Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SIG KELAUTAN REMOTE SENSING DAN

PEMETAAN
Suhu Permukaan Laut dari Penginderaan Jauh

DOSEN PENGAMPU

Muhammad Arief Wibowo, S.Kel., M.Si

OLEH
RETNO DWI SEPTIASARI
2104126506
ILMU KELAUTAN B

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Suhu Permukaan Laut dari Penginderaan Jauh” ini dengan sebaik mungkin. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus
satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Arief
Wibowo, S.Kel., M.Si selaku dosen mata kuliah SIG Kelautan Remote Sensing dan
Pemetaan. Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal saya selaku para
penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Pekanbaru, 23 November 2022

Retno Dwi Septiasari


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined.
1. 1 Latar Belakang.........................................Error! Bookmark not defined.
1. 2 Rumusan Masalah...................................Error! Bookmark not defined.
1. 3 Tujuan ................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2. 1 Penginderaan Jarak Jauh ...................................................................... 4
2. 2 Sejarah Penginderaan Jarak Jauh ......................................................... 4
2. 3 Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh ......................................................... 5
2. 4 Kelebihan dan Kelemahan Penginderaan Jauh .................................... 6
2. 5 Suhu Permukaan Laut ........................................................................... 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10
3. 1 Kesimpulan.......................................................................................... 10
3. 2 Saran ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya
alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam ini perlu dikelola
dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan bangsa
Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga
kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan
metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti
aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi
masyarakat. Teknologi penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk
mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam
dan lingkungan wilayah pesisir dan laut.
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi
mengenai sutau obyek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan alat tanpa suatu kontak langsung (Lillesand et al., 2008). Citra penginderaan
jauh memiliki manfaat pada berbagai bidang kehidupan, salah satunya yaitu pada
bidang kelautan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi
sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam ini
perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan
bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga
kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan
metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti
aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi
masyarakat.
Penginderaan jauh menjadi salah satu alternatif memperoleh informasi yang
cepat, tepat dan murah. Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh informasi
fenomena alam pada objek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa kontak langsung
dengan objek permukaan bumi, tetapi melalui pengukuran pantulan (reflection)
ataupun pancaran (emission) oleh media gelombang elektromagnetik
(Suwargana,2013).
Penginderaan jauh mempunyai 4 konsep resolusi yang meliputi spasial,
temporal, spectral dan radiometric (Danoedoro, 2012). Resolusi spasial merupakan
ukuran terkecil obyek yang masih dapat diamati oleh sistem. Semakin kecil ukuran
obyek yang dapat teramati maka semakin tinggi dan detail resolusi spasialnya. Citra
penginderaan jauh untuk cuaca dan kelautan biasanya mempunyai resolusi spasial yang
rendah karena cakupan luasannya yang lebih luas. Satelit sumberdaya kebanyakan
menghasilkan citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial menengah sampai tinggi
seperti Landsat (Land Satellite), SPOT (Systeme Probatoire de l’Observation de la
Terre) atau ALOS (Advanced Land Observing Satellite). Resolusi temporal
berhubungan dengan perekaman ulang pada wilayah yang sama. Satelit mempunyai
orbit dan waktu untuk merekam permukaan bumi. Waktu yang dibutuhkan untuk
merekam wilayah yang sama pada setiap satelit berbeda-beda. Satelit cuaca dan
kelautan umumnya mempunyai resolusi temporal yang tinggi karena sekali perekaman
wilayah bumi yang terekam cukup luas. Resolusi spectral merupakan kemampuan
system untuk membedakan informasi dengan didasari oleh pantulan ataupun pancaran
spektral. Setiap satelit dibekali oleh sensor yang sensitif pada panjang gelombang
tertentu. Semakin banyak jumlah panjang gelombang yang dikenali maka semakin
tinggi kemungkinan sensor tersebut untuk membandingkan obyek berdasarkan
pantulannya. Resolusi radiometrik dapat diartikan sebagai kemampuan sensor dalam
mencatat respons spektral obyek. Respons spektral ini dikoding (digital coding) dan
dinyatakan dalam bentuk bit.
1.2. Rumusan Masalah

1. Pengertian Penginderaan Jarak Jauh


2. Sejarah Penginderaan Jarak Jauh
3. Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh
4. Kelebihan dan Kelemahan Penginderaan Jauh
5. Suhu Permukaan Laut dari Penginderaan Jarak Jauh
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian penginderaan jarak jauh
2. Mengetahui sejarah penginderaan jarak jauh
3. Mengetahui aplikasi penginderaan jarak jauh
4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan penginderaan jauh
5. Mengetahui suhu permukaan laut dari penginderaan jarak jauh
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penginderaan Jarak Jauh


Penginderaan jauh merupakan perkembangan dari teknologi pemotretan yang
dilakukan diudara. Pemotretan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan permukaan
bumi secara detail untuk membantu proses pemetaan bumi. Melalui penginderaan jauh,
eksplorasi luar angkasa berhasil dilakukan sejak abad ke-19 dan pada 1960-an sudah
banyak satelit buatan yang beredar. Teknik penginderaan jauh menggunakan alat yang
disebut pengindera atau sensor.
Menurut Lilesand et al. (2004) mengatakan bahwa penginderaan jauh adalah
ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Menurut Curran (1985), Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi
elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan
sehingga menghasilkan informasi yang berguna. Setiap metode atau teknologi selalu
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan teknologi penginderaan
jauh. Oleh karena itu maka penggunaan teknologi ini harus disesuaikan dengan tujuan.
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu metode alternatif yang sangat
menguntungkan jika dimanfaatkan pada suatu negara dengan wilayah yang sangat luas
seperti Indonesia.
2.2. Sejarah Penginderaan Jarak Jauh
Garis pantai telah diakui oleh komite data geografis internasional (FGDC)
sebagai salah satu dari 27 fitur paling penting untuk dipetakan dan dipantau (Li, et al.,
2013; Braga, et al., 2017). Karakteristik garis pantai yang tidak pernah berada dalam
posisi setimbang memiliki konsekuensi perubahan terhadap lingkungan pesisir. Baru-
baru ini, berbagai data penginderaan jauh telah digunakan untuk deteksi perubahan
garis pantai. Baru-baru ini, berbagai data penginderaan jauh telah digunakan untuk
deteksi perubahan garis pantai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan Normalized Difference Vegetation Indexs (NDVI), Principle Componen
Analysis (PCA), segmentation, dan DSAS. Dalam deteksi perubahan garis
menggunakan penginderaan jauh dan system informasi geografis bisa dilakukan.
Pemanfaatan data citra penginderaan jauh lebih mudah diterapkan dan bersifat
multitemporal dan bisa dilakukan dalam kurun waktu 30 tahun sebelumnya ketika data
tersedia. Berdasarkan karakteristik spektralnya, obyek air memiliki persentase
reflektansi yang tinggi pada band dengan interval panjang gelombang antara 0.3-0.7
µm.
Penginderaan jarak jauh dari angkasa telah berkembang selama beberapa
dekade terakhir dari sebuah aplikasi coba–coba menjadi suatu teknologi yang banyak
mempengaruhi berbagai aspek penelitian tentang bumi dan planet. Sistem
penginderaan dengan satelit menyediakan datadata kritis seperti perkiraan cuaca,
forecasting, agrikultur, eksplorasi sumber daya alam, dan monitoring lingkungan.
Pencitraan mulai ada sejak rockte-borne camera pada awal 1890an, sedangkan hasil
inderaja dari angkasa sendiri dimulai seiring dengan Perang Dunia II dan
perkembangan teknologi roket. Pengembangan satelit meteorologikal awal 1960an
mengantar penelitian mengenai citra atmosferik, dan adanya benda2 ruang angkasa
menunjukkan adanya potensial untuk mengorbitkan kamera untuk menyediakan
informasi mengenai permukaan bumi.
2.3. Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh
Aplikasi penginderaan jauh merupakan salah satu aplikasi yang dapat
dimanfaatkan untuk analisis tingkat kenyamanan permukiman di daerah kota. Aplikasi
penginderaan jauh mampu dalam menyadap informasi secara detil, karena memberikan
resolusi spasial yang cukup tinggi. Informasi tersebut dapat berupa liputan vegetasi,
kepadatan bangunan, jarak permukiman terhadap jalan utama dan industri yang
merupakan beberapa parameter penentu tingkat kenyamanan permukiman.
Pemanfaatan SIG digunakan untuk menganalisis parameter yang berpengaruh dalam
tingkat kenyamanan pemukiman. Pemanfaatan SIG digunakan untuk menganalisis
parameter yang berpengaruh dalam memvisualisasikan dalam bentuk peta
(Maru,2016).
Karakter utama citra (image) dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang
kanal (band) panjang gelombang elektromagnetik (electro magnet wavelenght) yang
dimilikinya. Beberapa radiasi yang dapat dideteksi dengan sistem penginderaan jauh,
seperti radiasi cahaya matahari yang dapat terdeteksi melaui medium gelombang
elektromagnetik. Daerah panjang gelombang elektromagnetik dari daerah visible dan
near sampai middle infrared. Atau dari distribusi spasial energi panas (thermal) yang
dipantulkan dari permukaan bumi. Setiap material pada permukaan bumi mempunyai
reflektansi yang berbeda terhadap cahaya matahari, sehingga material-material tersebut
akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang obyek di
permukaan bumi berdasarkan pada nilai pantulan energi gelombang elektromagnetik
yang dipancarkan oleh obyek permukaan bumi kemudian energi tersebut direkam oleh
sensor. Ada tiga kelompok utama obyek permukaan bumi yang dapat dideteksi oleh
sensor yaitu: air, tanah, dan vegetasi yang masing-masing memancarkan energi
elektromagnetik dengan kemampuan pemetaan citranya tergantung pada karakteristik
masingmasing citra sateit. Kanal dan karakteristik inilah yang digunakan oleh
penginderaan jauh untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe liputan lahan yang ada
di permukaan bumi (Suwargana, 2013).
2.4. Kelebihan dan Kelemahan Penginderaan Jauh
Setiap metode atau teknologi selalu mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Demikian pula dengan teknologi penginderaan jauh. Oleh karena itu maka penggunaan
teknologi ini harus disesuaikan dengan tujuan. Teknologi penginderaan jauh
merupakan salah satu metode alternatif yang sangat menguntungkan jika dimanfaatkan
pada suatu negara dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. Beberapa
keuntungan penggunaan teknologi penginderaan jauh, antara lain yaitu:
1. Citra menggambarkan obyek, daerah dan gejala di permukaan bumi dengan
wujud dan letak obyek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan
bumi, relatif lengkap, permanen dan meliputi daerah yang sangat luas.
2. Karakteristik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra,
sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
3. Jumah data yang dapat diambil dalam waktu sekali pengambilan data sangat
banyak yang tidak akan tertandingi oleh metode lain.
4. Pengambilan data di wilayah yang sama dapat dilakukan berulang-ulang
sehingga analisis data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan variasi spasial
tetapi juga berdasarkan variasi temporal.
5. Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara teresterial.
6. Merupakan satu-satunya cara untuk memetakan daerah bencana.
7. Periode pembuatan citra relatif pendek.
Adapun kelemahan teknologi penginderaan jauh yaitu:
1. Tidak semua parameter kelautan dan wilayah pesisir dapat dideteksi dengan
teknologi penginderaan jauh. Hal ini disebabkan karena gelombang
elektromagnetik mempunyai keterbatasan dalam membedakan benda yang satu
dengan benda yang lain, tidak dapat menembus benda padat yang tidak
transparan, daya tembus terhadap air yang terbatas.
2. Akurasi data lebih rendah dibandingkan dengan metode pendataan lapangan
(survey in situ) yang disebabkan karena keterbatasan sifat gelombang
elektromagnetik dan jarak yang jauh antara sensor dengan benda yang diamati.
2.5. Suhu Permukaan Laut
Suhu permukaan (surface temperature) didefinisikan sebagai suhu antar muka
permukaan bumi dan atmosfer (Fawzi, 2016). Variasi suhu harian permukaan benda
dipengaruhi oleh sifat termal tersebut. Suhu permukaan laut adalah parameter iklim
dan cuaca yang dapat diukur secara harian dengan gelombang inframerah pada satelit,
gelombang mikro pasif, pengukuran in situ dengan mooring/pemasangan buoy dan
pengukuran langsung dengan perahu (Gentemann, 2011). Penginderaan jauh dapat
mengidentifikasi suhu permukaan laut jika sensor yang dibawa oleh satelit mempunyai
gelombang inframerah termal atau gelombang mikro pasif. Inframerah termal atau
thermal infrared (TIR) sudah digunakan lebih dari 40 tahun untuk dioperasikan pada
satelit meteorologi. Pada kondisi banyak awan maka TIR digunakan sebagai monitor
temperatur awan, sedangkan pada kondisi tidak ada awan TIR digunakan untuk
mengobservasi pola suhu permukaan laut (Purkis & Klemas, 2011)
Suhu permukaan laut dipengaruhi oleh faktor fisik seperti panas matahari, arus
permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi pada daerah muara
dan garis pantai (Hela & Laevastu, dalam Limbong, 2008). Faktor meteorologi juga
ikut berpengaruh terhadap suhu permukaan laut seperti curah hujan, penguapan,
kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Arief
et al., 2015). Secara global, suhu permukaan laut dibutuhkan untuk memonitoring
kerusakan terumbu karang (Purkis & Klemas, 2011). Salah satu penelitian yang
mengkaji analisis hubungan suhu permukaan laut dan pemutihan karang dilakukan oleh
(Wouthuyzen et al., 2015). Suhu permukaan laut yang digunakan berasal dari citra
penginderaan jauh yaitu hasil perekaman Terra MODIS dan Aqua MODIS. Integrasi
suhu permukaan laut dan klorofil-a dapat digunakan untuk memprediksi daerah
tangkapan ikan. Sebaran parameter oseanografi berupa suhu permukaan laut dan
klorofil-a di Laut Halmahera mempengaruhi hasil tangkapan yellowfin tuna dengan
koefisien determinasi 0.29 dan 4.78.
Ocean color merupakan salah satu website yang dikelola NASA untuk
menghasilkan produk-produk ocean color melalui penginderaan jauh. Tim NASA’s
Ocean Biology Processing Group (OBPG) membantu untuk mengkoleksi, memproses,
kalibrasi, validasi, menyimpan dan mendistribusikan produk yang berkaitan dengan
laut. Produk-produk tersebut difasilitasi oleh NASA Ocean Data Processing System
(ODPS) yang telah berkecimpung dalam penggunaan data penginderaan jauh sejak
1996. NASA menyiapkan data penginderaan jauh yang digunakan sebagai sumber data
spasial untuk ocean color.
Saat ini data suhu permukaan laut pada pranala ocean color dihasilkan oleh
MODIS dan VIIRS. Algoritma-algoritma yang dibangun lebih diprioritaskan untuk
diaplikasikan terhadap MODIS, karena MODIS lebih dulu diluncurkan dibandingkan
VIIRS. Algoritma yang sudah pernah dibangun untuk MODIS, kemudian diaplikasikan
ke VIIRS. Meskipun VIIRS masih tergolong sensor yang baru saja diluncurkan, VIIRS
sudah menghasilkan produk SST pada pranala ocean color dalam level 2 dan level 3.
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectrometer) merupakan sensor
dengan mekanisme pemindaian melintang gerak orbit (across-track scanning)
(Danoedoro, 2012). Sensor MODIS diusung oleh dua satelit yaitu Terra dan Aqua.
Sensor ini digunakan untuk tujuan pengukuran sifat fisik atmosfer, daratan dan lautan.
Jarak satelit dengan permukaan bumi adalah 705 km dengan area perekaman 2330 km.
Satelit Terra mempunyai orbit dari utara ke selatan bumi (descending pass), dan
merekam pada pukul 10.30. Satelit Aqua merekam pada pukul 13.30 dengan orbit dari
selatan ke utara bumi (ascending pass) (Hosida et al., 2007).
VIIRS merupakan sensor yang pertama kali diluncurkan pada Suomi-NPP
pada 28 Oktober 2011. Suomi-NPP mempunyai lintasan orbit yang sama dengan Terra
MODIS, tetapi mengorbit di atas ketinggian Terra MODIS (Seaman, 2013). VIIRS
mempunyai 22 saluran spectral dengan panjang gelombang antara 0.4 sampai 12.0 μm
(Lei et al., 2012). VIRRS akan memberikan kemampuan untuk memproduksi resolusi
yang lebih tinggi terutama resolusi spectral dan radiometrik. Perubahan secara global
dapat dipantau dengan VIIRS, karena sensornya membawa panjang gelombang yang
berguna untuk monitoring darat, laut, awan dan atmosfer. Salah satu kegunaan VIIRS
untuk bidang kelautan meliputi monitoring suhu permukaan laut, prediksi badai,
informasi cuaca, perubahan iklim ataupun asimilasi ke dalam model sirkulasi laut.
Perkembangan sistem penginderaan jauh diikuti dengan pengembangan
terhadap aplikasinya sebagai contoh di bidang kelautan. Salah satu pemanfaatan
penginderaan jauh untuk kelautan, yaitu perolehan suhu permukaan laut. Pranala ocean
color sampai saat ini sudah menyediakan data suhu permukaan laut dari penginderaan
jauh dengan variasi level 2 dan level 3. Pengolahan data di pranala ocean color
dilakukan oleh tim NASA’s Ocean Biology Processing Group (OBPG) dengan
memanfaatkan dua instrumen yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectrometer) dan VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometer Suite). Data suhu
permukaan laut dapat diunduh secara harian bahkan tahunan. Data dari pranala ocean
color ini sudah di validasi menggunakan data yang berasal dari radiometer inframerah
dan buoy yang tersebar di seluruh perairan dunia.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penginderaan jauh merupakan perkembangan dari teknologi pemotretan yang
dilakukan diudara. Pemotretan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan permukaan
bumi secara detail untuk membantu proses pemetaan bumi. Variasi suhu harian
permukaan benda dipengaruhi oleh sifat termal tersebut. Suhu permukaan laut adalah
parameter iklim dan cuaca yang dapat diukur secara harian dengan gelombang
inframerah pada satelit, gelombang mikro pasif, pengukuran in situ dengan
mooring/pemasangan buoy dan pengukuran langsung dengan perahu.
3.2. Saran
Dengan mempelajari SIG ini kita harus dapat mengetahui penginderaan jarak
jauh yang memuat satelit-satelitnya juga. Dan kita dapat menerapkan serta mengetahui
kelebihan dan kelemahan penginderaan jarak jauh.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. S. W. Adawiyah, E. Parwati, R. Hamzah, and T. Prayogo. 2015.


Pengembangan model ekstraksi suhu permukaan laut menggunakan data
satelit Landsat 8, Studi kasus: Teluk Lampung. Jurnal Penginderaan Jauh 12
(2): 107–122.
Aronoff, S. 2005. Remote Sensing for GIS Managers. ESRI Press, U.S :524p
Curran P. J. 1985. Principles of Remote Sensing. International Journal of Remote
Sensing, Volume 6, Issue 11 November 1985, page 1765.
Fawzi, N. 2016. Penginderaan jauh untuk lingkungan dan konservasi. Penerbit Ombak,
Yogyakarta: 286 hlm
Frananda, H. (2016). Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
di Bidang Kelautan

Gentemann, C. L. 2011. Sea Surface Temperature: Satellite Microwave SSTs for


climate. In WCRP OSC, climate Research in Service to Society.

Hanifa N. R., E. Djunarsjah., K. Wikantika. 2007. Reconstruction of Maritime


Boundary between Indonesia and Singapore Using Landsat-ETM Satellite
Image. TS9 Marine Cadastre and Coastal Zone Management. 3rd FIG
Regional Conference, October 3-7, 2004. Jakarta, Indonesia.

LESTARI, F. S. DASAR-DASAR PEMETAAN, PENGINDERAAN JAUH DAN


SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) GEOGRAFI KELAS X.

Lilesand. T.M., W. Kiefer., Chipman, J.W. 2004. Remote Sensing and Image
Interpretation (Fifth Edition). John Wiley & Sons, Inc., New York.

Lubis, Darwin P., Mbina Pinem, and M. Ali N. Simanjuntak. 2017. “Analisis
Perubahan Garis Pantai Dengan Menggunakan Citra Penginderaan Jauh
(Studi Kasus Di Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara).” Jurnal Geografi
9(1)
Martin, S. 2014. An Introduction to Ocean Remote Sensing. 2nd ed. Cambridge
University Press, New York: 521p

Prahasta, Edi. 2002. Konsep Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: CV.
Informatika.

Seaman, C. 2013. Beginner’ S Guide to VIIRS Imagery Data VIIRS Intro. Colorado
State University

Soenarmo, S. H. (2009). Penginderaan Jauh dan Pengenalan SIstem Informasi


Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB Bandung.

Syofyan, I., Rommie Jhonerie, Yusni Ikhwan Siregar. (2010). Aplikasi Sistem
Informasi Geografis dalam Penentuan Kesesuaian Kawasan Keramba Jaring
Tancap dan Rumput Laut Diperairan Pulau Bunguran Kabupaten Natuna.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. halaman 111-120.

Winarso, G., dkk (2014). Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Program
Kemaritiman. Publikasi ilmiah

Yulius., M. Ramdhan. 2013. Perubahan Garis Pantai Di Teluk Bungus Kota Padang
Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Analisis Citra Satelit. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 5 (2): 417-427

Anda mungkin juga menyukai