Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi
Magister Perencanaan Wilayah dan Kota
Diajukan oleh :
Elok Ayu Fa’izati
17/419393/PTK/11503
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
“setiap perjuangan tidak akan pernah berakhir merugi, kepekaan mata hati
(Fa’izati, 2019)
Alhamdulillah Segala Puji dan Syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan judul “Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pelestarian Kawasan Cagar
Budaya Laweyan Surakarta” untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Magister dari Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan
Kota Universitas Gadjah Mada.
Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari adanya dukungan, bantuan, petunjuk,
bimbingan dan pengarahan dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih yang tulus kepada yang terhormat:
1. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang telah
memberikan beasiswa sehingga dapat menempuh pendidikan pascasarjana.
2. Bapak Walikota Surakarta beserta segenap jajaran terkait yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan tugas
belajar ini.
3. Ibu Dr. Ir. Dwita Hadi Rahmi, MA selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan yang sangat bermanfaat dalam
penyusunan tesis ini.
4. Dosen penguji Bapak M. Sani Roychansyah, S.T., M.Eng., D.Eng. dan Prof
Bambang Hari Wibisono, M.UP., M.Sc., Ph.D yang telah memberikan
masukan dan saran guna perbaikan tesis ini
5. Ibunda tercinta dan tersayang yang selalu mendukung lewat doanya,
tenaganya dan perhatiannya demi kelancaran studi ini dan juga kesuksesan
di masa yang akan datang.
6. Suami tercinta Mas Gunawan yang telah memberikan dukungan penuhnya
kepada penulis selama menjalani studi dan penyusunan tesis ini.
Semangatnya untuk terus berjuang, terus belajar dan berusaha menjadi
manusia yang lebih baik lagi telah menginspirasi penulis untuk terus
bersemangat.
7. Putra tercinta Exander Dzu Alqarnayn Gunawan, ceria dan canda tawanya
yang selalu memberi kekuatan bagi penulis. Ketika penat dan jenuh mulai
menghampiri diri, melihat senyumannya membuat semangat di raga ini
menjadi berkobar lagi.
8. Rendi Haditya adik tersayang yang selalu bersedia membantu meluangkan
waktu dan tenaganya demi kelancaran studi penulis. Sukses untuk karir
barumu kali ini.
ii
9. Pengelola Program Pasca Sarjana Magister Perencanaan Wilayah dan Kota
UGM dan para Dosen MPWK UGM yang telah memberikan bekal ilmu
yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. Semoga ilmu yang
penulis dapatkan selama kuliah di MPWK UGM dapat bermanfaat bagi
dunia kerja dan masyarakat.
10. Para staf sdministrasi dan pengajaran MPWK UGM yang telah membantu
dalam setiap kebutuhan administrasi penulis selama masa perkuliahan.
11. Rekan-rekan mahasiswa Perencanaan Wilayah Angkatan XIV (PW-14)
Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah sangat
mewarnai hari-hari selama masa perkuliahan. Terimakasih sudah menjadi
bagian keluarga kedua bagi penulis. Kenangan bersama kalian tidak akan
pernah terlupakan. Sukses untuk semua rekan-rekan PW-14.
12. Para pihak yang tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu yang
telah membantu dan mendukung selesainya tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini sehingga jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman
dan wawasan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kelapangan hati dan pikiran
agar dapat dimaklumi oleh setiap pembaca. Akhir kata semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi semua yang membacanya.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
INTISARI………………………………………………………………… xi
ABSTRACT………………………………………………………………. xii
BAB I …………………………………………………………………….. 1
PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
BAB II …………………………………………………………………… 10
iv
2.2.2. Kyoto City Landscape Policy ……………………………. 20
2.2.3. Conservation Guideline of Melaka ………………………. 20
2.3. Pengertian Bentuk dan Fungsi …………………………… 23
2.3.1. Bentuk…………………………………………………….. 24
2.3.2. Fungsi ……………………………………………………. 26
2.4. Pelestarian Kawasan Cagar Budaya …………………….. 27
2.4.1. Pelestarian………………………………………………… 29
2.4.2. Kawasan Cagar Budaya ………………………………….. 34
2.5. Teori Evaluasi Program/Kebijakan ………………………. 36
2.6. Penelitian Terdahulu ……………………………………... 38
2.7. Landasan Teori …………………………………………... 41
BAB IV …………………………………………………………………... 71
v
4.2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang ……………………….. 83
4.2.1. Regulasi ………………………………………………….. 84
4.2.2. Pengendalian Pemanfaatan ruang sebagai Upaya
Pelestarian Kawasan Cagar Budaya ……………………... 85
BAB V …………………………………………………………………… 87
vi
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 190
Lampiran 1 Kuisioner bagi pemilik bangunan di Laweyan …………... 190
Lampiran 2 Daftar pertanyaan wawancara bagi warga dan TACB …… 191
Lampiran 3 Daftar Pertanyaan bagi Petugas Pengendalian
Pemanfaatan Ruang ……………………………………… 192
Lampiran 4 Tabel arahan intensitas bangunan dalam Perda no. 6/2016 194
Lampiran 5 Notulensi Rapat Pertimbangan “De Laweyan Hotel” ……. 199
Lampiran 6 SK Pembentukan Tim Penertiban tahun 2013 …………… 205
Lampiran 7 SK Pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya ………………. 209
Lampiran 8 Foto per fasad bangunan Jl. Sidoluhur Laweyan…………. 213
vii
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 5. 13 Tabel Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Daerah Hijau dan
Koefisien Ruang Terbuka Non Hijau ...................................................................120
Tabel 5. 14 Kutipan Perda Terdahulu Acuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Sebelum Tahun 2012............................................................................................123
Tabel 5. 15 Matriks SWP RUTRK 1993-2013 Surakarta ....................................124
Tabel 5. 16 Kutipan Perda Terkait Perijinan IMB ...............................................125
Tabel 5. 17 Daftar SK IMB 2007-2018 ...............................................................129
Tabel 5. 18 Hasil Kuisioner Variabel “Tahun SK IMB” .....................................132
Tabel 5. 19 SK IMB yang Terbit Khusus di Jl. Sidoluhur (2007-2018) ..............136
Tabel 5. 20 Hasil kuisioner jenis insentif yang diterima oleh warga di Jl.
Sidoluhur Laweyan ..............................................................................................146
Tabel 5. 21 Hasil kuisioner warga yang mendapatkan informasi keringanan
pajak ....................................................................................................................147
Tabel 5. 22 Kutipan Amanat “Sanksi” di dalam Perda .......................................147
Tabel 5. 23 Hasil Temuan Evaluasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang yang
Dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta ....................................................169
Tabel 5. 24 Faktor-faktor tidak efektifnya pengendalian pemanfaatan ruang dalam
mencapai kelstarian KCB Laweyan .....................................................................175
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Peta Kepadatan di salah satu segmen Jl. Sidoluhur Laweyan .............3
Gambar 1. 2 Bangunan Toko Modern di Jl. Sidoluhur Laweyan ............................4
Gambar 2. 1 Peta Posisi Kawasan II di Kota Surakarta .........................................13
Gambar 2. 2 Alur Perizinan IMB ...........................................................................16
Gambar 2. 3 Laweyan di dalam situs Sistem Registrasi Nasional .........................28
Gambar 2. 4 Matriks Kerangka Kerja Logis ..........................................................36
Gambar 3. 1 Koridor Amatan di Kawasan Kampung Batik Laweyan ...................60
Gambar 3. 2 Proses Analisa Data ..........................................................................67
Gambar 4. 1 Foto Bangunan Indis di Kampung Laweyan .....................................72
Gambar 4. 2 Peta Rencana Pola Ruang Kota .........................................................73
Gambar 4. 3 Peta Administrasi Kecamatan Laweyan ............................................73
Gambar 4. 4 Peta Citra Delineasi Kelurahan Laweyan..........................................74
Gambar 4. 5 Peta Desa Sala tahun 1500an sebagai embrio Kota Solo ..................75
Gambar 4. 6 Morfologi Kota Solo dari Tahun 1500an sampai dengan tahun
2000an ....................................................................................................................75
Gambar 4. 7 Bagan peralihan karakteristik aglomerasi industry di Laweyan .......79
Gambar 4. 8 Dominasi showroom batik di Laweyan .............................................80
Gambar 4. 9 Sebaran usaha/showroom batik dan fasilitas pendukung wisata di
Laweyan .................................................................................................................82
Gambar 4. 10 Bagan hubungan antara pengendalian dan pelestarian kawasan
cagar budaya...........................................................................................................86
Gambar 5. 1 Peta sebaran fungsi bangunan di sepanjang Jl. Sidoluhur .................89
Gambar 5. 2 Peta sebaran fasad bangunan di sepanjang Jl. Sidoluhur ..................92
Gambar 5. 3 Foto tahun 2003 dan tahun 2018 pada sudut pengmbilan gambar
yang sama ...............................................................................................................93
Gambar 5. 4 Keterangan posisi pengambilan gambar ...........................................94
Gambar 5. 5 Peta sebaran informasi tahun renovasi/bangun di Jl. Sidoluhur .......96
Gambar 5. 6 Peta sebaran jenis bangunan berdasarkan jumlah lantai bangunan di
Jl. Sidoluhur ...........................................................................................................98
Gambar 5. 7 Peta hasil overlay antara peta fasad bangunan, fungsi bangunan dan
tahun renovasi/bangun ...........................................................................................99
Gambar 5. 8 Segmen 3 (tiga) Jl. Sidoluhur Laweyan ..........................................100
Gambar 5. 9 Foto per fasad bangunan di segmen 3 (tiga) sebelah selatan Jl.
Sidoluhur ..............................................................................................................101
Gambar 5. 10 Foto per fasad bangunan di segmen 3 (tiga) sebelah utara Jl.
Sidoluhur ..............................................................................................................102
Gambar 5. 11 Peta Peraturan Zonasi sub BWP II kawasan II Kota Surakarta ....111
Gambar 5. 12 Peta citra sebaran bangunan kuno inventaris BPCB Jateng ..........112
Gambar 5. 13 Rencana Tampak Bangunan Hotel ................................................117
Gambar 5. 14 Konten arahan pemanfaatan ruang di zona cagar budaya .............119
Gambar 5. 15 Kutipan tentang cagar budaya dalam Perda RTRW......................122
x
Gambar 5. 16 Peta pembagian SWP (Sentra Wilayah Pengembangan) RUTRK
Surakarta Tahun 1993-2013 .................................................................................124
Gambar 5. 17 Peta rencana struktur pemanfaatan ruang berdasarkan dominasi
kegiatan ................................................................................................................124
Gambar 5. 18 Alur Perizinan IMB .......................................................................128
Gambar 5. 19 Dagram lingkaran persentase kepemilikan IMBdi Jl. Sidoluhur
Laweyan ...............................................................................................................133
Gambar 5. 20 Peta sebaran kepemilikan IMB di Jl. Sidoluhur Laweyan ............134
Gambar 5. 21 Peta hasil overlay bangunan tidak ber IMB dan peta sebaran Fasad
bangunan dan peta sebaran tahun renovasi ..........................................................135
Gambar 5. 22 Notulensi rapat koordinasi pengajuan IMB gedung eks RS Kadipolo
Surakarta ..............................................................................................................137
Gambar 5. 23 Notulensi rapat koordinai pengajuan IMB gedung eks Gedung
Joeang...................................................................................................................138
Gambar 5. 24 Contoh arsip SP1 dan SP2 yang sudah pernah diterbitkan ...........151
Gambar 5. 25 Jadwal Patroli Ruang di Bulan Juli 2018 ......................................154
Gambar 5. 26 Daftar pertanyaan dari peserta sosialisasi RAKP tahun 2016 .......159
Gambar 5. 27 Suasana acara sosialisasi RAKP tahun 2016 di Surakarta ............160
Gambar 5. 28 RKA tahun 2016 bidang pelestarian cagar budaya DTRK ...........166
Gambar 5. 29 Faktor Komitmen yang mempengaruhi tercapainya kelstarian
kawasan cagar budaya ..........................................................................................176
Gambar 5. 30 Keterkaitan antara upaya-upaya penegndalian pemanfaatan ruang
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta dengan kondisi bentuk dan
fungsi bangunan di Laweyan ...............................................................................177
xi
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DALAM PELESTARIAN
KAWASAN CAGAR BUDAYA LAWEYAN SURAKARTA
Elok Ayu Fa’izati1., Dwita Hadi Rahmi2.
INTISARI
Pengendalian menurut UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang adalah upaya
untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dengan kata lain pengendalian berfungsi menjaga
agar pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh semua pihak sesuai dengan arahan dalam
rencana tata ruang, termasuk di dalamnya adalah menjaga ketertiban pemanfaatan ruang
dalam kawasan cagar budaya. Laweyan sebagai kawasan bersejarah yang sudah ditetapkan
sebagai kawasan Cagar Budaya dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
PM.03/PW.007/MKP/2010 tentang penetapan kawasan Laweyan sebagai kawasan cagar
budaya, Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 646/1-R/I/2013, dan masuk dalam salah
satu dari 51 obyek vital pariwisata berdasarkan SK Menteri Pariwisata RI No.
KM.70/UM.001/MP/2016 sehingga keberadaannya baik itu secara fisik, spasial dan sosial
budayanya harus dilestarikan. Melihat kecenderungan di lapangan, kawasan bersejarah
Laweyan telah bertransformasi menjadi kawasan yang bercirikan perdagangan jasa.
Statusnya sebagai kampung wisata, bangunan kuno berarsitektur indis sudah mengalami
perubahan fasad karena direnovasi dan dibongkar oleh sang pemilik. Muncul bangunan-
bangunan baru berlanggam modern. Kondisi seperti ini mengancam kelestarian kawasan
cagar budaya yang jika terus dibiarkan dapat mengurangi ke khasan kawasan Laweyan.
Studi ini menggunakan pendekatan Metode deskriptif kualitatif yang mencakup pendekatan
teori bentuk dan fungsi dalam upaya pelestarian dan teori evaluasi kebijakan publik yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian melahirkan variabel dan
indikator. Dalam studi ini secara keseluruhan ditemukan bahwa bangunan kuno di JL.
Sidoluhur lebih dari separuh telah mangalami renovasi, dimana tembok-tembok tinggi dan
regol-regol besar khas laweyan mulai berubah menjadi showroom-showroom modern.
Laweyan yang tengah tertekan oleh pembangunan dan modernisasi menyebabkan
terjadinya perubahan fisik kawasan yang mengancam kelestarian Laweyan sebagai
kawasan cagar budaya. Hal tersebut juga disebabkan oleh peraturan dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang belum optimal dalam menjaga kelestarian nilai penting fisik dari
kawasan cagar budaya Laweyan. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya
pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam
mengendalikan perubahan fisik yang terjadi adalah kurangnya komitmen dalam
penganggaran, komitmen dalam melibatkan TACB secara optimal dan komitmen dalam
penerapan aturan dan sanksi yang tegas.
1
Mahasiswa, Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gadjah Mada
2
Dosen, Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada
xi
CONTROL OF SPATIAL UTILIZATION IN PRESERVATION
OF CULTURAL HERITAGE AREA LAWEYAN SURAKARTA
Elok Ayu Fa’izati1., Dwita Hadi Rahmi2.
ABSTRACT
Controlling spatial utilization according to The Constitution Law Number 26 of 2007
concerning spatial planning is an effort to realize orderly spatial planning. In other
words, control functions to ensure that the use of space by all parties is in accordance
with the directions in the spatial plan, including maintaining order in spatial use in the
cultural heritage area. Laweyan as a historical area that has been designated as a
Cultural Heritage area in the Regulation of the Minister of Education and Culture No.
PM.03 / PW.007 / MKP / 2010 concerning the determination of Laweyan area as a
cultural heritage area, Surakarta Mayor Decree No. 646/1-R / I / 2013, and included in
one of 51 vital tourism objects based on Minister of Tourism Decree No. KM.70 / UM.
001 / MP / 2016 so that its existence, physically, spatially and socially, must be preserved.
Seeing the tendency in the field, the historic area of Laweyan has transformed into an
area characterized by service and trade. Its status as a tourism area, an ancient building
with an indische architecture has undergone a change in facade because it was renovated
and demolished by the owner. New buildings with modern designs appear. Conditions like
this threaten the preservation of cultural heritage area which if allowed to continue can
reduce the repertoire of the Laweyan area. This study uses a qualitative descriptive
method approach that includes the approach to form and function theory in conservation
efforts and public policy evaluation theory used to answer research questions which then
give birth to variables and indicators. In this study as a whole, it was found that ancient
buildings at JL. Sidoluhur more than half has undergone renovation, where high walls
and large laweyan regols have begun to turn into modern showrooms. Laweyan, which is
under pressure from development and modernization, has caused a physical change in the
area that threatens Laweyan's sustainability as a cultural heritage area. This is also
caused by the regulation and control of the use of space that has not been optimal in
maintaining the preservation of the physical importance of the Laweyan cultural heritage
area. The factors that led to the less optimal control of space utilization carried out by the
Surakarta City Government in controlling physical changes that occurred were a lack of
commitment in budgeting, a commitment to involving TACB (cultural heritage expert
team) optimally and a commitment in the application of strict rules and sanctions.
1
Student, Master Program in Urban and Regional Planning, Gadjah Mada University
2
Lecturer, Department of Architecture and Planning, Gadjah Mada University
xii
BAB I
PENDAHULUAN
2007 tentang penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang,
pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh semua pihak sesuai dengan arahan dalam
kawasan cagar budaya (Mulyadi, 2012), karena peraturan zonasi yang terdapat di
sebagai kawasan Cagar Budaya dalam Surat Keputusan Walikota Surakarta No.
1
bersejarah di Kota Surakarta, sehingga keberadaannya baik itu secara fisik, spasial
Pada tahun 1930-1970 merupakan masa kejayaan batik tulis dan cap
dikarenakan serangan batik print dari China yang dapat memproduksi lebih banyak
serta motif dan warna yang jauh lebih bervariasi, hal tersebut menyebabkan banyak
saudagar batik Laweyan yang gulung tikar, hingga tersisa sekitar 9 pengusaha batik
saja yang setia memproduksi batik tulis dan cap. Sampai pada akhirnya batik mulai
bangkit dan bersinar lagi pada tahun 2006/2007 dimana pemerintah dan para
pada tahun 2008, dan bantuan dari Pemerintah Kota Surakarta berupa IPAL
pengolahan limbah produksi batik, pada tahun 2004 didirikanlah FKPBL (Forum
cukup panjang, sehingga tidak heran jika arsitektur yang mendominasi di kawasan
ini adalah berciri kan arsitektur Indis dengan tembok-tembok tinggi, bukaan-bukaan
serta ornamen khas perpaduan kolonial dan jawa yang mampu menciptakan
atmosfer kawasan yang unik dan khas, sehingga terus menarik pengunjung yang
tidak sebatas wisatawan domestik namun juga wisatawan mancanegara. yang pada
akhirnya kawasan bersejarah ini makin lama makin menampakkan ciri sebagai
2
kawasan ekonomi/perdagangan sebagai respon atas tingginya peminat seni batik
tulis dan cap khas Laweyan. Kawasan cagar budaya Kampung Batik Laweyan yang
sebagaimana kawasan cagar budaya yang diatur di dalam UU nomor 11 tahun 2010
tentang cagar budaya, namun yang terjadi adalah kawasan cagar budaya kampung
batik laweyan telah banyak mengalami perubahan wajah kawasan yang mengancam
kawasan yang awalnya sebagai sentra industri batik berubah menjadi multifungsi,
dan faktor pendukungnya adalah adanya pembagian warisan yang kemudian diikuti
Gambar 1.1 (a). Peta Kepadatan di salah satu segmen Jl. Sidoluhur Laweyan
tahun 1960. (b) Peta Kepadatan di Laweyan tahun 2003.
Sumber: Priyatmono, 2004
3
Menurut Sunaryo dalam situs https://www.merdeka.com/peristiwa/
bangunan-cagar-budaya-di-kampoeng-batik-laweyan-solo-berubah-modern.html/
terlantar, sekitar 30% dari 100 bangunan kuno sudah mengalami perubahan bentuk
menjadi toko, ruko dan resto yang bergaya modern. Hal senada juga dinyatakan
dirobohkan bahkan bagian-bagian bangunan yang dinilai antik sudah dijual eceran.
Gambar 1.2 Bangunan toko modern di Jl. Sidoluhur Laweyan (a dan b).
Kondisi tembok kuno Laweyan yang terbengkalai (c dan d).
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2018
4
1.2. Permasalahan
mengalami perubahan fasade karena direnovasi dan dibongkar oleh sang pemilik.
Kondisi seperti ini mengancam kelestarian kawasan cagar budaya, yang jika terus
Surakarta?
Surakarta
5
1.5. Manfaat Penelitian
pemanfaatan ruang
serta lokasi yang berbeda pula. Seperti yang akan dijelaskan pada tabel di bawah
ini :
6
Tabel 1. 1 Fokus, Lokasi, dan Metode pada Penelitian Sebelumnya
7
Kawasan Budaya Kotabaru
Yogyakarta
Studi Penyusunan Kriteria Iskandar Kriteria Perencanaan pelestarian Kawasan Deduktif Kuantitatif
Perencanaan Pelestarian Zulkarnain kawasan bersejarah yang diuji coba Sunda Kelapa Analytical
Kawasan Bersejarah Sunda 2010 pada stakeholders menggunakan AHP Jakarta Hierarchycal Process
Kelapa Menggunakan (AHP)
Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP)
Pengaturan Zoning sebagai Ayu - Perubahan fisik dan non fisik Kawasan Evaluatif
Pengendali Pemanfaatan Wahyuningtyas Kotagede Kotagede
Ruang (Studi Kasus dan Westi Utami - Peraturan Zonasi di kawasan Yogyakarta
Kawasan Preservasi Budaya 2015 Kotagede yang mengakomodir
Kotagede) arahan preservasi
Strategi dalam Pelestarian Nur Ikhwan - Strategi pelestarian cagar budaya Perkotaan Deskriptif Kualitatif
Warisan dan Cagar Budaya: Rahmanto - Faktor-faktor yang mempengaruhi Yogyakarta
Kasus Perkotaan 2018 strategi yang dilakukan oleh
Yogyakarta pemilik cagar budaya.
Preservation Urban Heritage Agus Sukirno - Faktor-faktor yang menyebabkan Kotabaru Studi Kasus
Through Building Permit 2010 IMB gagal memberikan Yogyakarta Eksploratory
Implementation and The perlindungan pada kawasan Deskriptif
Role of Institutional bersejarah Kotabaru
Framework the Case of - Kerangka kerja instansi dalam
Kotabaru, Yogyakarta mengelola kawasan bersejarah
Kotabaru
Pengendalian Pemanfaatan Elok Ayu Fa’izati - Evaluasi pelaksanaan Pengendalian Laweyan, Deduktif Kualitatif
Ruang dalam Pelestarian 2018 Pemanfaatan Ruang oleh Surakarta Evaluasi
Kawasan Cagar Budaya Pemerintah Kota Surakarta dalam
Laweyan Surakarta Pelestarian KCB Laweyan
8
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya terkait upaya
pengelolaan dan pelestarian kawasan cagar budaya seperti yang tercantum dalam
yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kawasan cagar
edukasi kepada masyarakat dan pelibatan Tim Ahli cagar Budaya dalam mencapai
kondisi bentuk dan fungsi bangunan di kawasan cagar budaya Laweyan sebagai
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
sanksi.
dalam hal menjaga keberlanjutan kawasan lindung yang salah satunya merupakan
kawasan cagar budaya. Sama halnya dengan yang disebutkan oleh Australian
merupakan salah satu bagian yang integral dari seluruh perencanaan kota. Upaya
melalui Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas
10
Bangunan), mulai dari pendaftaran pemohon IMB, cek berkas, survey
atau ditolak.
berupa bangunan dan kawasan cagar budaya maka sudah seharusnya perencanaan
prinsip konservasi harus diintegrasikan dengan lebih baik ke dalam semua proses
upaya pelestarian nantinya bisa di regulasikan dan digunakan sebagai acuan dalam
mengendalikan setiap perubahan yang terjadi pada bangunan atau kawasan cagar
dari upaya manajemen perkotaan, maka hal tersebut diperkuat oleh pernyataan
11
regulasi/peraturan dan manajemen kawasan cagar budaya merupakan salah satu
pelestarian kawasan cagar budaya. Sependapat dengan hal tersebut Santika (2013)
budaya sangat tergantung pada perencanaan kota atau regulasi yang disusun
serta disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam
rencana rinci tata ruang. Di Kota Surakarta Peraturan Zonasi terdiri dari zoning
text dan zoning map yang berfungsi sebagai pengendali pemanfaatan ruang dalam
pusat pelayanan Olahraga, RTH dan pariwisata, karena kawasan II ini terdapat
12
beberapa lokasi strategis seperti Gelora Manahan, Taman Balekambang dan
Kampung Batik Laweyan sebagai kawasan cagar budaya dan pariwisata kerajinan
ruang di kawasan cagar budaya menjadi penting karena peraturan zonasi menjadi
kawasan cagar budaya (Mulyadi, 2012). Oleh karena itu penentuan zona cagar
budaya dalam peraturan zonasi tidak bisa sembarangan, Mulyadi (2012) juga
13
mempertahankan keaslian (authenticity) situs yang berupa keaslian bentuk
(desain), fungsi, bahan, lokasi dan latar lingkungan, serta tradisi yang merupakan
Wahyuningtyas dan Utami (2015) bahwa zoning sebagai produk perencanaan kota
terjadinya desain dan konstruksi baru yang tidak sesuai serta merusak karakter
bangunan dan lingkungan lama. Oleh karena itu peraturan zonasi sebagai bagian
untuk mewariskan arsitektur dan sebagai aset wisata kawasan cagar budaya
14
- Arahan mengenai metode pembangunan di kawasan bersejarah
dalam penertiban IMB, insentif dan sanksi terkait pemanfaatan ruang yang
dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang. IMB sebagai alat dalam
administratif dan teknis yang berlaku. Tupoksi perizinan IMB saat ini berada di
DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu) Kota Surakarta
15
Gambar 2. 2 Alur Perizinan IMB
Sumber : perijinanonline.surakarta.go.id
tahun 2012 tentang RTRW Kota Surakarta adalah merupakan pengaturan yang
dengan rencana tata ruang. Insentif yang diberikan dapat berupa hal-hal sebagai
berikut :
16
Pembangunan Kemudahan prosedur
serta pengadaan perizinan
infrastruktur
2.1.4. Sanksi
Sesuai amanat Perda no. 1 tahun 2012 tentang RTRW Kota Surakarta
a. Peringatan tertulis
d. Penutupan lokasi
e. Pencabutan izin
f. Pembatalan izin
17
g. Pembongkaran bangunan
i. Denda administratif
dari hasil penilaian didapatkan bahwa kriteria peraturan dan sanksi merupakan
kriteria dengan tingkat kepentingan tertinggi untuk dapat mencapai goals yaitu
pelestarian kawasan cagar budaya. Hal senada juga disampaikan oleh (Prasetyo,
2014) bahwa legal protection dan penalities (sanksi) merupakan salah satu
(2017) terdapat beberapa elemen spesifik dalam model peraturan cagar budaya
melalui perpustakaan digital dengan menyediakan ruang bagi para ahli cagar
18
1. Masyarakat terhubung langsung dengan masa lalu, dan merupakan
ataupun kebudayaan
kawasan
Budaya.
19
3. Walikota dapat meminta petimbangan Tim Ahli guna menunjang
Budaya.
konservasi atau perlindungan terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya tidak
hanya menitik beratkan atau berfokus pada material atau fisik saja, namun juga
perlu memperhatikan perlindungan terhadap nilai identitas, nilai sejarah dan nilai
estetikanya. Tidak hanya itu di dalam aksi pelestarian cagar budaya juga
20
planning and guidelines in Melaka” yang terdiri dari 4 (empat) faktor sebagai
berikut :
A community with a
residential and commercial
mixture
21
Dari beberapa peraturan terkait pelestarian, teori dan pendapat para tokoh
melindungi aset penting sebuah kawasan cagar budaya yang berupa nilai penting
dari fisik bangunan yang ada di dalamnya. Hal tersebut didukung oleh Ashworth
dilihat dari sudut pandang guna lahan maka dibutuhkan rencana berupa
penjabaran rinci tentang pola bentuk dan fungsi masa depan yang diiinginkan dan
sarana penegakkannya. Oleh karena itu peran pemerintah sebagai perencana dan
sangat penting dalam mencapai tujuan pelestarian kawasan cagar budaya. Salah
disampaikan oleh Kleden dan Fanani (2015) bahwa peran pemerintah yang sangat
dan fungsi bangunan cagar budaya adalah pemberian izin. Risdiasari (2018) juga
22
cagar budaya melalui aspek regulasi dan aspek prosedur merupakan upaya
pemerintah.
Secara umum pengertian bentuk dan fungsi adalah sebagai salah satu
Ruang yang terbentuk adalah akibat dari aktivitas dan kegiatan yang
tercipta di dalam ruang tersebut, dan ruang diartikulasikan sebagai area kegiatan
yang jelas dikelilingi oleh ruang sirkulasi (Hertzberger, 2000). Lain halnya
dengan Smithies (1987) yang menyebutkan bahwa elemen pembentuk ruang atau
elemen kesatuan terdiri tekstur, warna, irama, orientasi, proporsi, solid void,
bentuk dan wujud. Sedangkan menurut Ching (2007) membagi ruang dalam 3
(tiga) elemen pembentuk ruang yaitu: lantai, dinding, plafond yang saling berpadu
diperkenalkan oleh Louis Henri Sullivan pada tahun 1896 bahwa ukuran, ruang
dan karakteristik dalam dalam bangunan harus terlebih dahulu ditujukan semata-
mata kepada fungsi (Loho. dkk, 2015). Sullivan (1896) menyatakan bahwa
bangunan yaitu : karakter visual, karakter spasial dan karakter struktural. Karakter
23
visual menurut Antariksa (2017) pada umumnya dapat diidentifikasi melalui:
Fasade, Warna, Tekstur, Material, Tipe jendela dan Atap. Tidak jauh berbeda
dengan pendapat Shirvani (1985) bahwa salah satu elemen pembentuk karakter
visual adalah bentuk dan massa bangunan (Building form and massing). Dari
penjelasan teori elemen pembentuk ruang dari beberapa tokoh diatas, maka
elemen bentuk sebagai aspek fisik yang harus dipertahankan ataupun yang
24
Menurut Mulyadi (2012) unsur bentuk/rancangan (desain) merupakan
Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Wahyuningtyas dan Utami (2015)
bahwa arsitektur di kawasan cagar budaya dapat diwariskan dan dijaga melalui
dengan arahan pelestarian kota tua Kyoto di Jepang melalui Kyoto City
reklame.
aksi pelestarian kawasan kota tua Malaka mengusulkan salah satu arahan yang
berfokus pada aksi perlindungan fasad bangunan tua shophouse. Fasad bangunan
karakter visual menurut Shirvani (1985) terdiri dari bentuk dan massa bangunan.
25
sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan bantuk ditengah-tengah tuntutan
memandang kawasan cagar budaya sebagai guna lahan maka perencanaan ruang
kota harus menjabarkan secara rinci pola bentuk dan fungsi masa depan yang
bentuk dalam upaya pelestarian cagar budaya adalah lebih kepada bentuk secara
spasial kawasan/kota.
dikategorikan menjadi dua yaitu fungsi asli yang jika memungkinkan patut
cagar budaya, dan fungsi sebagai unsur baru untuk menghidupkan kawasan cagar
budaya. Berikut beberapa penafsiran para tokoh dan teori tentang fungsi dalam
sesuatu yang memiliki fungsi baru yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan
bahwa dengan adanya fungsi baru diharapkan sebuah kawasan ataupun bangunan
tua bersejarah dapat menghasilkan banyak manfaat baik dari segi ekonomi, sosial
dan budaya. Baroldin dan Mohd Din (2012) juga mengusulkan rencana aksi
berupa peningkatan nilai ekonomi kawasan kota tua Malaka melalui penyediaan
26
Djojonegoro (1997) Perencanaan Kota yang mengarahkan pada peremajaan
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki kawasan tersebut untuk ditata ulang
bangunan tua. Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Kleden dan Fanani
(2015) bahwa perubahan fungsi bangunan cagar budaya sebagai upaya revitalisasi
Kategori fungsi yang kedua adalah fungsi asli suatu bangunan atau
kawasan cagar budaya yang sebisa mungkin untuk dipertahankan demi menjaga
Upaya untuk melestarikan kawasan cagar budaya dalam hal ini adalah
Surakarta sebagai pengelola tata ruang. Seperti yang sudah dibahas pada bab
sebagai kawasan cagar budaya pada tahun 2013 melalui Surat Keputusan
dan kawasan kuno bersejarah di Kota Surakarta, salah satunya adalah Kampung
27
Tabel 2. 5 Daftar Kawasan Cagar Budaya di Kota Surakarta
A. Komplek Kawasan
1. Kawasanan Kasunanan Kawasan Baluwarti Surakarta
tradisional
2. Keraton Puro Mangkunegaran Kawasan Kelurahan Keprabon
tradisional RW.1 Surakarta
3. Lingkungan Permukiman Kawasan Baluwarti Surakarta
Baluwarti tradisional
4. Lingkungan Permukiman Kawasan non Laweyan Surakarta
Laweyan tradisional
Sumber: Lampiran Surat Keputusan Walikota Surakarta no. 646/1-R/I/2013
kawasan cagar budaya, dan terdaftar di dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar
28
Dari keempat kawasan bersejarah tersebut di pilih Laweyan sebagai lokasi
2.4.1. Pelestarian
Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan bertujuan agar bangunan gedung cagar
29
c. Pemberian kompensasi, insentif dan disinsentif pada bangunan gedung
d. Peran masyarakat
e. Pembinaan
g. Pendanaan
30
1. Perlindungan yang sah: Pendaftaran bangunan, perjanjian yang bersifat
cagar budaya.
3. Pinjaman
4. Subsidi/insentif
5. Adaptive Reuse
ruang dan pelestarian kawasan cagar budaya (Prasetyo, 2014). Hal senada juga
2010 tentang Cagar Budaya yang menyebutkan bahwa salah satu yang menjadi
31
Salah satu upaya pelestarian dengan Adaptive Reuse memiliki pengertian
kembali tempat ataupun bangunan yang sudah tidak dipergunakan lagi menjadi
sebuah tempat, bangunan ataupun sesuatu dengan fungsi baru yang dapat
mendatangkan banyak manfaat, dan keuntungan baik dari sudut ekonomi, budaya
dan sosial (Saputra & Purwantiasning, 2013). Hal senada juga disampaikan oleh
(Kleden dan Fanani, 2015) bahwa ketentuan pemanfaatan dan fungsi bangunan
cagar budaya yaitu penyesuaian atau perubahan fungsi dalam upaya revitalisasi
budaya, jika kedua konsep ini disandingkan akan menciptakan sebuah perubahan
fungsi yang optimal dengan tetap melindungi ataupun memelihara keaslian dari
sesuatu yang ingin difungsikan baik dari fasad maupun nilai sejarah dari suatu
artinya nilai-nilai estetis, historis, ilmiah, sosial atau spiritual untuk generasi
dahulu, kini atau masa datang, sedangkan Konservasi artinya proses pemeliharaan
32
- Tujuan dari konservasi adalah untuk mempertahankan signifikansi
mengkhawatirkan.
sangat sarat akan arus modernisasi, sangat perlu untuk dilindungi dan diwariskan
memanfaatkan Kawasan Cagar Budaya perkotaan dengan baik agar tetap hidup
sepanjang masa, oleh karena kawasan cagar budaya yang saat ini berada pada
kondisi perkotaan yang tidak stabil dan terus berubah maka dibutuhkan
manajemen perkotaan yang sensitif dan responsif untuk dapat memonitor secara
kontinyu setiap proses perubahan yang terjadi di kota (Ashworth, 1991). Hal
senada juga disebutkan oleh Djojonegoro (1997) bahwa ada beberapa indikator
yang terkait.
33
perannya dalam melestarikan kawasan cagar budaya. Manajemen perkotaan
sehingga jika tidak ada perhatian masyarakat dan pemerintah sebagai stakeholders
perkotaan akan kehilangan karakter dan ciri khasnya yang unik yang membedakan
antar satu kota dengan kota yang lain, dan juga menyebabkan memudarnya
yang dihadapi dalam upaya pelestarian yang terdiri dari faktor-faktor berikut:
budaya merupakan satuan ruang geografis yang memiliki dua situs Cagar Budaya
atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang
khas.
34
Penetapan/pelabelan bangunan/kawasan cagar budaya yang tercantum
cagar budaya mana saja yang tergolong Utama, Madya dan Pratama, penentuan
klasifikasi ini sangat penting karena telah mengatur sejauh mana dan sebatas
laweyan.
tercantum dalam Perda Kota Surakata no. 8 tahun 2016 tentang Bangunan dan
diusulkan untuk ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya yang dilindungi dan
35
perlindungan dan pelestariannnya serta tidak menghilangkan bagian
dan objektif atas desain, implementasi dan hasil dari intervensi yang sedang
berlangsung atau yang telah selesai. Di dalam permen PPN ini juga dijelaskan
36
Evaluasi merupakan salah satu bagian tahapan perencanaan. Bappenas
(2009) menyatakan evaluasi adalah satu mata rantai dari siklus perencanaan yang
kebijakan dan evaluasi terhadap kebijakan baru (act). Esensi evaluasi adalah
masalah?;
mereka?;
kelompok sasaran?
terdiri dari:
37
1. Relevansi: apakah tujuan prioritas atau fokus prioritas/program
tindak lanjut?
menilai seberapa jauh suatu hasil terhadap rencana. Proses evaluasi perlu melihat
program secara objektif, sistematis dan empiris terhadap target. Proses evaluasi
38
menghasilkan beberapa pemikiran/pendapat yang diringkas dalam paragraf
berikut:
budaya yang diawali dengan transformasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
faktor ekonomi yang terkait dengan kondisi sosial budaya masyarakat, faktor
lokasi yang strategis kawasan cagar budaya, dan faktor kebijakan pemerintah.
Senada dengan Santika, Akbar (2014) menyatakan bahwa salah satu peran
dalam upaya pelestarian cagar budaya pemerintah mengemban 3 (tiga) peran yaitu
pengendalian ruang yang merupakan bagian dari kebijakan dan peran pemerintah
juga tidak kalah pentingnya seperti yang diungkapkan oleh Risdiasari (2018)
39
- Kekuatan desakan investasi
cagar budaya
dinamis
secara cukup pada kawasan cagar budaya (Sukirno, 2010). Sukirno juga
melindungi kawasan cagar budaya yaitu: kurang lengkapnya aturan yang ada,
perijinan (IMB) juga memiliki peran strategis dalam pelestarian cagar budaya
40
- Faktor eksternal: Dorongan pemilik cagar budaya untuk melestarikan,
Wahyuningtyas dan Utami, 2015; Kleden dan Fanani, 2015; Risdiasari, 2018).
perlindungan terhadap nilai penting cagar budaya yang berupa aspek fisik adalah
fasade bangunan (Antariksa, 2017; Ashworth, 1991; Baroldin dan Mohd Din,
Kyoto City Landscape Policy, 2013), bentuk spasial kawasan (Ashworth, 1991),
41
struktur/konstruksi (Kleden dan Fanani, 2015), dan massa bangunan (Shirvani,
1985). Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi dalam upaya pelestarian adalah
dan Mohd Din, 2012; Ashworth, 1991). Penelitian ini difokuskan pada
(1996) dan Permen PUPR no. 1 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Cagar
42
- Pemanfaatan
- Pembongkaran
3 Pinjaman Pemberian kompensasi, insentif dan
dsiinsentif pada bangunan gedung cagar
budaya
4 Subsidi/Insentif/bantuan Peran Masyarakat
5 Adaptive Reuse Pembinaan:
- Pengaturan
- Pemberdayaan
- Pengawasan
6 Transfer Development Pengaturan Pelaksanaan di daerah
Right
7 Pendanaan
Sumber: Penulis, 2018
didukung oleh upaya pengendalian dalam konteks penataan ruang seperti yang
peraturan zonasi, perizinan (IMB), pemberian insentif dan disinsentif serta sanksi.
pemanfaatan ruang yang spesifik merupakan salah satu langkah untuk mencapai
2015; Djojonegoro, 1997). Penerapan izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin
Prasetyo, 2014). Penerapan sanksi merupakan kriteria yang paling tinggi tingkat
43
kepentingannya dalam mencapai tujuan pelestarian kawasan cagar budaya
maka dilaksanakan pengendalian berupa IMB, insentif dan sanksi yang dibarengi
bangunan/kawasan cagar budaya telah sesuai dengan aturan yang berlaku atau
diamanatkan oleh Undang-undang no. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan
dalam Australian Heritage Commission (2000), Perda Kota Surakarta no. 10/2013
tentang cagar budaya, Baroldin dan Mohd Din (2012), Hristova (2017), Akbar
memiliki pengetahuan dan kesadaran yang cukup tentang nilai penting kawasan
cagar budaya maka hal tersebut menjadi kendala dalam usaha pelestarian
44
Begitu pula dengan pelibatan para ahli cagar budaya yang sangat
dibutuhkan dalam upaya pelestarian kawasan cagar budaya (Perda Kota Surakarta
no. 10/2013; Baroldin dan Mohd Din, 2012; Hristova, 2017). Peran tim ahli cagar
cagar budaya. Jika peran tim ahli tidak optimal maka akan menyebabkan upaya
Surakarta Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dilantik oleh Walikota dan bekerja
45
Tabel 2. 7 Perumusan Variabel untuk tujuan penelitian mengevaluasi
pengendalian pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kota Surakarta
Sumber:Penulis, 2018
46
Sehingga berdasarkan kajian teori yang sudah dibahas tentang perencanaan
bentuk dan fungsi yang sudah dibahas maka penulis memposisikan teori dalam
penentuan kriteria dan variabel untuk mendeskripsikan kondisi bentuk dan fungsi
47
Fungsi baru yang Fungsi Fungsi
mampu Bangunan
menghidupkan
kawasan cagar
budaya dengan
seminimal mungkin
merubah fisik
bangunan/kawasan
cagar budaya
Djojonegoro (1991),
Baroldin dan Mohd
Din (2012), Mulyadi
(2012), Saputra dan
Purwantiasning
(2013), Kleden dan
Fanani (2015)
Sumber:Penulis, 2018
48
BAB III
METODE PENELITIAN
disebut oleh Bungin (2007) sebagai desain deskriptif kualitatif, dimana metode ini
pertanyaan penelitian, karena dalam metodologi ini teori digunakan sebagai alat,
Pembahasan penelitian ini dibatasi pada deskripsi kondisi bentuk dan fungsi
Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Surakarta, Dinas Pekerjaan
Umum Penataan Ruang Kota Surakarta dan Dinas Kebudayaan Kota Surakarta.
49
3.3. Variabel dan Indikator Penelitian
budaya adalah bentuk sebagai elemen fisik yang harus dilindungi berupa
Din, 2012; Saputra dan Purwantyasning, 2013; Shirvani, 1985; Mulyadi, 2012;
(Djojonegoro, 1997; Kyoto City Landscape Policy, 2013). Fungsi asli sebagai
aspek yang harus dipertahankan (Mulyadi, 2012) dan Fungsi sebagai unsur baru
2013; Kleden dan Fanani, 2015; Djojonegoro, 1997; Baroldin dan Mohd Din,
2012; Ashworth, 1991). Maka variabel dan indikator penelitian untuk menjawab
tujuan deskripsi kondisi bentuk dan fungsi bangunan di kawasan Laweyan dapat
50
Tabel 3. 1 Variabel dan Indikator untuk tujuan mendeskripsikan kondisi
bentuk dan fungsi bangunan di kawasan Laweyan
Sumber:Penulis, 2018
51
Berubah sebagian besar : Adalah bangunan yang mengalami perubahan fasad
sebagian besar (mendominasi fasad), sehingga ciri
fasad aslinya yang tersisa hampir tidak terlihat
bangunan/kawasan cagar budaya seperti yang ungkapkan oleh Attoe (1996) dan
amanat dalam Peraturan Menteri PUPR no. 1 Tahun 2015 tentang Bangunan
Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan. Hal tersebut didukung oleh beberapa
52
Pengawasan dan penertiban, Edukasi kepada Masyarakat, dan Pelibatan Tim Ahli
yang menjadi variabel untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kedua tentang
53
Tabel 3. 5 Variabel “Perizinan IMB”
54
Tabel 3. 7 Variabel “Sanksi”
55
Tabel 3. 9 Variabel “Edukasi Kepada Masyarakat”
- Tersedianya rekomendasi
TACB dalam penyusunan
peraturan/perencanaan dan
pertimbangan ijin IMB di
Laweyan
Sumber: Penulis, 2018
pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kota Surakarta pada Tabel 3.11 Matriks KKL
atau yang biasa dikenal dengan Project Design Matriks (PDM) menyediakan
menentukan hasil yang diinginkan dari suatu proyek (Jackson, 1997). Hal yang
sama juga disampaikan oleh Gasper (2000) yang menyatakan bahwa LFA/PDM
56
dapat memberikan gambaran yang nyaman tentang tujuan
yang lebih tinggi, kondisi eksternal dan kebutuhan informasi dalam pemantauan
dan evaluasi.
Laweyan. Oleh karena itu penentuan indikator untuk setiap variabel berdasarkan
57
Tabel 3. 11 Matriks Logical Frame Approach Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagai Upaya Pelestarian KCB Laweyan
Tercapainya Kelestarian Kawasan Terjaganya keberadaan nilai penting fisik dan non fisik - Laporan/komentar Pengelola Swasta/Investor dan Masyarakat)
Cagar Budaya Laweyan KCB Laweyan Kawasan berkomitmen untuk melestarikan
- Laporan/komentar TACB Kawasan Cagar Budaya Laweyan
- Laporan/Komentar Warga dengan mematuhi aturan yang
- Laporan/Komentar Wisatawan berlaku.
OUTPUT 1. Dokumen Peraturan 1. Tersedianya Dok. PZ/RDTR yang : 1. Dokumen PZ/RDTR Kota 1. Tim Ahli Cagar Budaya terlibat
Zonasi/RDTR - Sebaran bangunan lawas sesuai dengan hasil Surakarta Tahun 2012 dalam penyusunan PZ/RDTR
2. Perda tentang Peraturan inventaris BPCB Jateng 2. www.jdih.surakarta.go.id Kota Surakarta–
Zonasi/RDTR - Tersedianya arahan yang detail dalam 3. Perda no. 1/2012 tentang RTRW 2. -
3. Perda RTRW dan Perda pemanfaatan ruang Zona KCB Kota Surakarta dan Perda no. 3. Tim Ahli Cagar Budaya terlibat
Bangunan Gedung 2. Perda terpublikasikan kepada masyarakat luas 8/2016 dalam penyusunan Naskah
4. SK IMB 3. Perda RTRW mengamanatkan pelestarian bangunan 4. Berkas IMB: Akademik perda
5. Insentif: dan kawasan cagar budaya Laweyan dan Perda - Surat Rekomendasi 4. Petugas perizinan
a. Keringanan pajak/subsidi/sewa Bangunan Gedung mengatur secara rinci arahan Keterangan Rencana Kota melaksanakan/mengindahkan
ruang intensitas bangunan di Zona KCB Laweyan - Notulensi Rapat Pembahasan masukan/rekomendasi dari TACB
b. Pembangunan infrastruktur 4. Terbitnya SK IMB di KCB Laweyan yang Izin 5. Peraturan mengenai insentif
c. Kemudahaan prosedur mengutamakan tertib tata ruang dan pelestarian 5. Surat Permohonan Insentif dari tersosialisasikan secara luas kpd
perizinan melalui: masyarakat dan Laporan masyarakat
d. Penghargaan - Proses penerbitan KRK/IPR yang sesuai dengan Pertanggungjawaban keuangan 6. –
6. Sanksi: arahan peruntukan dalam PZ dan RTRW (terserapnya dana insentif) 7. Konsultan penyusun dokumen
a. Peringatan Tertulis - Proses Telaahan staf yang sesuai dengan PZ, 6. Surat Peringatan/Teguran berkapasitas, dan Jumlah tenaga
b. Penghentian kegiatan RTRW dan Perda Bangunan Gedung serta mengacu 7. Laporan Monitoring: patroli ruang mencukupi
sementara rekomendasi TACB - Dokumen Monitoring 8. Masyarakat priori terhadap
c. Pembekuan IMB - Rapat pertimbangan yang melibatkan TACB pemanfaatan ruang di KCB pentingnya pelestarian KCB
d. Pencabutan IMB 5. Masyarakat/pengembang/swasta yang mematuhi tata Laweyan Laweyan
e. Pembongkaran bangunan ruang dan melestarikan bangunan/kawasan cagar - Laporan petugas hasil patrol 9. –
7. Laporan: budaya Laweyan menerima insentif. ruang di KCB Laweyan
a. Dokumen Monitoring 6. Masyarakat/pengembang/swasta yang melanggar 8. Laporan Petugas Dinas
58
Pemanfaatan ruang di KCB ketentuan PZ/RTRW/Perda Bangunan Gedung Kebudayaan dan Masyarakat.
Laweyan menerima sanksi 9. Laporan TACB
b. Laporan patroli ruang di KCB 7. Tersedianya Laporan :
Laweyan - Dok. Monitoring pemanfaatan ruang KCB Laweyan
c. Laporan hasil penertiban yang ditindak lanjuti dengan pengawasan lapangan
8. Sosialisasi pentingnya KCB - Patroli ruang di KCB Laweyan yang dijadwalkan
Laweyan melalui: secara rutin
a. Acara/forum - Penertiban yang sesuai dengan aturan
b. Media cetak 8. Terselenggaranya/tersedianya sosialisasi yang
c. Media elektronik memberikan informasi/pengetahuan kepada
d. Internet/sosialmedia/website masyarakat setempat akan pentingnya KCB Laweyan
9. Keterlibatan TACB dalam melalui:
pengendalian di KCB Laweyan: - Acara/forum
a. Kajian Bangunan/kawasan - Media Cetak
warisan budaya - Media elektronik
b. Rekomendasi/pertimbangan - Internet/sosialmedia/website
kepada Pemerintah Kota 9. Keterlibatan TACB melalui:
- Tersedianya Kajian Bangunan/kawasan cagar
budaya Laweyan
- Tersedianya rekomendasi TACB dalam penyusunan
peraturan/perencanaan dan pertimbangan ijin IMB.
1. Penyusunan dok. Peraturan 1. Tersedianya anggaran penyusunan dok. Peraturan 1. DPA BAPPEDA TA. 2012 1. Setda Bagian Hukum
Zonasi Zonasi/RDTR 2. DPA BAPPEDA TA. 2012 berkomitmen untuk membantu
2. Penyusunan perda Peraturan 2. Tersedianya perda PZ/RDTR 3. DPA BAPPEDA TA. 2012 dan mengawal proses penyusunan
Zonasi/RDTR 3. Tersedianya anggaran penyusunan perda RTRW DPA DTRK TA. 2016 perda
3. Penyusunan Perda RTRW, dan Bangunan Gedung 4. DPA DPMPTSP 2. ASN berkomitmen untuk
Penyusunan Perda Bangunan 4. Tersedianya anggaran perizinan IMB 5. DPA DPMPTSP/DPUPR/DINAS menjalankan kegiatan di dalam
INPUT
59
3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yang pertama yaitu
bagaimana kondisi bentuk dan fungsi bangunan di Laweyan saat ini maka
sampling. Teknik purposive sampling merupakan salah satu dari desain sampel
dalam penelitian kualitatif. Teknik ini memilih sampel yang sesuai dengan
penelitian dengan kata lain sampel dipilih dengan sengaja ditujukan kepada
yang akan diteliti. Dalam hal ini observasi yang akan dilakukan mengambil
dimana Jl. Sidoluhur ini merupakan koridor yang paling sering dilalui oleh
60
Adapun untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ke-dua tentang
teknik purposive sampling. Dalam hal ini untuk mendapatkan informasi tentang
diwawancarai adalah :
kelompok responden seperti yang terlihat dalam Tabel 3.12 diatas dilakukan
61
3.5. Teknik Pengumpulan Data
dan fungsi saat ini yang kemudian mengarahkan pada cara/teknik dalam
a. Observasi
kondisi bangunan saat ini menjadi 3 (tiga) yaitu : Bangunan yang masih
62
b. Kuisioner
c. Wawancara
d. Dokumentasi
63
memperlihatkan kondisi serta fungsi bangunan di Laweyan pada masa
lalu.
Kota Surakarta
Frame Approach (LFA) atau yang biasa dikenal dengan Project Design
sebagai berikut :
- Laporan/daftar SK IMB
- Peta sebaran bangunan ber IMB dan list SK IMB yang sudah terbit
64
Daftar kebutuhan data yang diperlukan tersebut mengacu pada kolom
alat verifikasi Output yang ada di dalam Logical Frame Approach yang
b. Wawancara
hal ini adalah aparat dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu
Analisis Kualitatif
analisisnya yaitu:
65
terkandung di dalam teks dan bahasa, baik dalam konteks objek,
tersebut.
tersebut.
sebagai data primer dan didukung oleh data-data sekunder yang berupa data
instansi yang terkait. Dari proses analisis kinerja ini kemudian dibandingkan
untuk mendapatkan hasil atau temuan penelitian yang valid, proses analisa
66
Gambar 3. 2 Proses Analisa Data
Sumber: Analisa Penulis, 2018
data lainnya dan antara sumber yang satu dengan sumber lainnya, sehingga
di lapangan.
67
d. Mempersiapkan instrumen/alat penelitian. Pengumpulan data dengan
(kamera/voice recorder).
68
c. Melakukan interpretasi atau pemaknaan menyeluruh dari hasil
foto yang diberi anak panah untuk menunjukkan posisi dalam peta
69
berdasarkan pada kriteria tertentu, misalnya kategori, tema atau
70
BAB IV
industri batiknya dan telah lama menjadi sentra penghasil bahan sandang yaitu
sejak jaman Kerajaan Pajang. Kedatangan Kyai Ageng Henis yang diberi tanah
perdikan oleh Raja Pajang dan mendirikan sebuah masjid di Laweyan pada tahun
dikenal dengan kampung juragan batik sampai dengan saat ini. Dengan
memproduksi batik tulis saat itu sangat menjanjikan dan banyak menghasilkan
keuntungan dari segi ekonomi sehingga bermunculan para saudagar kaya raya
pada saat itu. Mereka membangun rumah mereka sebagai identitas diri dengan
mendirikan bangunan rumah tinggal bergaya indis yang berukuran besar dan di
dalam satu persil terdiri dari beberapa bangunan yang kemudian di kelilingi oleh
71
Gambar 4.1 Foto Bangunan Indis di Kampung Laweyan
Sumber: 1. Dok. Penulis, 2018 dan 2. Dokumentasi Invetaris BPCB, 2017
memiliki luas wilayah sebesar 24,83 Ha dan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut :
72
Gambar 4.2 Peta Rencana Pola Ruang Kota
Sumber: Dokumen Peraturan Zonasi Revisi RTRW, 2017
jiwa sehingga memiliki kepadatan 85,78 jiwa/ha. Sebanyak 250 jiwa berprofesi
73
yaitu sebesar 91,92% dan mayoritas penduduk dengan tingkat pendidikan
Pada tahun 1500an yang merupakan masa Kerajaan Pajang, kota Solo
bandar yang menempati 4 (empat) bandar utama yang ramai pada saat itu
(Qomarun dan Prayitno, 2007), dan merupakan bandar yang berdiri di anak
Sungai Bengawan Solo yang terdiri dari Bandar Kabanaran (Laweyan), Bandar
Pecinan di Kali Pepe, Bandar Arab di Kali Jenes dan Bandar Nusupan di
sarana perniagaan Masa Kerajaan Pajang banyak mensuplai produk tekstil berupa
kain tenun hasil dari Industri Bahan/Kain di Kampung Laweyan, itu sebabnya
Kampung ini dinamakan Laweyan karena berasal dari kata “Lawe” yang artinya
74
Gambar 4.5 Peta Desa Sala tahun 1500an sebagai embrio Kota Solo
Sumber: Rekonstruksi dari Sajid dalam Qomarun dan Prayitno, 2007
Gambar 4.6 Morfologi Kota Solo dari tahun 1500an sampai dengan tahun
2000an. Sumber: Qomarun dan Prayitno, 2007
75
Dari peta morfologi perkembangan Kota Solo di atas nampak bahwa Desa
Laweyan sudah ada sejak tahun 1500an tepatnya pada masa kerajaan Pajang, saat
Kampung Laweyan seperti sekarang ini. Pada awalnya merupakan kota air karena
angsur beralih menjadi kota daratan pada tahun 1900an karena pada masa kolonial
saat itu telah mulai dibangun jalur transportasi darat seperti jalan, rel, tram dan
utilitas perkotaan yang lainnya, sehingga proses distribusi barang tidak lagi
terbentuk sejak zaman Kerajaan Pajang yaitu pada masa kedatangan Ki Ageng
tepian Sungai Laweyan sebagai pusat kegiatan perniagaan pada saat itu
luar daerah melalui jalur air. Dari industri bahan sandang (kain tenun)
berkembang menjadi kelompok industri kain batik yang semakin populer pada
Kain batik tulis khas Laweyan mengalami masa kejayaan di tahun 1930an
yang diawali pada era KH. Samanhudi dengan mendirikan SDI (Sarekat Dagang
76
Islam) tahun 1912 yang merupakan upaya untuk melindungi perekonomian para
muslim pada saat itu. Di era keemasan Batik Laweyan, terdapat sekitar 230
pengusaha batik Solo yang sebagian besar berada di Kampung Laweyan dan
setiap tahun Laweyan memproduksi minmal 60.400 potong batik (Hannida dalam
Wahyono. dkk, 2014). Kemudian di Tahun 1970an sampai 2000an batik Laweyan
mengalami “mati suri” atau kemerosotan akibat serangan batik print dari China
yang mampu memproduksi kain motif batik secara massal dalam waktu yang
sangat singkat. Batik Laweyan berkibar kembali pada tahun 2005 hingga sekarang
karena inisiatif dari pengusaha batik laweyan untuk membangkitkan kembali batik
tulis dan cap khas Laweyan sebagai karya seni bernilai tinggi yang merupakan
tetapkan lah Kampung Laweyan sebagai destinasi wisata belanja sekaligus wisata
sejarah dan wisata budaya dengan nama Kampung Batik Laweyan yang kita kenal
saat ini.
khas dan unik, dikarenakan kontinuitas sosial budaya yang ada di sana yaitu
aktifitas produksi kain batik yang sudah ada sejak jaman Ki Ageng Henis tahun
1546, selain itu dikarenakan kampong laweyan sudah melalui sejarah yang cukup
kuno ber arsitektur indis tersebar diseluruh kawasan, ciri khas kawasan laweyan
77
para juragan batik masa lalu di Laweyan, tembok-tembok tinggi itu membentuk
lorong-lorong sempit yang eksotis, dilengkapi dengan pintu-pintu besar atau biasa
disebut dengan regol yang sebagai simbol status sosial para juragan jaman dahulu
dan konon mereka membangun tembok keliling semacam benteng ini untuk
Laweyan pada saat itu gaya hidupnya cukup menonjol telah menyejajarkan diri
embrio morfologi kota Solo dan bernilai sejarah tinggi maka pemerintah Kota
bangunan dan kawasan kuno bersejarah di Kota Surakarta dan salah satu dari 51
dalam UU no. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, ataupun Perda Kota
Surakarta no. 10 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya, dimana upaya
pengembangan cagar budaya untuk kegiatan yang lebih luas sesuai dengan
kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan
78
pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan
sekunder dan tersier untuk terus dikembangkan di Kota Surakarta, hal ini
yang cukup luas. Hal tersebut mempengaruhi perubahan karakter industri batik di
kirim ke luar daerah, dan memproduksi kain batik untuk dijual ke pasar dan ke
luar kota, namun saat ini industri batik yang berkembang pesat di laweyan adalah
laweyan, dimana saat ini rumah-rumah juragan batik sudah banyak yang
79
Ketika menempati posisi sebagai kelompok industri bahan sandang (kain
tenun) dan kemudian menjadi kelompok industri kain batik, upaya untuk
klewer) dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Namun ketika masuk kepada
dan souvenir batik, upaya peningkatan ekonomi pengusaha batik lebih kepada
langsung proses pembuatan batik yang merupakan atraksi wisata yang cukup
Laweyan. Pada kondisi ini batik adalah sebagai barang tersier karena batik dinilai
sebagai hasil kerajinan/karya seni dalam bentuk fashion dan souvenir, jadi bukan
lagi hanya sebagai bahan/kain yang bersifat primer atau sekunder yang hanya
80
Sejak dicanangkannya laweyan sebagai salah satu destinasi wisata belanja
“Kampung Batik Laweyan”, yang awalnya hanya tersisa 18 pengusaha batik kini
bertambah menjadi kurang lebih 170 pengusaha batik (Wahyono, dkk 2014:20),
respon positif masyarakat terhadap batik laweyan juga terus meningkat, tak hanya
Dengan semakin baiknya kualitas kawasan kampung batik laweyan, maka makin
mengundang banyak wisatawan, yang akhirnya menjadi peluang bisnis bagi para
dalam kampung batik laweyan dan sekitarnya, seperti yang dapat di lihat
dilapangan saat ini dan pada Gambar 2 di atas, sudah banyak bermunculan
homestay, hotel, cafe dan resto di laweyan dan sekitarnya sebagai fasilitas
81
Gambar 4.9 Sebaran usaha/showroom batik dan fasilitas pendukung wisata
di Laweyan. Sumber : Interpretasi data google maps, 2018
oleh-oleh, perbankan, travel agent dan rental kendaraan, tidak hanya itu, dampak
mendatangkan pengrajin batik tulis dari luar kota yaitu dari Plupuh Kab. Sragen,
pengrajin batik di luar kota misalkan dari Sukoharjo dan sragen, hal ini
dikarenakan mereka pengusaha batik ini tidak memiliki lahan yang luas untuk
82
4.2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
26 Tahun 2007 adalah Upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Upaya
(OPD) yang terkait yaitu Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (DPMPTSP), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Tuang (DPUPR) dan
ruang dalam upaya pelestarian Kawasan Cagar Budaya maka Dinas Kebudayaan
nilai sejarah (significant value) pada suatu bangunan atau kawasan cagar budaya.
Uraian singkat Sebelum Tahun 2017 s/d 2018 2018 s/d 2019
Tupoksi 2017 (2016
kebawah)
83
Check syarat BPMPT DPUPR DPMPTSP
administrasi
permohonan IMB
Pemberian Insentif - - -
dan Disinsentif
Sumber: Perwali no. 27C Tahun 2016 ttg Kedudukan, Susunan Organisasi,
Tugas, Fungsi dan tata kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dan Wawancara
2018
Informasi dalam tabel di atas memperlihatkan bahwa OPD pengemban
ruang melibatkan banyak instansi sehingga butuh koordinasi serta integrasi data
yang baik antar OPD yang terlibat agar proses pelaksanaan pengendalian
4.2.1. Regulasi
84
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
dapat mengacu pada Peraturan Zonasi yang tertuang dalam RDTR Tahun 2012
mengacu pada Perda no. 1 Tahun 2012 tentang RTRW, Perda no. 8 Tahun 2016
tentang Bangunan Gedung serta peraturan terbaru yaitu Perda no. 2 Tahun 2018
Perda no. 8 Tahun 1993 tentang RUTRK Surakarta dan Perda no. 8 Tahun 2009
tentang Bangunan.
untuk mewujudkan tertib tata ruang, tentu tidak terkecuali juga mewujudkan tertib
tata ruang di dalam kawasan cagar budaya, di dalam perda no. 1 tahun 2012
satu dari kawasan fungsi lindung, dimana kawasan lindung ditetapkan dengan
fungsi utama untuk melestarikan lingkungan hidup baik itu sumber daya alam
budaya diwujudkan salah satunya dalam bentuk peraturan zonasi yang detail
85
tidak dapat disamakan dengan kawasan yang lainnya mengingat
bangunan/kawasan cagar budaya merupakan bukti jati diri suatu kota atau daerah.
86
BAB V
(delapan puluh tiga) responden atau pemilik bangunan yang berada di koridor
didapatkan kriteria berupa bentuk dan fungsi yang kemudian diturunkan menjadi
variabel yaitu fasad bangunan, tahun renovasi, dan fungsi bangunan. Sub variabel
tersebut diturunkan lagi menjadi beberapa indikator yang menjadi dasar dalam
untuk mengetahui dominasi fungsi yang ada di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan.
Berikut hasil dari penjaringan data melalui wawancara dan quisioner kepada
87
Tabel 5.1 Hasil Quisioner Variabel “Fungsi Bangunan” kepada Pemilik
Bangunan di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan
Total 82 100%
mengaku bangunan miliknya difungsikan sebagai tempat usaha untuk menjual dan
atau memproduksi batik. Sehingga wajar jika wajah kawasan laweyan yang
88
Gambar 5.1 Peta Sebaran Fungsi Bangunan di Sepanjang Jl. Sidoluhur
Laweyan, Sumber: Analisa Penulis, 2018
Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan baik melalui kuisioner,
fungsi bangunan ini kedalam peta sebaran fungsi, dari peta tersebut diatas nampak
showroom dan atau workshop batik yang disimbolkan berwarna kuning, yang
kemudian diikuti oleh bangunan rumah tinggal dan bangunan usaha lainnya
seperti warung, warung kelontong, gudang, gym, PAUD, studio foto dan toko alat
jahit, sedangkan yang mulai menjamur saat ini adalah mulai bertumbuhnya
pertemuan, kost/kamar sewa, café/rumah makan. Fungsi-fungsi baru ini lah yang
terus bermunculan dan jika tidak dibarengi dengan regulasi yang ketat terkait form
89
based code maka akan semakin banyak bangunan asli laweyan yang direnovasi
ataupun dibongkar.
Indikator Keterangan
90
Berdasarkan penjaringan informasi di lapangan dengan metode observasi,
berikut :
Total 83 100 %
91
Gambar 5.2 Peta Sebaran Fasad Bangunan di Sepanjang Jl. Sidoluhur
Laweyan, Sumber: Analisa Penulis, 2018
Peta di atas menggambarkan kondisi fasad bangunan di sepanjang Jl.
Sidoluhur yang ternyata sudah banyak berubah, hal ini dikarenakan setiap
bangunan baru terus terjadi, sedangkan pemilik bangunan lawas yang masih utuh
atau tidak mengalami perubahan jumlahnya tidak banyak yaitu hanya 14 pemilik
bangunan atau 17,5% dari total 80 pemilik bangunan. Hal tersebut juga
dibenarkan oleh salah satu petugas di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
92
Data yang didapatkan dari BPCB Jateng berupa daftar bangunan kuno di
Laweyan hasil inventaris tahun 2012 terdapat total 64 bangunan kuno, data
tersebut menjadi dasar petugas survey BPCB untuk inventaris kembali pada tahun
bangunan kuno yang hilang. Berikut foto dokumentasi tahun 2003 di beberapa
sudut Kampung Laweyan yang disandingkan dengan foto saat ini tahun 2018 pada
Gambar 5.3 Foto Tahun 2003 dan Tahun 2018 pada sudut pengambilan
gambar yang sama. Sumber: Priyatmono, 2004 dan Dok.Penulis, 2018
Laweyan antara tahun 2003 dan 2018 terdapat beberapa perbedaan, hal ini turut
93
membuktikan bahwa perubahan fasad di Laweyan memang terjadi. Berikut
Laweyan sebagai destinasi wisata “Kampoeng Batik Laweyan” pada tahun 2004
Kampung Batik Laweyan) oleh Bappeda Kota Surakarta, FPKBL diketuai oleh
Bapak Alpha Febela Priyamono, MT. Saat itu batik Laweyan yang awalnya redup
94
atau mati suri selama lebih dari 30 tahun akhirnya di tahun 2004 berkibar kembali
tahun ke tahun hingga saat ini terutama di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan.
Total 83 100 %
melakukan pembangunan dan renovasi di tahun 2004 ke atas atau sebesar 60, 24
%, angka tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah responden
mayoritas kegiatan renovasi dan pembangunan terjadi setelah tahun 2004 yang
yang terjadi di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan, sehingga dapat terlihat jelas
95
dimana saja posisi bangunan yang melakukan renovasi dan/atau pembangunan di
Jl. Sidoluhur.
besar bangunan di Jl. Sidoluhur telah banyak yang direnovasi setelah tahun 2004,
bangunan atau jumlah lantai bangunan yang ada di sepanjang Jl. Sidoluhur
96
Tabel 5.5 Hasil Pengamatan Lapangan mengenai “Jumlah Lantai
Bangunan” di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan
Total 81 100%
dalam peta sebaran jumlah lantai bangunan di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan
sebagai berikut:
97
Gambar 5.6 Peta sebaran jenis bangunan berdasarkan jumlah lantai
bangunan di sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan, Sumber: Analisa Penulis, 2018
Pada gambar peta sebaran diatas, terlihat secara keseluruhan bangunan di
sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan didominasi oleh bangunan 1 (satu) lantai dan
terdapat beberapa bangunan 2 (dua) lantai. Namun pada salah satu persil di
bagian utara Jl. Sidoluhur terdapat lokasi rencana pembangunan hotel setinggi 9
(Sembilan) lantai, yang saat ini tengah dalam proses pembangunan. Intensitas
bangunan yang sangat jauh berbeda dengan kondisi disekitarnya akan sangat
terhadap masing-masing peta dari variabel tersebut, yaitu overlay antara peta
98
sebaran fungsi bangunan, peta sebaran kondisi fasad bangunan dan peta sebaran
Gambar 5.7 Peta hasil overlay antara Peta Fasad Bangunan, Fungsi
Bangunan dan Tahun renovasi/bangun, Sumber: Analisa Penulis, 2018
Peta di atas menginformasikan bahwa jika semakin kuat intensitas warna
dan/atau workshop batik dan juga sebagai fungsi penunjang pariwisata seperti
Hasil dari overlay data fungsi bangunan dan tahun renovasi didapatkan
37% dari total 81 responden atau sebanyak 30 responden pemilik bangunan yang
99
penjualan dan/atau produksi batik seperti showroom/workshop batik dan fungsi
penunjang pariwisata seperti hotel, convention hall, café, dan kost. Berikut foto-
foto fasad bangunan di segmen 3 (tiga) Jl. Sidoluhur yang nampak didominasi
100
Gambar 5.9 Foto per fasad bangunan di segmen 3 (tiga) sebelah Selatan Jl. Sidoluhur
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2018
101
Gambar 5.10 Foto per fasad bangunan di segmen 3 (tiga) Utara Jl. Sidoluhur
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2018
102
Pada segmen 3 sebelah selatan Jl. Sidoluhur sebagian besar merupakan
fungsi showroom bangunan modern. Hanya terdapat beberapa bangunan asli yang
bertahan yaitu rumah berwarna abu-abu nomor 37, bangunan Batik Mutiara Hati
nomor 12 dan bangunan kuno Masjid Al Makmoer yang dibangun pada tahun
batik, 1 diantaranya tidak merubah fasad dan tembok asli nya yaitu toko Batik
walaupun nampak berlumut dan kusam yaitu rumah nomor 54, dibagian lain
terdapat tembok asli yang masih bertahan namun sudah nampak tidak terawat
dibalik tembok tersebut merupakan lahan kosong dan sudah tidak ditemui
bangunan aslinya karena sudah dirobohkan, menurut penjaga lahan itu beberapa
bagian bangunan yang merupakan benda antik seperti bangunan joglo asli sudah
data-data yang didapatkan, maka dapat disimpulkan kondisi bentuk dan fungsi
103
Tabel 5.6 Hasil Analisa dari Evaluasi Kondisi Bentuk dan Fungsi Bangunan di KCB Laweyan
104
Berdasarkan dari hasil temuan pada masing-masing variabel tersebut dapat
disimpulkan bahwa bangunan kuno di Jl. Sidoluhur lebih dari separuh telah
mengalami renovasi, baik itu renovasi total, maupun renovasi sebagian, sehingga
sebagai rumah tinggal dan usaha lainnya, serta mulai bermunculan fungsi-fungsi
baru penunjang pariwisata seperti hotel, gedung pertemuan, homestay, kost dan
café.
wisata belanja ternyata telah mendorong perubahan fisik kawasan terutama fasad
baru yang disematkan ke dalam sebuah kawasan cagar budaya seperti Laweyan,
mempertahankan aspek fisik (fasad bangunan) sebagai nilai penting yang harus
dilestarikan. Walaupun Laweyan label cagar budaya berada pada level kawasan
bukan pada per bangunan di dalamnya, namun jika perubahan fasad bangunan
Laweyan sebagai kawasan cagar budaya yang unik dan khas di Kota Surakarta.
Oleh karena itu dengan melihat kondisi fisik kawasan seperti yang telah
dibahas pada tujuan penelitian yang pertama ini, maka perlu untuk dilakukan
105
evaluasi terhadap pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Surakarta. Untuk melihat sudah sejauh mana hasil dari instansi-
budaya sesuai yang dikemukakan oleh Attoe (1996) dan amanat Permen PUPR
no. 1 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan.
106
5.2. Evaluasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Tabel 5.7 Logical Frame Approach (LFA) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagai Upaya Pelestarian KCB
OUTPUT 1. Dokumen Peraturan 1. Tersedianya Dok. PZ/RDTR yang : 1. Dokumen PZ/RDTR Kota 1. Tim Ahli Cagar Budaya terlibat
Zonasi/RDTR - Sebaran bangunan lawas sesuai dengan hasil Surakarta Tahun 2012 dalam penyusunan PZ/RDTR
2. Perda tentang Peraturan inventaris BPCB Jateng 2. www.jdih.surakarta.go.id Kota Surakarta–
Zonasi/RDTR - Tersedianya arahan yang detail dalam pemanfaatan 3. Perda no. 1/2012 tentang RTRW 2. -
3. Perda RTRW dan Perda ruang Zona KCB Kota Surakarta dan Perda no. 3. Tim Ahli Cagar Budaya terlibat
Bangunan Gedung 2. Perda terpublikasikan kepada masyarakat luas 8/2016 dalam penyusunan Perda RTRW
4. SK IMB 3. Perda RTRW mengatur secara rinci arahan pemanfaatan 4. Berkas IMB: dan Perda bangunan gedung
5. Insentif: ruang di KCB Laweyan dan Perda Bangunan Gedung - Surat Rekomendasi 4. Petugas perizinan
a. Keringanan pajak/subsidi/sewa mengatur secara rinci arahan intensitas bangunan di Zona Keterangan Rencana Kota melaksanakan/mengindahkan
ruang KCB Laweyan - Notulensi Rapat Pembahasan masukan/rekomendasi dari TACB
b. Pembangunan infrastruktur 4. Terbitnya SK IMB di KCB Laweyan melalui: Izin 5. Peraturan mengenai insentif
c. Kemudahaan prosedur - Proses penerbitan KRK/IPR yang sesuai dengan arahan 5. Surat Permohonan Insentif dari tersosialisasikan secara luas kpd
perizinan peruntukan dalam PZ dan RTRW masyarakat dan Laporan masyarakat
d. Penghargaan - Proses Telaahan staf yang sesuai dengan PZ, RTRW dan Pertanggungjawaban keuangan 6. Masyarakat/pengembang
6. Sanksi: Perda Bangunan Gedung serta mengacu rekomendasi (terserapnya dana insentif) mengindahkan peringatan/sanksi
a. Peringatan Tertulis TACB 6. Surat Peringatan/Teguran yang diberikan
107
b. Penghentian kegiatan - Rapat pertimbangan yang melibatkan TACB 7. Laporan Monitoring: 7. Asumsi pengawasan penertiban:
sementara 5. Masyarakat/pengembang/swasta yang mematuhi tata ruang - Dokumen Monitoring - Konsultan penyusun dokumen
c. Pembekuan IMB dan melestarikan bangunan/kawasan cagar budaya pemanfaatan ruang di KCB berkapasitas
d. Pencabutan IMB Laweyan menerima insentif. Laweyan - Jumlah tenaga patroli ruang
e. Pembongkaran bangunan 6. Masyarakat/pengembang/swasta yang melanggar ketentuan - Laporan petugas hasil patroli mencukupi
7. Laporan pengawasan penertiban: PZ/RTRW/Perda Bangunan Gedung menerima sanksi ruang di KCB Laweyan - Jumlah personil mencukupi yang
a. Dokumen Monitoring 7. Tersedianya Laporan : 8. Laporan Petugas Dinas ahli dan paham dibidang
Pemanfaatan ruang di KCB - Dok. Monitoring pemanfaatan ruang KCB Laweyan yang Kebudayaan dan Masyarakat. arkeologi dan sejarah di Dinas
Laweyan ditindak lanjuti dengan pengawasan lapangan 9. Laporan TACB Kebudayaan
b. Laporan patroli ruang di KCB - Patroli ruang di KCB Laweyan yang dijadwalkan secara 8. Asumsi Sosialisasi:
Laweyan rutin dan melibatkan personil Dinas Kebudayaan/bidang - Jumlah personil mencukupi
c. Laporan hasil penertiban pelestarian cagar budaya dalam tim pengawasan/patroli yang ahli dan paham dibidang
8. Sosialisasi pentingnya KCB ruang. arkeologi dan sejarah di Dinas
Laweyan melalui: - Penertiban yang sesuai dengan aturan Kebudayaan
a. Acara/forum 8. Terselenggaranya/tersedianya sosialisasi yang memberikan - Masyarakat priori terhadap
b. Media cetak informasi/pengetahuan kepada masyarakat setempat akan pentingnya pelestarian KCB
c. Media elektronik pentingnya KCB Laweyan melalui: Laweyan
d. Internet/sosialmedia/website - Acara/forum 9. –
9. Keterlibatan TACB dalam - Media Cetak
pengendalian di KCB Laweyan: - Media elektronik
a. Kajian Bangunan/kawasan - Internet/sosialmedia/website
warisan budaya 9. Keterlibatan TACB melalui:
b. Rekomendasi/pertimbangan - Tersedianya Kajian Bangunan/kawasan cagar budaya
kepada Pemerintah Kota Laweyan
- Tersedianya rekomendasi TACB dalam penyusunan
peraturan/perencanaan dan pertimbangan ijin IMB.
108
INPUT 1. Penyusunan dok. Peraturan 1. Tersedianya anggaran penyusunan dok. Peraturan 1. DPA BAPPEDA TA. 2012 1. Setda Bagian Hukum
Zonasi Zonasi/RDTR 2. DPA BAPPEDA TA. 2012 berkomitmen untuk membantu
2. Penyusunan perda Peraturan 2. Tersedianya perda PZ/RDTR 3. DPA BAPPEDA TA. 2012 dan mengawal proses penyusunan
Zonasi/RDTR 3. Tersedianya anggaran penyusunan perda RTRW dan DPA DTRK TA. 2016 perda
3. Penyusunan Perda RTRW, Bangunan Gedung 4. DPA DPMPTSP 2. ASN berkomitmen untuk
Penyusunan Perda Bangunan 4. Tersedianya anggaran perizinan IMB 5. DPA DPMPTSP/DPUPR/DINAS menjalankan kegiatan di dalam
Gedung. 5. Tersedianya anggaran pemberian insentif dan disinsentif KEBUDAYAAN DPA
4. Penerapan Perizinan IMB 6. Tersedianya anggaran pemberian sanksi 6. DPA DPMPTSP DAN DPUPR 3. Tidak terjadi bencana
5. Penerapan Insentif 7. Tersedianya anggaran untuk Pengawasan dan Penertiban 7. DPA DPUPR
6. Penerapan Sanksi 8. Tersedianya anggaran sosialisasi pentingnya KCB 8. DPA DINAS KEBUDAYAAN
7. Pengawasan dan Penertiban Laweyan kpd masyarakat 9. DPA DINAS KEBUDAYAAN
8. Edukasi Kepada Masyarakat 9. Tersedianya anggaran honor TACB dan SK Pembentukan TACB
9. Pelibatan Ahli cagar Budaya Surakarta
109
Dalam tabel LFA di atas dapat dilihat bahwa 8 variabel/elemen
merupakan pengerahan segala sumber daya, baik itu waktu, biaya, tenaga dan
SDM untuk mencapai output/hasil yang diharapkan tentu dengan harus memenuhi
beberapa indikator dan asumsi yang dibuktikan dengan alat verifikasi. Begitu pula
maka harus memenuhi indikator dan asumsi yang dibuktikan dengan alat
verifikasi.
Approach di atas pada Table 5.7. Dari matriks LFA yang sudah tersusun tersebut
asumsi penting. Dalam penelitian ini difokuskan dalam evaluasi output untuk
110
mencapai outcome. Berikut evaluasi terhadap 8 (delapan) variabel yang
pemanfaatan ruang di KCB namun hanya sebatas pada beberapa bangunan atau
zona yang diberi warna ungu yang dianggap sebagai bangunan cagar budaya, jadi
Dari peta zonasi di atas nampak Sub BWK II dengan Kelurahan Laweyan
di posisi paling selatan, di dalamnya terdapat beberapa zona cagar budaya seperti
yang tertera dalam legend yaitu zona berwarna merah muda yang merupakan zona
111
cagar budaya. Dari peta tersebut, zona yang berwarna merah muda hanya sebagian
kecil dari kawasan yaitu 6 lokasi yang menyebar di kawasan Laweyan. Sedangkan
menurut hasil identifikasi dari tim inventaris cagar budaya dari BPCB Jateng pada
tahun 2017 seperti yang terlihat pada Gambar 5.12 terdapat 70 buah bangunan
Dari peta sebaran hasil monev BPCB Jateng di tahun 2017 tersebut,
bangunan kuno banyak tersebar di kawasan laweyan, namun di dalam peta zonasi
hanya terdapat di 6 lokasi tertentu saja, sehingga bisa dikatakan konten dari
peraturan zonasi RDTR tahun 2012 tersebut perlu di telusuri lagi dasar-dasar
112
TUJUAN
ZONA KODE DEFINISI KRITERIA PERENCANAAN
PENETAPAN
1 2 3 4 5
lindung yang iklim, tumbuhan tipe ekosistemnya; dan atau
memiliki ciri khas dan satwa, serta mewakili formasi biota tertentu
tertentu baik di darat nilai budaya dan dan/atau unit-unit penyusunnya.
maupun di perairan sejarah bangsa. mempunyai kondisi alam, baik
yang mempunyai mempertahankan biota maupun fisiknya yang
fungsi pokok sebagai keanekaragaman masih asli dan tidak atau belum
kawasan pengawetan hayati, satwa, tipe diganggu manusia; dan/atau
keragaman jenis ekosistem dan mempunyai luas dan bentuk
tumbuhan, satwa dan keunikan alam. tertentu agar menunjang
ekosistemnya beserta pengelolaan yang efektif dengan
nilai budaya dan daerah penyangga yang cukup
sejarah bangsa. luas.
mempunyai ciri khas dan dapat
merupakan satu-satunya contoh
di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan
observasi.
Sumber: Dokumen RDTR Kota Surakarta 2012
budaya dalam penyusunan RDTR atau Peraturan Zonasi tahun 2012 ini adalah
untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi lindung dari nilai budaya dan
Kegiatan Ketentuan
Ruang Terbuka Hijau RTH diijinkan di kawasan ini dengan ketentuan tidak mengganggu aktivitas
fisik maupun non fisik zona cagar budaya
RTH yang diijinkan merupakan zona RTH lingkungan berupa pekarangan,
maupun RTH dengan skala kecil
Perumahan Semua kegiatan perumahan yang dirinci berdasarkan jenis bangunan tidak
diizinkan pada zona ini
Kegiatan perumahan yang tidak diperbolehkan adalah kegiatan perumahan
baru dengan perubahan pembangunan secara fisik, sedanngkan kegiatan
hunian yang sudah berada di bangunan cagar budaya diijinkan
Perdagangan dan Jasa Semua kegiatan perdagangan dan jasa yang dirinci berdasarkan jenis jasa
umum tidak diizinkan pada zona ini, kecuali pada kegiatan perdagangan dan
jasa yang sudah berada di zona cagar budaya dengan ketentuan tertentu
Semua kegiatan perdagangan dan jasa yang dirinci berdasarkan jenis
hiburan/rekreasi tidak diizinkan pada zona ini, kecuali kegiatan perdagangan
jasa yang tidak mengganggu bentuk bangunan cagar budaya atau memegang
prinsip konservasi.
Perkantoran Semua kegiatan perkantoran baru tidak diizinkan pada zona ini, kecuali bagi
kegiatan yang sudah lama berlangsung dengan ketentuan dan syarat tertentu
Kegiatan perkantoran yang diijinkan adalah kegiatan perkantoran yang masih
mempertahankan bentuk fisik bangunan
113
Industri Semua kegiatan industry yang dirinci berdasarkan International Standard
Industrial Clasification tidak diizinkan pada zona ini
Semua kegiatan industry yang dirinci berdasarkan dampak yang ditimbulkan
tidak diizinkan pada zona ini
Kegiatan industry yang diizinkan bersyarat merupakan industry berbasis
budaya, industry kreatif dan ramah lingkungan
Pariwisata Kegiatan pariwisata diizinkan bersyarat pada zona cagar budaya dengan
seperti pariwisata budaya, museum, galeri, sementara kegiatan taman hiburan
tidak diizinkan ada di zona ini
Semua kegiatan pariwisata yang menimbulkan dampak negatif tidak
diperkenankan di zona ini
RTNH Semua bentuk kegiatan RTNH tidak diizinkan pada zona ini, kecuali untuk
aktivitas pendukung bagi fungsi pengembangan zona cagar budaya seperti
tempat parkir.
Pertanian Semua kegiatan pertanian tidak diizinkan pada zona ini
Semua kegiatan peternakan tidak diizinkan pada zona ini
Semua kegiatan perikanan tidak diizinkan pada zona ini
Sarana Pelayanan Semua kegiatan pendidikan diizinkan pada zona ini, dengan persyaratan
Umum tertentu
Semua kegiatan kesehatan diizinkan pada zona ini, dengan persyaratan
tertentu
Semua kegiatan peribadatan diizinkan pada zona ini, dengan persyaratan
tertentu
Semua kegiatan social budaya diizinkan pada zona ini, dengan persyaratan
tertentu
Semua kegiatan olahraga tertutup tidak diizinkan pada zona ini
Semua kegiatan trasnportasi tidak diizinkan pada zona ini
Semua kegiatan utilitas tidak diizinkan pada zona ini
Zona Gardu Induk Semua kegiatan Gardu Induk tidak diijinkan ada di zona ini
Dari ketentuan kegiatan yang diijinkan dan tidak diijinkan pada tabel di
atas, sudah mengatur pemanfaatan ruang zona cagar budaya berdasarkan pada
asaz pelestarian atau konservasi, dimana kondisi fisik bangunan kuno tidak
Tabel 5.11 Keterangan Lanjut Kegiatan terbatas dan Bersyarat Zona Cagar
Budaya
Warung, toko, toko makanan dan - Wisata budaya, diijinkan dengan syarat :
minuman, penjual tanaman, diijinkan (a) tidak mengganggu kualitas, fungsi dan bentuk
secara terbatas dengan batasan : bangunan cagar budaya
a. Tidak mengganggu fungsi cagar (b) penambahan aktivitas tidak mengganggu
budaya keberadaan bangunan cagar budaya
b. Disinsentif berupa pengenaan
pajak progresif
(c) tidak mengakibatkan perubahan yang melebihi
5% dari kawasan cagar budaya
c. Luasan maksimal dari
keseluruhan persil dengan (d) pengenaan disinsentif bagi pembangunan yang
114
kegiatan tersebut adalah 20% dari menimbulkan dampak negatif terhadap
luas keseluruhan persil yang ada lingkungan
di blok tersebut (e) menyesuaikan dengan arahan desain arsitektur
d. KDB maksimal yang dari bangunan yang ada di sekitarnya
diperbolehkan adalah 60 % - Sarana Pelayanan Umum diijinkan bersyarat, dengan
e. KLB yang diizinkan maksimal syarat :
1,6 dengan ketinggian bangunan (a) Tidak mengganggu bangunan fisik cagar budaya
tidak oleh melebihi bangunan (b) Tidak mengakibatkan perubahan bentuk bangunan
cagar budaya (c) Memberikan upaya konservasi bangunan cagar
f. KDH minimal adala 40% dari budaya
luas persil (d) Memberikan nilai tambah secara sosial, ekonomi
g. Pembangunan ruang baru untuk dan budaya terhadap bangunan cagar budaya
kegiatan perdagangan tidak (e) Penambahan aksesoris bangunan disesuaikan
diperkenankan menempel dengan arahan arsitektur bangunan cagar budaya
langsung dengan bangunan cagar - Galeri, museum, dan kegiatan budaya diizinkan
budaya bersyarat dengan syarat sebagai berikut:
(a) Tidak mengganggu fungsi lindung cagar budaya
(b) Kegiatan disertai dengan prinsip konservasi dan
pelestarian bangunan cagar budaya
(c) Tidak mengakibatkan perubahan bentuk bangunan
cagar budaya
(d) Penambahan bangunan pendukung, dengan
kriteria sebagai berikut:
KDB maksimal 60%
KDH minimal 50%
KLB 1,2 dan tinggi bangunan tidak lebih tinggi
dari bangunan cagar budaya
luasan maksimal dari keseluruhan persil dengan
kegiatan tersebut adalah 10% dari luas
keseluruhan persil yang ada di blok tersebut.
- Industri Kreatif, diizinkan bersyarat pada zona ini
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Tidak mengakibatkan perubahan dan kerusakan
bangunan
(b) Kegiatan industri berbasis budaya dan industri
kreatif, seperti industri kerajinan, batik, dll
(c) Di syaratkan melakukan UPL dan UKL, jika
diperlukan
(d) Memberikan nilai tambah secara sosial, ekonomi
dan budaya terhadap bangunan cagar budaya
(e) Penambahan aksesoris bangunan disesuaikan
dengan arahan arsitektur bangunan cagar budaya
terbatas dan diijinkan secara bersyarat dalam zona cagar budaya, di dalam matriks
ITBX Peraturan Zonasi 2012, kegiatan pemanfaatan ruang yang intensive terjadi
dalam matriks ITBX Peraturan Zonasi 2012 diijinkan secara bersyarat (B).
115
toko/showroom/workshop batik masuk dalam kategori industri kreatif yang telah
diatur dalam ketentuan bersyarat pada tabel diatas, namun pada kenyataannya
116
budaya diberikan insentif untuk perawatan
bangunan cagar budaya maupun
pengembangan lingkungan budaya.
proyek hotel Sembilan (9) lantai di Laweyan, menurut dokumen bestek nya fasad
hotel menghadap ke Jl. Sidoluhur, jika berdasarkan pada ketentuan khusus di atas
maka sebenarnya tidak diperbolehkan untuk dibangun gedung sembilan (9) lapis.
Berikut dokumen bestek yang penulis dapatkan dari Dinas Penanaman Modal dan
117
Sedangkan dalam Peraturan Zonasi yang diusulkan dalam revisi RTRW
2017, arahan pemafaatan ruang Zona Cagar Budaya terdapat dalam Bab 8
pemanfaatan ruang dalam Zona Cagar Budaya, dan tidak muncul juga dalam
martiks ITBX, arahan hanya berupa definisi pelestarian dan kawasan cagar
budaya seperti dalam UU nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Berikut
konten arahan ketentuan zona cagar budaya dalam Peraturan Zonasi 2017:
118
Gambar 5.14 Konten arahan pemanfaatan ruang di zona cagar budaya
Sumber: Peraturan Zonasi 2017
detail arahan pemanfaatan ruang di zona cagar budaya, di dalamnya baru sebatas
definisi dan arahan umum yang tercantum di dalam Undang-undang no. 11 Tahun
Dokumen RDTR 2012 tidak diperdakan sampai saat ini, info terbaru di
tahun 2018 ini bahwa RTRW dalam proses pengajuan revisi yang nantinya PZ
akan menjadi lampiran dalam RTRW operasional 2017. Selama ini petugas
pengendalian ruang menggunakan Perda no. 1 tahun 2012 tentang RTRW dan
Perda no. 8 Tahun 2016 tentang Bangunan Gedung sebagai acuan dalam
119
“Aturan formal yang menjadi acuan dalam pengendalian terutama
perijinan IMB adalah: Perda RTRW no. 1 tahun 2012 dan Perda
Bangunan Gedung no. 8 tahun 2016, dan perda IMB tahun 2018”
(Wawancara dengan Bapak Adjie Anggoro, ST, MT, Petugas di Bidang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DPUPR Kota Surakarta, tanggal 12 Juli 2018)
Dari beberapa pernyataan yang disampaikan oleh para petugas
pengendalian ruang di atas dapat disimpulkan bahwa PZ dan matriks ITBX tidak
ini baru mengatur sejauh intensitas pemanfaatan ruang secara umum, sedangkan
di kawasan cagar budaya belum ada aturan khusus terutama di kampung batik
laweyan, di dalam perda bangunan gedung yang diatur secara khusus untuk
kawasan laweyan hanya sebatas pada koridor Jl. Dr. Radjiman seperti yang
belum diatur secara khusus, sehingga hanya mengacu pada tabel Berikut:
Tabel 5.13 Tabel Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Daerah Hijau Dan
Koefisien Ruang Terbuka Non Hijau
120
Tabel ketentuan atau arahan intensitas bangunan dalam tabel di atas
kawasan khusus, maka untuk semua permohonan ijin di Jl. Sidoluhur mengacu
pada Tabel 5.13, tabel ini belum mengatur secara spesifik tentang pemanfaatan
ruang di kawasan cagar budaya atau perlakuan bagi bangunan cagar budaya yang
Di dalam Perda no. 1 tahun 2012 tentang RTRW Kota Surakarta belum
berikut :
121
Gambar 5.15 Kutipan tentang Cagar Budaya dalam RTRW 2012
Sumber: Perda no. 1/2012 RTRW Kota Surakarta
Dari kutipan dalam perda RTRW di atas nampak arahan dalam zona
kawasan cagar budaya berupa deskripsi tentang luasan kawasan cagar budaya
Tahun 1981 tentang Bangunan, Perda No. 8 Tahun 2009 tentang Bangunan dan
122
Perda No. 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
2. Perda No. 8 tahun 1993 tentang RUTRK Surakarta Pasal 16 Budaya dan
Pariwisata
123
Gambar 5.16 Peta Pembagian SWP (Sentra Wilayah Pengembangan)
RUTRK Surakarta 1993-2013
124
Sumber: Perda No. 15 Tahun 1981 tentang Bangunan, Perda No. 8 tahun 2009
tentang Bangunan dan Perda No. 8 tahun 1993 tentang RUTRK Surakarta
Perda No. 8 tahun 2009 ini sudah mengamanatkan tentang pelestarian
bangunan cagar budaya, tabel yang mengatur intensitas bangunan dalam perda ini
cagar budaya.
diatur persentase fungsi kegiatan yang direncanakan. Berdasarkan pada peta dan
tabel diatas belum terlihat rencana fungsi kegiatan pariwisata (A) dan kebudayaan
(B) di SWP V. Berdasarkan pada peta rencana RUTRK di atas dapat dilihat
bagian selatan Jl. Dr. Radjiman hanya di plot sebagai kawasan perumahan, belum
budaya.
1. Pasal 12
1) Setiap orang atau badan hukum wajib memiliki IMB dengan mengajukan
permohonan IMB kepada Walikota untuk melakukan kegiatan:
a. Pembangunan bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung;
b.Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan
gedung meliputi perbaikan/perawatan, perubahan,
perluasan/pengurangan; dan
c. Pemugaran/pelestarian dengan mendasarkan pada surat Keterangan
Rencana (advice planning) untuk lokasi yang bersangkutan
Pasal 64 Dokumen Rencana Teknis
(2) Dokumen rencana teknis diperiksa, dinilai, disetujui dan disahkan
125
sebagai dasar untuk pemberian IMB dengan mempertimbangkan
kelengkapan dokumen sesuai dengan fungsi dan klasifikasi Bangunan
Gedung, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan, kenyaman dan
kemudahan.
(3) Penilaian dokumen rencana teknis Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pertimbangan dari TABG untuk Bangunan Gedung yang digunakan
bagi kepentingan umum
b. Pertimbangan dari Tim Ahli Cagar Budaya dan TABG untuk
bangunan gedung cagar budaya dan/atau bangunan gedung di
kawasan cagar budaya
c. Pertimbangan dari TABG dan memperhatikan pendapat masyarakat
untuk bangunan gedung yang akan menimbulkan dampak penting.
2. Perda no. 1 Tahun 2012 ttg RTRW Kota Surakarta
Ketentuan Perizinan
Pasal 83
Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfaatan
ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
Pasal 84
1) Ketentuan umum perizinan yang dikenakan pada kegiatan dan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83, meliputi :
a) Izin prinsip;
b) Izin lokasi;
c) Izin pemanfaatan ruang (IPR);
d) Izin mendirikan bangunan (IMB); dan
e) Izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Izin prinsip dan izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b diberikan berdasarkan RTRW Kota
3) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah izin yang
diberikan kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan
dalam rangka melakukan ektivitasnya.
4) IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah izin yang
berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang , dan tata bangunan yang sesuai
dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku dan diberikan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan izin lokasi
5) IMB sebagaimana dimkasud pada ayat (1) huruf d adalah izin yang
diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis, dan
diberikan berdasarkan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi.
7) Prinsip dasar penerapan mekanisme perizinan dalam pemanfaatan ruang
adalah sebagai berikut:
a. Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon izin dari
Pemerintah Kota yang akan memeriksa kesesuainnya dengan rencana,
126
serta standard administrasi legal;
b. Setiap kegiatan dan pembangunan yang berpeluang menimbulkan
gangguan bagi kepentingan umum, harus memiliki izin dari
Pemerintah Kota; dan
c. Setiap permohonan pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW
harus melalui pengkajian mendalam untuk menjamin bahwa
manfaatnya jauh lebih besar dari kerugiannya bagi semua ppihak
terkait sebelum dapat diberikan izin.
Prosedur pemberian IPR ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya.
Sumber: Perda no. 8 Tahun 2016 ttg Bangunan Gedung dan Perda no. 1 tahun
2012 ttg RTRW Kota Surakarta
Dua peraturan tersebut di atas merupakan dasar bagi para petugas
ruang, jika melihat dari peraturan tersebut, perizinan khususnya perizinan IMB
teknisnya sudah melalui kajian TABG (untuk bangunan umum) dan TACB jika
cagar budaya.
perawatan suatu bangunan gedung harus berdasarkan pada IMB yang diberikan
127
Gambar 5.18 Alur Perizinan IMB
Sumber : perijinanonline.surakarta.go.id
Dalam proses perijinan IMB seperti yang terlihat dalam gambar alur
perijinan di atas, memperlihatkan beberapa tahapan yang harus dilalui. Pada tahun
sebelum 2017, keseluruhan proses dari mulai dari pemasukan berkas permohonan
ijin, pemeriksaan berkas, survey lapangan, telaahan staff hasil survey dan rapat
Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Surakarta. Dari total sebanyak 13.257 penerbitan SK
IMB dari tahun 2007 sampai bulan juli 2018 di Kota Surakarta terdapat sebanyak
50 SK IMB yang terbit kelurahan Laweyan atau sebesar 0,38 % dari total SK IMB
128
Tabel 5.17 Daftar SK IMB 2007-2018
KEL.
KEC. PERUNTUKAN ALAMAT KEL
No NO. IMB Pemohon
Pemohon IMB BANGUNAN BANGUNAN BANGUNAN
IMB
1 2 3 4 5 6 7
Rumah Dinas
601 / 0040 /
Kelurahan Jl. Dr.
1 L-02 / IMB / Laweyan Laweyan Laweyan
Laweyan 1 (satu) Rajiman
I / 2007
lapis
601 / 0620 / Jl. DR.
Rumah Tinggal
2 L - 02 / IMB Sudiroprajan Jebres Rajiman No. Laweyan
& Toko 2 lapis
/ VIII / 2007 575
601 / 0771 / Sayangan
Rumah Tinggal 2
3 L - 02 / IMB Laweyan Laweyan Kulon, RT 01 Laweyan
(dua) lapis
/ IX / 2007 / RW III
601 / 0903 / Kwanggan,
Rumah Tinggal 1
4 L - 02 / IMB Karangasem Laweyan RT 03 / RW Laweyan
(satu) lapis
/ XI / 2007 III
Jl. Sidoluhur
601 / 0941 /
Rumah Tinggal No. 55,
5 L - 02 / IMB Laweyan Laweyan Laweyan
dan Kantor Setono RT 03
/ XII / 2007
/ RW II
601 / 0499 /
Rumah Tinggal 1 Jl. Nitik, RT
6 L - 02 / IMB Jajar Laweyan Laweyan
(satu) lapis 04 / RW I
/ IV / 2008
601 / 0726 /
Larangan Rumah Tinggal 1 Jl. Sidoluhur
7 L - 02 / IMB Larangan Laweyan
Selatan (satu) lapis No. 52
/ VI / 2008
601 / 1275 /
8 L - 02 / IMB Rumah Tinggal 2 Jl. Dr.
/ XII / 2008 Laweyan Laweyan (dua) Lapis Rajiman Laweyan
601 / 0540 / Cibodas Cibodas Rumah Tinggal 1 Jl. Tiga Laweyan
9 L - 02 / IMB (satu) lapis Negeri, RT.
/ VII / 2009 03 / RW. II
601 / 0584 / Kauman Pasar kliwon Rumah Tinggal 1 Jl. Setono, Laweyan
10 L - 02 / IMB (satu) lapis RT. 003 /
/ VII / 2009 RW. 002
601 / 0720 / Pajang Laweyan Rumah Tinggal Jl. Dr. Laweyan
L - 02 / IMB dan Toko 2 (dua) Rajiman No.
11
/ X / 2009 lapis 609, RT. 003
/ RW. 003
601 / 0347 / Laweyan Laweyan Hotel Jl. Nitik No. Laweyan
12 L - 02 / IMB 5, RT. 001 /
/ IV / 2010 RW. 001
601 / 431 / L Timuran Banjarsari Rumah Tinggal 2 Jl. Sido Luhur Laweyan
- 02 / IMB / (dua) lapis No. 63, RT.
13
IV / 2010 003 / RW.
002
601 / 517 / L Jagalan Jebres Rumah Tinggal 2 Jl. Dr. Laweyan
- 02 / IMB / (dua) lapis Rajiman No.
14
V / 2010 581, RT. 001
/ RW. 003
601 / 0595 / Laweyan Laweyan Rumah Tinggal 1 Jl. Tiga Laweyan
L - 02 / IMB (satu) lapis Negeri No. 3,
/ VI / 2010 RT. 001 /
15
RW. 002
601 / 0648 / Pajang Laweyan Rumah Tinggal 1 Kramat, RT. Laweyan
16 L - 02 / IMB (satu) lapis 002 / RW.
/ VII / 2010 003
129
KEL.
KEC. PERUNTUKAN ALAMAT KEL
No NO. IMB Pemohon
Pemohon IMB BANGUNAN BANGUNAN BANGUNAN
IMB
1 2 3 4 5 6 7
601 / 1034 / Kerten Laweyan Rumah Tinggal 4 Jl. Dr. Laweyan
L - 02 / IMB (empat) lapis Rajiman No.
17
/ XII / 2010 613, RT. 003
/ RW. 003
601 / 1035 / Kerten Laweyan Rumah Tinggal Jl. Dr. Laweyan
L - 02 / IMB dan Toko 4 Rajiman No.
18
/ XII / 2010 (empat) lapis 613, RT. 003
/ RW. 003
601 / 0399 / Cipete Kebayoran Hotel 3 (tiga) Jl. Dr. Laweyan
L - 02 / IMB Baru lapis Rajiman, RT.
19
/ V / 2012 001 / RW.
001
601 / 0434 / Sumber Banjarsari Rumah Tinggal 1 Jl. Setono No. Laweyan
20 L - 02 / IMB (satu) lapis 48, RT. 002 /
/ V / 2012 RW. 002
601 / 0464 / Punggawan Banjarsari Rumah Tinggal 1 Jl. Setono, Laweyan
21 L - 02 / IMB (satu) lapis RT. 002 /
/ VI / 2012 RW. 002
Jl. DR.
601 / 0728 / Rumah Tinggal Rajiman
22 L-02 / IMB / Grogol Grogol dan Toko 1 ( satu No.553 RT. Laweyan
IX / 2012 ) lapis 001 / RW.
002
Jl. Dr.
601 / 0804 / Rumah Tinggal
Rajiman, RT.
23 L - 02 / IMB Laweyan Laweyan dan Toko 3 ( tiga Laweyan
001 / RW.
/ IX / 2012 ) lapis
001
Punggawan Banjarsari Jl. Dr.
601 / 1061 / Kantor
Rajiman No.
24 L - 02 / IMB Kelurahan Laweyan
521, RT. 001
/ XII / 2012 Laweyan
/ RW. 001
601 / 0342 / Laweyan Laweyan Rumah Kantor 1 Jl. Tiga Laweyan
L - 02 / IMB (satu ) lapis Negeri No. 8,
25
/ III / 2013 RT. 001/RW.
003
601 / 0121 / Serengan Serengan Bangunan Jl. Dr. Laweyan
26 L - 02 / IMB Reklame Rajiman
/ I / 2013
601 / 0137 / Kliteran Gondokusuman Bangunan Jl. Slamet Laweyan
L - 02 / IMB Yogyakarta Perdagangan 7 ( Riyadi No.
27
/ I / 2013 tujuh ) lapis 451-455, RT
003 RW 010
601 / 1099 / Sriwedari Laweyan Kwanggan,
Rumah Tinggal 1
28 L-02 / IMB / RT 003 RW Laweyan
(satu) lapis
XI / 2014 003
601 / 0685 / Laweyan Laweyan Jl. Semangka
Rumah Tinggal 1
29 L-02 / IMB / RT 001 RW Laweyan
(satu) Lapis
VIII / 2014 011
601 / 0684 / Laweyan Laweyan Jl. Semangka
Rumah Tinggal 1
30 L-02 / IMB / RT 001 RW Laweyan
(satu) Lapis
VIII / 2014 011
601 / 0901 / Jajar Laweyan Kampung
Rumah Tinggal 1
31 L-02 / IMB / Laweyan, RT Laweyan
(satu) lapis
VIII / 2015 002 RW 003
601 / 0900 / Jajar Laweyan Kampung
Rumah Tinggal 1
32 L-02 / IMB / Laweyan, RT Laweyan
(satu) lapis
VIII / 2015 002 RW 003
130
KEL.
KEC. PERUNTUKAN ALAMAT KEL
No NO. IMB Pemohon
Pemohon IMB BANGUNAN BANGUNAN BANGUNAN
IMB
1 2 3 4 5 6 7
601 / 0902 / Jajar Laweyan Kampung
Rumah Tinggal 1
33 L-02 / IMB / Laweyan, RT Laweyan
(satu) lapis
VIII / 2015 002 RW 003
601 / 0913 / Laweyan Laweyan
Rumah Tinggal 1 Klaseman, RT
34 L-02 / IMB / Laweyan
(satu) lapis 002 RW 001
VIII / 2015
601 / 0913 / Laweyan Laweyan
Rumah Tinggal 1 Klaseman, RT
35 L-02 / IMB / Laweyan
(satu) lapis 002 RW 001
VIII / 2015
601 / 0818 / Jajar Laweyan
Rumah Tinggal 1 Kramat, RT
36 L-02 / IMB / Laweyan
(satu) lapis 002 RW 003
VII / 2015
Jajar Laweyan Rumah Tinggal 1
601 / 0819 /
(satu) lapis Kramat, RT
37 L-02 / IMB / Laweyan
002 RW 003
VII / 2015
601 / 0829 / Jajar Laweyan
Rumah Tinggal 1 Kramat, RT
38 L-02 / IMB / Laweyan
(satu) lapis 002 RW 003
VII / 2015
601 / 0876 / Timuran Banjarsari
Rumah Tinggal 1 Jl. Nitik, RT
39 L-02 / IMB / Laweyan
(satu) lapis 001 RW 002
VII / 2015
Laweyan Laweyan Rumah Tinggal
601 / 0390 / Setono 22
dan Tempat
40 L-02 / IMB / RT.003 Laweyan
Usaha Batik 1
III / 2015 RW.002
Lapis
601 / 0479 / Sondakan Laweyan Reklame Board
JL Dr
41 L-02 / IMB / (8 m' x 4,0 m' x 1 Laweyan
Rajiman
III / 2015 mk )
601 / 0233 / Laweyan Laweyan Gedung Jl. Dr
42 L-02 / IMB / Pertemuan dan Rajiman No. Laweyan
III / 2016 Tempat Parkir 525
601 / 0533 / Lebak Cilandak Jl. Gondosuli,
Rumah Tinggal 1
43 L-02 / IMB / Jakarta Selatan RT 001 RW Laweyan
lapis
VI / 2016 001
601 / 1019 / Kebagusan Pasar Minggu Gang Setono
44 L-02 / IMB / Jakarta Selatan Penginapan No.12, RT Laweyan
XII / 2017 002 RW 002
601 / 0739 / Laweyan Laweyan
Setono, RT
45 L-02 / IMB / Rumah Tinggal Laweyan
002 RW 002
IX / 2017
601 / 0709 / Purwosari Laweyan Jl. Sidoluhur
46 L-02 / IMB / Toko dan Kantor No.52, RT Laweyan
VIII / 2017 001 RW 002
601 / 0342 / Sondakan Laweyan Jl. Sidoluhur
47 L-02 / IMB / Rumah Tinggal No.43A, RT Laweyan
IV / 2017 003 RW 002
601 / 0009 /
Rumah Tinggal Bratan, RT
48 L-02 / IMB / Pajang Laweyan Laweyan
dan Kantor 001 RW 009
I / 2018
601 / 0248 / Rumah Tinggal Jl. Nitik No.
49 L-02 / IMB / Laweyan Laweyan dan Tempat 03, RT 001 Laweyan
III / 2018 Usaha RW 001
601 / 0381 / Jl. Mulwo,
Rumah Tinggal
50 L-11 / IMB / Kramatjati RT 001 RW Laweyan
dan Kost
V / 2018 Batu Ampah Jakarta Timur 009
131
Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Kota Surkarta, 2018
Berdasarkan dari tabel daftar SK IMB yang terbit dari tahun 2007 sampai
dengan Juli 2018 jika mencermati pada kolom alamat pemohon IMB maka
mayoritas pemilik bangunan adalah orang dalam kota Surakarta, khusus yang
merupakan asli laweyan ada sebanyak 16 SK IMB, dan sebanyak 7 SK IMB yang
terbit merupakan pemohon yang berasal dari luar kota Surakarta, kemudian 27 SK
IMB yang terbit merupakan pemohon yang berasal dari dalam kota Surakarta
132
IMB stlh thn
2004
21%
IMB sblm
Tidak ada thn 2004
IMB 12%
59% IMB namun
tdk ada
infromasi
tahun
8%
berikut :
133
Gambar 5.20 Peta Sebaran Kepemilikan IMB di Jl. Sidoluhur Laweyan
Sumber : Analisa Penulis 2018
bangunan tidak mengantongi IMB. data ini di overlay dengan peta hasil
gabungan/overlay antara peta fungsi, peta fasad dan peta tahun renovasi,
tidak memiliki IMB atau sebanyak 33 responden. Berikut peta hasil overlay
tersebut :
134
Gambar 5.21 Peta Sebaran Bangunan yang tidak memiliki IMB padahal
mengalami renovasi/pembangunan, Sumber : Analisa Penulis 2018
yang berwarna merah dan kemerahan yang memiliki border/garis tepi berwarna
pemilik bangunan tidak melakukan permohonan ijin IMB terlebih dahulu. Pada
beberapa bangunan yang tidak mengalami renovasi pun ada yang tidak memiliki
tepi berwarna merah. Namun lain halnya dengan data yang diberikan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Perizinan terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Surakarta
sebagai berikut :
135
Tabel 5.19 SK IMB yang terbit khusus di Jl. Sidoluhur (2007-2018)
Pada rentang tahun 2007 sampai dengan 2018 terdapat 16 responden yang
mengaku memiliki IMB, namun lain halnya jika menurut daftar SK IMB dari
DPMPTSP dari tahun 2007- juli 2018 hanya terdapat 5 SK IMB di Jl. Sidoluhur.
pada bangunannya. Hal tersebut juga dikarenakan IMB adalah aturan yang
sudah jadi tidak ada inisiatif bagi pemilik untuk mengajukan IMB.
Dalam tahapan proses perijinan IMB yang menjadi penting adalah adanya
notulensi rapat atau berita acara hasil rapat sebagai alat verifikasi untuk
136
beberapa bukti hasil notulensi dan berita acara rapat pertimbangan permohonan
137
Gambar 5.23 Notulensi Rapat Koordinasi Pengajuan IMB Bekas Gedung
Joeang. Sumber : Bidang Pengendalian Ruang, DPUPR, 2017
Dari dua (2) contoh notulen hasil rapat pembahasan pengajuan IMB pada
138
Cagar Budaya, dengan tetap mempertimbangkan hasil rekomendasi dari Tim Ahli
Cagar Budaya (TACB). Khusus untuk kasus permohonan ijin IMB belum pernah
Laweyan. Penulis mendapatkan beberapa contoh notulen hasil rapat dari arsip
ada rapat sidang pembahasan dengan Tim Ahli Cagar Budaya karena bangunan
ini akan dibangun di kawasan cagar budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua
TACB berikut:
Rencana pembangunan hotel ini menuai protes dari masyarakat dan TACB
sekaligus kawasan cagar budaya. Namun IMB tetap diterbitkan dan pembangunan
terus dilaksanakan.
terutama perijinan (IMB) adalah karena dibebani target PAD setiap triwulannya,
139
“yang menjadi masalah di pengendalian itu adalah adanya target
retribusi yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan di
pengendalian. Ketika menentukan target, DPRD mengaharuskan
target retribusi IMB itu harus naik terus tiap tahunnya, padahal
logikanya kan ndak bisa begitu. Jika kekeliruan dalam penentuan
target retribusi tiap tahunnya itu tidak disadari, maka kita akan
terjebak melakukan kesalahan yang sama terus menerus”
(Wawancara dengan Ir. Yoga Purwanto, MT, Kabid Pengendalian Pemanfaatan
Ruang DPUPR. Tanggal 12 Juli 2018)
Berdasarkan data-data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa
di kawasan cagar budaya Laweyan. Hal tersebut disebabkan karena inisiatif warga
yang tinggal di Laweyan untuk mengajukan IMB masih rendah, proses perijinan
IMB tidak pernah melibatkan TACB dalam rapat-rapat pertimbangan dan adanya
kendala dalam mewujudkan tertib tata ruang karena dibebani dengan target
retribusi/PAD.
ayat (2) :
140
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Nomor
undangan, yaitu pada bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan untuk
3. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi
(3) Obyek Pajak yang tidak dikenakan pajak adalah obyek pajak yang :
itu
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak
(2) Insentif berupa Pajak Bumi dan Bangunan dapat diberikan oleh
bagi pemilik bangunan cagar budaya yang mau melestarikan bangunannya namun
141
sayangnya peraturan-peraturan tersebut belum tersosialisasikan menyeluruh
yang menjadi hak nya ketika memilih untuk melestarikan bangunan cagar budaya
miliknya.
oleh salah satu petugas Bidang Cipta Karya yang pada saat sebelum dibentuknya
SOTK baru beliau masih bertugas sebagai petugas di DTRK Kota Surakarta:
Namun lain hal nya dengan hasil wawancara dengan beberapa petugas
142
(Wawancara dengan Bapak Rohmat Haryanto, DPMPTSP Kota Surakarta,
Tanggal 11 juli 2018)
Beberapa petugas pengendalian menyadari pentingnya insentif dan
sering kali belum adil terhadap warga. Dari hasil wawancara tersebut dapat
budaya seperti yang diatur dalam Perda Kota Surakarta No. 13 tahun 2011 tentang
pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan pasal 3 ayat 3 (c).
bangunan cagar budaya, jika menurut undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang pada pasal 38 ayat 2 menyebutkan bahwa insentif dalam cakupan
pemerintah daerah.
keringan atau penghapusan pajak bumi dan bangunan, belum sampai pada bentuk-
143
bentuk insentif yang lainnya. Begitu pula dengan disinsentif, petugas
disinsentif dalam hal pemanfaatan ruang di Kota Surakarta seperti yang tercantum
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
penalti.
mereka atau dibagi-bagi pada anak cucu nya karena tidak kuat dari segi finansial
jika harus menanggung biaya perawatan yang cukup besar, belum lagi pajak-pajak
yang harus dikeluarkan setiap tahunnya. Alasan warga laweyan yang memilih
bangunannya, selain itu mereka memang termasuk kalangan yang mampu untuk
144
insentif kepada pemerintah karena saya sungkan untuk meminta-
minta terlebih kepada pemerintah Kota Solo”
(Wawancara dengan Bapak Muh. Anwar Muhtadi, pemilik rumah nomor 63 Jl.
Sidoluhur Laweyan, Tanggal 27 Oktober 2018)
Melihat kondisi tersebut Laweyan menjadi sangat rentan terhadap
hilangnya aspek fisik yang merupakan nilai penting Laweyan sebagai kawasan
hal tersebut masih belum dapat dilakukan secara optimal oleh Pemerintah Kota
banyak yang melakukan renovasi pada bangunan lawasnya yaitu sebesar 61, 25%,
hal tersebut dikarenakan mereka yang mewarisi bangunan dari orang tuanya
memiliki kondisi ekonomi yang tidak sama satu dengan yang lain sehingga persil
induk dibagi-bagi sesuai dengan jumlah keturunannya, yang pada akhirya ada
yang dijual kepada orang luar kota, direnovasi menjadi showroom batik, dibuat
145
kost-kostan, café, warung dan lain sebagainya. Hal tersebut juga diungkapkan
PBB ternyata tidak tersampaikan secara luas kepada seluruh lapisan masyarakat,
dan bentuk insentif baru sebatas keringanan PBB dan kemudahan infrastruktur
kawasan Laweyan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta pada tahun
2005 belum sampai pada penganggaran secara khusus insentif terkait pelestarian
Tabel 5.20. Hasil kuisioner jenis insentif yang diterima oleh warga di
sepanjang Jl. Sidoluhur Laweyan
Jenis Insentif Jumlah Persentase
penerima
Kemudahan Administrasi 4 5,33 %
Keringanan Pajak 4 5,33 %
Kemudahan Akses Infrastruktur 40 53,33 %
Kemudahan Adm dan Akses Infrastruktur 13 17,33 %
Kemudahan Administrasi, Keringanan Pajak dan 4 5,33 %
Infrastruktur
Tidak Menerima 10 13,33 %
Total 75 100 %
Sumber: Analisa Penulis, 2019
146
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebesar 53,33 % dari 75 responden
pajak hanya sebesar 5,33 % atau hanya sebanyak 4 responden. Hal tersebut
mengaku tidak merasa mendapatkan informasi terkait keringanan pajak bagi yang
Total 77 100 %
Sumber: Analisa Penulis, 2019
Sedangkan dilain pihak pemilik bangunan kuno yang memiliki
sungkan dan malu jika harus menuntut hak nya berupa insentif kepada Pemerintah
Kota Surakarta.
pada Perda Kota Surakarta no. 8 tahun 2016 tentang Bangunan Gedung dan Perda
147
Kota Surakarta no. 1 tahun 2012 tentang RTRW, sedangkan upaya-upaya
pelestarian cagar budaya diatur dalam Perda Kota Surakarta no. 10 tahun 2013
tentang Pelestarian Cagar Budaya. Berikut hasil kutipan peraturan terkait sanksi di
Sanksi
Pasal 92
Pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang berbentuk :
a. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi di daerah;
b. Pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
c. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan
berdasarkan RTRW;
d. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang
diterbitkan berdasarkan RTRW;
e. Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh pengaturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan
f. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengn prosedur yang
tidak benar.
Pasal 93
1) Pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
Pasal 92 dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana
148
2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada
perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan pelannggaran sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Sanksi admisnitratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
:
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara pelayanan umum;
c. Penutupan lokasi
d. Pencabutan izin;
e. Pembatalan izin;
f. Pembongkaran bangunan;
g. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
h. Denda administratif
3. Perda no. 10/2013 ttg Pelestarian Cagar Budaya
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Teguran
Pasal 84
1) Walikota berwenang untuk memberikan teguran, apabila terdapat
kegiatan penyelenggaraan pengelolaan serta pemugaran dan pemulihan
kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya yang mengganggu
ketertiban umum dan/atau lingkungan sekitar.
2) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat:
a. Ketentuan hokum yang dilanggar
b. Uraian fakta yang menggambarkan suatu tindakan pelanggaran
c. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak pelanggar
d. Tindakan pemerintah daerah yang akan dilakukan jika pelanggar
tidak mematuhi teguraan dan
e. Hal lain untuk menghentikan tindakan pelanggaran
Pasal 85
Walikota berwenang melakukan tindakan tertentu untuk menghentikan
pelanggaran tanpa didahului dengan teguran apabila:
a. Keadaan yang sangat segera mengancam keselamatan umum
dan/atau lingkungan (force majeur); dan/atau
b. Pihak pelanggar tidak memiliki kemampuan untuk mencegah dan
menanggulangi bahaya, gangguan, dan ketugian yang akan
ditimbulkan.
Penghentian Kegiatan Pemanfaatan
Pasal 86
1) Walikota berwenang untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan
kawasan dan/atau bangunan cagar budaya apabila:
a. Pemanfaatan bangunan cagar budaya menyebabkan kerusakan
fasade bangunan; dan/atau
b. Menyalahi izin
149
2) Penghentian kegiatan pemanfaatan kawasan dan/atau bangunan cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan penghentian.
3) Keputusan penghentian kegiatan pemanfaatan dikeluarkan oleh
Walikota
4) Walikota dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada pejabat yang ditunjuk.
5) Terhadap bangunan yang dihentikan kegiatan pemanfaatannya
dilakukan penyegelan.
Penghentian Kegiatan Pemugaran dan/atau pembongkaran
Pasal 87
1) Walikota berwenang untuk menghentikan kegiatan pemugaran dan/atau
pembongkaran kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya apabila:
a. Pemugaran dan/atau pembongkaran bangunan cagar budaya
menyebabkan kerusakan fasade bangunan; dan/atau
b. Belum memiliki izin membongkar dan/atau memugar.
2) Penghentian kegiatan pembongkaran dan/atau pemugaran kawasan
dan/atau bangunan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Penghentian
3) Keputusan penghentian kegiatan pemugaran dan/atau pembongkaran
bangunan dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk
4) Terhadap bangunan yang dihentikan kegiatan pemugaran dan/atau
pembongkara dilakukan penyegelan
Pencabutan Izin
Pasal 88
1) Walikota atau pejabat yang ditunjuk wajib mencabut izin yang terkait
dengan izin pemanfaatan, pemugaran dan pembongkaran apabila
pemegang izin tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
dalam izin dan/atau peraturan perundang-undangan
2) Keputusan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat dengan jelas dan tegas :
a. Alasan-alasan hokum sehingga dilakukan pencabutan
b. Uraian fakta-fakta yang menunjukkan pelanggaran; dan
c. Akibat hukum dari pencabutan izin.
Sumber: Perda no 8/2016, Perda no. 1/2012 dan Perda no. 10/2013
sebatas penerbitan SP1, SP2, dan SP3, seperti yang disampaikan oleh salah satu
150
“Terkait sanksi, sudah pernah dilakukan berupa sanksi
administratif SP1, SP2, dan SP3. Namun belum pernah sampai
dilakukan pembongkaran. Biasanya SP1, SP2, SP3 ditujukan bagi
pelanggaran berupa bangunan yang sudah terlanjur dibangun
namun belum memiliki IMB”
(Wawancara dengan Bapak Adjie Anggoro, ST, MT, Bidang Pengendalian
DPUPR Kota Surakarta, Tanggal 12 Juli 2018)
SP1 lebih bersifat persuasif atau ajakan untuk segera mengajukan IMB,
berupa teguran yang lebih tegas dari Kepala Dinas. Berikut contoh SP1 dan SP2
Gambar 5.24 Contoh arsip SP1 dan SP2 yang sudah pernah diterbitkan
Sumber: Bidang Pengendalian Pemanfaatan Ruang DPUPR, 2018
151
“Terkait sanksi belum pernah terjadi untuk di kasus Cagar
Budaya, sanksi yang pernah dilaksanakan adalah baru sebatas
pelanggaran pada GSB dan GSJ, berupa surat peringatan”
(Wawancara dengan Bapak Rohmat Haryanto, ST, Bidang Perizinan Pekerjaan
Umum DPMPTSP Kota Surakarta, Tanggal 11 Juli 2018)
pada bangunan aslinya terdapat 33 responden yang mengaku tidak memiliki IMB,
belum lagi ketika melihat data dari DPMPTSP bahwa hanya terdapat 5 SK IMB
yang terbit dari total ada 85 pemilik bangunan yang berada di Jl. Sidoluhur
Laweyan.
penertiban sudah rutin dilaksanakan oleh para petugas pengendalian dalam hal ini
adalah petugas di Bidang Pengendalian Ruang DTRK Kota Surakarta, dimana tim
penertiban terdiri dari berbagai unsur, berdasarkan SK Kepala Dinas tata Ruang
Kota Surakarta Nomor: 650/ /VI/2016 tentang tim penertiban Bangunan Gedung
Dinas DTRK, beberapa Kepala Seksi DTRK, Staf DTRK, Kepala Satpol PP, Staf
152
Satpol PP, dan perwakilan dari masing-masing wilayah kecamatan dan kelurahan
yang belum ber-ijin maupun bangunan yang sudah berdiri namun belum memiliki
IMB. Pada tahun 2012 sampai pada tahun 2013 dianggarkan honor per laporan
lapangan bagi tim penertiban bangunan gedung, namun sejak tahun 2015 sudah
tidak dianggarkan lagi sehingga menurut petugas pengendalian ruang hal itulah
Ruang DPUPR Kota Surakarta per Maret 2018 adalah pengawasan dan penertiban
yang berupa :
153
namun untuk Kecamatan Laweyan belum dianggarkan untuk penyusunan
dokumennya.
154
Laweyan dan Dinas Kebudayaan Kota Surakarta belum dilibatkan dalam tim
pengawasan, seperti yang diungkapkan oleh salah satu petugas sebagai berikut:
Sayangnya personil di Dinas Kebudayaan hanya terdapat 1 (satu) orang saja yang
menunaikan tugas pokok dan fungsi seperti yang disebutkan diatas sangat
bangunan/kawasan cagar budaya. Tugas pokok dan fungsi tersebut hanya dapat
berjalan dengan optimal jika dijalankan oleh orang-orang yang paham nilai
penting dari suatu bangunan/kawasan cagar budaya. Sama halnya dengan yang
155
program di Bappeda. Dengan adanya tenaga-tenaga yang
berkapasitas, Dinas Kebudayaan bisa lebih tegas ketika terjadi
hal-hal yang menyimpang dari kaidah pelestarian cagar budaya,
kalo perlu personil Dinas Kebudayaan turut serta dalam tim
156atrol ruang”
(Wawancara dengan Bapak Dr. Titis Srimuda Pitana, Ketua TACB Kota
Surakarta. Tanggal 17 Desember 2018)
membuat petugas pengawasan ragu apakah objek dilapangan sudah ber IMB atau
belum. Menurut petugas pengendalian di DPUPR hal ini terjadi karena tupoksi
156 atrol 156 trative perijinan mulai dari pengajuan permohonan IMB sampai
mengemban tupoksi pengawasan dan penertiban ruang, sehingga jika tidak ada
koordinasi dan integrasi data yang baik antar kedua instansi tersebut maka proses
dengan warga juga belum optimal dalam melakukan pengawasan atau pemantauan
terhadap pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh warga disekitarnya, seperti yang
156
Informasi dari quisioner kepada pemilik bangunan di Jl. Sidoluhur
mengaku tidak pernah melihat ada petugas pengendalian ruang dari Pemerintah
sedangkan sebanyak 23 orang atau sebesar 28,75% mengaku jarang melihat. Jadi
dan penertiban yang dilakukan oleh para petugas tersebut belum optimal dalam
IMB dan data dari DPMPTSP tahun 2007 sampai 2018 hanya ada 5 bangunan
terutama dalam hal pengawasan, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 82 poin 4
Perda no. 10 tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya bahwa masyarakat ikut
berperan serta dalam pengawasan pelestarian cagar budaya. Oleh karena itu
budaya bagi ilmu pengetahuan dan keberlanjutan warisan budaya 157ocal bagi
anak cucu di masa yang akan datang, terutama bagi masyarakat yang tinggal di
Kawasan Cagar Budaya. Senada dengan yang disampaikan oleh ketua FPKBL
berikut:
157
“terkait konservasi antara teori di akademik, pemerintah dan
masyarakat itu ndak pernah bisa sinkron, karena masyarakat itu
ndak paham konservasi. Sehingga jadi penting itu mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya cagar budaya, salah satunya
dengan memberi pemahaman bahwa dengan tetap
mempertahankan fasad bangunannya masyarakat tetap bisa
meningkatkan income/usahanya, jadi tidak harus dibongkar. Yang
penting itu mereka harus paham bahwa Laweyan itu uniknya
diartefak-artefak seperti bangunan-bangunan kuno, tembok tinggi
dan regol nya”.
(Wawancara dengan Bapak Ir. Alpha Febela Priyatmono, MT, Ketua Forum
Pengembangan Kampung Batik Laweyan. Tanggal 26 Juli 2018)
Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Dinas Kebudayaan adalah
Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) di tahun 2016 dan sosialisasi mengenai
Kota Surakarta cukup peduli dengan bangunan cagar budaya, berikut beberapa
158
Gambar 5.26 Daftar Pertanyaan dari Peserta Sosialisasi RAKP Tahun
2016. Sumber: Dinas Kebudayaan, 2018
sekali, dan sejak tahun 2016 belum pernah diadakan lagi, padahal berdasarkan
159
Gambar 5.27 Suasana acara sosialisasi RAKP tahun 2016 di Soga Resto
Surakarta. Sumber: Dinas Kebudayaan Kota Surakarta
160
(Wawancara dengan Bapak Yuyuk, Lurah Laweyan, Tanggal 19 Juli 2018)
Dari beberapa hal yang disampaikan oleh narasumber dan data yang
akan pentingnya pelestarian cagar budaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surakarta belum optimal dalam memanfaatkan sumber daya media yang ada,
masih kurang intensif, melalui media cetak, dan elektronik juga belum ada.
Pada tahun 2015 untuk pertama kalinya Kota Surakarta membentuk Tim
Tim Ahli Cagar Budaya lampiran 7 yang terdiri dari tujuh (7) dimana dua (2)
orang berasal dari unsur pemerintahan, dua akademisi, dua perwakilan asosiasi
profesi, serta satu perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat. TACB pada
Cagar Budaya DTRK Kota Surakarta dari tahun 2015 sampai 2016. Berdasarkan
a. Melakukan kajian atas berkas yang diusulkan sebagai Cagar Budaya oleh
161
b. Menyusun dan menetapkan mekanisme kerja, dan
perundang-undangan
Sedangkan tugas dan wewenang TACB menurut Perda Kota Surakarta no.
penyederhanaan dari apa yang diamanatkan di dalam Perda no. 10 tahum 2013
dijalankan oleh TACB Kota Surakarta, karena TACB dibawah naungan Dinas
162
seperti yang sampaikan oleh salah satu petugas di Dinas Kebudayaan Kota
Surakarta bahwa :
“Saat ini tahun 2018 proses kajian TACB terhadap BCB di Kota
Surakarta baru pada sampai pada proses identifikasi BCB, dan
kajian-kajian dalam rangka mengusulkan Pura Mangkunegaran,
Keraton Kasunanan, Taman Balekambang, Taman Sriwedari,
Benteng Vastenburg dan Ndalem Njoyokusuman untuk dinaikkan
statusnya menjadi Cagar Budaya tingkat Nasional”
(Wawancara dengan Bapak Luthfi Khamid, Bidang Pelestarian Cagar Budaya dan
Permuseuman, Dinas Kebudayaan Kota Surakarta
Tanggal 10 Juli 2018)
ditugaskan untuk melakukan kajian cagar budaya saja, belum optimal dalam
Berdasarkan amanat dalam Perda cagar budaya tersebut Ketua TACB Dr.
163
“penetapan Kampung Laweyan sebagai Kawasan Cagar Budaya
di dalam SK Walikota tahun 2013 belum melalui kajian TACB
karena tahun 2013 TACB Kota Surakarta belum terbentuk”
(Wawancara dengan Dr. Titis Drimuda Pitana, Ketua TACB Surakarta, Tanggal
12 Juli 2018)
melalui Kajian TACB, namun berdasarkan dari banyak literature telah menuliskan
tentang Laweyan yang sudah melalui perjalanan waktu yang cukup panjang yaitu
terbentuk sebagai embrio kota Solo pada tahun 1500 an dan telah meninggalkan
bukti-bukti kejayaan Batik Laweyan pada masa lalu yang sampai saat ini beberapa
diantaranya masih dapat kita saksikan dan tentunya harus tetap dilestarikan
keberadaanya sebagai pengingat bagi generasi yang akan datang, oleh karena itu
jika menengok kepada Undang-undang no. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya
tujuan penelitian yang pertama terkait evaluasi kondisi bentuk dan fungsi
pembongkaran dan renovasi bangunan kuno di Laweyan dimana hal tersebut tentu
mengancam keberlanjutan dari significant value yang dimiliki oleh Laweyan, hal
164
(Wawancara dengan Dr. Titis Srimuda Pitana, Ketua TACB Surakarta, Tanggal
12 Juli 2018)
2017, izin pembangunan Hotel di Gedung Joeang 45 tahun 2017 dan pembahasan
dokumen rencana Hotel Sembilan (9) lapis di Laweyan tahun 2018, di dalamnya
yang penulis dapatkan terkait plot anggaran yang dialokasikan untuk TACB Kota
165
Gambar 5.28 RKA tahun 2016 Bidang Pelestarian Cagar Budaya DTRK
Kota Surakarta. Sumber: Arsip Dinas Kebudayaan Kota Surakarta
2018, ketua TACB Dr. Titis Srimuda Pitana menyampaikan keraguan bahwa:
terkait perijinan IMB, hal senada juga disampaikan petugas pengendalian DPUPR
166
Berdasarkan keterangan tersebut diatas pelibatan TACB masih sangat
di kawasan laweyan menurut data dari DPMPTS hanya ada 50 SK IMB dari total
yang terbit sejak tahun 2007 sampai juli 2018 dan jika dibandingkan dengan data
Kelurahan Laweyan ada 2.107 jiwa jika diasumsikan satu KK memiliki 5 anggota
Laweyan menurut data DPMPTSP adalah baru sebesar 11,86% dari total KK
pemilik lahan.
bangunannya. Ketua TACB juga menceritakan tentang insiatif salah satu warga
Kasus tersebut diatas hanya terjadi sekali dan belum pernah ada lagi
masyarakat yang datang meminta saran pemerintah dan TACB dalam merenovasi
167
melibatkan TACB hanya menunggu inisiatif dari masyarakat yang bermohon
pelestarian bangunan cagar budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua FPKBL
berikut:
bangunan cagar budaya, seharusnya pemerintah bisa lebih intensif lagi melibatkan
Pemanfaatan Ruang.
Dari hasil analisa terhadap data yang diperoleh di dapatkan hasil atau
168
Tabel 5.23 Hasil Temuan Evaluasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta
Tersedianya arahan yang detail dalam - Mengatur arahan pengembangan fisik bangunan Terpenuhi
pemanfaatan ruang Zona KCB di zona cagar budaya
- Pendetailan arahan melalui matriks ITBX dan
peta zonasi
Penentuan zona khusus bagi kawasan bersejarah (heritage) yang memberikan arahan perlindungan terrhadap tampilan bagian luar
bangunan (Attoe, 1996)
Perda RDTR Perda terpublikasikan kepada Peraturan Zonasi/RDTR Kota Surakarta yang Tidak
masyarakat luas disusun tahun 2012, tidak diperdakan. terpenuhi
Peraturan Perda no.1/2012 ttg Perda RTRW mengamanatkan Mengamanatkan upaya pelestarian Terpenuhi
Terkait RTRW pelestarian bangunan dan kawasan bangunan/kawasan cagar budaya. Namun
cagar budaya Laweyan dikarenakan presentasi RTRW di level 1:25.000
sehingga belum spesifik mengatur pemanfaatan
ruang di kawasan cagar budaya
169
Perda no. 8/2016 ttg Perda Bangunan Gedung mengatur Tabel arahan intensitas bangunan belum Tidak
Bangunan dan Gedung secara rinci arahan intensitas mengatur secara spesifik intensitas bangunan di terpenuhi
bangunan di Zona KCB Laweyan koridor jalan lingkungan di dalam kawasan cagar
budaya Laweyan (Jl. Sidoluhur)
Diperlukan semacam pedoman desain untuk mencegah konstruksi baru yang tidak sesuai, dan berguna untuk mengendalikan tinggi
bangunan, bahan bangunan, signage, jarak sempadan (setback), proporsi dan gaya arsitektural (Attoe, 1996)
TACB terlibat dalam penyusunan naskah akademik TACB tidak terlibat dalam penyusunan naskah Tidak
akademik terpenuhi
Perizinan Surat Keputusan Terbitnya SK IMB di KCB Laweyan Penerbitan SK IMB selama ini lebih mengacu Tidak
(IMB) penerbitan IMB yang mengutamakan tertib tata ruang pada target retribusi/PAD dibanding target untuk terpenuhi
dan pelestarian melalui: menata ruang dan melestarikan kawasan cagar
- Proses penerbitan KRK/IPR yang budaya.
sesuai dengan arahan peruntukan - Proses penerbitan KRK/IPR mengacu pada
dalam PZ dan RTRW Perda no.1/2012 ttg RTRW Kota Surakarta
- Proses Telaahan staf yang sesuai - Proses Telaahan staf mengacu Perda no.8/2016
dengan PZ, RTRW dan Perda ttg Bangunan dan Gedung dan Perda no. 1/2012
Bangunan Gedung serta mengacu ttg RTRW Kota Surakarta. Namun belum
rekomendasi TACB pernah meminta Rekomendasi TACB dalam hal
- Rapat pertimbangan yang perijinan rumah tinggal di Kawasan Laweyan
melibatkan TACB untuk perijinan - Pembangunan gedung bagi kepentingan umum
bangunan gedung yang digunakan dan menimbulkan dampak penting tidak
bagi kepentingan umum dan melibatkan TACB, hanya TABG saja.
menimbulkan dampak penting
Pemberian hak yang terbatas atas fasad muka bangunan, karena sejatinya fasad bangunan cagar budaya adalah milik publik,
penyumbang wajah suatu kawasan/koridor jalan yang harus dilestarikan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada bangunan cagar
budaya harus melalui izin suatu aparat yang ditunjuk khusus semacam komisi kawasan cagar budaya (Attoe, 1996)
170
Permen PUPR no. 1 tahun 2015: Perencanaan teknis bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan harus dilengkapi dengan
pertimbangan TABG-CB sebelum disetujui oleh pemerintah sebagai salah satu syarat memperoleh Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) atau perubahan IMB
Insentif Keringanan Pajak, Masyarakat/pengembang/swasta yang Pemerintah tidak menganggarkan insentif, Tidak
Penghargaan, mematuhi tata ruang dan sehingga Masyarakat di Laweyan yang memilih terpenuhi
Kemudahaan Perizinan, melestarikan bangunan/kawasan untuk melestarikan bangunannya tidak
Pembangunan cagar budaya Laweyan menerima mendapatkan insentif.
infrastruktur insentif.
Satu-satunya insentif yang ada berupa
Peraturan mengenai insentif Keringanan Pajak PBB, namun tidak
tersosialisasikan secara luas kepada tersosialisasikan secara luas. Mereka yang
masyarakat memiliki kemampuan finansial merasa
malu/enggan untuk mengajukan permohonan
insentif kepada Pemerintah Kota
- Incentive Zoning: Pengembang yang melestarikan bangunan cagar budaya bisa diizinkan untuk membangun di mana saja
dengan kepadatan tinggi atau dengan penggunaan yang lebih tinggi (Attoe, 1996)
- Subsidi yang berupa pengurangan pajak yang biaya hasil pengurangan tersebut dialokasikan untuk pemeliharaan bangunan
cagar budaya (Attoe, 1996)
- Dana bantuan gabungan dari pemerintah dan swasta yang dapat dialokasikan sewaktu-waktu untuk perlindungan dan
pemeliharaan bangunan/kawasan bersejarah (Attoe, 1996)
Permen PUPR no. 1 tahun 2015: Insentif berupa Advokasi (penghargaan, sertifikat, plakat), Perbantuan (dukungan infrastruktur
fisik lingkungan, dukungan advis teknis dari pakar/tenaga ahli), Bantuan non dana (Keringanan PBB, keringanan retribusi IMB,
kemudahan IMB)
Sanksi Peringatan tertulis, Masyarakat/pengembang/swasta yang Belum pernah ada pemberian sanksi di Tidak
Pemberhentian kegiatan, melanggar ketentuan BCB/KCB Laweyan. Padahal terdapat 79,51% terpenuhi
pembekuan IMB, PZ/RTRW/Perda Bangunan Gedung bangunan di Jl. Sidoluhur yang mengalami
Pencabutan IMB, dan membongkar bangunan kuno di renovasi/bangun baru sebanyak 66 responden
171
Pembongkaran Laweyan tanpa mengajukan izin IMB pemilik bangunan. Dan dari 66 responden
Bangunan menerima sanksi tersebut 50% nya belum memiliki IMB atau
sebanyak 33 pemilik bangunan.
Pemilik yang mengabaikan, membongkar atau merusak bangunan cagar budaya dikenakan denda atau dipenjarakan. Ancaman harus
keras tidak tanggung-tanggung agar peraturan bisa efektif (Attoe, 1996)
Sanksi bagi pemilik yang membongkar, mengotori atau mengabaikan bangunan-bangunan bersejarah (Attoe, 1996)
Pengawasan Dokumen Monitoring Dok. Monitoring pemanfaatan ruang Bidang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Tidak
dan Pemanfaatan ruang di KCB Laweyan yang ditindak lanjuti DPUPR belum pernah menyusun dokumen terpenuhi
penertiban KCB Laweyan dengan pengawasan lapangan monitoring pemanfaatan ruang KCB Laweyan
Laporan patroli ruang di Patroli ruang di KCB Laweyan yang Sudah ada penjadwalan patroli ruang, namun Tidak
KCB Laweyan dijadwalkan secara rutin belum dapat berjalan dengan optimal karena terpenuhi
Bidang Pengendalian DPUPR masih kekurangan
Jumlah tenaga pengawasan/patroli personil dan menunggu laporan masyarakat
ruang yang mencukupi
Dinas Kebudayaan/bidang pelestarian cagar
Melibatkan personil Dinas budaya tidak dilibatkan dalam tim pengawasan
Kebudayaan/bidang pelestarian cagar
budaya dalam tim pengawasan/patroli Personil yang merupakan lulusan S1 arkeologi
ruang hanya ada 1 (orang) di Dinas Kebudayaan Kota
Surakarta
Jumlah mencukupi terkait personil
yang ahli dan paham dibidang
arkeologi dan sejarah di Dinas
Kebudayaan
Laporan hasil penertiban Penertiban yang dilakukan Penertiban dilakukan berdasarkan hasil laporan Terpenuhi
ketika terjadi berdasarkan hasil laporan dari tim tim pengawas dan laporan masyarakat.
pelanggaran pengawas/patroli ruang dan laporan
masyarakat Sehingga menjadi tidak optimal karena
172
pengawasan jg belum optimal
Bangunan cagar budaya dalam satu kawasan yang sudah ditentukan zonasinya harus diawasi dengan ketat (Attoe, 1996)
173
Peran Tim Kajian Tersedianya Kajian TACB belum diperintahkan oleh Dinas Tidak
Ahli Cagar Bangunan/kawasan Bangunan/kawasan cagar budaya Kebudayaan untuk menyusun kajian mendalam terpenuhi
Budaya warisan budaya Laweyan mengenai KCB Laweyan.
(TACB)
Rekomendasi/pertimban Tersedianya rekomendasi TACB TACB tidak terlibat dalam penyusunan naskah Tidak
gan kepada Pemerintah dalam penyusunan akademik perda terpenuhi
Kota peraturan/perencanaan dan
pertimbangan ijin IMB di KCB TACB belum pernah memberikan rekomendasi
Laweyan terkait pertimbangan ijin IMB di KCB Laweyan
(karena tidak pernah dilibatkan dalam rapat
pertimbangan IMB)
Ketika sudah ditetapkan zona khusus bangunan/kawasan cagar budaya maka diperlukan pembentukan suatu komisi khusus untuk
mengelola kawasan tersebut (Attoe, 1996)
Perencanaan mengenai pengembangan/pembangunan yang terjadi di kawasan/zona khusus cagar budaya membutuhkan
pemeriksaan/pertimbangan oleh dewan khusus (Attoe, 1996)
Permen PUPR no. 1 tahun 2015:
Pasal 27 ayat 2
TABG-CB dengan fungsi khusus yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan
Pasal 19 ayat 2
Pelaksanaan bangunan gedung cgaar budaya dilakukan sesuai dengan dokumen rencana teknis pelindungan dan/atau rencana teknis
pengembangan dan pemanfaatan yang telah disahkan oleh pemerintah yang berdasarkan pertimbangan dari TABG-CB
174
Berdasarkan hasil temuan diatas terlihat bahwa dari 15 (lima belas)
175
Faktor-faktor tersebut diatas merupakan hasil ringkasan dari temuan yang
tidak dapat memenuhi indikator yang sudah ditentukan dalam KKL. Faktor-faktor
tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) seperti yang terlihat pada Gambar
dan sanksi yang tegas. Dari ketiga faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa
mewujudkan tertib tata ruang suatu kota tidak terkecuali di kawasan cagar budaya
176
Variabel-variabel yang digunakan dalam mengevaluasi pelaksanaan
dengan variabel yang digunakan untuk menggambarkan kondisi bentuk dan fungsi
menandakan bahwa Laweyan berada pada posisi yang rentan atau membahayakan
regulasi khusus kawasan cagar budaya yang tidak disamakan dengan kawasan
177
Berdasarkan pada pemabahasan sebelumnya menunjukkan komitmen
pemerintah yang belum banyak berpihak pada pelestarian kawasan cagar budaya
Laweyan. seperti yang terlihat pada Gambar 5.30 upaya melibatkan TACB yang
peraturan yang tidak mengatur arahan yang jelas dalam pemanfaatan ruang dan
berupa perizinan (IMB), insentif, sanksi serta pengawasan dan penertiban. Upaya
untuk melibatkan TACB juga belum nampak dalam perizinan IMB dan
menjadi tidak berpihak pada pelestarian kawasan cagar budaya yang akhirnya
Laweyan. Sama halnya dengan upaya Pemerintah Kota Surakarta yang belum
mereka. Jika masyarakat sudah peduli terhadap nilai penting dari kawasan cagar
budaya maka mereka dengan sendirinya akan berusaha untuk menjaga kelestarian
178
5.4 Diskusi Teoritik Penelitian
Berdasarkan hasil evaluasi pada pembahasan di dalam bab ini,
membuktikan bahwa :
1. Upaya Pemerintah Kota Surakarta yang belum optimal dalam melibatkan Tim
(2012) yang menyatakan bahwa jika peran tim ahli tidak optimal maka akan
179
kesadaran masyarakat yang diakibatkan oleh kondisi sosial ekonomi yang
rendah merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala dalam upaya
pelestarian cagar budaya secara intensif dan efektif kepada masyarakat agar
cagar budaya Laweyan, ditandai dengan tidak terjaganya nilai penting fisik
180
terdiri dari unsur bentuk/desain, bahan, arsitektur/fasad bangunan (Mulyadi,
hanya menjadi wacana atau dongeng belaka sehingga aspek fisik harus
tersebut biasa dikenal dengan form follows function. Teori tersebut tidak
fungsi lah yang harus bisa bervariasi untuk menghidupkan kawasan cagar
181
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Laweyan
perubahan fisik yang terjadi di Laweyan. Hal tersebut ditandai dengan kurangnya
dan komitmen dalam penerapan aturan dan sanksi yang tegas, sehingga
6.2. Saran
Kawasan cagar budaya merupakan salah satu dari kawasan lindung yang
diamanatkan di dalam rencana pola ruang Perda no. 1 tahun 2012 tentang RTRW
29
konservasi/pelestarian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
retribusi/PAD.
cagar budaya.
cagar budaya
penertiban
30
- Mengoptimalkan sosialisasi/edukasi kepada masyarakat tentang
31
DAFTAR PUSTAKA
185
Jackson, Bill. (1997). Designing projects and project evaluations using the logical
framework approach. UCN Monitoring and Evaluation Initiative.
Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas. (2009). Pedoman Evaluasi
Kinerja Pembangunan Sektoral. Jakarta: Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Kleden, U. C. dan Fanani, fahril. (2015). Harmonisasi Ketentuan Peruntukan
Bangunan Cagar Budaya dalam Perspektif Regulasi di Kawasan Budaya
Kotabaru Kota Yogyakarta-DIY. Prosiding Seminar Nasional ReTII
2017
Loho, W. T., Poluan, R. J., dan Egam, P. P. (2014). Gedung Konvensi di Tomohon
(Optimalisasi Form Follow Function oleh Louis Sullivan). Jurnal
Arsitektur DASENG UNSRAT Manado
Martokusumo, W. (2011). The Notion of Authenticity Revisited: A Search for
Urban Heritage Conservation Approach. Jurnal Tata Loka, Vol. 13, No.
3.
Mulyadi, Y. (2012). Mengoptimalkan Zonasi Sebagai Upaya Pelestarian Cagar
Budaya. Buletin Somba Opu Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Makassar, 15.
Prasetyo, H. (2014). Peran Pemerintah dalam Upaya Pelestarian dan Perlindungan
KCB Kotagede Berdasarkan Undang-Undang no. 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya. MPKD, UGM.
Priyatmono, A. F. (2004). Studi Kecenderungan Perubahan Morfologi Kawasan di
Kampung Laweyan Surakarta. S2 Teknik Arsitektur, UGM
Qomarun dan Prayitno, Budi. (2007). Morfologi Kota Solo. Dimensi Teknik
Arsitektur, Vol. 35, No. 1, 80-87.
Rahmanto, N. I. (2018). Strategi dalam Pelestarian Warisan dan Cagar Budaya:
Kasus Perkotaan Yogyakarta. MPWK, UGM
Risdiasari, R. (2018). Implementasi Pengendalian dalam Pelestarian Bangunan
Cagar Budaya di Kota Yogyakarta. MPWK, UGM
Santika, D. (2013). Kawasan Riouwstraat (L.L.R.E. Martadinata) di Bandung dari
Perspektif Cultural Management (CRM). S2 Arkeologi, UGM
186
Saputra, H & Purwantiasning, A. W. (2013). Kajian Konsep Adaptive Reuse
Sebagai Alternatif Aplikasi Konsep Konservasi. Jurnal Arsitektur
Universitas Bandar Lampung.
Setiawati, E., Abdullah, I., dan Lasiyo. (2011). Strategi Pengembangan Komoditas
Studi Tentang Budaya Ekonomi di Kalangan Pengusaha Batik Laweyan.
Kawistara, Vol. 1, No. 3, 213-320.
Shirvani, H. (1985). Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold.
Shodiq, H.M. Fajar. (2016). Kyai Ageng Henis Dalam Sejarah Industri Batik
Laweyan Surakarta. GEMA 52.
Smithies, K.W. (1987). Prinsip-prinsip Perancangan Dalam Arsitektur. Aris. K
(Trans.). Bandung: Penerbit Intermatra.
Sukirno, A. (2010). Preservation Urban Heritage Through Building Permit
Implementation and The role of Institutional Framework The Case of
Kotabaru Yogyakarta. MPKD, UGM
Sullivan, L.H. (1896). The Tall Office Building Artistically Considered.
Lippincott’s Magazine.
Wahyuningtyas, A. dan Utami, W. (2015). Pengaturan Zoning sebagai
Pengendalian Pemanfaatan Ruang: Studi Kasus Preservasi Budaya
Kotagede. Bhumi, Vol. 1, No. 1, 84-85.
Wahyono, T. T., Suwarno, Nurwanti, Y. H. dan Taryati. (2014). Perempuan
Laweyan Dalam Industri Batik di Surakarta. Yogyakarta: Balai
Pelestarian Nilai Budaya.
Zulkarnain, I. (2010). Studi Penyusunan Kriteria Perencanaan Pelestarian Kawasan
Bersejarah Sunda Kelapa Menggunakan Metode Analytical Hierarchy
Process (AHP). Jurnal PLANESA, Vol. 1, No. 1.
187
SUMBER WEBSITE
Sunaryo, Arie. (2016) ‘Bangunan Cagar Budaya di Kampoeng Batik Laweyan Solo
Berubah Modern’, Merdeka.com, 24 Maret 2016 [Online]. Tersedia di
https://www.merdeka.com/peristiwa/bangunan-cagar-budaya-di-
kampoeng-batik-laweyan-solo-berubah-modern.html. (Diakses pada
tanggal 28 Desember 2018 pukul 22.40 WIB)
Susanto, R. dan Tarekat, H. (1999). Piagam Burra: Piagam ICOMOS Australia
untuk tempat-tempat bersignifikansi budaya. Tersedia di
https://www.icomos.org/charters/burra1999_indonesian.pdf. (Diakses pada
tanggal 30 Desember 2018)
188
UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 1 Tahun 2015
Tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan
Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 1 tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Surakarta tahun 2011-2031
Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 8 Tahun 2016 Tentang Bangunan Gedung
Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 9 tahun 2016 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta tahun 2016-2021
Peraturan Walikota Surakarta No. 27-C Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta
189
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner bagi pemilik bangunan di Laweyan
190
Lampiran 2. Daftar pertanyaan wawancara bagi warga dan TACB
191
Lampiran 3. Daftar Pertanyaan bagi Petugas Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
192
193
Lampiran 4. Tabel arahan intensitas bangunan dalam Perda no.
6/2016 tentang Bangunan Gedung
194
195
196
197
198
Lampiran 5. Notulensi Rapat Pertimbangan “De Laweyan Hotel”
199
200
201
202
203
204
Lampiran 6. SK Pembentukan Tim Penertiban tahun 2013
205
206
207
208
Lampiran 7 . SK Pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya
209
210
211
212
Lampiran 8 . Foto per fasad bangunan di Jl. Sidoluhur Laweyan
STA 1+032
STA 0+00
Jl. Sidoluhur
STA 0+866
STA 0+314
STA 0+677
STA 0+413
213
Gambar L8.2. Foto per fasad bangunan sisi selatan Jl. Sidoluhur (STA 0+00 sampai dengan STA 0+413)
214
Gambar L8.3. Foto per fasad bangunan sisi selatan Jl. Sidoluhur (STA 0+00 sampai dengan STA 0+413) Lanjutan
215
Gambar L8.4. Foto per fasad bangunan sisi utara Jl. Sidoluhur (STA 0+413 sampai dengan STA 0+086)
216
Gambar L8.5. Foto per fasad bangunan sisi utara Jl. Sidoluhur (STA 0+413 sampai dengan STA 0+086) Lanjutan
217
Gambar L8.6. Foto per fasad bangunan sisi utara Jl. Sidoluhur (STA 0+086 sampai dengan STA 0+00)
218
Gambar L8.7. Foto per fasad bangunan sisi selatan Jl. Sidoluhur (STA 0+677 sampai dengan STA 0+866)
219
Gambar L8.8. Foto per fasad bangunan sisi selatan Jl. Sidoluhur (STA 0+866 sampai dengan STA 1+032)
220
Gambar L8.9. Foto per fasad bangunan sisi utara Jl. Sidoluhur (STA 1+032 sampai dengan STA 0+866)
221
Gambar L8.10. Foto per fasad bangunan sisi utara Jl. Sidoluhur (STA 0+866 sampai dengan STA 0+677)
222
188