Anda di halaman 1dari 5

Praktikum Ekologi

Tanggal : 16 Oktober 2022 Dosen/Laboran :


Dr. Mentari Putri Pratami, S.Si., M.Si.
Nama : Dustyn Putra Vardhana Dr Isna Arofatun Hikmah, S.Si., M.Si.
NIM : 320210301010 Nrangwesthi Widya N, S.Si, M. Han

PENDUGAAN POPULASI CACING TANAH SEBAGAI INDIKATOR


KESUBURAN TANAH
Pendahuluan
Cacing tanah adalah cacing berbentuk tabung dan tersegmentasi dalam filum Annelida.
Mereka umumnya ditemukan hidup di tanah, memakan bahan organik hidup dan mati. Sistem
pencernaan berjalan melalui panjang tubuhnya. Cacing tanah melakukan respirasi melalui
kulitnya. Cacing tanah memiliki sistem transportasi ganda terdiri dari cairan selom yang
bergerak dalam selom yang berisi cairan dan sistem peredaran darah tertutup sederhana.
Memiliki sistem saraf pusat dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari dua ganglia atas mulut,
satu di kedua sisi, terhubung ke tali saraf berlari kembali sepanjang panjangnya ke neuron motor
dan sel-sel sensorik di setiap segmen. Sejumlah besar kemoreseptor terkonsentrasi di dekat
mulutnya. Otot melingkar dan longitudinal di pinggiran setiap segmen memungkinkan cacing
untuk bergerak. Set yang sama otot garis usus, dan tindakan mereka memindahkan makanan
mencerna menuju anus cacing. (Edward, 1998).
Lokasi pengambilan sempel pada praktikum ini adalah hutan Kawasan PMPP TNI
sekitar Universitas Pertahanan Republik Indonesia pada Jumat, 16 Oktober 2022 pukul
08.0011.40 WIB.
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksinya. Unsur hara
dalam betuknutrisi dapat diserap oleh tanaman melalui akar. Nutrsi dapat diartikan sebagai
proses untuk memperoleh nutrient, sedangkan nutrient dapat diartikan sebagai zat-zat yang
diperlukan untuk kelangsngan hidup tanaman berupa mineral dan air. (Harjowigeno, S. 2007).
Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk membahas apakah populasi cacing dapat dijadikan
sebagai indicator kesuburan tanah.

Metode
Pada praktikum ekosistem terestorial digunakan beberapa alat yaitu, Digital 4 in 1,
Google Lens, larutan air sabun, sekop, cangkul, meteran, pinset, dan botol film. Pengamatan
dibagi menjadi dua yaitu pada ekosistem terestorial ternaungi dan terestorial terbuka yang tidak
jauh dari lapangan Aula Merah Putih. Pengamatan ini dibuatlah satu petak pada masing-masing
ekosistem dengan lebar petak 1 m x 1 m. Pada tiap petak diberi perlakuan penghilangan
tanaman yang tumbuh diatas petak tersebut sekaligus diidentifikasi menggunakan Google Lens
tanaman apa yang tumbuh diatas petak tersebut, petak yang telah dihilangkan tanamannya
dicangkul sedalam 15 cm dari permukaan tanah sekaligus disirami menggunakan air sabun, hal
ini dilakukan untuk memancing cacing agar keluar dari tanah karena pH tanah yang berubah
menjadi basa, cacing yang muncul diambil dan dikumpulkan pada botol film dan dibawa ke
dalam laboratorium Biologi UNHAN RI untuk selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut. Digital 4
in 1 digunakan untuk mengukur faktor abiotik yang ada pada petak.
Hasil pengamatan

No. Faktor Ukuran


1. Suhu 31‫ﹾ‬C
2. Kelembapan 62.55 %
3. Cahaya 2144 Lux
Tabel 1. Faktor Fisik pada Petak Hutan Terbuka

No. Jenis Tumbuhan Jumlah Jenis Cacing Jumlah


1. Elymus repens >20 Haplotaxida 16
2. Mimosa pudica >20
Tabel 2. Jenis Tumbuhan dan Cacing Pada Petak Hutan Terbuka

No. Faktor Ukuran


1. Suhu 29,4‫ﹾ‬C
2. Kelembapan -
3. Cahaya >10.000 Lux
Tabel 3. Faktor fisik pada Petak Hutan Tertutup

No. Jenis Tumbuhan Jumlah Jenis Cacing Jumlah


1. Rumput teki >10 Haplotaxida 17
2. Pteropsid 5 Lumbricus terestris 2
3. Cyperus rotundus >10
Tabel 4. Jenis Tumbuhan dan Cacing Pada Petak Hutan Tertutup
Pembahasan
Kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara, dan unsur hara
dalam keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman, baik fisik, kimia, dan
biologi tanah (Syarif Effendi, 1995). Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil
yang dalam melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH 6-6,5 mempunyai aktivitas jasad
renik yang tinggi (maksimum) (Sutejo. M.M, 2002). Kesuburan tanah merupakan mutu tanah
yang bercocok tanam, yang ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi
bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Penaksirannya dapat
didasarkan sifat fisik, kimia, dan biologi yang terukur, kesuburan tanah dapat juga ditaksir
secara langsung berdasarkan keadaan tanaman yang teramati.
Kesuburan tanah dapat ditentukan oleh kesuburan fisika, artinya Pengaruh struktur dan
tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsung. Struktur tanah yang
remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi
persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan
panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih
banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah
berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah
lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat
mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah
remah. Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang
berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang
tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit
mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori
tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat,
sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah
merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah (Anonim, 2010).
Sedangkan kesuburan kimia dan biologi dapat diukur dengan mengukur pH tanah, pH
di Indonesia umumnya berkisar 3-9 tetapi untuk daerah rawa seperti tanah gambut ditemuka
pH dibawah 3 karena banyak mengandung asam sulfat sedangkan di daerah kering atau daerah
dekat pantai pH tanah 9 karena banyak mengandung garam natrium. pH tanah juga
mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Ada pH 5.5-7 bakteri jamur
pengurai organic dapat berkembang dengan baik. Namun Derajat keasaman (pH) tanah yang
beragam ini dapat disesuaikan dengan pemberian kapur pada tanah ber pH tinggi, penambahan
sulfur pada tanah ber pH rendah. Dapat disimpulkan, secara umum pH yang ideal bagi
pertumbuhan tanaman dan mikroorganisme adalah 6.5-7. Namun kenyataannya setiap jenis
tanaman memiliki kesesuaian pH yang berbeda. Sedangkan pada Sifat biologi tanah yang
meliputi bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khususnya mikroorganisme penting
seperti bakteri, fungi dan Algae), interaksi mikroorganisme tanah dengan tanaman (simbiosa)
dan polusi tanah. Tanah dikatakan subur bila mempunyai kandungan dan keragaman biologi
yang tinggi.
Cacing tanah sangat banyak jenisnya. Di Indonesia, cacing tanah Sebagian besar
tergolong dalam family Megascolecidae. Tetapi dari beberapa harsil penelitian jenis cacing
tanah yang tersebar luas di Indonesia adalah jenis Pontoscolex corethrurus. Cacing tanah ini
tersebar luas di tanah pertanian, belukar, dan lapangan yang ditumbuhi rumput-rumputan (Suin,
1989). Cacing tanah dapat berkembang dngan optimal pada pH netral yaitu 6-7.2. pada
umumnya cacing tanah masih dapat hidup pada tingkat kemasaman tanahb berkisar 5-8
(Rukmana, 1999), Cacing tanah mudah dijumpahi pada derah iklim basah, sedang dan tropic.
Jika kondisi tanah sesuai, cacing tanah Sebagian besar dijumpai di lapisan atas (20-30 cm)
(Maftu’ah, 2001). Keberadaan cacing pada tanah dipengaruhi oleh kelembapan tanah, suhu, pH
tanah, bahan organic tanah, vegetasi, dan tekstur tanah. Sehingga jika kondisi tanah sesuai maka
dipastikan cacing dapat tumbuh dan berkembang di tanah tersebut.
Peran cacing tanah sebagai jasad hayati penyubur dan penyehat tanah terutama melalui
kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi
bahan organic, pelapukan mineral , sehingga mampu meningkatkan produktifitas tanah. Cacing
tanah juga berperan dalam meningkatkan infiltrasi air dan drainase tanah. Secara Biologic acing
mengubah bahan organic menjadi humus untuk memperbaiki kesuburan tanah, yaitu dengan
membawa bahan organic ke bagian bawah tanah untuk makanan dan memperkuat liangnya dan
menghasilkan kotoran yang mengandung 40% humus. Tanah Degnan kepadatan populasi
cacing tanah yang tinggi akan menjadi subur karena cacing tanah mencampur dan
menghancurkan partikel-partikel mineral menjadi unit yang lebih kecil dan membantu
pencampuran antara tanah lapiran atas dan bawah. Hal tersebut mengakibatkan distribusi dan
siklus C-organik lebih lama berada di tanah (Hanafiah, 2005). Hal ini didukung juga hasil
penelitian Paoletti (1999) dan Jimenez (1998) menunjukkan: (1) lahan peternakan dan padang
rumput memiliki kepadatan dan biomas cacing tanah yang lebih tinggi; (2) hutan berdaun gugur
dan ternaungi lebih tinggi biomas dan kepadatan cacing tanahnya dibandingkan hutan berdaun
jarum; (3) lahan pertanian yang diolah intensif lebih rendah populasi cacingnya dibandingkan
kebun buah-buahan.
Pada hasil faktor fisik pada tabel 1 berupa suhu udara 31‫ﹾ‬C dan pencahayaan >10.000
Lux memengaruhi kondisi tanah dimana suhu tanah dan kelembapan tanah yang kering akibat
suhu lingkungan meningkat akan memengaruhi lingkungan hidup pada cacing, sehingga cacing
dilingkungan ini kurang bisa tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang
ada, yaitu Pada tabel 1 dan tabel 2 merupakan hasil pengamatan pada petak lahan terbuka
dimana ditemukan jenis tumbuhan Elymus repens dan Mimosa pudica berjumlah lebih dari 20,
serta cacing tanah Haplotaxida berjumlah 16 dengan ukuran kecil, pengamatan dilakukan
selama kurang lebih 30 menit hal ini dikarenakan sulitnya menemukan cacing jika tanah tidak
dicangkul terlebih dahulu, pemberian sabun cair juga dilakukan untuk mempermudah
pengambilan cacing, karena pH tanah akan berubah menjadi lebih basa dan cacing cenderung
keluar dari tanah yang tidak sesuai dengan pH lingkungan hidupnya.
Pada tabel 3 dan tabel 4 merupakan hasil pengamatan pada petak hutan tertutup dimana
ditemukan vegetasi tanaman lebih beragam dan jumlah cacing yang lebih banyak dan berukuran
lebih besar, yaitu Rumput teki dengan jumlah lebih dari 10, Ptereosip berjumah 5 dan Cyperus
rotundus berjumlah lebih dari 10, serta cacing Haplotaxida berjumlah 17 dan cacing Lumbricus
terestris berjumlah 2 dengan ukuran yang besar dibandingkan dengan hasil cacing yang didapat
pada petak lahan terbuka. Cacing dapat hidup dengan baik pada lahan tertutup karena keadaan
tanah pada lahan tertutup sangat sesuai dengan kebutuhan lingkungan untuk cacing bertumbuh
dan berkembang, karena cacing yang banyak tumbuh pada lahan ini membuat kesuburan tanah
meningkat sehingga tanaman juga banyak yang tumbuh pada lingkungan tanah yang subur dan
mengakibatkan varietas tanaman beragam. Pada pengamatan kali ini, seharusnya diukur juga
sifat kimia dari kesuburan tanah dengan mengukur pH tanah sebelum diberi air sabun, tetapi
hal ini tidak dilakukan karena kurangnya alat yang dimiliki.
Perbedaan hasil yang didapat mulai dari macam tanaman hingga jumlah cacing beserta
ukurannya dipengaruhi oleh kesuburan tanah pada lahan terbuka dan tertutup. Hasil
pengamatan pada lahan tertutup lebih banyak memiliki variasi tanaman sehingga dapat
dikatakan bahwa pada lahan tertutup atau ternaungi memiliki kesuburan yang lebih tinggi dan
lingkungan tanah yang sesuai dengan lingkungan hidup cacing sehingga cacing dapat hidup
dan berkembang dengan baik, hal ini berbanding terbalik dengan lahan terbuka yang hanya
memiliki sedikit varietas tanaman dan jumlah cacing yang sedikit. Sehingga cacing dapat
dikatakan dapat menjadi indicator kesuburan tanah dibantu dengan varietas tanaman yang
tumbuh pada lahan tersebut.
Simpulan
Dapat kami simpulkan dari hasil pengamatan pada cacing bahwa Semakin rapat tutupan
kanopi maka semakin banyak populasi cacing tanah yang ditemukan karena memiliki
lingkungan tanah yang sesuai untuk tempat tumbuh dan berkembangnya cacing, sedangkan
pada lahan terbuka cacing juga ditemukan tetapi dengan ukuran yang jauh berbeda dengan
lahan hutan tertutup. Hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik dan faktor biologi yang dimiliki tanah.
Sehingga cacing dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah.
Pertanyaan
1. Tidak terdapat perbedaan jenis cacing yang ditemukan pada kedua lokasi pengamatan,
hal ini dikarenakan lahan yang digunakan masih berdekatan.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi populasi cacing tersebut adalah, faktor fisika
(termasuk faktor abiotik didalamnya), faktor biologi, dan faktor kimia.
3. Pada lahan yang tertutup memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dibandingkan dengan
lahan terbuka hal ini dapat dilihat dari jumlah cacing yang didapat dan jenis vegetasi
tanaman yang ada.

Daftar Pustaka
Buck, C., M. Langmaack, and S. Schrader. 1999. Nutrient Content of Earthwom Cast
influenced by Different Mulsh Types. Eur.J.Soil. Biol 55.
Edwards, C.A. 1998. Earthworm Ecology. St. Lucie Press. Washington, DC. 389.
Hanafiah, K. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta
Jimenez, J.J., A.G. Moreno, T. Decaens, P. Lavelle, M.J. Fisher, and R.J. Thomas. 1998.
Earthworm communities in native savannas and man-made pastures of the Eastern Plains
of Colombia. Journal of Biol. Fertil. Soils 28:101-110.
Maftu’ah, E,E. Handayanto. 2001. Study on potency of macrofauna as a bioindicator of soil
quality of some land uses. Proceeding of National Seminar on Conversation of Naturan
Resources un Globalisation Era. Surabaya.
Paoletti, M.G. 1999. The role of earthworms for assessment of sustainability and as
bioindicators. Journal of Agriculture, Ecosystem and Enviroment 74:137- 155.
Rukmana, R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Kanisus. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai