Oleh
Muhammad Ziddan Antarsyah
C1L021043
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui :
Koordinator Praktikum Asisten Praktikum
1.2.Tujuan
1.3.Manfaat
Taman ini awalnya ditetapkan sebagai hutan lindung pada tahun 1930
oleh direktur Kebun Raya Bogor, K.W. Dammerman dan kemudian diubah
menjadi suaka margasatwa oleh Gubernur Belanda di India pada tanggal 25
September 1937. Pada tanggal 6 Maret 1980, Suaka Margasatwa Baluran
ditetapkan sebagai suaka margasatwa oleh Menteri Pertanian. taman. Taman
Nasional Baluran memiliki luas 25. 000 hektar. Taman Nasional Baluran memiliki
ekosistem sabana yang mirip dengan di Afrika. sering disebut "Africa Van Java"
atau "Little Africa Java". Taman nasional ini meliputi sabana, hutan dataran
rendah, hutan bakau dan perbukitan, dengan Gunung Baluran sebagai titik
tertingginya.
Taman Nasonal Bali Barat merupakan benteng terakhir habitat asli burung
Jalak Bali, kebiasaan hidup untuk beraktivitas dan bersarang di pepohonan
menjadikan pentingnya keberadaan tegakan pohon untuk dipertahankan.
Penyediaan kondisi habitat yang sesuai dengan kebutuhan karakter hidup Jalak
Bali perlu dilakukan agar keberadaan Jalak Bali tetap terjaga. (aryanti &
wicaksono, 2018).
2.3 evergreen
Evergreen merupakan ekosistem yang paling subur dengan curah
hujanyang besar sekitar 200-400 mm/tahun. Evergreen selalu hijau sepanjang
tahun baik pada musim hujan atau kemarau, karena dipengaruhi faktor biotik dana
biotik. Faktor biotik meliputi semut, kupu-kupu, serangga kecil, lalat, perdu
(Citrus), gebang, timongo, kendal dan gebang. Ketebalan seresah sekitar 8
cm.Sedangkan faktor abiotik antara lain: suhu, kelembaban, pH, intensitas cahaya,
kecepatan angin, dan tekstur
tanah.Evergreen memiliki fotoperiode (lamanya pencahayaan) seragamsepanjang
tahun, memiliki kelembaban yang tinggi karena ketebalan seresahnyayang tebal,
gugurnya daun dan pertumbuhan terjadi tidak bersamaan dan konstan,reproduksi
pada pohon-pohon memiliki jarak yang sama sepanjang tahun.
Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang
memberikan kekayaan dan cirri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah
satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam
hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang
tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya
erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi
secara ekologis melainkan memberikan nilai ekonomi bagi negara (lathifah et all,
2015)
Mangrove tumbuh optimal diwilayah pesisir muara sungai besar dan delta
yang alirannya banyak mengandung lumpur. Sedangkan yang tidak terdapat
muara sungai, vegetasi mangrove pertumbuhannya tidak optimal. Mangrove sulit
tumbuh di daerah yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang
kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur,
serta substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Dahuri, 2001). Hutan
mangrove merupakan komonitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur. Komonitas vegetasi ini umumnya tumbuh
pada daerah intertidal dan subtidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung
dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu hutan
mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,delta
dan daerah pantai yang terlindung. (irawati, et all,. 2016)
2.6 tanaman Infasive
Tumbuhan invasif adalah tanaman yang bukan spesies asli pada tempat
tersebut yang dalam jumlah yang banyak dapat memengaruhi habitat yang mereka
invasi. Pada kepadatan populasi yang rendah,akan sulit untuk berkembang dan
mempertahankan jumlah. Tumbuhan invasif adalah tumbuhan yang memperoleh
keuntungan kompetitif setelah hilangnya kendala alamiah terhadap
perbanyakannya yang memungkinkan jenis itu menyebar cepat untuk
mendominasi daerah baru dalam ekosistem dimana jenis itu dominan ( Vale’ry,
Herve, Jean-Claude dan Daniel,2008 ). Tumbuhan invasif dapat berupa jenis lokal
maupun jenis asing. Jenis tumbuhan asing invasif umumnya memiliki karakter
tumbuhan yaitu cenderung mengubah struktur dan komposisi habitat tumbuhan
asli serta tidak memiliki musuh alami ( Gordon,1998 ). Selain itu, tumbuhan asing
invasif memiliki kemampuan dalam mempengaruhi ekosistem asli dengan
mengubah siklus hidrologi dan siklus nutrisi ( Kohli,Shibu,Harminder,dan
Daizy,2009 ). (Susilo Et All., 2019)
3.4.1 Observasi
Teknik ini diterapkan agar dapat mencari data terkait daerah penelitian
antara lain, seperti identifikasi kondisi fisik (aksesibilitas, sarana dan prasarana
dan keadaan pada lingkungan sekitar Observasi yang dilakukan pada penelitian
ini yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dari pihak pengelola (Ndondo, 2019).
3.4.2 wawancara
Teknik wawancara merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan
mewawancarai responden secara langsung (Ruslan et al., 2016). Responden yang
dimaksud pada penelitian ini ialah pihak pengelola kawasan Taman nasional
Baluran & Taman nasional Bali Barat. Teknik wawancara berisi karakteristik
responden (nama, umur, pekerjaan, tingkat pendidikan) dan pertanyaan-
pertanyaan sesuai tujuan penelitian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil pada praktikum ini adalah :
Tabel 4.1.1. Vegetasi di Taman Nasional Baluran
No Nama Lokal Nama Latin
1 Akasia Berduri Acacia nilotica
2 Asam Tamarindus indica
3 Bidara Bukol Ziziphus mauritiana Lamk.
4 Kesambi Schleichera oleosa Lour.
5 Manting Syzygium polyanthum
6 Mimbo Azadirachta indica
7 Pilang Vachellia leuucophloea
4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini yang berada di taman nasional baluran dan taman
nasional bali barat, melakukan praktikum mengetehui apa itu system silvikultur
yang berada di taman nasional khusus nya pada topik sekat bakar, hutan
mangrove, tanaman inpasive dan evergreen. Taman nasional baluran dan bali
barat ini memiliki beberapa contoh tehknik atau ekosistem yang dapat kita
pelajari. Di taman nasional baluran sendiri meiliki 7 zona inti yaitu zona rimba,
pemanfaatan , khusus, rehabilitas, Bahari, dan tradisional. Luas lahan yang
ditetapkan oleh pengelola atau petugas taman nasional baluran adalah 2164/ha
Sekat bakar yang berada di taman nasional baluran merupakan sekat pakar
jalur kuning seperti yang ada di gambar 4.1.2. sekat bakar jalur kuning
merupakan sekat bakar yang tidak menggunakan vegetasi untuk membuat nya
cukup bebatuan yang besar yang disusun memanjang sehingga membentuk jalur
atau jalan. Di taman nasional Baluran sekat bakar kuning di buat dari batu-batuan
yang besar dengan lebar jalur sebesar 4 (empat) meter dan Panjang Sejauh 60
(enam puluh) meter. Pada pembuatan sekat bakar ini pengelola bekerja sama
dengan warga sekitar untuk membuat sekat bakar tersebut, umumnya pembuatan
sekat bakar jalur kuning ini membutuh 10-15 atau lebih untuk membuat jalur nya.
Tujuan dari pembuatan sekat bakar jalur kuning ini adalah untuk memutus atau
memisahkan bahan bakar sehingga dapat mengurangi potensi kebakaran yang
lebih luas dan sekat bakar kuning ini bisa dijadikan sebagai penaganan karhutla.
Selain sekat bakar kuning ada juga sekat bakar jalur hijau, sekat bakar jalur hijau
yaitu alur sekat bakar buatan yang memiliki vegetasi seperti pohon, semak, atau
tanaman lain yang telah dimodifikasi sehingga kemampuan penjalaran api terbatas
dan dapat dikendalikan Sekat bakar hijau dapat berupa jalur dengan tanaman sekat
bakar, jalur dengan tumbuhan bawah, atau jalur dengan campuran tumbuhan
bawah dan tanaman sekat bakar atau pohon lainnya Sekat bakar hijau bertujuan
untuk mengurangi potensi dan luas kebakaran hutan dan lahan dengan pembuatan
sekat bakar Sekat bakar hijau juga dapat menciptakan kelembaban di dalamnya
dan dapat menjadi sekat bakar hijau, syarat sekat bakar jalur hijau adalah tanaman
fastgrowing (tumbuh cepat), tanaman local, tanaman yang memiliki serasah yang
sedikit, tanaman evergreen, dan tanaman yang memiliki banyak airnya. Sekat
bakar ini hanya mengurangi atau menahan kebakaran pada karhutla tidak efektif
untuk memandamkan api.
Tanaman akasia ini pertama kali di bawa oleh peneliti dari luar negri
dalam bentuk bibit pada tahun 1978. Awalnya tanaman ini digunakan untuk
dijadikan sekat bakar jalur hijau karena tanaman ini tidak mudah terbakar, tetapi
seiringin berjalan nya waktu tanaman ini malah menjadi tanaman invasive yang
merusak habitat di tamana nasional baluran. Adapun cara penyebarannya yang
sangat begitu cepat bermula dari para Binatang yang memakan biji-bijian dari
tanaman akasia ini sehingga biji nya jatuh dan diinjak oleh satwa-satwa yang
berada di taman nasional baluran itu sendiri, lama kelamaan tanaman ini tumbuh
begitu cepat dan dimana saja menjadikan tanaman ini tanaman invasive yang
merusak. Pengelola taman nasional Baluran melakukan pengendalian tanaman ini
dengan cara menebang atau membiarkan tanaman nya mati dengan sendirinya dan
melakukan pencabutan bibit tanaman dalam kondisi semai. Tanaman invasive
akasia ini bisa diliat di gambar 4.1.1
4.2.3 Mangrove
Menurut penelitian Putrisari (2017), hutan mangrove di Taman Nasional
Baluran mengalami ancaman gangguan seperti pencurian kayu jenis Rhizophora
apiculata yang berada di blok Pantai Popongan oleh masyarakat untuk pembuatan
gubuk, khususnya pada musim ikan, sementara terjadi pencurian akar Sonneratia
moluccensis di blok Pantai Perengan, akar yang diambil dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan shuttle cock ataupun tutup botol dan termos. Pencurian
tersebut belum merambah ke blok yang lain akan tetapi apabila tidak segera
diatasi akan segera menyebar ke blok yang ada di seluruh Taman Nasional
Baluran. Salah satu pantai yang memiliki kawasan hutan mangrove adalah Pantai
Bama yang memiliki luas hutan mangrove menurut penelitian dari Pratiwi (2005)
seluas 95.81 ha atau 35.16 % dari luas total hutan mangrove di Taman Nasional
Baluran. Jumlah jenis vegetasi mangrove sejati yang ditemukan di Pantai Bama
sebanyak 16 jenis termasuk dalam 7 famili. Namun dikarenakan Pantai Bama
merupakan kawasan wisata sehingga selalu mendapatkan kiriman sampah yang
dapat menghambat perkembangan vegetasi mangrove di kawasan tersebut.
(Istomo & sandy, 2023)
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :
Octavia, D., Andriani, S., Qirom, M. A., & Azwar, F. (2008). Keanekaragaman
jenis tumbuhan sebagai pestisida alami di savana Bekol Taman Nasional
Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5(4), 355-365
Syaufina, L., & Fitriana, S. (2021). Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian
Kebakaran Hutan di KPH Majalengka. Journal of Tropical
Silviculture, 12(3), 164-171.
Majid, I., Al Muhdar, M. H. I., Rohman, F., & Syamsuri, I. (2016). Konservasi
hutan mangrove di pesisir pantai Kota Ternate terintegrasi dengan
kurikulum sekolah. Jurnal bioedukasi, 4(2).
Muis, N. (2023). Dampak Invasi Acacia nilotica terhadap komposisi tumbuhan
bawah di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. BIOMA: Jurnal Biologi
dan Pembelajarannya, 5(1), 126-136.
Susilo, M., Afita Dyas, S., Wicaksono, A. A., Islamyatun, D., Fauziah, I., Rayhan,
M., ... & Geovana, D. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN INVASIF
DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO,
JAWA TIMUR.