Anda di halaman 1dari 23

STUDI PERBURUAN DAN PERSEPSI PARA PEDAGANG BURUNG

KERAK KERBAU (Arcridotheres javanicus) TERHADAP KEBIJAKAN


KONSERVASI
DI JALAN USAHA TANI LEMPAKE SAMARINDA UTARA.

Oleh:
ACHMAD FIKRI YANTO
NIM 1704015077

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
Studi Perburuan Dan Presepsi Para Pedagang Burung Terhadap Konservasi
Kerak Kerbau (Arcridotheres javanicus) Di Jalan Usaha Tani Kelurahan
Lempake Samarinda Utara.

Oleh:
ACHMAD FIKRI YANTO
NIM 1704015077

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Proposal: Studi Perburuan Dan Presepsi Para Pedagang BurungTerhadap


Konservasi Kerak Kerbau (Arcridotheres javanicus) Di Jalan Usaha Tani
Kelurahan Lempake Samarinda Utara.

Nama : Achmad Fikri Yanto


NIM : 1704015077
Program Studi : Kehutanan
Fakultas : Kehutanan

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Mochamad Syoim, M.P Alber Laston Manurung, M.For.


NIP. 1975010520050 1 1006 NIP. 19681209 199403 1 004

Mengetahui:
Ketua Program Studi Kehutanan
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

Dr. Yuliansyah, S.Hut., M.P


NIP. 19740712200212 1 001

Tanggal Disetujui:
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

I.PENDAHULUAN ..........................................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................
1.3 Tujuan Penilitian ..........................................................................................
1.4 Hasil yang diharapkan ..................................................................................
II.TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Ekosistem .....................................................................................................
2.2 Kerak kerbau ................................................................................................
2.3 Persebaran dan habitat kerak kerbau ............................................................
2.4 Kebiasaan burung kerak kerbau ...................................................................
2.5 Perburuan dan perdagangan satwa liar .........................................................
III METODE PENILITIAN ............................................................................
A.Lokasi dan Waktu penelitian ..........................................................................
B Objek dan perlengkapan Kegiatan ..................................................................
C Prosedur penilitian ..........................................................................................
D Analisis data ...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Sumber daya alam hayati dan ekosistem nya merupakan unsur pembentuk

lingkungan hidup dan mempunyai fungsi masing-masing dalam menyeimbangkan

ekosistem yang telah terbentuk pada lingkungan tersebut. Hutan memiliki

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang dimiliki bangsa Indonesia adalah

karunia yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Sebab itu perlu dilestarikan,

disyukuri, dilindungi dengan kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan,

pengawetan dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan

ekosistem nya. Perlindungan hutan bagian dari kegiatan yang dilaksanakan dalam

rangka mengamankan kawasan hutan, hasil hutan, dan lingkungannya agar

tercapai secara optimal dan lestari.

Dalam masalah perdagangan fauna burung (“aves”) yang perlu

diperhatikan adalah agar ketersediaan komoditas tersebut sebagai barang

dagangan harus dapat berlangsung secara berkelanjutan. Hal ini disebabkan

karena perdagangan adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi

menurunnya populasi suatu spesies burung, disamping akibat hilangnya habitat

dan degradasi habitat (Lambert,1993).Untuk itu perlu dihindari adanya eksploitasi

sumber daya alam dari hutan secara berlebihan menyebabkan Indonesia memiliki

daftar spesies fauna terancam punah terpanjang di dunia yang mencakup 126
spesies burung,63 spesies mamalia dan 21 spesies reptil (Sumardja, 1998).Di

antara spesies burung yang telah terdaftar “terancam punah” adalah kelompok

burung-burung paruh bengkok seperti, kakatua dan nuri-nurian (Shannaz dkk.,

1995). Walaupun demikian, Burung kerak kerbau (Arcridotheres javanicus).

Perdagangan burung kerak kerbau akan dapat dimanfaatkan secara

“sustainable” apabila diupayakan strategi konservasi nya.

Seperti umumnya masyarakat di beberapa daerah lainnya di indonesia,

masyarakat Samarinda yang tinggal di daerah kelurahan lempake, penduduk juga

hidup dari kemurahan alam dengan cara berburu, maupun memanfaatkan hasil

bertani. Berburu dan mengekstraksi satwa dari alam sudah merupakan kegiatan

turun menurun dan terus dipraktekkan sampai saat ini, karena merupakan salah

satu aspek hidup yang penting dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dengan lingkungan sosialnya.

Burung kerak kerbau (Arcridotheres javanicus). Adalah salah satu satwa

yang menjadi target perburuan yang dari waktu ke waktu semakin marak di

lakukan untuk di jual guna mendapatkan tambahan pendapatan keluarga.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1.Bagaimana persepsi para pemburu burung kerak kerbau (Arcridotheres

javanicus) terhadap kebijakan konservasi?


2.Bagaimana jalur perdangangan burung kerak kerbau (Arcridotheres javanicus)

di kelurahan Lempake?

1.3 Tujuan Penelitian


Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka sebuah survei perburuan

dilakukan dengan mewawancarai beberapa pemburu dan penjual burung Kerak

Kerbau (Arcridotheres javanicus) di Desa Belimau Kelurahan Lempake. Tujuan

nya antara lain untuk mengetahui fenomena sosial ekonomi serta mengetahui

persepsi para pedagang burung Kerak Kerbau mengenai kebijakan konservasi.

1.4 Hasil Yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai potensi

burung kerak kerbau pada daerah Kelurahan Lempake Samarinda Utara sehingga

dapat digunakan sebagai dasar pengembalian kebijakan perencanaan, pengelolaan

hutan secara lestari, berdasarkan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat

setempat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Ekosistem sebagai suatu tatanan kesatuan yang secara utuh dan menyuluh antara

segenap unsur lingkungan hidup dan saling mempengaruhi. Ekosistem sebagai

penggabungan dari setiap unit biosystem. Melibatkan interaksi timbal balik antara

organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energinya menuju pada suatu

struktur biotik tertentu dan terjadi siklus materi antara organisme dan anorganisme

(atap, 2022). Matahari sebagai sumber dari semua energy, dalam ekosistem,

organisme pada komunitas berkembang bersama – sama dengan lingkungan fisik,

sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk kelangsungan

hidupnya.

2.1.1 Abiotik

Komponen abiotik adalah komponen yang terdiri dari benda – benda

bukan makhluk hidup tetapi ada di sekitar kita, dan ikut mempengaruhi

kelangsungan hidup. Beberapa jenis komponen abiotik yaitu suhu, sinar matahari,

air, udara, angin, udara, kelembapan udara, dan banyak lagi benda mati yang ikut

berperan dalam ekosistem. Berikut beberapa diantaranya:


Suhu: Suatu proses biologis yang dipengaruhi oleh perubahan pada suhu,

contohnya mamalia & burung sebagai makhluk hidup yang dapat mengatur

sendiri suhu tubuhnya.

Air: Sebuah ketersediaan air dapat mempengaruhi distribusinya suatu organisme

Contohnya Organisme dapat beradaptasi dan bertahan hidup dengan

memanfaatkan ketersediaan air yang berada di padang pasir.

Garam: Konsentrat pada garam akan mempengaruhi keseimbangan air dalam

organisme melalui Osmosis. Contohnya pada Beberapa organisme Terestrial yang

dapat beradaptasi pada lingkungan dan kandungan garamnya yang cukup tinggi.

Sinar Matahari: Intensitas & Kualitas pada sebuah Cahaya Matahari akan

mempengaruhi proses fotosintesis, karena air mampu menyerap cahaya sehingga

prosoes fotosintesis dapat terjadi di sekitar permukaan matahari.

2.2.2 Biotik

Komponen biotik pada suatu ekosistem adalah makhluk hidup itu sendiri,

sebab ekosistem tak akan pernah terbentuk tanpa adanya makhluk hidup

didalamnya. Keberadaan makhluk hidup kemudian membentuk suatu rantai

makanan dalam suatu ekosistem. Beberapa contohnya dari komponen biotik yang

ada lingkungan sekitar kita, antara lain:

Organisme Autotrof atau Produsen, disebut sebagai produsen karena

organisme ini mampu membuat makanannya sendiri, bahkan ia membuat

makanan bagi organisme lain yang tinggal di ekosistem. Produsen kemudian akan

membuat makanan dengan menyerap senyawa serta zat – zat anorganik yang akan
diubah menjadi senyawa organik melalui suatu proses yang dinamankan sebagai

fotosistensis.

Organisme Heterotrof (Konsumen) memiliki sifat yang berbeda dengan

organisme pertama. Organisme heterotrof ini memperoleh makanan dari

organisme autotrof atau produsen dan akan memakan sesama organisme

heterotrof lainnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa organisme heterotof

adalah organisme lain yang digunakan sebagai sumber energi dan makanannya.

Sebagai contoh adalah manusia dan hewan. ketinganya nanti dibagi lagi

berdasarkan makanannya menjadi Herbivora, Karnivora serta Omnivora.

Pengurai atau Dekomposer, merupakan golongan terakhir dari komponen

biotik dalam sebuah ekoksitem. Pengurai atau dekomposer ini adalah organisme

yang menguraikan sisa – sisa makhluk hidup (heterotof atau autotrof) yang telah

mati. Dengan kata lain, pengurai adalah organisme yang bekerja untuk merubah

bahan bahan organik dari organisme yang telah mati menjadi senyawa anorganik

melalui suatu proses yang telah mati menjadi senyawa anorganik melalui suatu

proses yang dinamakan dekomposisi. Pengurai atau dekomposer akan menduduki

jabatan penting dalam suatu rantai makanan di bumi, karena peran paling akhir

adalah kunci keberlangsungan rantai makanan.

Peran ekologi burung pada ekosistem sangat penting yaitu sebagai

penyerbukan alami (pollinator) dan penyebar biji (seed dispersal), pengendalian

hama, indikator perubahan lingkungan dan indikator perubahan musim, sehingga

burung dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan lingkungan. Selain itu, burung
memiliki peranan sangat besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem

khususnya rantai makanan dan menjaga kelestarian lingkungan, sehingga

kelestariannya harus dipertahankan dari kepunahan maupun penurunan

keanekaragaman jenisnya. (Ima Fitri Sar, 2019)

2.2 Kerak Kerbau

Gambar 2.1 Kerak kerbau (Acridotheres Javanicus). sumber. Pinhome.id

Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Sturnidae
Genus:Acridotheres

Kerak Kerbau, merupakan salah satu jenis burung Kerak kerbau dari keluarga

strunidae genus acridotheres dengan ilmiahnya (Acridotheres Javanicus). Burung

jalak ini selain nama tersebut juga dikenal sebagai jalak kerbau, jalak hitam, jalak

ungu, dan jalak. Burung ini menyebar luas di Asia Timur, Asia Tenggara dan
Kepulauan Indonesia bagian barat. Bagi kalangan pecinta burung kicau, burung

jalak kerbau kurang mendapat perhatian khusus, Burung ini hanya dijadikan

sebagai burung masteran karena variasi suara serta lengkingan nya yang tajam.

Burung Kerak Kerbau dewasa Berukuran sedang (25 cm). Diselimuti bulu

berwarna abu – abu tua (hampir hitam) / ungu kehitaman (hampir hitam) pada

kepala, sayap, dan ekor, kecuali bercak putih pada bulu primer (yang terlihat

mencolok sewaktu terbang), serta tunggir dan ujung ekor yang berwarna putih.

Jambulnya pendek, mirip jalak jambul, perbedaan terletak pada warna putih pada

ujung ekor, yang mana kalau Kerak kerbau memiliki warna putih lebih lebar

daripada kerak jambul, warna paruh yang kuning, dan tunggir yang putih. Burung

remaja berwarna lebih cokelat, Iris jingga, paruh dan kaki kuning. Postur tubuh

burung jalak hitam jantan lebih panjang ketimbang betina. Tatapan matanya pun

lebih tajam. Betina juga bisa berkicau sebagaimana pejantan. Kicauannya

berbunyi parau dengan nada berkeriut “ciriktetowi” juga berbagai siulan dan nada

berderik “criuk, criuk” yang khas, terutama sewaktu terbang. Kadang meniru

kicauan burung lainnya.

2.3 Persebaran Dan Habitat Kerak Kerbau

Burung Kerak kerbau ini menyebar luas di Asia bagian timur, mulai dari

Bangladesh hingga ke Cina selatan, Pulau Jawa, dan Sulawesi. Merupakan jenis

jalak yang paling umum di sekitar kota dan lahan garapan di Jawa dan Bali. Dan

Tersebar di Asia Tenggara kecuali di Semenanjung malaya, Di introduksi ke

Sumatera. Di introduksi ke Taiwan, Thailand tenggara, Singapura, Puerto Rico,


serta juga ke pulau Honshu, Jepang. Kadang diperlakukan sebagai ras dari kerak

india (Acridotheres Fuscus), ada juga yang memasukkannya sebagai ras dari

kerak besar (Acridotheres Grandis). Introduksi ke Singapura bermula pada tahun

1925, semenjak itu jalak hitam termasuk spesies jalak yang paling banyak di

Singapura selain kerak ungu.

2.4 Kebiasaan Burung Jalak Kerbau

Jalak hitam hidup dalam kelompok besar atau kecil. Sebagian besar

mencari makan di padang rumput, pemukiman, lahan pertanian, dan di kota. Di

alam bebas, jalak hitam sering mendatangi areal yang menjadi ladang

penggembalaan kerbau. Ia senang bertengger di punggung kerbau, sambil mencari

kutu yang menempel di tubuh kerbau tersebut. Oleh sebab itu, ia di kenal sebagai

jalak kerbau. Ia juga senang mencari makanan di tanah. Makanan apapun yang di

temukan nya di tanah langsung di santap. Lubang pelepah pohon di jadikan

tempat untuk kawin di musim kawin. Apabila hendak tidur, mengeluarkan suara

khusus. Selain memakan kutu, juga memakan buah – buahan, seperti pisang dan

pepaya, serangga seperti belalang, jangkrik dan cacing tanah. Sarangnya terdapat

di lubang pohon. (Ratna, 2021)

Sedangkan untuk sisi suara kerak kerbau jantan memiliki variasi lebih banyak di

bandingkan betina, tidak hanya karena bulu nya juga memiliki perbedaan dari

jenis jantan memiliki perbedaan yaitu lebih hitam mengkilap dan pekat

dibandingkan kerak kerbau betina. Ada satu karakteristik unik dari kerak kerbau
jantan dimana saat berkicau bagian kepala akan mengangguk – angguk sehingga

menjadi pembeda antara jantan dan betina. (Wulandari, 2018)

2.5 Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar

a. Perburuan Satwa Liar

Banyak jenis burung yang ditangkap, terutama burung – burung yang

memiliki ukuran yang besar seperti sempidan Lophura spp, bangau Leptotilos sp,

burung – burung pemangsa, pergam Ducula spp dan rangkong Buceros spp.

Banyak masyarakat yang membawa senjata api dan alat berburu ke kawasan hutan

hanya semata – mata mengambil keuntungan dari kesempatan yang ada tanpa

menghiraukan larangan berburu. Menjerat burung – burung yang hidup di darat

khusus nya sempidan (Lophura) dan puyuh (Caloperdix oculea ) merupakan

kegiatan yang umum dilakukan, khusus nya untuk kebutuhan pangan di desa –

desa dan camp penebangan. Begitu juga Burung Kerak Kerbau termasuk salah

satu satwa yang diburu di Kalimantan Timur. Tentu saja ini menjadi ancaman

yang serius bagi spesies tertentu (Shannaz dkk, 1995).

Undang – undang perburuan yang ada saat ini perlu lebih ditegakan lagi,

khusus nya di kawasan lindung melalui kegiatan patroli dan penyitaan alat berat.

Pelarangan perburuan dan penangkapan burung dihutan akan memiliki

keuntungan ekonomi jangka panjang melalui penyerbukan, penyerbukan biji, dan

jasa – jasa ekologis lainya yang sediakan oleh hidupan liar, yang sebagian besar

mampu mempercepat pemulihan habitat yang mengalami degradasi. Selain itu

yang tak kalah penting adalah upaya pelestarian habitat harus selalu ditingkatkan
untuk mengimbangi lajunya tingkat kerusakan habitat yang terjadi oleh kegiatan

pembangunan.

b. Perdangangan Satwa Liar

Indonesia telah memiliki peraturan hukum yang terkait dengan

perdagangan satwa liar. Salah satunya adalah Convention on International Trade

in Endangered Species of Wild and Fauna yang telah diratifikasi Indonesia

melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 dan Undang – Undang Nomor 5

Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Penulis hukum ini akan mengkaji sejauh mana peraturan mengenai perdagangan

satwa liar untuk melindungi kehidupan satwa liar di Indonesia. Walaupun sudah

ada peraturan tentang perdagangan satwa namun kenyataan nya masih saja terjadi

perdagangan satwa liar di seluruh daerah. Pemenuhan kebutuhan hidup tersebut

lambat laun dilakukan dengan tidak mengindahkan lagi kelestarian ekosistem dan

ekologi ketika segala kebutuhan tersebut sudah menjadi suatu tuntutan material

yang harus di penuhi. Semakin langka satwa tersebut maka harganya akan

semakin mahal. Hal ini merupakan ancaman yang sangat serius bagi kelestarian

satwa liar terutama satwa – satwa yang sudah langka karena kelestarian sumber

daya alam dan lingkungan hidup tergantung kepada tingkat pemanfaatannya dan

kemampuan ekosistem untuk memperbaharui diri. Perdagangan satwa liar

Indonesia menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar itu sendiri karena

sebagian besar satwa liar yang terus diperdagangkan merupakan hasil tangkapan

dari alam. Perdagangan internasional satwa liar turut berkontribusi besar terhadap

punah nya berbagai jenis satwa liar, sehingga hal tersebut perlu dikendalikan.
Satwa liar merupakan bagian yang tak tergantikan dari system alami bumi yang

harus dilindungi untuk generasi sekarang dan yang akan datang. (Rajagukguk,

2014). Beberapa negara di dunia telah mengeluarkan peraturan berburu satwa liar,

peraturan ini bervariasi menurut keadaan wilayah, spesies satwa liar, sosial

ekonomi masyarakat dan politik pemerintah. Di Indonesia salah satu usaha untuk

melindungi satwa liar dari ancaman yang mengakibatkan kepunahan adalah

menetapkan jenis – jenis satwa tertentu sebagai binatang yang dilindungi

berdasarkan Undang – undang No.5 Tahun 1990 serta penentuan kuota

pengambilan tumbuhan dan satwa liar sesuai dengan peraturan, pemerintah No.8

Tahun 1999 (Tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar), keputusan

Menteri Kehutanan No 447/Kpts-II/2013 (Tentang Tata Usaha Pengambilan atau

Penangkapan dan Peredaraan Tumbuhan dan Satwa Liar) serta keputusan dari

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No 158/KPTS/DJ-

IV/2003 (Tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa

Liar Untuk Periode Tahun 2004) Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.

447/Kpts-II2003 Tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan

Peredaraan Tumbuhan dan Satwa Liar Terdapat Keterangan Prosedural untuk

meninjau kelayakan penangkapan dan perburuan dari Satwa Liar untuk massa

depan (Federicson G,2004).


III. METODE PENILITIAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi Penilitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Usaha Tani Kelurahan Lempake

Samarinda Utara. Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat gambar di

bawah ini:

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian


2.Waktu Penelitian

Waktu yang di perlukan untuk penelitian ini adalah + 3 bulan yang

meliputi kegiatan studi pustaka, pembuatan proposal penelitian, orientasi

lapangan, pengambilan data di lapangan, pengolahan data serta penulisan skripsi.

Tabel 1. Tabel jadwal kegiatan penelitian.

Parameter Bulan

1 2 3 4 5

Orientasi Lapangan

Pengambilan Data

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

B. Objek dan Peralatan Kegiatan

Objek penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat dalam perdagangan

burung jalak (pemburu dan penjual) di desa Belimau Kelurahan Lempake

Kecamatan Samarinda Utara. Peralatan yang di gunakan dalam penelitian ini

antara lain:

a. Daftar Kuisioner (panduan)

b. Kamera

c. Handphone
d. Kalkulator

e. Alat tulis menulis

f. Laptop

C. Prosedur Penelitian

Adapun tahapan – tahapan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi pustaka

Studi pustaka di maksudkan untuk memperoleh bahan – bahan masukan

baik untuk merancang metode penelitian, pelaksanaan penelitian maupun sebagai

bahan pembahasan atau perbandingan.

2. Orientasi Lapangan

Kegiatan ini dilaksanakan sebelum penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran lokasi, situasi dan kondisi lapangan yang akan dijadikan

tempat penelitian.

3. Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan yaitu

menggunakan metode Interview (wawancara) langsung kepada masyarakat, baik

pada pemburu dan pedagang burung jalak di Jalan Usaha Tani Kelurahan

Lempake Kecamatan Samarinda Utara.

Teknik Pengambilan sampel (responden) di lakukan secara purposif

(sengaja) dengan kriteria responden harus merupakan pemburu yang sering


berburu (minimal 3 kali seminggu pergi berburu), penjual/perdagangan burung

jalak.

4.Pengumpulan Data

Informasi yang di peroleh/terkumpul dari penelitian ini dapat di kelompokkan

menjadi dua yaitu.

a. Data Primer

Data primer dari penelitian ini dikumpulkan dari lapangan yaitu hasil dari

wawancara langsung (interview) kepada masyarakat di Jalan Usaha Tani

Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara. Adapun susunan daftar

pertanyaan pada pemburu, serta perdagangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan tentang keadaan daerah

penelitian, data sekunder ini meliputi: letak geografis desa, batas – batas desa,

iklim, pendidikan, mata pencaharian, jenis kelamin, usia serta data – data yang

memiliki sifat sebagai data pokok.

D. Analisis Data

Data diolah dengan membuat sistem tabulasi dari informasi yang

dikumpulkan dengan perhitungan persentase terhadap jumlah total responden.

Perhitungan ekonomi secara sederhana (secara garis besar) dari mulai tingkat

pemburu, dan pedagang burung jalak.


Data dianalisis juga secara deskriptif kuantitatif dengan memasukkan

unsur – unsur konservasi, ekonomi, sosial budaya masyarakat kemudian di

tabulasi kan dalam angka – angka yang bersifat non statistik.


DAFTAR PUSTAKA

atap. (2022, juni 11). Gramedia blog. Retrieved from gramedia.com:


https://www.gramedia.com/literasi/ekosistem/

Ima Fitri Sar, A. S. (2019). Peran Ekologi Spesies Burung pada Ekosistem Hutan Kota.
Ekologi , 145.

Rajagukguk, E. V. (2014). EFEKTIVITAS PERATURAN PERDAGANGAN SATWA LIAR DI


INDONESIA. Wawasan Hukum, 217.

Ratna, M. P. (2021, september 03). Mengenal Burung Jalak Kebo, Penyebaran .


Retrieved from pinhomeblog: https://www.pinhome.id/blog/jalak-kebo-kerak-
kerbau-javan-myna/

Wulandari, S. (2018, April 01). dictio.id. Retrieved from dictio: www.dictio.id

Fredericsson, G. 2004 Pengkajian Singkat Perdagangan Burung Belibis Kembang


(Dendrocygna arcuata) di Wilayah Danau Mahakam. Laporan Penelitian.
Kalimantan Timur.

Shannaz, J., P. Jepson dan Rudyanto, 1995. Burung – Burung Terancam Punah di
Indonesia PHPA / MoF – Birdlife Internasional Indonesia Programme. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai