Anda di halaman 1dari 7

Critical Jurnal Report

Mata kuliah ZOOLOGI INVERTEBRATA

“CRITICAL JURNAL

Judul Jurnal”

Tugas Terstruktur Mata Kuliah ZOOLOGI INVERTEBRATA

Oleh,

Nama : MELISA FITRI MULIANA

NIM : 0310182053

Kelas : PENDIDIKAN BIOLOGI 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Moluska merupakan filum terbesar kedua dalam kerajaan binatang setelah filum
Arthropoda. Saat ini diperkirakan ada 75 ribu jenis, ditambah 35 ribu jenis dalam bentuk
fosil. Moluska hidup di laut, air tawar, payau, dan darat. Dari palung benua di laut sampai
pegunungan yang tinggi, bahkan mudah saja ditemukan di sekitar rumah kita. Moluska
(filum Mollusca, dari bahasa Romawi: molis = lunak) merupakan
hewantriploblastikselomata yang bertubuh lunak. Ke dalamnya termasuk semua hewan
lunak dengan maupun tanpa cangkang, seperti berbagai jenis siput, kiton, kerang-
kerangan, serta cumi-cumi dan kerabatnya.
Tubuh lunaknya itu dilindungi oleh cangkang, meskipun ada juga yang tidak
bercangkang. Mollusca yang sudah tidak asing lagi bagi kita adalah siput. Siput
merupakan salah satu Mollusca yang termasuk ke dalam kelas gastropoda. yaitu berjalan
dengan menggunakan perutnya. Filum Mollusca dibagi menjadi 5 kelas : Gastropoda,
Chepalopod, Pelecypoda, Amphineura dan Scaphopoda. Tubuh Mollusca simetri
bilateral, tertutup mantel yang menghasilkan cangkang, dan mempunyai kaki penteral.
Phylum Mollusca memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan.
Beberapa spesies dari Phylum ini menjadi sumber protein bagi manusia. Selain itu,
Mollusca juga dapat menjadi hama bagi pertanian dan menjadi inang bagi beberapa
cacing parasit yang sangat merugkan bagi manusia.
BAB II

INFORMASI JURNAL

2. Identitas jurnal

Judul : Peran komunitas mollusca dalam mendukung fungsi kawaasan


mangrove di Tanjung Lesung, Pendeglang, Banten

Penulis : Nur R. Isnaningsih dan Mufti P. Patria


Lembaga Penulis : Universitas Indonesia
Penerbit : Jurnal Biotropika
Vol san nomor : Vol.6 No.2
BAB III
PEMBAHASAN

a. Klasifikasi mollusca

1. Amphineura
Amphineura adalah jenis Mollusca yang masih primitif. Amphineura mempunyai tubuh
simteri bilateral. Mempunyai beberapa insang di dalam rongga mantelnya. Hidup di
sekitar panta. Contoh: Chiton.

2. Scaphopoda
Scaphopoda hidup di laut atu di pantai, mempunyai cangkang yang tajam, berbentuk
seperti terompet, mempunyai kaki kecil, di kepalanya terdapat beberapa tentakel, dan
tidak mempunyai insang. Contoh: Dentalium Vulgare.

3. Gastropoda
Gastropoda merupakan hewan yang memakai perutnya sebagai kaki. Hidupnya di darat,
air tawar, maupun di laut. Umumnya Gastropoda mempunyai cangkang. Contoh: Siput.

4. Cephalopoda
Cephalopoda memakai kepalanya sebagai alat gerak. memiliki endoskeleton,
eksoskeleton, atau tanpa keduanya. Tubuhnya simetri bilateral. Tubuhnya terdiri dari
kepala, leher, dan badan. Contoh: Cumi-Cumi

5. Pelecypoda (Bilvalvia)
Pelecypoda mempunyai bentuk kaki seperti kapak yang terletak di anterior. Bilvalvia
merupakan hewan bercangkang yang terdiri atas dua bagian. Mempunyai sistem saraf dan
otak yang berkembang baik. Hidup di air tawar dan laut. Contoh: Meleagrina (kerang
mutiara), Anadonta (kijing), Ostrea (tiram), Panope Generosa (kerang raksasa).

b. Habitat mollusca

Pada umumnya Mollusca hidup secara bebas, sebagai herbivor maupun karnifor, dengan
memakan ganggang, tumbuh tumbuhan, udang, kepiting, ikan, hewan Mollusca lainnya, dan sisa
sisa organisme. Akan tetapi, ada pula Mollusca yang hidup sebagai parasit. Mollusca hidup di
perairan dangkal (laut, air tawar, air payau) dan ada pula yang hidup di darat.
C. Peran Moluska dalam Siklus Karbon di Hutan Mangrove Tanjung Lesung.
Sehubungan dengan pemanasan global dan perubahan iklim, berbagai program dan strategi
telah banyak dilakukan untuk mengurangi emisi gas CO2 ke atmosfer. Konservasi terhadap
habitat dan ekosistem yang memiliki kemampuan untuk menyimpan karbon seperti hutan
tropis dan laut juga marak dilakukan. Ekosistem mangrove dianggap sebagai kawasan yang
berpotensi menyimpan (sequestrasi) karbon. Biomasa tanaman dan tanah merupakan tempat
dimana karbon disimpan. Biomasa vegetasi mangrove dengan karbon organik tanah pada
lapisan 0-50 cm menunjukkan adanya hubungan yang positif.

Moluska sebagai salah satu kelompok fauna yang menghuni ekosistem mangrove turut
berperan dalam menentukan produktivitas hutan mangrove yaitu sebagai penyimpan karbon.
Selain terlibat dalam siklus karbon melalui aktivitas respirasinya, kalsifikasi moluska
mangrove juga memengaruhi kandungan C di atmosfer. Pengukuran kandungan C dalam
cangkang T. palustris diketahui sebesar 10,92 ± 2,33, sedangkan kandungan C untuk T.
telescopium terukur sebesar 10,32 ± 0,63. Besarnya kandungan C pada spesies T. telescopium
dari Tanjung Lesung relatif lebih rendah apabila dibandingkan kandungan karbon dalam
cangkang dalam cangkang moluska spesies yang sama dari hutan mangrove Western Indian
Sundarbans (12,02 ± 0,17) dan Eastern Indian Sundarbans (13,10 ± 0,09). Perbedaan
kandungan karbon dalam cangkang moluska mangrove dipengaruhi oleh karbon yang terdapat
dalam makanan, air dan atmosfer.
Kandungan karbon dalam cangkang moluska dan beberapa fauna yang mengandung
eksoskeleton (CaCO3) dianggap berpotensi sebagai penyimpan karbon (biosequestrasi). Seiring
dengan pertumbuhannya, moluska dianggap dapat menyerap karbon di atmosfer dan
memanfaatkannya untuk membentuk cangkang. Asumsi ini bahkan digunakan sebagai dasar
untuk mengembangkan budidaya kerang (shellfish farming) di daerah pesisir namun penelitian
lebih lanjut menunjukkan bahwa CO2 yang dikeluarkan selama proses respirasi dan kalsifikasi
moluska ternyata lebih besar dibandingkan dengan nilai karbon yang disimpan oleh moluska.
Pada proses kalsifikasi, satu molekul CO2 dilepaskan untuk tiap pembentukan masing-masing
molekul CaCO3 mengikuti persamaan berikut:

2HCO3- + Ca2+ = CaCO3 + CO2 + H2O

Kerang R. Philippinarum mampu menyimpan 8,18 mol CO2/m2/tahun, namun CO2 fluxes
dari proses respirasi dan kalsifikasi menunjukkan nilai yang lebih besar yaitu berturut-turut 22,7
dan 5,56 mol CO2/m2/ Penelitian serupa juga dilakukan pada kerang Arcuatula (Musculista)
senhousia yang mampu menyimpan karbon sebesar 46,04 g C /m 2/ tahun pada cangkangnya
namun melepaskan CO2 fluxes sebesar 50,4 g C /m2/ tahun selama proses respirasi dan 11.74 g
C /m2/ tahun untuk proses kalsifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka potensi moluska sebagai
penyimpan karbon masih memerlukan evaluasi dan penelitian lebih lanjut.
Pemanfaatan Spesies Moluska Mangrove. Spesies-spesies moluska mangrove mulai
digali potensinya dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Kelompok Cerithidea telah
menjadi komoditas perikanan yang dimanfaatkan sebagai bahan alternatif protein hewani.
Kandungan protein keong ini mencapai 13,8 %, lemak 2,8 %, dan natrium 283, 45 mg/100g.
Selain sebagai bahan konsumsi, masyarakat lokal juga memanfaatkan gastropoda mangrove
sebagai bahan obat. Ekstrak keong Cerithidae juga menunjukkan bahwa keong tersebut
mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan vitamin C.
Ekstrak kasar gastropoda mangrove jenis Telescopium telescopium juga mengandung senyawa
metabolit yang berpotensi sebagai antitumor dan antikanker.
Gastropoda mangrove juga dapat dikembangkan sebagai bio-indikator kualitas perairan.
Jaringan yang terdapat pada organ kaki, antena, mantle, insang gastropoda mangrove jenis T.
telescopium mampu menyerap zat Pb, Zn, dan Cu. Oleh karenanya dengan mengetahui
besarnya kandungan zat-zat logam tersebut dalam jaringan organ T. telescopium, maka
keberadaan logam tersebut di lingkungan perairan juga dapat terdeteksi.

d. Simpulan
Moluska mangrove sebagai bagian dari ekosistem hutan mangrove memiliki peran yang
cukup penting yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung fungsi-fungsi
ekologis hutan mangrove. Komunitas moluska merupakan komponen ekosistem yang
berfungsi sebagai pengurai serasah di hutan mangrove sekaligus sebagai subyek dalam siklus
karbon melalui proses respirasi dan kalsifikasi. Komunitas moluska di kawasan mangrove
Tanjung Lesung terdiri dari delapan spesies. Tiga spesies dengan nilai kepadatan (K i) dan
Indek Nilai Penting (INP) tertinggi adalah Cerithidea cingulata (Ki=187 ind/m2;
INP=76,71%), kemudian diikuti oleh Clithon squarrosus (Ki=99 ind/m2; INP=39,95%) dan
Terebralia palustris (Ki=42 ind/m2; INP=24,75%). Spesies T. palustris dan Telescopium
telescopium merupakan spesies yang berperan dalam mendegradasi serasah di hutan
mangrove Tanjung Lesung. Kandungan karbon dalam cangkang T. palustris dan T.
telescopium sebesar 10,92 ± 2,33 dan 10,32 ± 0,63 % berat kering. Namun demikian potensi
kedua spesies moluska tersebut sebagai penyimpan karbon masih memerlukan evaluasi dan
penelitian lebih lanjut.
BAB VI
Kritik dan Saran

A. Kritik
Untuk jurnal ini sangat bagus jika ingin menggunakan menjadi referensi karena disini
sudah di terapkan langsung bagaimana mollusca tersebut dari habitatnya. Bahkan disini
langsung dijelaskan dan di terapkan kepadatan dari masing-masing mollusca spesies mollusca
Di Tanjung Lesung tersebut. Dan untuk pembuatan makalah mungkin ini akan cocok untuk di
jadikan referensi. Tetapi, hanya saja bahasanya terlalu kaku dan ada yang kurang bisa di
pahami.

B. Saran
Saran saya untuk jurnal ini ya untuk bahasanya. Banya Kata yang kurang bisa di
pahami sehingga sulit juga untuk di artikan, mungkin jika yang membaca terkhusus
mahasiswa saja bisa ,hanya saja jika siswa/i yang menjadikan referensi makalah mungkin
akan sedikit bingung dengan pemilihan kata nya.

Anda mungkin juga menyukai