Anda di halaman 1dari 43

KAJIAN BAHASA RUPA KUBURAN WARUGA

DI TANAH MINAHASA

STUDY OF VISUAL LANGUAGE STUDY OF CITIZENS'S


GRAVES IN THE LAND OF MINAHASA

Oleh

CAHYA PRADIPTA ABDUSSAMAD


7.53.17.008

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


Guna memperoleh gelar magister desain

FAKULTAS PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN BAHASA RUPA KUBURAN WARUGA


DI TANAH MINAHASA

STUDY OF VISUAL LANGUAGE STUDY OF CITIZENS'S


GRAVES IN THE LAND OF MINAHASA

Oleh

Cahya Pradipta Abdussamad


7.53.17.008

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


Guna memperoleh gelar Magister Desain

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini
Bandung, …… November 2021

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Yully Ambarsih Ekawardhani, M.Sn


NIP. 4127.32.06.001

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Pascasarjana Magister Desain

Dr. Rahma Wahdiniwaty. Dra., M.Si. Dr. Wanita Subadra Abioso, Ir., MT.
NIP. 4127.61.101.010 NIP. 4127.70.12.009

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................... iii

ABSTRACT .................................................................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah .......................................................... 5

1.3 Rumusan Maslah ............................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 5

1.5 Batasan Penelitian dan Asumsi .......................................... 5

1.6 Manfaat Penelitian............................................................. 7

1.7 Metode Pnelitian ............................................................... 6

1.7.1 Konsep Dasar Penelitian Kualitatif ........................... 6

1.7.2 Metode Etnografi ...................................................... 7

1.7.3 Pengumpulan Data .................................................... 9

1.8 Sistematika Penulisan ........................................................ 10

iii
BAB II STUDI LITERATUR ........................................................ 12

2.1 Teori Kebudayaan ............................................................. 12

2.2 Bahasa Rupa ..................................................................... 22

2.2.1 Bahasa Rupa dalam Arti Luas .................................... 22

2.2.2 Penelitian Bahasa Rupa ............................................. 23

2.2.3 Awal Mula Bahasa Rupa ........................................... 27

2.2.4 Bahasa Kata dan Bahasa Rupa ................................... 28

2.2.5 Ciri-ciri Bahasa Rupa Prasejarah ............................... 30

2.2.6 Wimba dan Tata Ungkapan ....................................... 31

BAB III WARUGA DI TANAH MINAHASA .............................. 33

3.1 Budaya Waruga di Tanah Minahasa ................................... 34

3.2 Sejarah Waruga ................................................................. 37

3.3 Manfaat Waruga ................................................................ 47

3.4 Pertanggalan Waruga ......................................................... 51

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................... 54

4.1 Deskrpisi Waruga .............................................................. 55

4.1.1 Bentuk Waruga ......................................................... 55

4.1.2 Ukuran Waruga......................................................... 63

4.1.3 Hiasan Waruga ......................................................... 65

4.2 Deskripsi Waruga Secara Umum........................................ 71

4.3 Wimba dan Tata Ungkapan Waruga ................................... 78

4.3.1 Cara Wimba.............................................................. 78

iv
4.3.2 Tata Ungkapan.......................................................... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 94

5.1 Kesimpulan ...................................................................... 94

5.2 Saran ................................................................................ 96

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 98

LAMPIRAN

HAK PUBLIKASI

BIODATA

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah Minahasa yaitu daerah yang mayoritas penduduk aslinya merupakan

masyarakat suku Minahasa adalah daerah yang cukup luas di Sulawesi Utara. Tanah

Minahasa biasa diidentikkan dengan kawasan yang didiami oleh suku bangsa

Minahasa yang meliputi beberapa kabupaten dan kota, termasuk Kota Manado

sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Utara.

Sejak dulu Minahasa telah dikenal dengan kebudayaan atau kepercayaan

tentang hal-hal mistik termasuk dalam proses pemakaman orang sudah meninggal,

mereka mempercayai bahwa setiap orang memiliki perbedaan kuburan dilihat dari

pekerjaan, tahta, status sosial dan lain sebagainya. Sehingganya setiap orang

memiliki tempat atau kuburan tersendiri tergantung dari beberapa hal tersebut.

Menurut Sukendar budaya batu-batu besar atau yang dikenal dengan

kebiasaan megalitik ada kebiasaan yang mengenal penggunaan batu yang besar

untuk membuat bangunannya. Kebiasaan ini merupakan salah satu kebiasaan yang

pernah memegang peran penting di dalam peradaban manusia masa lalu.

Peninggalan budaya itu antara lain ditemukan di Negara Mesir dan Negara Amerika

Selatan dalam bentuk kerucut, pada Kepulauan Pasifik dalam model menhir, pada

Cina dan Vietnam dalam model palung batu (sarcophagy), dibagian negrara Laos

serta Jepang dalam model tong batu, atau Inggris dalam bentuk stone hang dan lain

sebagainya. Peninggalan budaya seperti itu terdapat di Tanah Minahasa diantaranya

dalam bentuk peti kubur batu (stone cisti waruga). (Sukendar, 2010 : 45)

1
Gambar 1.1 Waruga-waruga di Situs Sawangan, Minahasa Utara

Di Indonesia peninggalan megalitik berupa wadah kubur dari batu semacam

itu, banyak ditemukan diberbagai daerah antara lain di Sulawesi Tengah, di

Sulawesi Selatan, Sumba, di Sumbawa, di Bali, di Jawa, di Kalimantan, di Sumatra

Selatan, di Nias dan Sumatra Utara, Kubur batu di Indonesia terdiri dari kubur

dolmen (dolmen grave), kubur peti batu (stone cist grave), tempayan batu (stone

vat), keranda batu atau sarkofagus (sarcofagy) dan kubur tebing batu (rock cliff

grave).

Sebagai daerah yang strategis, Sulawesi memiliki peranan penting di Pasir

masa prasejarah. Migrasi hewan pada masa terjadinya pengesan (glassial) di se

muka bumi pada masa kwarter, menjadikan kawasan ini sebagai jembatan darat.

utara ke selatan. Demikian pula dengan migrasi bangsa-bangsa dari daratan Asia ke

wilayah Pasifik tentunya harus melewati bahkan mungkin menyinggahi daerah-

daerah ini sebab itu tidak mengherankan apabila di wilayah itu ditemukan adanya

fosil-fosil purba (stegodon), walaupun pada masa kini tidak dijumpai adanya gajah

di Sulawesi itu kawasan ini dianggap penting dalam persebaran suku bangsa yang

berbahasa Austronesia ke wilayah Pasifik. Daerah ini diperkirakan menjadi daerah

2
penting yang dapat memberi gambaran bahkan menjawab teka-teki tentang daerah

asal persebaran dari suku suku bangsa penutur bahasa Austronesia (Solheim, 1965;

Shuttler, 1975).

Peninggalan budaya megalitik yang tidak kalah penting adalah kubur tebing

batu (rock cliff burial) yang ditemukan di Toraut di Bolaang Mongondow. Kubur

tebing batu ini mirip dengan kubur-kubur tebing batu di daerah Toraja, Sulawesi

Selatan. Sisa budaya megalitik ini berbentuk lubang-lubang segi empat panjang

buatan manusia pada tebing tebing batu. Lubang-lubang tersebut diperkirakan

berfungsi sebagai wadah kubur tempat menyimpan atau meletakkan mayat dari

anggota masyarakat yang meninggal, karena diantaranya masih ada yang

menyimpan tulang-tulang manusia dan bekal kuburnya berupa benda-benda tanah

liat. Makam atau kuburan adalah tempat bagi orang-orang yang sudah meninggal

dan dijadikan sebagai tempat untuk mengingat siapa orang tersebut semasa

hidupnya, di Minahasa terdapat kuburan atau makam yang diberi nama waruga,

kuburan tersebut tidak seperti makam pada umumnya, makan ditanah Minahasa

tersebut memiliki keunikan tersendiri, salah satunya yaitu didalam sebuah kuburan

waruga bisa terdapat beberapa orang yang dikubur dadalamnya. Oleh karena itu,

peneliti berinisiatif mengangkat kuburan waruga sebagai objek utama dalam dalam

penelitian ini dan akan dikaji dalam segi bahasa rupa.

Jenis-jenis benda megalitik yang lain adalah altar batu, dakon dan menhir

juga adalah sisa sisa kebudayaan megalitik yang didapatkan di Tanah Minahasa.

Model-model benda megalitik sejenis ini jumlah temuannya sedikit serta daerah

pesebarannya juga sedikit. Patung menhir sering juga dibuat dari satu batu

3
bermodel sebagai batu tegak namun memiliki pahatan sederhana menyerupa

manusia (anthropomorphic), dengan menampakkan bagian atas dan depannya serta

dibagian tangan dan bodinya, sedangkan bagian bawah tidak diperlihatkan

(Sukendar 1996). Patung menhir merupakan arca batu sederhana yang ditujukan

selaku penggambaran dari leluhur yang dikultuskan . Barang ini umumnya pula ia

lah fasilitas buat melaksanakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang .

Patung menhir di Tanah Minahasa yang sukses ditemui merupakan sebanyak dua

buah (Santoso 1999-2000).

Di Sulawesi Utara tepatnya diminahasa terdapat kuburan atau makam yang

menyimpan nilai histori yang dianggap unik atau mistik, maka dari itu peneliti

berinisiatif untuk melakukan penelitian terhadap kuburan tersebut. Dengan meneliti

kuburan diharapkan peneliti serta orang yang membaca penelitian dapat

mengetahui sejarah, asal dan fungsi dari kuburan yang kemudian akan dijadikan

bahan referensi untuk peneliti-peneliti selanjutnya.

Di Indonesia cabang ilmu bahasa rupa seudah banyak dikenal bahkan sudah

banyak dijadikan sebagai tulisan karya ilmiah. Bahasa rupa merupakan ilmu

membaca, menganalisis serta memberikan pemaknaan pada suatu objek baik itu

gambar, poster, relief serta objek-objek lain yang memiliki cerita sejarah yang

belum diketahui maknanya khususnya dari segi bahasa rupa. Contoh objek yang

telah dikaji secara bahasa rupa yaitu Relief candi Borobudur, perambanan, mesa tua

Bali dan masih banyak lagi yang terseber diseluruh Nusantara. oleh sebab itu di

tesis ini akan meneliti sebuah kuburan di tanah Minahasa yaitu kuburan waruga

4
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan penelitian etnografi serta

menggunakan metode analisis bahasa rupa.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Ilmu bahasa rupa sudah banyak digunakan sebagai pendekatan penelitian di

Indonesia

2. Kuburan waruga merupakan kuburan yang mempunyai nilai sejarah bagi

masyarakat Minahasa

1.3 Rumusan Masalah

Dalam penelian ini rumusan masalah yang dibahas adalah :

1. Seperti apa bahasa rupa kuburan waruga di Tanah Minahasa ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana mengetahui bahasa rupa yang terdapat pada kuburan waruga di

tanah minahasa

1.4 Batasan Penelitan dan Asumsi

Penulis atau peneliti membatasi penelitian dikarenakan luasnya ruang

lingkup permasalahan penelitian mengenai patung, maka peneliti membatasi

penelitian sebagai berikut :

1. Dari aspek penelitian, dibatasi hanya pada bahasa rupa kuburan waruga

5
2. Dari subjek penelitian, dibatasi hanya kuburan waruga yang berada di tanah

Minahasa, Sulawesi Utara.

3. Kajian dilakukan terhadap tampak visual dari kuburan waruga.

1.5 Manfaat Penelitian

Riset ini diharapkan memberikan kegunaan pada pengembangan bidang

ilmu yang terkait dengan seni rupa, yaitu di antaranya:

1. Untuk menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutanya khususnya

yang berkaitan dengan kajian bahasa rupa, makna dan hal-hal yang

berhubungan dengan objek yang memiliki sejarah khususnya kuburan.

2. Menjadi bahan materi atau literatur bagi para praktisi atau para pelaku seni.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Konsep Dasar Penelitian Kualitatif

Sebutan penelitan kualitatif bagi prof. Dr. Lexy J . Moleong ( 2018 : 2 ),

pada mulanya bersumber pada pengamatan kualtatif diperdebatkan dengan

pengamatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif mengaitkan pengukuran tingkat

sesuatu karakteristik tertentu. Untuk menciptakan suatu dalam pengamatan, penga

mat wajib mengenali apa yang jadi karakteristik itu.

Penulis novel riset kualitatif yang lain( Denzin serta Lincoln 2010)

melaporkan kalau riset kualitatif merupakan riset yang memakai latar alamiah,

dengan iktikad menafsirkan fenomena yang terjalin serta dicoba dengan jalur

mengaitkan bermacam tata cara yang terdapat. Dari segi penafsiran ini. para penulis

masih senantiasa mempersoalkan latar alamiah dengan iktikad supaya hasilnya bisa

6
digunakan buat menafsirkan fenomena serta yang dimanfaatkan buat riset kualitatif

merupakan bermacam berbagai tata cara riset. Dalam riset kualitatif tata cara yang

umumnya dimanfaatkan merupakan wawancara, pengamatan, serta pemanfaatan

dokumen.

Riset kualitatif dari sisi definisi yang lain dikemukakan kalau perihal itu

ialah riset yang menggunakan wawancara terbuka buat menelaah serta menguasai

perilaku, pemikiran, perasaan, serta sikap orang ataupun sekelompok orang.

Nyatanya definisi ini cuma mempersoalkan satu tata cara ialah wawancara terbuka,

lagi yang berarti dari definisi ini mempersoalkan apa yang diteliti ialah upaya

menguasai perilaku, pemikiran, perasaan serta sikap baik orang ataupun

sekelompok orang.

Penulis yang lain menguraikan kalau riset kualitatif merupakan riset yang

memakai pendekatan naturalistik buat mencari serta menciptakan penafsiran

ataupun uraian tentang fenomena dalam sesuatu latar yang berkonteks spesial.

Penafsiran ini cuma mempersoalkan 2 aspek ialah pendekatan riset yang digunakan

merupakan naturalistik lagi upava serta tujuannya merupakan menguasai sesuatu

fenomena dalam sesuatu konteks spesial. Perihal itu berarti kalau tidak segala

konteks dapatlah diteliti namun riset kualitatif itu wajib dicoba dalam sesuatu

konteks yang spesial.

7
1.6.2 Metode Etnografi

Etnografi merupakan suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini

sangat percaya pada ketertutupan, pengalaman pribadi,dan partisipasi yang

mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang terlatih dalam seni

etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim yang multidisipliner. Di

mana titik fokus penelitiannya dapat meliputi studi intensif budaya dan bahasa,

bidang atau domain tunggal, ataupun gabungan metode historis, observasi, dan

wawancara.

Pada awalnya etnografi berakar pada bidang antropologi dan sosiologi.

Namun para praktisi dewasa ini melaksanakan penelitian etnografi dalam segala

bentuk. Ahli etnografi melakukan studi persekolahan, kesehatan masyarakat,

perkembangan pedesaan dan perkotaan, konsumen dan barang konsumsi, serta

arena manusia manapun.

Perlu dicatat bahwa penelitian etnografi ini juga dapat didekati dari titik

pandang preservasi seni dan kebudayaan, dan lebih sebagai suatu usaha deskriptif

daripada usaha analitis. Biasanya para peneliti etnografi memfokuskan

penelitiannya pada suatu masyarakat, namun tidak selalu secara geografis saja,

melainkan dapat juga memerhatikan pekerjaan, pangangguran, dan aspek

masyarakat lainnya. Beserta pemilihan informan yang mengetahui dan memiliki

suatu pandangan atau pendapat tentang berbagai kegiatan masyarakat.

Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang penelitian etnografi salah

satunya adalah Emzir (2011: 143) yang menyatakan Etnografi adalah suatu bentuk

8
penelitian yang berfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan tertutup

dari fenomena sosiokultural.

Sementara Harris (dalam John W. Creswell; 2007) menjelaskan bahwa

ethnography is a qualitative design in which the researcher describes and interprets

the shared and learned patterns of values, behaviors, beliefs, and language of a

culture-sharing group. As both a process and an outcome of research (Agar, 1980),

ethnography is a way of studying a culture-sharing group as well as the final,

written product of that research.yang berarti penelitian etnografi merupakan sebuah

penelitian kualitatif dimana seorang peneliti menguraikan dan menafsirkan pola

bersama dan belajar nilai-nilai, perilaku, keyakinan, dan bahasa dari berbagai

kelompok. Baik sebagai proses dan hasil penelitian, etnografi adalah sebuah cara

belajar kelompok pada suatu budaya baik sebagai akhir, dalam hasil penulisan

penelitian.

1.6.3 Pengumpulan data

Sebagian metode pengumpulan informasi yang dicoba oleh periset dalam

mengkaji objek riset ini diantaranya:

1. Observasi

merupakan bagian awal dari sebuah penelitian yang akan kerjakan peneliti

untuk mengkaji objek penelitian. Obeservasi dilakukan guna melihat secara

langsung objek penelitian baik dari segi lokasi, model serta bagian yang lain

yang behubungan dengan objek penelitian. Peneliti melakukan observasi

9
lansung dilokasi penelitian yaitu kuburan waruga yang terdapat di Minahasa

Provinsi Sulawesi Utara

2. Wawancara

Wawancara merupakan kegiatan memberikan pertanyaan kepada narasumber

atau orang mengetahui tentang objek penlitian yang akan dikaji oleh peneliti.

Wawancara dilakukan guna mendapatkan data dalam penelitian ini. Peneliti

melakukan wawancara lansung kepada tokoh adat, pemrintah desa setempat

serta orang yang menjadi penanggung jawab kuburan waruga sekaligus cucu

dari seorang kakek yang telah kuburkan di dalam kuburan waruga serta peneliti

juga melakukan wawancara pada pihak Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kab.

Minahasa

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu kegiatan mengambil gambar langsung dari objek yang

diteliti. Dokumentasi dilakukan guina melengkapi data penelitian dalam bentuk

gambar yang nantinya akan dicantumkan didalam tesis ini. Peneliti melakukan

dokumentasi lansung kuburan-kuburan waruga yang ada di lokasi penelitian

yang nantinya akan disertakan di lampiran penelitian ini.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan permasalahan dari kuburan waruga yang belum diketahui oleh

peneliti. Hal itu yang akan dijadikan sebagai kasus penelitian. Kemudian akan

diidentikasi lebih lanjut oleh peneliti pada bab-bab selanjutnya. Pada bab ini juga

10
membahas tujuan dari penelitian, pembatasan penelitian serta manfaat penelitian

bagi masyarakat khususnya bagi peneliti sendiri. Pada bab ini juga akan dibahas

tentang metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini.

BAB II STUDI LITERATUR

Bab ini menguraikan tentang literatur-literatur relevan yang berhubungan dengan

kuburan waruga baik secara makro maupun mikro akan diuraikan pada tesis ini.

Pada bab ini juga akan uraikan permasalahan objek yang akan diteliti melalui

tulisan-tulisan yang didapatkan oleh peneliti baik barupa buku, jurnal, penelitian

sebelumnya serta pencarian online yang berkaitan dari penelitian ini.

BAB III WARUGA DITANAH MINAHASA

Bab ini akan diraikan sejarah, kegunaan serta hal-hal lain yeng berhubungan dengan

objek yang diteliti .

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini berisikan penjelasan tentang hasil kajian secara rinci dari objek penelitian

mengenai kuburan yang dilihat kesesuainnya dari literatur dan prinsip seni bahasa

rupa. Hasil dari penelitian ini merupakan hasil wawancara, observasi serta hasil

yang pernah dilaksanan oleh peneliti.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Adalah bagian kesimpulan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan. Kesimpulan

ini juga menjawab pertanyaan penelitian dan tujuan yang ingin dicapai. Serta

mencul beberapa saran-saran dari peneliti dari kesimpulan dari penelitian yang

dilakukan.

11
BAB II
STUDI LITERATUR

2.1 Teori Kebudayaan

Periode Pertama

Seperti yang diindikasikan oleh proposal Jaspers, latar belakang sejarah

umat manusia dimulai dengan akar manusia tunggal Der eine Ursprung der

Menscheit. Karenanya, Jaspers berhati-hati dan melaporkan bahwa hipotesis ini

rutin sementara penjelasan logis di balik akar manusia belum sepenuhnya

terungkap. Sudah lebih dari 1000 tahun dan banyak spekulasi logis telah

dikemukakan oleh pertemuan ulama yang berbeda, namun belum membuat poin

yang brilian. Meskipun dalam bukunya Jaspers mengomentari apakah pria itu

berbeda, apakah pria itu masih merupakan masalah terbuka atau tidak :

“Wir blicken in ein bewegtes Meer von gestalten in denen scharfe Grenzen nur

vordergründlich, nur scheinbar bestehen, für einen Augenblick, nicht für immer und

mutlak. Wie es aber eigentlich mit der Herkunft und Bewegung des Menschen in

der unermesslichen Vorgeschichte war, weiss niemand, und wird wohl niemals

wissbar sein”.

Terjemahannya:

“Yang kita hadapi adalah gangguan lautan luas yang terdiri dari tokoh-tokoh, di

mana batas yang wajar hanya pada tingkat yang dangkal, seolah-olah ada, bersifat

singkat dan tidak langsung. Apa akar asli dari orang dan elemen mereka selama

jangka waktu yang tercatat yang oleh semua akun tidak terbatas, tidak ada yang

tahu dan mungkin tidak diketahui "(Jaspers, 2011: 49).

12
Hipotesis sosial ini dimulai dari zaman purba di mana pada periode ini orang

telah tergerak untuk memisahkan diri dari berbagai jenis hewan dengan memikirkan

strategi hidup yang tidak sepenuhnya tunduk pada kondisi reguler. Hal ini dapat

disimak dari aktivitas masyarakat yang selama ini bertumpu pada kecerdasannya

dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Menariknya, misalnya, simpanse

secara turun temurun pada dasarnya sama dengan manusia, namun selama

bertahun-tahun simpanse tidak berkembang dengan cara apa pun. Kegiatan manusia

purba dalam menghadapi hawa kehidupan telah menunjukkan contoh intelektual

tertentu, misalnya dalam menghadapi bahaya bahaya. Dengan tujuan akhir untuk

mengalahkan rasa takut mereka membuat perlengkapan pembantu yang berbeda,

atau dalam iklim seperti itu, energi pemikirannya dicampur untuk membuat sesuatu

yang dapat meningkatkan kemampuannya yang dijaga. Tidak hanya itu, berbagai

contoh mentalitas dibuat, misalnya dalam hubungan antara jenis kelamin yang

membuat "aturan main" yang berbeda yang umumnya ditetapkan, perilaku terhadap

persalinan dan kematian, dan perilaku terhadap ayah dan ibu. Tingkah laku dan

teknik manusia purba telah menunjukkan sisi manusia yang memisahkan dirinya

dari hewan yang berbeda.( Widagdo, 2011: 5)

Sebagaimana diindikasikan oleh Prof. Widagdo dalam bukunya yang berjudul

"Desain dan Kebudayaan" terdapat beberapa kualitas fundamental dari himpunan

pengalaman manusia masa awal, khususnya: (Widagdo, 2011: 5)

1. Dalam mengatasi kesulitan hidup, orang harus menyalakan api dan alat

penunjang (tongkat, tomahawk, kulit tumbuhan, atau kulit makhluk untuk

13
pakaian). Tanpa perangkat seperti di atas, sulit bagi makhluk hidup untuk

diklasifikasikan sebagai manusia.

2. Orang mulai menggunakan bahasa sebagai alat korespondensi verbal untuk

menyampaikan pertimbangan mereka dan secara konsisten menggunakan

gambar suara yang memiliki implikasi tertentu dan juga berlaku untuk

pertemuan tertentu. Pemisahan citra suara ini terus berkembang menjadi bahasa.

3. Perhatian utama dalam periode ini adalah pengembangan pemahaman sebagai

pribadi bahwa ia tidak persis sama dengan hewan yang berbeda. Pertemuan

manusia menjadi pertemuan leluhur yang kemudian berkembang menjadi

pertemuan leluhur yang lebih besar, semuanya menjadi pertemuan orang-orang

yang terorganisir.

4. Pemahaman yang berkembang dari orang-orang untuk mengontrol hidup

mereka dengan menetapkan kualitas tertentu dan membuat batasan atau

larangan dan menyelesaikan dokumen untuk diri mereka sendiri untuk

menghalangi ruang kerja mereka adalah merek dagang yang khas antara

manusia dan hewan yang berbeda. Secara sengaja, orang membuat batasan yang

berbeda untuk dirinya sendiri untuk kualitas teoritis tertentu yang, berdasarkan

pertunjukan normal, diyakini benar dan menjadi gaya hidup.

Kisaran kerangka waktu kuno sangat panjang, mencapai 30.000 tahun, berbeda

dengan periode yang tercatat di mana ada laporan yang memahami. Itu harus

dirasakan jika perkembangan tahapan sosial dari pertemuan kuno. rapat yang

dihasilkan tidak terjalin dalam jangka waktu yang umumnya singkat. Di belahan

dunia yang berbeda, (misalnya di dalam Irian, Amerika Selatan, dan Afrika. Periode

14
kuno sebenarnya berlangsung hingga abad ke-20. Kemudian, di berbagai belahan

dunia orang-orang telah mendorong pertemuan sosial selanjutnya.

Periode kedua
Kebudayaan luar biasa yang muncul dalam perkembangan Sungai Nil, di

Mesir, telah ada sejak 3000 tahun SM. Tingkat sosial ini tampaknya yang paling

tinggi dan tidak ditemukan di tempat lain di planet ini. Selama 2000 SM, budaya

penting juga ditemukan di Cina (di tepi Sungai Hoang-Ho). Budaya penting lainnya

ditemukan di India 3000 SM yang tampaknya tidak ada hubungannya dengan

budaya India yang muncul kemudian. Meskipun pencapaian taraf sosial di wilayah-

wilayah ini sangat besar, namun belum terjadi pergolakan mental manusia (Jaspers:

Geistigen Revolution), sebagaimana dikenal dalam kerangka waktu yang

menyertainya, adalah periode 3 atau waktu poros (Ahsenzeit). Pemberontakan

mental pada periode pergantian menjadikan umat manusia sebagai umat manusia

yang kita kenal sekarang.

Sesuai dengan Prof. Widagdo dalam bukunya yang berjudul "Plan and

Culture, ada beberapa prestasi sosial yang tercatat sepanjang eksistensi umat

manusia pada periode ini, antara lain (Widagdo, 2011: 6).

1. Peningkatan "asosiasi" dalam kerangka hidup yang berbeda. Penyusunan

pengaturan aliran dan pemanfaatan air dari aliran sungai Nil, Euphrat, Tigris,

ca Hoangho, yang mendorong penyusunan pengaturan yang bersifat pemersatu.

Untuk otorisasi pengaturan yang dibutuhkan oleh individu yang mengontrol dan

mengawasi, ini menyiratkan bahwa akan ada "direktur" atau pekerja. Ini adalah

tempat di mana asosiasi negara menciptakan dan berkembang.

15
2. Penemuan "mengungkapkan" (Hrozny) di Sumeria pada 3300 SM di Mesir

3000 tahun SM, seperti halnya di Cina 2000 Masehi. Dengan wahyu komposisi

yang digunakan secara fundamental untuk penggunaan organisasi, kumpulan

orang lain yang membaca dan menulis telah muncul, khususnya mereka yang

istimewa.

3. Perkembangan negara. Dengan bahasa yang mirip, mereka yakin memiliki

budaya dan legenda yang mirip.

4. Imperialisme atau kapasitas pertemuan etnis yang berdampingan. Jika kita

belajar, selama periode inilah terjadi pertukaran kekuatan yang tak terbatas.

5. Menemukan kelangsungan hidup kuda poni sebagai kantor untuk

mengembangkan informasi geografis. Dengan terciptanya kuda poni, strategi

perang berubah. Orang membebaskan diri mereka sendiri dari koneksi mereka

ke tanah dalam arti yang paling luas. Berkelok-kelok dan energi tiba terus

meluas, ada perluasan, penjajahan dan penyebaran dampak.

6. Perkembangan alam penting yang berbeda. Berawal dari Mesopotamia, yang

antreannya terus menerus diserang oleh negara-negara jelajah, mereka mulai

mengatasi dan menaklukkan tetangga mereka untuk mendapatkan diri mereka

sendiri. Sejak saat itu, mulai muncul negara-negara besar seperti Asyur, Mesir,

dan setelah itu di berbagai struktur, Persia, dan kekuatan penting di India dan

Cina.

16
Periode ketiga

Dalam pertemuan ini, sejarah sosial kemanusiaan menghadapi perubahan

esensial mengingat dalam pertemuan ini, Jaspers, sebagai poros waktu

(Achsenzeit), telah mengisi di belahan dunia tertentu derajat kemajuan dan budaya

luar biasa yang membawa jalannya sejarah. Unsur-unsur tercatat dari negara-negara

yang mengambil bagian dalam poros ini berdampak pada jenis pembangunan

manusia berikut ini. Postulasi Jaspers bergantung pada pernyataan bahwa dalam

kemajuan rangkaian pengalaman umat manusia, periode bergilir telah menjadi isu

esensial yang membuat rangkaian pengalaman umat manusia mengambil struktur

yang kita alami saat ini. Apa yang sangat penting dalam periode ketiga adalah

peletakan lembaga dunia lain dan ilmiah yang telah begitu luar biasa dengan tingkat

kecerdikan yang luar biasa sehingga kualitas yang mereka tujukan masih menjadi

alasan intuisi dan ditarik sampai saat ini. saat ini. Mengingat berkumpulnya negara-

negara poros ini adalah negara-negara yang dapat membebaskan diri dari

perkembangan sejarah sebelumnya dan dapat memulihkan diri (Jasper:

Wiedergeburt) China, India, Iran, Yahudi, dan Yunani. Berbagai pemahaman baru

yang muncul karena perkembangan ruh dan energi pemikiran berubah menjadi

alasan masuknya agama-agama penting yang beberapa saat kemudian berubah

menjadi premis peradaban manusia. Di pusat budaya penting di periode hub adalah

Kristen di budaya Barat (Abendland), Hindu dan Budha di India, dan Islam di

Timur Tengah, dan keyakinan Konghucu di Cina.

Hipotesis periode rotasi ini diperkuat oleh novel Lasaux (Neue Versuch dak

Philosophie der Geschichte, München 1856) yang melaporkan bahwa secara praktis

17
dapat dibayangkan bahwa semuanya hanyalah peristiwa kebetulan yang secara

bersamaan, 600 tahun sebelum Masehi, dibawa ke dunia di Persia Zarathustra, di

Indonesia Buddha Gauthama dikandung, Konfusius dibawa ke dunia di Cina, di

Palestina penulis tauhid dikandung, di Roma dikandung Raja Numa, dan di Yunani

dibawa ke dunia rasionalis awal, untuk menjadi Ioner, Dorier, dan Eleaten khusus

sebagai pembaharu pelajaran yang ketat saat itu. Dalam periode poros, tampak

seolah-olah ada energi yang sangat besar dalam elemen budaya dan perkembangan

manusia, vano memungkinkan jalannya perkembangan tambahan yang dapat

diverifikasi untuk sampai pada ukuran lain bila dibandingkan dengan jenis manusia

yang tercatat sebelumnya.

Kemudian, Jaspers mengatakan bahwa dalam periode poros ini, kaum

rasionalis dibawa ke dunia di planet ini, hal-hal yang belum sempat mereka jalin.

Di Cina, Konfuzius (Konfusius, Kong Hu Cu) dan Lao Tse disusun dan sekolah

filosofis yang berbeda diciptakan, ditangani oleh ahli logika, seperti Mo-Ti,

Tschuang-Tse, Lie Tse, dan seterusnya. Di India menjadi ordo Upanishad dan

pengantar Buddha Gautama, di Iran dikandung Zarathustra yang mengoordinasikan

cara berpikir hidup yang harus mengakui "hebat" dan "mengerikan", di Palestina

telah lahir rasionalis luar biasa seperti Elias, Jesaias, dan Jeremias, Yunani, yang

telah diyakini sebagai asal mula sarjana dunia, menggabungkan esais Homer dan

ahli logika yang luar biasa, seperti Parmenides, Heraklit, dan Plato.

Hanya dalam beberapa ratus tahun telah ada dalang luar biasa dari tempat

yang lebih baik yang tidak memiliki kenalan satu sama lain. Dipelopori oleh para

ahli yang luar biasa, manusia dibawa ke pemahaman lain tentang esensinya,

18
pemahaman tentang ruang lingkup kapasitasnya, dan untuk memahami batasannya.

Orang-orang mulai menyebut hakika. kehadiran, dan dengan keterampilan

pikirannya dan mencari jawaban dan ahli tentang realitas saat ini dan wilayah

kebesaran.

Abad magis (Mythische Zeitalter) ditutup. Mulailah pertarungan antara akal

sehat dan legenda, antara logo dan mitos. Di antara keyakinan langsung dan

linglung terhadap pertemuan abstrak yang bisa dibicarakan secara waras dan diakui

oleh pikiran. Seperti yang digambarkan di atas, kualitas moral yang ditetapkan di

hub time ini masih sah dan menjadi alasan keberadaan manusia hingga saat ini.

Dari periode hub hingga penemuan, pertemuan berikutnya membutuhkan

2000 tahun. Derajat kebudayaan di berbagai belahan dunia, karena berbagai alasan.

Di belahan dunia ada kombinasi yang dapat diverifikasi, beberapa mengisi struktur

yang berbeda, beberapa statis atau benar-benar hilang.

Periode keempat

Rangkaian pertemuan pengalaman saat ini adalah pertemuan yang sangat

pasti bagi peradaban manusia, lebih tepatnya adalah pengenalan budaya sains dan

inovasi. Budaya ini dibawa ke dunia pada dasarnya di Barat. Ungkapan "Barat"

membutuhkan sedikit penjelasan. Jaspers menggunakan sebutan Abendland

(Jerman) yang berarti "tempat yang dikenal dengan matahari terbenam" atau dengan

sebutan lain Accident (bahasa Inggris: tempat matahari terbenam) sebagai sesuatu

yang bertentangan dengan Morgenland (bahasa Jerman: land, morning) atau Orient

(Inggris: East ).

19
Sejujurnya, makna Barat harus dipahami dalam pengaturan yang lebih luas

mengingat fakta bahwa sehubungan dengan terjemahan saat ini, Barat adalah

belahan barat dunia atau, tepatnya, Eropa, Amerika, hingga pertemuan khusus

Rusia. Pemahaman Barat tentang proposal Jaspers terbatas pada budaya Eropa,

pada dasarnya, dari abad kesepuluh hingga abad kedelapan belas. Amerika belum

dikenang karena struktur sosial Barat ini, dan Rusia masih dikenang dengan

pertemuan sosial Bysanz (Bisantinum). Seharusnya sudah diklarifikasi di sini

bahwa pada abad kesepuluh meteran, ilmu pengetahuan dan inovasi tidak hanya

menguasai Barat saja, di berbagai wilayah juga berkembang, seperti yang dapat

ditemukan di Cina, India, dan Arab, dengan lebih baik. kaliber dibandingkan di

Eropa. Meskipun demikian, anomali berbagai wahyu logis yang berkembang tidak

menjadi faktor dalam pemahaman sosial warga (Observe Needham) (Widagdo,

2011: 7)

Perjalanan sejarah di Eropa mulai bervariasi dari berbagai distrik di dunia,

terutama sejak tahun 1500. Ilmu pengetahuan mulai menentukan arah

perkembangan sosial dan keuangan. Pengungkapan logis berbeda yang diterapkan

pada inovasi membagi kebesaran antara negara-negara Eropa. Ketidaksamaan

inovatif Eropa digunakan oleh negara-negara dari wilayah ini untuk memahami

berbagai wilayah di dunia. Menjelang akhir abad kesembilan belas, Eropa hampir

melihat seluruh dunia, sampai Hegel mengatakan bahwa dunia telah diselidiki oleh

seluruh (oleh negara-negara Eropa), dan bagi orang Eropa dunia ini bulat. Jika ada

zona yang belum mereka kuasai, ini belum produktif dan juga bukan waktu yang

ideal (Jaspers).

20
Sampai abad kesembilan belas apa yang dikatakan Hegel di atas adalah

kenyataan. Pada abad ke-20 hal ini tidak berlaku lagi mengingat ada dua kekuatan

baru di planet ini, khususnya Amerika dan Rusia, dua negara goliat yang dapat

merambah dan meningkatkan cara hidup sains dan inovasi menjadi negara adidaya

dan penguasa. . permintaan sosio-politik dan keuangan abad kedua puluh.

Salah satu alasan mengapa Eropa atau budaya Barat juga dapat

menyerahkan masyarakat yang berbeda, bagi Jaspers, adalah bahwa ada perpaduan

kekuatan yang ditimbulkan oleh etos Kristen dan dorongan ketat dari domain

budaya Yahudi dengan perluasan pemikiran yang bergantung pada ide Yunani. dan

kemampuan kontrol sosial. Roma. Dalam kurun waktu 500 tahun, banyak dalang

dibawa ke dunia sekaligus pegangan, bidang teori, sains, teknik dan ekspresi

manusia. Dari alam semesta penalaran dibawa ke dunia rasionalis yang luar biasa,

seperti Bacon, Descartes, Hegel, dan sebagainya, Galileo, Newton, dan Einstein

dibawa ke dunia dalam sains. Di bidang teknik dikandung James Watt dan Gustav

Eifell. Leonardo da Vinci, Rembrandt hingga Picasso, Brunelleschi hingga

Corbusier dibawa ke dunia dalam bidang pengerjaan dan desain. Bach, Beethoven,

dll dibawa ke dunia musik. Tidak dapat disangkal bahwa dampaknya ada di seluruh

dunia. Dengan premis sains reguler dari Keppler dan Galilei, langit-langit baru

terbuka tentang penampakan manusia di planet ini. Tidak hanya itu, informasi dan

penemuan baru, termasuk struktur kehidupan manusia Vesal, juga berkembang.

Setelah itu Leuwenhoek dengan alat pembesarnya membuka informasi baru tentang

mikrobiologi, dan Galilei membuat hipotesis lain tentang alam semesta dan alam

semesta. Mengungkap web yang tercatat dan membaca karya-karya lama membuka

21
informasi tentang Pompeji, Mesir, dan Babilonia. Dengan demikian, latar belakang

sejarah Yunani kuno lebih dikenal oleh para peneliti abad kedelapan belas daripada

yang diizinkan oleh para ahli Yunani (Widagdo, 2011: 7)

Dalam seni ekspresif ditemukan informasi sudut pandang, strategi

menggambar ruang dan objek 3 ukuran pada bidang datal dengan membuat kontrol

visual seolah-olah 2 elemen bidang tersebut dapat diuraikan sebagai kedalaman

ruang dan jarak. Oleh karena itu, strategi menggambar dimunculkan yang mengacu

pada standar matematika. Menggambar dengan teknik sudut pandang adalah

penggunaan dasar pemikiran sains ke dalam jagat kualitas karya seni. Penemuan ini

adalah hasil dari masuknya ilmu pengetahuan ke seluruh bagian kehidupan, yang

mendapat salah satu kualitas utama dari budaya sekitar waktu itu.

Di akhir abad kesembilan belas dan dua puluh dua puluh tahun, wahyu dan

kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan inovasi. terjalin di mana-mana, di luar

Eropa Barat. Diciptakan tanpa persetubuhan, namun berasal dari jiwa yang sama,

Zeitgeist, atau roh dari periode yang sama. Sejak saat itu, sains bukan hanya sekedar

kontrol Eropa, tetapi telah menjadi metode hidup di planet ini, jadi teknik yang

dipandang terbaik dalam menghadapi kesulitan dan memperbaiki sifat keberadaan

manusia.

Didalam Buku prof. widagdo yang berjudul “ Desain dan Kebudayaan,

Jaspers berpendapat makna sains yang disebutkan sebagai berikut :

1. Ilmu / sains adalah informasi yang bersumber dari suatu teknik tertentu dan

sebenarnya tersebar luas.

22
2. (Logis) adalah pendekatan strategi teori yang memuaskan. Dengan metodologi,

dengan sangat baik dapat ditunjukkan kendala-kendala realitas dan tujuan-

tujuan di baliknya.

3. Logika adalah memahami tentang suatu tanda tertentu. Dengan cara ini, kita

perlu menyadari apa yang tidak pasti, apa yang bisa dipastikan, dan apa yang

benar-benar dipertanyakan atau tidak pasti.

Kemudian, rencana ide inovasi Jaspers adalah: Metode sebagai alat. Teknik ini

terjalin karena penggunaan yang sengaja (tepatnya: Zwischenschiebung) perangkat

keras / media untuk mencapai tujuan tertentu. Latihan hari demi hari, seperti

bernapas, makan, dan bergerak, tidak dapat disortir dalam terjemahan strategi.

Hanya ketika kesalahan dikemukakan dan orang ingin mencoba untuk

melegitimasinya, hal itu dapat dikatakan sebagai strategi, seperti teknik pernapasan,

strategi makan, teknik berjalan, dan sebagainya (Widagdo, 2011: 11).

Gambar 2.1 Skema Sistem Berfikir Secara Teknologi dari Jaspers (Sumber : Widagdo, 2011)

Inovasi secara konsisten bergantung pada hitungan yang dimulai dari

ekspektasi spekulatif tentang prospek paling ideal. Thinking technoloya:

23
menyiratkan berpikir sejauh instrumen, evaluasi, dan hubungan. Metode penting

untuk interaksi legitimasi (Gambar 1.2).

2.2 Bahasa Rupa

2.2.1 Bahasa Rupa dalam Arti Luas

Dari sudut pandang yang luas, semua yang terlihat jelas bisa terkandung

dalam bahasa visual. untuk gambar yang mendelegasikan, ekspresif, mencerahkan,

matematis, disesuaikan, berselera tinggi, representatif, semiotik dan apa yang

secara eksplisit disebut bahasa visual. Jika kita perhatikan limas segi empat ini,

maka bagian tegaknya merupakan teknik menggambarnya, sedangkan bagian

alasnya adalah makna apa yang digambar. Dari ke 8 rusuk limas, maka apa yang

secara khusus saya sebut anasa rupa semula kurang dikenal, karena semula istilah

bahasa rupa digunakan untuk menyebut seluruh limas tersebut. (Tabrani, 2012 :

105)

Gambar 2.2 Bahasa Rupa Dalam Arti Luas (Sumber : Primadi Tabrani, 2012)

2.2.2 Penelitian Bahasa Rupa

24
Bila kita membicarakan bahasa rupa dalam arti luas, maka umumnya yang

kita maksud bahasa rupa Barat, ini bukan hanya karena melaui kolonialisme bahasa

rupa Barat berglobalisasi. budaya rupa barat memang ada di mana-mana, termasuk

produk dan terutama televisi. Bukan hanya teknik menggambarnya, tapi pula

maknanya sekan harus masuk jalur mainstream barat yang dianggap universal dan

jadi standar. Hasil penelitian yang terkumpul dengan lambat perlahan-lahan

menunjukkan bahwa dibidang teknik saja, sudah terasa adanya perbedaan antra

berat dengan aneka budaya etnik. Dalam bidang makna maka umumnya barat

memanfaatkan simbolik, estetik dan kemudian semiotik yang juga semula diduga

sebagai universal. (Tabrani, 2012 : 106)

Namun setelah perang dunia kedua pendapat ini mulai berubah. Pengalaman

dalam pembuatan sejumlah media kampanye peningkatan kesejahteraan kesehatan

di negara sedang berkembang yang dibuat oleh para pakar dari negara maju,

ternyata pesannya terkadang tak sampai. Semula ini diduga karena memang

penduduk negara sedang berkembang belum terlalu paham gambar hingga kurang

bisa membaca gambar yang dimunculkan dalam berbagai poster, program slide,

film, video dan sebagainya . Mulailah diadakan penelitian dan mulai diketahui

bahwa bahasa rupa barat tidaklah seuniversal yang selama ini kita duga. Memang

dibanding dengan bahasa rupa setempat ada persamaannya, tapi ada pula

perbedaanya, ada pula yang ditemukan di bahasa rupa setempat yang tidak

ditemukan bahasa rupa Barat. (Tabrani, 2012 : 106)

Dua buah contoh barangkali bisa membantu. Dalam salah satu kampanye

pemberantasan malaria yang dibuat dengan bahasa rupa nyamuk mencolok di

25
tangan tentunya kecil dan sulit dilihat karena zoom ini hingga nyamuk memenuhi

layar. Sejumlah penduduk setempat ketakutan dan bersembunyi di kolong meja.

Jelas penghuni lingkungan, sesuatu yang digambarkan sebagai luar biasa besar

adalah hewan yang memiliki kekuatan besar. Jadi nyamuk malaria dilayar dewa

nyamuk jahat berkekuatan dahsyat.

Pada kejadian lain tampak seorang misionaris Barat mengunjungi iglo

keluarga eskimo. Di dalam iglo ia terkejut melihat berbagai poster yang terpasang

didinding iglo dengan bahasa rupa Eskimo, ada yang terbalik bagian atas dan

bwahnya. Para missionaris mengalami kebingungan dalam membaca pesan dari

poster-poster tersebut, sedangkan mereka tidak, jadi tidak penting bahasa rupa

mana yang digunakan, apakah modern ataupun yang tradisional namun yang lebih

penting bahasa rupa yang dipakai sesuai dengan tujuannya.

sementara itu di banyak negara sedang berkembang termasuk Indonesia,

kita dengan mudah menggunakan bahasa rupa Barat dalam praktis dalam media

komunikasi kita, tanpa kekhawatiran apakah pesannya benar sampai atau tidak.

Belum lagi apakah ada dampak negatif dimasa depan bila ternyata bahasa rupa barat

sebenarnya kurang Pas untuk Indonesia, hingga dalam jangka panjang bisa

dipertanyakan apakah tak akan berdampak negatip pada ketahanan nasional kita

sebagai bangsa. Sayang kesadaran ini berkembang sangat lambat dan penelitian

makna gambar diluar simbolik, estetik dan semiotik termasuk langka. Penelitian-

penelitian pertama bersifat pragmatis. Karena khawatir pesannya bisa tak sampai

maka dengan dukungan pakar komunikasi dari barat di berbagai wilayah di

sejumlah negara sedang berkembang (termasuk di Indonesia) dilakukan penelitian

26
untuk mengetahui pilihan penduduk setempat akan teknik menggambar apa yang

pesannya paling mudah dimengerti. Misalnya apakah fotografi utuh atau fotografi

yang di cut out hingga tanpa latar belakang atau gambar lengkap naturalis, atau

gambar sederhana yang di arsir, atau cukup stilasi tanpa arsir, atau justru arikatur,

dsbnya. Namun pertanyaan mendasar tetap belum terjawab: mengapa keadaannya

seperti itu, apa yang mempengaruhinya, apakah karena mengikuti perkembangan

bahasa rupa dari barat . Apa peranan bahasa rupa lokal pada bahasa rupa pragmatis

tersebut ?. (Tabrani, 2012 : 109)

Saat mengikuti berbagai pendidikan lanjutan dalam bidang media rupaungu

(audio visual) baik di Indonesia, Australia maupun Belanda (kesemuanya dengan

instruktur/pengajar dari barat), mulai terasa bahwa hanya dalam teknik

menggambarnya bisa berbeda tapi pula dalam apa yang penulis sebut khusus

sebagai bahasa rupa, sering terjadi diskusi sengit karena penulis merasakan bahwa

berbagai bahasa rupa film/video barat tidak terlalu cocok dengan Indonesia.

Misalnya film dan terutama TV barat senang menggunakan close up wajah hingga

mimik ekspresi wajah efektip untuk menyampaikan pesan. Namun dalam senirupa

tak dikenal close up wajah sejak relief cerita Borobudur sampai Pada wayang beber

sampai wayang kulit dan wayang golek. Secara tradicions kita berpesan melalui

gesture. Oleh sebab itu film kita akan selalu k bersaing dengan barat dalam mutu

bila ikut-ikutan berpesan . kekuatan mimik dengan close upnya, sebab itu bukan

kekuatan budaya kita Close up dengan mimik untuk berpesan adalah kekuatan

budaya Barat sedang budaya kita kekuatannya dalam berpesan dengan gesture.

27
Karena penasaran, maka sepulang dari Belanda mengikuti program

pendidikan Produksi televisi, di tahun 1980 penulis dan tim mulai meneliti bahasa

rupa wayang beber. Tahun 1984 bahasa rupa relief cerita candi Borobudur.

Kesemuanya ini ditambah dengan apa yang telah penulis teliti mengenai bahasa

rupa gambar anak sejak tahun1969, kemudian diitegrasikan dalam disertasi tahun

1991 melalui studi perbandingan dengan bahasa rupa gambar prasejarah, primitip

dan modern (lukisan, foto, film, tv). Hasil-hasil penelitian tersebut kemudian jadi

bahan untuk berbagai tulisan, ceramah penulis baik di dalam maupun luar negeri.

Hasil penelitian kemudian dipraktekkan dalam berbagai produksi media ruparungu,

maupun berbagai penelitian, baik yang outputnya prototipe sebuah Sinetron Golek

maupun laporan penelitian mengenai bagaimana sebaiknya menayangkan

pergelaran wayang kulit di televisi.

2.2.3 Awal Mula Bahasa Rupa

Komunikasi antar manusia yang pertama ada artefaknya adalan rupa.

Komunikasi 'bahasa tubuh': kontak langsung, gesture da lisan tak ada artefaknya.

Gambar prasejarah memang muncul meu bahasa tulisan. Gambar cadas prasejarah

dimulai dengan coreng, yang, disebut 'macaroni' dan ini seiring dengan kemampuan

mas baru bisa mencetuskan satu dua suku kata lisan yang disebut la padanannya

pada anak kecil masa kini yang baru bisa cetuskan ta dan menggambar cakar ayam

yang saya sebut supermi. Gamba ini semula belum ada pesannya, masih semata

asyik dengan sen jejak jemari/kaki/alat pada suatu permukaan. Namun perlahan-

lahan dari belantara cakar ayam itu akan menimbulkan bentuk.

28
Suatu saat manusia berkembang dan mulai mampu mengucapkan patah-

patah kata, tapi gambar-gambar cadas merekalah yang membuat linkoum. Gambar

cadas itu terdapat di semua benua Afrika, Eropa, Asia (termasuk, Indonesia),

Australia dan Amerika. Sejak masa prasejarah sampai masa primitip orang belum

berhasil membuat tulisan dan kita sudah tahu bahwa mentransfer pesan semata

dengan bahasa lisan mudah memunculkan distorsi hingga pesan semula jadi

berbeda atau di salah artikan. Untunglah nenek moyang kita menciptakan 'buku

pinter gambar cadas pada berbagai galeri, gambar cadas yang sebagian sampai pada

kita di masa kini karena galeri-galeri tsb dipilih yang tersembunyi. Melalui berbagai

upacara, para tetua dengan berpegang pada gambargambar itu sebagai 'bakuan'

mentransfer tradisi dari satu generasi ke generasi yang berikut. Dengan mengingat

bahwa tradisi dimasa dulu bertahan berpuluh tahun dengan hanya sedikit berubah,

maka gambargambar cadas di galeri tersebut tentunya memiliki 'bahasa rupa' yang

dapat mengungkapkan pesan dengan jelas untuk di berikan makna. Jadi gambar

cadas prasejarah sejak lahirnya bukanlah seni murni tapi seni terpakai sebagai

bahasa rupa yang digunakan sebagai media komunikasi yang dapat bercerita .

Perpustakaan cadas hanya terdapat pada galeri yang dinilai bertuah, sedang

dinding galeri lainnya dibiarkan tanpa gambar. Dinding cadas yang digambari jadi

penuh dengan berbagai bentuk saling tumpang tindih berlapis-lapis, bentuk yang

satu menimpa bentuk yang sebelumnya. Demikianlah gambar-gambar sederhana

itu mulai menjadi pahasa rupa karena gambar yang dibuat lebih dulu berada di

lapisan bawah yang dibuat kemudian menimpanya dan demikian selanjutnya. Jadi

bila kita kemudian 'membaca' keseluruhan galeri tsb, maka yang dilapis awah

29
diceritakan lebih dulu karena terjadi duluan, dan yang menimpa atasnya diceritakan

kemudian karena terjadi sesudahnya dan seterusnya. Demikianlah sejak lahirnya

gambar di masa prasejarah seiring dengan munculnya bahasa rupa yang memiliki

matra waktu, seperti pula tari, musik, drama dan sastra. Suatu media untuk bisa

bercerita perlu memiliki matra waktu, karena itu kesemua media tsb mampu

bercerita. kita manusia modern kehilangan matra waktu dari gambar

sejak ditemukannya persepektif di masa rainesance.

2.2.4 Bahasa Kata dan Bahasa Rupa

Dalam bahasa kata, setiap benda memiliki penyebutan yang berbeda dalam

setiap suku. Misalnya mahluk, kuda disebut den berbagai istilah Horse (Inggris)

Paard (Belanda), Cheval (Perancis) Kuda (Indonesia), Kabalo (Tagalog), dan

sebagainya. Pada bahasa rupa representatip/bukan abstrak, gambar kuda yang

dibuat oleh berbagai suku bangsa berbeda, jaman berbeda, wilayah berbeda,

umumnya tetap dapat dikenali oleh berbagai suku bangsa berbeda tersebut sebagi

kuda. Jadi, hal yang menarik dalam bahasa visual bukanlah jenis gambar yang

digunakan klan untuk menggambarkan suatu item, melainkan cara

menggambarnya. jika seekor hewan digambar dalam bentuk realis dan blabar yang

ekspresif, maka bahasa rupanya menyatakan bahwa binatang itu sedang bergerak.

Bila ada burung onta digambar dengan dua kaki dan 6 leher, ini maksudnya bukan

gambar burung onta ajaib, tapi bahwa burung onta itu sedang berontak dari musuh

yang akan menjeratnya. Cara menggambar seperti ini penulis masukkan dalam apa

yang penulis sebut sebagai sistem menggambar pada bidang datar dan

menghasilkan apa yang disebut bahasa rupa.

30
Menurut Prof. Primadi Tabrani dalam bukunya yang berjudul Bahasa

Visual, Atribut gambar RWD adalah gambar yang diambil dari heading berbeda,

jarak berbeda dan kesempatan berbeda. Gambar berubah menjadi pengelompokan

berdimensi periode dan mungkin terdiri dari beberapa adegan dengan objek yang

dapat bergerak dalam kenyataan. Ini berbeda dengan ciri gambar dari system

naturalis, perspektip dan momen opname dari barat yang kemudian bers globalisasi

antara lain melalui kolonialisme, juga ke Indonesia. Gambar jadi sebuah adegan

yang merupakan gambar mati (still picture) yang membekukan suatu peristiwa dan

memenjarakannya dalam sebuah frame.

Jika dalam bahasa kata terdapat kata dan tanda baca, dalam bahasa visual

terdapat wimba dan gambar sebagai kata yang identik dan struktur kalimat visual

sebagai sintaks yang sebanding.

2.2.5 Ciri-Ciri Bahasa Rupa Prasejarah

Beberapa di antaranya telah dirujuk di atas, ketika suatu makhluk digambar

dengan bentuk dinamis dan garis ekspresif, maka pesannya makhluk itu bergerak.

Jika belalai gajah itu mutiple, itu artinya gajah sedang menggerakkan belalainya.

Ketika suatu makhluk digambar dengan bentuk dan garis yang umumnya statis,

pada saat itu makhluk tersebut cukup diam. Jika suatu item digambar lebih besar

dari faktor lingkungannya, maka pesan artikel atau bagian artikel yang

dibentangkan merupakan artikel penting dalam berita tersebut. Jadi besar kecilnya

gambar suatu objek tak ada hubungannya dengan frame hingga belum dikenal apa

yang kita sebut sebagai ukuran pengambilan. Umumnya tiap benda dibuat dari

31
kepala sampai kaki, jadi bentuk-bentuk yang digambar lebih berbicara dengan

gesture daripada mimik. Bila seekor binatang Penting untuk dikenali, maka

binatang itu akan digambar dari arah paling karakteristik hingga ia mudah dikenali.

Dalam Pristiwa lain, misalnya Ayam lebih sering digambar tampak sisi

daripada tampak muka, begitu pula binatang berkaki empat umumnya juga tampak

sisi, karena bila tampak depan akan sulit dikenali binatang apa. Bila suatu kejadian

di dalam ruang penting diceritakan, maka dibuat gambar sinar x hingga kejadian tsb

tampak dari luar dan karenanya bisa diceritakan. Bila benda yang sama digambar

beberapa kali (cara kembar) maka benda tersebut sedang bergerak dan berada pada

aneka waktu dan aneka tempat yang sedikit berbeda. Bila pada sebuah gambar ada

objek-objek yang terbolak-balik (cara ruang angkasa) maka pesannya ada ruang

yang berkeliling. Pada gambarnya terkadang ada berlapis-lapis latar. Tiap latar

mempunyai waktu dan ruangnya sendiri yang tidak persis sama satu dengan yang

lain. Terkadang ada lapisan pondasi dalam gambar. Setiap latar memiliki

realitasnya sendiri-sendiri yang sebenarnya tidak setara dengan yang lain. Lapisan

pondasi terkecil berarti lapisan pondasi terjadi pertama kali lapisan pondasi yang

menyertainya terjadi. Namun, bagi orang-orang kuno, waktu tidak perlu dibaca

secara berurutan, baik dengan kilas balik atau siklus, tidak ada bedanya mana yang

dipahami pertama kali dan mana yang terakhir, setelah semuanya ditelaah,

maknanya telah ditemukan. Walaupun latarnya bisa berlapis-lapis namun semua

obyek di suatu latar digeser baik sebagian maupun seluruhnya agar tampak dan

karenanya Disa diceritakan. Masih banyak cara bahasa rupa lainnya dan

32
kesemuanya yang disebut sebut sebagai bahasa rupa dari sistem Ruang-Waktu-

Datar (Primadi Tabrani, 2012).

2.2.5 Wimba Dan Tata Ungkapan

Dalam bahasa visual terdapat perbedaan antara wimba (gambar) dan

sintaksis. Dalam wimba substansi wimba dikenal dengan teknik wimba. Substansi

wimba adalah pasal-pasal yang digambar. Gambar ayam menggambarkan objek

ayam, maka ayam merupakan substansi wimba, sedangkan cara wimba adalah cara

pengambilan item, model-model tersebut telah diteliti secara memadai sebelumnya.

Gambaran dalam satu bidang pada umumnya merupakan rangkaian tindakan wimba

yang berbeda, masing-masing dengan waktunya sendiri. Kerangka artikulasi

internal adalah metode mendalangi wimba yang berbeda dan metode

pemanfaatannya dengan tujuan agar gambar dapat menceritakan sebuah cerita.

Misalnya, burung unta yang digambar lebih besar daripada pelacak yang

menjebaknya: Pesan penting dalam cerita ini adalah burung unta, sementara

orangnya kurang signifikan. Sebenarnya pada bahasa rupa masih ada “Tata

ungkapan Luar”, tapi ini sebagai 'penghubung' antara gambar yang satu dan yang

berikut dalam satu seri gambar (komik, relief, film, dsb). Namun karena gambar

prasejarah umumnya jarang ada gambar yang merupakan seri (belum mengenal

frame), maka tata ungkapan luar tidak perlu dibicarakan.

33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dengan merujuk pada pembahan sebelumnya, maka penulis mengankat

beberapa kesimpulan diantaranya

1. Sejak dulu Minahasa telah dikenal dengan kebudayaan atau kepercayaan

tentang hal-hal mistik termasuk dalam proses pemakaman orang sudah

meninggal, mereka mempercayai bahwa setiap orang memiliki perbedaan

kuburan dilihat dari pekerjaan, tahta, status sosial dan lain sebagainya. (bab 1,

Halaman 1)

2. Peninggalan budaya megalitik yang tidak kalah penting adalah kubur tebing

batu (rock cliff burial) yang ditemukan di Toraut di Bolaang Mongondow.

Kubur tebing batu ini mirip dengan kubur-kubur tebing batu di daerah Toraja,

Sulawesi Selatan. Sisa budaya megalitik ini berbentuk lubang-lubang segi

empat panjang buatan manusia pada tebing tebing batu. Lubang-lubang tersebut

diperkirakan berfungsi sebagai wadah kubur tempat menyimpan atau

meletakkan mayat dari anggota masyarakat yang meninggal, karena diantaranya

masih ada yang menyimpan tulang-tulang manusia dan bekal kuburnya berupa

benda-benda tanah liat. Makam atau kuburan adalah tempat bagi orang-orang

yang sudah meninggal dan dijadikan sebagai tempat untuk mengingat siapa

orang tersebut semasa hidupnya, di Minahasa terdapat kuburan atau makam

yang diberi nama waruga. (bab 1, Halaman 3)

34
3. Dari sudut pandang yang luas, semua yang terlihat jelas bisa terkandung dalam

bahasa visual. untuk gambar yang mendelegasikan, ekspresif, mencerahkan,

matematis, disesuaikan, berselera tinggi, representatif, semiotik dan apa yang

secara eksplisit disebut bahasa visual. Jika kita perhatikan limas segi empat ini,

maka bagian tegaknya merupakan teknik menggambarnya, sedangkan bagian

alasnya adalah makna apa yang digambar. Dari ke 8 rusuk limas, maka apa yang

secara khusus saya sebut anasa rupa semula kurang dikenal, karena semula

istilah bahasa rupa digunakan untuk menyebut seluruh limas tersebut. (bab II,

Halaman 22 )

4. Waruga merupakan peti kubur batu yang digunakan selaku peralatan di dalam

sistem penguburan manusia masa kemudian oleh pendukung tradisi megalitik

di Sulawesi Utara. Pada masa kemudian waruga ialah sesuatu fasilitas

penguburan yang dikira sangat berarti untuk warga pendukung budaya

megalitik tersebut di Sulawesi Utara, paling utama di Tanah Minahasa. Waruga

ialah perwujudan dari penghormatan warga pendukung budaya megalitik di

wilayah ini terhadap leluhur ataupun nenek moyangnya. (bab III, Halaman 34)

5. Di Indonesia peninggalan megalitik berupa wadah kubur dari batu semacam itu,

banyak ditemukan diberbagai daerah antaralain di Sulawesi Tengah, di

Sulawesi Selatan, di Sumba, di Sumbawa, di Bali, di Jawa, di Kalimantan, di

Sumatra Selatan, di Nias, dan di Sumatra Utara. Kubur batu di Indonesia terdiri

dari kubur dolmen (dolmen grave), kubur peti batu (stone cist grave), tempayan

batu (stone vat), keranda batu atau sarkofagus (sarcofagy) dan kubur tebing batu

(rock cliff grave). Situs-situs kubur batu di Sulawesi Tengah tersebar di

35
Kabupaten Poso yaitu di Lembah, Besoa, Lembah Bada dan Lembah Napu,

seperti di situs Pokeka, situs Tadulako, situs Hanggira, situs Lempe, situs

Padang Hadoa, situs Bulili, situs Watulumu, situs Watunongko dan lain

sebagainya. (bab III, Halaman 34)

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa uraian diatas ialah : masyarakat

Minahasa mempunyai kepercayaan mistik, sehingga orang yang telah meninggal

dipercaya memiliki perbedaan dari status sosial, jabatan, profesi dan lain

sebagainya. Oleh karena itu, masyarakat Minahasa membangun sebuah

pemakaman untuk orang meninggal disesuaikan dengan beberapa hal tersebut.

Mereka menyebut pemakaman tersebut dengan nama Waruga.

5.2 Saran

 Terdapat banyak masyarakat Minahasa yang belum mengetahui tentang

kuburan waruga terutama anak-anak muda, hal tersebut disebabkan karena

kurangnnya sosialisasi tentang sejarah kuburan waruga dari dulu hingga

sekarang. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu diadakan sosialisasi tentang

sejarah kuburan kepada masyarakat tanah Minahsa terutama kepada anak-anak

muda.

 Untuk mencegah kehilangan sejarah dari kuburan waruga, perlu diadakan

kegiatan-kegiatan khusus yang membahas tentang sejarah kuburan waruga baik

melalui kegiatan formal maupun non-formal. Selain itu, perlu tambahan-

tambahan sumber yang membahas tentang sejarah kuburan waruga, baik itu

melalui buku-buku, internet dan sumber-sumber lain yang mendukung agar

36
masyarakat Minahasa dapat mengakses kapanpun dan dimanapun mereka

berada.

37
DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Abd Rahman Hamid dan Muhammad SH, (2011). Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.

Widagdo, (2011). Desain dan Kebudayaan. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Sukendar, (2016) Waruga. Sulawesi Utara : Kementrian Pendidikan dan


Kebudayaan Balai Arkeologi Sulawesi Utara.

Bertling (2016). Deskripsi dan Bentuk Waruga. Sulawesi Utara : Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan Balai Arkeologi Sulawesi Utara.

Primadi, Tabrani, (2012). Bahasa Rupa. Bandung : Kelir

Sumartono, (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif Seni Rupa dan Desain. Jakarta
: Universitas Trisakti.

Kartodirdjo, (2014). Sejarah Lokal Minahasa. Sulawesi Utara : Dinas Pendidikan


dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara.

Widagdo, (2016) Plant and Culture. Bandung : InstituT Teknologi Bandung

Badrika, I Wayan. (2006). Sejarah. Jakarta: Gelora Aksara Pratama

Widagdo, (2011). Desain dan Kebudayaan Edisi Revisi. Bandung : Institut


Teknologi Bandung.
Wouden tt, (2016 : 213). Budaya Waruga Di Minahasa Sulawesi Utara : Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Balai Arkeologi Sulawesi Utara.

Sukendar, (2016) Sejarah Waruga. Sulawesi Utara : Kementrian Pendidikan dan


Kebudayaan Balai Arkeologi Sulawesi Utara.

Santoso (1999). Kebudayann Waruga. Sulawesi Utara : Kementrian Pendidikan dan


Kebudayaan Balai Arkeologi Sulawesi Utara.

II. INTERNET

https://penelitianilmiah.com/penelitian-etnografi/ : Di unduh Tanggal 13 April


2021, pukul 23.10 WITA

https://minahasa.go.id/pages/sejarah : Di unduh Tanggal 13 April 2021, pukul


23.55 WITA

Anda mungkin juga menyukai