Anda di halaman 1dari 34

1

ANALISIS KESALAHAN MORFOLOGI DALAM KETERAMPILAN


TEKS DRAMA KELAS VIII DI SMA N 1 KOTA BENGKULU

PROPOSAL

Disusun Oleh:
Tetri Kumala Sari
1711290037

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU
2020
2

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw
atas berkat perjuangan beliau dan para sahabatnya sehingga mengantarkan kita dari
zaman jahiliyah menuju ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
seperti sekarang ini.
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan Morfologi Dalam
Keterampilan Menulis Teks drama Siswa Kelas VIII Semester 2 Di SMP 1 KOTA
BENGKULU Tangerang II Pamulang Tahun Ajaran 2019/2020” ini penulis
menyadari masih banyak kekurangan dari berbagai segi. Oleh karena itu kritik dan saran
penulis harapkan guna perbaikan proposal ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan baik materil maupun spiritual, dalam proses penyelesaian
karya ilmiah ini,
Akhirnya penulis do’akan semoga segala kebaikan dan bantuan serta
partisipasi dari semua pihak yang telah membantu dan memotivasi penulis
menjadi amal yang shaleh. Hal itu tidak dapat penulis balas, kecuali Allah Jualah
yang membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda Amin.

Bengkulu, Maret 2020

Penulis

i
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah........................................................................... 5
C. Batasan Masalah................................................................................. 5
D. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 7

BAB II ACUAN TEORI


A. Landasan Teoretis............................................................................... 8
1. Analisis Kesalahan....................................................................... 8
2. Hakikat Morfologi ....................................................................... 8
3. Proses Morfologis......................................................................... 9
4. Penggolongan Morfem................................................................. 16
5. Keterampilan Drama.................................................................... 18
B. Penelitian yang Relevan .................................................................... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu dan Metode Penelitian ........................................................... 25
B. Lokasi Penelitian ............................................................................... 26
C. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 26
D. Fokus Penelitian ............................................................................... 27
E. Metode Analisis Data ........................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA
4

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan kebutuhan bagi setiap orang sebagai alat komunikasi.

Namun, tidak semua orang bisa menggunakan bahasa dengan baik dan benar,

karena setiap orang mempunyai kompetensi yang berbedabeda.

Hal ini tentunya tergantung dari kebiasaan seseorang. Jika seorang anak

dibiasakan menggunakan bahasa dengan baik dan benar tentunya ia akan

membawa kebiasaan itu ketempat yang lain. Namun, jika lingkungan di

sekitarnya memberikan dampak yang buruk pada bahasanya, maka

kemungkinan ia akan terkena dampak itu. Untuk mengantisipasi hal itu,

tentunya perlu peranan seorang pembimbing dalam menggunakan bahasa

yang baik dan benar. Seorang pembimbing yang dimaksud adalah guru yang

mempunyai peran penting di lingkungan sekolah yang didukung oleh orang

tua, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.

Selain Faktor kebiasaan, yang menyebabkan kesalahan berbahasa

khususnya dalam menulis, juga bisa dikarenakan kurangnya minat siswa

dalam menulis. Selain karena kurang membaca, siswa memiliki

perbendaharaan kata yang terbatas. Hal inipun juga dipengaruhi oleh

kebiasaan siswa. Jika seorang siswa gemar membaca dan menulis, tentu

kesalahan yang ditemukan akan sedikit bahkan tidak ditemukan. Hal ini

1
2

dikarenakan siswa terbiasa menggunakan bahasa yang tepat dalam sebuah

tulisan.

Kebiasaan siswa di kelas juga sangat berpengaruh terhadap hasil

tulisannya. Misalnya, siswa sering diajak berlatih menulis di kelas untuk

melatih kemampuan menulis yang baik. Ini tentu akan berdampak positif bagi

siswa untuk melatih kebiasaan menulis dengan baik.

Seperti yang kita ketahui, menulis merupakan cara seseorang untuk

berekspresi. Dalam pembelelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, siswa

dituntut untuk melakukan keterampilan menulis, membaca, menyimak, dan

berbicara. Dalam menulis, siswa diharapkan bisa mengungkapkan pikirannya

dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Begitu juga dalam penggunaan morfem yang sesuai, terutama pada

penggunaan afiks. Hal ini tentu tidak boleh diabaikan, karena jika siswa tidak

menyesuaikan afiks dalam sebuah tulisan, ini akan menjadi sebuah kesalahan.

Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi calon guru maupun guru Bahasa

Indonesia.

Ketika siswa diminta untuk membuat karangan teks drama dalam bahasa

Indonesia, tentu siswa tersebut harus mempunyai ketelitian dalam pengunaan

bahasa baik. Kesalahan berbahasa sering dijumpai pada berbagai tulisan dan

lisan, namun di sini penulis lebih memfokuskan pada tulisan. Penggunaan

morfem yang salah seringkali terjadi dalam sebuah tulisan. Faktor lain yang

menjadi sumber kesalahan selain bahasa yang dikuasainya, juga lingkungan

dan media informasi mempunyai pengaruh yang cukup besar. Pengaruh yang
3

cukup besar dalam penggunaan bahasa Indonesia, tentu akan menimbulkan

kesalahan jika dwibahasawan menggunakannya dalam bahasa lisan maupun

tulisan. Lalu berkaitan dengan tulisan tentu harus ada minat dari diri siswa

dalam menulis.

Banyak siswa yang merasa bahwa kegiatan menulis itu sangat sulit. Hal

ini, tentu menjadi tantangan bagi guru bahasa Indonesia untuk meningkatkan

motivasi siswa dalam menulis. Misalnya saja, seorang guru menyarankan agar

siswa selalu mencatat hal-hal yang pernah dialami siswa. Kegiatan mencatat

ini bisa dilakukan setiap hari agar siswa gemar dalam menulis.

Siswa kelas VIII sudah diharapkan mampu menulis sebuah teks drama.

Memang ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu, penulis

menyarankan pada siswa agar menceritakan hal-hal yang pernah dialami.

Sebelum siswa diberikan tugas membuat teks drama, siswa diberikan materi

mengenai teks drama dan diminta untuk membaca teks drama anak. Hal ini

bertujuan agar anak mempunyai gambaran mengenai teks drama.

Dalam sebuah tulisan tentu siswa harus lebih memerhatikan penggunaan

kata yang tepat. Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada bagian

afiks yang meliputi: Prefiks, Infiks, Sufiks, dan Konfiks, hal ini dikarenakan

siswa terkadang salah menggunakan afiks.

Cohtohnya pada prefiks di- terkadang tertukar dengan kata depan. Afiks

atau yang kita kenal dengan kata imbuhan tak pernah lepas dari kata dasar

yang mengikutinya. Hal ini berkaitan dengan morfem terikat.


4

Kesalahan penggunaan afiks atau imbuhan, bisa karenakan kurangnyan

pengetahuan siswa mengenai penggunaan afiks atau imbuhan dan atau

kurangnya perhatian guru kepada siswa. Selain itu proses pembelajaran juga

perlu dibenahi agar waktu yang sudah ditentukan berdasarkan jam pelajaran

dapat digunakan secara maksimal.

Jika waktu di sekolah sangat minim untuk pembelajaran, maka guru bisa

memberikan tugas di rumah yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang

dilakukan siswa dalam hal menulis. Hal ini setidaknya membuat siswa tidak

takut lagi dalam menulis, karena guru sudah membiasakan di sekolah. Perlu

diperhatikan juga adanya kerjasama antara guru dan orang tua. Agar siswa

dapat menggunakan kompetensinya sebaik mungkin. Jika siswa sudah terbiasa

menulis dan membuat tulisannya dengan baik, maka bukan tidak mungkin hal

itu bisa menjadikan hobi yang bernilai tinggi.

Penelitian ini, penulis ingin menganalisis kesalahan afiks dalam teks

drama siswa kelas VIII semester 2 di SMP 1 Kota Bengkulu, khususnya dalam

keterampilan menulis teks drama. Seberapa besar kesalahan penggunaan

morfem yang dilakukan siswa dalam karangan teks drama. Oleh karena itu,

penulis mencoba untuk menganalis kesalahan-kesalahan berbahasa siswa,

khususnya pada penggunaan afiks. Penggunaan afiks terkadang tertukar

dengan kata depan. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk menganalisis

penggunaan morfem yang tepat dalam karangan teks drama siswa.


5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah-masalah yang dapat

timbul adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan afiks yang tepat dalam menulis teks drama siswa kelas VIII

SMP 1 Kota Bengkulu.

2. Minat siswa dalam menulis teks drama siswa kelas VIII SMP 1 Kota

Bengkulu.

3. Tingkat kesalahan yang dilakukan dalam menulis teks drama siswa VII

SMP 1 Kota Bengkulu.

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka

diperlukannya batasan masalah. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan

pada masalah Analisis Kesalahan Morfologi pada Aspek Afiksasi Saja, yang

Meliputi: Prefiks, Infiks, Sufiks, dan konfiks dalam Keterampilan Menulis

Teks drama Siswa Kelas VIII Semester II Di SMP 1 Kota Bengkulu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kesalahan morfologi khususnya Prefiks, Infiks, Sufiks,

dan konfiks dalam teks drama siswa kelas VIII semester 2 di SMP 1 Kota

Bengkulu tahun ajaran 2019/2020?


6

E. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan

morfologi pada teks drama siswa kelas VIII Semester II di SMP 1 Kota

Bengkulu. Selain itu, Jika ditemukan kesalahan di dalam teks drama siswa,

maka dapat dijadikan pembelajaran untuk penulis dan tenaga pengajar yang

ada dilingkungan sekolah SMP 1 Kota Bengkulu.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

a. Siswa akan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan

benar terutama dalam membuat karangan teks drama.

b. Mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam

keterampilan menulis teks drama dengan penggunaan morfem afiks

yang tepat.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi pembelajaran bagi siswa agar dapat mengasah keterampilan

menulis, khususnya menulis teks drama.

b. Menjadi acuan bagi guru untuk membuat pembelajaran menulis teks

drama yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.


7

c. Bagi peneliti untuk memberikan sumbangan terhadap pola penyajian

dan pengembangan bahasa terutama bahasa Indonesia sebagai alat

komunikasi baik lisan maupun tulisan.

d. Bagi mahasiswa jurusan bahasa Indonesia, dapat digunakan untuk

penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan morfologi dalam

keterampilan menulis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan proses penelitian dan pembahasan hasil penelitian,

maka peneliti menyusun sistematika penelitian ke dalam lima bagian yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Bagian pertama merupakan latar belakang

masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat

penelitian.

BAB II ACUAN TEORETIS. Bagian kedua merupakan analisis

kesalahan, hakikat morfologi, proses morfologis, penggolongan morfem,

keterampilan menulis, teks drama, unsureunsur teks drama, dan penelitian

yang relevan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bagian ketiga merupakan

waktu dan metode penelitian, lokasi penelitian, metode pengumpulan data,

fokus penelitian, dan metode analisis data.


8

BAB II

ACUAN TEORI

A. Landasan Teoretis

1. Analisis Kesalahan

Menurut Ellis, Analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja, yang

biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi

pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat salam

sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan

berdasarkan penyebabnya, serta penilaian taraf keseriusan kesalahan.1

Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada kesalahan

morfologi yaitu pada bagian afiks. Adapun pengertian dari kesalahan

morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih

afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk, dan

salah memilih bentuk kata.2

2. Hakikat Morfologi

Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti

„bentuk‟ dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata

morfologi berarti ilmu mengenai bentuk.3

Menurut Ramlan, morfologi ialah bagian ilmu bahasa yang

membicarakan atau yang mempelajari seluk –beluk bentuk kata serta

1
Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa. (Jakarta:
Universitas terbuka, 2009), hlm. 2.5
2
Henri Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa,
(Bandung: Angkasa, 1990), hlm. 198
3
Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: PT Rineke
Cipta, 2008), hlm. 3

8
9

pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti

kata.4

Morphology is the study of word structure.5 Artinya morpologi adalah

ilmu yang mengenai struktur kata.

Menurut Nirmala Sari, morphologi is the studyof word formation6.

Artinya, morfologi merupakan pembelajaran dari formasi kata. Menurut

Sutarna, morfologi ialah salah satu cabang linguistik yang menyelidiki

seluk-beluk struktur internal kata dan pengaruh perubahan struktur

tersebut terhadap arti dan golongan kata.7

Selain itu, Matthew mengatakan bahwa morfologi adalah cabang dari

ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata dalam berbagai

penggunaan dan kontruksi.8

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah ilmu

bahasa yang mempelajari bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk

kata.

3. Proses Morfologis

Proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu

dengan morfem yang lain menjadi kata.9 Pendapat lain mengatakan proses

4
Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, (Yogyakarta: CV. Karyono, 2001), hlm.
21
5
Francis Katamba, Morphology, (London: Macmillan Press Ltd, 1993), hlm. 19
6
Nirmala Sari, An Introduction to linguistics. Jakarta: Depdikbud, 1988
7
Sutarna, Morfologi bahasa Indonesia, (Jartata: Universitas terbuka, 2007), hlm.1.10
8
Zainuddin, Pengetahuan Kebahasaan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm. 57
9
Ibid. hlm. 32
10

morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

morfem yang satu dengan morfem yang lain.10

Jadi, proses morfologis adalah proses penggabungan antar morfen

yang satu dan lainnya, sehingga membentuk kata. Dalam proses

morfologis terdapat proses afiks (afiksasi), Proses pengulangan

(reduplikasi),dan proses pemajemukan (komposisi)

a. Proses Afiks (Afiksasi)

Menurut Masnur Muslich Afiks ialah bentuk kebahasaan

terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur

langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang

memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru. Pendapat lain

mengatakan, afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang tidak

pernah menjadi bentuk dasar bagi struktur yang lebih besar dan tidak

memiliki arti leksikal. Bersama dengan morfem atau morfem-morfem

yang merupakan bentuk dasarnya, afiks membentuk kata. Proses

penggabungan afiks dengan morfem atau morfem-morfem untuk

membentuk kata itu disebut proses afiksasi.11

Afiks ini meliputi imbuhan awal (prefiks), imbuhan tengah

(infiks), imbuhan akhir (sufiks), maupun imbuhan terbelah (konfiks

atau simulfiks). Proses afiksasi bukanlah hanya sekedar perubahan

10
Samsuri, Analisa Bahasa Memahami Bahasa Secara Ilmiah. (Jakarta: Erlangga, 1978),
hlm. 190
11
Zainuddin, Pengetahuan Kebahasaan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm. 65
11

bentuk saja, melainkan juga pembentukan leksem menjadi kelas

tertentu.12

Berikut ini adalah contoh penggabungan prefiks, infiks, sufiks,

dan konfiks atau simulfiks dengan bentuk dasar bebas:

1) -Prefiks (ber-) + bentuk dasar bebas (satu) = kata (bersatu)

-Prefiks (meN-) + bentuk dasar bebas (makan) = kata (memakan)

-Prefiks (pe-) + bentuk dasar bebas (tani) = kata (petani)

-Prefiks (di-) + bentuk dasar bebas (sapu) = kata (disapu)

-Prefiks (ter-) + bentuk dasar bebas (pandai) = kata (terpandai)

-Prefiks (se-) + bentuk dasar bebas (nasib) = kata (senasib)

2) -Infiks (-er-) + bentuk dasar bebas (gigi)= kata (gerigi)

-Infiks (-el-) + bentuk dasar bebas (tapak)= kata (telapak)

-Infiks (-em-) + bentuk dasar bebas (getar)= kata (gemetar)

3) -Sufiks (-an) + bentuk dasar bebas (minum) = kata (minuman)

-Sufiks (-kan) + bentuk dasar bebas (lepas) = kata (lepaskan)

-Sufiks (-i) + bentuk dasar bebas (sampul) = kata (sampuli)

4) -Konfiks atau simulfiks (ke-an) + bentuk dasar bebas (baik) = kata

(kebaikan)

-Konfiks atau simulfiks (ber-an) + bentuk dasar bebas (jatuh) =

kata (berjatuhan)

-Konfiks atau simulfiks (peN-an) + bentuk dasar bebas (rencana) =

Kata (perencanaan)

12
Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 31
12

-Konfiks atau simulfiks (per-an) + bentuk dasar bebas (baik) = kata

(perbaikan)

Penggunaan afiks tidak hanya berlaku pada bentuk bebas saja,

tetapi juga pada bentuk terikat, seperti contoh di bawah ini:

1) -Prefiks (meN-) + bentuk dasar bebas (lancong) = kata

(melancong)

-Prefiks (ber-) + bentuk dasar bebas (tengkar) = kata (bertengkar)

-Prefiks (peN-) + bentuk dasar bebas (hubung) = kata

(penghubung)

-Prefiks (di-) + bentuk dasar bebas (paksa) = kata (dipaksa)

-Prefiks (ter-) + bentuk dasar bebas (gapai) = kata (tergapai)

-Prefiks (se-) + bentuk dasar bebas (ikat) = kata (seikat)

2) -Infiks (-el-) + bentuk dasar bebas (tunjuk) = kata (telunjuk)

-Infiks (-em-) + bentuk dasar bebas (getar) = kata (gemetar)

3) -Sufiks (-kan) + bentuk dasar bebas (hadap) = kata (hadapkan)

-Sufiks (-i) + bentuk dasar bebas (hindar) = kata (hindari)

-Sufiks (-an) + bentuk dasar bebas (karang) = kata (karangan)

4) -Konfiks atau simulfiks (per-an) + bentuk dasar bebas (temu) =

(pertemuan)

- Konfiks atau simulfiks (peN-an) + bentuk dasar bebas (beri) =

(pemberian)

-Konfiks atau simulfiks (per-an) + bentuk dasar bebas (temu) =

(pertemuan)
13

b. Proses Pengulangan (Reduplikasi)

Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata

dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun

sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi

dengan afiks maupun tidak.13

Adapun jenis pengulangan adalah:

1) Pengulangan seluruh

Pengulangan seluruh ialah pengulangan bentuk dasar secara

keseluruhan.14 Misalnya terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1
Pengulangan Seluruh
No Bentuk Dasar Hasil Pengulangan
Seluruh
1 Batu Batu-batu
2 Sembilan Sembilan-sembilan
3 Pembangunan Pembangunan-
pembangunan

2) Pengulangan sebagian

Pengulangan sebagian ialah pengulangan bentuk dasar secara

sebagian, tanpa perubahan fonem.15

Misalnya terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2
13
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia (Kajian Ke Arah Tatabahasa
Deskriptif), (Jakarta: Bumi Angkasa), hlm. 48
14
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia (Kajian Ke Arah Tatabahasa
Deskriptif), (Jakarta: Bumi Angkasa), hlm. 52
15
Ibid. hlm. 53
14

Pengulangan Sebagian
No Bentuk Dasar Hasil Pengulangan
Sebagian
1 Memanggil Memanggil-manggil
2 Menulis Menulis-nulis
3 Seakan Seakan-akan

3) Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks

Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks

ialah pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks

secara bersama-sama atau serentak dan bersama-sama pula

mendukung satu arti.16

Misalnya terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3
Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan
Afiks
Bentuk Dasar Pengulangan dan + = Hasil Pengulangan
Pembubuhan Afiks
rumah + (pengulangan) -an = rumah-rumahan
kuning an + ke-(pengulangan)- = kekuning-kuningan
baik nya + se-(pengulangan)- = sebaik-baiknya

4) Pengulangan dengan perubahan fonem

Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan

bentuk dasar dengan disertai perubahan fonem.17

Misalnya terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4
Pengulangan dengan perubahan fonem
16
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia (Kajian Ke Arah Tatabahasa
Deskriptif), (Jakarta: Bumi Angkasa), hlm. 53
17
Ibid. hlm. 54
15

No Bentuk Dasar Hasil Pengulangan


dengan Perubahan Fonem
1 Gerak Gerak-gerik
2 Sayur Sayur-mayur
3 Ramah Ramah-tamah

c. Proses Pemajemukan (Komposisi)

Proses pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa

bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan

menimbulkan arti baru.18 Menurut Masnur Muslich, kata mejemuk

berbeda dengan frasa. Konstruksi meja makan dan Nia makan

tentunya mempunyai pengertian yang berbeda. Apabila suatu

kontruksi frasa berunsur kata benda dan kata kerja, ia mempunyai dua

kemungkinan fungsi, yaitu fungsi predikat dan fungsi atribut.

Fungsi predikat di sini yang bisa disisipi (akan, telah, sedang)

sedangkan fungsi atribut yang bisa disisipi bentuk yang atau tidak.

Konstruksi meja makan akan terdengar aneh jika disisipi bentukbentuk

yang menyatakan aspek akan/telah/sedang, begitu juga bentuk yang

dan tidak. Konstruksi Nia makan adalah bentuk frasa, karena bisa

disisipi kata akan/telah/sedang. Sedangkan konstruksi meja makan

adalah bentuk majemuk.

Dari pemaparan proses morfologis di atas sudah jelas, bahwa

proses itu meliputi proses Afiks (afiksasi), proses pengulangan

18
Ibid. hlm. 53
16

(reduplikasi), dan proses penajemukan (komposisi). Namun, dalam

penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada proses afiks (afiksasi).

4. Penggolongan Morfem

Menurut Sutarna, Morfem lebih menunjuk pada ciri bentuk dan arti

yang dimiliki oleh satuan gramatik terkecil. 19 Menurut Kridalaksana,

morfem sebagai satuan lingual (satuan bahasa) terkecil yang maknanya

relative stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih

kecil.20

Dan menurut Masnur Muslich, morfem adalah bentukbentuk berulang

yang paling kecil beserta artinya.21 Dari beberapa definisi tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa morfem adalah kajian Morfologi yang

menitikberatkan pada bentuk gramatik terkecil yang memiliki makna dan

berulang. Jika dilihat dari cirinya morfem sering muncul berulang-ulang

seperti kata di-, ke, kata dasar, dll. Morfem-morfem dalam setiap bahasa

dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan

kebebasannya, keutuhannya, dan maknanya.22

a. Morfem bebas dan morfem terikat

Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem

lain dapat muncul dalam ujaran. Misalnya bawa, simpan, maju, dll.

Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan

19
Sutarna, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jartata: Universitas terbuka, 2007), hlm. 1.35
20
Sutarna, dkk, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jartata: Universitas terbuka, 1999), hlm.1.2
21
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia (Kajian Ke Arah Tatabahasa
Deskriptif), (Jakarta: Bumi Angkasa), hlm. 3
22
Alek, linguistik Umum, (Jakarta: FITK Press UIN Jakarta, 2009), hlm. 60
17

morfem lain tidak dapat muncul dalam ujaran. Semua imbuhan (afiks)

dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.23

b. Morfem utuh dan morfem terbagi

Klasifikasi morfem atas morfem utuh dan morfem terbagi

berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, yaitu

apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian

yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain.24

Contoh morfem utuh ialah kata (laut), (meja), dan morfem

terikat, sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri

dari dua bagian yang terpisah, satu di awal dan satu di belakang. 25

misalnya (ke-/-an), (per-/-an), dll.

c. Morfem segmental dan suprasegmental

Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-

fonem segmental, seperti morfem (lari), (kah), (kali), dan (ter). Jadi,

semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.

Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh

unsur-unsur suprasegmental.26

Dalam bahasa Babah misalnya ada kata botar (tekanan pada

suku pertama), artinya “putih” di samping bentuk botar (tekanan pada

suku kedua artinya “darah. Di sini unsur segmental kedua bentuk itu

sama yaitu b, o, t, a, r sedang unsur suprasegmentalnya adalah tekanan.

23
Ibid.hlm. 60-61
24
Ibid. hlm. 62
25
Ibid. hlm. 62
26
Ibid. hlm . 62-63
18

5. Keterampilan Drama

a. Pengertian Drama

Drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat,

berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan,

beraksi, atau action. Menurut Ferdinant Brunetierre, drama haruslah

melahirkan kehendak manusia dengan action. Menurut Belthazar

Vertagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia

dengan gerak. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang

diproyeksikan di atas pentas. Dari beberapa pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa drama adalah sebuah rangkaian cerita yang berisi

konflik manusia, berbentuk dialog, yang diekspresikan melalui pentas

dpertunjukan dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan

para penonton.27

b. Klasifikasi Drama

Menurut Waluyo berbagai jenis drama dapat diklasifikasikan

menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.28

1) Tragedi (Drama Duka atau Duka Cerita)

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan

kisah sedih yang besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam

bencana yang besar. Dengan kisah tentang bencana ini, penulis

naskah mengharapkan agar penontonnya memandang kehidupan

27
Nurudin, Dasar-Dasar Penulisan, (Malang: UMM press,2010), hlm. 4
28
Suparno dan Mohamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2007), hlm. 1.3
19

secara optimis. Pengarang secara bervariasi ingin melukiskan

keyakinannya tentang ketidaksempurnaan manusia. Cerita yang

dilukiskan romantis atau idealistis, sebab itu lakon yang dilukiskan

seringkali mengungkapkan kekecewaan hidup karena pengarang

mengharapkan sesuatu yang sempurna.

2) Melodrama

Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan

tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Alur

dan penokohan seringkali dilebih-lebihkan sehingga kurang

meyakinkan penonton.29

3) Komedi (Drama Ria)

Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan

di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan

biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Lelucon bukan tujuan

utama dalam komedi, tetapi drama ini bersifat humor dan

pengarangnya berharap akan menimbulkan kelucuan atau tawa

riang.

4) Dagelan (Farce)

Dagelan disebut juga banyolan. Dagelan adalah drama

kocak dan ringan, tidak berdasarkan perkembangan struktur

dramatik dan perkembangan cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan

29
Wahyudi siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Malang: Grasindo, 2008), hlm. 141.
20

biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Alurnya longgar dan struktur

dramatiknya bersifat lemah.30

c. Unsur-unsur Pembangun Drama Pentas

Adapun unsur-unsur pembangun drama dalam sebuah pagelaran

drama/teater yang penting dan berkorelasi. Penjabaran teori unsur-

unsur yang terdapat dalam pementasan drama menurut para dramawan

sangat luas sekali. Dalam hal ini Suharianto menggolongkan ada empat

unsur pembangun drama sebagai berikut.31

1) Tata Pentas dan Dekorasi

Tata pentas atau dekorasi dalarn pertunjukkan drama

biasanya disesuaikan dengan kebutuhan penonton dan lakonya

untuk memberikan kenyamanan penonton dan juga dapat

membantu memudahkan pengimajinasian seorang aktor sekalipun.

2) Lakon atau Cerita

Lakon atau cerita merupakan unsur yang esensial dalam

sebuah drama. Berangkat dari lakon/cerita inilah para pelaku

menampilkan diri di depan penonton, baik dengan geraknya

(acting) maupun wawankatanya (dialog). Selanjutnya dari

perpaduan antara lakon, gerak dan wawankatanya itulah kita

sebagai penikmatnya dapat menyaksikan sebuah drama.

30
Burhan Nurgiantoro. Teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta: Dadjah Mada University
Press, 2005), hlm.23, cet, ke-5
31
Henry Guntur tarigan, Menulis, (Bandung: Angkasa, 2008), hlm. 3
21

3) Pemain

Pemain atau pemeran adalah orang-orang yang harus

menerjemahkan dan sekaligus menghidupkan setiap kata dari

sebuah naskah drama. Pemain berfungsi sebagai alat pernyataan

watak dan penunjang tumbuhnya alur cerita. Dalam pengertian

yang lebih luas, termasuk pemain adalah setiap orang yang terlibat

dalam sebuah pagelaran, misalnya sutradara, aktor/ aktris, dan staf

artistik.

4) Tempat

Yang dimaksud tempat dalam drama adalah gedung,

lapangan, atau arena lain yang dipergunakan sebagai tempat

pertunjukan. Dalam hal ini, tempat tidak hanya dibutuhkan oleh

para pemain, namun juga oleh para menonton. Oleh karena itu,

tempat yang memenuhi syarat akan sangat mendukung terjadinya

sebuah pagelaran yang baik.

5) Penonton atau Publik

Penonton atau publik adalah merupakan bagian yang

sempurna, lengkap di dalam sebuah pagelaran drama pertunjukan

dengan lakon itu sendiri. Sebab, tanpa adanya penonton tidak

pernah akan ada drama dalam arti yang sesungguhnya. Banyak

sedikitnya penonton menjadi sebuah ukuran keberhasilan

pertunjukan drama. Jika penonton merasa puas, maka pertunjukan

drama tersebut bisa diartikan sukses besar. Sebaliknya, bila


22

penontonya sedikit dan umumnya penonton kecewa dengan

pertunjukan yang di pentaskan, maka pertunujukan itu dapat

dikategorikan gagal total.32

6) Tata Rias dan Busana

Untuk menciptakan peran sesuai dengan tuntutan lakon

yang akan dibawakan, tata rias atau seni menggunakan kosmetik

sangatlah diperlukan. Adapun fungsi pokok rias adalah untuk

membantu seorang tokoh dalam mengubah watak baik dari segi

fisik, psikis, dan sosial. Tujuan utama fungsi bantuan rias adalah

untuk memberikan tekanan terhadap peran yang akan dibawakan

oleh seorang aktor. Seperti halnya rias, tata busana juga akan

membantu seorang aktor dalam membawakan peran sesuai dengan

tuntutan lakon melalui latihan penyesuaian diri dengan rias dan

kostum yang dipakainya.

7) Tata Lampu

Tata lampu bertujuan untuk memberikan pengaruh

psikoiogis seorang aktor dan sekaligus berfungsi sebagai ilustrasi

(hiasan) serta sebagai penunjuk waktu suasana pentas yang

berlansung.

8) Ilustrasi Musik dan Tata Suara

Ilustrasi musik dalam sebuah pertunjukkan dapat juga

menjadi bagian dari lakon, akan tetapi yang paling banyak adalah

sebagai ilustrasi atau sebagai pembuka. Sedangkan tata suara


32
Alek dan Achmad H.P, Buku Ajar Bahasa Indonesia, (Jakarta: FITK press), hlm.66.
23

berfungsi untuk memberikan efek suara yang akan membantu

seorang aktor untuk menguatkan penghayatan peran. Suara yang

jelas dalam pengucapan dialog akan membuat penonton dapat

menangkap jalan cerita drama yang dipertunjukkan. Adapun

ucapan yang jelas adalah ucapan yang bisa terdengar setiap suku

katan-nya.33

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai morfologi pernah dilakukan oleh Suyatno dengan

judul, “Proses Morfologis Morfem Dasar Terikat Bahasa Indonesia” dari

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro 2009. Dalam penelitiannya,

Proses afiksasi memunculkan gejala yang disebut morfofonemik, yaitu

perubahan fonem pada awal morfem akibat pertemuan dengan morfem lain.

Kaidah morfofonemik reduplikasi yang berkombinasi dengan afiksasi terdapat

tiga kaidah, yaitu: kaidah peluluhan fonem, kaidah pemunculan fonem, dan

kaidah pergeseran fonem. Selain itu jenis morfem dasar terikat bahasa

Indonesia ternyata sangat produktif dan terus mengalami perkembangan. Hal

ini tentu saja semakin memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

Penelitian mengenai morfologi juga pernah dilakukan oleh Oleh Nurmalia

dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012. Dengan judul

Analisis Kesalahan Morfologi di Majalah Hai Edisi Juli 2011 dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia. penelitian ini

33
Kundaru Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Indonesia, Teori dan Aplikasi, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), hlm. 96
24

membahas tentang kesalahan morfologi pada majalah Hai edisi juli 2011

untuk mengetahui frekuensi kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa

Indonesia di majalah, sehingga dapat diambil penilaian yang objektif tentang

pemakaian bahasa Indonesia di majalah.

Selanjutnya, penelitian mengenai morfologi dengan judul Analisis

Morfologi pada majalah remaja dan implikasinya terhadap pembelajaran

bahasa Indonesia, pernah dilakukan oleh Ratih Sugianti dari Universitas Islam

Negeri Jakarta 2006. Penelitian ini membahas tentang bentuk afiksasi dan

abreviasi kata bahasa Indonesia. Data yang diambil yaitu dari majalah Aneka

Yess! Gadis, Hai, dan Kawanku. Adapun data yaitu berupa kata untuk analisis

afiksasi dan abreviasi. Penelitian ini difokuskan pada analisis morfologi kata

bahasa Indonesia pada majalah remaja khususunya pada proses afiksasi dan

abreviasi

Dari hasil penelitian di atas Maka penulis merasa tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul yang berbeda, tujuannya agar menambah

ilmu pengetahuan untuk kalangan akademika dan masyarakat umum lainnya.


25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data

teks drama siswa kelas 7. Metode deskriptif ini menggunakan penelitian kualitatif

dalam penggunaannya. Penelitiann kualitatif merupakan “penelitian yang

menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian

atau pemahaman atau fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus”.34

Selain itu, ada yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang ingin mencari makna kontekstual secara menyeluruh (holistic)

berdasarkan fakta-fakta (tindakan, ucapan, sikap, dan sebagainya) yang dilakukan

subjek penelitian dalam latar alamiah secara emic, menurut yang dikonstruk

subjek penelitian untuk membangun teori (nomotetik, mencari hukum

keberlakuan umum).35

Penelitian ini bertujuan mencari data tentang kesalahan-kesalahan yang

terjadi dalam penggunaan bahasa Indonesia yang terdapat pada teks drama

karangan siswa kelas 7. Kesalahan yang dimaksud adalah terjadinya

ketidakbenaran dalam tataran morfologi terutama pada bagian afiks.

A. Waktu dan Metode Penelitian

Waktu yang dipergunakan untuk meneliti yakni bulan Februari 2013 dan

selesai pada bulan Mei 2013. Adapun metode yang digunakan dalam

34
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hllm 5
35
Abdul Hanafi Halim, Metode Penelitian Bahasa, ( Jakarta: Diadit Media Press, 2011),
hlm. 92
26

penelitian ini adalah metode kualitaif yang bersifat deskriptif. Metode

penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturaliastik karena

penelitiannya dilakukan dengan kondisi yang alamiah (natural setting);

disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih

banyak digunakan untuk penelitsian bidang antropologi budaya; disebut

sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih

bersifat kaulitatif.36

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP 1 Kota Bengkulu, yang beralamat di

jalan Padjajaran No. 31 Pamulang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten.

C. Metode Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian tes.

Pemberian tes dilakukan ketika siswa diminta untuk mengarang teks drama

yang berkaitan dengan pengalaman hidup baik mengenai keluarga, sahabat,

keadaan lingkungan, dan lain-lain. Data yang digunakan untuk penelitian ini

yaitu dari kelas 7.2, 73, dan 7.4 yang berjumlah 110 orang, setiap individu

dalam populasinya mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan subjek

penelitian. Namun karena keterbatasan penulis, jumlah siswa dalam sampel

penelitian ini sebanyak 25% yaitu 28 siswa. Menurut Suharsimi, jika jumlah

subjeknya besar, dapat diambil antara 10 - 15% atau 20 - 25% atau lebih.37
36
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 14, cet, ke11
37
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), (Jakarta: PT
Rineke Cipta, 2006), hlm. 134, Edisi Revisi VI.
27

Penelitian ini diperoleh melalui teknik simple random sampling,

dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari

populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu.38

D. Fokus Penelitian

Teknik yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah analisis hasil

belajar siswa. penelitian ini dibantu dengan tabel pengamatan, mencatat data

berupa kalimat yang terdapat kesalahan morfem pada aspek afiksasi, seperti

contoh:

Tabel 3.1
Tabel Analisis Penggunaan morfem
No Kalimat Kesalahan morfem Afiks
Prefiks Infiks Sufiks Konfiks Perbaikan

E. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh adalah dengan cara memberikan tugas kepada siswa,

yaitu membuat teks drama berdasarkan pengalamanan pribadinya baik yang

berhubungan dengan persahabatan, keluarga, atau pengalaman hidup lainnya.

Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Pengklasifikasian

b. Pengodean

38
Sugiono Ibid. hlm. 120
28

c. Penabulasian

d. Pembetulan/pengoreksian

x
e. Pengalkulasian dengan menggunakan rumus x 100%
x2

Keterangan : x = Frekuensi kalimat yang Dianalisis

x2 = Jumlah Kesalahan

f. Penginterpretasian dan penyimpulan


29

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), Jakarta: PT


Rineke Cipta, 2008

Abdul Hanafi Halim, Metode Penelitian Bahasa, Jakarta: Diadit Media Press,
2011.

Alek dan Achmad H.P, Buku Ajar Bahasa Indonesia, Jakarta: FITK press

Alek, linguistik Umum, Jakarta: FITK Press UIN Jakarta, 2009.

Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta:


Universitas terbuka, 2009.

Burhan Nurgiantoro. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Dadjah Mada


University Press, 2005.

Francis Katamba, Morphology, London: Macmillan Press Ltd, 1993.

Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Henri Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan


Berbahasa, Bandung: Angkasa, 1990.

Kundaru Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa


Indonesia, Teori dan Aplikasi, Bandung: Karya Putra Darwati, 2012.

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2009.

Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia (Kajian Ke Arah Tatabahasa


Deskriptif), Jakarta: Bumi Angkasa.

Nirmala Sari, An Introduction to linguistics. Jakarta: Depdikbud, 1988

Nurudin, Dasar-Dasar Penulisan, Malang: UMM press,2010.

Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, Yogyakarta: CV. Karyono, 2001.

Samsuri, Analisa Bahasa Memahami Bahasa Secara Ilmiah. Jakarta: Erlangga,


1978.
30

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010.

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Edisi


Revisi VI. Jakarta: PT Rineke Cipta, 2006.

Suparno dan Mohamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, Jakarta: Universitas


Terbuka, 2007.

Sutarna, dkk, Morfologi Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas terbuka, 1999

Wahyudi siswanto, Pengantar Teori Sastra, Malang: Grasindo, 2008.

Zainuddin, Pengetahuan Kebahasaan, Surabaya: Usaha Nasional, 1985.

Anda mungkin juga menyukai