Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

SILVIKULTUR HUTAN ALAM


DI TAMAN NASIONAL BALURAN DAN BALI BARAT

Oleh
Muhammad Ziddan Antarsyah
C1L021043

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini diajukan oleh:


Nama : Muhammad Ziddan Antarsyah
NIM : C1L021043
Jurusan : S1 Kehutanan
Mata Kuliah : Silvikultur Hutan Alam
Judul Acara :
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh asistensi praktikum sebagai
salah satu syarat lulus mata kuliah Sillvikultur Hutan Alam.

Mataram, 20 November 2023

Menyetujui :
Koordinator Praktikum Asisten Praktikum

DR. Endah Wahyuningsih, S. Hut., MP Gde Margin Antareja


NIP.19721208200604200 NIM. C1L020040
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah wasyukurillah, segala puji dan syukur terpanjatkan


kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta atas
izinnya kami dapat menyelesaikan laporan tetap ini. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan
pembuatan laporan ini adalah untuk lebih memahami lagi tentang Praktikum
Silvikultur hutan alam. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil praktikum lapangan
di taman nasional baluran dan bali barat, kami menyadari bahwa dalam laporan
praktikum ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karna itu, kritik
dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Dalam penulisan laporan ini, kami telah mendapat banyak bantuan,
masukan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membimbing dan yang telah turut membantu dan mendukung dalam praktikum
terutama asisten praktikum sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik
dalam waktu yang tepat.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
darisempurna karena banyak kekurangan dan kesalahan-kesalahan, maka dari itu
penulissangat mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembacasupaya penulis dapat memperbaiki laporan ini.

Mataram, Desember 2023

Muhammad ziddan Antarsyah


C1L021043
Daftar isi
Daftar gambar
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman
hayati terbesar di dunia (mega biodiversity countries) bersama dengan
Brazil dan Zaire (RD Congo) Keanekaragaman hayati tersebut meliputi
tumbuhan dan hewan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Indonesia menempati urutan keempat dunia untuk keanekaragaman jenis
tumbuhan, yaitu memiliki kuranglebih 38.000 jenis. Keanekaragaman
jenis tumbuhan tersebut tergambar pada hutan-hutan yang tersebar di
seluruh kawasan Indonesia (Indrawan et al. 2007).

Hutan merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis


tumbuh–tumbuhan dan hewan. Masyarakat tumbuh–tumbuhan dalam
suatu ekosistem hutan memiliki hubungan erat satu sama lain dengan
lingkungannya. Menurut Soerianegara & Indrawan (2005), hutan juga
memiliki peran sebagai tempat tinggal dan makanan bagi berbagai jenis
fauna yang hidup di dalamnya. Populasi tumbuhan dan hewan di dalam
hutan membentuk masyarakat yang saling berkaitan erat satu sama lain
dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, hutan dipandang sebagai
suatu sistem ekologi atau merupakan ekosistem yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia.

Taman Nasional Baluran adalah sebuah taman nasional yang


terletak di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Indonesia.Taman ini
terkenal dengan pemandangan uniknya yang sering disamakan dengan
Afrika, terutama saat musim kemarau.Taman ini memiliki iklim yang
relatif kering dan sebagian besar terdiri dari sabana, serta hutan dataran
rendah, hutan bakau, dan perbukitan, dengan Gunung Baluran sebagai
puncak tertingginya.Taman ini adalah rumah bagi berbagai satwa liar,
termasuk rusa, kerbau, kera ekor panjang, dan burung merak. Pengunjung
dapat menjelajahi beberapa atraksi yang ada di taman ini, seperti Sabana
Bekol, Pantai Bama, balap banteng jawa, dan goa jepang. Taman ini
dikelola menurut sistem zonasi yang digunakan untuk penelitian,
pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Untuk memasuki taman ini,
pengunjung dapat masuk melalui Gerbang Taman Nasional Baluran yang
terletak di jalan raya banyuwangi-situbondo, sekitar 35 km dari
banyuwangi dan sekitar 72 km dari situbondo.

Indonesia merupakan Negara yang memiliki hamparan Mangrove


yang luas (Noor et al,2006). Mangrove merupakan jenis pohon atau
belukar yang tumbuh di antara batas pasang surut air laut dan terdiri atas
jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,
Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras (Kitamuraet al, 1997).
Mangrove memiliki berbagai fungsi baik secara ekologi maupun sosial
ekonomi, secarafungsi ekologi mangrove sebagai tempat mencari makan
(feeding ground) tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground) dan
tempat pemijahan (Spauning ground) bagi biota perairan(Printrakoan et al,
2008).Fungsi ekologi Hutan Mangrove yang ditinjau dari aspek fisika
maupun kimia membentuk suatu mekanisme hubungan timbal balik antara
komponen-komponen dalam ekosistem mangrove.

Tumbuhan merupakan organisme autotrof yang dapat


menghasilkan bahan organik untuk keperluan hidupnya dan menjadi ujung
rantai makanan bagi beragam jenis organisme hetetrof. Dari beragam jenis
tumbuhan terdapat jenis-jenis tumbuhan berbunga yang menghasilkan
buah baik buah sederhana, buah agregat maupun buah majemuk.
Tumbuhan yang mengasilkan buah mempunyai peran sangat penting
dalam ekosistem hutan. Selain membentuk iklim mikro dan menyediakan
relung ekologik, buah daritumbuhan tersebut menjadi sumber makanan
utama bagi beragam jenis hewan (Odum 1996).
Oleh karena itu praktikum ini sangat penting untuk dilakukan, yang
mana bermanfaat untuk mengetahui gambaran umum taman nasional
baluran dan keragaman nya yang bisa kita manfaatkan

1.2.Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa


mengetehaui pengelolaan ekosistem hutan alam, Teknik pembinaan hutan
alam, penanggulangan tanaman invasive, pengendalian dan pencegahan
kebakaran hutan dengan menggunakan sekat bakar, serta pengelolaan
hutan mangrove di taman nasional Baluran dan Bali Barat.

1.3.Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa


mengetehaui pengelolaan ekosistem hutan alam, Teknik pembinaan hutan
alam, penanggulangan tanaman invasive, pengendalian dan pencegahan
kebakaran hutan dengan menggunakan sekat bakar, serta pengelolaan
hutan mangrove di taman nasional Baluran dan Bali Barat.
II. Tinjauan Pustaka

2.1 Taman Nasional Baluran


nasional baluran memrupakan perwakilan ekosistem hutan spesifik fi
pulau jawa. Hutan di taman ini terdiri atas tipe vegetasi savan, hutan mangrove,
hutan musim, hutan Pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa, dan hutan yang
hijau sepanjang tahun. Taman Nasional Baluran adalah sebuah cagar alam yang
terletak di kawasan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Indonesia. (wati et all,
2019)

Taman ini awalnya ditetapkan sebagai hutan lindung pada tahun 1930
oleh direktur Kebun Raya Bogor, K.W. Dammerman dan kemudian diubah
menjadi suaka margasatwa oleh Gubernur Belanda di India pada tanggal 25
September 1937. Pada tanggal 6 Maret 1980, Suaka Margasatwa Baluran
ditetapkan sebagai suaka margasatwa oleh Menteri Pertanian. taman. Taman
Nasional Baluran memiliki luas 25. 000 hektar. Taman Nasional Baluran memiliki
ekosistem sabana yang mirip dengan di Afrika. sering disebut "Africa Van Java"
atau "Little Africa Java". Taman nasional ini meliputi sabana, hutan dataran
rendah, hutan bakau dan perbukitan, dengan Gunung Baluran sebagai titik
tertingginya.

Taman Nasional Baluran juga memiliki keanekaragaman hayati yang


meliputi berbagai jenis satwa liar seperti rusa, kerbau, banteng, monyet ekor
panjang, dan burung merak Beberapa tempat wisata yang populer di Taman
Nasional Baluran antara lain Batangan, Pantai Bama, Gua Jepang, Curah Tangis,
Sumur Tua, Visitor Centre, Evergreen Forest, Savana Bekol, Savana Semiang,
Manting, Dermaga, Kramat, Kajang, Balanan, Lempuyang, Talpat, Kacip, dan
Bilik Batangan adalah tempat di mana pengunjung dapat menemukan goa Jepang,
burung merak pada musim kawin, dan fasilitas berkemah Pantai Bama adalah
pantai yang terkenal dengan airnya yang jernih, pasir putih, dan sebagai habitat
untuk monyet ekor panjang dan burung endemik yang langka Pantai ini juga
memiliki fasilitas pendukung seperti ruang ganti, restoran, dan akomodasi dengan
pemandangan Pantai. (Octavia et all, 2008)

2.2 Taman Nasional Bali Barat


Taman Nasional Bali Barat (TNBB) adalah sebuah kawasan konservasi
yang terletak di dua kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Buleleng dan Kabupaten
Jembrana TNBB memiliki luas kawasan sebesar 19.026,97 hekta Tujuan
pembentukan TNBB adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.Terdapat beberapa
kegiatan konservasi yang telah dilakukan di TNBB, seperti konservasi Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi), yang merupakan satwa endemik Bali yang terancam
punah Studi populasi dan produktivitas Jalak Bali di TNBB menunjukkan bahwa
populasi Jalak Bali pada kandang pembiakan di Pusat Penangkaran Jalak Bali
TNBB pada saat pengamatan yang terhitung dari tanggal 9 Juli 2018 hingga 26
Juli 2018 adalah sebanyak 335 ekor burung Selain itu, terdapat juga kegiatan
konservasi hutan evergreen di TNBB

Taman Nasonal Bali Barat merupakan benteng terakhir habitat asli burung
Jalak Bali, kebiasaan hidup untuk beraktivitas dan bersarang di pepohonan
menjadikan pentingnya keberadaan tegakan pohon untuk dipertahankan.
Penyediaan kondisi habitat yang sesuai dengan kebutuhan karakter hidup Jalak
Bali perlu dilakukan agar keberadaan Jalak Bali tetap terjaga. (aryanti &
wicaksono, 2018).

2.3 evergreen
Evergreen merupakan ekosistem yang paling subur dengan curah
hujanyang besar sekitar 200-400 mm/tahun. Evergreen selalu hijau sepanjang
tahun baik pada musim hujan atau kemarau, karena dipengaruhi faktor biotik dana
biotik. Faktor biotik meliputi semut, kupu-kupu, serangga kecil, lalat, perdu
(Citrus), gebang, timongo, kendal dan gebang. Ketebalan seresah sekitar 8
cm.Sedangkan faktor abiotik antara lain: suhu, kelembaban, pH, intensitas cahaya,
kecepatan angin, dan tekstur
tanah.Evergreen memiliki fotoperiode (lamanya pencahayaan) seragamsepanjang
tahun, memiliki kelembaban yang tinggi karena ketebalan seresahnyayang tebal,
gugurnya daun dan pertumbuhan terjadi tidak bersamaan dan konstan,reproduksi
pada pohon-pohon memiliki jarak yang sama sepanjang tahun.

Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang
memberikan kekayaan dan cirri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah
satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam
hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang
tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya
erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi
secara ekologis melainkan memberikan nilai ekonomi bagi negara (lathifah et all,
2015)

2.4 sekat bakar


Sekat bakar hutan atau penghalang api hutan adalah konsep yang berkaitan
dengan upaya pencegahan atau pengendalian kebakaran hutan. Ini melibatkan
pembuatan suatu zona atau rintangan yang dirancang untuk menghentikan atau
memperlambat perambatan api di hutan. Sekat api ini bertujuan untuk melindungi
wilayah tertentu dari risiko kebakaran hutan yang tidak terkendali. Beberapa
aspek yang terkait dengan sekat api hutan melibatkan pembukaan jalur tanah
kosong, membersihkan area dari bahan bakar yang mudah terbakar, atau bahkan
pembuatan jalur sungai atau jalan raya yang dapat bertindak sebagai penghalang
alami terhadap penyebaran api. Pembuatan sekat api atau penghalang api ini bisa
menjadi bagian dari strategi manajemen kebakaran hutan untuk melindungi
ekosistem, harta benda, dan kehidupan manusia dari dampak negatif kebakaran
hutan yang meluas. (Fitriana & syaufina, 2021)

2.5 hutan mangrove


Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut,
sehingga hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove dapat
tumbuh pada pantai karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya
ditumbuhi selapis tipis pasir atau ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur. Hutan
mangrove terdapat didaerah pantai yang terus menerus atau berurutan terendam
dalam air laut dan dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri atas lumpur dan
pasir. Secara harafiah, luasan hutan mangrove ini hanya sekitar 3% dari luas
seluruh kawasan hutan dan 25% dari seluruh hutan mangrove didunia (Saparinto,
2007). kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada
daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh pasang
surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks.
Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik pada umumnya hanya dijumpai
pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak,
disepanjang delta dan estuaria yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari
daratan. Mangrove merupakan tipe vegetasi yang terdapat didaerah pantai dan
selalu atau secara teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air
laut, daerah pantai dengan kondisi tanah Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota
Ternate Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah berlumpur, berpasir atau lumpur
pasir, hutan mangrove tersebut merupakan tipe hutan yang khas, untuk daerah
pantai yang berlumpur dan airnya tenang (Eko, 2011).

Mangrove tumbuh optimal diwilayah pesisir muara sungai besar dan delta
yang alirannya banyak mengandung lumpur. Sedangkan yang tidak terdapat
muara sungai, vegetasi mangrove pertumbuhannya tidak optimal. Mangrove sulit
tumbuh di daerah yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang
kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur,
serta substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Dahuri, 2001). Hutan
mangrove merupakan komonitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur. Komonitas vegetasi ini umumnya tumbuh
pada daerah intertidal dan subtidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung
dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu hutan
mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,delta
dan daerah pantai yang terlindung. (irawati, et all,. 2016)
2.6 tanaman Infasive
Tumbuhan invasif adalah tanaman yang bukan spesies asli pada tempat
tersebut yang dalam jumlah yang banyak dapat memengaruhi habitat yang mereka
invasi. Pada kepadatan populasi yang rendah,akan sulit untuk berkembang dan
mempertahankan jumlah. Tumbuhan invasif adalah tumbuhan yang memperoleh
keuntungan kompetitif setelah hilangnya kendala alamiah terhadap
perbanyakannya yang memungkinkan jenis itu menyebar cepat untuk
mendominasi daerah baru dalam ekosistem dimana jenis itu dominan ( Vale’ry,
Herve, Jean-Claude dan Daniel,2008 ). Tumbuhan invasif dapat berupa jenis lokal
maupun jenis asing. Jenis tumbuhan asing invasif umumnya memiliki karakter
tumbuhan yaitu cenderung mengubah struktur dan komposisi habitat tumbuhan
asli serta tidak memiliki musuh alami ( Gordon,1998 ). Selain itu, tumbuhan asing
invasif memiliki kemampuan dalam mempengaruhi ekosistem asli dengan
mengubah siklus hidrologi dan siklus nutrisi ( Kohli,Shibu,Harminder,dan
Daizy,2009 ). (Susilo Et All., 2019)

Tumbuhan asing invasif merupakan spesies tumbuhan yang tumbuh di


habitat yang bukan habitat aslinya kemudian berkembang dan menguasai habitat
barunya sehingga berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, sosial
ekonomi dan kesehatan masyarakat. Tumbuhan asing invasif mampu mengubah
struktur vegetasi sehingga sangat berpengaruh terhadap keanekaragman hayati
suatu ekosistem dimana ia berada, mengubah siklus nutrisi dalam tanah, dan
menciptakan kompetisi dalam mererebutkan sumber daya seperti cahaya matahari,
air, nutrisi dan ruang. (Muis Et All., 2023)
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di kawasan Taman Nasional Baluran yang terletak di
wilayah Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur dan
Taman Nasional Bali Barat Yang terletak di wilayah Gilimanuk Barat jembrana,
Bali. Praktikum ini dilakukan dari tanggal 26-28 Oktober 2023

Gambar 3.1.1 Peta Kawasan Taman Nasional Baluran


Gambar 3.1.2 Peta kaawasan taman nasional bali barat

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat
tulis, HandPhone (Hp), dan buku. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah Taman nasional Baluran, Taman nasional Bali barat, dan Avenza Map.

3.3 Metode Praktikum


Eksplorasi ini adalah semacam pemeriksaan ekspresif. Suharsimi
menegaskan (2013) menyatakan: Istilah "penelitian deskriptif" mengacu pada
penelitian yang "hanya menggambarkan apa yang (nyata) tentang variabel, gejala,
atau keadaan" daripada menguji hipotesis tertentu. Berdasarkan uraian tersebut
dan isu-isu yang akan dibahas dalam penelitian ini, akan terungkap data aktual
mengenai peran masyarakat dalam pembangunan.
3.4 Teknik Pengambilan data
Adapun cara Teknik pengambilan data pada praktikum ini adalah

3.4.1 Observasi
Teknik ini diterapkan agar dapat mencari data terkait daerah penelitian
antara lain, seperti identifikasi kondisi fisik (aksesibilitas, sarana dan prasarana
dan keadaan pada lingkungan sekitar Observasi yang dilakukan pada penelitian
ini yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dari pihak pengelola (Ndondo, 2019).
3.4.2 wawancara
Teknik wawancara merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan
mewawancarai responden secara langsung (Ruslan et al., 2016). Responden yang
dimaksud pada penelitian ini ialah pihak pengelola kawasan Taman nasional
Baluran & Taman nasional Bali Barat. Teknik wawancara berisi karakteristik
responden (nama, umur, pekerjaan, tingkat pendidikan) dan pertanyaan-
pertanyaan sesuai tujuan penelitian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Adapun hasil pada praktikum ini adalah :
Tabel 4.1.1. Vegetasi di Taman Nasional Baluran
No Nama Lokal Nama Latin
1 Akasia Berduri Acacia nilotica
2 Asam Tamarindus indica
3 Bidara Bukol Ziziphus mauritiana Lamk.
4 Kesambi Schleichera oleosa Lour.
5 Manting Syzygium polyanthum
6 Mimbo Azadirachta indica
7 Pilang Vachellia leuucophloea

Tabel 4.1.2. Tanaman Mangrove di Taman Nasional Baluran


No Nama Lokal Nama Latin
1 Api-api Avicenia Sp.
2 Bakau kecil Rhizophora stylosa
3 Bakau minyak Rhizophora apiculata
4 Pidada Soneratia Sp.
5 Tanjang Bruguiera Sp.
Gambar 4.1.1. Tanaman Invasif di Taman Nasional Baluran

Gambar 4.1.2. Sekat Bakar di Taman Nasional Baluran

Gambar 4.1.3. Mangrove


Gambar 4.1.4 Jalur Evergreen

4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini yang berada di taman nasional baluran dan taman
nasional bali barat, melakukan praktikum mengetehui apa itu system silvikultur
yang berada di taman nasional khusus nya pada topik sekat bakar, hutan
mangrove, tanaman inpasive dan evergreen. Taman nasional baluran dan bali
barat ini memiliki beberapa contoh tehknik atau ekosistem yang dapat kita
pelajari. Di taman nasional baluran sendiri meiliki 7 zona inti yaitu zona rimba,
pemanfaatan , khusus, rehabilitas, Bahari, dan tradisional. Luas lahan yang
ditetapkan oleh pengelola atau petugas taman nasional baluran adalah 2164/ha

4.2.1 Sekat bakar


Sekat bakar hutan atau penghalang api hutan adalah konsep yang berkaitan
dengan upaya pencegahan atau pengendalian kebakaran hutan. Ini melibatkan
pembuatan suatu zona atau rintangan yang dirancang untuk menghentikan atau
memperlambat perambatan api di hutan. Sekat api ini bertujuan untuk melindungi
wilayah tertentu dari risiko kebakaran hutan yang tidak terkendali. Beberapa
aspek yang terkait dengan sekat api hutan melibatkan pembukaan jalur tanah
kosong, membersihkan area dari bahan bakar yang mudah terbakar, atau bahkan
pembuatan jalur sungai atau jalan raya yang dapat bertindak sebagai penghalang
alami terhadap penyebaran api. Pembuatan sekat api atau penghalang api ini bisa
menjadi bagian dari strategi manajemen kebakaran hutan untuk melindungi
ekosistem, harta benda, dan kehidupan manusia dari dampak negatif kebakaran
hutan yang meluas. (Fitriana & syaufina, 2021). Secara teknis pencegahan
kebakaran dapat dilakukan dengan pembuatan sekat bakar atau sekat bahan bakar
yang bentuknya seperti sekat bakar kuning maupun sekat bakar hijau
(greenbelt)/vegetasi. Namun pembangunan sekat bakar vegetasi dengan
menggunakan jenis-jenis yang tidak bermultiguna, sampai saat ini masih dinilai
kurang efisien dan ekonomis. Sehingga dalam upaya tersebut, Jarak Pagar (J.
curcas Linn.) dinilai berpotensi untuk menjadi tanaman sekat bakar dalam
pendekatan teknis pencegahan kebakaran hutan dan juga bernilai ekonomi tinggi.
(syaufina Et All,. 2011)

Sekat bakar yang berada di taman nasional baluran merupakan sekat pakar
jalur kuning seperti yang ada di gambar 4.1.2. sekat bakar jalur kuning
merupakan sekat bakar yang tidak menggunakan vegetasi untuk membuat nya
cukup bebatuan yang besar yang disusun memanjang sehingga membentuk jalur
atau jalan. Di taman nasional Baluran sekat bakar kuning di buat dari batu-batuan
yang besar dengan lebar jalur sebesar 4 (empat) meter dan Panjang Sejauh 60
(enam puluh) meter. Pada pembuatan sekat bakar ini pengelola bekerja sama
dengan warga sekitar untuk membuat sekat bakar tersebut, umumnya pembuatan
sekat bakar jalur kuning ini membutuh 10-15 atau lebih untuk membuat jalur nya.
Tujuan dari pembuatan sekat bakar jalur kuning ini adalah untuk memutus atau
memisahkan bahan bakar sehingga dapat mengurangi potensi kebakaran yang
lebih luas dan sekat bakar kuning ini bisa dijadikan sebagai penaganan karhutla.
Selain sekat bakar kuning ada juga sekat bakar jalur hijau, sekat bakar jalur hijau
yaitu alur sekat bakar buatan yang memiliki vegetasi seperti pohon, semak, atau
tanaman lain yang telah dimodifikasi sehingga kemampuan penjalaran api terbatas
dan dapat dikendalikan Sekat bakar hijau dapat berupa jalur dengan tanaman sekat
bakar, jalur dengan tumbuhan bawah, atau jalur dengan campuran tumbuhan
bawah dan tanaman sekat bakar atau pohon lainnya Sekat bakar hijau bertujuan
untuk mengurangi potensi dan luas kebakaran hutan dan lahan dengan pembuatan
sekat bakar Sekat bakar hijau juga dapat menciptakan kelembaban di dalamnya
dan dapat menjadi sekat bakar hijau, syarat sekat bakar jalur hijau adalah tanaman
fastgrowing (tumbuh cepat), tanaman local, tanaman yang memiliki serasah yang
sedikit, tanaman evergreen, dan tanaman yang memiliki banyak airnya. Sekat
bakar ini hanya mengurangi atau menahan kebakaran pada karhutla tidak efektif
untuk memandamkan api.

4.2.2 Tanaman Invansif


Savana merupakan tipe vegetasi yang dijumpai hampir di seluruh bagian
kawasan Taman Nasional Baluran. Namun, saat ini savana tersebut sebagian besar
telah terinvasi oleh spesies akasia berduri (Acacia nilotica L. (Willd) ex. Del.). A.
nilotica termasuk ke dalam famili leguminoseae, sub famili mimosaidae yang
diperkirakan berasal dari India, Pakistan, dan juga banyak ditemukan di Afrika.
Spesies A. nilotica yang diintroduksi ke Indonesia merupakan sub spesies indica
(Brenan, 1983). Introduksi tumbuhan ini ke Taman Nasional Baluran pada tahun
1969 bertujuan sebagai sekat bakar untuk menghindari menjalarnya api dari
savana ke kawasan hutan jati (BTNB, 1999). (farida & Istona, 2017)

Tumbuhan asing invasif merupakan spesies tumbuhan yang tumbuh di


habitat yang bukan habitat aslinya kemudian berkembang dan menguasai habitat
barunya sehingga berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, sosial
ekonomi dan kesehatan masyarakat. Tumbuhan asing invasif mampu mengubah
struktur vegetasi sehingga sangat berpengaruh terhadap keanekaragman hayati
suatu ekosistem dimana ia berada, mengubah siklus nutrisi dalam tanah, dan
menciptakan kompetisi dalam mererebutkan sumber daya seperti cahaya matahari,
air, nutrisi dan ruang. Savana yang merupakan identitas Taman Nasional Baluran
(TNB) merupakan vegetasi yang mendukung keberlangsungan hidup satwa liar
seperti banteng jawa (Bos javanica) yang merupakan ciri khas dari TNB. Awalnya
area TNB didominasi oleh jenis tumbuhan rumput, tetapi saat ini mengalami
perubahan komposisi vegetasi akibat invasi keberadaan jenis tumbuhan asing
invasive yaitu Acacia nilotica. A. nilotica merupakan tumbuhan legum berkayu
berduri yang bersifat sangat invasif. A. nilotica merupakan salah satu jenis
tumbuhan asing invasif yang masuk dalam daftar prioritas penanggulangan di
Australia. Tumbuhan asing invasif membutuhkan sebuah langkah strategis dalam
pengendalian dan guna meminimalisir dampak pasca pengendalian baik itu secara
fisik, kimia, biologis dan sosial. (Nurmuliyanti, 2023)

Tanaman akasia ini pertama kali di bawa oleh peneliti dari luar negri
dalam bentuk bibit pada tahun 1978. Awalnya tanaman ini digunakan untuk
dijadikan sekat bakar jalur hijau karena tanaman ini tidak mudah terbakar, tetapi
seiringin berjalan nya waktu tanaman ini malah menjadi tanaman invasive yang
merusak habitat di tamana nasional baluran. Adapun cara penyebarannya yang
sangat begitu cepat bermula dari para Binatang yang memakan biji-bijian dari
tanaman akasia ini sehingga biji nya jatuh dan diinjak oleh satwa-satwa yang
berada di taman nasional baluran itu sendiri, lama kelamaan tanaman ini tumbuh
begitu cepat dan dimana saja menjadikan tanaman ini tanaman invasive yang
merusak. Pengelola taman nasional Baluran melakukan pengendalian tanaman ini
dengan cara menebang atau membiarkan tanaman nya mati dengan sendirinya dan
melakukan pencabutan bibit tanaman dalam kondisi semai. Tanaman invasive
akasia ini bisa diliat di gambar 4.1.1

4.2.3 Mangrove
Menurut penelitian Putrisari (2017), hutan mangrove di Taman Nasional
Baluran mengalami ancaman gangguan seperti pencurian kayu jenis Rhizophora
apiculata yang berada di blok Pantai Popongan oleh masyarakat untuk pembuatan
gubuk, khususnya pada musim ikan, sementara terjadi pencurian akar Sonneratia
moluccensis di blok Pantai Perengan, akar yang diambil dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan shuttle cock ataupun tutup botol dan termos. Pencurian
tersebut belum merambah ke blok yang lain akan tetapi apabila tidak segera
diatasi akan segera menyebar ke blok yang ada di seluruh Taman Nasional
Baluran. Salah satu pantai yang memiliki kawasan hutan mangrove adalah Pantai
Bama yang memiliki luas hutan mangrove menurut penelitian dari Pratiwi (2005)
seluas 95.81 ha atau 35.16 % dari luas total hutan mangrove di Taman Nasional
Baluran. Jumlah jenis vegetasi mangrove sejati yang ditemukan di Pantai Bama
sebanyak 16 jenis termasuk dalam 7 famili. Namun dikarenakan Pantai Bama
merupakan kawasan wisata sehingga selalu mendapatkan kiriman sampah yang
dapat menghambat perkembangan vegetasi mangrove di kawasan tersebut.
(Istomo & sandy, 2023)

Hutan mangrove di taman nasional yang berada di dekat wisata Pantai


bama memiliki luas lahan total 424 ha, luas lahan ini meningkat dari tahun 2005
yang diteliti Pratiwi yang hanya 95.81 ha saja dan ada jenis yang bertambah yang
awal nya 16 jenis sekarang ada 26 jenis total keseluruhan. Hutan mangrove di
taman nasional Baluran memiliki beberapa jenis spesies dominan seperti pada
tabel 4.1.2. di daerah sekitar hutan mangrove di darat nya, petugas Taman
nasional Baluran mengatakan aada beberapa satwa yang jadi perhatian petugas
setempat, contoh saja babi hutan, menurut petugas taman nasional baluran babi
hutan ini bisa jadi merubah baik atau buruk nya suatu ekosistem. Upaya-Upaya
yang dilakukan pengelola agar hutan mangrove tetap terjaga adalah melakukan
rehabilitas, rehabilitas ini sudah dilakukan dari tahun 2021 sampai 2023 dan
berhasil 70% ada 4 titik focus rehabilitas hutan mangrove oleh petugas setempat
rehabiliatas ini bekerja sam dengan PLN, salah satu program rehabiltas nya adalah
menanam bibit mangrove sudah lebih dari 1000 bibi tanaman mangrove tumbuh
dengan baik, jenis Rhizopora stilosa merupakan jenis tanaman mangrove yang
tahan terhadap keras nya ombak Pantai, para petugas juga rutin melakukan
penyulaman pada Kawasan hutan mangrove, penyulaman ini merupakan kegiatan
rehabilitas yang sering dilakukan oleh petugas Taman Nasional Baluran. Untuk
pemanfaatan dari hutan mangrove sendiri menurut para petugas Taman nasional
masih belum ada manfaatan yang signifikan bagi warga atau masyarakat setempat.
4.2.4 Evergreen
Jalur Evergreen di Taman Nasional Baluran adalah jalur yang terletak di
kawasan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Kawasan hutan ini memiliki
vegetasi yang cukup lengkap, termasuk savana, mangrove, hutan musim, hutan
pantai, dan hutan sepanjang tahun. Jalur Evergreen memiliki panjang sekitar 5 km
dan menjadi daya tarik wisatawan karena pemandangan yang indah dan
keberadaan satwa liar seperti ayam hutan, kijang, hingga monyet. Selain itu, jalur
Evergreen di Taman Nasional Baluran juga menjadi tempat untuk kegiatan safari
malam dan berburu predator. Awan tebal yang menyerupai payung raksasa
menaungi kawasan hutan Evergreen, dan waktu yang tepat untuk berkunjung ke
Taman Nasional Baluran adalah pada musim kemarau, di mana pengunjung dapat
melihat perbedaan antara hutan musim yang meranggas karena kekeringan dengan
hutan Evergreen yang tetap tampil memukau dengan keteduhannya. Hutan
Evergreen di Taman Nasional Baluran memiliki beberapa keunikan yang menarik.
Hutan ini merupakan salah satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional
Baluran dan termasuk ke dalam hutan hujan pegunungan. Keunikan utamanya
adalah selalu hijau sepanjang tahun .Awan tebal yang menyerupai payung raksasa
menaungi kawasan hutan Evergreen, menciptakan pemandangan yang indah dan
keteduhan yang menarik bagi pengunjung .Selain itu, hutan ini memiliki vegetasi
yang cukup lengkap, termasuk savana, mangrove, hutan musim, hutan pantai, dan
hutan sepanjang tahun .Keberadaan hutan Evergreen ini juga menjadi daya tarik
wisatawan dan telah menarik perhatian para peneliti baik dari dalam negeri
maupun mancanegara untuk mempelajari keunikan yang terjadi di Taman
Nasional Baluran. (Waiti et all,. 2019)
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :

1. Tanaman Acacia Nilotica merupakan tanaman invasie yang dapat merusak


habitat ekosistem yang berada di taman nasional baluran.
2. Sekat bakar yang digunakan di taman nasional baluran merupakan jenis
sekat bakar jalur kuning yang dibangun oleh pengelola, petugas, dan
masyarkat sekitar.
3. Hutan mangrove di taman nasional baluran Sebagian besar wilayahnya
berhasil di rehabilitasi dengan baik dan belum ada manfaat yang signifikan
4. Jalur evergreen merupakan salah satu contoh sekat bakat jalur hijau dan
jalur evergreen tumbuhannya tumbuh hijau sepanjang tahun
DAFTAR PUSTAKA

Octavia, D., Andriani, S., Qirom, M. A., & Azwar, F. (2008). Keanekaragaman
jenis tumbuhan sebagai pestisida alami di savana Bekol Taman Nasional
Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5(4), 355-365

Bahri, S., Kurnia, T. I. D., & Ardiyansyah, F. (2020). Keanekaragaman Kelas


Bivalvia di Hutan Mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran. Jurnal
Biosense, 3(1), 56-70.

Fudloly, A. R. L., Fuad, M. A. Z., & Purwanto, A. D. (2020). Perubahan sebaran


dan kerapatan hutan mangrove di Pesisir Pantai Bama, Taman Nasional
Baluran menggunakan citra satelit SPOT 4 dan SPOT 6. Depik, 9(2), 184-
192..

Lathifah, S. S., Rahmaniah, R., & Yuliani, R. (2015). Keanekaragaman


Tumbuhan di Hutan Evergreen Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa
Timur. SEMIRATA 2015, 4(1).

Wati, R., Noverita, N., & Setia, T. M. (2019). Keanekaragaman jamur


makroskopis di beberapa habitat Kawasan Taman Nasional Baluran. Al-
Kauniyah J. Biol, 12, 171-180.

Aryanti, N. A., & Wicaksono, R. H. (2018). Karakteristik Pemanfaatan Pohon


oleh Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) di Taman Nasional Bali Barat
Wilayah SPTN III, Buleleng, Bali. Biotropika: Journal of Tropical
Biology, 6(1), 1-5.

Syaufina, L., & Fitriana, S. (2021). Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian
Kebakaran Hutan di KPH Majalengka. Journal of Tropical
Silviculture, 12(3), 164-171.

Majid, I., Al Muhdar, M. H. I., Rohman, F., & Syamsuri, I. (2016). Konservasi
hutan mangrove di pesisir pantai Kota Ternate terintegrasi dengan
kurikulum sekolah. Jurnal bioedukasi, 4(2).
Muis, N. (2023). Dampak Invasi Acacia nilotica terhadap komposisi tumbuhan
bawah di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. BIOMA: Jurnal Biologi
dan Pembelajarannya, 5(1), 126-136.

Susilo, M., Afita Dyas, S., Wicaksono, A. A., Islamyatun, D., Fauziah, I., Rayhan,
M., ... & Geovana, D. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN INVASIF
DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO,
JAWA TIMUR.

Ndondo, M. U. H. L. I. S. (2019). Identifikasi Daya Tarik Objek Wisata Kawasan


17 Pulau Riung Kecamatan Riung Kabupaten Ngada Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Etikan, I., Musa, S. A., & Alkassim, R. S. (2016). Comparison of Convenience
Sampling and Purposive Sampling. American journal of
theoretical and applied statistics, 5(1), 1-4.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.
Edisi Revisi VI, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Syaufina, L., Wijayanto, N., Istomo, I., & Sunarti, Y. (2011). The Potency of
Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) as a Fuel Break Based on Canopy
Condition. Journal of Tropical Silviculture, 2(1).
Istomo, I., & Farida, N. E. (2017). Potensi simpanan karbon di atas permukaan
tanah tegakan Acacia nilotica L.(Willd) ex. Del. di Taman Nasional
Baluran, Jawa Timur. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental
Management), 7(2), 155-162.
Muis, N. (2023). Dampak Invasi Acacia nilotica terhadap komposisi tumbuhan
bawah di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. BIOMA: Jurnal Biologi
dan Pembelajarannya, 5(1), 126-136.
Istomo, I., & Ghifary, S. (2021). Asosiasi Bakau (Rhizophora apiculata Blume.)
dengan Jenis-Jenis Mangrove Lainnya di Pantai Bama Taman Nasional
Baluran Jawa Timur. Journal of Tropical Silviculture, 12(3), 135-143.
Fudloly, A. R. L., Fuad, M. A. Z., & Purwanto, A. D. (2020). Perubahan sebaran
dan kerapatan hutan mangrove di Pesisir Pantai Bama, Taman Nasional
Baluran menggunakan citra satelit SPOT 4 dan SPOT 6. Depik, 9(2), 184-
192.
Wati, R., Noverita, N., & Setia, T. M. (2019). Keanekaragaman jamur
makroskopis di beberapa habitat Kawasan Taman Nasional Baluran. Al-
Kauniyah J. Biol, 12, 171-180.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai