Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

GEOGRAFI PESISIR
“Delineasi dan Pengaturan Kawasan Konservasi Perairan”

Disusun Oleh:
Rini Nopita Sari
16060009

Dosen :
Drs. Nofirman, MT

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DR. HAZAIRIN SH
KOTA BENGKULU
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Geografi. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini
sangat diharapkan dari para pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Bengkulu, Juni 2020

Penulis

2i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Zona di dalam Kawasan Konservasi................................. 3
B. Kebutuhan Data dan Informasi............................................................ 3
C. Kriteria zona di dalam Kawasan Konservasi....................................... 4
D. Pertimbangan dan Penentuan Zona di dalam Kawasan
Konservasi........................................................................................... 7
E. Delineasi Zona di dalam Kawasan Konservasi................................... 9
F. Pengaturan Zona di dalam kawasan konservasi.................................. 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................... 18
B. Saran.................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai sebuah negara kepulauan, dua per tiga wilayah Indonesia adalah
lingkungan laut yang kaya akan sumberdaya alam, baik hayati maupun nir-
hayati. Menyadari pentingnya sumberdaya hayati laut bagi pembangunan
ekonomi jangka-panjang yang berkelanjutan, Pemerintah Republik Indonesia
telah berkomitmen untuk menyisihkan 20 juta hektare lingkungan laut pada
tahun 2020 untuk kebutuhan konservasi (UNEP-WCMC, 2008).
Sasaran ini kelihatannya akan tercapai bahkan lebih cepat mengingat
sasaran 10 juta hektare untuk tahun 2010 sudah tercapai pada tahun 2009.
Sampai dengan pertengahan 2012, Indonesia telah mempunyai Kawasan
Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil seluas 15,78 juta ha
(Ruchimat et al, 2012). Meskipun demikian, belum banyak diketahui apakah
kawasan konservasi perairan yang luas ini telah dikelola dengan baik dan
mencapai tujuan-tujuannya. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebagian besar
kawasan konservasi perairan/laut di Indonesia dihantui oleh ketiadaan
pengelolaan yang efektif yang umum dikenal dengan istilah “paper parks”
(Brandon et al., 1998; Dalhousie University, 2006; MPA News, 2001).
Mengingat pendirian kawasan konservasi masih merupakan cara utama untuk
melestarikan sumberdaya hayati laut serta untuk mendukung kegiatan seperti
perikanan dan pariwisata (NRC, 2001; Toropova et al., 2010), sangat perlu
dikembangkan cara-cara untuk menilai efektivitas dari pendirian dan
pengelolaan kawasan konservasi yang sudah didirikan tersebut.
Untuk menjawab persoalan ini, Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis
Ikan (KKJI) bersama mitra kerjanya mengembangkan sebuah sistem nasional
yang memayungi semua kawasan konservasi perairan/laut di Indonesia
berdasarkan efektivitas pengelolaan mereka. Langkah pertama yang dilakukan
adalah mengembangkan Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan

1
Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya disingkat
„Pedoman E-KKP3K‟) yang sesuai dengan konteks Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, kegiatan ini akan diikuti dengan pengembangan
sebuah basis-data yang dapat menampung dan menyimpan informasi latar dan
status efektivitas pengelolaan seluruh kawasan konservasi perairan, pesisir dan
pulau-pulau kecil di Indonesia. Diharapkan, pada akhirnya dapat didirikan
sebuah sistem yang handal yang dapat sekaligus (i) mengumpulkan dan
menyimpan data; (ii) mendukung kajian efektivitas pengelolaan kawasan
konservasi, dan (iii) menyediakan platform terbuka untuk melakukan
perbandingan status pengelolaan kawasan konservasi guna peningkatan
kinerja pengelolaan tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Zona di dalam Kawasan Konservasi?
2. Bagaimana Kebutuhan Data dan Informasi?
3. Bagaimana Kriteria zona di dalam Kawasan Konservasi?
4. Bagaimana Pertimbangan dan Penentuan Zona di dalam Kawasan
Konservasi?
5. Bagaimana Delineasi Zona di dalam Kawasan Konservasi?
6. Bagaimana Pengaturan Zona di dalam kawasan konservasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Zona di dalam Kawasan Konservasi
2. Untuk mengetahui Kebutuhan Data dan Informasi
3. Untuk mengetahui Kriteria zona di dalam Kawasan Konservasi
4. Untuk mengetahui Pertimbangan dan Penentuan Zona di dalam Kawasan
Konservasi
5. Untuk mengetahui Delineasi Zona di dalam Kawasan Konservasi
6. Untuk mengetahui Pengaturan Zona di dalam kawasan konservasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zona Di Dalam Kawasan Konservasi


“Upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan dan kesinambungan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya” (UU 27 thn 2007)
Kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil “Adalah bagian
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu
sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau
dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan” (Permen KP 17 thn 2008)

B. Kebutuhan Data Dan Informasi


SUMBER
JENIS KEDETILAN KEMUTAKHIRAN KELENGKAPA
N0 SKALA DATA/INSTAN
DATA/PETA DATA DATA N ATRIBUT
SI
1. Topografi Dasar 1:50.000 Klasifikasi data terakhir yang - ID - ESDM
Laut Peta Topografi dikeluarkan oleh - Perimeter - Instansi
Dasar Laut instansi yang - Jenis relief terkait
Skala 1 : berwenang dasar laut
50.000 - Kemiringan
dasar laut
- Luas
2. Kedalaman/ 1:50.000 Peta Kontur data terakhir yang - ID - Peta Laut
Bathimetri Kedalaman dikeluarkan oleh - Koordinat (Dishidros)
Data spasial Laut Skala 1 : instansi yang - Perimeter - Peta LPI
kedalaman 50.000 dengan berwenang - Nilai (BIG)
perairan laut selang kontur Kedalaman - Survey
(meter) setiap 100 m - Luas lapangan

3. Arus 1 : 50.000 Peta pola arah Data 5 tahun terakhir - ID - Survey


dan kecepatan dan atau data terakhir - Arah arus lapangan
arus skala 1 : yang dikeluarkan oleh - Kecepatan arus
50.000 instansi yang - Waktu survey
berwenang - Kelas arus
- Luas
4. Gelombang 1 : 50.000 Peta pola arah Data 5 tahun terakhir - ID - Survey
penjalaran dan dan atau data terakhir - Tinggi lapangan

3
SUMBER
JENIS KEDETILAN KEMUTAKHIRAN KELENGKAPA
N0 SKALA DATA/INSTAN
DATA/PETA DATA DATA N ATRIBUT
SI
besar yang dikeluarkan oleh gelombang
gelombang instansi yang - Waktu survey
berwenang - Kelas
gelombang
- Luas
5. Kecerahan 1 : 50.000 - Peta Data 5 tahun terakhir - ID - Survey
kecerahan dan atau data terakhir - Nilai lapangan
permukaan yang dikeluarkan oleh - Luas area
laut skala instansi yang - Waktu survey
1:50.000 berwenang - Kondisi
oseanografi
- Musim
6. Mangrove 1 : 50.000 Peta Sebaran Data 5 tahun terakhir - ID - Survey
dan Kondisi dan atau data terakhir - Tipe penutupan lapang
mangrove yang dikeluarkan oleh - Luas - Kementerian
Skala 1 : instansi yang - Waktu survei Kehutanan
50.000 berwenang - Musim
- Kondisi
Oseanografi
7. Terumbu Karang, 1 : 50.000 Peta Sebaran Data 5 tahun terakhir - ID - Survey
Lamun dan Terumbu dan atau data terakhir - Tipe penutupan lapangan
Substrat Dasar Karang, lamun yang dikeluarkan oleh - Luas
dan substrat instansi yang - Waktu survei
dasar perairan berwenang - Musim
Skala 1 : - Kondisi
50.000 Oseanografi

C. Kriteria Zona Di Dalam Kawasan Konservasi


1. Kriteria Ekologi
a. Keanekaragaman, varietas atau kekayaan (richness) ekosistem, habitat,
komunitas dan spesies.
b. Alamiah, yaitu ketidakadaan gangguan atau perusakan.
c. Ketergantungan, yaitu tingkatan yang mana suatu spesies tergantung
pada daerah yang ditempati, atau tingkatan yang mana suatu ekosistem
tergantung pada proses ekologis yang terjadi di daerah tersebut.
d. Perwakilan (Representativeness), tingkatan yang mana suatu daerah
mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologis,
kondisi fisiografis atau karakteristik alam lainnya.
e. Keunikan, sebagai contoh adalah habitat dari spesies langka yang
terdapat hanya di satu daerah.

4
f. lntegritas, yaitu tingkatan yang mana suatu daerah merupakan suatu
unit yang berfungsi atau efektif, mampu melestarikan ekologis sendiri.
g. Produktivitas, yaitu tingkatan yang mana proses produksi di dalam
area menyumbangkan keuntungan-keuntungan kepada spesies atau
manusia.
h. Kerentanan (Vulnerability), yaitu kerentanan daerah terhadap
kerusakan oleh peristiwa alam atau aktivitas manusia.
2. Kriteria Sosial
a. Penerimaan masyarakat, yaitu tingkat dukungan masyarakat lokal.
b. Kesehatan masyarakat, yaitu tingkat kebersihan kawasan konservasi
laut dari pencemaran atau penyakit pada manusia.
c. Rekreasi, yaitu tingkatan yang mana area bisa digunakan untuk
rekreasi oleh masyarakat sekitar.
d. Budaya, yaitu nilai-nilai agama, sejarah, artistik atau nilai- nilai
lainnya di lokasi.
e. Estetika, yaitu panorama laut, daratan, atau lainnya.
f. Konflik kepentingan, daerah lindung akan memengaruhi kegiatan
masyarakat lokal.
g. Penyelamatan, yaitu terkait pada tingkat kebahayaan terhadap manusia
dari arus deras, ombak, rintangan/halangan dari dasar laut, gelombang
dan bahaya- bahaya lain.
h. Kemudahan, kemudahan yang dimaksud di sini adalah kemudahan
lokasi untuk dijangkau baik melalui darat maupun laut oleh para
pengunjung, mahasiswa, peneliti dan nelayan.
i. Penelitian dan pendidikan, terkait dengan kualitas pemanfaatan, yaitu
area yang mempunyai berbagai sifat ekologis dan dapat dimanfaatkan
untuk penelitian dan praktek kerja lapangan.
j. Kesadaran masyarakat, yaitu tingkatan yang terkait pada pemantauan,
penelitian, pendidikan atau pelatihan di dalam area, yang dapat
memberikan pengetahuan dan apresiasi nilai lingkungan dan tujuan
konservasi.

5
k. Konflik dan kesesuaian, yaitu tingkatan yang terkait dengan manfaat
area dalam membantu memecahkan konflik antara nilai-nilai
sumberdaya dan aktivitas-aktivitas manusia, atau tingkatan yang sesuai
atau cocok di antara keduanya.
l. Petunjuk (Benchmark), tingkatan yang mana area dapat dijadikan
sebagai "lokasi kontrol" untuk penelitian ilmiah.
3. Kriteria Ekonomi
a. Kepentingan untuk spesies, tingkatan yang terkait pada nilai penting
spesies-spesies komersial tertentu yang ada di suatu area.
b. Kepentingan untuk perikanan, tergantung pada jumlah nelayan dan
ukuran hasil perikanan.
c. Ancaman alam, yaitu perubahan lingkungan yang mengancam nilai
secara keseluruhan bagi manusia.
d. Keuntungan ekonomi, upaya perlindungan akan mempengaruhi
ekonomi lokal jangka panjang.
e. Pariwisata, yaitu nilai potensi daerah yang ada saat ini untuk
pengembangan pariwisata.
4. Kriteria Regional
a. Pengaruh wilayah, tingkatan yang mana daerah mewakili sifatsifat
suatu wilayah, baik kondisi alam, proses ekologis atau lokasi budaya.
b. Pengaruh subwilayah, tingkatan yang mana suatu daerah mengisi gap
dalam jaringan daerah-daerah lindung dari perspektif subwilayah.
5. Kriteria Pragmatik
a. Urgensi, yaitu tingkatan dimana suatu tindakan harus segera dilakukan,
nilai yang kurang penting pada suatu area harus di- transfer atau
dibuang.
b. Ukuran, yang mana dan berapa macam habitat harus dimasukkan ke
dalam daerah perlindungan.
c. Tingkat Ancaman, keberadaan dari potensi ancaman dari eksploitasi
langsung dan proyek pembangunan.
d. Keefektifan, yaitu kelayakan implementasi program pengelolaan.

6
e. Peluang, tingkatan dimana kondisi yang telah ada atau kegiatan yang
sedang berlangsung, mungkin akan mengalami aksi di kemudian hari.
f. Ketersediaan (Availability), tingkatan mengenai ketersediaan daerah
untuk dapat dikelola secara memuaskan.
g. Pemulihan, tingkatan dimana daerah mungkin dikembalikan ke kondisi
alam semula.

D. Pertimbangan Dan Penentuan Zona Di Dalam Kawasan Konservasi


Dalam rangka upaya konservasi sumberdaya alam pesisir dan lautan bagi
kepentingan kebudayaan, pelestarian plasma nutfah, rekreasi serta
pembangunan pada umumnya, maka perlu penetapan perwakilan tipe
ekosistem pesisir dan laut atau perairan lainnya sebagai Cagar Alam Laut,
Suaka Alam Laut, Taman Wisata Laut dan Taman Nasional Laut yang dalam
penetapannya didasarkan pada kriteria peruntukan yang sesuai berdasarkan
keanekaragaman kandungan jenis-jenis flora dan fauna serta tipe ekosistem
dan sifat-sifat khusus lainnya.
Dalam penentuan kawasan konservasi laut yang telah ada, baik yang telah
ditetapkan berdasarkan surat keputusan ataupun dasar hukum lain, perlu
disesuaikan kembali dengan sifat, kondisi serta nilai penting sebagai kawasan
konservasi pada masa sekarang. Untuk itu, dalam rangka program
pengembangan kawasan konservasi laut di Indonesia, dipandang perlu untuk
menetapkan kriteria dan penentuan nilai kawasan konservasi laut. Kawasan
konservasi yang dimaksud adalah suatu kawasan di pesisir dan laut yang
mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air di atasnya, dengan
beragam flora dan fauna yang beasosiasi didalamnya memiliki nilai ekologis,
ekonomis, sosial dan budaya.
Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai
berikut : (1) melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan
integritas ekosistem; (2) meningkatkan hasil perikanan; (3) menyediakan
tempat rekresi dan pariwisata; (4) memperluas pengetahuan dan pemahaman

7
tentang ekosistem; dan (5) memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi
masyarakat pesisir.
Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut adalah
untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya alam, agar proses-proses
ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan tetap dipertahankan
produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia
secara berkelanjutan. Tujuan penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir
dan laut adalah untuk: (1) melindungi habitat-habitat kritis, (2)
Mempertahankan keanekaragaman hayati, (3) mengkonservasi sumberdaya
ikan, (4) melindungi garis pantai, (5) melindungi lokasi-lokasi yang bernilai
sejarah dan budaya, (6) menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam, (7)
merekolonisasi daerah-daerah yang tereksploitasi, dan (8) mempromosikan
pembangunan kelautan berkelanjutan.
Rencana pengalokasian kawasan konservasi, memerlukan sedikitnya 4
(empat) tahapan dalam proses pemilihan lokasi, yaitu :
1. Identifikasi habitat dan lingkungan kritis; distribusi sumberdaya ikan
ekologis dan ekonomis penting.
2. Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber
degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai
ancaman langsung (over eksploitasi) dan tidak langsung (pencemaran)
terhadap ekosistem dan sumberdaya.
3. Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi.
4. Kajian kelayakan suatu kawasan perioritas yang dapat dijadikan
konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi.
Penentuan ukuran kawasan konservasi, secara umum terdapat 2 (dua)
kategori, yaitu (1) kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang
berukuran kecil). Kawasan ini dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis
biota dengan relung yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan
konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana, dan (2)
kategori agregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran

8
besar). Kawasan ini menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung
pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan.
Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat
dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu : zona inti (zona perlindungan), zona
penyangga dan zona pemanfaatan. Pembagian zonasi tersebut bertujuan untuk
membatasi tipe-tipe habitat penting untuk perlindungan keanekaragaman
hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi.
Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk kawasan konservasi di
wilayah pesisir dan laut menuntu penerapan kriteria, agar dalam
mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan dapat dilakukan secara
obyektif, secara mendasar terdiri atas 3 (tiga) kelompok : (1) kriteria ekologis,
(2) kriteria sosial, dan (3) kriteria ekonomi.

E. Deliniasi Zona Di Dalam Kawasan Konservasi


Peta Kerja adalah peta yang digunakan para petugas di lapangan dan
kantor untuk bekerja. Jika peta kerja yang dimaksud adalah untuk keperluan
navigasi petugas saat di lapangan maka Peta Rupa Bumi Indonesia ditambah
delineasi batas fungsi/Seksi/Resort/Zonasi dan sebaran sarana prasarana sudah
mencukupi. Peta kerja seyogyanya berskala besar (misal1:10.000) dan cukup
meng-cover luasan resort dalam satu atau beberapa lembar peta kerja.
Peta kerja dapat mengadopsi model peta kerja HPH yang membagi habis
wilayah kerjanya dalam blok berukuran 1 km x 1 km. Para mandor di HPH
memiliki salinan peta sebaran petak atau blok tebangan dalam kertas kalkir
seukuran kertas folio. Peta itu dilipat dan dimasukan ke saku untuk kebutuhan
navigasi dan mengontrol kegiatan logging sehari-hari.
TN Gunung Halimun Salak menggunakan cara ini untuk membangun peta
kerjanya. Peta skala 1:10.000 dibagi dalam kotak bujur sangkar blok
berukuran 1 km X 1 km di lapangan yang digunakan untuk kebutuhan
navigasi. Model lain adalah Peta kerja Perum Perhutani yang kaya informasi.
Peta ini berisi sebaran petak dan anak petak yang didalamnya memuat
informasi kelas hutan, posisi pal batas, jaringan sungai/jalan, toponimi dan

9
lain-lain. Kedua model peta ini mudah dan praktis untuk keperluan navigasi.
Mengingat kompleksnya variasi jenis kegiatan dalam pengelolaan KK dan
kebutuhan berbagai variasi data, dapat saja dibuat standar minimal bahwa
yang disebut Peta Kerja KK adalah album peta dasar tematik yang terdiri dari
lampiran peta penunjukan/penetapan kawasan, peta tata batas, peta batas
Seksi/Resort/Zonasi, peta citra satelit resolusi sedang dan peta RBI. Album
peta ini wajib ada di setiap kantor resort meski tidak dibawa ke lapangan.
Unit pengelolaan terkecil di KK adalah Resort. Menurut Wiratno (2010),
Organisasi (PHKA) belum mampu membangun sistem pengelolaan yang
berbasis pada pola pemangkuan kawasan. Resort-resort sebagai unit terkecil
manajemen kawasan di tingkat lapangan belum dibangun .  Sejauh ini konsep
pembagian wilayah kerja ke dalam seksi/resort dan pembagian kawasan
perlakuan ke dalam zona, sudah berada dalam arah yang benar. Memang
terdapat variasi luasan resort di KK. Mulai dari resort Pulau Menjangan di TN
Bali Barat seluas 165 ha hingga Resort Teluk Pulai di TN Tanjung Puting
seluas 105.530 ha alias 20 kali luas TN Kelimutu. Ini adalah fakta yang akan
menjadi problem efektifitas UPT menguasai lapangan, jika tidak diimbangi
oleh input manajemen yang memadai (personil, anggaran, sarana, kebijakan,
leadership).
Dibanding sebagai persoalan, ukuran luas resort lebih merupakan fakta
yang bersifat given, baik menurut fakta ekologi atau fakta kebijakan pihak
manajemen. Persoalannya, bagaimana memecah resort kedalam satuan unit
luasan yang lebih kecil sebagai satuan unit analisis pada saat desktop riset dan
perencanaan kegiatan, atau sebagai satuan unit pengelolaan pada saat survey
lapangan, monitoring kerusakan, rehabilitasi kawasan.

10
Ilustrasi 3. Perbandingan Ukuran Resort dan Petak
Unit luasan terkecil, Unit kerja, unit analisis, unit pengelolaan, unit
informasi, anak resort, petak, blok atau apapun istilahnya, penjelasannya

11
mungkin dapat difahami lewat ilustrasi statistika. Suatu luasan resort dianggap
sebagai populasi yang harus dibagi kedalam unit-unit contoh dengan luasan
tertentu terdistribusi menurut parameter tertentu. Dalam kasus Perum
Perhutani, petak dibagi kedalam anak petak menurut parameter umur tegakan,
jenis tegakan dan bonita sehingga distribusi luasannya tidak seragam.
Sementara di HPH, area konsesi sebagai populasi dibagi kedalam blok atau
petak dengan distribusi luas seragam kecuali pada bagian batas tepi.
Tujuan dari pembangunan blok adalah membangun unit analisis atau unit
kegiatan. Membantu melokalisir target wilayah agar fokus terarah.
Memudahkan kontrol mana saja daerah yang belum ditangani, mana saja
daerah yang tepat untuk suatu kegiatan tertentu. Tidak sekedar memenuhi
logika statistika, pendekatan ini dapat memudahkan proses pengelolaan
menjadi lebih detail dan argumentatif. Dengan pendekatan ini, dapat
dibedakan mana saja unit luas yang bervegetasi baik dan tepat menjadi lokasi
kegiatan survey fauna. Unit luas mana saja yang telah terbuka dan perlu
dilakukan cek perambahan. Sebagai contoh, TN ujung Kulon menyatakan
telah mengecek daerah terbuka di resort Citelang dalam satu kali kegiatan.
Pernyataan ini tentu mengaburkan tehnik sampling karena luas resort tersebut
5.457,5 ha. Setidaknya minimal 10% atau 546 ha harus dicek terlebih dahulu
sebelum mengeluarkan pernyataan tersebut. Tambahan lain, tidak mungkin hal
itu diselesaikan dalam satu kali kegiatan. Jauh lebih mudah diterima jika
menyatakan bahwa telah dilakukan pengecekan daerah terbuka pada satu
petak di Resort Citelang. Namun dengan pendekatan memecah peta resort ke
dalam unit sampling kemudian mengoverlaykannya dengan data citra, TN
Ujung Kulon dapat memberikan argumentasi yang lebih baik. Bahwa dari 71
unit sampling hanya ada 6 unit saja yang memiliki area terbuka seluas 45 ha.
Dengan cara ini pernyataan seluruh daerah terbuka di resort Citelang telah
dicek adalah benar.

12
Ilustrasi 4. Peta Resort Citelang TN Ujung Kulon digambarkan dalam rancangan
Peta Kerja berbasis blok.
Masih berhubungan erat dengan gagasan peta kerja, bagaimana
mengembangkan unit luasan sebagai satuan areal kegiatan terkecil pada suatu
resort/seksi/UPT ? Pertanyaan diatas kembali muncul. Mengadopsi sistem di
Perum Perhutani atau HPH? Sebagaimana diketahui, ukuran anak petak di
kawasan Perum Perhutani tidak seragam namun hal tersebut didukung oleh
akurasi tinggi data distribusi umur dan jenis tegakan serta bonita. HPH
mengembangkan model yang simpel berupa blok dengan luas seragam karena
parameter yang dipakai hanyalah diameter, tinggi dan jenis komersil saja.
Bagaimana dengan KK ? akankah mengembangkan sendiri berdasarkan
parameter-parameter khas yang dimilikinya. Apakah batas sub das yang secara
alami tersedia dapat digunakan sebagai acuan bagi KK yang memiliki banyak
sungai? Apakah sistem blok logis untuk diterapkan pada KK yang
bertopografi relatif datar? Berapa ukuran luasannya? Mana yang lebih mudah
diterapkan ?

13
Ilustrasi 5. Kawasan TN Manusela digambarkan sebagai populasi yang dibagi ke
dalam sekumpulan unit sampel berdasarkan parameter Sub DAS dan parameter
luas berupa blok.

14
Gambar diatas merupakan Peta blok dengan luasan 100 ha (1×1 km).
Sistem koordinat cartesian menggunakan angka untuk sumbu X dan alfabet
untuk sumbu Y. Penyebutannya tinggal disepakati apakah G6 atau 6G.
Perbedaan dari kedua gambar diatas bahwa Peta Blok A lebih inklusif dan
membuka diri terhadap kawasan penyangga sebagai unsur eksternal riil yang
harus dikenali, difahami dan dipetakan profilnya. Memasukkan batas desa
dalam sistem blok termasuk menjaga konsistensi mengingat hampir seluruh
UPT menggunakan batas desa dalam menata batas seksi dan resortnya. Pada
gambar Peta Blok B, terkesan bersifat eksklusif dan tidak menyediakan ruang
informasi spasial terhadap apa yang ada di sekitar kawasan.
Haruskah unit luas terkecil atau blok ditata batas? Tata batas berdimensi
hukum dan menjelaskan hubungan hukum sementara blok berhubungan
dengan kebutuhan navigasi dan unit informasi/analisis. Sebagian pemerhati
mungkin akan berpendapat bahwa membuat lorong batas, menanam pal atau
memaku label di pohon sama dengan merusak. Secara finansial, jauh lebih
baik mengalokasikan anggaran untuk kegiatan penanganan perambahan atau
survey biodiversiti dari pada menata batas. Tanda fisik di lapangan bisa
menumpang pada label zonasi sebagaimana telah diatur dalam lampiran
Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman zonasi TN. Ide
batas blok lebih baik imajiner saja. Batas blok cukup tergambar dalam peta
dan tidak perlu ditata batas lapangan. Peta kerja resort yang memiliki

15
informasi blok dapat di-convert sebagai basemap dalam pesawat GPS yang
terdistribusi di setiap resort.

F. Peraturan Zona Di Dalam Kawasan Konservasi


Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona pada
Kawasan Deskripsi
Ketentuan Umum
Konservasi Keterangan
Kegiatan

zona inti yang 1) Perlindungan a ) perlindungan proses ekologis


dimanfaatkan antara mutlak habitat dan yang menunjang kelangsungan
lain: populasi ikan; hidup dari suatu jenis a t a u sumber
daya ikan dan e k o s i s t e m n y a ;
1) perlindungan
mutlak habitat b ) penjagaan dan pencegahan
Zona Inti dan populasi kegiatan yang dapat
ikan serta alur mengakibatkan perubahan
migrasi biota keutuhan potensi kawasan dan
laut; perubahan fungsi kawasan;
d a n /a ta u ;
2) perlindungan
ekosistem c) pemulihan dan rehabilitasi
pesisir unik e k o s is te m .
dan/atau rentan
terhadap 2) Penelitian; a) penelitian dasar menggunakan
perubahan; metode observasi untuk
pengumpulan data dasar;
3) perlindungan
situs budaya b ) Penelitian terapan menggunakan
atau adat metode survei untuk tujuan
tradisional; monitoring kondisi biologi dan
ekologi; d a n / a t a u
4) penelitian;
dan/ataupendidi c) P engembangan untuk tujuan
kan. r e h a b i lit a s i.

3) Pendidikan. diperuntukkan bagi kegiatan tanpa


melakukan pengambilan material
langsung dari alam.

Zona zona pemanfaatan 1 ) perlindungan a ) perlindungan proses-proses


Pemanfaatan terbatas, yang dan pelestarian ekologis yang menunjang
Terbatas dijabarkan dalam sub habitat dan kelangsungan hidup dari suatu
zona antara lain: populasi i k a n ; j e n i s atau sumber daya alam hayati
dan e k o s i s t e m n y a ;
1) perlindungan
habitat dan b ) p enjagaan dan pencegahan
populasi ikan; kegiatan-kegiatan yang dapat
m e n g a k i b a t k a n perubahan
2) pariwisata dan
keutuhan potensi kawasan dan
rekreasi;
perubahan fungsi k a w a s a n ;
3) penelitian dan
c ) pengelolaan jenis sumber daya ikan
pengembang
beserta habitatnya untuk d a p a t
an; dan /atau
menghasilkan keseimbangan
pendidikan.
antara populasi dengan daya
dukung h a b i t a t n y a ;
d) perlindungan alur migrasi biota
perairan; dan
e) pemulihan dan rehabilitasi
e k o s is te m .

1 ) pariwisata dan a ) b e re n a n g ;
r e k r e a s i;
b ) m e n y e la m ;
c) pariwisata t o n t o n a n ;
d ) pariwisata minat k h u s u s ;
e ) perahu p a r i w i s a t a ;
f ) olahraga permukaan air; d a n
g) pembuatan foto, video dan f i l m .

16
1 ) pariwisata dan a ) b e re n a n g ;
r e k r e a s i;
b ) m e n y e la m ;
c) pariwisata t o n t o n a n ;
d ) pariwisata minat k h u s u s ;
e ) perahu p a r i w i s a t a ;
f ) olahraga permukaan air; d a n
g) pembuatan foto, video dan f i lm .

2) penelitian dan a ) penelitian dasar untuk kepentingan


pengembangan; pemanfaatan dan k o n s e r v a s i ;
dan
b) p enelitian terapan untuk
kepentingan pemanfaatan dan
konservasi; dan
c) pengembangan untuk kepentingan
k o n s e r v a s i.

3) p e n d i d i k a n . a ) pemeliharaan dan peningkatan


keanekaragaman h a y a t i ;
b ) perlindungan sumber daya
masyarakat l o k a l ;
c ) pembangunan perekonomian
berbasis ekowisata b a h a r i ;
d ) pemeliharaan proses ekologis dan
sistem pendukung k e h i d u p a n ;
e ) p romosi pemanfaatan sumber daya
secara berkelanjutan; d a n
f) p romosi upaya tata kelola untuk
perlindungan lingkungan kawasan
konservasi perairan.

Zona Lainnya zona lain sesuai Rehabilitasi


dengan peruntukan
Kawasan, yang
dimanfaatkan untuk
rehabilitasi.

Sumber: Permen-KP No 30/2010.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kawasan konservasi perairan Indonesia sudah sangat luas hingga
mencapai 13.529.067,66 ha, dengan berbagai kebijakan-kebijakan dari
kementrian perikanan dan kelautan disertai undang-undang yang mengatur
pengelolaan sumberdaya perikanan. Tujuan utama dari pembentukan wilayah
konservasi perairan Indonesia yaitu untuk menjaga dan melestarikan
organisme, melindungi habitat dan lingkungannya sehingga keberlanjutannya
tetap terjaga. Kategori yang di gunakan dalam mengupayakan konservasi
perairan sangat banyak, dapat dibedakan berdsarkan tujuan utama, tujuan
tambahan, cirri khas dan peran masing-masing.

B. Saran
Saran yang bisa penyusun berikan agar peraturan dan kebijakan yang ada
untuk konservasi lebih di pertegas lagi sehingga benar-benar dapat
memberikan hasil yang maksimal nantinya. Hal ini juga untuk menunjang
keberlajutan organisme dan melestarikan lingkungannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hasani, Q. 2010. Konservasi sumberdaya perikanan berbasis masyarakat,


Implementasi nilai luhur budaya indonesia dalam Pengelolaan sumberdaya
alam. Universitas Lampung. 43 Hal.

KKP. 2013. Profil Jejaring Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. 64 Hal.

Man and Biophere Indonesia. 2011. Cagar Biosfer Indonesia. [terhubung


berkala]. http://www.mabindonesia. org/tentang.php?i=biosfer. [10 Mei
2011].

Soedjito H. 2004. Pedoman pengelolaan cagar biosfer Indonesia. Panitia


Nasional MAB Indonesia, LIPI. Jakarta.

UNESCO. 2003. Graha Info Kreasi. Jakarta. Jatropha Curcas BiosphereReserves.


On ground testing for sustainable development 76

Suheri. 2003. Studi perubahan penutupan lahan di daerah penyangga Taman


Nasional Gunung Gede Pangrango menggunakan sistem infomasi geografis
[Skripsi]. FakultasKehutanan-IPB. Bogor

19

Anda mungkin juga menyukai