Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN

MEMETAKAN KEDALAMAN LAUT MENGGUNAKAN FISH


FINDER

Oleh :
Ni Made Apriani
C1N020021

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum akustik kelautan ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan mata kuliah:

Nama : Ni Made Apriani


NIM : C1N020021

Mataram, Agustus 2022

Mengetahui:

Asisten Praktikum 1 Asisten Praktikum 2

Ahmad izzul rifqi ansori Nama


NIM. NIM.

Praktikan

Nama
NIM.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum mata kuliah Akustik Kelautan dengan sebaik-
baiknya. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum yang diberikan dalam
mata kuliah Akustik Kelautan, Prodi Ilmu Kelautan. Dalam penyusunannya penulis menyampaikan
rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dan menyelesaikan laporan ini.
Dalam penulisan laporan praktikum ini, penulis merasa masih terdapat kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun isi materi. Kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi menyempurnakan pembuatan laporan ini. Akhir kata penulis berharap agar laporan praktikum ini dapat
bermanfaat bagi kita

Mataram, ..............................
Penulis,

Nama
NIM
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi geografis Negara Republik Indonesia yang dua pertiganya lautan membuat
kebutuhan informasi akan sumber daya alam yang tersedia di laut menjadi hal yang sangat
penting untuk membantu pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam baik pada perairan
pesisir ataupun lepas pantai. Pemetaan bawah laut pada kawasan perairan Indonesia menjadi
salah satu langkah dalam menentukan dan mempelajari titik-titik potensi wilayah Indonesia di
Kawasan. Perairan Indonesia banyak dimanfaatkan untuk berbagai tujuan diantaranya untuk sistem
komunikasi, system keamanan bawah air, pelacakan penyelam, system sonar aktif dan pasif,
system navigasi kapal dan lain sebagainya tujuan tersebut, suara (getaran akustik) digunakan
sebagai media pembawa pesan karena dapat merambat dalam jarak jauh pada air. Potensi dari
sumberdaya laut di Indonesia sangatlah besar, dan belum digunakkan secara maksimal,
apalagi sumber nonhayati seperti minyak dan gas bumi. (pramada, 2013)
Akustik merupakan ilmu yang membahas tentang gelombang suara dan
perambatannya dalam suatu medium. Jadi, akustik kelautan adalah ilmu yang
mempelajari tentang gelombang suara dan penjalarannya (perambatannya) dalam
medium air laut (terjadi di kolom air). Akustik kelautan merupakan suatu bidang kelautan
untuk mendeteksi target di kolom perairan dan dasar peairan menggunakan gelombang
suara. Dengan pengaplikasian akustik kelautan akan mempermudah peneliti untuk
mengetahui objek yang ada di kolom perairan dan dasar perairan. Adapun alat akustik
yang dapat mendukung penangkapan atau memetakan dasar perairan dan pencarian ikan
tersebut, dibantu dengan teknologi akustik bawah air/ akustik kelautan yaitu seperti Sonar,
Echosounder, GPS, Radar dan fish finder. Maka dengan penggunaan benda tersebut, akan
membantu penangkapan dan pencarian ikan secara maksimal. baik berupa plankton, ikan,
kandungan substrat dan adanya kapal kandas. (Firdaus,2008)(Lubis dkk, 2016).
Pemetaan pada wilayah perairan dilakukan dengan menggunakan dua teknik survei,
yaitu survei batimetri dan survei hidrografi. Survei batimetri adalah survei yang dilakukan
untuk mengetahui dan mengukur nilai kedalaman dari dasar laut. Sedangkan survei hidrografi
adalah proses penggambaran dasar perairan tersebut, sejak pengukuran dan pengolahan
hingga visualisasinya. Pemetaan bawah laut digunakan dengan mengukur permodelan
topografi bawah laut menggunakan alat berupa sounder. Ada dua tipe sounder yang dapat
digunakan yaitu Singlebeam Echosounder System (SBES) dan Multibeam Echosounder
System (MBES). SBES adalah suatu alat pemancar tunggal sinyal gelombang suara yang
memiliki transciever (transfer dan reciever) yang terpasang di badan kapal. Sedangkan MBES
adalah alat pemancar ganda sinyal gelombang suara yang memiliki transciever (transfer dan
reciever) yang terpasang menyebar di badan kapal (setiadarma dkk. 2019).
Oleh karena itu praktikum ini penting dilakukan agar para mahasiswa memiliki
kemampuan dalam pengoperasian dan pengolahan data hasil dari penggunaan alat akustik
kelautan yaitu berupa fish finder serta mengetahui cara pengolahan data kedalaman laut
pada perairan Gili Gede kecamatan sekotong, Lombok barat menggunakan peta
kedalaman

1.2 Tujuan Praktikum


a. Mengetahui pengolahan data menggunakan alat akustik berupa fish finder
b. Mengetahui cara pengolahan data kedalaman laut pada perairan Gili Gede
menggunakan peta peta kedalaman

1.3 Manfaat Praktikum


a. Mahasiwa mampu mengetahui prinsip kerja fish finder
b. Mahasiswa mampu mengoprasikan fish finder
c. Mahasiswa mampu menerapkan penggunaan fish finder dalam kondisi lapanagn
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian echosounder


Echosounder adalah proses pengukuran kedalaman suatu perairan yang sering
berhubungan juga dengan beberapa faktor penting (aspek fisika laut) seperti gelombang.
Adapula factor cahaya atau kecerahan, tekanan, suara di laut dan lain-lain. Mendapatkan data
kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Untuk saat ini
mengukur kedalaman perairan dapat menggunakan peralatan elektronik yang disebut dengan
echosounder. echo-sounder sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikan merupakan
alat pengindraan jarak jauh dengan prinsip kerja menggunakan metode akustik yaitu sistem
sinyal yang berupa gelombang suara. Sinyal yang dipancarkan kedalam laut secara vertikal
setelah mengenai obyek, pantulan sinyal diterima kembali kemudian diolah sehingga
menghasilkan keterangan tentang kedalaman laut, kotur dan tekstur dasatr laut dan posisi dari
gerombolan ikan. Echo-sounder menggunakan suara yang tidak dapat didengar oleh ikan
sehingga ikan tidak terkejut dan lari pada saat echo-sounder dioperasikan. Suara yang
digunakan mempunyai frekuensi lebih besar dari 14KHz yang biasanya disebut gelombang
ultrasonic (kautsar,2013).

2.2 Macam-macam echosounder


Suatu sistem akustik adalah satu proses yang tidk bisa dipisah-pisahkan, bekerjanya suatu
komponen sistem akustik tergantung dari bekerjanya komponen lain. Saat time base
memicu transmitter untuk memancarkan sinyal listrik ke transducer, maka segeralah
transmitter bekerja. Kemudian transducer mengubah sinyal listrik menjadi gelombang
suara dan dipancarkan ke dalam air. Echo dari target segera diterima bagian receiver
transducer dan diubah kembali menjadi sinyal listrik. Kekuatan echo ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bentuk echogram untuk dianalisa lebih lanjut. Satu siklus tadi
merupakan satu sistem akustik. Jenis dari sistem akustik dibedakan berdasarkan
perbedaan dari beam yang dipancarkan transducer. Sistem akustik tersbut diantarany
adalah sistem single beam, dual beam, split beam, dan quasi ideal beam (Kautsar , 2013)
2.2.1 Single Beam
Single beam Echosounder digunakan untuk membedakan benda di bawah air, seperti
ikan, rumput laut, dan dasar laut. Setiap target yang ditemukan memiliki nilai backscatter
yang berbeda. Distribusi untuk target strength harus diestimasi secara statistik apabila dalam
sebuah penelitian menggunakan single beam echosounder. Untuk itu perlu dikembangkan
algoritma dan diterapkan untuk mendeteksi serta mengukur sinyal penerima (Manik dkk,
2014). Echosounder mengukur kedalaman air dengan mengirimkan pulsa akustik melalui
transduser dan mengambil gema yang memantul. Kedalaman dihitung dari waktu tempuh dua
arah dari kecepatan suara dalam air. Seperti kapal yang bergerak menggunakan Single Beam
Echo Sounder (SBES), dimana berulang kali mengirim "ping" dasar laut dengan pulsa suara,
menghasilkan hasil cetak kedalaman bawah kapal, ini dikarenakan visi sisi terbatas dari
SBES (Sathiskhumar dkk 2013).
2.2.2 Split Beam
Boadband sistem split- beam digunakan untuk mengamati gema individu ikan pada saat
bergerombol . Sinyal yang dipantulkan gema tersebut mulai dari 70-130 kHz. Pemantulan
sinyal tersebut digunakan sebagai emisi dari sistem split beam. Hal ini memungkinkan untuk
mendapatkan resolusi kisaran tinggi dengan sinyal pulsa pantulan yang diperkecil.
Transduser dari split- beam echosounder biasanya dibagi menjadi empat kuadran, yang
terdapat pada bagian depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri kapal. Transducer
tersebut memungkinkan untuk pengukuran sudut di sepanjang kapal. Ikan individu dapat
dilacak arah dan kecepatan geraknya menggunakan sistem insonification Menurut Chu dan
Stanton (1998) dalam Ito et al (2013).
2.2.3 Dual Beam
Untuk membuat transduser dan kedua berkas pola dual-beam sebuah echosounder. Yang
terdiri dari elemen transduser 73 diatur dalam empat konsentris lingkaran di sekitar satu
elemen di pusat. Jika semua unsur unsur yang digunakan sebagai salah satu transduser besar,
mereka membentuk sinar sempit. Tujuh pusat elemen dapat diatur secara independen yang
lain. Bila digunakan sendiri sebagai transduser yang lebih kecil, pusat elemen bentuk berkas
yang luas. Ukuran dari dua transducers adalah kaum yang sempit berkas memiliki tiga sisi
lobus untuk masing masing berkas yang luas, dan nulls bertepatan. Seperti yang kita ketahui,
dual beam merupakan system echosounder yang memancarkan dua sinar. Cakupan sinar dari
dual-beam echosounder yaitu cakupan sinar yang luas dan cakupan sinar yang sempit dalam
satu transducer tunggal. Dual beam system memiliki poros akustik yang selaras (John dan
Mac, 2005).
2.2.4 Quasi Ideal Beam
Pola ideal beam, di sisi lain, memiliki arti bahwa suatu direktivitas memiliki sensitivitas
yang tetap dalam sudut beam tertentu dan tidak memiliki sensitivitas ketika berada di luar
sudut beam tertentu. Perkembangan terbaru dari transduser kini memiliki karakteristik yang
sangat mendekati karakteristik ideal beam. Transduser tersebut dinamakan “transduser quasi-
ideal beam”. Dengan transduser yang baru, penghitungan target strength menjadi lebih
mudah dan lebih terpercaya dibandingkan dengan penghitungan yang diperoleh dari
transduser yang masih konvensional. Penghitungan akustik memiliki akurasi yang tinggi
sehingga sumber daya hayati juga dapat diduga . Untuk bisa menghasilkan kuasi dual beam,
perlu penguasaan tentang teori pembentukan beam karena memerluhkan penjelasan khusus
dan lengkap, puncak dari mainlobe kuasi dual beam adalah datar dimana hamper seluruhnya
pada sudut beam. Dengan demikian, untuk ikan dengan ukuran yang sama, dimanapun
posisisnya didalam beam akan menghasilkan intensitas echo yang sama. Kuasi idean beam
tidak perlu mengeleminir beam pattern supaya bisa menghitung target strength Arrhenius et
al., 2000 dalam carnero et al., (2014).
2.2.5 multibeam
Multibeam rmerupakan salah satu alat yang digunakan dalamproses pemeruman dalam
suatu survei hidrografi. Pemeruman (sounding) sendiri adalah proses dan aktivitas yang
ditunjukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar
perairan (seabed surface). Sedangkan survey hidrografi adalah proses penggambaran dasar
perairan tersebut, sejak pengukuran, pengolahan, hingga visualisasinya. Multi-Beam
Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar
laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa
yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik
dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad), beberapa pancaran suara (beam) secara
elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam.
Multi beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1 m
akurasi vertikal dan krang dari 1 m akurasi horizontalnya) (Saputra dkk. 2012).

2.3 Pengertian fishfinder


Fish finder merupakan alat yang memiliki kegunaan untuk mendeteksi posisi gerombolan
ikan, kedalamaan perairan, suhu maupun material dasar perairan, sehingga mampu
memberikan kemudahan bagi para nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih
banyak, bukan hanya menggunakan insting serta keberuntungan dalam mencari ikan. Fish
finder memiliki kemampuan tidak hanya sebatas mendeteksi gerombolan ikan, tetapi juga
mendeteksi suhu, kedalaman, substrat serta karakteristik dasar laut. Hasil kerja fish finder
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang meliputi suhu air, kemurnian air serta
kekentalan air. Ikan yang terdapat pada lokasi berbeda akan memunculkan gambar yang
berbeda di layar fish finder. Ikan di tempat dangkal justru akan terlihat lebih kecil dari pada
ikan yang berlokasi di kedalaman. Hal tersebut dikarenakan adanya efek gelombang
ultrasonic yang bekerja melebar (Hermawati, 2021)

2.4 Sistem pengoperasian/cara kerja fishfinder


Cara kerja dari fish finder ini adalah alat tersebut diletakan pada bagian samping tengah
sarana apung atau di perahu survei dengan posisi ujung terbawahnya sedikit berada di
atas lunas perahu. Antena GPS dipasang di perahu tepat di atas dari peralatan transduser
diletakkan. Pemasangannya akan lebih baik apabila menggunakan sebuah tongkat kayu
yang didirikan tegak lurus di perahu. Bagian bawah tongkat yang berada di dalam air
dipasangi transduser dari Fish Finder, sedangkan ujung yang sebelah atas dipasangi
antena GPS. selama pengukuran kedalaman berlangsung, juga dilakukan pengukuran
pasang surut dengan interval 10 menit untuk mendapatkan data kedalaman yang lebih
rinci (Bambulu dkk. 2017).

Note: satu paragraf minimal 5 kalimat, dan memakai jurnal minimal 10 tahun terakhir
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum akustik kelautan ini dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2022 pada
pukul 12.00 WITA di perairan Gili Gede kecamatan sekotong lombok barat, nusa
tenggara barat. Pengolahan data kedalaman dan pembuatan peta kedalaman dilakukan
pada taggal 1 november 2022 pukul 13.00 WITA di Gedung H, Program Studi Ilmu
Kelautan, Fakultas Pertanian, universitas mataram.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 alat
No Nama alat Fungsi
1 Accu Untuk menghidupkan alat fish finder
2 Fish finder yuccom Untuk mengukur kedalaman
3 Gps Untuk mengetahui titik koordinat
4 Kamera handpone Untuk mendokumentasikan
5 Kayu Untuk menompang alat fish finder
6 Perahu Untuk transportasi pada saat pengambilan data
7 Stop watch Untuk mengukur selang waktu pengambilan data
8 Tali Untuk mengikat kayu pada lambung perahu

3.2.2 bahan
No Nama bahan Fungsi
1 Arcgis 10.8 Untuk membuat peta kedalaman
2 Data kedalaman Sebagai data yang akan di olah menjadi peta
kedalaman
3 Software Microsoft excel Untuk mengolah data dalam bentuk excel

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pengambilan data dilakukan secara observasi (pengamatan) langsung terhadap objek
penelitian dengan metode Eksperimental fishing Kurnia et al., (2016). Kegiatan di mulai
dengan persiapan praktikum meliputi : persiapan operasional, pengadaan validasi alat, serta
dan tenaga pembantu dalam pengambilan data selanjutnya mengikuti bagan perahu milik
nelayan setempat. pada pengamatan ini digunakan 1 (satu) unit fish finder Tipe YUCOM
FF800G dengan frekuensi 200 KHZ untuk memperoleh informasi dan data tentang
kedalaman. Fish finder diletakan pada bagian tengah bagan agar dapat merekam kondisi
tersebut. Pengamatan kedalaman perairan pada Gili Gede secara dilakukan vertical. selama
proses pengamatan dilakukan pada siang hari selama 1 jam pada pukul 11.00 WITA

3.4 Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan di tabulasikan ke
dalam tabel dengan menggunakan microsoft excel untuk hasil pengukuran kedalaman di
tandai dengan hruf z, untuk titik koordinat nya ditandai dengan huruf Y dan X. Setelah
data di tabulasi kemudian di save atau di ubah ke dalam CSV. Data tabular
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Data kedalaman
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
Dalam praktikum Akustik Kelautan selanjutnya sebaiknya mengikut sertakan perempuan
dalam pengambilan data agar kita bisa mengetahui proses dan cara pengamilan data
kedalaman menggunakan fish finder
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, M. Z. and W. Anurogo. 2016. Fish stock estimation in Sikka Regency Waters,
Indonesia using Single Beam Echo- sounder (CruzPro fish finder PcFF-80) with
hydroacous- tic survey method. Aceh Journal of Animal Science,1(2) : 70-78

Pramanda,G.A.2013. Analisis Perbandingan Hasil Pengukuran Batimetri Menggunakan


Alat Singlebeam Echosounder Odom Hydrotrac II dan Fish Finder Garmin MAP Sounder
178 C. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Firdaus, H.2008. Sitem Visualisasi profil dasar Laut Menggunakan Echosounder. Jakarta: UI
Press

Kautsar, M., Bandi, S., Hani’ah. 2013. Aplikasi Echosounder Hi-Target Hd 370 Untuk
Pemeruman Di Perairan Dangkal. Jurnal Geodesi Undip. 2 (4). Universitas Diponegoro:
Semarang

Saputra, L.R., M. Awaluddin., L.M Sabri. 2012. Identifikasi Nilai Amplitudo Sedimen
Dasar Laut Pada Perairan Dangkal Menggunakan Multibeam Echosounder. Jurnal
Geodesi UNDIP. 1(1): 1-14.

Manik, H.M., Asep, M., Totok, H. 2014. Computation of Single beam Echo Sounder
Signal for Underwater objects Detection and Quantification. International Journal of
Advanced Computer Science and Application. 5(5): 94-97.

Sathiskumar, R., Gupta, T.V.S.P., Babu, M.A. 2013. Echo sounder for seafloor object
detection and classification. Journal of enginereeing computers and applied sciences.
2(1):32-37.

Ito, M., Matsuo, I., Imaizumi, T., Akamatsu, T., Wang, Y., Nishimori. 2013. Clustering Of
Acoustic Fish Features Tracked By Broadband Split-Beam Echosounder. Journal Of
Proceedings Of Meeting On Acoustics.19 (1-3).

Carnero, N.S., Perez, D.R., Zaragoza, N., Espinosa, V., Freire, J. 2014. Relative
Infaunal Bivalve Density Assessed From Split Beam Echosounder Angular Information.
Journal Of Oceanologia. 56 (3): 497-523
Hermawati, R., & Sutini, S. (2021, November). Mengevaluasi Penggunaan Peralatan
Bantu dalam Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan Nelayan. In Seminar Nasional
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (pp. 1202-1207).

Bambulu, E., Manengkey, H., & Rampengan, R. (2017). Rambatan gelombang di pantai
Malalayang II. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 5(3), 64-74.

Setiadarma, A. P., Sasmito, B., & Amarrohman, F. J. (2019). Analisis pengaruh data
SVP (Sound Velocity Profiler) pada hasil pengolahan data multibeam echosounder
menggunakan perangkat lunak EIVA (Studi kasus: marine station Teluk Awur, Jepara).
Jurnal Geodesi Undip, 8(1), 83-92.

Anda mungkin juga menyukai