DALAM PEMBANGUNAN
ATAU PENEMPATAN KJA
OFFSHORE
Disusun untuk memenuhi tugas UAS
matakuliah digital perikanan
"Data batimetri dan kondisi perairan merupakan informasi yang sangat penting dalam
merencanakan pembangunan atau penempatan keramba jaring apung (KJA) offshore di suatu
kawasan perairan" (Rioaldi Sugandhy, mahasiswa magister perikanan FPIK UNPAD).
Rioaldi Sugandhy
FPIK UNPAD 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
PENDAHULUAN 4
PEMBAHASAN 5
PENUTUP 8
DAFTAR PUSTAKA 9
FPIK UNPAD 1
PENDAHULUAN
Batimetri dapat diartikan sebagai pengukuran dan pemetaan topografi dasar laut. Informasi data
batimetri di suatu wilayah perairan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pemanfaatan ruang
di wilayah perairan baik danau, laut ataupun lepas pantai.
Data batimetri dapat memberikan gambaran mengenai kedalaman dan struktur dasar laut, yang dapat
membantu dalam pengambilan keputusan terkait dengan penempatan infrastruktur seperti pelabuhan, jalur
pelayaran, dan keramba jaring apung lepas pantai. Selain itu, data batimetri juga dapat digunakan untuk
kegiatan penelitian seperti studi potensi bencana, sedimentasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan.
Dalam kegiatan perikanan khususnya kegiatan budidaya, informasi batimetri merupakan salah satu
data penting dalam menentukan lokasi pemasangan atau pembangunan keramba jaring apung, hal ini erat
kaitannya dengan faktor fisik kelayakan lingkungan selain dari pasang surut, arus, gelombang dan kondisi
fisik perairan lainnya .
Dalam jangka panjang, pemetaan batimetri dapat membantu dalam upaya konservasi dan pengelolaan
sumber daya laut yang berkelanjutan. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai struktur dasar laut,
kegiatan eksploitasi sumber daya laut dapat dilakukan dengan lebih efektif dan berkelanjutan, sehingga
dapat mendukung keberlanjutan ekonomi dan pengelolaan lingkungan di wilayah perairan.
Permasalahan laut memiliki kondisi yang sangat dinamis sehingga peta batimetri harus selalu
di update dengan perubahan dan perkembangan kondisi tersebut, yang
sering jadi masalah KJA lepas pantai sering kali di tempatkan di lokasi yang
kurang sesuai, karena tidak pernah memanfaatkan data batimetri dalam
penentuan lokasinya, ketidak sesuaian ini dapat menghambat kegiatan
budidaya di antaranya, masa guna KJA yang sikngkat (mudah rusak),
pertumbuhan ikan yang kurang maksimal, hingga kematian karena kondisi
morfologi dan topografi dasar perairannya yang tida sesuai dengan ikan yang
di pelihara.
Pengembangan semakin berkembangnya teknologi metode pengumpulan informasi dan data
batrimetri dapat dilakukan dengan lebih mudah. dapat mengunakan metode
akustik dengan sonar (echo-sounder) sehingga menghasilkan peta-peta
batimetri yang sangat detail dan dalam mengambarkan kondisi lingkungan
laut yang membantu dalam pemahaman lebih lanjut tentang ekosistem laut.
Oleh karena itu, metode pengumpulan informasi dan data batimetri dengan
menggunakan teknologi sonar (echo-sounder) sangat penting untuk
mendukung penelitian dan pengelolaan sumber daya laut secara
berkelanjutan.
FPIK UNPAD 4
PEMBAHASAN
Peta batimetri adalah jenis peta yang menunjukkan kedalaman laut dan bentuk dasar laut,
digunakan untuk memahami keadaan topografi bawah laut dan mempelajari kehidupan laut yang
ada. Selain itu, peta batimetri juga dapat membantu dalam kegiatan perikanan, terutama dalam
menentukan lokasi yang potensial untuk menangkap ikan dan hewan laut lainnya. Dengan
mengetahui kedalaman dan bentuk dasar laut, nelayan dapat menentukan titik-titik yang potensial
untuk menangkap ikan dan meningkatkan hasil tangkapan. dalam kegiatan perikanan budidaya
peta batimetri di jadikan salah satu indikator apakah kawasan tersebut ideal untuk penempatan
KJA, karena informasi yang ada pada peta berhubungan dengan kondisi fisik perairan tersebut.
Peta Batimetri
FPIK UNPAD 6
Data Batimetri Dalam Kegiatan Perairan laut dangkal secara oseanografi dapat
Budidaya Perikanan didefinisikan sebagai wilayah perairan yang
mempunyai kedalaman sedemikian rupa sehingga
gelombang permukaan jelas terpengaruh oleh
topografi dasar lautnya (Katoppo 2000). Perairan
laut dangkal biasanya memiliki kedalaman kurang
dari 200 meter dan dapat ditemukan di sepanjang
pantai atau di perairan dangkal seperti karang.
Wilayah ini sangat penting bagi keberlangsungan
hidup banyak spesies laut, seperti ikan, udang,
kerang, dan lain-lain. Kondisi topografi dasar laut
yang berbeda-beda di perairan laut dangkal juga
mempengaruhi keberadaan dan keanekaragaman
flora dan fauna laut di wilayah tersebut. Namun,
perairan laut dangkal juga rentan terhadap kerusakan
lingkungan akibat aktivitas manusia seperti
Gambar gelombang laut pencemaran atau pendangkalan (sedimentasi).
FPIK UNPAD 3
Persyaratan umum untuk lokasi budidaya laut adalah perairan yang relatif tenang, terlindung
dari ombak yang kuat dan tidak tercemar, baik kimiawi, biologi maupun fisik, sehingga dalam
pemilihan lokasi perlu dipertimbangkan dua aspek teknis penting, yaitu penilaian kelayakan
lahan budidaya dan aspek daya dukung lahan budidaya. Kelayakan fisik diperoleh dengan
mempertimbangkan faktor faktor kunci seperti pasang surut, kedalaman (batimetri),
keterlidungan, arus, gelombang dan kualitas perairan yang memberikan informasi karakteristik
lahan terhadap kebutuhan biologis ikan yang akan dipelihara.
Untuk keperluan budidaya laut, maka perairan laut yang dipergunakan berupa perairan laut
yang terlindung seperti teluk, selat dan shallow sea yang selanjutnya dikaji dari segala aspek
aksesbilitas, legalitas, hidrooseanografi, ekosistem dan sosial ekonomi untuk menduga daya
dukung dan kesesuaian lingkungan budidaya laut. Menurut Ismail dan Pratiwi (2002), jenis-jenis
perairan yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya laut diantaranya : teluk, teluk kecil
(inlet), selat, perairan karang, goba (lagoon), pantai terbuka dan laut lepas. Berdasarkan kriteria
yang digunakan dalam penilaian lokasi, maka teluk merupakan lokasi yang paling baik diikuti
dengan perairan karang dan perairan selat. Perairan teluk kaya akan berbagai biota laut
terutama udang dan kekerangan. Pada lingkungan perairan teluk tumbuh tanaman mangrove,
padang lamun dan terumbu karang yang saling berkaitan di dalam menjaga kesuburan perairan
dan kelimpahan sumberdaya ikan.
Kedalaman perairan yang ideal untuk pemeliharaan ikan dalam KJA menggunakan karamba
apung adalah 10–15 meter. Kedalaman yang terlalu dangkal (< 5 meter) dapat mempengaruhi
kualitas air dari sisa kotoran ikan yang membusuk dan di perairan yang terlalu dangkal sering
terjadi serangan ikan buntal yang merusak jaring. Kedalaman lebih dari 15 meter membutuhkan
tali jangkar yang terlalu panjang. Kedalaman perairan merupakan faktor yang sangat penting
untuk kemudahan pemasangan dan penempatan keramba jaring dan membantu proses
budidaya yang akan dilakukan. Perairan yang curam dan dalam sangat menyulitkan untuk
penempatan keramba jaring apung, terutama untuk menentukan panjang jangkar yang
dibutuhkan (BBL Lampung, 2001)
FPIK UNPAD 5
PENUTUP
Peta batimetri adalah sebuah peta yang menunjukkan kedalaman laut dan bentuk permukaan dasar laut.
Pentingnya peta batimetri dalam peletakan KJA di lepas pantai karena dapat membantu menentukan
lokasi yang tepat untuk kegiatan budidaya perikanan. Dengan mengetahui kedalaman laut dan kondisi
dasar laut, dapat dihindari risiko kerusakan KJA akibat terjangan ombak dan arus yang terlalu kuat. Oleh
karena itu, kajian terhadap peta batimetri harus menjadi prioritas dalam pengambilan keputusan terkait
peletakan KJA untuk memastikan keberhasilan kegiatan budidaya perikanan di perairan lepas pantai.
Data dan informasi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan perikanan, dalam
makalah ini penulis hanya membahas satu parameter data yaitu peta grafimetri untuk
mendukung peletakan atau pembangunan KJA yang ideal. untuk mendukung kegiatan
perikanan dan kelautan perlu di kembangkan informasi dan data-data lainnya secara digital, agar
dapat di akses dengan lebih mudah dan bermanfaat bagi masyarakat perikanan dan kelautan.
data memberikan manfaat yang sangat besar
Dalam kegiatan perikanan, data dan informasi memiliki peran yang sangat penting. Hal ini
karena data dan informasi dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi perikanan
dan kelautan di suatu wilayah. Dalam makalah ini, penulis hanya membahas satu parameter data
yaitu peta grafimetri yang berguna untuk mendukung peletakan atau pembangunan Kawasan
Jaringan Ekologi Laut (KJA) yang ideal.
Untuk mendukung kegiatan perikanan dan kelautan secara keseluruhan, perlu dikembangkan
informasi dan data-data lainnya secara digital. Hal ini bertujuan agar informasi dan data tersebut
dapat diakses dengan lebih mudah dan bermanfaat bagi masyarakat perikanan dan kelautan.
Dengan adanya data dan informasi yang berkualitas, maka kegiatan perikanan dan kelautan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Tidak hanya itu, data juga memberikan manfaat yang sangat besar dalam upaya pengelolaan
sumber daya perikanan dan kelautan yang berkelanjutan. Dengan adanya data yang akurat,
maka dapat diambil kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumber daya tersebut. Oleh karena
itu, penting bagi para pelaku perikanan dan kelautan untuk memahami pentingnya data dan
informasi serta berkomitmen untuk mengembangkan dan memanfaatkannya dengan baik.
FPIK UNPAD 8
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, T., A. Rukyani dan A. Wijono. 1995. Teknik Budidaya Laut dengan Karamba
Jaring Apung dalam Sudradjat et al. 1995. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan
Teknologi Karamba Jaring Apung Bagi Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Balitbang
Pertanian. p. 69 – 87.
Balai Budidaya Laut Lampung. 1994. Pemilihan Lokasi Budidaya Laut. Direktorat
Jendral Perikanan Departemen Pertanian Jakarta.
Balai Budidaya Laut Lampung. 2001. Petunjuk Teknis Pembesaran Kerapu Macan dan
Kerapu Tikus. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Imanto, P. T., N. Listyanto dan B. Priono. 1995. Desain dan Konstruksi Karamba Jaring
Apung untuk Budidaya Ikan Laut dalam Sudradjat et al. 1995. Prosiding Temu Usaha
Pemasyarakatan Teknologi Karamba Jaring Apung Bagi Budidaya Laut. Puslitbang
Perikanan. Badan Litbang Pertanian. p. 216-233.
Ismail, W dan E. Pratiwi. 2002. Budidaya Laut Menurut Tipe Perairan. Warta Penelitian
Perikanan Indonesia. Vol. 8 No. 2 p. 8 – 12.
FPIK UNPAD 1