Dosen Pengampu :
Dibuat Oleh:
Nama: Geovani Valerian Maria Tae Lake
NIM: 215060400111001
No Urut Presensi: 1
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK PENGAIRAN
12 DESEMBER 2023
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan petunjuk serta rahmat-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester
mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air. Dalam pembuatan makalah, penyusun
telah mendapat bantuan dari banyak pihak. Untuk itu tidak lupa penyusun
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Moh. Sholichin, M.T., Ph.D., IPU selaku dosen mata kuliah
Pengelolaan Sumber Daya Air,
2. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas ini,
3. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Proses alih fungsi lahan hutan ini juga diikuti dengan semakin meluasnya
lahan kritis. Menurut Laporan Kebijakan Kehutanan (2003) yang memuat hasil
identifikasi DAS, sekitar 458 DAS di Indonesia, atau 96.335.900 hektar
dinyatakan dalam kondisi kritis. Dari keseluruhan DAS 60 DAS atau sekitar
31.306.800 ha dinyatakan dalam kondisi sangat kritis. Jumlah DAS yang
tergolong sangat kritis pada tahun 1996 sebanyak 22 DAS, sedang yang
tergolong kritis dan kurang kritis mencapai 65.029.100 hektar (Chay Asdak,
2007: 9). Di Provinsi NTB luas lahan kritis mencapai 509.225,75 hektar atau
sebesar 25% dari luas daratan, terdapat di dalam kawasan hutan, dan seluas
271.632,81 hektar atau sebesar 13,4% terdapat di luar kawasan hutan. Sebagai
dampak lingkungan yang telah dirasakan, saat ini NTB mengalami defisit
pasokan air sebesar 1.252,03 juta meter kubik (WWF, 2009: 2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Air
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi sangat penting
bagi kehidupan mahluk hidup khususnya manusia yang ada di muka bumi.
Untuk itu air perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi kehidupan
manusia serta mahluk hidup lainnya. Pengertian tersebut menunjukan bahwa
air memiliki peran yang sangat strategis dan harus tetap tersedia dan lestari,
sehingga mampu mendukung kehidupan dan pelaksanaan pembangunan di
masa kini maupun di masa mendatang. Tanpa adanya air maka kehidupan
tidak akan dapat berjalan.
3
2.2 Pengelolaan Sumber Daya Air
4
kekeringan yang semakin meningkat. Rendahnya daya dukung Daerah Aliran
Sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem diduga merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya bencana alam yang terkait dengan air tersebut.
Kerusakan DAS dipercepat oleh peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam
sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi,
konflik kepentingan dan kurang keterpaduan antar sektor, antar wilayah
hulutengah-hilir
5
Menurut Sugandhy (1999), jika dihubungkan dengan penataan ruang
wilayah, maka alokasi ruang dalam rangka menjaga dan memenuhi
keberadaan air, kawasan resapan air, kawasan pengamanan sumber air
permukaan, kawasan pengamanan mata air, maka minimal 30 % dari luas
wilayah harus diupayakan adanya tutupan tegahan pohon yang dapat berupa
hutan lindung, hutan produksi atau tanaman keras, hutan wisata, dan lainlain.
Sedangkan hasil penelitian Deutsch and Busby (2000) menunjukkan bahwa
total suspended solid (TSS) dapat meningkat secara tiba-tiba apabila suatu
sub daerah aliran sungai mengalami penurunan penutupan hutan dibawah
30% dan apabila terjadi pembukaan lahan pertanian lebih dari 50%.
b. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
6
pengelolaan sumber daya DAS lintas para pemangku kepentingan
secara partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi,
sosial, politik dan kelembagaan guna mewujudkan tujuan
Pengelolaan DAS.
7
c. Batas DAS tidak selalu berhimpitan/bertepatan dengan batas
wilayah administrasi pemerintahan;
Pengelolaan DAS terpadu mempunyai ciri pokok yaitu (1) sasaran yang
jelas, yaitu suatu pencapaian hasil yang telah direncanakan dan diharapkan
akan terjadi pada masa datang; (2) strategi waktu, yaitu penjadwalan untuk
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan setiap kegiatan dalam
mewujudkan sasaran; (3) melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu terkait,
yaitu upaya melibatkan dan mengkoordinasikan peran serta sektor dan
disiplin ilmu menuju sasaran secara bersama dan (4) tumbuhnya motivasi
setiap sektor, dengan mengacu kepada keterlibatan berbagai sektor dalam
proses penetapan sasaran akan merangsang keinginan atau tekad untuk
mencapai hasil.
8
Menurut Haeruman (1979), pengelolaan terpadu pada dasarnya merupakan
pengembangan keserasian tujuan antar berbagai sistem pengelolaan
sumberdaya alam. Bilamana suatu obyek dikelola oleh banyak pengelola
sesuai dengan keterkaitan dan kepentingannya terhadap obyek yang dikelola
itu. Lebih lanjut Haeruman mengatakan, bahwa keterpaduan di dalam
pengelolaan kegiatan harus dapat terciptakan: (1) terkoordinasinya para
pengelola suatu obyek saling kait-mengkait dalam suatu sistem untuk
mencapai suatu kerasian tujuan; (2) memadukan setiap usaha pemanfaatan
penataan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian serta pengembangan
yang didasarkan pada unsur keterkaitan atau ketergantungan dari obyek yang
dikelola
9
social, lingkungan, dan biodiversitas, masing-masing aspek saling terkait.
Pouwels et al.(1995) menyebutkan bahwa ada 6 kriteria untuk menilai
sumber daya air yaitu (1) nutrient di air permukaan, (2) kandungan logam
berat, (3) kandungan Polycyclic aromatic hydrocarbon, (4) aspek fisik untuk
normalisasi sungai, (5) penyediaan air, (6) pembiayaan. Dalam penelitian
ini, evaluasi tata air akan menggunakan Peraturan Menteri Kehutanan No.61
th 2014.
Monitoring dan evaluasi tata air dilihat dari aspek Koefisien Regime
Aliran (KRA), Koefisien Aliran Tahunan (KAT), Muatan Sedimen (MS),
frekuensi banjir, dan Indek Penggunaan Air (IPA) (Permenhut No.61.2014).
Dari analisis ketiga aspek bidang tata air tersebut dapat diketahui
permasalahan tata air di suatu DAS. Masing-masing aspek mempunyai
bobot yang berbeda dalam kontribusi kondisi tata air DAS.
2.1
2.2
10
BAB III
LOKASI STUDI
2.3
Letak dan luas DAS Palung Letak DAS Kali Palung secara geografis
berada di 08°28’20,36” -08°46’08,75” Lintang Selatan dan 116°22’07,908” -
116°36’08,507” Bujur Timur. Sedangkan secara administrati DAS Kali
Palung terletak di Kabupaten Lombok Timur. Luas DAS Kali Palung adalah
12.712,13 ha. Gambar 1 memperlihatkan lokasi DAS Palung dalam Pulau
Lombok, NTB. Bentuk DAS Hasil perhitungan kuantitatif bentuk DAS baik
menggunakan nilai nisbah memanjang ('elongation ratio'/Re) dan kebulatan
('circularity ratio'/Rc) menunjukan bahwa wilayah Sub DAS di DAS Kali
Palung memiliki bentuk memanjang. Pola Aliran Pola pengaliran di DAS
Kali Palung adalah pola aliran Dendritik. Karakteristik pola aliran dendritik
di tandai dengan perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan
kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan.
Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola
pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang. 4.
Kerapatan Aliran Berdasarkan hasil perhitungan indeks kerapatan sungai,
kerapatan aliran sungai di Sub-Sub DAS Kali Palung rata-rata memiliki
kerapatan sedang dengan indeks kerapatan berkisar antara 0,86 – 1,12
Km/Km2 . DAS yang memiliki kerapatan sungai sedang ditandai dengan alur
sungai yang melewati batuan
11
yang menjadi penyokong kehidupan di pulau ini adalah keberadaan ekosistem
hutan kawasan Gunung Rinjani seluas 125.000 hektar, yang meliputi tiga
wilayah kabupaten/kota Pulau Lombok, yakni Kabupaten Lombok Timur,
Kabupaten Lombok Barat, dan Kota Madya Mataram. Kawasan Gunung
Rinjani telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi yang terbagi
dalam berbagai fungsi hutan, antara lain; hutan lindung, kawasan taman
nasional dan hutan produksi terbatas. Kawasan ini juga dikenal sebagai
kawasan yang kaya akan keragaman hayatinya. Hal ini dimungkinkan karena
tingginya keragaman ekosistem wilayah Gunung Rinjani. Sebagian besar
keberadaan ekosistem hutan Rinjani maupun pesisir dan laut yang terdapat di
Pulau Lombok tersebut terletak dalam wilayah administratif Kabupaten
Lombok Barat. Kawasan hutan Gunung Rinjani selama ini telah menjadi
gantungan hidup sejumlah 63 desa, dengan jumlah penduduk sebesar 600.000
jiwa, mereka tinggal di daerah hulu (WWF, 2009: 1)
12
1,75 miliar/tahun. Selain itu, Gunung Rinjani juga telah memberikan
kontribusi bagi pariwisata sebesar Rp 286 miliar/tahun (IMP, 208: 2).
Kekayaan potensi sumberdaya alam tersebut telah memberikan manfaat
ekonomi dan jasa lingkungan yang cukup besar bagi Pemerintah Kabupaten
Lombok Barat dan masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Hutan
Gunung Rinjani, sekaligus sebagai tantangan untuk menjaga kelestariannya.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tuntutan pembangunan,
maka proses alih fungsi lahan hutan untuk berbagai kepentingan seperti
perluasan kota, permukiman, perkebunan, pertambangan, pariwisata,
peternakan dan pertanian telah mengancam eksistensi kawasan hutan Gunung
Rinjani.
13
3. Bangunan prasarana sumberdaya air yang ada belum mampu untuk
mencukupi berbagai kebutuhan air seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan segala aktifitasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat di berbagai
keperluan, diperlukan suatu perencanaan terpadu yang berbasis wilayah
sungai guna menentukan langkah dan tindakan yang harus dilakukan agar
dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan potensi
pengembangan sumberdaya air, melindungi, melestarikan serta
meningkatkan nilai sumberdaya air dan lahan.
Pola Aliran Pola pengaliran di DAS Kali Palung adalah pola aliran
Dendritik. Karakteristik pola aliran dendritik di tandai dengan
perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin
yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan.
Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis
pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon
rindang.
14
Geomorfologi Bentuk lahan DAS Kali Palung didominasi oleh
dataran vulkanik bergelombang dengan bukit-bukit kecil pada
daerah kering seluas 8.551,78Ha (67,27 %).
15
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di DAS Kali Palung
didominasi oleh sawah seluas 3.677,20 ha (28,93%), pertanian lahan
kering campur semak seluas 2.871,01 (22,58%), dan pertanian lahan
kering seluas 2.527,09 (19,88%)
16
Sumber, https://sda.pu.go.id/balai/bwsnt1/post/158/peta-w-s-lombok
17
BAB IV
PEMBAHASAN
2.4
DAS Palung. Secara umum lahan yang masuk dalam kategori kritis di
DAS palung sangat sedikit namun demikian lahan DAS palung potensial
untuk menjadi kritis hampir 50% dari total DAS palung. Berdasarkan tingkat
kekritisan terdiri dari lahan kritis 16452.1 m2 (0.01%), agak kritis 3036253.4
m2 atau (2.59 %). Lahan potensial kritis ini tersebar mulai dari wilayah tengah
ke hulu sementara bagian hilir umumnya termasuk tidak kritis. Lahan-lahan
yang potensial kritis ini didominasi oleh topografi berbukit sampai
bergunung. Bukit-bukit ini umumnya bervegetasi jarang sehingga rawan
terjadinya erosi dan akhirnya menjadi lahan kritis terutama jika tidak ada
upaya konservasi.
Lahan sawah di bagian hilir masuk dalam kategori tidak kritis karena lahan
umumnya berbentuk teras sehingga laju erosi dapat diminimalisasi.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Timur (2011)
terdapat beberapa lokasi di wilayah DAS Palung yang bervegetasi kurang dan
dapat diindikasikan sebagai lahan kritis seluas 288,7 ha. Hal tersebut
dikarenakan pemanfaatan kayu secara intensif untuk kebutuhan energi
omprongan (oven) tembakau.
18
Pengelolaan Sumber Daya Air di DAS Palung termasuk dalam kondisi
yang buruk sehingga DAS Palung diklasifikasikan dalam DAS yang perlu
segera dipulihkan. Perbandingan debit maksimum dan minimum yang
ditunjukkan dalam nilai KRA mencapai nilai 4027. Dari angka tersebut dapat
dibayangkan bahwa debit pada musim penghujan sangat besar dan debit pada
musim kemarau sangat kecil. Ini artinya DAS Palung tidak mampu menyerap
air hujan dengan baik. Koefisien Aliran Tahunan menunjukkan nilai 0.84 yang
artinya sebagian besar air hujan atau 84% air hujan langsung menjadi aliran
permukaan. Hal ini berarti DAS Palung hanya dapat menyerap 16% dari hujan
masuk ke dalam tanah, akibatnya pada musim kemarau air yang keluar hanya
sedikit sekali. Karena air yang keluar sedikit sekali sedangkan kebutuhan
airnya cukup besar maka indek penggunaan airnya sangat jelek. Solusi untuk
mengatasi permasalahan tata air di DAS Palung adalah meningkatkan
penyerapan air ke dalam tanah sebanyak-banyaknya dengan berbagai macam
cara seperti sumur resapan di daerah pemukiman, embung di areal pertanian,
dan rorak di kawasan hutan.
19
permasalahanpermasalahan seecara lebih detail dapat dirumuskan menjadi 4
(empat) permasalahan pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Belum terjalin kerjasama yang harmonis antar para pihak meliputi:
Belum ada norma-norma yang mengatur hubungan kerjasama
antar para pihak dalam pengelolaan DAS,
Belum ada sistem informasi yang dapat diakses oleh para pihak,
Kapasitas aparat dalam kerjasama dan koordinasi masih rendah,
Belum ada program kerja forum DAS baik jangka pendek,
menengah dan panjang.
20
4. Pendapatan dan kesejahteraan masyarakat masih rendah meliputi :
Kapasitas masyarakat (perorangan dan kelompok) dalam
agribisnis masih rendah,
Belum terpenuhi sarana-prasana produksi dan pemasaran
dan masyarakat belum dapat askes ke pasar besar,
Penerapan teknologi tepat guna yang masih rendah,
Masih rendahnya pegembangan ekonomi kreatif
21
Kebutuhan Penggelontoran Kota. Kebutuhan air untuk
menggelontor kota juga harus diperhatikan. Mengingat
permasalahan sanitasi adalah permasalahan yang cukup
krusial menyangkut kesehatan masyarakat umum secara
luas
22
Rencana Pembangunan Bendungan Mujur. Pembangunan
Bendungan Mujur salah satu konsep untuk mengatasi
bencana kekeringan dan rawan kekurangan air baku di 3
Kecamatan (Praya Tengah, Praya Timur dan Janapria) dan
meningkatkan lahan tadah hujan seluas 10.121 ha menjadi
lahan beririgasi teknis di Pulau Lombok bagian selatan
(selain pembangunan Bendungan Pandanduri Suwangi),
serta untuk mendorong ekonomi pedesaan
5. Pariwisata
Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu dari lima daerah
unggulan pariwisata di Indonesia (Nusa Tenggara Barat, Sumatera
Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara
Timur), terus berusaha untuk mengembangkan potensi pariwisata
dengan membuat program unggulan dengan menyiapkan destinasi
baru obyek wisata yang merupakan objek andalan seperti wisata :
alam, bahari, budaya, MICE (meeting, incentive, conference,
exhibition), belanja, ziarah, religi, dan geowisata. Pemerintah
23
Provinsi NTB menetapkan 15 kawasan pariwisata yaitu sembilan
di Pulau Lombok dan enam di Pulau Sumbawa
24
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Kondisi tata air DAS Palung dalam kondisi kritis karena perbedaan antara
debit maksimum dan minimum sangat besar (4027), jumlah air yang
langsung menjadi aliran permukaan cukup besar (61%), dan potensi air
yang tidak mencukupi kebutuhannya.
2. Faktor sedimen dan kejadian banjir yang mempunyai kondisi sedang dan
sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh solum tanah yang tipis dan palung
sungai yang dalam.
3. Indikator yang buruk dari tata air dapat diperbaiki dengan penanaman
tanaman permanen pada daerah terbuka dan pembuatan sumur resapan di
daerah pemukiman, pembuatan embung di daerah pertanian, dan
pembuatan rorak atau jebakan air di kawasan hutan atau perkebunan.
5.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Andi Masnang, 2003. Konversi Penggunaan Lahan Kawasan Hulu Dan Dampaknya
Terhadap Kualitas Sumberdaya Air Di Kawasan Hilir. Makalah Pengantar
Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I. Data dan Informasi Pengelolaan
Sumberdaya Air. Wilayah Sungai Lombok dan Wilayah Sungai Sumbawa,
2012.
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I. Pola Pengelolaan Pengelolaan Sumberdaya
Air Wilayah Sungai Pulau Lombok, 2011
Supriadi, D. 2000. Uplands Management: Cases of Cimanuk and Cisanggarung
River Basin, makalah pada Linggarjati Environmental Meeting, 9-13
November 2000.
Chaves, H.M.L. and S. Alipaz.2007. An Integrated Indicator based on basin
Hydrology, Environment, Life, and Policy: The watershed sustainability
index.Water Resources Management. Vol.21, 883-895
26