Anda di halaman 1dari 17

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT. yang mana

berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah Biologi Laut dengan judul ‘Polymesoda

bengalensis’ dapat selesai dengan tepat waktu. Penulis juga ingin mengucapkan

banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Biologi Lau, Bapak Dr.

Ir. Syafruddin Nasution, M.Sc,. sekaligus teman-teman yang sudah membantu

penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Biologi Laut

tentang bivalva mangrove dengan spesies Polymesoda bengalensis selain itu

makalah ini diharapkan juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi

penulis maupun bagi rekan-rekan semua yang membaca makalah ini. tentang

bivalva mangrove, Polymesoda bengalensis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat

kekurangan, baik dalam segi pemilihan kata maupun dari segi materi yang

dipaparkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdapat

dalam makalah ini dan dapat diaplikasikan dalam penulisan makalah-makalah

berikutmya.

Pekanbaru, 23 November 2017

Nabila Afifah Azuga


ii

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................... 3
BAB II. METODE....................................................................... 4
BAB III. ISI ................................................................................. 5
3.1. Taksonomi dan Morfologi ..................................................... 5
3.2. Anatomi .................................................................................. 7
3.3. Distribusi dan Habitat ............................................................ 8
3.4. Reproduksi ............................................................................. 10
3.5. Pemanfaatan ........................................................................... 10
3.6. Prospek Ekonomi ................................................................... 10
BAB IV. PEMBAHASAN........................................................... 12
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 14
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Polymesoda bengalensis ...................................................... 5

2. Anatomi Tubuh Bivalvia ..................................................... 7


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mangrove mempunyai nilai ekologis serta ekonomis yang tinggi.

Fungsi ekologis ekosistem mangrove antara lain: pelindung garis pantai dari abrasi,

mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan, dan tempat berpijah bagi biota

laut. Fungsi ekonomis ekosistem mangrove adalah penghasil keperluan rumah

tangga, industri, dan penghasil bibit ikan, udang, kepiting, kerang, madu, dan telur

burung (Iswandi, 2012).

Mollusca (dalam bahasa latin, molluscus: lunak) merupakan hewan yang

bertubuh lunak. Tubuhnya yang lunak dilindungi oleh cangkang. Meskipun ada

juga yang tidak bercangkang. Hewan ini tergolong triploblastik selomata. Ukuran

dan bentuk mollusca sangat bervariasi. Misalnya siput panjangnnya hanya beberapa

milimeter dengan bentuk tubuh bulat telur. Namun ada yang dengan bentuk torpedo

bersayap yang panjangnya lebih dari 18meter, seperti cumi-cumi raksasa. Mollusca

hidup secara heterotrof dengan memakan ganggang, ikan, udang, ataupun sisa-sisa

organisme. Habitatnya di air tawar, dilaut dan didarat. Beberapa juga ada yang

hidup sebagai parasit (Maskoeri, 1992).

Selain berperan di dalam siklus rantai makanan, ada juga jenis moluska yang

mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis kerang-kerangan dan

berbagai jenis keong. Moluska memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi

pada berbagai habitat, dapat mengakumulasi logam berat tanpa mengalami

kematian dan berperan sebagai indikator lingkungan (Cappenberg, Aziz dan

Aswandy, 2006: 54).


2

Moluska memiliki beberapa manfaat bagi manusia diantaranya sebagai

sumber protein, bahan pakan ternak, bahan industri, dan perhiasan bahan pupuk

serta untuk obat-obatan (Dibyowati, 2009: 1).

Kerang bakau (Polymesoda bengalensis) dari familia Corbiculidae

merupakan produk perikanan yang bernilai ekonomi serta potensial untuk

dikembangkan. Di beberapa Negara sudah menjadi komoditi ekspor dengan harga

yang mahal, pemanfaatan kerang ini masih sebatas makanan tambahan (lauk)

bagi penduduk setempat dan pengambilannya langsung dari habitat serta belum

ada usaha budidaya. Sejalan dengan semakin banyaknya informasi dari nilai

gizi dan manfaat kerang ini terhadap manusia maka harga kerang semakin

meningkat. Kondisi ini menyebabkan frekuensi pengambilan oleh masyarakat

di lapangan semakin meningkat dan intensif tanpa memperhitungkan potensi

lestarinya sehingga ke depannya akan menekan populasi alami dan mengancam

kepunahan kerang ini serta seterusnya akan mengganggu keseimbangan

ekosistem. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan usaha

pengelolaan dan kemungkinan pembudidayaan kerang tersebut.

Polymesoda bengalensis Lamarck merupakan kerang yang hidup di

sepanjang kawasan hutan mangrove dengan membenamkan diri dalam substrat

lumpur.

1.2. Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi

Laut, selain itu dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi penulis dan para pembaca mengenai kerang bakau (Polymesoda

bengalensis), baik dari segi morfologi dan anatomi tubuh, pemanfaatan, habitat
3

kerang bakau, dan hal lainnya yang berkaitan dengan kerang bakau (Polymesoda

bengalensis).
4

BAB II

METODE

Metode penulisan dari penyusunan makalah ini adalah dengan

menggunakan metode kepustakaan, dimana isi atau pembahasan dalam makalah ini

didapatkan dari berbagai sumber buku atau literatur-literatur, sehingga

penjelasannya lebih terperinci dalam kehidupan sehari-hari, serta dampak kerugian

yang ditimbulkannya. Hasil kajian pustaka kemudian ditabulasikan dalam bentuk

rincian secara deskriptif, yaitu penjelasan-penjelasan berdasarkan literature yang

telah dikaji secara konseptual.


5

BAB III

ISI

3.1. Taksonomi dan Morfologi

3.1.1. Taksonomi

Gambar 1. Polymesoda bengalensis

Kerang bakau adalah salah satu kelas dari fillum Mollusca yaitu Bivalvia.

Kerang bakau hidup dengan membenamkan diri dalam substrat lumpur di

sepanjang kawasan hutan bakau (Brandt, 1974 dalam Prima, dkk. 2013).

Klasifikasi kerang bakau (Polymesoda bengalensis), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Bivalvia

Famili : Corbiculidae

Genus : Polymesode

Spesies : Polymesoda bengalensis

3.1.2. Morfologi

Kerang bakau termasuk kerang yang berukuran relatif besar, mempunyai

cangkang yang tebal dan kuat, bewarna hijau kecoklatan atau hijau kehitaman,

tergantung umur. Ukuran kerang ini memiliki panjang 65-95 mm, tinggi 65-90 mm

dan tebal 40-55 mm. Kerang bakau (Polymesoda bengalensis) hidup dengan
6

membenamkan diri dalam substrat lumpur disepanjang kawasan hutan bakau

(Brandt, 1974 cit Amelia 2013).

Ciri-ciri Polymesoda bengalensis adalah cangkang besar, keras dan tebal serta

mempunyai umbo yang besar, berwarna kehijauan dan berubah menjadi kecoklatan

setelah dewasa. Pinggiran dorsal pada bagian depan umbo hampir tegak lurus,

bagian posterior membulat. Belahan cangkang memiliki tiga gigi cardinal, 1 pada

satu sisi dan 2 pada sisi lainnya. Bagian inferior cangkang berwarna putih, garis

palial lengkap tanpa sinus yang jelas. Siphon sangat pendek, memiliki kaki tebal

dan ukuran insang tidak sama (Brandt, 1974).

Menurut Kastoro (1982), inhalant siphons berguna untuk memasukkan

oksigen dan makanan bersama dengan air, sedangkan exhalant siphon berguna

untuk mengeluarkan sisa material. Bentuk dan ukuran siphon bervariasi sesuai

dengan tipe substrat hidupnya, makin dalam kerang membenamkan diri, makin

panjang siphonnya (Barnes, 1974).

Kerang bakau Polymesoda bengalensis mempunyai dua keping cangkang

(Bivalvia), yaitu cangkang kiri dan cangkang kanan yang dihubungkan oleh

ligamentum. Ligamentum berada di bagian dorsal apeks dan dari ligamentum dapat

dibedakan bagian anterior dan posterior serta bagian kiri dan kanan cangkang

(McMahon, 1991).

Pada bagian cangkang Polymesoda bengalensis terdapat lima macam otot,

yaitu otot adduktor anterior dan adduktor posterior yang menyatukan kedua

cangkang, otot retraktor anterior dan retraktor posterior membantu kerja kaki serta

otot protraktor berfungsi menjulurkan kaki. Kaki berbentuk seperti lidah yang

berada pada bagian ventral tubuh. Pada bagian posterior kaki terdapat kelenjar
7

byssus berbentuk benang-benang kuat yang dapat mensekresikan cairan dan

berguna untuk melekatkan tubuh pada substrat secara permanen (Hanna, 1978).

Polymesoda bengalensis memiliki mantel yang terbagi atas dua lobus dan

berada pada kedua permukaan dalam cangkang. Mantel membentuk dua saluran

pendek disebut exhalant dan inhalant siphon. Inhalant siphon berfungsi sebagai

tempat masuknya air dan exhalant siphon tempat keluar air.

3.2. Anatomi

Filum mollusca kelas bivalvia, memiliki anatomi tubuh seperti gambar di

bawah ini :

Gambar 2. Anatomi Tubuh Bivalvia

Cangkok/cangkang berfungsi untuk melindungi tubuh, cangkoknya dapat

membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor. Bagian dorsal tebal dan

di bagian ventral tipis, di bagian anterior ditemukan umbo (bagian yang

membesar/menonjol) dan dibagian posterior berupa punggung. Cangkok/cangkang

memiliki lapisan yang terdiri dari :

1. Periastrakum : Lapisan paling luar tersusun atas zat tanduk/kitin berfungsi

untuk pelindung.

2. Prismatik : Lapisan tengah tersusun atas kristal kalsium karbonat (CaCO3)

berbentuk prisma.
8

3. Nakreas : Lapisan paling dalam tersusun oleh kalsium karbonat yang

tipis dan paralel dengan textur warna mengkilat halus

berfungsi menghasilkan sekret lapisan mutiara.

Kaki menyerupai kapak yang pipih (Pelecypoda) yang dapat dijulurkan ke

luar berfungsi untuk merayap dan menggali lumpur atau pasir, bernafas dengan

insang yang berlapis-lapis, jantung terdiri dari sepasang bilik dengan peredaran

darah terbuka. Sistem pencernaan dimulai dari mulut melalui sifon ventral,

kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat

di saluran yang sama dengan saluran untuk keluarnya air. Sistem saraf terdiri dari

ganglion anterior (dekat lambung), ganglion pedal di kaki dan ganglion posterior di

sebelah bawah otot adductor posterior terdapat alat keseimbangan (statokis) di

dekat ganglion pedal.

3.3. Distribusi dan Habitat

Kerang Geloina (Polymseoda) merupakan salah satu kerang yang hidup di

perairan payau dalam kawasan pesisir (Dharma, 2005). Pourtier (1998) menyatakan

penyebaran kerang lokan mulai Vanuatu Utara sampai Selatan, Kepulauan Jepang.

Gimin et al, (2004) juga menambahkan penyebaran kerang ini sampai Costa Rica,

Amerika Selatan dan Australia Utara.

Kerang bakau umumnya terdapat pada zona infralitoral dan sicalitoral pada

daerah beriklim sedang dan daerah tropis. Distribusi pada sebagian besar bivalvia

dipengaruhi oleh fase kehidupannya. Pada saat terjadi pemijahan, ovarium dan

sperma dilepas ke air dan terjadi fertilisasi yang berkembang menjadi zigot.

Selanjutnya zigot berkembang menjadi larva trochopore bersilia dan kemudian

menjadi larva veliger. Setelah menjadi masa larva yang berenang di kolom air, larva
9

ini tenggelam kedasar perairan menjadi bivalvia muda dan menetap sampai dewasa.

Pada waktu perairan surut, kerang kepah dapat dilihat membenamkan diri kedalam

substrat di sela-sela akar mangrove ataupun di dalam lubang-lubang rumah kepiting

(Barnes dan Rupert, 1991).

Polymesoda bengalensis hidup di daerah pasang surut yang kegiatan mencari

makannya dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air. Selama air pasang, kerang

tersebut akan secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air,

sedangkanselama air surut kegiatan pengambilan makanan akan sangat menurun

(Maulana et al., 2010).

Kerang umumnya hidup menetap dan beberapa jenis kerang hidup

membenamkan diri atau bersembunyi pada substrat. Kaki kerang berupa otot yang

mengalami modifikasi dan digunakan untuk menarik tubuh, membenamkan diri

pada substrat pasir atau lumpur dengan perantaraan struktur, seperti benang

(Romimohtarto, 2009).

Kerang bakau merupakan anggota philum Moluska kelas Bivalvia. Kerang

bakau di Indonesia banyak terdapat di hutan mangrove seperti di Papua, Sulawesi,

Kalimantan, Sumatera dan Jawa. FAO (1998) menyatakan bahwa habitat kerang

bakau adalah dasar hutan mangrove yang berlumpur dan daerah estuarin. Kerang

ini mempunyai sifat infauna atau semi-infauna yang mendiami habitat berpasir dan

berlumpur di kawasan pesisir sebagai penyusun komunitas makrozoobenthos.

Kerang bakau mempunyai toleransi tinggi terhadap perubahan kondisi

habitat, apabila dalam kondisi tidak tergenang air, kerang dapat mengambil oksigen

dari udara melalui tepi cangkang bagian belakang dan mengambil makanan dari
10

air tanah dengan cara menyerap air tersebut melewati bagian depan katup.

Kemampuan seperti ini dapat berlangsung untuk beberapa hari.

3.4. Reproduksi

Sistem reproduksi dari kerang ini bersifat diocius yang berarti setiap kelamin

memiliki gonad. Perkembangan gonad tergantung pada fase dari daur kelamin saat

itu. Kematangan kelamin tercapai hingga umur tiga tahun. Gonad jantan berwarna

susu sedangkan betina berwarna oranye. Proses pembuahan terjadi pada perairan

terbuka.

Kebanyakan jenis kerang memiliki organ reproduksi terpisah dan dapat

dibedakan secara jelas. Tetapi beberapa jenis ada yang hermaphrodit seperti

Crassostera sp. atau memiliki gonad yang berfungsi sebagai ovarium dan testis

pada saat yang bersamaan (Tridacna sp.). Pemijahan biasanya dilakukan secara

eksternal, dimana telur dan sperma dikeluarkan langsung ke dalam air. Telur yang

telah dibuahi kemudian menjadi trocophore, kemudian berkembang menjadi

veliger yang bersifat planktonik dan beberapa minggu kemudian bentuknya sudah

menyerupai induknya, kemudian menetap pada substrat tertentu.

3.5. Pemanfaatan

Kerang bakau dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan untuk diperdagangkan

guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kerang bakau banyak diambil oleh

masyarakat karena banyak diminati oleh masyarakat dan mudah didapatkan di

kawasan hutan mangrove.

3.6. Prospek Ekonomi

Dilihat dari segi ekonomi, kerang bakau memiliki potensi yang cukup besar

dalam pemasukan bagi masyarakat yang hidup disekitar daerah hutan bakau.
11

Kerang bakau memiliki kandungan vitamin dan gizi yang cukup, selain itu

cangkang dari kerang bakau ini juga dapat dimanfaatkan untuk membuat aksesoris

dan hal ini tentu saja dapat menjadi pemasukan bagi masyarakat apabila pandai dan

lihai dalam mengelola atau menfaatkan limbah-limbah organik yang ada.

Selain itu, masyarakat di sekitar hutan bakau juga dapat membuat tambak

kerang bakau (Polymesoda bengalensis) yang mana hal ini juga dapat dijadikan

pemasukan utama bagi para petani tambak. Apabila tambak kerang bakau berjalan

dengan lancar maka kerang bakau juga dapat di jual ke berbagai negara dan ini bisa

dijadikan sumber penghasilan bagi para petani tambak kerang bakau.


12

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Manfaat Kerang Bakau

4.1.1. Bidang Kesehatan

Kerang bakau memiliki banyak kandungan vitamin di dalamnya. Penelitian

telah menunjukkan bahwa pria yang makan kerang dan udang setidaknya 1 kali

dalam seminggu, secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat serangan

jantung mendadak. Studi lain menunjukkan bahwa subyek yang makan 280 gram

kerang setiap hari selama tiga minggu telah menunjukkan penurunan kadar

trigliserida, atau lemak dalam darah yang bisa menyumbat pembuluh darah. Salah

satu alasannya adalah bahwa lobster, udang, dan moluska (tiram, kerang, dan remis)

mengandung asam lemak omega3, yang bermanfaat mengendalikan tekanan darah

dan kadar kolesterol.

4.1.2. Bidang Ekonomi

Selain tingginya kadar vitamin yang dimiliki oleh kerang, daging kerang

pun sangat nikmat untuk disantap dan dijadikan sebagai bahan makanan. Hal ini

dapat dijadikan prospek pada bidang ekonomi, kerang juga dapat dijual bahkan

sampai di ekspor ke luar negara. Cangkang kerang pun juga bernilai dari segi

ekonomi, cangkang kerang dapat dibuat sebagai aksesoris dan dijual ke masyarakat

luas.
13

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Mollusca (dalam bahasa latin, molluscus: lunak) merupakan hewan yang

bertubuh lunak. Tubuhnya yang lunak dilindungi oleh cangkang. Meskipun ada

juga yang tidak bercangkang. Hewan ini tergolong triploblastik selomata. Kerang

bakau (Polymesoda bengalensis) adalah salah satu kelas dari fillum Mollusca yaitu

Bivalvia. Kerang bakau hidup dengan membenamkan diri dalam substrat lumpur di

sepanjang kawasan hutan bakau.

Kerang bakau (Polymesoda bengalensis) dapat dimanfaat sebagai bahan

makanan dengan protein tinggi dan sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat

yang berada disekitar kawasan hutan mangrove. Daging kerang mengandung

banyak vitamin, selain itu cangkang kerang juga dapat diolah menjadi aksesoris dan

memberikan pemasukan bagi masyarakat.

5.2. Saran

Melihat banyaknya manfaat kerang bakau bagi kehidupan manusia,

sebaiknya populasi kerang bakau tetap dijaga keberadaannya. Lingkungan di

sekitar kawasan mangrove harus dijaga kelestariannya, jangan sampai rusak dan

merusak habitat kerang bakau yang mana hal ini dapat meningkatkan angka

kematian kerang bakau.

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

rasa keinginan para pembaca untuk dapat melestarikan kerang bakau ini.
14

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, R. D. 1974. Invertebrate Zoology. Sourdens Colleg Publishing. Philadelpia.


Brandt, R. A. M. 1974. The on-marine aquatic mollusca of Thailand. Arch moll.
Frankfunt.
Dharma, B. 2005. Recent dan Fossil Indonesian Shell. Conchbooks. Germany.
Dibyowati, L. 2009. Keanekaragaman Moluska(Bivalvia dan Gastropoda) di
Sepanjang Pantai Carita, Pandeglang, Banten.Skripsi. Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamInstitut Pertanian Bogor.
Bogor.
Gimin, R., Mohan, R., Thinh, L.V. and Griffiths, A.D. 2004. The Relationship of
Shell Dimensions and Shell Volume to live Weight and Soft Tissue Weight
in the Mangrove Clam, Polymesoda erosa (Solander, 1786) from Northem
Australia. NAGA, World Fish Center Quarterly, 27(3&4) : 32-.35

Iswandi, U. 2012. Ekologi dan Ilmu Lingkungan.Padang: UNP Press


Kastoro,W,W.1992. Beberapa aspek Biologi dan Ekologi Jenis-jenis Mollusca Laut
Komersial yang diperlukan untuk menunjang usaha Budi Daya Proseding
Temu Karya Ilmiah Potensi Sumber Daya Kerang-kerangan Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara Balai Penelitian Budi Daya Pantai Manos:67-68.
Maulana, M.B., I. Widowati dan J. Suprijanto. 2010. Studi Histologi Digestif
Diverticula Kerang Totok (Polymesoda erosa) Berdasarkan Perbedaan
KondisiPerendaman di Lokasi Mangrove Replant Teluk Awur, Jepara, Jawa
Tengah.Majalah Ilmu Kelautan (In Press).
Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: sinar wijaya.
Macintosh, D.J., Ashton, E.C. dan Havanon, S.2002.Mangrove Rehabilitation and
Intertidal Biodiversity: A Study in theRanong Mangrove Ecosystem,
Thailand. Estuarine, Coastal and Shelf Science 55:331 – 345.
Poutier, J.M. 1998. Bivalves. In: Carpenter & V.H. Niem (Eds). The Living
Marine Resources of The Western Central Pacific., FAO, Roma. 648.p.
Romimohtarto, K. 2007. Biologi Laut. Jakarta : Djambatan.

Anda mungkin juga menyukai