Anda di halaman 1dari 88

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

TRAUMA PADA NY. F DENGAN DIAGNOSA VULNUS LACERATUM

METATARSAL DI RUANG IGD BEDAH RS-YW

IBNU SINA KOTA MAKASSAR

DISUSUN OLEH
NUR FIRDAYANTI BAHARUDDIN, S.Kep
20 04 035

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

TRAUMA PADA NY. F DENGAN DIAGNOSA VULNUS LACERATUM

METATARSAL DI RUANG IGD BEDAHRS-YW IBNU SINA

KOTA MAKASSAR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan


pada STIKES Panakkukang Makassar program Profesi NERS

DISUSUN OLEH
NUR FIRDAYANTI BAHARUDDIN, S.Kep
20 04 035

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
iii
iv
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga,

sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan

judul “MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN TRAUMA PADA NY. F DENGAN DIAGNOSA

VULNUS LACERATUM METATARSAL DI RUANG IGD BEDAH RS-YW

IBNU SINA KOTA MAKASSAR”

Dalam melakukan penyusunan karya ilmiah akhir ini penulis telah

mendapatkan banyak masukan, dukungan, bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan yang

baik ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih

kepada yang terhormat :

1. H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Perawat

Sulawesi Selatan yang telah memberikan arahan selama ini.

2. Dr. Ns. Makkasau, M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Panakkukang Makassar yang te lah memberikan izin

penelitian serta bimbingan dan arahan selama ini.

v
3. Ns. Suriyani, S.Kep., M.Kep selaku Ketua program studi Profesi Ners

STIKES Panakkukang Makassar yang telah memberikan ijin dalam

pelaksanaan penelitian dan bimbingan serta saran yang membangun

selama ini.

4. Hasniaty AG, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing institusi yang telah

banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi hingga

selesainya penulisan karya ilmiah ini.

5. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar yang telah

membantu selama ini.

6. Pasien dan keluarga yang telah bekerjasama meluangkan waktu dan

kesempatannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

7. Bapak Baharuddin, Bsc selaku orang tua saya yang telah memberikan

bantuan, support dan kasih sayang serta do’a yang tiada henti-

hentinya.

8. Keluarga besar saya yang memberikan bantuan, support dan kasih

sayang serta do’a yang tiada henti-hentinya.

9. Teman-teman mahasiswa profesi Ners angkatan 2020 yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu, kebersamaan dengan kalian semua

adalah kenangan terindah dalam hidup saya yang tak pernah

terlupakan.

vi
Dalam kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan

penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca akan sangat membantu. Semoga karya ilmiah ini bisa

bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait terutama pembaca.

Makassar, Januari 2022

Nur Firdayanti Baharuddin S.Kep

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Tujuan Umum .......................................................................... 4

C. Tujuan Khusus ........................................................................ 4

D. Manfaat penulisan ................................................................... 5

E. Sistematika penulisan............................................................. 6

BAB II TINJAUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM METATARSAL

A. TINJAUAN TEORI ................................................................... 8

1. Konsep Kegawatdaruratan Vulnus Laceratum ............... 8

1.1 Definisi ...................................................................... 8

1.2 Anatomi Fisiologi Kulit............................................. 10

1.3 Etiologi ...................................................................... 12

1.4 Manifestasi Klinis ……………………………………… 13

1.5 Patofisiologi ............................................................. 14

viii
1.6 Penatalaksanaan medik ........................................... 15

2. Konsep Asuhan Keperawatan ......................................... 20

2.1 Pengkajian ................................................................ 20

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul .......... 25

2.3 Perencanaan Keperawatan ...................................... 25

2.4 Implementasi Keperawatan ..................................... 33

2.5 Evaluasi Keperawatan .............................................. 36

B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian ........................................................................ 37

a. Identitas Pasien .......................................................... 37

b. Keluhan Utama............................................................ 37

c. Alasan Masuk ............................................................. 37

2. Pengkajian Primery Survey .............................................. 38

a. Airway ......................................................................... 38

b. Breathing .................................................................... 38

c. Circulation .................................................................. 39

d. Disability ..................................................................... 39

e. Exposure .................................................................... 40

3. Pengkajian Secondary Survey ......................................... 40

a. Riwayat Kesehatan ..................................................... 40

b. Riwayat dan Mekanisme Trauma............................... 41

c. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital ................................ 42

d. Hasil Laboratorium ..................................................... 42

ix
e. Hasil Pemeriksaan Diagnostik ................................... 42

f. Pengobatan ................................................................ 42

4. Klasifikasi Data.................................................................. 43

5. Analisa Data ...................................................................... 44

6. Diagnosa Keperawatan..................................................... 45

7. Perencanaan Keperawatan .............................................. 46

8. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan ....................... 50

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

A. Pengkajian ................................................................................. 57

B. Diagnosa keperawatan .............................................................. 62

C. Perencanaan keperawatan ....................................................... 63

D. Implementasi.............................................................................. 66

E. Evaluasi ...................................................................................... 69

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 71

B. Saran .......................................................................................... 72

Daftar Pustaka

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Reaksi Pupil .................................................................... ....... 40

Tabel 2.2 Klasifikasi Data ................................................................ ....... 43

Tabel 2.3 Analisa Data .................................................................... ....... 44

Tabel 2.4 Perencanaan Keperawatan ............................................. ....... 46

Tabel 2.5 Implementasi & Evaluasi Keperawatan ........................... ....... 50

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi gawatdarurat merupakan salah satu fasilitas pelayanan

kesehatan utama di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat

situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah pasien yang perlu

penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.Yang

dimaksud dengan Pelayanan Gawat Darurat (Emergency Care)

adalah bagian dari pelayanan yang di butuhkan oleh penderita dalam

waktu segera (Imediately) untuk menyelamatkan kehidupannya (life

saving) (John, 2016). Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu

alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun

rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,

dan/atau masyarakat (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka yang tidak

beraturan atau compang camping, biasanya karena tarikan atau

goresan benda tumpul. Luka ini juga disebabkan oleh trauma yang

tidak tajam seperti tepi meja, terkena bagian dari kendaraan bermotor

dan sebagainya sehingga membuat bagian tepinya tidak rata. (Randy

Prayogi, 2019).

Salah satu penatalaksanaan vulnus laceratum yaitu penghentian

pendarahan, dimana pendarahan adalah suatu hal yang serius, jika

1
2

pendarahan tidak cepat dihentikan maka akan bisa menyebabkan

terjadi nya syok hipovolemik, untuk menghindari terjadinya kegawat

daruratan itu maka sangat dibutuhkan keterampilan, pengetahuan,

dan pengalaman perawat yang ada bertugas di IGD. Pengetahuan

didefenisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui, pengetahuan

terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang akan memungkinkan

seseorang dapat memahami segala sesuatu yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau dari

orang lain yang sampai kepada seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Menurut WHO dalam jurnal Edukasi Berbasis Nutrisi dan budaya

pada penderita luka robek kronis (vulnus laceratum ) yang ditulis oleh

Huda, N., Febriyanti, E., & de Laura, D. tahun 2018, angka kejadian

vulnus laceratum setiap tahun semakin meningkat, baik vulnus

laceratum. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

prevelensi pasien dengan vulnus laceratum adalah 3.500 per 1000

populasi penduduk. Mayoritas vulnus laceratum pada dunia adalah

vulnus laceratum karena pembedahan/trauma (48.00%). Pada tahun

2009, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang

insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit, diperoleh data

untuk luka bedah ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.110 juta

kasus, luka lecet ada 20.40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus.

(Martono, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Jilid 1, 2012)


3

Penderita Vulnus Laceratum / luka robek menempati urutan ketiga

jenis cedera terbanyak di Indonesia sebanyak 23,2 % dan masuk

diurutan kedua terbanyak di Ruang Bedah RSD Mayjend. HM.

Ryacudu yaitu sebesar 19,94% pada tahun 2016 lalu. Indonesia

sendiri memiliki angka prevalensi vulnus laceratum cukup tinggi, dari

data Riskesdas tahun 2017 disebutkan bahwa angka prevalensi

cedera nasional adalah sebesar 8,2%. Angka ini mengalami

peningkatan sebesar 0,7% dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya,

pada tahun 2007 prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar

7,5%. Adapun kejadian cedera tersebut terbagi menjadi beberapa

kategori penyebab cedera. Prevalensi cedera berdasarkan kategori

penyebab nya adalah cedera akibat jatuh (40,9%) dan kecelakaan

sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena

benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan

kejatuhan (2,5%). Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2

persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%)

dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai prevalensi

cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi, proporsi

cedera luka robek menduduki urutan ketiga jenis luka terbanyak di

Indonesia. Jenis luka ini tertinggi ditemukan di Papua sekitar 48,5

persen dan terendah di DI. Yogyakarta (14,6%). Sedangkan proporsi

cedera luka pada provinsi Sumatera Selatan angka prevalensi pada

kasus luka robek adalah sebesar 18,7%.


4

Pada saat 3 hari praktik di ruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Kota

Makassar, terdapat 10 orang pasien yang mengalami vulnus

laceratum, 5 orang pasien yang mengalami vulnus laceratum pada

daerah metatarsal dikarenakan kecelakaan saat berkendara, 3 orang

mengalami vulnus laceratum maxillofacial, 2 orang pasien mengalami

kecelakaan vulnus laceratum pada lengan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menulis Karya Ilmiah

Akhir (KIA) dengan judul “Manajemen Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan Trauma Pada Ny. F Dengan Diagnosa Vulnus

Laceratum Metatarsal Di Ruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Kota

Makassar”

B. Tujuan Umum

Memberikan gambaran manajemen asuhan keperawatan

kegawatdaruratan pada pasien vulnus laceratum metatarsal di ruang

IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar.

C. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan gambaran pengkajian keperawatan

kegawatdaruratan primer dan sekunder kegawatdaruratan pada

Ny. F dengan diagnosa Vulnus Laceratum di ruang IGD Bedah

RS-YW Ibnu Sina Makassar Tahun 2021.


5

2. Menjelaskan gambaran diagnosa keperawatan pada Ny. F

dengan diagnosa vulnus laceratum diruang IGD Bedah RS-YW

Ibnu Sina Makassar Tahun 2021.

3. Menjelaskan perencanaan keperawatan yang tepat pada pasien

Ny. F dengan diagnosa medis Vulnus Laceratum diruang IGD

Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar Tahun 2021.

4. Menjelaskan implementasi pada Ny. F dengan diagnosa Vulnus

Laceratum diruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar

Tahun 2021.

5. Menjelaskan evaluasi pada Ny. F dengan Vulnus Laceratum

diruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar Tahun 2021.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini antara lain yaitu :

1. Bagi Instansi Pendidikan

Dari Hasil Penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan

kualitas pembelajaran dan mengembangkan ilmu yang berkaitan

dengan system integument khususnya mengenai asuhan

keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan Vulnus

Laceratum metatarsal.

2. Rumah Sakit

Hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan masukan dan informasi

mengenai penanganan kegawatdaruratan pasien vulnus

laceratum diruang IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina Makassar. Hal


6

ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan

keperawatan yang diwujudkan dengan meningkatkan kepuasan

pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

3. Penulis

Dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman dalam

memberikan asuhan keperawatan serta dapat mengaplikasikan

ilmu yang diperoleh selama pendidikan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan penjelasan mengenai hasil dari isi laporan,

maka penulis memberikan sistematika uraian sebagai berikut :

1. BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus, manfaat dan

sistematika penulisan

2. BAB II Teori Kasus Kelolaan

a. Tinjauan teoritis

1) Konsep dasar medis yang meliputi Definisi, Anatomi

Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Penatalaksanaan Medis

dengan Kegawatdaruratan vulnus Laseratum.

2) Konsep dasar asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnose keperawatan, Perencanaan

keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan

kegawatdaruratan vulnus laceratum.

b. Tinjauan kasus
7

Berisi tentang pengkajian, diagnose keperawatan,

Perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi

keperawatan pada pasien dengan kegawatdaruratan vulnus

laceratum.

3. BAB III Pembahasan

Pada bab ini Berisi tentang pembahasan kesenjangan antara teori

dan praktek yang meliputi pengkajian diagnose keperawatan,

Perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan pada

pasien vulnus laceratum

4. BAB IV Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM METATARSAL

A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Kegawatdaruratan Vulnus Laceratum

1.1. Definisi

Metatarsal adalah lima tulang panjang yang terletak

dipunggung kaki. Lima bagian tulang itu saling berkaitan

dalam satu unit. Fungsinya untuk membagi beban pada

tubuh dan mengadaptasikan tubuh pada tanah yang tidak

rata. Cedera atau keretakan pada tulang ini bisa terjadi jika

tulang tersebut mengalami tabrakan, seperti misalnya

sebuah kendaraan menabrak kaki. Selain itu terkilir dan

kelelahan pada kaki juga bisa menjadi pencebab cedera

tersebut dan mengakibatkan terjadinya vulnus laceratum.

Vulnus Laceratum (luka robek) merupakan terjadinya

gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi

pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi

akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan

jaringan. Secara umum vulnus laceratum dapat dibagi

menjadi dua yaitu simple bila hanya melibatkan kulit dan

jaringan dibawahnya. Trauma arteri umumnya dapat

disebabkan oleh trauma benda tajam (50%) misalnya

8
9

karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja

atau kecelakaan lalulintas (Robert, 2018).

Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi

jaringan tubuh yang terputus. Bentuk luka bermacam-

macam, terdapat bentuk sederhana seperti kerusakan pada

epitel dan bentuk kerusakan yang dalam seperti jaringan

subkutis, lemak, dan otot bahkan tulang beserta strukturnya

yaitu tendon, syaraf, dan pembuluh darah sebagai dari

bentuk akibat trauma dan ruda paksa (Novaprima, 2019).

Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari

akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui

elastisitas kulit atau otot (Mansjoer, 2017). Secara umum

luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1.1.1 Simple, bila hanya melibatkan kulit.

1.1.2 Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan

dibawahnya.

Vulnus Laceratum dibedakan berdasarkan beratnya yaitu :

1.1.1 Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa

menembus dinding.

1.1.2 Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding

arteri juga terluka dan biasanya menimbulkan

pendarahan yang hebat.Derajat III adalah pembuluh

darah putus total, gambaran klinis menunjukkan


10

pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami

vasokontriksi dan retaraksi sehingga masuk ke

jaringan karena elastisitasnya.

1.2. Anatomi Fisiologi

1.2.1 Kulit

Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis

kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis, dermis, lemak

subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan

merupakan benang pertahanan terhadap bakteri

virus dan jamur. Kulit juga merupakan tempat

sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat

jahitan ujung syaraf yang saling bertautan”.

a. Epidermis bagian terluas kulit dibagi menjadi 2

bagian lapisan yaitu :

1) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari

lapisan sel-sel tidak berinti dan bertanduk.

2) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan

asal sel permukaan bertanduk setelah

mengalami proses di ferensiasi

b. Dermis

Dermis terletak di bawah epidermis dan

terdiri dari seabut-serabut kolagen elastin, dan

retikulum yang tertanam dalam substansi dasar.


11

Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh

darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada

epidermis. Disekitar pembuluh darah yang kecil

terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan leukosit

yang melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi

dan instansi benda-benda asing. Serabut

serabut kolagen, elastin khusus menambahkan

sel-sel basal epidermis pada dermis.

c. Lemak subkutan

Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan

merupakan lapisan kulit ketiga yang terletak di

bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan

untuk kulit isolasi untuk mempertahankan daya

tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.

1.2.2 Jaringan Otot

Otot adalah jaringan yang mempunyai

kemampuan khusus yaitu berkontraksi dengan

sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri

dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama

dengan sel dari jaringan lain.semua sel diikat menjadi

berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat

yang mengandung unsur kontaktil.


12

1.2.3 Jaringan Saraf

Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur :

a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel

syaraf.

b. Unsur putih serabut saraf.

c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang dijumpai

hanya dalam saraf dan yang menghimpun serta

menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel

saraf dan prosesnya disebut neuron. Sel saraf

terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus

dengan nekleus besar dan berdinding sel lainnya

berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari sel

saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan saraf

kepada dan dari sel saraf.

1.3 Etiologi

Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh beberapa hal

diantaranya :

a. Alat tumpul

b. Jatuh ke benda tajam dan keras.

c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.

d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.

e. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat

dan basa kuat.


13

f. Trauma Fisika

1) Luka akibat suhu tinggi

Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat

exhaustion primer, heat exhaustion sekunder, heat

stroke, sun stroke dan heat cramps.

2) Luka akibat suhu rendah

Derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu

dingin diantaranya hyperemia, edema dan vesikel.

1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita luka robek metatarsal

biasanya bersifat nyeri. Nyeri muncul disebabkan oleh

rangasangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh

menghasilkan mediator kimia nyeri (Muhammad Zulkhairi,

2017).

Tanda-tanda umum adalah syok dan syndrome remuk

(cris syndrome), dan tanda-tanda local biasanya terjadi nyeri

dan pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan

sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun

hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran

menurun hingga tidak sadar.

Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur

misalnya otot-otot pada daerah yang luka, sehingga

hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang


14

mengakibatkan kelainan yang disebut “Lower

Nepron/neprosis, tandanya urine berwarna merah, dysuria

hingga anuria dan uereum darahm meningkat.

Black & Hawks, 2014) menyatakan Manifestasi klinik

vulnus laceratum yaitu :

9.2.1 Luka tidak teratur

9.2.2 Jaringan rusak

9.2.3 Bengkak

9.2.4 Perdarahan

9.2.5 Tampak lecet atau memar disetiap luka

1.5 Patofisiologi

Vulnus laceratum metatarsal tarjadi akibat kekerasan

benda tumpul, goresan, jatuh dan kecelakan. Sehingga

kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon

tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan

atau inflamasi. Reaksi peradangan akan terjadi apabila

jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar

timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat

yang disebabakan oleh mikroorgnaisme yang biasanya

tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya

adalah peristiwa yang di kordinasikan dengan baik yang

dinamis dan kontinyu yang menimbulkan reaksi

peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di


15

mikrosekualasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas

maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah

jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi

pada tepi nya antara jaringan mati dan hidup. Nyeri

timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga

terjadi kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan

membentuk zat kimia sehingga menurunkan ambang

stimulus terhadap reseptor mekano sensitif dan

hernosensitif. Apabila nyeri diatas, hal ini dapat

mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeir yang

berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi

keterbatasan gerak, (Potter &Perry 2010 dalam

Prayogi, R., kk. 2019).

1.6 Penatalaksanaan

1.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa

tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan

antiseptic, pembersihan luka, penjahitan luka,

penutupan luka.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan

pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk mensucikan

akan kulit. Untuk melakukan


16

pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan

cairan atau larutan antispetik seperti :

1) Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat

(efektif).

2) Halogen dan senyawanya

3) Yodium merupakan antiseptic yang sangat

kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi

2% membunuh spora dalam 2-3 jam.

4) Povidin Yodium (betadine, septadine dan

isodine) merupakan kompleks yodium dengan

polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang,

mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil

karena tidak menguap.

5) Yodofom, sudah jarang digunakan.

Penggunaan biasanya untuk antiseptic borok.

6) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitine)

merupakan senyawa biguanid dengan sifat

bakterisid dang fungisid, tidak berwarna, mudah

larut dalam air, tidak merangsang kulit dan

mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.

7) Oksidansia
17

8) Kalium permanganate, bersifak bakterisiddan

fungsida agak lemah berdasarkan sifat

oksidator.

9) Perhidol (Peroksida air, H2O2) berkhasiat untuk

mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan

membunuh kuman anaerob

10) Logam berat dan garamnya.

11) Merkuri klorida (sublimat), berhasiat

menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.

12) Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-

10%. Sifatnya bakteriostatik lemah,

mempercepat keringnya luka dengan cara

merangsang timbulnya kerak (Korts).

13) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah

(konsentrasi 3%).

14) Derivate fenol.

15) Tirnitfenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai

antiseptic wajah dan eksterna sebelum operasi

dan luka bakar.

16) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk

mencuci tangan.

17) Basa ammonium kuartener, disebut juga

etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin


18

dan berupa serbuk berwana kuning dam

konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai

antiseptic borok bernanah, kompres dan irigasi

luka terinfeksi (Mansjoerm 2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka

yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan

pencuci dan teknik pencucian luka. Pengunaan

cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat

pertumbuhan jaringan sehingga memperlama

waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan

cairan dalam pencucian luka harus cairan yang

efektif dana man terhadap luka. Selain larutan

antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan

pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan

yaitu Normal Saline, normal saline atau disebut

juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang

bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl

dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium

klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/I

setara dengan ion-ion Na’ 154 mEq/I (InETNA,

2004 : 16 ; ISO Indonesia,2000 : 18).

c. Penjahitan Luka
19

Luka bersih diyakini tidak mengalami infeksi

serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit

primer, sedangakn luka yang terkontaminasi berat

dana tau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan

sembuh persekundam atau pertertiam.

d. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang

baik pad luka sehingga proses oenyembuhan

berlangsung optimal. (Mansjoer, 2000 : 398 ;

Walton, 1990 : 44).

1.6.2 Medis :
a. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami

infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit

primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat

dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan

sembuh per sekundam atau per tertiam.

b. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu

diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi

atau kotor maka perlu diberikan antibiotic


20

2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian Primer

Menurut Rudi Hamamo (2016) pengkajian Airway (A),

Breathing (B), circulation (C), disability (D), exposure (E)

pada pengkajian gawatdarurat adalah :

2.2.1 Airway (jalan napas).

Lihat (Look) adalah tanda-tanda obstruksi jalan

napas. Obstruksi jalan napas menyebabkan

pergerakan dada dan abdomen secara paradox

(pernapasan see-saw) dan penggunaan otot-otot

pernapasan aksesoris. Sianosis sentral merupakan

tanda lanjut dari obstruksi jalan napas.

Biasanya pada pasien vulnus laceratum

metatarsal tidak terdapat sumbatan jalan napas,

pasien sadar, memegang leher, gelisah, sianosis,

tampak tidak ditemukan kesulitan bernafas, tidak

terdengar bunyi nafas sursling, snoring ataupun

stridor.

2.2.2 Breathing

(Menurut Rani, 2013), pengkajian pada

pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan

nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.


21

Dan pengkajian pada kegawatdaruratan vulnus

laceratum metatarsal, breathing look, listen dan feel

dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigen

pasien. Sesak nafas tidak terjadi pada pasien vulnus

laceratum metatarsal karena frekuensi napas pasien

dalam rentang normal, tidak ditemukan adanya

suara napas tambahan, dan adanya udara yang

keluar dari jalan nafas.

2.2.3 Circulation

Lihat (look) warna tangan dan jari. Tanda-tanda

gangguan kardiovaskuler termasuk akral (perifer)

yang dingin dan pucat. Ukurlah waktu pengisian

kapiler (capilary refill time), CRT memanjang (> 2

detik) dapat menunjukkan perfusi perifer yang buruk

walaupun faktor-faktor lainnya misalnya Nilai suhu

tubuh pada ekstremitas hangat atau dingin, suhu

yang dingin menunjukkan perfusi jaringan yang

buruk.

Pada pengkajian kegawatdaruratan vulnus

laceratum metatarsal terdapat gangguan

kardiovaskuler yaitu akral dingin dan crt <2 detik, dan

terjadi kekurangan volume cairan, suhu 36,90c.


22

2.2.4 Disability

Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi

sistem saraf pusat. Lakukan penilaian cepat pada

tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan

metode Alert, Verbal, Pain, Unresponsive (AVPU)

atau menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Berbagai penyebab perubahan tingkat kesadaran

meliputi hipoksia, hiperkapnia, hipoperfusi cerebral,

obat-obat analgetik, sedative dan hipoglikemia.

Pengkajian pada pasien kegawatdaruratan

vulnus laceratum metatarsal terdapat GCS E4 M6 V5

dimana tingkat kesadaran pada pasien vulnus

laceratum metatarsal yaitu composmentis.

2.2.5 Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan

pada bagian tubuh yang paling berkonstribusi pada

status penyakit pasien (Musliha, 2010), pada

pengkajian pasien kegawatdaruratan vulnus

laceratum metatarsal masalah yang terjadi pada

exposure yaitu terdapat nyeri pada daerah luka

robek (control pada kasus vulnus laceratum, dengan

membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi).


23

2.2 Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format

SAMPLE (Sumptom, Alergi, Medikasi, Post Ilness, Last meal

dan Event / Enviroment) yang berhubungan dengan kejadian.

Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki (Head to

toe) dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostic.

Pengkajian pada vulnus laceratum metatarsal sebenarnya

hampir sama dengan pengkajian pada penderita lainnya.

Berikut pengkajian keperawatan pada pasien vulnus

laceratum (Muttaqin, 2016) :

2.2.1 Identitas

Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat,

pendidikan, pekerjaan.

2.2.2 Riwayat kesehatan sekarang

a. Sumber kecelakaan.

b. Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.

c. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol,

obat-obatan.

d. Keadaan fisik sekitar luka.


24

2.2.3 Riwayat kesehatan dahulu

Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak

seperti (DM, gagal jantung, sirosishepatis, gangguan

pernafasan).

2.3 Pemeriksaan fisik

2.3.1 Aktivitas atau istirahat

Gejala : Merasa lemah.

Tanda : Penurnan kekuatan tahanan keterebatasan

rentang gerak, perubahan aktifitas.

2.3.2 Sirkulasi

Gejala : perubahan tekanan darah/normal

Tanda : perubahan frekuensi jantung takikardi atau

bradikardi.

2.3.3 Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.

Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.

2.3.4 Eliminasi

Gejala : Konstipasi, retensi urin.

2.3.5 Neurosensory

Gejala : Vertigo, tiitus, baal pada ekstremitas,

kesemutan nyeri.
25

Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan

gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera,

kemerahan.

2.3.6 Nyeri/kenyamanan.

Gejala : nyeri pada daerah luka bila disentuh atau

ditekan.

Tanda : wajah meringis, respon menarik pada

rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur,

kulit nyeri panas, luka warna kemerahan, bau, dan

edema.

2.4 Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul

2.4.1 Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif.

2.4.2 Risiko syok

2.4.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisik

2.4.4 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2.4.5 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan

factor mekanis (robekan).

3. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular

4. Risiko infeksi.

2.5 Perencanaan Keperawatan


26

2.5.1 Diagnosa Keperawatan : Hypovolemia berhubungan

dengan kehilangan cairan aktif.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan

tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan status

cairan membaik dengan kriteria hasil :

a. Kekuatan nadi dari menurun menjadi

meningkat.

b. Perasaan lemah dari meningkat menjadi

menurun.

c. Frekuensi nadi dari memburuk menjadi

membaik.

d. Tekanan darah dari memburuk menjadi

membaik.

e. Membrane mukosa dari memburuk menjadi

membaik

Perencanaan Keperawatan : Manajemen

Hipovolemia Observasi

a. Monitor tanda dan gejala hypovolemia.

b. Monitor intake dan output cairan Terapeutik.

c. Hitung kebutuhan cairan.

d. Berikan asupan cairan oral.

Edukasi.

a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.


27

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan IV.

b. Kolaborasi pemberian produk darah

2.5.2 Diagnosa Keperawatan : Risiko Syok

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan

tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan tingkat

syok meningkat dengan kriteria hasil :

a. Akral dingin dari meningkat menjadi menurun.

b. Pucat dari meningkat menjadi menurun.

c. Tekanan darah dari memburuk menjadi

membaik.

d. Pengisian kapiler dari memburuk menjadi

membaik

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Syok

Observasi

a. Monitor status kardiopulmonal.

b. Monitor status oksigenasi Terapeutik.

c. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi

oksigen >94%.

d. Pasang jalur IV.

e. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

a. Jelaskan penyebab/factor risiko syok.


28

b. Jelaskan tanda dan gejala awal syok.

c. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

2.5.3 Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan

tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan tingkat

nyeri menurun dengan kriteria hasil :

a. Keluhan nyeri dari meningkat menjadi menurun.

b. Meringis dari meningkat menjadi menurun.

c. Gelisah dari meningkat menjadi menurun.

d. Sikap prospektif dari meningkat menjadi

menurun

Perencanaan Keperawatan : Manajemen Nyeri

Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frakuensi,

kualitas, intensitas nyeri.

b. Identifikasi skala nyeri.

c. Identifikasi respon nyeri non verbal.

d. Identifikasi factor yang memperberat dan

memperingan nyeri.

Terapeutik
29

a. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri.

b. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri.

c. Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgesic

2.5.4 Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit.

Tujuan dan Krieteria Hasil : Setelah dilakukan

tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan

termoregulasi membaik dengan kriteria hasil :

a. Pucat dari meningkat menjadi menurun.

b. Takikardi dari meningkat menjadi menurun.

c. Takipnea dari meningkat menjadi menurun.

d. Suhu tubuh dari memburuk menjadi membaik

Perencanaan Keperawatan : Manajemen

Hipertermia

Observasi

a. Monitor suhu tubuh.


30

Terapeutik

a. .Longgarkan atau lepaskan pakaian.

b. Berikan cairan oral.

c. Lakukan pendinginan eksternal.

Edukasi

a. Anjurkan tirah baring.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolik

intravena

2.5.5 Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit

berhubungan dengan factor mekanis (robekan).

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan integritas kulit

meningkat dengan kriteria hasil :

a. Kerusakan jaringan dari meningkat menjadi

menurun.

b. Kerusakan lapisan kulit dari meningkat menjadi

menurun.

c. Nyeri dari meningkat menjadi menurun

d. Perdarahan dari meningkat menjadi menurun.

e. Kemerahan dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Perawatan Luka


31

Observasi

a. Monitor karakteristik luka.

b. Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

a. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

b. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih

nontoksik, sesuai kebutuhan.

c. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi

2.5.6 Diagnosa Keperawatan Gangguan mobilitas fisik b/d

gangguan neuromuscular.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan mobilitas fisik

meningkat dengan kriteria hasil :

a. Pergerakan ekstremitas dari menurun menjadi

meningkat

b. Kekuatan otot dari menurun menjadi meningkat.

c. ROM dari menurun menjadi meningkat.

d. Gerakan tidak terkoordinasi dari meningkat

menjadi menurun.

e. Gerakan terbatas dari meningkat menjadi

menurun.

f. Kelemahan fisik dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Dukungan Mobilisasi


32

Observasi :

a. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah

sebelum memulai mobilisasi.

b. Monitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi.

Terapeutik

a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu.

b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan.

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

b. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus

dilakukan

2.5.7 Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x6 jam diharapkan tingkat infeksi

menurun dengan kriteria hasil :

a. Demam dari meningkat menjadi menurun.

b. Kemerahan dari meningkat menjadi menurun.

c. Nyeri dari meningkat menjadi menurun.

d. Bengkak dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Infeksi

Observasi
33

a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan

sistemik

Terapeutik

a. Berikan perawatan kulit pada edema.

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien dan lingkungan pasien.

c. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko

tinggi

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

b. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan

cairan

2.6 Implementasi Keperawatan

2.6.1 Diagnosa Keperawatan : Hypovolemia

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Implementasi Keperawatan : Memonitor tanda dan

gejala hypovolemia, memonitor intake dan output

cairan, menghitung kebutuhan cairan, memberikan

asupan cairan oral 250 ml, menganjurkan

memperbanyak asupan cairan oral,

penatalaksanaan pemberian cairan RL 20 tpm,

2.6.2 Diagnosa Keperawatan : Risiko Syok


34

Implementasi Keperawatan : memonitor status

kardiopulmonal, memonitor status oksigenasi,

memberikan oksigen melalui nasal kanul 4 lpm,

memasang cairan infus NaCl 0,9% 20 tpm,

melakukan skintest, menjelaskan penyebab, factor

risiko, tanda dan gejala syok, menganjurkan banyak

minum, penatalaksanaan pemberian transfusi

darah 2 bag.

2.6.3 Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik.

Implementasi Keperawatan : Mengidentifikasi

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri,

mengidentifikasi respon non verbal,

mengidentifikasi factor memperberat dan

memperingan nyeri, mengajarkan Teknik relaksasi

nafas dalam, mengontrol lingkungan, memfasilitasi

istirahat dan tidur, menjelaskan penyebab, periode

dan pemicu nyeri, penatalaksanaan pemberian obat

ketorolac 30 mg.

2.6.4 Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit.


35

Implementasi : Memonitor suhu tubuh,

melonggarkan atau melepaskan pakaian,

memberikan cairan oral, melakukan pendinginan

eksternal, menganjutkan tirah baring,

penatalaksanaan pemberian cairan Nacl 0,9% 20

tpm.

2.6.5 Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit

b/d factor mekanis (robekan)

Implementasi Keperawatan : Memonitor

karakteristik luka, memonitor tanda-tanda infeksi,

membersihkan luka dengan cairan NaCl 0,9%,

memberikan salep sesuai luka, memasang balutan,

mempertahankan Teknik steril, menjelaskan tanda

dan gejala infeksi, penatalaksanaan pemberian

ceftriaxone 1 gr/IV, mengidentifikasi riwayat alergi

terhadap anastesi, mengidentifikasi adanya riwayat

keloid, mengidentifikasi jenis jarum yang sesuai,

mengidentifikasi metode jahitan yang sesuai,

melakukan hecting, menjelaskan tujuan dan

prosedur tindakan, mengajarkan cara merawat

jahitan.

2.6.6 Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik

b/d gangguan neuromuscular.


36

Implementasi Keperawatan : memonitor frekuensi

jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi, memonitor kondisi umum selama

melakukan mobilisasi, memfasilitasi aktivitas

mobilisasi dengan alat bantu, melibatkan keluarga

untuk membantu pasien dalam meningkatka

pergerakan, menjelaskan tujuan dan prosedur

mobilisasi, mengajarkan mobilisasi sederhana yang

harus dilakukan.

2.6.7 Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi

Implementasi Keperawatan : memonitor tanda dan

gejala infeksi, memberikan perawatan kulit pada

edema, mencuci tangan, mempertahankan Teknik

aseptic, menganjurkan meningkatkan asupan

cairan dan nutrisi.

2.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima dari

proses keperawatan. Tahap ini sangat penting untuk

menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan

klien (Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa

evaluasi merupakan proses kontinyu yang terjadi saat

perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses

evaluasi perawat membuat keputusan-keputusan klinis dan


37

secara terus-menerus mengarah kembali ke asuhan

keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah

membantu klien menyelesaikan masalah kesehatan actual

untuk mencegah terjadinya masalah risikp, dan

mempertahankan status kesehatan sejahtera. Proses

evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan

yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP

untuk mengevaluasi hasil Perencanaan yang dilakukan.

Poin S Merujuk pada respon subjektif pasien setelah

diberikan Perencanaan. Poin O pada respon objektif yang

dapat diukur pada pasien setelah dilakukannya

Perencanaan. Poin A adalah analisis perawat terhadap

Perencanaan yang dilakukan. Poin P adalah perencanaan

terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah

dilakukan sebelumnya.

B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Ruangan : IGD Bedah RS-YW Ibnu Sina

Tanggal/jam : 16 Desember 2021/ 09.05 WITA

a. Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 22-55-41

Nama Lengkap : Ny. Fitri


38

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir/Umur : 26 tahun

Alamat : Jl. Pampang

Diagnosa : Vulnus Laceratum

Tanggal masuk : 16 desember 2021

Tanggal pengkajian : 16 desember 2021

b. Keluhan Utama : Nyeri Akut

c. Alasan Masuk : Pasien masuk dengan keluhan luka robek

dikaki kanan dialami sejak kurang lebih 30 menit yang lalu

akibat kecelakaan ditabrak bentor pada saat berkendara

menggunakan motor dengan luas luka 6 cm x 0,5 cm x 0,5

cm, dengan skala nyeri 6, pasien tampak lemah, pasien

tampak meringis, pasien tampak gelisah, terdapat perdarahan

pada luka yaitu sebanyak 200 cc, riwayat pingsan mual

muntah (-)

2. Pengkajian Primery Survey

a. Airway

1) Pengkajian jalan napas

 Bebas  Paten

Trachea ditengah :  Ya  Tidak

a) Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

b) Re-evaluasi : Tidak dilakukan re-evaluasi

2) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan


39

b. Breathing

1) Fungsi Pernapasan

a) Dada simetris :  Ya  Tidak

b) Sesak nafas :  Ya  Tidak

c) Respirasi : 20 x/menit

d) Krepitasi :  Ya  Tidak

e) Suara nafas : Teratur dan tidak terdapat suara

nafas tambahan seperti, ronchi, wheezing.

f) Saturasi Oksigen : 99%

g) Assessment : Vital Sign

h) Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

i) Re-evaluasi : Tidak dilakukan re-evaluasi

2) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Circulation

1) Keadaan sirkulasi

a) Tekanan darah : 90/60 mmHg

b) Nadi : 110 x/menit

c) Suhu : 370c

d) Temperature Kulit : Dingin

e) Gambaran kulit : Pucat

f) Perdarahan :  Ya  Tidak

Lokasi Perdarahan : Pada kaki

kanan
40

Jumlah Perdarahan : 200 cc

g) Pengisian Kapiler : >2 detik

2) Assessment : Tidak dilakukan assesment

3) Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

4) Re-evaluasi : Tidak dilakukan re-evaluasi

5) Masalah Keperawatan : Hypovolemia

d. Disability

1) Penilaian fungsi neurologis

Kesadaran composmentis GCS 15 yaitu E4 M6 V5

2) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

e. Exposure

1) Penilaian hipotermia/hipertemia

Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu tubuh,

dengan suhu 370c.

2) Pengkajian nyeri

P : Pada saat pasien bergerak

Q : Teriris-iris

R : Kaki kanan

S : Skala 6 (NRS)

T : Hilang timbul, durasi 3-5 menit

3) Masalah Keperawatan : Nyeri Akut

Reaki pupil
41

Table 2.1
Reaksi Pupil
Kanan Ukuran Kiri Ukuran
(mm) (mm)
Cepat 2,5 mm 2,5 mm
Konstriksi - -
Lambat - -
Dilatasi - -
Tidak Beraksi - -
3. PENGKAJIAN SEKUNDER

a. Riwayat Kesehatan

S : Sign/symptomps (tanda dan gejala)

Pada saat pengkajian pasien mengeluh nyeri pada kaki

kanan akibat luka robekan.

A : Allergies (Alergi)

Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi pada

makanan.

M : Medication (Pengobatan)

Tidak ada obat yang digunakan sebelumnya

P : Past medical history (riwayat penyakit).

Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak

ada riwayat penyakit keluarga.

L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir,

sebelum sakit)
42

Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan

makanan yang dikonsumsi yang terakhir adalah nasi dan

lauk.

E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit)

Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan pada

saat pasien sedang berkendara motor hendak pulang

kerumah dan tiba-tiba sebuah bentor menabrak kaki

pasien, terdapat luka robekan.

b. Riwayat dan Mekanisme Trauma

O : Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi)

Keluarga pasien mengatakan setelah kejadian pasien

langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.

P : Provokatif (penyebab)

Pada saat mengendara motor ketika mau pulang kerumah

Q : Quality (kualitas)

Nyeri dirasakan seperti teriris-iris

R : Radiation (paparan)

Nyeri dirasakan diarea ekstremitas bawah sebelah kanan.

S : Severity ( tingkat keparahan)

Skala 6

T : Timing (waktu)

Pada saat bergerak


43

c. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

1. Frekunsi Nadi : 110 x/menit

2. Frekuensi Napas : 20 x/menit

3. Tekanan darah : 90/60 mmHg

4. Suhu tubuh : 370c

e. Hasil Laboratorium

Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium

f. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Tidak dilakukan pemeriksaan diagnostik

g. Pengobatan

1. Hecting Luka sebanyak 23 jahitan dan perawatan luka

2. IVFD RL 20 tpm.

3. Injeksi ranitidine 1 Amp/IV

4. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV

5. Asam mafenamat 3x1

4. KLASIFIKASI DATA

Table 2.2
Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
a. Pasien mengatakan pusing a. Pasien tampak pucat
b. Pasien mengatakan merasa b. Bibir pasien tampak kering
lemah. c. Pasien tampak meringis.
c. Pasien mengatakan haus d. Nadi teraba lemah
d. Pasien mengatakan e. Pasien tampak sesekali
mengalami luka robek pada memegangi area yang nyeri.
44

daerah kaki kanan. f. Pengkajian nyeri.


e. Pasien mengeluh nyeri pada O : Nyeri dirasakan sejak
kaki kanan akibat luka beberapa menit yang lalu
robekan. setelah ditabrak bentor.
P : Pada saat pasien sedang
mengendara motor hendak
pulang kerumah tiba-tiba
sebuah bentor menabrak kaki
kanan pasien
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan di area
ekstremitas bawa sebelah
kanan.
S : Skala 6 (NRS).
T : Hilang timbul
g. Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
P : 20 x/menit
N : 110x/i
S : 370c
CRT >2 detik

5. ANALISA DATA

Table 2.3
Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1. Factor Risiko :
a. Kehilangan cairan
secara aktif. Risiko Hypovolemia
b. Trauma/perdarahan.
45

2. DS :
a. Pasien mengatakan
mengalami luka robek
pada daerah kaki
kanan.
b. Pasien mengeluh nyeri Nyeri Akut
pada kaki kanan akibat
luka robekan.
DO :
a. Pasien tampak meringis.
b. Pasien tampak sesekali
memegangi area yang
nyeri.
c. Pengkajian nyeri.
O : Nyeri dirasakan
sejak beberapa
menit yang lalu
setelah ditabrak
bentor.
P : Pada saat pasien
sedang mengendara
motor hendak pulang
kerumah tiba-tiba
sebuah bentor
menabrak kaki kanan
pasien
Q : Seperti tertusuk-
tusuk
R : Nyeri dirasakan di
area ekstremitas
bawa sebelah
46

kanan.
S : Skala 6 (NRS).
T : Hilang timbul
d. Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
P : 20 x/menit
N : 110 x/menit
S : 370c
3. Factor Resiko : Resiko Perdarahan
Trauma

6. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

a. Diagnosa Primery Survey

1) Risiko Hypovolemia

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

b. Diagnosa Secondary Survey

1) Resiko infeksi

7. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Table 2.4
Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
Hypovolemia/ tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 6 jam a. Periksa tanda dan
diharapkan status cairan gejala hypovolemia
membaik dengan (mis, frekuensi nadi
kriteria hasil : meningkat, nadi
47

a. Kekuatan nadi dari teraba lemah, tekanan


menurun menjadi darah menurun,
meningkat. tekanan nadi
b. Turgor kulit dari menyempit, turgor kulit
menurun menjadi menurun, membrane
meningkat. mukosa kering,
c. Tekanan darah dari volume urine
memburuk menjadi menurun, hematocrit
membaik meningkat, haus,
d. Membrane mukosa lemah).
dari memburuk b. Monitor intake dan
menjadi membaik. output cairan
Terapeutik
a. Hitung kebutuhan
cairan
b. Berikan asupan cairan
oral.
Edukasi
a. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral.
Kolaborasi
a. Kolabor asi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
NaCl, R L).
2. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
agen pencedera tindakan keperawatan Observasi
fisik. selama 1 x 6 jam a. Identifikasi lokasi,
diharapkan Tingkat karakteristik, durasi,
Nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri.
48

e. Keluhan nyeri dari b. Identifikasi repsons


meningkat menjadi non verbal.
menurun. c. Identifikasi factor yang
f. Meringis dari memperberat dan
meningkat menjadi meringnankan nyeri.
menurun. Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres air
hangat/dingin, terapi
bermain.
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri.
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
c. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat.
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
49

analgetik, jika perlu.


3. Risiko Perdarahan Setelah dilakukan Perawatan Luka Tekan
tindakan keperawatan Observasi
selama 1x6 jam a. Monitor kondisi luka
diharapkan tingkat (meliputi ukuran luka,
infeksi menurun dengan derajat luka,
kriteria./ hasil : perdarahan, warna
a. Nyeri dari dasar luka, infeksi,
meningkat menjadi esudat, bau luka,
menurun. kondisi tepi luka)
b. Bengkak dari b. Monitor tanda dan
meningkat menjadi gejala infeksi pada
menurun. luka
c. Kemerahan dari Terapeutik
meningkat menjadi a. Bersihkan luka bagian
menurun. dalam dengan
menggunakan NaCl
0,9%.
b. Lakukan pembalutan
luka, jika perlu.
c. Oleskan salep, jika
perlu.
Edukasi
a. Ajarkan prosedur
perawatan luka.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu.
50

8. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Table 2.5
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi
Risiko Hipovolemia 09.10 1. Periksa tanda dan gejala Jam : 14.00
hypovolemia (mis, frekuensi S :
nadi meningkat, nadi teraba 1. Perdarahan pada luka
lemah, tekanan darah robek sudah tidak
menurun, tekanan nadi banyak
menyempit, turgor kulit O :
menurun, membrane 1. Terpasang Infus NaCl
mukosa kering, volume 20 tpm.
urine menurun, hematocrit 2. Tanda-tanda vital
meningkat, haus, lemah). TD : 100/80 mmHg
Hasil : Nadi pasien teraba P : 20 x/menit
lemah, pasien merasa N : 110x/i
haus, pasien tampak lemah. S : 360c
Tanda-tanda vital : CRT >2 detik
51

TD : 100/80 mmHg A : Masalah Hipovolemia


P : 20 x/menit sudah teratasi
N : 110 x/menit P : Pertahankan Perencanaan
S : 360c 1. Monitor cairan pasien.
09.25 2. Memonitor intake dan 2. Monitor ttv
output cairan
Hasil : perdarahan 200 cc
09.30 3. Menghitung kebutuhan
cairan
Hasil : Pasien diberikan
cairan infus sebanyak 20
tetes per menit.
4. Menganjurkan
09.35 memperbanyak asupan
cairan oral.
Hasil : Pasien minum Air
09.40 putih sebanyak 500 ml
5. Mengkolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
52

NaCl, RL).
09.45 Hasil : Pasien diberikan
cairan NacL 20 tpm.

Nyeri akut b/d agen 10.00 1. Mengkaji status nyeri yang Jam : 14.00
pencedera fisik dirasakan. S: pasien mengatakan luka
Hasil : robek pada area
O : Nyeri dirasakan sejak ekstremitas bawah
beberapa menit yang sebelah kanan didapatkan
lalu terjadi setelah pada saat sedang
ditabrak motor. mengendara motor ketika
P : Pada saat pasien mau pulang kerumah.
sedang mengendara O :
motor hendak pulang 1. Pasien tampak meringis
kerumah tiba-tiba 2. Pasien tampak sesekali
sebuah bentor memegangi area nyeri.
menabrak kaki kanan 3. TTV :
pasien. TD : 90/60 mmHg
53

Q : Seperti tertusuk-tusuk N : 110 x/menit


R : Nyeri dirasakan diarea P : 20 x/menit
ekstremitas bawah S : 36,90c
sebelah kanan. A : Masalah belum teratasi
S : Skala 6 (NRS). P : Lanjutkan Perencanaan
T : Terus menerus. 1. Kaji status nyeri.
10.15 2. Memberikan teknik non 2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk farmakologis untk
mengurangi nyeri. meredakan nyeri.
Hasil : Pasien diajarkan 3. Edukasi nyeri yang
melakukan teknik relaksasi dirasakan.
nafas dalam setiap 4. Kolaborasi pemberian
merasakan nyeri. obat.
10.25 3. Menjelaskan penyebab, 5. Pantau TTV
periode dan pemicu nyeri
Hasil : Pasien dan keluarga
sudah diberikan edukasi
mengenai nyeri yang
dirasakan
54

10.40 4. Pemantauan TTV


Hasil :
TD : 90/60 mmHg
P : 20 x/menit
N : 110 x/menit
S : 36,90c
Risiko infeksi 10.50 Observasi Jam : 14.00
1. Memonitor kondisi luka S : Pasien mengatakan luka
(meliputi ukuran luka, robek pada area
derajat luka, perdarahan, ekstremitas bawah
11.00 warna dasar luka, infeksi, sebelah kanan
esudat, bau luka, kondisi didapatkan pada saat
tepi luka). sedang mengendara
Hasil : ukuran luka 6 cm x motor ketika mau pulang
11.30 0,5cm x 0,5 cm. terdapat kerumah
perdarahan sebanyak 200 O :
cc, dan luka tampak 1. Luka robekan pada
kemerahan. ekstremitas bawah
2. Memonitor tanda dan gejala sebelah kanan sudah
55

infeksi pada luka dibalut.


Hasil : Luka tampak 2. Jahitan pada luka
kemerahan, pasien tampak sebanyak 23 hecting.
meringis. 3. TTV
Terapeutik TD : 110/110 mmHg
3. Membersihkan luka bagian S : 36,90c
dalam dengan P : 20 x/menit
menggunakan NaCl 0,9%. N : 110 x/menit
Hasil : Luka pasien A : Masalah teratasi
dibersihkan dengan P : Lanjutkan Perencanaan
menggunakan cairan NaCL 1. Monitor luka
0,9% 2. Monitor perdarahan
4. Melakukan pembalutan luka, 3. Monitor TTV
jika perlu.
Hasil : Luka pasien
dihecting sebanyak 23
jahitan, dengan jahitan
dalam yaitu sebanyak 6
jahitan, jahitan luar
56

sebanyak 12 jahitan dan


dilakukan pembalutan luka
dengan kasa.
5. Mengoleskan salep, jika
perlu.
Hasil : Luka pasien
diberikan Povidone Iodine
Edukasi
1. Mengajarkan prosedur
perawatan luka.
Hasil : pasien mengerti apa
yang telah diajarkan
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
Hasil : Pasien diberikan
obat asam mafenamat 3x1
BAB III

PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

Dalam pelaksanaan praktek keperawatan kegawatdaruratan di RS-YW

Ibnu Sina Makassar diruang IGD Bedah pada Ny. F selama tiga hari

dengan Vulnus Laceratum Metatarsal dilakukan pengkajian asuhan

keperawatan . Telah diupayakan semaksimal mungkin untuk mengatasi

masalah keperawatan yang dialami klien selama berada di ruang IGD

Bedah dengan menggunakan proses pendekatan keperawatan yang

dilakukan secara komprehensif yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, Perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Berikut ini akan

membahas tentang perbedaan yang terjadi antara teori dan kasus yang

didapat dari asuhan pada pasien Ny. F.

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,

pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi

akibat trauma/insiden yang mengancam kehidupan. Tujuan

dari primery survey adalah untuk mengidentifikasi dan

memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam

kehidupan. Pengkajian primer pada umumnya menggunakan

pendekatan ABCDE yang dapat digunakan ketika menilai dan

menangani semua pasien kritis (Harmamo, 2016).

57
58

a. Airway

Pada teori dapat dilihat tanda-tanda obstruksi jalan

napas. Obstruksi jalan napas menyebabkan pergerakan

dada dan abdomen secara paradox (pernapasan seesaw)

dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesoris. Sianosis

sentral merupakan tanda lanjut dari obstruksi jalan napas.

Berdasarkan studi kasus pada Ny. F dilihat kepatenan

jalan napas tidak terganggu atau bebas ditandai dengan

tidak ditemukannya lendir.

Menurut Parsenohadi (2013), pernapasan seesaw

(paradox) terjadi karena sumbatan jalan napas total atau

parsial, dimana waktu inspirasi dinding dada bergerak

turun tetapi dinding abdomen bergerak naik. Pernapasan

see-saw lebih banyak terjadi pada kasus-kasus dengan

trauma iga multiple yang dimana nyeri timbul pada saat

inspirasi dan pasien berusaha untuk mengurangi rongga

dada yang berakibat pada hipoventilasi serta

menyebabkan berkurangnya batuk dan napas dalam yang

berakibat pada retensi sputum, ateletaksis dan penurunan

kapasitas residu fungsional.

Berdasarkan teori dan kasus yang dianalisa bahwa

tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus nyata

atau kasus yang penulis lakukan karena pada kasus tidak


59

terdapat obstruksi jalan napas dikarenakan pada kasus

Ny. F vulnus laceratum terdapat pada bagian metatarsal

bukan di bagian wajah.

b. Breathing

(Menurut Rani, 2013), pengkajian pada pernafasan

dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan

keadekuatan pernafasan pada pasien. Dan pengkajian

pada kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal,

breathing look, listen dan feel dilakukan penilaian

terhadap ventilasi dan oksigen pasien.

Berdasarkan kasus Ny. F dengan melakukan inspeksi

tidak tampak sesak napas dengan frekuensi pernapasan

20 kali/menit dan saturasi oksigen 99%. Irama

pernapasan Ny. F normal (eupnu), pergerakan dinding

dada simetris kiri dan kanan, serta Ny. F tidak

menggunakan otot bantu napas.

Menurut teori Herman (2016) eupnea adalah

pernapasan normal dengan frekuensi 16-24 x/menit.

Berdasarkan teori dan kasus yang dianalisis bahwa

tidak terdapat kesenjangan anatara teori dan kasus nyata

karena pada kasus Ny. F terdapat vulnus laceratum pada

bagian kaki bukan pada bagian dada.


60

c. Circulation

Lihat (look) warna tangan dan jari. Tanda-tanda

gangguan kardiovaskuler termasuk akral (perifer) yang

dingin dan pucat. Ukurlah waktu pengisian kapiler

(capilary refill time), CRT memanjang (> 2 detik) dapat

menunjukkan perfusi perifer yang buruk walaupun faktor-

faktor lainnya misalnya Nilai suhu tubuh pada ekstremitas

hangat atau dingin, suhu yang dingin menunjukkan perfusi

jaringan yang buruk. pada teori dilakukan pengukuran

tekanan darah sistolik yang rendah menunjukkan syok.

Namun demikian, bahkan keadaan syok, tekanan darah

tetap normal sebgai mekanisme kompensasi untuk

meningkatkan resistenai perifer sebagai respon terhadap

prnurunan curah jantung

Berdasarkan kasus Ny. F CRT yaitu >2 detik dan

didapatkan temperatur kulit hangat dan akral perifer

dingin. Sehingga penulis menyimpulkan tidak terdapat

kesenjangan antara teori dan kasus nyata dan dengan

melakukan pengukuran tekanan darah yaitu 90/60 mmHg.

Hal ini sama dengan teori yang menyatakan adanya

tekanan sistolik rendah menunjukkan risiko syok. Namun

tekanan darah tetap normal sebagai mekanisme


61

kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer sebagai

respon terhadap penurunan jantung.

d. Disability

Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi sistem

saraf pusat. Lakukan penilaian cepat pada tingkat

kesadaran pasien dengan menggunakan metode Alert,

Verbal, Pain, Unresponsive (AVPU) atau menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS). Berbagai penyebab

perubahan tingkat kesadaran meliputi hipoksia,

hiperkapnia, hipoperfusi cerebral, obat-obat analgetik,

sedative dan hipoglikemia.

Pada kasus Ny. F pengkajian disability menggunakan

penilaian skala GCS dan didapatkan tingkat kesadaran

Ny. F yaitu composmentis (sadar penuh) dengan hasil

GCS 15 yaitu respon membuka mata spontan 4, respon

verbal 5, dan respon motoric 6. Serta reflex pupil isokor

dengan diameter 2,5 mm/2,5 mm. hal ini menunjukkan

tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.

e. Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada

bagian tubuh yang paling berkonstribusi pada status

penyakit pasien (Musliha, 2010), pada pengkajian pasien

kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal masalah


62

yang terjadi pada exposure yaitu terdapat nyeri pada

daerah luka robek.

Berdasarkan kasus Ny. F pada saat pengkajian

didapatkan nyeri pada ekstremitas bawah sebelah kanan

dengan skala nyeri 6 (1-10). Hal ini menunjukkan tidak

ada kesenjangan antara teori dengan praktek.

2. Pengkajian Sekunder

Pada teori Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format

SAMPLE (Sumptom, Alergi, Medikasi, Post Ilness, Last meal

dan Event / Enviroment) yang berhubungan dengan kejadian.

Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki (Head to

toe) dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostic.

Pada kasus Ny. F penulis melakukan pengkajian SAMPLE

dengan mewawancarai Ny. F dan tidak melukakukan

pengkajian fisik Sehingga penulis dapat menyimpulkan ada

kesenjangan antara teori dan kasus.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang

pengalaman / respon individu, keluarga, kelompok atau komunitas

terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan aktual atau

potensi atau dasar pemilihan Perencanaan keperawatan untuk


63

mencapai hasil yang dapat dipertanggung jawabkan (Heather,

2014).

Pada teori diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada

vulnus laceratum menurut (Boedihartono, 1994) adalah :

1. Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

2. Risiko syok

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis

(robekan).

6. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular

7. Risiko infeksi.

Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan pada studi kasus

nyata pada pasien Ny. F ada tiga yaitu :

1. Risiko Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

3. Risiko Infeksi

Berdasarakan kasus dengan teori terdapat Adanya

kesenjangan yang ditemukan antara teori dan kasus karena pada

saat pengkajian tidak ditemukan data-data yang menunjang untuk

tegaknya Diagnosa tersebut.


64

C. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan yang direncanakan pada pasien

dengan vulnus laceratum menggunakan SLKI-SIKI dengan langkah

pertama menetapkan tujuan dan kriteria hasil menggunakan

pedoman SLKI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia , 2018).

Sedangkan dalam merencanakan Perencanaan keperawatan

digunakan SIKI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2018).

Adapun Perencanaan yang diberikan pada Ny. F adalah :

1. Hypovolemia

Manajemen Hipovolemia

Observasi

a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis,

frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,

tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,

turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,

volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus,

lemah).

b. Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

a. Hitung kebutuhan cairan

b. Berikan asupan cairan oral.

Edukasi

a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.


65

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL).

2. Nyeri Akut

Manajemen Nyeri

Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri.

b. Identifikasi repsons non verbal.

c. Identifikasi factor yang memperberat dan meringankan

nyeri.

Terapeutik

a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis, akupresur, terapi

music, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik

imajinasi terbimbing, kompres air hangat/dingin, terapi

bermain.

Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

c. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.

d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi

rasa nyeri.

Kolaborasi
66

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

3. Risiko Infeksi

Perawatan Luka Tekan


Observasi
a. Monitor kondisi luka (meliputi ukuran luka, derajat
luka, perdarahan, warna dasar luka, infeksi, esudat,
bau luka, kondisi tepi luka)
b. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka
Terapeutik
a. Bersihkan luka bagian dalam dengan menggunakan
NaCl 0,9%.
b. Lakukan pembalutan luka, jika perlu.
c. Oleskan salep, jika perlu.
Edukasi
a. Ajarkan prosedur perawatan luka.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan pada pasien vulnus laceratum

metatarsal Perencanaan yang telah direncanakan menurut SIKI

2018, sehingga pada kasus Ny. F penulis langsung memberikan

implementasi berdasarkan Perencanaan yang telah direncanakan.

Adapun implementasi yang didapatkan pada Ny. F adalah :

1. Risiko Hypovolemia

a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis, frekuensi

nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah

menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit


67

menurun, membrane mukosa kering, volume urine

menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah).

Hasil : Nadi pasien teraba lemah, pasien merasa

haus, pasien tampak lemah. Tanda-tanda vital :

TD : 90/60 mmHg

P : 20 x/menit

N : 110 x/menit

S : 370c

b. Monitor intake dan output cairan

Hasil : perdarahan 200 cc

c. Hitung kebutuhan cairan

Hasil : Pasien diberikan cairan infus sebanyak 20

tetes per menit.

d. Berikan asupan cairan

Hasil : Pasien diberikan air putih.

e. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

Hasil : Pasien minum Air putih sebanyak 500 ml

f. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl,

RL).

Hasil : Pasien diberikan cairan NacL 20 tpm.

2. Nyeri akut

a. Kaji status nyeri yang dirasakan.

Hasil :
68

O : Nyeri dirasakan sejak beberapa menit yang

lalu terjadi setelah ditabrak motor.

P : Pada saat pasien sedang mengendara motor

hendak pulang kerumah tiba-tiba sebuah

bentor menabrak kaki kanan pasien.

Q : Seperti tertusuk-tusuk

R : Nyeri dirasakan diarea ekstremitas bawah

sebelah kanan.

S : Skala 6 (NRS).

T : Terus menerus.

b. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi

nyeri.

Hasil : Pasien diajarkan melakukan teknik relaksasi

nafas dalam setiap merasakan nyeri.

c. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

Hasil : Pasien dan keluarga sudah diberikan edukasi

mengenai nyeri yang dirasakan

d. Pemantauan TTV

Hasil :

TD : 90/60 mmHg

P : 20 x/menit

N : 110 x/menit

S : 36,90c
69

3. Risiko infeksi

Observasi
a. Monitor kondisi luka (meliputi ukuran luka, derajat
luka, perdarahan, warna dasar luka, infeksi, esudat,
bau luka, kondisi tepi luka).
Hasil : ukuran luka 6 cm x 0,5cm x 0,5 cm. terdapat
perdarahan sebanyak 200 cc, dan luka tampak
kemerahan.
b. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka
Hasil : Luka tampak kemerahan, pasien tampak
meringis.
Terapeutik
a. Bersihkan luka bagian dalam dengan menggunakan
NaCl 0,9%.
Hasil : Luka pasien dibersihkan dengan menggunakan
cairan NaCL 0,9%
b. Lakukan pembalutan luka, jika perlu.
Hasil : Luka pasien dihecting sebanyak 23 jahitan,
dengan jahitan dalam yaitu sebanyak 6 jahitan, jahitan
luar sebanyak 12 jahitan dan dilakukan pembalutan
luka dengan kasa.
c. Oleskan salep, jika perlu.
Hasil : Luka pasien diberikan Povidone Iodine
Edukasi
a. Ajarkan prosedur perawatan luka.
Hasil : pasien mengerti apa yang telah diajarkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
Hasil : Pasien diberikan obat asam mafenamat 3x1
70

E. Evaluasi Keperawatan

Pada evaluasi di ruang IGD langsung di evaluasi segera karena

pada kasus-kasus kegawatdaruratan yang ada di IGD harus

dilakukan penanganan segera, cepat dan tepat. Evaluasi yang

dilakukan pada Ny. F didapatkan ada beberapa diagnosa yang

belum teratasi tetapi pasien agak stabil sehingga pasien akan

dilakukan penatalaksanaan medis selanjutnya (Non Bedah).

Adapun hasil evaluasi dari 3 diagnosa yang ditegakkan yaitu :

1. Risiko Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif sudah teratasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik belum

teratasi karena pasien mengatakan masih nyeri pada area

luka robek.

3. Resiko infeksi teratasi karena perawat sudah melakukan

penghectingan dengan 23 jahitan, dan dilakukan pembalutan

dengan teknik steril.


BAB IV

PENUTUP

B. KESIMPULAN

1. Pengkajian

a. Pada pengkajian airway berdasarkan look, listen dan feel

tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

b. Pada pengkajian breathing berdasarkan look, listen tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

c. Pada pengkajian ciculation berdasarkan look, listen dan tidak

terdapat kesenjangan anatar teori dan kasus.

d. Pada pengkajian disability dengan skala GCS 15 sehingga

tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

e. Pengkajian expourse didapatkan nyeri pada luka robek, dan

CRT >2 detik sehingga tidak terdapat kesenjangan antara

teori dan kasus.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan hasil

pengkajian ABCDE yaitu :

a. Risiko Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

c. Risiko Infeksi

71
72

3. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan berdasarkan pada rencana tindakan

yang telah disusun berdasarkan SIKI.

4. Evaluasi

Semua masalah keperawatan belum teratasi setelah

dilakukan tindakan keperawatan, tetapi kondisi pasien agak

stabil sehingga pasien akan dilakukan penatalaksanaan medis

selanjutnya.

C. SARAN

1. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan agar dapat memodifikasi

pengkajian gawatdarurat dengan system yang terbaru sehingga

proses keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi dapat

terarah.

2. Rumah sakit

Bagi pihak rumah sakit agar tetap mempertahankan asuhan

keperawatan gawatdarurat yang komperehnsif dan melibatkan

berbagai disiplin ilmi kesehatan, kolaborasi dengan disiplin ilmu

kesehatan yang lain, serta melibatkan keluarga dalam merawat

pasien Vulnus Laceratum Metatarsal.

3. Bagi perawat
73

Diharapkan bagi perawat untuk dapat meningkatkan

keterampilan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan

kegawatdaruratan vulnus laceratum metararsal serta

memberikan penyuluhan akan pentingnya menjaga keselamatan

diri agar terhindar dari penyakit.

4. Bagi Pasien dan keluarga

Diharapkan agar bisa berpastiasi dan bersungguh-sungguh

dalam merawat luka agar hasil yang didapatkan sesuai dengan

apa yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA

(FLow, https://id.scribd.com/doc/316542431/Asuhan-Keperawatan-Vulnus-

Laceratum-KMB, 2016)

(Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

Martono, Pengetahuan Kegawatdaruratan Trauma Dan Sikap Posdaya

Dalam Merencanakan Tindakan Trauma, 2012.

http://registrasi.rscahyakawaluyan.com/bankdata/pdf/392477298-Sak-Igd-

Revisi.pdf

Mansjoer, A. dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI

SDKI. (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI.

SIKI. (2018). Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI.

SLKI. (2018). Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: PPNI.

Panduan Penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners. 2019. Tim Penyusun :

STIKES Panakkukang Makassar

74
75
76
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Nur Firdayanti Baharuddin


Tempat Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 15 Juli 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat Asal : Jl. Monginsidi Baru AB.7 No.1
Alamat di Makassar : Jl. Monginsidi Baru AB.7 No.1
No.Hp : 0821 8712 3920
Alamat E-mail : firdha811@gmail.com
Pendidikan Formal :

Tingkat Pendidikan Nama Tahun Tahun


Mulai Selesai
SD SD. Inpres Banta-Bantaeng 2004 2010
SMP SMP Negeri 2 Makassar 2010 2013
SMA SMK Keperawatan Pratidina Makassar 2013 2016
S1 STIKES Panakkukang Makassar 2016 2020

Makassar, Februari 2022

Nur Firdayanti Baharuddin

77

Anda mungkin juga menyukai