%
= 17,37 %
Berat abu tanah = (berat abu tanah + berat cawan) – berat cawan
= 3,6255 gram
= x 100%
= x 100%
= 11,93 %
= x 100%
= 88,06%
= 136,779 gram
Bulk Density =
= 1,224 gram/cm3
· Porositas
= 1 – x 100%
= 1 – (0,453) x 100%
= 0,55 x 100%
= 55%
Kelompok 5
= x 100%
= x 100%
= 27,57 %
= x 100%
= 12,36 %
= x 100%
= 87,64 %
Bobot Isi
Bulk density =
= 0,977 gr/cm3
Porositas
= 1 – x 100%
= 35,19 %
LOKASI VEGETASI
Kelompok 2
= 34,5373 – 31,4784
= 3,0589
5 gram
= 38,82 %
3,0589 gram
= 15,62 %
3,0589 gram
= 84,37%
Bobot Isi
= 103,1190 gram
Bulk Density =
= 103,1190 gram
117,32 gram
= 0,8789 gram
Porositas
= 1 - [ 0,8789 ] x 100%
2,65
= 66,8 %
Kelompok 4
Berat kering tanah = (berat cawan + berat kering tanah) – berat cawan
= 36.0906 – 32,4092
= 3,6814 gram
5 gram
= 26,37%
3.6814
= 13.8%
= 3,1723 x 100%
3,6814
= 86.17%
· Bobot isi
Berat kering tanah = Berat oven 105 derajat – berat cawan porselen
= 153.3355 – 53.7364
= 99.5991 gram
Bulk Density =
121.64
· Porositas
= 1- (0.8188) x 100%
2,7
= 0.6967 x 100 %
= 69.67 %
KEPADATAN BIOMASSA
LOKASI VEGETASI
S2
S2 =
S2 =
S2 = 12,938 gr – 9,0738 gr
S2= 3,864
Indeks dipersial
LOKASI NON-VEGETASI
Kerapatan biomassa =
=
=
S2
S2
S2
S2 =
S2 =
S2 = 0,622
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
Foto saya
Renny Ambar