“REPRODUKSI”
MAKALAH
Disusun oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah teknologi
pembenihan ikan pokok bahasan reproduksi ini tepat pada waktunya. Tidak sedikit
hambatan dan rintangan dalam mengerjakan makalah ini sampai dengan selesai.
Berkat dukungan dan semangat dari teman-teman serta orang tua, hambatan-hambatan
yang ada dapat teratasi.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas dari
salah satu mata kuliah, yaitu Teknologi Pembenihan Ikan yang berjudul
“Reproduksi”.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan khususnya para mahasiswa
Universitas Padjadjaran dan kepada pembaca sekalian. Penyusun ucapkan terimakasih
yang sebanyak-banyaknya kepada dosen, para mahasiswa serta setiap pihak yang telah
mendukung dan membantu penyusun selama proses penyelesaian makalah ini hingga
rampungnya makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2
3
Keterangan Gambar :
A = oogenesis normal,
B dan C = kromosom XX gagal pisah pada meiosis I,
D = spermatogenesis normal, dan
E = kromosom XY gagal pisah pada meiosis I
Gambar 3. Susunan Yang Umum Pada Gonad Ikan Jantan dan Betina
8
Pada umumnya kelamin ikan jantan dan betina dapat dibedakan dengan
melihat saluran kelaminnya. Pada ikan betina, telur dikeluarkan melalui oviduk
(saluran telur) yang terpisah dari saluran kencing (uretra); sedangkan pada ikan jantan,
sperma dikeluarkan melalui saluran sperma yang menyatu dengan saluran kencing
(uretra) yang umumnya berbentuk menonjol seperti penis pada mamalia dan disebut
dengan papila genital.
Selama tahap awal perkembangan embrio, sel germinal (sel kelamin) tidak
mengalami perkembangan sampai unsur somatik dari gonad (membran eksternal dan
jaringan interstitial) berkembang pada saat tahap akhir organogenesis. Pada ikan,
tahap ini berlangsung saat larva ikan telah menetas dan mulai makan. Selama proses
organogenesis sel germinal diduga bermigrasi ke posisinya untuk membentuk bagian
dari gonad dan mulai berkembang menjadi oogonium atau spermatogonium ketika
telah terjadi diferensiasi seksual jantan atau betina. Seiring dengan perubahan ini, sel-
sel interstitial dari gonad (jaringan non germinal) mulai memproduksi hormon seks
yang menentukan karakteristik seksual sekunder berikutnya mulai dari dimorfisme
hingga perilaku seksual.
Secara umum, jaringan interstitial dari gonad menghasilkan hormon seks
steroid dalam merespon pesan hormonal dari kelenjar hipofisis di pangkal otak.
Sumbu hipofisis-gonad ini mengontrol ekspresi seksualitas yang meliputi
pengembangan, pematangan dan pelepasan gamet (sperma dan ovum) sebagai respon
terhadap iklim atau isyarat musiman. Melalui cara ini, siklus seksual ikan erat
kaitannya dengan keadaan lingkungan. Sehingga dalam situasi praktis, masalah-
masalah reproduksi yang muncul karena faktor alam dapat diatasi dengan manipulasi
lingkungan (cahaya atau suhu) atau dengan pemberian hormon seks secara langsung.
9
Sebelum memasuki fase remaja (juvenil), umumnya ikan tidak bisa dikenali
jenis kelaminnya. Hal ini terjadi karena kelamin ikan belum terdiferensiasi secara
sempurna. Meskipun secara genetis ikan terdiri dari jantan dan betina (XX dan XY,
WW dan WZ), namun faktor lingkungan lebih mempengaruhi diferensiasi
kelaminnya. Sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan kelamin ikan secara
fungsional dan genetis. Maka dari itu, penentuan jenis kelamin ikan dapat dianggap
plastis. Jenis kelamin ikan tidak dapat diketahui saat ikan tersebut baru menetas.
Kelamin ikan dapat diketahui setelah sel kelamin telah terdiferensiasi sempurna, tidak
seperti pada mamalia yang jenis kelaminnya dapat diketahui sejak lahir. Hal ini
dikarenakan adanya interaksi lingkungan yang menentukan jenis kelamin pada ikan.
Bahkan beberapa spesies ikan memiliki sifat hermaproditisme (kelamin ganda).
2.4.2 Ciri seksual Sekunder
Ciri seksual sekunder adalah ciri kelamin yang dapat ditandai dengan melihat
ciri-ciri fisik untuk membedakan ikan jantan dan betina. Namun, tidak semua jenis
ikan bisa dibedakan jenis kelaminnya hanya dengan melihat ciri-ciri fisiknya,
contohnya ikan ringau (Datnioides micrrolepis) yang sangat sulit dibedakan jenis
kelaminnya sehingga sering kali terjadi kesalahan dalam pemilihan induk (Sirikul et
al., 1994). Jenis ikan yang memiliki morfologi (bentuk dan ukuran tubuh) yang jelas
berbeda antara ikan jantan dan betina maka ikan tersebut memiliki ciri dimorfisme
seksual. Sedangkan jenis ikan yang memiliki perbedaan warna yang jelas antara ikan
jantan dan betina maka ikan tersebut memiliki ciri dikromatisme seksual. Suatu jenis
ikan dapat memiliki kedua ciri tersebut atau hanya salah satunya saja, atau bahkan
tidak kedua-duanya.
Ciri seksual sekunder pada ikan jantan dan betina berkembang seiring dengan
diferensiasi seksual yang terjadi. Seiring dengan perkembangan stadia ikan (larva-
benih-juvenil-dewasa), ciri kelamin sekunder akan berkembang menentukan status
kelamin ikan tersebut. Ikan jantan biasanya mengembangkan karakteristrik seksual
yang lebih ekstrim dari segi morfologi, warna, dan agresivitas. Hal ini dipengaruhi
oleh hormon androgen yang diproduksi oleh testis. Secara umum, bentuk sirip ikan
jantan lebih panjang, warna ikan jantan lebih cerah dan cemerlang, serta ikan jantan
memiliki tingkat agresivitas yang lebih tinggi. Namun dari segi ukuran, pada beberapa
spesies, ikan betina memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih besar dari ikan jantan.
10
Berdasarkan kemunculannya ciri seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua, yaitu ciri
seksual sekunder sementara dan ciri seksual sekunder permanen.
2.4.2.1 Ciri Seksual sekunder sementara
Ciri seksual sekunder sementara hanya muncul pada waktu musim pemijahan
saja. Ciri seksual sekunder muncul akibat adanya rangsangan lingkungan pada saat
musim pemijahan. Secara umum, ikan yang siap memijah atau birahi menunjukkan
beberapa perubahan perilaku dan penampakan tubuhnya yang muncul karena
pengaruh hormonal saat ikan sedang birahi. Perubahan ini merupakan salah satu
bentuk adaptasi reproduksi yang dikembangkan oleh spesies ikan tersebut untuk
kelestarian jenisnya. Ciri seksual sekunder sementara yang muncul pada beberapa
spesies ikan di antaranya adalah sebagai berikut:
Ovipositor pada ikan Europan bitterling (Rhodeus sericeus), yaitu organ pada
ikan betina yang digunakan untuk meletakkan telur pada insang kerang air tawar
(Gambar 5.) (Smith dkk., 2004); Adanya semacam jerawat dengan susunan yang khas
di atas kepala ikan horny head (Nocomis biguttatus) jantan pada waktu musim
pemijahan (Gunderson dkk., 2010).
Perubahan warna ikan jantan selama masa pemijahan pada beberapa spesies,
misalnya: warna kebiruan pada ikan Pecos pupfish (Cyprinodon pecosensis); warna
kehitaman pada ikan Mexican pupfish (Cyprinodon beltrani); warna merah pada
kepala dan sirip ikan Duskystripe shiner (Luxilus pilsbryi) (Kodric-Brown, 1998).
Gambar 5. Pemijahan ikan bitterling betina pada insang kerang air tawar
a) Kepala di bawah untuk memeriksa kerang; (b) Penetrasi organ conical; (c) penetrasi
ovipositor pada insang kerang; (d) pencabutan ovipositor
11
Gambar 6. Warna merah pada kepala dan sirip ikan Duskystripe shiner
tersebut memiliki kantung kuning telur di bawah tubuhnya yang berfungsi sebagai
sumber makanan.
3.1 Simpulan
Pemijahan adalah salah satu cara perkembangbiakan ikan dengan cara
melakukan perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina dalam kolam yang
mengeluarkan sel telur dan sperma di luar tubuh dengan tujuan menghasilkan benih
yang unggul serta menghasilkan calon indukan baru yang berkualitas.
Faktor faktor yang mempengaruhi pemijahan dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
tingkat kematangan gonad, ketersediaan hormon kelamin dan hormon gonadotrofin.
Sedangkan faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuh-
tumbuhan, dan sebagainya. Faktor lingkungan juga mempengaruhi pemijahan yaitu
dengan rangsangan yang ditangkap oleh alat indera seperti kulit, mata, dan alat indera
lainnya (Suyanto 2008).
Proses reproduksi merupakan cara untuk menentukan keberlangsungan siklus
keturunan dan pewarisan genetik dari individu kepada keturunannya. Berdasarkan
awal terbentuknya individu baru, proses reproduksi dibedakan menjadi reproduksi
aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah proses memperbanyak organisme
tanpa melalui proses pertemuan antara dua macam gamet jantan (spermatozoa) dan
betina (oosit atau ovum atau sel telur). Reproduksi seksual adalah proses perbanyakan
diri melalui perkawinan atau pertemuan dua sel gamet (jantan dan betina).
Pembuahan telur (Fertilisasi) pada ikan dibedakan menjadi dua macam, yaitu
pembuahan secara internal dan pembuahan secara eksternal. Pada pembuahan seksual
secara internal, sperma individu jantan membuahi sel telur di dalam tubuh individu
betina. Sedangkan pada pembuahan seksual secara eksternal, sperma dilepaskan ke
perairan bersamaan atau setelah betina melepaskan atau menempatkan telur-telurnya
16
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G.R. 1979. Butterfly and angelfishes of the world. A Wiley Interscience
publications John Wiley and Sons, New York : 252 pp.
Amri, K dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. PT. Agro
Media Pusaka. Tangerang: 358p
Bard, J., J. Lemasson and J. Lessent, 1974 Manual de piscicultura para a America e a
Africa Tropicais. Paris, Centre Technique Forestier Tropical, 183 p.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.
Gunderson, Jeff; Richards, Carl; and Tucker, Paul, “Aquaculture Potential for
Hornyhead Chubs” (2010). NCRAC Technical Bulletins. Paper 5.
Patent, D.H. 1976. Fish and how they reproduce. Holiday House, New York : 128
pp.
Purdom, C. E. (1993). Genetics and fish breeding (Vol. 8). Springer Science &
Business Media.
Sirikul, C., Boonyaratpalin, V., & Kitpemkeart, A. (1994). Breeding and nursing of
Siamese tiger fish, Datnioides microlepis Bleeker. In Proceeding of the
Seminar on Fisheries 1993 Department of Fisheries, Bangkok (Thailand), 15-
17 Sep 1993.
Smith, C., Reichard, M., Jurajda, P., & Przybylski, M. (2004). The reproductive
ecology of the European bitterling (Rhodeus sericeus). Journal of
Zoology,262(02), 107-124.
Usni, A dan D. Deni. 2013. Panduan Lengkap Benih Ikan Konsumsi. Penebar
Swadaya. Jakara 219 halaman
17
Webber, H.H. and H.V. Thurman 1991. Marine Biology. Harper Collins Pub-lishers,
New York : 424 pp.
18