Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN

WILAYAH PESISIR

“Karakteristik, Struktur dan Dinamika Ekosistem Pesisir dan Lautan”

Dosen Pengampu: Arfan Afandi., S.Pi, M.Si

Disusun Oleh:
Ita Sari (19410003)
Jundarianto (19410006)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN

BAUBAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Yang Maha Pengasih Allah
SWT karena atas berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Manajemen Sumberdaya Perikanan Dan
Wilayah Pesisir yang berjudul “karakteristik, Struktur dan Dinamika Ekosistem
Pesisir dan Lautan”” dengan sebaik-baiknya.
Tulisan ini adalah hasil dari berbagai sumber dan media yang telah kami
kumpulkan yang disertai dengan Analisa dan kesimpulan serta hal yang lain sesuai
dengan tugas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bersama ini
kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini tentulah jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran sangat kami perlukan demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang
lain di masa mendatang.

Baubau, 23 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Tujuan ...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Zona di Wilayah Pesisir dan Lautan ..................................................................3
B. Geologi Wilayah Pesisir dan Laut .....................................................................5
C. Geomorfologi dan Fisiologi Wilayah Pesisir ...................................................8
D. Kondisi Oseanografi Ekosistem Pesisir dan Lautan ........................................8
1. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Pesisir dan Lautan ......................... 8
2. Kondisi Oseanografi Kimia Perairan Pesisir dan Lautan ....................... 10
E. Dinamika Perairan Pesisir dan Lautan ............................................................12
F. Struktur dan Tipologi Ekosistem Pesisir dan Lautan ....................................14
1. Struktur Ekosistem Perairan Pesisir Lautan ........................................... 14
2. Tipologi Ekosistem Pantai...................................................................... 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 24
A. Kesimpulan................................................................................................. 24
B. Saran ...................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Negara kepulauan


nusantara ini secara geografis terletak di sekitar khatulistiwa di antara 94° 45 dan
141° 01' Bujur Timur dan dari 06°08' Lintang Utara sampai 11° 05' Lintang Selatan.
Secara spasial, wilayah teritorial Indonesia membentang dari barat ke timur
sepanjang 5.110 km dan dari utara ke selatan sejauh 1.888 km (Soegiarto, 1982).
Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU
No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.Dalam konteks ini, ruang
lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat
dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut
sejauh 12 (dua belas) mil menurut batas yurisdiksi suatu negara.Wilayah pesisir
beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan
ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi
nasional.
Mengingat bahwa kawasan pesisir adalah merupakan kawasan yang kaya
akan sumber daya alam dan ekosistem yang paling produktif maka kawasan pesisir
mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi manusia untuk memanfaatkan sumber
daya alam tersebut. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam
cenderung berlebihan dan merusak ekosistem yang ada sehingga semakin hari
semakin rusak dan semakin menurun kualitas fungsi ekosistem dimaksud.
Untuk dapat merencanakan dan mengelola kegiatan pembangunan sumber
daya pesisir dan lautan secara optimal dan lestari, perlu pemahaman yang memadai
tentang karakteristik, struktur dan dinamika dari kedua ekosistem tersebut. Oleh

1
karena itu, dalam Bab ini diuraikan secara mendalam mengenai aspek yang
berkaitan dengan karakteristik, struktur dan dinamika ekosistem pesisir dan lautan.
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui karakteristik wilayah pesisir dan lautan.
2. Dapat memahami struktur dan tipologi ekosistem pesisir dan lautan.
3. Dapat mengetahui dinamika perairan pesisir dan lautan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Zona di Wilayah Pesisir dan Lautan

Rencana Zonasi Pesisir Sebagai Amanat Uu No 27 Tahun 2007 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Bab 1, pasal 1; Zonasi adalah
suatu bentuk rekayasa teknik pemanfatan ruang melalui penetapan batas-batas
fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses
ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Rencana
zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap
satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada
kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
Pasal 9; Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil (RZWP-3-K)
merupakan arahan pemanfatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. RZWP-3K diserasikan,
diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
pemerintah provinsi atau pemerintah Kabupaten/kota. Perencanaan RZWP-3-k
dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. Keserasian, keselarasan dan kesetimbangan dengan daya dukung ekosistem,
fungsi pemanfataan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu,
dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan.
b. Keterpaduan pemanfataan berbagai jenis sumberdaya, fungsi, estetika
lingkungan, dan kualitas lahan pesisir.
c. Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam
pemanfataan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai
berlakunya RZWP-3-k selama 20 tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5
Tahun. RZWP 3-K ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dikutip dari jurnal Prototype Sistem Peringatan Kedalaman Lautan pada
Perairan Natuna berbasis Android dengan Fungsi Signum oleh Hendra Kurniawan

3
dan Muhammad Radzi Rathomi, laut dibagi menjadi 4 jenis menurut ukuran
kedalamanya sebagai berikut:
a. Zona Litoral (Wilayah Pasang Surut)
Zona ini merupakan wilayah laut yang akan tergenang air apabila terjadi air
pasang. Begitupun sebaliknya, ketika terjadi air surut maka daratan ini akan terlihat
menjadi daratan pantai.
b. Zona Neritik (Laut Dangkal)
Zona ini merupakan wilayah dangkal yang berada di dekat pantai dengan
kedalam mencapai 50-200 meter. Pada zona ini cocok sebagai habitat ubur-ubur,
fitoplankton, zooplankton, rumput laut, serta jenis spesies lainnya karena terkenal
sinar matahari langsung.
c. Zona Batial
Zona ini merupakan wilayah dengan kedalaman mencapai lebih 200-2000
meter. Pada wilayah ini sinar matahari tidak dapat menembus karena terlalu dalam.
Sehingga, berbagai spesies laut tidak seramai pada zona neritik.
d. Zona Abbisal
Zona ini merupakan wilayah dengan kedalaman mencapai lebih dari 2000
meter. Pada zona ini suhu sangat dingin karena sinar matahari jauh dari jangkauan.
Sehingga, pada zona ini sedikit spesies hewan laut dan tidak akan ditemukan spesies
tumbuhan laut.
Sementara itu, dalam laman Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, laut
dibagi menjadi 3 jenis menurut intesitas cahaya matahari, yaitu zona fotik, zona
twilight, dan zona afotik.
a. Zona Fotik
Zona ini memiliki kedalaman kurang dari 200meter sehingga cahaya matahari
mudah masuk.
b. Zona Twilight
Twilight memiliki kedalaman kurang dari 200-2000meter sehingga cahaya
matahari yang masuk lebih sedikit dari zona fotik
c. Zona Afotik

4
Zona ini memiliki kedalaman lebih dari 2.000meter sehingga cahaya
matahari tidak dapat masuk, sehingga lebih gelap dari zona lainnya.
B. Geologi Wilayah Pesisir Dan Laut
a. Struktur Geologi Pesisir
Bentuk-bentuk pantai ada berbagai macam sebagai akibat dari berbagai
proses geologi yang membentuknya dan batuan serta struktur geologi yang
mengendalikanya. Ada pantai yang berbentuk daratan yang landai baik yang sempit
maupun yang lebar, atau pantai yang bertebing terjal dan berbatu-batu, dan
berteluk-teluk. Berikut ini beberapa ulasan mengenai hal tersebut. Johnson
mengenali berbagai bentuk pantai anatara lain:
• Pantai bertebing terjal dan berteluk-teluk (fyrod):
Pantai berbatasan langsung dengan kaki bukit/gunung atau dengan daratan
yang sempit. Teluk-teluk berselingan dengan punggungan bukit dengan berbagai
struktur geologi seperti struktur lipatan, oatahan, kompleks, atau gunung api. Dasar
laut umumnya terjal, langsung ke laut dalam. Gejala demikian terlihat di dalmasia,
spanyol, pasifik selatan, dan mungkin juga di indonesia bagian timur. Hal tersebut
disebabkan oleh tenggelamnya wilayah tersebut oleh genangan air laut
(Submergence).
• Pantai berdaratan yang luas dan panjang:
Pantai ini mempunyai ciri adanya daratan yang luas. Banyak yang lurus, dasar laut
yang relatif dangkal dan merupakan hasil endapan sedimen dari daratan, dengan
kemiringan kearah laut dalam secara gradual. Kerja gelombang di pantai
menghasilkan berbagai morfologi seperti pematang pantai (barrier bars) laguna
(lagoon) dengan “tidal intel”, dan delta. Banyak dari gejala tersebut di atas dibentuk
karena munculnya dasar laut, ke permukaan. Dalam perkembanganya, kedua jenis
pantai tersebut dapat berelevasi ke berbagai bentuk pantai.
• Delta, daratan aluvial, dan “Outwosh Plain’’.
Delta merupakan daratan di muuara sungai yang berbentuk sebagai akibat
dari endapan sedimen di laut yang berasal dari sungai. Berbagai bentuk delta
dikenal tergantung kepada kondisi morfologi sungai, morfologi daratan, arah

5
gelombang laut dan kedalaman lautdaratan. Aluvial merupakan wilayah yang datar
atau hampit datar yang terbentuk oleh endapan yang dibawah air.
a. Struktur Geologi Lautan
Bentuk geologi dasar laut merupakan salah satu kondisi laut yang begitu unik
yang terdiri dari banyak bentukan yang tidak dapat dilihat langsung secara kasat
mata. Topografi laut dapat dikenal dari suatu peta Bathimetri. Bentuk geologi dasar
laut yang berbeda di setiap perairan ini ternyata dapat memengaruhi gerakan arus.
Arus adalah pergerakan masa air secara vertikal dan horizontal sehingga menuju
keseimbanganya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan
dunia (Hutabarat dan Evans, 1986) pergerakan arus di pengaruhi oleh beberapa hal
antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya coriolis
dan arus Ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwelling, downwelling.
Bentukan dasar samudra juga cukup kompleks seperti geologi permukaan yang
terdiri dari daratan rendah, daratan tinggi dan perbukitan. Geologi dasar laut dapat
dibedakan menjadi landas kontinental yaitu wilayah laut dangkal yang dengan
daratan, lereng benua dengan kedalaman lebih dari 200 meter, pengangkatan benua,
daratan abisal, ngarai bawah laut dan the deeps yaitu tempat palung laut (Pradana
dan Sutedjo, 2018).
Selain geologi, bentukan dasar laut atau disebut juga relief dasar samudra
menurut Pradana dan Sutedjo (2018) dapat dibedakan menjadi:
• Palung laut
Seperti di permukaan ada jurang yang terjal, di dasar laut juga ada palung laut
yang merupakan titik terdalam dasar laut. Palung laut terdalam yang ada di bumi
ini adalah palung laut mariana.
• Basin
Basin atau di sebut juga lubuk laut hampir sama dengan palung laut, hanya
saja memiliki area yang lebih luas dan dasar lebih landau.
• Celah memanjang (Rift Valley)
Rift valley merupakan bentukan di dasar laut yang mirip seperti parit dengan
dasar yang lebar dan memanjang.
• Penggungan bawah laut

6
Sama seperti pembentukan penggunungan dipermukaan buni, magma juga
dapat membentuk relief penggunungan di bawah permukaan air laut
• Gunung api bawah laut
Akibat adanya MOR mana magma dapat keluar melalui kerak bumi, jika
terjadi dilaut maka akan terbentuk gunung api bawah laut.
b. Geomorfologi dan Fisiologi Wilayah Pesisir
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam
(landscape), yang meliputi sifat dan karakteristik dari bentuk morfologi, klasifikasi
dan perbedaannya serta proses yang berhubungan terhadap pembentukanmorfologi
tersebut. Secara garis besar bentuk morfologi permukaan bumi sekarang ini
terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain:
a. Proses yang berlangsung dari dalam bumi (endogin), yang membentuk
morfologi gunung api, bentuk pegunungan lipatan, pegunungan patahan,
dan undak pantai
b. Proses desintegrasi/ degradasi yang mengubah bentuk permukaan bumi
karena proses pelapukan (kimia-fisika) dan erosi menuju proses perataan
daratan;
c. Proses agradasi yang membentuk permukaan muka bumi baru dengan
penumpukan/ akumulasi hasil rombakan/ erosi batuan pada daerah rendah,
pantai dan dasar laut
d. Proses biologi yang membentuk daratan biogenic seperti terumbu karang
dan rawa gambut.
Proses lain yang seringkali berinteraksi dengan keempat proses umum di atas,
dalam banyak hal ikut memberi kontribusi terhadap kecepatan pembentukan
berbagai bentuk morfologi yang ada. Seperti misalnya penggundulan hutan yang
mempercepat proses erosi dan sedimentasi pantai, perubahan iklim global,
pembuatan bendungan dan konstruksi teknik sipil lain dan sebagainya. Untuk
daerah pesisir dan lautan, konsep pembentukan morfologi di atas secara umum
berlaku pula dalam proses pembentukan morfologinya, meskipun proses yang
berlangsung lebih spesifik. Parameter oseanografi seperti pasang surut, ombak, arus
laut memegang peran yang dominan dalam pembentukan morfologi pantai.

7
Secara tektonik, Indonesia berada di dalam kawasan yang aktif (tidak stabil)
yang didominasi oleh gerakan konvergensi, khususnya subduksi, antara lempeng
Australia dan lempeng Eurasia (Hamilton, 1979). Ketidakstabilan tersebut
disebabkan oleh adanya kegiatan vulkanik dan perubahan muka bumi, hal ini telah
menyebabkan terjadinya pergeseran garis pantai setiap tahun. Kondisi iklim dan
interaksinya terhadap permukaan laut, juga memegang peranan penting dalam
penentuan ciri atau sifat pesisir di kepulauan Indonesia.
C. Kondisi Oseanografi Ekosistem Pesisir dan Lautan
Wilayah pesisir merupakan daerah dimana terjadi interaksi antara tiga unsur
alam yaitu daratan, lautan dan atmosfer. Proses interaksi tersebut telah berlangsung
sejak unsur-unsur tersebut terbentuk. Bentuk wilayah pesisir yang ditemui sekarang
ini merupakán hasil keseimbangan dinamis dari proses penghancuran dan
pembentukan ketiga unsur alam ini.
1. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Pesisir dan Lautan
Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan
oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu
dan salinitas serta angin. Fenomena-fenomena memberikan kekhasan karakteristik
pada kawasan pesisir dan lautan. Sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik
perairan yang berbeda-beda.
a. Pasang Surut dan Muka Laut
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hamper
periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Naik
turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal), atau dua kali sehari
(pasut ganda), Sedangkan pasut yang berperilaku.di antara keduanya disebut
sebagai pasut campuran.
Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat
dibagi menjadi empat jenis yaitu, pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian
ganda (semidiurnal tide), dan dua jenis campuran. Pada jenis harian tunggal hanya
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari, ini misalnya terdapat di
sekitar Selat Karimata, yaitu antara Kalimantan dan Sumatra. Untuk jenis harian
ganda tiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir

8
sama, misalnya yang terdapat di Selat Malaka sampai ke Laut Andaman. Selain itu
dikenal pula campuran dari keduanya, meskipun jenis tunggal dan/ atau gandanya
masih menonjol. Pada pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide,
prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan surut dalam sehari. Misalnya
terdapat di perairan Indonesia Timur. Jenis pasang surut yang terakhir adalah jenis
campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailmg diurnal). Pada jenis ini
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap harinya, misalnya yang terjadi di
selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
b. Gelombang Laut
Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk
karena adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat-saat
tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala
arahi membawa energi tersebut yang kemudian dilepaskannya ke pantai dalam
bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan
kilometer sebelum mencapai suatu pantai. Getombang yang mendekati pantai akan
mengalami pembiasan (refraction), dan akan memusat (convergence) jika
mendekati semenanjung, atau menyebar (diver gence) jika menemui cekungan. Di
samping itu, gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling,
plunging, collapsing, atau surging Semua fenomena yang dialami gelonmbang
tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh keadaan topografi dasar lautnya (sea
bottom topography).
c. Arus Pantai
Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai
(nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi/ abrasi di
pantai. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk
antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup
besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik.
d. suhu dan salinitas
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari; posisi matahari, letak,
geografis, musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air dan udara, seperti

9
alih panas (heat), penguapan, dan hembusan angin. Suhu sangat berpengaruh secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan
ikan. Pada umumnya laju pertumbuhan ikan akan meningkat dengan kenaikan
temperatur sampai batas tertentu. Secara tidak langsung pengaruh suhu
mempengaruhi/mengurangi kelarutan oksigen dan gas- gas lain dalam air.
Salinitas secara umum dapat disebut sebagai jumlah kandungan garam dari
suatu perairan, yang dinyatakan dalam permil. Kisaran salinitas air laut berada
antara 0- 40%0, yang berarti kandungan garam berkisar antara 0- 40 g/kg air laut.
Secara umum, salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32-
340%0.
e. Angin
Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerakk
dari aliran skala besar yang terdapat baik di atmosfer maupun lautan. Arus Kurosio
di Lautan Pasifik dan Arus Teluk (Gulf Stream) di Lautan Atlantik merupakan dua
contoh aliran di laut yang digerakkan oleh angin. Gelombang merupakan produk
penting lain yang dihasilkan oleh angin. Demikian pula deretan bukit pasir (sand
dunes) yang ditemui di pantai-pantai yang penting bagi perlindungan pantai.
Angin merupakan gerakan udara dari tempat bertekanan udara tinggi ke tempat
yang bertekanan rendah. Kuat lemahnya hembusan angin tersebut ditentukan oleh
besarnya perbedaan tekanan.
2. Kondisi oseanografi kimia perairan pesisir dan lautan
Kualitas pesisir suatu perairan dicirikan oleh karakteristik kimianya, yang
sangat dipengaruhi oleh masukan dari daratan maupun dari laut sekitarnya.
a. Siklus Kimia
Proses pelapukan batuan di daratan menambah konsentrasi unsur-unsur kimia
dalam air yang akhirnya akan terhanyutkan ke laut. Air hujan mengandung
beberapa gas terlarut terutama CO2 dan SO2, sehingga air hujan bersifat sedikit asam
(pH=5,7). Keasaman bisa bertambah dengan adanya SO 2 yang berasal dari emisi
industry dan kegiatan gunung berapi.
b. Interksi Udara-Air

10
Interaksi antara udara dengan air laut dikontrol oleh lapisan sangat tipis pada
permukaan air laut (surface microlayer). Transfer kimia antara udara-air (dan
kebalikannya) terjadi baik dalam bentuk gas, likuid ataupun fasa padatan. Contoh
interaksi ini adalah deposisi padatan (dry and wet deposition), kelarutan gas, dan
partikel yang terbawa angin (wind-borne material) (acolian particles). Terjadinya
transfer dari air ke udara terutama dalam fase gas dan likuid, Sedangkan transfer
partikel yang terbawa angin tersebut prosesnya tidak langsung melainkan terbawa
Bersama likuid. Gas yang ditransfer adalah N2O, CO,
CH4.
c. Siklus dan Distribusi Nutrien
Ada tiga jenis material hasil proses biologis di permukaan laut yang jatuh ke
dalam laut yaitu: jaringan organik, kalsium karbonat (CaCO 3,), dan silika opal
(SiO2, nH2O). Material tersebut dihasilkan oleh binatang dan tumbuhan. Semua
binatang dan tanaman menghasilkan jaringan organik, dan dari bahan ini pula
beberapa binatang dan tanaman memproduksi CaCO3, dan SiO2.
d. Proses Anorganik
Hampir semua elemen yang terlarut dalam air berbentuk ion-ion. Ion-ion
tersebut tidak bisa bergabung karena air mempunyai konstanta dielektrik yang
tinggi, serta setiap ion dikelilingi oleh lapisan molekul air yang disebut lingkaran
hidrasi (hydration sphere), di mana hidrasi akan bergantung pada muatan per unit
area dan densitas muatan.
e. Oksigen
Konsentrasi dan distribusi oksigen di laut ditentukan oleh kelarutan gas
oksigen dalam air dan proses biologi yang mengontrol tingkat konsumsi dan
pembebasan oksigen. Proses fisik juga mempengaruhi kecepatan oksigen
memasuki dan terdistribusi di dalam laut.
f. Unsur Mikro
Unsur mikro (trace element) seperti seng, tembaga, timbal, mangan,
kadmium, merkuri, nikel dan perak merupakan logam-logam berat yang
diintrodusir oleh kegiatan manusia. Konsentrasi yang rendah dari unsur-unsur
tersebut bukan saja disebabkan oleh kandungannya yang rendah dalam batuan

11
tetapi juga sangat reaktif dalam air. Hal utama dari sifat reaktivitas ini, adalah
berhubungan dengan organisme baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hubungan tersebut terutama dalam rantai makanan, dimana logam-logam berat
tersebut bisa terakumulasi dalam tubulh organisme, keadaan ini biasa disebut
dengan biomagnitikasi.
g. Siklus hidrologi
Diketahui bahwa air di bumi ini tetap jumlahnya. Perubahannya hanya pada
bentuk dalam mengikuti siklus hidrologi yang berputar sepanjang masa (air di
daratan-air di laut-hujan). Distribusi air yang secara geografis tidak merata
ditambah distribusi kepadatan penduduk yang tidak merata pula jelas akan
menimbulkan ketidakseimbangan persediaan dan permintaan (supply and demand)
akan air yang sukar untuk diatasi.
D. Dinamika Perairan Pesisir Dan Lautan
Wilayah pesisir memiliki dinamika perairan yang kompleks. Proses-proses
utama yang sering terjadi di wilayah pesisir meliputi: sirkulasi massa air,
percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi,
dan upwelling. Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara berbagai
komponen seperti daratan, laut dan atmosfer.
1. Sirkulasi massa air
Karena perairan pantai berhubungan langsung dengan laut lepas, fenomena
yang terjadi di laut lepas akan mempengaruhi proses-proses yang terjadi di wilayah
pesisir. Pergerakan massa air di wilayah pesisir, selain disebabkan oleh pasut, juga
disebabkan oleh sirkulasi massa air yang terdapat di laut lepas. Proses interaksi
antara perairan pantai dengan laut lepas lebilh banyak ditemui di pantai-pantai yang
berhubungan dengan lautan, seperti perairan pesisir selatan Jawa, barat Sumatra,
timur Kalimantan, barat Sulawesi, maupun utara Irian Jaya.
2. Proses pencampuran massa air
Proses percampuran di perairan pantai terjadi karena adanya pertemuan dua
atau lebih massa air yang berbeda sifatnya, seperti pertemuan antara air sungai
dengan air laut atau antara massa air pantai dengan massa air laut dalam. Waktu
pembilasan (flushing time) dari massa air tawar oleh air laut merupakan salah satu

12
aspek dari proses percampuran yang penting untuk mengetahui penyebaran
(dispersion) dari suatu bahan yang dibuang atau ditimbun di perairan pantai.
3. Sedimentasi dan erosi
Parameter lingkungan yang mempengaruhi proses sedimentasi dan erosi
adalah gelombang, arus menyusur pantai dan arus meretas pantai, pasut, perubahan
muka laut, angin, geologi dan parameter lain seperti kegiatan manusia dan biologis.
Transportasi sedimen pada suatu wilayah pantai dapat dikuantifikasi melalui
pendekatan budget sedimen (sediment budget), yaitu dengan cara mengkuantifikasi
transportasi sedimen, erosi, dan deposito dari suatu volume yang telah ditentukan.
Di samping sebagai penyebab utama terbentuknya gelombang angin juga berperan
penting dalam proses pembentukan atau erosi dari bukit-bukit pasir di pantai (sand
dunes). Perubahan bukit-bukit pasir tersebut akan mempengaruhi dinamika pantai,
yang selanjutnya mempengaruhi proses transportasi sedimen, erosi dan sedimentasi
di pantai.
4. Upwelling
Upwelling adalah menaiknya massa air laut dari lapisan bawah permukaan
dari kedalaman 150-250 m) karena proses fisik perairan. Karena massa air bawah
permukaan pada umumnya lebih kaya zat hara dibanding dengan lapisan
permukaannya, maka menaiknya massa air tersebut akan menyuburkan kawasan
perairan permukaannya. Zat hara yang ada akan dimanfaatkan oleh plankton untuk
berkembang biak. Plankton ini pada gilirannya dikonsumsi oleh organisme
pemangsa dari tingkat yang lebih tinggi, sehingga proses upwelling selalu dikaitkan
dengan daeralh yang kaya akan sumber daya ikan. Sekitar 90% hasil perikanan
dunia dipanen dari sekitar 2-3% luasan lautan, dan sebagian besar dari luasan ini
adalah daerah upwelling. Produktivitas rata-rata dari daerah upwelling adalah
sekitar 300 grC/m?/ thn, dan dapat memproduksi ikan basah sebesar 12 x 105
ton/thn (Nybakken, 1982).
Ada.beberapa ciri khas yang ditemui di wilayah pantai yang sedang
mengalami proses upwelling seperti:

13
a) Terjadi transportasi Ekman di lapisan permukaan. Transportasi Ekman adalah
proses mengalirnya massa air karena hembusan angin yang arahnya ke
sebelah kiri dari arah, angin (untuk daerah di belahan bumi selatan).
b) Proses upwelling terjadi di dekat pantai dan di atas lereng benua.
c) Garis-garis isopiknal (garis yang menghubungkan titik-titik berdensitas
sama) dan isotermal (garis yang menghubungkan titik bersuhu sama) menaik
di daerah pantai..
d) massa air lapisan dalam yang naik ke permukaan di dekat pantai akan
menyebar ke arah laut lepas dan memperlihatkan kecenderungan untuk turun
kembali di zona memusat (covergence zone).
e) assa air pada butir (d) yang tenggelam kembali akan membentuk daerah
front yang membatasi massa air pantai dengan massa air laut lepas.
Upwelling dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Jenis tetap (stationary tipe). yang terjadi sepanjang tahun meskipun
intensitasnya dapat berubah-ubah. Disini akan berlangsung gerakan naiknya
massa air dari lapisan bawah secara mantap dan setelah mencapai permukaan,
massa terus bergerak secara horizontal keluar, seperti yang terjadi di lepas
pantai Peru.
2. Jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja.
Selama air naik, massa air lapisan permukaan meninggalkan lokasi air naik,
dan massa air yang lebih berat dari lapisan bawah bergerak ke atas mencapai
permukaan, seperti yang terjadi di selatan Jawa.
3. Jenis silih berganti (alternating type) yang terjadi secara bergantian dengan
penenggelaman massa air (sinking). Dalam satu musim, air ringan di lapisan
permukaan bergerak keluar dari lokasi terjadinya air naik dan air lebih berat
dibagian bawah bergerak ke atas yang kemudia tenggelam, seperti yang teradi
di Laut Banda dan Laut Arafuru
E. Struktur Dan Tipologi Ekosistem Pesisir Dan Lautan
1. Struktur Ekosistem Perairan Pesisir Lautan
Dalam ekosistem perairan (tawar, pesisir dan lautan) berbagai jasad hidup
(biotik) dan lingkungan fisik (abiotik) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

14
dipisahkan dan saling terkait. Dua komponen ini saling berinteraksi antara satu
dengan lainnya, sehingga terjadi pertukaran zat (energi) di antara keduanya. Untuk
memahami lebih lanjut mengenai komiponen-komponen ekosistem yang ada dalam
sistem perairan pesisir tersebut, berikut akan diuraikan untuk setiap jenis komponen
tersebut.
• Produser Fitoplankton
kelompok produser terbesar di perairan pesisir hampir didominasi oleh jenis
diatom dan dinoflagellata, disusul oleh jenis mikroflagellata. Mikroflagellata ini
merupakan campuran berbagai jasad yang tidak jelas taksonominya dan
sebelumnya dikelompokkan kedalam Phytomastigina atau flagellata tumbuhan.
Dinoflagellata ini merupakan jasad serba bisa. Sebagian besar dinoflagellata tidak
hanya berfungsi sebagai ototrof tetapi juga berfungsi sebagai saprotrof atau fototrof
fakultatif. Beberapa jenis dinoflagellata menghasilkan racun. Apabila spesies-
spesies ini mengalami peledakan populasi maka permukaan laut akan nampak
berwarna merah. Keadaan ini sering disebut dengan red tide yang dapat
mengakibatkan kematian ikan secara massal.
• Produser zooplankton
Berdasarkan daur hidupnya, zooplankton terdiri atas dua kelompok, yaitu
holoplankton dan meroplankton. Holoplankton merupakan plankton yang seluruh
hidupnya bersifat planktonik (plankton permanen). Holoplankton merupakan
plankton yang seluruh hidupnya bersifat planktonik (plankton permanen). Sebagian
besar zooplankton di perairan pesisir bersifat meroplankton, yaitu Sebagian daur
hidupnya bersifat planktonik.
• Consumer benthos
Organisme benthos adalah jenis hewan yang hidup melekat atau relatif tidak
bergerak yang memperlihatkan pola penyebaran yang khas. Jasad-jasad benthos
tersebut dapat dibagi berdasarkan pemintakatan pasang surut yaitu, benthos yang
hidup di daerah supra pasut, wilayah pasut dan sub pasut. Berdasarkan tempat
hidupnya, benthos dapat dibagi menjadi dua yaitu epifauna yaitu benthos yang
hidup di permukaan dasar laut, baik yang hidup melekat merangkak ataupun
merayap di permukaan dasar laut. Jenis benthos lainnya yaitu infauna, adalah jenis

15
benthos yang membenamkan diri dalam dasar laut atau menggali lubang dalam
dasar laut. Epifauna terutama didapatkan di daerah pasang surut sedangkan infauna
didapatkan di daerah sub pasut.
• Consumer nekton
Komponen konsumer ini terdiri atas ikan-ikan, krustasea berukuran besar,
penyu dan sebagainya. Hewan-hewan tersebut sering didapatkan menyebar pada
daerah yang luas, hal yang demikian sering terjadi pada konsumer tingkat sekunder
dan tersier.
• Komponen pengurai bakteri
Komponen pengurai ini didominasi oleh jenis bakteri. Menurut Zobell (1963)
kepadatan populasi bakteri di laut berkisar antara kurang dari satu ekor per liter di
samudera dan maksimal 108 ekor per mililiter di perairan pantai. Bakteri ini hanya
memiliki peran yang sangat kecil dalam proses regenerasi hara dalam air. Hal ini
disebabkan keberadaan hara dalam perairan (terutama perairan pesisir), sebagian
besar disuplai dari daratan melalui limpasan aliran sungai yang masuk ke wilayah
pesisir Namun demikian, keberadaan bakteri dalam sedimen memiliki peran dan
fungsi yang sama dengan bakteri yang ada dalam tanah (darat), yaitu sebagai
pengurai bahan organik sehingga dapat dimanfaatkan kembali oleh jasad hidup
akuatik.
Secara ekologis ekosistem perairan dapat dianalisis menurut enam fungsi
berikut:
1) perputaran energi
2) rantai makanan
3) pola keragaman jenis dalam skala waktu dan ruang
4) siklus-siklus nutrien (biogeochemical)
5) perkembangan dan evolusi
6) mekanisme pengendalian (cybernetics).
2. Tipologi ekosistem pantai
a. Ekosistem pesisir yang secara permanen atau berkala tergenangi air
1) Hutan mangrove

16
Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di
sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup di
perairan laut dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi (Nybakken, 1988):
a) Perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung
akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya
batang.
b) Berdaun kuat dan mengandung banyak air.
c) Mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang
tinggi. Beberapa tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang
menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam.
Ada 3 parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup
dan pertumbuhan mangrove, yaitu:
a) Suplai air tawar dan salinitas
Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas)
mengendalikan efisiensi metabolik (metabolic efficiency) dari ekosistem hutan
mangrove Ketersediaan air tawar bergantung pada:
• frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat
• frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut,
• tingkat evaporasi ke atmosfer.
b) Pasokan nutrient
Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses
yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik
serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring makanan berbasis
detritus (detrital food web). Konsentrasi relatif dan nisbah (rasio) optimal dari
nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem mangrove
ditentukan oleh:
• frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar,
• dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum, 1992).
c) Stabilitas substrat

17
Kestabilan substrat, rasio antara erosí dan perubahan letak sedimen diatur
oleh velositas air tawar, muatan sedimen, semburan air pasang surut dan gerak
angin. Pokok-pokok perubahan' sedimentasi dalam ambang batas kritik meliputi:
• penggumpalan sedimen yang diikuti dengan kolonisasi oleh hutan mangrove,
• nutrien, bahan pencemar dan endapan lumpur yang dapat menyimpan putrien
dan menyaring bahan beracun (waste toxic)
2) padang lamun (Sea grass beds)
Lamun (sea grass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun hidup di perairan
dangkal agak berpasir sering juga dijumpai di terumbu karang.
Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah
pesisir yaitu:
a) Sumber utama produktivitas primer.
b) Sumber makanan penting bagi organisme (dalam bentuk detritus).
c) Menstabilkan dasar yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan
saling menyilang.
d) Tempat berlindung organisme.
e) Tempat pembesaran bagi beberapa spesies yang menghabiskan masa
dewasanya di lingkungan ini, misalnya udang dan ikan beronang.
f) Sebagai peredam arus sehingga menjadikan perairan di sekitarnya tenang.
g) Sebagai tudung pelindung dari panas matahari yang kuat bagi penghuninya
(Nybakken, 1988).
Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi kelestarian padang lamun:
a) Kecerahan
Kebutuhan padang lamun akan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu
proses fotosintesis diperlihatkan dengan observasi dimana distribusinya terbatas
pada perairan dengan kedalaman tidak lebih dari 10 meter.
b) Temperature
Spesies lamun daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap
perubahan temperatur. Kisaran temperatur optimal bagi spesies padang lamun

18
adalah 28°- 30°C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam
apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut.
c) Salinitas
Walaupun spesies padang lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang
berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar terhadap salinitas
yaitu antara 1040/ Nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air laut adalah 35°/
Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis spesies ekosistem
padang lamun.
d) Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur
sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40 persen endapan lumpur dan fnemud.
Kebutuhan substrat yang paling utama bagi pengembangan padang lamun adalah
kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas
sedimen mencakup 2 hal, yaitu: (1) pelindung tanaman dari arus air laut, (2) tempat
pengolahan dan pemasok nutrien.
e) Kecepatan arus perairan
Produktivitas padang lamun tampak dari pengaruh keadaan kecepatan arus
perairan. Turtle grass mempunyai kemampuan maksimal menghasilkan standing
crop pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik. Dari beberapa contoh padang
lamun menunjukkan produksi standing crop 262gram berat kering/m2 di mana
produksi totalnya adalah 4.570gram berat kering/m2.
3) Terumbu Karang (Sea Weeds)
Terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat
yang dihaşilkan oleh organisme karang (filum Senedaria, klas Anthozoa, ordo
Madreporaria Scleractinia), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang
mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1988).
Distribusi dan stabilitas ekosistem terumbu karang bergantung pada beberapa
parameterfisika, yaitu:
• Kecerahan
Radiasi sinar matahari memegang peranan penting dalam pembentukan
karang. Penetrasi sinar menentukan kedalaman di mana proses fotosintesis terjadi

19
pada organisma alga bentik dan zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi
primer yang dihasilkan oleh terumbu karang diakibatkan oleh aktivitas
zooxanthellae. Sehingga distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai
kedalaman efektif sekitar 10meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan
kebutuhan sinar matahari masih dapat terpenuhi pada kedalaman tersebut.
• Temperature
Pada umumnya, terumbu karang tum buh secara optimal pada kisaran antara
25-29°C, namun suhu di luar kisaran tersebut masih bisa ditolerir oleh spesies
tertentu dari terumbu karang untuk dapat berkembang dengan baik.
• Salinitas
Umumnya, terumbu karang tumbuh dengan baik diSekitar areal pesisir pada
salinitas 3035%. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas diluar
kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibandingkan pada salinitas
normal.
• Kecepatan Arus Air, Sirkulasi dan Sedimentasi
Adanya kondisi sedimentasi yang tinggi, akan menyebabkan turunnya
kualitas terumbu karang. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya suspensi dan
sedimentasi yang mengganggu respirasi dari terumbu karang. Selain itu dapat
mengganggu kebiasaan makan terumbu karang.
4) Rumput Laut (Sea Weeds)
Rumput laut tumbuh pada perairan yang memiliki substrat keras yang kokoh
untuk tempat melekat. Tumbuhan rumput laut ini hanya dapat hidup pada perairan
dimana tumbuhan mudanya yang kecil mendapatkan cukup cahaya.
Parameter lingkungan utama untuk ekosistem rumput laut adalah: kekeruhan/
kecerahan air, kandungan padatan terlarut dan tersuspensi dan arus laut.
5) Estuaria
Estuaria adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan
air laut bertemu dan bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat
berlumpur. Ada tiga komponen fauna di estuaria yaitu fauna lautan, air tawar dan
payau atau estuaria.

20
Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuaria adalah (1) aliran sungai,
seperti limbah, toksikan, sedimen dan nutrien; (2) sifat-sifat fisik air laut, seperti
pasang, surut arus laut dan gelombang.
6) Pantai Pasir (Sandy Beach)
Kebanyakan pantai pasir terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling
banyak dan paling keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung. Di daerah tertentu
lainnya, sisa-sisa pecahan terumbu karang yang dominan. Pantai yang berpasir
dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel
yang halus dan ringan.
Parameter utama bagi daerah pantai berpasir adalah (1) Pola arus yang akan
mengangkut pasir yang halus; (2) Gelombang yang akan melepaskan energinya di
pantai dan (3) Angin yang juga merupakan pengangkut pasir.
7) Pantai Berbatu (Rocky Beach)
Pantai berbatu merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan
terbenam di air. Batu yang terbenam di air ini menciptakan suatu zonasi habitat
karena adanya perubahan naik-turunnya permukaan air laut akibat proses pasang
yang menyebabkan adanya bagian yang selalu tergenang air, selalu terbuka
terhadap matahari, serta zona di antaranya yang tergenang pada pasang naik dan
terbuka pada pasang surut.
Parameter utama yang sangat mempengaruhi kondisi pantai berbatu adalah:
• fenomena pasang, dinamikanya sangat berpengaruh terhadap biota yang
menginginkan kondisi alam yang bergantian antara tergenang dan terbuka;
• gelombang, energi yang dihempaskan bisa merusak komunitas biota yang
menempel di batu-batuan, terutama pada batu yang langsung menghadap ke
laut.
8) Pulau-pulau kecil (small islands)
Yang dimaksud dengan Pulau Kecil disini adalah pulau berukuran kecil yang
secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland). Dalam skala yang lebih
kecil, "pulau" di sini bisa berupa sekumpulan pohon, kolam, atau danau. Ekologi
tempat-tempat yang berukuran kecil iní menarik karena memiliki batas yang pasti,

21
"terisolasi” dari habitat lainnya, sehingga mempunyai sifat insular (kemudian
melahirkan teori insular ekologi).
Parameter utama yang mendukung ekosistem ini adalah parameter yang
berkaitan dengan terjaminnya kondisi alam ekosistem tersebut.
9) Laut terbuka
Laut terbuka biasanya sangat berstratifikasi dan beragam secara horizontal
dan musiman. Laut terbuka tidak saja mendukung perikanan, tetapi juga
transportasi laut dan penanmbangan minyak bumi dan mineral, dan juga dipakai
sebagai tempat pembuangan sampah. Dampak utama manusia yang merusak di laut
terbuka adalah polusi dan eksploitasi sumber daya laut (hayati dan nonhayati)
secara berlebihan.
Parameter lingkungan utama dari ekosistem ini adalah: (1) Angin, yang
berperan dalam pembentukan arus dan percampuran vertikal;(2) Suhu dan (3)
Cahaya.
b. Ekosistem pesisir yang tidak tergenangi air (uninundated coast)
1) Formasi pescarpae
Ekosistem ini umumnya terdapat di belakang pantai berpasir. Formasi
pescarpae didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya Impomea pescarpae
(kangkung laut).
2) Formasi baringtonia
Ekosistem ini berkembang pada pantai berbatu tanpa deposit pasir, dimana
formasi pescarpae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh
komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal sebagai formasi Baringtonia.
Komposisi dari komunitas ini sangat seragam di seluruh Indonesia. Meskipun
komunitas ini terdiri dari berbagai macam spesies, namun dari beberapa jenis
tertentu seperti Casuarina equistifol (cemara laut) dan Callophyllum innopphyllum
dapat mendominasi komposisi dari komunitas ini.
Atas dasar sistem klasifikasi Salm (1984) ini, kemudian Burbrige dan
Maragos (1985) mengusulkan suatu sistem klasifikasi yang lebih sederhana dan
lebih fungsional, yang terdiri dari hanya 10 tipe ekosistem, yaitu: agroekosistem,
tambak, rawa air tawar, pantai, estuaria, hutan rawa pasang surut, hutan mangrove,

22
padang lamun (seagrass beds), terumbu karang, ekosistem demersal, dan ekosistem
pelagic.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ekosisitem laut dapat dipandang dari dimensi horizontal dan vertikal. Secara
horizontal, laut dapat dibagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang
meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas (lautan atau zona oseanik).
Pembagian wilayah laut secara vertikal dilakukan berdasarkan intensitas cahaya
matahari yang memasuki kolom perairan, yaitu zona fotik dan zona afotik. Zona
fotik adalah kolom perairan laut yang masih mendapatkan cahaya matahari. emua
tipe topografi dasar laut terdapat di perairan Indonesia seperti paparan (shelf) yang
dangkal, depresi yang dalam dengan berbagai bentuk (bsin, palung), berbagai
bentuk elevasi berupa punggungan (rise, ridge), gunung bawah laut (sea mount),
terumbu karang dan sebagainya (Nontji, 1987). klasifikasi yang lebih sederhana dan
lebih fungsional, yang terdiri dari hanya 10 tipe ekosistem, yaitu: agroekosistem,
tambak, rawa air tawar, pantai, estuaria, hutan rawa pasang surut, hutan mangrove,
padang lamun (seagrass beds), terumbu karang, ekosistem demersal, dan ekosistem
pelagic.
B. Saran
Sebagai seorang pelajar kita harus mengetahui tentang laut asal mula kejadian
samudra dan jenis-jenis pembagian laut, hal tersebut berguna agar kedepannya kita
memiliki perhatian khusus dalam mengembangkan laut dan SDA yang ada di
dalamnya. Serta pada kenyataan saat ini, ancaman demi ancaman yang dapat
merusak ekosistem pesisir dan pantai ini terus menerus berdatangan. Oleh karena
itu, kita sebagai manusia harus memiliki kesadaran diri untuk melestarikan
ekosistem dan lingkungan sekitarnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, H., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.j., 2004. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta
Nurfadila. 2021. Potensi Ekosistem Wilayah Pesisir. Universitas Halu Oleo.
Kendari.
Nykbakken, J.W,. 1988. Marine Biology. An Ecological Appraoach. Penerjemah:
M. Eidman dkk. 1988. Gramedia. Jakarta
Odum, 1976. Ecological Guidelines for Tropical coastal Development.
International Union for Conservation of nature and Natural Resources.
Margos

25

Anda mungkin juga menyukai