(ABKA541)
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
(1710115210015)
Makalah ini telah penulis susun sedemikian rupa dengan sangat maksimal
dan mendapat refrensi dari berbagai sumber. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua sumber refrensi sehingga makalah ini dapat
terbentuk dan terselesaikan.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat diterima dan
bermanfaat bagi pembaca.
i
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1. Pengertian Lahan Basah............................................................................3
2.2. Lahan Basah Pesisir...................................................................................4
2.3. Dataran Lumpur dan Dataran Berpasir.....................................................5
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................7
3.1. Potensi Dataran Lumpur dan Pasar...........................................................7
3.1.1. Sumber Daya Yang Dapat Pulih (renewable resources)...................8
3.1.2. Sumber Daya Yang Tidak Dapat Pulih (non-renewable resources)12
3.1.3. Jasa-Jasa Lingkungan (environmental services)..............................12
3.2. Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir..........................................................12
3.3. Ancaman Kerusakan Dan Pencegahan Kerusakan Pesisir......................14
3.4. Penanggulangan.......................................................................................17
3.4.1. Persiapan..........................................................................................20
3.4.2. Perencanaan.....................................................................................20
3.4.3. Persiapan Sosial...............................................................................20
3.4.4. Penyadaran Masyarakat...................................................................20
3.4.5. Analisis Kebutuhan..........................................................................21
3.4.6. Pelatihan Keterampilan Dasar..........................................................21
3.4.7. Penyusunan Rencana Penanggulangan Kerusakan Lingkungan
Pesisir dan Laut secara Terpadu dan Berkelanjutan.......................................21
3.4.8. Pengembangan Fasilitas Sosial........................................................22
3.4.9. Pendanaan........................................................................................22
BAB IV PENUTUP...............................................................................................23
4.1. Kesimpulan..............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan Basah adalah “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan
perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar,
payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak
lebih dari enam meter pada waktu surut” (Konvensi Ramsar).
Pengelolaan lahan basah secara lestari tidak hanya penting bagi ekosistem
setempat saja tapi juga bagi kepentingan nasional, regional dan bahkan
internasional; misalnya saja lahan gambut Indonesia yang memiliki luasan 16
juta ha merupakan cadangan karbon terestrial yang penting dan sangat berperan
dalam mengendalikan iklim global. Jika diasumsikan bahwa kedalaman rata-
rata gambut di Indonesia adalah 5 m dan bobot isinya 114 kg/m3 maka
cadangan karbon di lahan gambut Indonesia adalah sebesar 46 Gt (Murdiyarso
& Suryadiputra, 2003)
1
basah terutama sungai mengalami penurunan yang sangat signifikan,
diperkirakan 60% sungai di Indonesia dalam keadaan tercemar. Jutaan hektar
rawa gambut di Sumatera dan Kalimantan terbakar dalam kurun waktu 10
tahun terakhir dan menyebabkan kehancuran keanekaragaman hayati rawa
gambut, kerusakan tata air kawasan, dan lepasnya jutaan ton karbon ke udara.
Akibat berbagai tekanan tersebut, hingga tahun 1996 Wetlands International -
Indonesia Programme (WI-IP) memperkirakan Indonesia kehilangan lahan
basah alami sekitar 12 juta ha. Kehilangan tersebut juga diperparah oleh
tingginya kegiatan perambahan hutan dan alih fungsi lahan basah menjadi
pemukiman, industri, pertanian, dan perkebunan.
1.3. Tujuan
Menjelaskan lahan basah
Menjelaskan jenis lahan basah pesisir
Menjelaskan manfaat lahan basah pesisir
Menjelaskan potensi yang dimiliki lahan basah pesisir
Menjelaskan cara pengelolaan lahan basah pesisir
2
Menjelaskan upaya penyelamatan lahan basah pesisir
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lahan Basah
Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland” baru dikenal di
Indonesia sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut
kawasan lahan basah berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe
seperti: rawa, danau, sawah, tambak, dan sebagainya. Disamping itu, berbagai
departemen sektoral juga mendefinisikan lahan basah berdasarkan sektor
wilayah pekerjaan masing-masing. Pengertian fisik lahan basah yang
digunakan untuk menyamakan persepsi semua pihak mulai dikenal secara baku
sejak diratifikasinya Konvensi Ramsar tahun 1991 yaitu:
1) Lahan basah pesisir dan lautan, terdiri dari 11 tipe antara lain terumbu
karang dan estuari.
2) Lahan basah daratan, terdiri dari 20 tipe antara lain sungai dan danau.
4
3) Lahan basah buatan, terdiri dari 9 tipe antara lain tambak dan kolam
pengolahan limbah
Setiap tipe lahan basah tersebut kemudian diberi kode huruf atau angka.
Pengelompokan ini diadopsi secara secara luas oleh berbagai negara dan
terbukti memudahkan komunikasi dan identifikasi dalam kegiatan kerjasama
pengelolaan lahan basah secara internasional.
Batas Wilayah pesisir merupakan batas peralihan antara darat dan laut
dimana pengaruh intrusi air laut masih sampai ke darat atau sejauh mana
pengaruh angin laut menuju darat, dan sejauh mana sedimentasi dari darat ke
laut yang sifatnya fluktuatif (Wirawan, B., dkk, 2002)
Ekosistem perairan pesisir laut tropis yang meliputi estuaria, hutan pantai
atau mangrove, padang lamun dan terumbu karang diketahui mempunyai
keanekaragaman jenis organisme yang sangat tinggi dan juga mempunyai
potensi yang sangat besar untuk menunjang produksi perikanan. Produktivitas
primer di perairan pesisir dapat mencapai lebih dari 10.000 gr C/m2/th. Nilai
ini sangat tinggi atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas
perairan di laut dangkal, yaitu sekitar 100 gr C/m2/th atau perairan di laut
dalam yang hanya sekitar 50 gr C/m2/th (Supriharyono, 2000)
5
zona ekoton pesisir saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain
sehingga membentuk karakteristik wilayah pesisir yang unik. Modifikasi
lingkungan pesisir yang sangat cepat, hilang dan rusaknya keragaman hayati
ekosistem pesisisr termasuk mangrove, lagoon, rawa, dan terumbu karang
merupakan hal yang patut mendapatkan perhatian serius (Haryani, Gadis Sri,
2002).
6
Semenanjung Banyuasin di kawasan Taman Nasional Sembilang adalah
salah satu daerah yang memiliki ekosistem dataran lumpur dan dataran pasir
yang sangat luas. Dataran lumpur di taman nasional ini kaya akan
keanekaragaman jenis invertebrata seperti cacing, moluska, dan krustasea.
Dataran lumpur ini dapat menjorok ke arah laut selebar lebih dari 1,5 km dari
garis pantai, dengan kondisi dinamis yang dipengaruhi oleh pasang-surut dan
sedimentasi yang terjadi. Pada musim dingin di belahan bumi utara, sekitar
80.000 ekor burung bermigrasi ke dataran lumpur di Semenanjung Banyuasin
ini.
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Potensi Dataran Lumpur dan Pasar
Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia
adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini
sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepajang sekitar 81.000
km. Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam
yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi
hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan
potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang serta pariwisata.
Di daerah ini juga berdiam para nelayan yang sebagian besar masih
prasejahtera. Keadaan pantai di Indonesia sangat bervariasi, yaitu mulai dari
pantai pasir putih-berbatu, landai-terjal, bervegetasi-berlumpur, teduh,
bergelombang yang semua ini sangat cocok dengan berbagai peruntukannya,
seperti perikanan pantai, budidaya perikanan, industri perhotelan, turisme, dan
lain-lain.
8
3.1.1. Sumber Daya Yang Dapat Pulih (renewable resources)
a. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang
penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota,
penahan abrasi, penahan amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah,
pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga
mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai
bahan baku obat obatan, dan lain-lain.
9
b. Terumbu karang
Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem terumbu karang
yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lauta. Terumbu karang mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik,
tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota; terumbu karang
juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting
seperti berbagai jenis hasil perikanan, batu karang untuk konstruksi. Dari segi
estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan yang sangat indah.
Upaya pemanfaatan sumber daya alam yang lestari dengan melibatkan
masyarakat sangat dibutuhkan. Pada kasus di Bali dimana masyarakat
melakukan pengambilan karang secara intesif harus dicegah dengan
mencarikan alternatif berupa pengelolaan wilayah tersebut untuk kepentingan
turisme dan melibatkan masyarakat didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil
dikembangkan di Bunaken Sulawesi Utara dimana masyarakat terlibat dalam
sektor ekonomi seperti pelayanan pada penjualan suvenir, makanan kecil, dan
penyediaan fasilitas untuk menikmati keindahan terumbu karang; perahu
katamaran (perahu yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga orang
bisa melihat langsung kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa scuba
diving. Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan
lain-lain. Contoh ini kemungkinan dapat dikembangkan di tempat lain sebagai
suatu model ekoturisme.
10
Gambar 5 Terumbu Karang
c. Rumput Laut
Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia mencakup areal seluas
26.700 ha dengan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Pemanfaatan
rumput laut untuk industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya karegenan, agar, dan algin.
11
Gambar 6 Rumput Laut
12
Gambar 7 Perikanan Di Daerah Pesisir
13
3.1.2. Sumber Daya Yang Tidak Dapat Pulih (non-renewable resources)
Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan
geologi, yang termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas,
timah, nikel, bijh besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, dan lain-lain. Sumber
daya geologi lainnya adalah bahan baku industri dan bahan bangunan, antara
lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.
Selain itu, pemanfaatan sumber daya hayati juga dapat dilakukan dalam
sektor energi. Seperti sumber daya ombak dapat dijadikan sumber energi
terbarukan. Ombak dihasilkan oleh angin yang bertiup di permukaan laut.
Sesungguhnya ombak merupakan sumber energi yang cukup besar namun
untuk memanfaatkan energinya cenderung sulit sehingga jumlah Pembangkit
Listrik Tenaga Ombak yang ada di dunia masih sangat sedikit. Beberapa
perusahaan yang mengembangkan PLTO versi komersial di dunia antara lain
Wavegen dari Inggris dengan kapasitas 500 kW serta Energetech dari Australia
dengan kapasitas 2 MW.
14
Selain ombak arus laut juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi
terbarukan. Prinsip kerjanya hampir sama dengan kincir angin di darat yang
sudah dimanfaatkan oleh negara Belanda. Pergerakan arus laut akan memutar
kipas yang sudah ditanam di dasar laut, kipas yang berputar akan memutar
turbin sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Energi listrik yang
dihasilkan oleh arus laut bahkan lebih besar dibandingkan energi yang
dihasilkan oleh angin. Namun kekurangan dari energi arus laut ini adalah
output energinya yang tidak stabil tergantung interaksi bumi, bulan dan
matahari. Pada saat pasang purnama arus laut akan deras sementara pada
pasang perbani arus laut akan berkurang hingga setengahnya.
Gambar 8 PLTO
15
Gambar 9 Penambangan Pasir Besi
16
pertanian, tetapi merupakan pula lokasi bermacam sumber daya alam,
seperti mineral, gas dan minyak bumi serta pemandangan alam yang indah,
yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
17
Gambar 10 Kerusakan Daerah Pesisir Oleh Pencemaran Sampah dan Limbah
1) Kegiatan reklamasi pantai dapat membunuh jutaan bibit ikan dan hewan
laut ekonomis sebagai akibat penimbunan ekosistem lamun. Ekosistem
lamun merupakan daerah pembesaran bagi ikan-ikan kecil dan hewan laut
lainnya karena menyimpan berjuta makanan yang sangat sesuai untuk
ikan-ikan kecil dan hewan ekonomis lainnya.
2) Konversi Hutan mangrove sebagai lokasi pertambakan dan lokasi
pemukiman mendorong degradasi hutam mangrove hingga ribuan hektar
di seluruh kawasan Timur Indonesia.
3) Penggunaan Bom dan bahan berarun seperti Cianida sampai tahun 2007
telah menyisakan kerusakan terumbu karang hingga mencapai 70 % dari
total luasan terumbu karang Indonesia umunya dan Kawasan Timur
Indonesia khususnya.
18
Pertanyaannya, siapakan yang harus membayar kompensasi tersebut. Apakah
masyarakat, Pemerintah, atau swasta. Secara bijak dapat kita katakan bahwa
seluruh lapisan masyarakat, pemerintah dan swasta bertanggung jawab
terhadap kerusakan lingkungan, tinggal bagaimana keterlibatan semua pihak
untuk saling dukung dalam memberikan sumbangsih bagi kompensasi tersebut.
Seberapa besar dan bagaimana wujud kompensasi tersebut, sangat tergantung
pada kondisi rill yang terjadi termasuk kondisi topografi daerah masing-
masing.
3.4. Penanggulangan
Peran masyarakat sangat strategis dalam menjaga dan melestarikan
sumberdaya pesisir dan laut. Wujud rill dari kepedulian masyarakat akan
pentingnya menjaga lingkungan tidak tumbuh dengan sendirinya. Namun perlu
upaya dari stake holder lain dalam menumbuhkan kesadaran tersebut.
Sebagiam besar masyarakat pesisir telah terbiasa dengan pemahaman bahwa
ikan dilaut tidak akan habis. mereka menganggap bahwa laut menyimpan
sumberdaya yang tidak akan pernah habis.
19
lingkungan pesisir dan laut yang berbasis masyarakat menjadi pilihan yang
bijaksana untuk diimplementasikan. Penanggulangan kerusakan lingkungan
pesisir dan laut berbasis masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan
yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia di wilayah tersebut.
Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau
bahkan mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah
perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya
dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya. Untuk
mengubah pola pikir ini tidak, tidak cukup dengan hanya memberikan
penyuluhan yang bersifat instant dan ataupun program pemberdayaan yang
bersifat musiman. Dorongan yang terkuat dari adanya tindakan perusakan
lingkungan adalah kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Masyarakat pesisir
butuh peningkatan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan mereka sehari-
hari. Untuk itu perlu pendekatan yang permanen sampai pada batas waktu
dimana kesejahteraan masyarakat dapat di tingkatkan atau paling tidak adanya
mata pencaharian alternative untuk membiayai kehidupan sehari-hari mereka
tanpa harus merusak lingkungan. Indikator perubahan tersebut dapat dilihat
dari jumlah masyarakat yang beralih profesi dari menangkap ikan menjadi
petani ikan atau membudidayakan ikan dan non ikan seperti rumput laut.
Sebagian besar masyarakat pesisir sulit untuk menerima masukan yang sifatnya
hanya penyuluhan semata tanpa dibarengi dengan intensitas pemberian yang
terus menerus. Untuk itu pendekatan strategis yang dapat dilakukan untuk
dapat memberikan perubahan pemahaman bagi masyarakat pesisir adalah
dengan pendekatan cultural yang benar-banar berbasis pada kebutuhan
masyarakat. Pendekatan ini yang sementara dan terus dikembangkan oleh
Progran Coremap kabupaten Buton didaerah-daerah pesisir kabupaten Buton.
Disamping itu juga untuk menumbuhkan rasa kecintaan yang lebih kuat
dimasyarakat dibentuk lembaga-lembaga tingkat desa yang diprakarsai oleh
masyarakat itu sendiri yang bertujuan untuk menjaga Terumbu karang sebagai
salah satu habitat sangat penting di daerah mereka.
20
Pola perencanaan pengelolaan seperti ini sering dikenal dengan sebutan
participatory management planning, dimana pola pendekatan perencanaan dari
bawah yang disinkronkan dengan pola pendekatan perencanaan dari atas
menjadi sinergi diimplementasikan. Dalam hal ini prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat menjadi hal krusial yang harus dijadikan dasar
implementasi sebuah pengelolaan berbasis masyarakat. Tujuan umum
penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat
dalam hal ini meminjam definisi COREMAP-LIPI (1997) yang menyebutkan
tujuan umum pengelolaan berbasis masyarakat, COREMAP dalam hal ini
mengambil ekosistem terumbu karang sebagai objek pengelolaan. Oleh karena
itu, tujuan penanggulangan kerusakan pesisir dan laut berbasis masyarakat
dalam hal ini adalah memberdayakan masyarakat agar dapat berperanserta
secara aktif dan terlibat langsung dalam upaya penanggulangan kerusakan
lingkungan lokal untuk menjamin dan menjaga kelestarian pemanfaatan
sumberdaya dan lingkungan, sehingga diharapkan pula dapat menjamin adanya
pembangunan yang berkesinambungan di wilayah bersangkutan.
3.4.1. Persiapan
Dalam persiapan ini terdapat tiga kegiatan kunci yang harus dilaksanakan,
yaitu (i) sosialisasi rencana kegiatan dengan masyarakat dan kelembagaan
lokal yang ada, (ii) pemilihan/pengangkatan motivator (key person) desa, dan
21
(iii) penguatan kelompok kerja yang telah ada/pembentukan kelompok kerja
baru.
3.4.2. Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan upaya penanggulangan pencemaran laut
berbasis masyarakat ini terdapat tujuh ciri perencanaan yang dinilai akan
efektif, yaitu (i) proses perencanaannya berasal dari dalam dan bukan dimulai
dari luar, (ii) merupakan perencanaan partisipatif, termasuk keikutsertaan
masyarakat lokal, (iii) berorientasi pada tindakan (aksi) berdasarkan tingkat
kesiapannya, (iv) memiliki tujuan dan luaran yang jelas, (v) memiliki kerangka
kerja yang fleksibel bagi pengambalian keputusan, (vi) bersifat terpadu, dan
(vii) meliputi proses-proses untuk pemantauan dan evaluasi.
22
kelemahan, peluang dan ancaman, (iv) identifikasi masalah-masalah yang
memerlukan tindak lanjut, (v) identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan
yang diinginkan di masa depan, (vi) identifikasi kendala-kendala yang dapat
menghalangi implementasi yang efektif dari rencana-rencana tersebut, dan (vii)
identifikasi strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan kegitan.
23
masyarakat, serta (ii) meningkatkan kemampuan (keterampilan) lembaga-
lembaga desa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah
penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan dan pembangunan
prasarana.
3.4.9. Pendanaan
Pendanaan merupakan bagian terpenting dalam proses implementasi upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, peran pemerintah
selaku penyedia pelayanan diharapkan dapat memberikan alternatif
pembiayaan sebagai dana awal perencanaan dan implementasi upaya
penanggulangan. Namun demikian, modal terpenting dalam upaya ini adanya
kesadaran masyarakat untuk melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana
swadaya masyarakat setempat. Kesembilan proses implementasi upaya
penanggulangan pencemaran laut tersebut di atas tidak bersifat absolut, tetapi
dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, sumberdaya dan masyarakat
setempat, terlebih bilamana di wilayah tersebut telah terdapat kelembagaan
lokal yang memberikan peran positif bagi pengelolaan sumberdaya dan
pembangunan ekonomi masyarakat sekitarnya.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Fungsi dan nilai lahan basah antara lain adalah mengatur siklus air,
menyediakan air permukaan dan air tanah, serta mencegah terjadinya banjir
dan kekeringan10. Seiring dengan pesatnya pembangunan di berbagai sektor,
keberadaan potensi sumberdaya air di kawasan lahan basah (kawasan gambut,
kawasan resapan air, sempadan sumber air, pantai, kawasan sekitar
danau/waduk, kawasan pantai berhutan bakau, dan rawa) menjadi semakin
terancam kelestariannya.
Lahan basah juga berfungsi sebagai tempat hidup bagi ribuan jenis flora
dan fauna. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang lahan basahnya
memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berbagai kawasan lahan
basah di Indonesia juga merupakan daerah persinggahan burung migran yang
merupakan koleksi keanekaragaman hayati dunia.
Berbagai nilai dan fungsi lahan basah termasuk sebagai penjaga kestabilan
garis pantai, pengendali iklim, dan pemurni bahan polutan menyebabkan
banyak masyarakat menggantungkan hidupnya pada keberadaan lahan basah.
Uniknya, setiap anggota masyarakat bisa saja memiliki penilaian yang berbeda
terhadap nilai dan fungsi lahan basah. Keberagaman cara penilaian tersebut
ditambah dengan karakteristik wilayah yang membentang luas, dan sifat
kepemilikan lahan basah yang tidak jelas dapat membawa pada pengelolaan
yang tidak bijaksana. Menghadapi tantangan tersebut, pengelolaan secara
terpadu yang memberikan ruang luas pada partisipasi masyarakat menjadi hal
yang sangat dibutuhkan.
25
pemanfaatan yang dibolehkan, dan pemahaman mengenai resiko atas pilihan
metode pemanfaatan yang digunakan.
26
DAFTAR PUSTAKA
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=kuriandewa+2003+&btnG=
Murdiarso, & Putra, S. (2003). Paket Informasi Praktis: Perubahan Iklim dan
Peranan Lahan Gambut. Bogor: CCFPI.
27
Suzanna, J. (Ed.). (2004). Strategi nasional dan rencana aksi pengelolaan lahan
Basah.
28