INDIANA
07320170032
PROPOSAL PENELITIAN
INDIANA
07320170032
Nama : Indiana
Stambuk : 073 2017 0032
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Jurusan : Ilmu Kelautan
Program Studi : Ilmu Kelautan
Jenjang Pendidika : Strata Satu (S-1)
SK Pembimbing :
Mengetahui :
iii
KATA PENGANTAR
jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi
pengetahuan.
Indiana
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PEMBIMBING......................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................7
BAB II......................................................................................................................8
2.1. Pengertian Ekosistem................................................................................8
2.2. Komunitas.................................................................................................8
2.3. Definisi Lamun........................................................................................10
2.4. Moluska...................................................................................................16
2.5. Parameter Perairan Ekosistem Lamun....................................................34
BAB III..................................................................................................................38
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................38
3.2. Alat dan Bahan........................................................................................39
3.3. Metode Penelitian....................................................................................40
3.4. Prosedur Penelitian..................................................................................41
3.5. Analisi data..............................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Akar dan Batang tumbuhan Lamun...................................................... 13
4. Kerang Simping.................................................................................... 23
5. Kerang Bulu.......................................................................................... 24
6. Kerang Tahu.......................................................................................... 25
8. Kerang Hijau......................................................................................... 27
9. Kerang Kampak.................................................................................... 28
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan. Posisi pulau ini berada di 5,5 km
selatan Lanjukang dengan luas mencapai lebih dari 27 hektar dan terumbu yang
memesona. Di Pulau Langkai Anda bisa melihat indahnya terumbu karang serta
kekayaan bawah laut yang melimpah. Kondisi terumbu karang di sekitar pulau
umumnya masih baik dan sangat menarik untuk kegiatan snorkling. Tak heran
jika para wisatawan yang datang biasanya memanfaatkan tempat ini untuk
memancing. Di sekitar pulau ini masih terdapat ikan kerapu, ikan Kaneke, udang
mutiara, ikan cakalang, tinumbu, bambangang, hiu, lamuru, cepa (kuwe), sunu,
kerapu dan ikan terbang serta napoleon.Pulau ini ini salah satu tempat yang ideal
bagi mereka yang ingin melakukan camping atau sekedar berjemur di pantai pasir
putih yang indah dan bersih, atau bagi mereka yang gemar bersnorkling disekitar
perairan pulau ini, panorama taman laut dan keanekaragaman biotanya dengan
Padang lamun memiliki peran yang penting sebagai salah satu penyusun
ekosistem perairan laut. Secara fisik, padang lamun berperan sebagai penahan
abrasi dan stabilisator sedimen. Pantai dengan padang lamun yang kondisinya
masih baik, keadaan airnya cenderung tenang dan jernih serta terlindung dari
Secara ekologi, padang lamun berperan sebagai produsen utama dalam rantai
makanan (Susetiono, 2004). Padang lamun juga menjadi tempat naungan, mencari
vertebrata, yang sebagian bernilai komersial (Aswandy, 1999; Suharti dkk., 1999;
Salah satu kelompok fauna yang umum dijumpai di padang lamun adalah
banyak jenis moluska padang lamun yang memiliki arti penting bernilai ekonomi,
mampu hidup secara penuh beradaptasi pada lingkungan laut dengan kadar
secara generatif (biji) dan vegetatif (tunas), rimpangnya merupakan batang yang
beruas-ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam substrat pecahan karang,
normal serta mampu melaksanakan daur generatif. Padang lamun yaitu tumbuhan
lamun yang menutupi suatu areal pesisir laut dangkal pada mintakat pasang surut
intertidal maupun subtidal yang dapat terbentuk oleh satu spesies lamun
3
(monospesific) atau lebih (mix vegetation) dengan kerapatan jarang (spare) atau
dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen abiotik berupa substrat
dan air dengan komponen biotik berupa flora dan fauna (den Hartog, 1970;
Secara ekologis padang lamun memiliki peran penting bagi wilayah perairan
diantaranya bernilai ekonomis tinggi, 117 jenis makro alga, 24 jenis moluska, 70
jenis krustacea dan 45 jenis echinodermata), substrat bagi biota penempel, tempat
asuhan bagi larva ikan dan biota lainnya, sumber makanan bagi endangered
species seperti duyung (Dugong dugon), penyu dan kuda laut (Hippocampus sp),
tempat berlindung dan tempat pembesaran beberapa jenis biota, dan krustase
komersial penting (Pioneer et al., 1989 & Gray et al., 1996), menyokong
tingginya keanekaragaman dan jenis-jenis biota laut (Texas Park & Wildlife,
1999). Secara fisik, padang lamun dapat menstabilkan subtrat dasar yang lunak
dikatakan sebagai salah satu ekosistem yang paling produktif di suatu perairan dan
dikenal sebagai ekosistem laut yang penting (Fortes, 1990; Thangaradjon et al.,
2007, Blankenhorn, 2006). Padang lamun juga mempunyai nilai ekonomi yaitu
pada jasa ekosistem lamun sekitar IDR 21.014.756/ha/ tahun (Wawo et al., 2014)
beradaptasi pada keragaman zona pasang surut dengan perubahan suhu yang
ekstrim, serta ditemukan hidup pada berbagai tipe habitat mulai dari laut dalam,
zona intertidal, air tawar dan darat (Vaghela and Kundu, 2011). Moluska berperan
penting sebagai komponen dalam rantai makanan (Vaghela et al., 2013), baik
sebagai pemangsa (predator), maupun yang dimangsa. Cara hidup moluska yang
kehadiran dan distribusinya sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi dalam
perbedaan cara hidup dan penyebaran moluska. Rimpang, daun dan akar lamun
dapat menyediakan habitat mikro yang berbeda bagi organisme lainnya, serta
jenis moluska yang ditemukan pada ekosistem padang lamun memiliki nilai
ekonomis penting, yang keberadaannya tergantung dari kondisi lamun dan tipe
banyak organisme dan moluska memakan bahan organik dan detritus hasil
5
penguraian dari tumbuhan dan epifit pendukung serta partikel yang terdapat di
ataupun penggunaan jaring pantai untuk menangkap ikan dapat berdampak negatif
biota seperti moluska yang hidup didalamnya. Hingga saat ini, berbagai penelitian
2009; Arbi, 2010; Istiqlal et al., 2013), sehingga keberadaan jenis dan struktur
Kecamatan Ujung Tanah masih tergolong sedikit, oleh karena itu penelitian ini
Penelitian ini merupakan yang pertama kali dilakukan dan diharapkan dapat mem-
Kecamatan Ujung Tanah serta dapat menjadi data dasar untuk penelitian
selanjutnya.
Salah satu wilayah perairan Indonesia yang belum banyak diketahui kondisi
Barangcaddi Kecamatan Ujung Tanah masih tergolong sedikit, oleh karena itu
padang lamun. Penelitian ini merupakan yang pertama kali dilakukan dan
moluska pada ekosistem padang lamun di perairan pulau langkai serta dapat
Ujung Tanah.
mengetahui jenis jenis moluska yang cara hidup Efifauna dan Infauna yang ada
pada perairan Pulau Langkai serta pola sebaran moluska pada ekosistem lamun
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
cahaya, udara, air, tanah dan sebagainya (Cartono, 2008). Sistem ekologik atau
ekosistem didefinisikan sebagai jasad hidup dan lingkungan tak hidup saling
terkait tak terpisahkan dan berinteraksi satu dengan yang lain setiap satuan
yang meliputi suatu organisme atau satu komunitas dalam suatu area yang
2.2 Komunitas
Kasim, 2013) struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan
antar spesies, tetapi juga oleh jumlah relative organism dari sepsis spesies itu.
dengan cara menggali lubang, sebagian hewan tersebut hidup sesil dan tinggal
individu per satuan volume atau umumnya dinyatakan sebagai individu per
relatif adalah prosentase dari jumlah individu dari suatu species terhadap
jumlah total individu dalam suatu daerah tertentu (Odum, 1971) dalam
(Wijayanti.H, 2007).
bahwa nilai indeks dominasi terkait satu sama lain, dimana apabila
d. Pola penyebaran secara acak relatif jarang terjadi secara alami dan
biasanya terjadi hanya bila kondisi lingkungan sangat seragam dan tidak
kuat sehingga terjadi pembagian wilayah yang sangat merata antar setiap
rumput laut sudah diguankan secara umum dan baku bagi tumbuhan alga
indonesia yang baku sehai-hari. Istilah lamun untuk seagrass pertama kali
kesepakatan ilmuan dan para akademisi istilah seagrass dipakai untuk lamun,
daerah pesisir dan dapat hidup dan berkembang baik pada lingkungan
perairan laut dangkal, estuaria yang mempunyai kadar garam tinggi dan
daerah yang selalu mendapat genangan air pada saat air surut (Yunus et al.,
yang tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) yang memiliki sistem akar
dan rimpang (Short et al., 2007). Pada perairan Indonesia terdapat 13 jenis
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam dasar laut (Nontji, 1987).
terbenam dan menjalar dalam substrat pasir, lumpur dan pecahan karang (Azkab
nutrien dari substrat. Semua lamun memproduksi rambut akar, kelimpahan rambut
akar ini bervariasi pada setiap spesies (Philips dan Menez, 1988). Akar dan
12
rhizomanya yang melekat kuat pada sedimen dapat menstabilkan dan mengikat
sedimen, daun-daunnya dapat menghambat gerakan arus dan ombak yang dapat
a. Akar
permukaan yang lebih rendah dari pada rhizoma dan menunjukkan sejumlah
perbedaan antara satu dan lainnya. Pada beberapa spesies memiliki akar yang
lemah, berambut dan memiliki struktur diameter yang kecil. Sedangkan pada
spesies lainnya akarnya ada yang kuat dan berkayu yaitu genus Thalassodendron.
Fungsi akar lamun adalah untuk mengabsorbsi nutrien dari kolom air dan
b. Rhizoma
sebagai susunan ikatan pembuluh pada stele (Den, Hartog, 1970). Rhizoma
terkubur di bawah sedimen dan membentuk jaringan luar (Tomascik et al, 1997).
Mayoritas lamun memiliki rhizoma berjenis herba, kecuali pada beberapa spesies
tumbuhan lamun ini dapat menempel pada substrat terumbu karang dan memiliki
energi yang besar untuk dapat hidup di dekat samudra Hindia yang memiliki
c. Daun
dasar yang terletak di bagian atas rhizoma dan pada rantingnya. Hal yang unik
pada daun lamun adalah dengan tidak adanya stomata dan terlihatnya kutikula
yang tipis. Kutikula berfungsi untuk menyerap zat hara, walaupun jumlahnya lebih
sedikit dari yang diserap oleh akar dan batangnya (Tomascik et al, 1997).
yang tinggi dilihat dari bentuk daunnya yang pipih memanjang, kecuali pada
genus Halophila. Menurut (Den Hartog, et al., 1970) dalam (Azkab, et al.,
Contohnya: Halodule.
d. Enhalids, dengan bentuk daun yang panjang dan kaku seperti kulit
Halophila.
Contohnya: Thalassodendron.
mempunyai saluran air (Nybakken, 1992). Bentuk daun seperti ini dapat
memaksimalkan difusi gas dan nutrien antara daun dan air, juga memaksimalkan
proses fotosintesis di permukaan daun (Philips dan Menez, 1988). Daun menyerap
agar dapat berdiri tegak di air, tapi tidak banyak mengandung serta seperti
suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahan
terhadap keanekaragaman, kemerataan, dan dominansi dengan ciri yang unik pada
dan dominansi dari suatu komunitas, serta keseimbangan jumlah tiap spesiesnya.
hidupnya berada di dasar perairan baik sesil, merayap maupun menggali lubang.
2.5 Moluska
permukaan substrat maupun di dalam substrat dan menempel pada daun lamun .
Kebanyakan moluska yang hidup di ekosistem lamun dari spesies gastropoda dan
dan bivalvia. Berbagi macam biota yang hidup di ekosistem seperti ikan, moluska,
udang,dan hewan lainnya. Fungsi ekologi lamun pada biota biota tersebut sebagai
daerah asupan (nursery ground) dan tempat mencari makanan (feeding ground)
memilki tiga bagian utama yang sama, berupa kaki, massa visera, dan mantel.
kaki Molluca berotot dan di bagian telapak kaki mengandung banyak lendir dan
esofagus, lambung, usus, dan anus. Kecuali pada Pelecypoda, di dalam rongga
mulut Mollusca terdapat radula (lidah parut). Radula terdiri atas tulang muda
(odontophore) yang diatasnya terdapat beberapa baris gigi kitin yang ujungnya
mengebor, dan menangkap mangsa. Anus terletak di tepi dorsal rongga mantel, di
mencemari rongga mantel. Mollusca memilki jantung yang terdiri atas dua
serambi (aurikel) dan satu bilik (ventrikel). Mollusca memilki peredaran darah
terbuka, karena darah tidak beredar di dalam pembuluh darah tetapi di dalam sinus
darah (rongga diantara sel sel organ). Pigmendarah hemosianin yang larut dalam
plasma darah mengandung Cu, bukan Fe; berwarna biru pucat bila menagndung
oksigen dan tidak berwarna bila kekurangan oksigen. Alat pernapasan berupa
sepasang insang atau lebih, yang disebut ktenidium ,paru paru atau keduanya.
Habitat hewan ini adalah daratan, sungai hingga pantai dan laut. Hewan
perairan dan daratan, serta dari daratan rendah hingga pegunungan tinggi
perairan. Moluska dapat dijumpai mulai dari daerah pinggiran pantai hingga
tumbuhan laut.
A. Kelas Bivalvia
dengan air. Spesies yang hidup umunya terdapat di dasar perairan yang
berlumpur atau ber pasir. Tubuh dan kaki Bivalvia umumnya pipih secara
lateral, seluruh tubuh tertutup mantel dan dua keping cangkang yang
diri, menggali dan meletakan diri pada substrat dengan mengunakan alat
2) Sistem Pencernaan
partikel yang terdapat dalam air laut. Kerang memiliki saluran yang
merupakan tempat keluar masuknya air saluran itu disebut siphon (gambar )
2007).
3) Sistem Reproduksi
Alat reproduksi terletak di daerah dekat kaki, dan alat itu terdiri dari satu
sel telur dilepaskan melalui lubang dekat ginjal. Pada beberapa spesies
19
air dan membuahi sel telur. Bivalvia adalah moluska yang secara tipikal
sisi kanan dan kiri tubuh. Katupnya dikatupkan di sepanjang tepi dorsal
yang disebut hinge, dan dihubungkan oleh stuktur kapur yang elastis yang
disebut ligamen. Mereka ditutup dengan aksi menarik satu atau dua (kadang
tiga) otot aduktor. Byssus atau kaki menonjol keluar dari anterior
tonjolan siphon. Kebanyakan kerang adalah filter feeder, tetapi ada beberapa
4) Ekologi Bivalvia
substrat dasar perairan (biota bentik) yang relatif lama sehingga biasa
- Filum : Mollusca
- Kelas : Pelecypoda
- Subkelas : Pteriomorphia
- Ordo : Ostreoida
- Famili : Placunidae
- Gebus : Placuna
- Species : Placuna Placenta
Salah satu kerang yang dapat ditemukan ditepi pesisir pantai sampai kelaut
warna yang berbeda merah dan putih. Didekat engsel cangkang terapat bagian
yang melebar membentuk sayap. Kerang ini sejenis kerang kampak bedanya
cangkang kerang ini halus tidak bergaris-garis dagingnya berbentuk bulat dan
- Filum : Mollusca
21
- Kelas : Bivalvia
- Sub Kelas : Metabranchia
- Ordo : Pteriomorpha
- Super famili : Arcoidea
- Famili : Arcidae
- Sub Famili : Anadarinae
- Genus : Anadara
- Spesies : Anadara (Cunearca) pilula (REEVE, 1843)
- Filum : Mollusca
- Kelas : Bivalvia
- Ordo : Veneroida
- Famili : Veneridae
- Genus : Meretrix
22
Kerang tahu ini memiliki Cangkang yang licin mengkilap berwarna putih
tahu dengan siluet kehitaman disalah satu sisi cangkangnya dagingnya juga
- Kindom : Anamalia
- Filum : Mollusca
- Kelas : Bivalvia
- Subkelas : Pteriomorrphia
- Ordo : Arcoida
- Subfamili : Anadarinae
- Genus : Andara
23
Kerang ini memiliki cangkang yang berigi dan banyak pasir yang melekat
- Philum : Mollusca
- Ordo : Anysomyaria
- Famili : Mytilidae
- Genus : Perna
warna dagingnya. Kerang yang sehat dagingnya berwarna kuning kecoklatan jika
- Filum : Mollusca
- Kelas : Bivalvia
- Famili : pinnidae
- Genus : Pinna sp
- Spesies : Pinna sp
bentuk segar ataupun frozen. Dagingnya berwarna putih dan tebal terlindung
dalam cangkang yang keras berbentuk setengah lingkaran mirip seperti mata
kampak.
25
- Kindom : Animal
- Filum : Mollusca
- Kelas : Pelecypoda (Bivalvia)
- Ordo : Pteriomophia
- Famili : Ostreoida
- Genus : Crassostrea
- Spesies : Crassostrea spp
Tiram adalah kelompok kerang-kerang yang berbentuk agak bulat ada juga
yang oval dan bisanya dipanen dimusim dingin karena musim ini dagingnya lebih
B. Kelas Scapopoda
warna hijau lebih gelap di ujung bagian luar dan warna putih di bibir.
Dentalium elephantinum ini hidup di air asin dan tersebar di Indo Pasifik
(Oliver, 2004).
Kerang gading (tusk shells) atau kerrang gigi (tooth shells) merupakan
dari spesies inimemiliki Panjang berkisar 0,5 -15 cm. Anggota dari ordo
Gadilida. Jenis moluska ini hidup di dalam substrat lwmbut di lepas pantai
secara langsung .Nama ilmiah dari genus ini muncul dari Bahasa latin
gigi (kozloff,1996).
2) Reproduksi
hidup bebas , yang berkembang menjadi larva veliger yang lebih mirip
moluska seperti siput, tiram, kerang, gurita dan cumi-cumi sering digunakan
sebagai sumber makanan. Moluska telah lama memiliki nilai penting yaitu
sebagai bahan konsumsi, bahan bangunan, aksesoris dan perhiasan, serta bahan
baku fashion seperti pernak-pernik kancing baju. Arti penting moluska dalam
berakibat pada beberapa jenis yang memiliki nilai komersial cukup tinggi,
misalnya lola (Trochus sp) dan kima (Tridacna sp), berada di ambang
28
1. Kelimpahan
kepadatan relatif maka akan didapat juga nilai indeks dominansi. Sementara
2. Keanekaragaman
akan semakin besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah inividu
1993).
1. Salinitas
Salinitas menunjukkan semua konsentrasi ion yang telarut dalam air dan
dinyatakan dalam miligram perliter air yang dinyatakan dalam satuan promil
(‰). Perubahan salinitas lebih sering terjadi di perairan pesisir dari pada
perairan lepas pantai. Hal ini disebabkan perairan pesisir lebih banyak
menerima masukan air tawar melalui sungai dan air hujan. Nilai salinitas
perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ -
30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰ (Marliana, 2015). Salinitas yaitu jumlah
berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya
oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan
sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10‰- 40‰. Nilai optimum
toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35‰. Penurunan salintas
Kerusakan padang lamun diakibatkan oleh berkurangnya air tawar dekat garis
pantai yang hilang. Interaksi antara salinitas, suhu dan padang lamun tropik
dimana spesies yang mempunyai toleransi lebih rendah dari salinitas normal
dan pada suhu yang rendah, tidak mampu memperahankan hidupnya pada
salinitas yang sama dan dalam kondisi suhu yang lebih tinggi (Dahuri et al,
2013).
2. Suhu
(Nybakken, et al., 1992). Spesies padang lamun yang menyebar luas secara
geografi dalam hal ini mengindikasikan adanya kisaran yang luas terhadap
toleransi suhu, tetapi spesies lamun daerah tropik mempunyai toleransi yang
31
menurun tajam apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal (Dahuri,
et al., 2013).
serta ekologis lainnya. Pada suhu diatas 45°C lamun akan mengalami stress
dan dapat mengalami kematian. Lamun yang tumbuh pada kondisi mendekati
optimal pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi akan membutuhkan cahaya
hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam
menyatakan bahwa jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan tolak
mamalia) tidak mampu mengambil oksigen udara. Difusi oksigen dari udara
air sehingga O2 terikat di dalam air. Pada sebagian besar lapisan permukaan
laut, kandungan oksigen dalam air bervariasi dalam batas yang relatif sempit
dan di beberapa daerah tropis kandungan oksigen bisa sangat rendah dan
2012).
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Kecamatan Ujung Tanah pada bulan Maret sampai Mei 2021. Jangka waktu
34
tersebut meliputi studi literatur, Penelitian ini dilakukan di 3 stasiun yang telah
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
transek kuadrat (tegak lurus garis pantai) yang dimodifikasi dari metode Seagrass
Watch. Pemilihan Seagrass Watch sebagai acuan adalah metode ini sesuai untuk
kegiatan monitoring yang dilakukan oleh siapa pun karena pelaksana monitoring
padang lamun pada tidak semuanya tersertifikasi sebagai penilai kondisi dan
status padang lamun. Metode transek kuadrat, terdiri dari transek dan frame
berbentuk kuadrat. Transek adalah garis lurus yang ditarik di atas padang lamun,
sedangkan kuadrat adalah frame/bingkai berbentuk segi empat sama sisi yang
diletakkan pada garis tersebut, yang selanjutnya akan diuraikan pada bagian cara
kerja.
dimana pasang surut maksimal terjadi di pagi hari dan/atau siang hari. Hindari
dan masyarakat setempat. Hal ini terkait, penyampaian maksud dan tujuan;
transportasi, baik darat, laut, maupun udara harus dipastikan dapat beroperasi
Dekripsi Area
penelitian (jumanto et. al., 2013) yang dibagi menjadi 3 stasiun berbeda pada
lokasi adalah :
dan koleksi bebas transek kuadrat digunakan untuk memperoleh data kualitatif
dilakukan dengan cara meletakkan tali transek ditarik tegak lurus garis pantai dari
posisi surut terendah ke arah laut sepanjang 100. Kerangka paralon ukuran 1 x 1
meter digunakan sebagai plot transek (sampling) kerangka paralon sebagai plot
pengamatan diletakkan pada setiap 10 meter sepanjang garis transek. Pada setiap
pada jenis jenis moluska efifauna dan infauna yang hidup dalam substrat sampai
dilakukan saat air menjelang surut pada siang hari. Koleksi bebas digunakan
sebagai pelengkap data kuantitatif untuk memberikan gambaran sebaran local dan
kekayaan jenis fauna moluska. Koleksi bebas dilakukan dengan cara menyusuri
area padang lamun diluar transek metode tersebut diterapkan agar dapat mewakili
(heryanto et al., 2006x 100 m2. Transek ke-2 dan ke-3 diambil secara berurutan
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data Primer berupa sampel moluska Perairan yang diperoleh langsung
di lapangan.
kec.ujung tanah.
dalam botol sampel yang telah terisi 4% selama 1 hari .Kemudian di cuci dengan
a. Moluska
1) Komposisi Jenis
Kj= ¿ 100 %
N
40
Dimana:
2) Kepadatan jenis
sebagai berikut:
D= ¿
A
Dimana:
Ni = Jumlah Individu
3) Indeks ekologi
a) Indeks Keanekaraagaman
H′ = Pi log2 Pi
Dimana :
41
H′ = Indeks Keanekaragaman
b) Indeks Keseragaman
H’
E=
Hmaks
Dimana :
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman
S : Jumlah spesies
c) Indeks Dominansi
42
C = ∑ (ni/N)2
Dimana:
C = Indeks dominansi
b. Lamun
1) Komposisi jenis
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Brower, 1990 dalam Ira 2011)
p= ¿ x 100 %
N
Dimana:
2) Kerapatan jenis
3) Tutupan Lamun
DAFTAR PUSTAKA
http://oseanografi.lipi.go.id/perpustak aan/repository/showpdf/643
Cartono. (2010). Evaluasi Hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Prisma Press.
Den Hartog. (1970). The seagrass of the world. North Holand Publishing
Indonesia,33: 257-270.
Dharma, B., 1988. Siput dan Kerang Indonesia I (Indonesian Shells). Jakarta: PT.
Sarana Graha.
Dharma, B., 1992. Siput dan Kerang Indonesia II (Indonesian Shells). Wiesbaden:
Verlag Christa Hemmen
Dobo, J. 2009. Tipologi komunitas lamun kaitannya dengan polpulasi bulu babi
dipulau hatta kepulauan banda Maluku.
Dahuri, Rokhmin., J. Rais, S. Putra Ginting dan M.J Sitepu. (2013). Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Balai
Pustaka.
Fredriksen, S., H. Christie and B.A. Sæthre. 2005. Species richness in macroalgae
and macrofauna assemblages on Fucus serratus L. (Phaeophyceae) and
Zostera marina L. (Angiospermae) in Skagerrak, Norway. Marine Biology
Research, 1(1): 2–19. http://doi.org/10.1080/174510005100 18953
Gray, C.A., McElligoot, D.J. & Chick, R.C. (1996). Intra and inter estuary
differences in a assemblages of fish associated with shallow seagrass and
bare sand. Marine Freshwater Res, 47: 723-735.
46
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritin Raja Ali Haji
(online). Tersedia: http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_fo
rms/1-ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2015/09/Skripsi.pdf. (13 Feb
ruri 2016).
Musthofa, mahyudin Hadi. 2008. distribusi kerang simping, plaguna
placenta( linnae us,1758) mullusca : pelecypoda :placunidae) diperairan
Kronjo kabupaten tenggerang Banten, skripsi, Depertemen manjemen
sumberdaya perairan fakultas perikanan dan ilmu kelautan institut
pertanian Bogor, Bogor.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemahan: Samingan, T dan B.
Srigandono. Gajahmada University Press. Yogyakarta.
Poiner, I.R. & G. Roberts,.(1986) "A brief review of seagrass studies in Australia.
Proc.National conference and Coastal Management. 2, 243-248.
Pham, M.T., Nguyen, H.S., Nguyen, X.H. & Nguyen, T.L. (2006). Study on the
variation of seagrass population in coastal waters of khanh Hoa Province,
Vietnam, Coastal Marine science, 30(1): 167-173.
Pioneer, I.R., Walker, D.I. & Coles, R.G. (1989). Regional studier seagrass of
tropical Australia. Biology of Seagrass: a treatise on the Biology of
seagrass with special reference to the Australian region. A.W.D. Larkum,
A.J.McComb & S.A. Shepard (Eds.). Elsevier Amsterdam. 279-303 pp.
Poutiers, J. M. 1998. Bivalvea (Acephala, Lamellibranchia, Pelecypoda). In: pp.
123- 362. Carpenters, K. E., Niem, V. H. (eds). The living marine
resources of the Western Central Pacific. Food and Agriculture
Organization, Rome. 686
Pratiwi, P., I. Al-Hakim, I. Aswdany, A.S. Genisa, dan Mujiono. 1997. Komunitas
epibentik padang lamun di pulau Pari, kepulauan Seribu. Inventarisasi dan
Evaluasi Potensi Laut-Pesisir II. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi,
LIPI.
Riniatsih I, Wibowo E. (2010). Substrat dasar dan parameter oseanografi sebagai
penentu keberadaan gastropoda dan bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten
Rembang. Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences
14(1):50-59.
Susetiono. 2004. Fauna Padang Lamun Tanjung Merah Selat Lembeh. Jakarta:
Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.
Suharti, R.S., I. Kinoshita, K. Tsukamoto, and M. Okiyama. 1999. Larval and
juvenile fishes in seagrass beds of Lombok Island, Indonesia. In:
Romimohtarto, K., S. Soemodiharjo and D.P. Praseno (eds.). Proceedings
the Ninth Joint Seminar on Marine and Fisheries Sciences. Mataram, 1998
Santosa, Adam Troy. (2015). Analisis Vegetasi Tumbuhan Lamun di Kawasan
Pantai Karapyak, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Skripsi Program
Studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNPAS Bandung:
Tidak diterbitkan.
Suryanti, Frida P. (2014).Kelimpahan Echinodermata Pada Ekosistem Padang
Lamun Di Pilau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dipenogoro Journal
of maquares, 3(4):243-249.
Septian, Efika Ajeng. Azizah, Diana. Apriadi, Tri. 2016. Tingkat Kerapatan Dan
Penutupan Lamun Di Perairan Desa Sebong Pereh Kabupaten Bintan.
FIKP UMRAH
Suci, W. 2013 struktur komunitas moluska bentik berbasis TDS dan TSS dipesisir
perairan sungai kawal kabupaten bintan. Skripsi. Universitas Maritim Raja
Ali Haji, Tanjungpinang
Stowe, K. 1987. Essentials of Ocean Science. John Wiley and Sons. Canada. 353 p .
Texas Park. & Wildlife. (1999). Seagrass conservation plan for Texas. Resources
Protection Division. Austin TX. 79 pp.
Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of
Indonesian Seas (Part II). Hongkong: Periplus Editions (HK) Ltd.
Tomascik, et.al. (1997). The Ecology of the Indonesian Sea part 2. Singapore:
Peripilus Edition.
Vaghela, A. and R. Kundu. 2011. Spatiotemporal variations of hermit crab
(crustacea: decapoda) inhabiting rocky shore along Saurashtra Coast, the
western part of India. Indian J. of Marine Science, 41(2): 146–151.
Vaghela, A., B. Poonam, and R. Kundu. 2013. Diversity and distribution of
intertidal Mollusca at Saurashtra
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Coast of Arabia Sea, India.
G.J.B.B., 2(2): 154–158.
Wawo, M., Adrianto, L., Bengen, D.G. & Wardianto, Y. (2014). Valuation of
seagrass ecosystem services in Kotania Bay Marine Natural Tourism Park,
West Seram, Indonesia, Asian Journal of Scientific Research, 7(4): 591-
600.
Wahyudin, Y., Kusumastanto, T., Andrianto, L. & Wardiatno, Y. (2016). Jasa
Ekosistem Lamun Bagi Kesejahteraan Manusia. Omni-Akuatika. 12 (3):
49