Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PAPER

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM


BIDANG KELAUTAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester


pada Mata Kuliah Sistem Informasi Geografis

Disusun Oleh :
Yenis Mia Ludina
26050122120152
Oseanografi A

Diampu Oleh :
Dr. Ir. Baskoro Rochaddi M.T.
NIP 19710409 199702 1 002

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
I. PENDAHULUAN

Pemetaan daerah bahaya bencana alam memiliki peran yang sangat penting dalam
upaya mitigasi dan penanggulangan bencana. Sistem Informasi Geografis (SIG) memegang
peran krusial dalam pemetaan ini karena mampu menyediakan data spasial yang diperlukan
untuk analisis risiko bencana. Dengan menggunakan SIG, informasi mengenai potensi bencana
alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan tsunami dapat dipetakan secara detail
berdasarkan lokasi geografisnya. SIG juga memungkinkan integrasi data dari berbagai sumber
seperti citra satelit, peta topografi, dan data cuaca untuk memperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif mengenai daerah bahaya bencana alam. Contohnya, pemetaan daerah rawan
tanah longsor menggunakan SIG dapat memberikan informasi yang sangat berharga bagi
pemerintah dalam perencanaan tata ruang, pengelolaan lingkungan, serta penentuan lokasi
pembangunan infrastruktur yang aman dan berkelanjutan (Nurdiawan, 2016).
Batimetri memiliki banyak manfaat dibidang kelautan. Di bidang kelautan, batimetri
digunakan sebagai penentuan jalur pelayaran yang aman. Dengan mengetahui kedalaman
perairan, kapal-kapal akan menghindari terumbu karang atau perairan dangkal yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan. Batimetri juga berguna untuk merencanakan bangunan pesisir dan
lepas pantai. Dengan pengetahuan akan kedalaman perairan, dapat membantu untuk
menentukan lokasi yang tepat untuk membangun dermaga, pelabuhan dan fasilitas lainnya.
Batimetri juga berperan dalam menentukan area potensial untuk penangkapan ikan atau
budidaya perikanan (Iswara et al., 2022).
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aplikasi SIG untuk Pemetaan Batimetri Perairan.


2.1.1 Pengertian Batimetri
Menurut Ayu et al. (2020), batimetri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran
dan pemetaan kedalaman perairan, seperti laut, danau, atau sungai. Pengukuran batimetri
dilakukan dengan menggunakan alat seperti echosounder untuk mengukur jarak antara
permukaan air dengan dasar perairan. Data batimetri ini penting untuk mengetahui kedalaman
perairan dan digunakan dalam berbagai kegiatan seperti navigasi kapal, penelitian kelautan,
dan perencanaan pembangunan di perairan. Batimetri adalah metode pengukuran dan
pemetaan kedalaman perairan. Dalam konteks dokumen ini, batimetri dilakukan dengan
menggunakan alat Echosounder yang mengukur jarak antara transducer dengan permukaan
tanah pada perairan yang diukur kedalamannya. Data batimetri ini digunakan untuk
mengetahui kedalaman sebenarnya perairan dan dapat digunakan untuk analisis volume
pengerukan serta pemetaan topografi di bawah laut.
Menurut Rassarandi et al. (2020), batimetri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran
kedalaman lautan, laut, atau tubuh perairan lainnya, dan peta batimetri adalah peta yang
menggambarkan perairan serta kedalamannya. Informasi mengenai batimetri sangat penting
untuk penelitian dan operasi kelautan, seperti dinamika pantai, kabel komunikasi bawah laut,
dan keselamatan pelayaran. Pengukuran batimetri dilakukan dengan menggunakan alat seperti
singlebeam echosounder dan data pasang surut. Hasil pengukuran batimetri digunakan untuk
membuat peta navigasi yang akurat dan sebagai referensi alur pelayaran. Informasi kedalaman
merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk beberapa kajian kegiatan sumberdaya
kelautan, baik kedalaman di perairan dalam maupun perairan dangkal.
Ramadhan et al. (2023), batimetri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran
dan pemetaan kedalaman perairan, seperti danau, sungai, dan laut. Pengukuran batimetri
dilakukan dengan menggunakan instrumen khusus seperti sonar atau echosounder untuk
mengukur kedalaman perairan. Data batimetri sangat penting dalam pemahaman tentang
topografi dasar perairan, pola sedimentasi, dan perubahan muka air. Dengan menggunakan data
batimetri, kita dapat memetakan kontur dasar perairan dan melakukan simulasi perubahan
muka air akibat faktor-faktor seperti sedimentasi atau banjir. Batimetri digunakan untuk
memperoleh data yang akurat tentang topografi dasar perairan dan menghasilkan peta batimetri
yang informatif. Data batimetri ini dapat digunakan untuk memetakan kedalaman perairan,
melakukan simulasi kenaikan muka air, dan memantau perubahan sedimentasi pada daerah
perairan.
2.1.2 Manfaat Batimetri
Batimetri adalah studi tentang pengukuran kedalaman perairan. Batimetri membantu
untuk pemetaan dan pengamatan topografi bawah laut. Manfaat batimetri dapat dirasakan
dalam navigasi maritim, rekayasa kelautan dan konservasi lingkungan laut. Dalam navigasi
maritim, data batimetri digunakan untuk menciptakan peta laut yang akurat, memungkinkan
kapal-kapal dan kapal selam untuk menghindari rintangan bawah laut dan mengidentifikasi
jalur yang aman. Selain itu, dalam rekayasa kelautan, pemahaman yang mendalam tentang
kedalaman perairan diperlukan untuk merencanakan dan membangun infrastruktur seperti
dermaga, jembatan laut, dan kabel bawah laut. Di bidang ilmu pengetahuan lingkungan, data
batimetri dapat membantu dalam pemantauan lingkungan laut, mengidentifikasi terumbu
karang, tempat pemijahan ikan, dan lokasi potensial sumber daya alam. Survey batimetri
merupakan suatu kegiatan memperoleh data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut[3],
juga lokasi objek-objek yang berpotensi menimbulkan bahaya (Abdurrahman et al., 2023).
Batimetri memiliki banyak manfaat dibidang kelautan. Di bidang kelautan, batimetri
digunakan sebagai penentuan jalur pelayaran yang aman. Dengan mengetahui kedalaman
perairan, kapal-kapal akan menghindari terumbu karang atau perairan dangkal yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan. Batimetri juga berguna untuk merencanakan bangunan pesisir dan
lepas pantai. Dengan pengetahuan akan kedalaman perairan, dapat membantu untuk
menentukan lokasi yang tepat untuk membangun dermaga, pelabuhan dan fasilitas lainnya.
Batimetri juga berperan dalam menentukan area potensial untuk penangkapan ikan atau
budidaya perikanan (Iswara et al., 2022),
Setelah mengetahui data topografi bawah laut, selanjutnya data tersebur akan diolah
menjadi peta yang disebut peta batimetri. Kelebihand dari peta batimetri adalah menampilkan
informasi kedalaman laut yang akurat. Peta batimetri juga membantu memahami topografi
danpak lingkungan yang terjadi bawah laut termasuk karakteristik seperti gunung bawah laut
dan sebagainya. Disisi lain, pengumpulan data batimetri yang akurat dapat memakan banyak
waktu dengan biaya operational yang tinggi. Ketersediaan peta batimetri yang sangat rinci
terutama untuk perairan dalam yang lebih terpencil dapat terbatas. Beberapa daerah perairan
dalam mungkin belum dipetakan dengan baik atau memiliki data yang kurang akurat. Kondisi
topografi bawah laut sering berubah, untuk itu perlu adanya pembaruan yang teratur untuk
menjaga akurasi. Interpretasi peta batimetri juga terbilang rumit. Data batimetri sering kali
kompleks dan memerlukan pemahaman teknis yang mendalam untuk diinterpretasikan dengan
benar (Nisa et al., 2023).

2.2 Aplikasi SIG untuk Pemetaan Parameter Kualitas Air.


Menurut Agustina dan Atina (2022), monitoring kualitas air laut dapat diartikan sebagai
kegiatan pemantauan kualitas air. Dalam hal ini terkhusus terhadap air laut. pencemaran
lingkungan tentunya berbanding lurus dengan kualitas perairan. Pencemaran lingkungan juga
akan berdampak bagi kesehatan lingkungan sekitar. Monitoring kualitas air laut dapat berupa
kualitas keasaman, kekeruhan dan temperatur air. Cara yang dapat ditempuh untuk mengamati
faktor kualitas air adalah dengan mengukur parameter-parameternya baik parameter fisika,
kimia dan biologi. Parameter lingkungan yang berlaku dalam monitoring kualitas air adalah
suhu, pH, dan salinitas. Perubahan suhu, pH dan salinitas yang melewati baku mutu akan
berdampak buruk pada pola distribusi biota, terutama pada organisme bentik. Salinitas, pH dan
suhu memiliki korelasi yang tinggi, apabila satu parameter tersebut ditemukan dengan
konsentrasi tinggi maka parameter lainnya mempunyai nilai yang searah maupun sebaliknya.
Nilai pH menjadi penting untuk analisis kualitas air karena pH ebrkaitan dengan keasaman air.
Semakin kecil pH maka tingkat keasaman air semakin tinggi demikian pula sebalikya. Kondisi
pH dapat mempengaruhi tingkat toksisitas suatu senyawa kimia, proses biokimiawi perairan
dan proses metabolisme organisme air.
Menurut Yolanda (2023), hubungan suhu dengan salinitas adalah apabila suhu turun
maka salinitas akan cenderung menurun karena dingin hanya dapat menampung sedikit garam.
Hubungan salinitas dan pH adalah air dengan tingkat salinitas yang tinggi cenderung memiliki
pH yang tinggi karena garam dapat bertindak sebagai buffer yang menetralkan asam dan basa.
Hubungan suhu dan pH adalah suhu dapat meningkatkan laju reaksi kimia dalam air termasuk
asam-basa, sehingga saat suhu air naik maka pH air juga akan cenderung meningkat. Perubahan
suhu dapat memberikan dampak yang besar bagi karakteristik air laut lainnya dan juga
berpengaruh bagi keberlangsungan hidup biota laut. Laju fotosintesis meningkat dengan
turunnya suhu karena kelarutan CO2 dan O2. Kedua gas tersebut akan ditemukan dengan
konsentrasi lebih banyak saat dingin dari pada saat suhu panas. Perubahan suhu dan tekanan
akan mempengaruhi kandungan CO2 dalam air yang selanjutnya akan mempengarhi nilai pH.
TDS (Total Dissolved Solid) atau total padatan terlarut dalam air merupakan zat padat terlarut
dalam air yang menentukan kualitas air. Analisis zat padat dalam air menentukan komponen -
komponen air yang lengkap. TSS (Total Suspended Solid), merupakan indikator pencemaran
air.
2.2.1 NDWI (Normalized Difference Water Index)
Menurut Prayoga (2021), NDWI (Normalized Difference Water Index) adalah salah
satu metode penginderaan jauh yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan air di
permukaan bumi. Metode ini didasarkan pada perbedaan reflektansi antara dua panjang
gelombang cahaya, yaitu di dekat infrared dan green. NDWI menghitung rasio antara kedua
panjang gelombang tersebut dan kemudian dinormalisasi untuk menghasilkan nilai antara -1
hingga 1. Nilai positif menunjukkan keberadaan air, sedangkan nilai negatif menunjukkan
keberadaan daratan. NDWI sering digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti pemantauan
kualitas air, pengelolaan sumber daya air, dan pemetaan garis pantai. NDWI merupakan suatu
algoritma yang digunakan untuk mendeteksi objek perairan. Algoritma ini sering digunakan
untuk memisahkan badan air dengan daratan. Penggunaan band green (kanal tampak) dan NIR
merupakan input pada algoritma NDWI. Dimana, green adalah kanal 3 pada citra Landsat 8
dan NIR adalah kanal 5 pada citra Landsat 8.

𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 − 𝑁𝐼𝑅
𝑁𝐷𝑊𝐼 =
𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 + 𝑁𝐼𝑅

Menurut Tew et al. (2022), Normalized Difference Water Index (NDWI) adalah salah
satu indeks air yang digunakan dalam pemetaan kolam akuakultur. Indeks ini dihitung dengan
mengurangkan nilai reflektansi inframerah dekat (NIR) dengan nilai reflektansi gelombang
hijau (Green) pada citra satelit. Indeks ini sangat berguna dalam memetakan air permukaan,
termasuk kolam akuakultur, karena air cenderung menyerap cahaya hijau dan memantulkan
cahaya inframerah dekat. NDWI (Normalized Difference Water Index) adalah salah satu indeks
turunan penginderaan jauh yang digunakan untuk memantau perubahan terkait kandungan air
dalam badan air. Indeks ini menggunakan panjang gelombang hijau dan NIR (inframerah
dekat) untuk mengidentifikasi daerah basah dan lahan rawa yang memiliki keberadaan air yang
lebih tinggi. NDWI dapat membantu dalam mengevaluasi kesehatan dan kebugaran vegetasi
di daerah dengan ketersediaan air yang memadai. Secara garis besar NDWI adalah algoritma
yang digunakan untuk mendeteksi badan air pada suatu wilayah.
2.2.2 NDCI (Normalized Difference Chlorophyll Index)
Menurut Manuel dan Blanco (2022), Normalized Difference Chlorophyll Index
(NDCI) adalah indeks yang digunakan untuk memperkirakan konsentrasi klorofil-a dari data
penginderaan jauh perairan estuari dan pesisir yang keruh dan produktif. Indeks ini
menggunakan nilai reflektansi pada panjang gelombang 665 nm dan 708 nm. NDCI
dikembangkan dengan mengambil perbedaan pita spektral pada 708 nm dan 665 nm, dan
dengan memperoleh nilai reflektansi mereka, menghilangkan ketidakpastian yang disebabkan
oleh perbedaan azimut matahari musiman dan kontribusi atmosfer pada panjang gelombang
tersebut. NDCI memiliki rentang nilai yang berkaitan dengan rentang konsentrasi klorofil-a
yang berbeda. NDCI dihitung dengan mengambil perbedaan antara reflektansi inframerah
dekat (NIR) dan reflektansi merah (R) pada spektrum elektromagnetik. Rumusnya adalah (NIR
- R) / (NIR + R). Pada tanaman yang sehat, klorofil cenderung menyerap sinar merah dan
memantulkan sinar inframerah, sehingga NDCI bernilai positif. Namun, pada tanaman yang
stres atau memiliki masalah kesehatan, klorofil akan menyerap lebih sedikit sinar merah dan
memantulkan lebih banyak sinar inframerah, sehingga NDCI akan bernilai negatif.
Menurut Ogasharawa et al. (2021), NDCI (Normalized Difference Chlorophyll Index)
adalah salah satu algoritma bio-optik yang digunakan untuk mengestimasi konsentrasi klorofil-
a dalam perairan. Algoritma ini menggunakan kombinasi dari dua band spektral, yaitu band
merah dan band inframerah dekat, untuk menghitung indeks yang berkaitan dengan klorofil-a.
NDCI telah terbukti memiliki performa yang baik dalam mengestimasi konsentrasi klorofil-a
dalam berbagai sistem akuatik, termasuk perairan mesotrofik. Pemantauan NDCI dalam
perairan memiliki berbagai aplikasi yang penting. Misalnya, dapat digunakan untuk memantau
kualitas air dalam sumber daya air tawar seperti danau dan sungai. Ini membantu dalam
identifikasi polusi air atau ledakan alga yang dapat merugikan ekosistem perairan dan
kesehatan manusia. Selain itu, NDCI juga dapat digunakan untuk mendukung kegiatan
perikanan dengan mengidentifikasi daerah-daerah dengan potensi tinggi untuk populasi ikan,
karena konsentrasi klorofil-a berkaitan dengan produksi primer di perairan. Dengan NDCI,
peneliti dapat melacak perubahan dalam ekosistem laut seperti ledakan alga, dinamika
ekosistem, dan perubahan musiman. Pemantauan NDCI juga dapat membantu dalam
identifikasi dan pemantauan polusi laut, termasuk pencemaran limbah dan ledakan alga
beracun. Ini membantu oseanografer dan badan pengatur dalam melindungi lingkungan laut
dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
2.2.3 NDTI (Normalized Difference Turbidity Index)
Menurut Rusydi dan Masitoh (2021), Normalized Difference Turbidity Index (NDTI)
adalah rasio antara pantulan band merah dan spektrum hijau untuk analisis tingkat kekeruhan
perairan. NDTI juga disebut index yang digunakan untuk mengukur kekeruhan atau tingkat
kejernihan air di suatu perairan. Kejernihan air merupakan faktor penting dalam pemantauan
kualitas air dan lingkungan di perairan. NDTI mengukur tingkat kekeruhan dengan
membandingkan reflektansi dekat (NIR) dan merah (R). Perubahan kekeruhan air dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sedimen, alga, partikel organik atau bahan-bahan lain
yang terkandung dalam air. NDTI dapat memberikan informasi mengenai penyebab kekeruhan
tersebut, seperti erosi tanah, aliran lumpur, atau polusi. NDTI juga berperan penting dalam
pemantauan kualitas perairan terutama dalam aplikasi seperti pemantauan perairan sungai,
danau, dan estuari. Kekeruhan air yang tinggi dapat memengaruhi efisiensi proses pengolahan
air untuk keperluan konsumsi manusia dan dapat menjadi ancaman bagi ekosistem air tawar
dan perikanan.
NDTI (Normalized Difference Turbidity Index) adalah sebuah metode penginderaan
jauh yang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi kekeruhan air. Metode ini mengukur
rasio antara panjang gelombang merah dan hijau dalam spektrum matahari untuk menentukan
tingkat kekeruhan air. Dalam studi ini, NDTI digunakan untuk mengidentifikasi variasi
musiman kekeruhan air di Bendungan Panchet Hill, India. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat kekeruhan air melonjak dari 60 NTU menjadi 700 NTU selama musim hujan.
NDTI digunakan untuk memantau kualitas air di perairan, terutama dalam konteks kualitas air
laut. Kekeruhan dapat memberikan petunjuk tentang jumlah partikel padatan tersuspensi dalam
air. Sumber padatan tersuspensi tersebut antara lain adalah endapan sedimen, partikel organic
atau polutan. Dengan cara tersebut pula NDTI akan membantu pemantauan lingkungan laut.
NDTI juga digunakan untuk memahami sebaran dan pergerakan plankton yang merupakan
makanan bagi ikan dan hewan laut (Obaid dan Abdulameer, 2022).
III. KESIMPULAN

Ramadhan et al. (2023), batimetri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran
dan pemetaan kedalaman perairan, seperti danau, sungai, dan laut. Pengukuran batimetri
dilakukan dengan menggunakan instrumen khusus seperti sonar atau echosounder untuk
mengukur kedalaman perairan. Data batimetri sangat penting dalam pemahaman tentang
topografi dasar perairan, pola sedimentasi, dan perubahan muka air. Dengan menggunakan data
batimetri, kita dapat memetakan kontur dasar perairan dan melakukan simulasi perubahan
muka air akibat faktor-faktor seperti sedimentasi atau banjir. Batimetri digunakan untuk
memperoleh data yang akurat tentang topografi dasar perairan dan menghasilkan peta batimetri
yang informatif. Data batimetri ini dapat digunakan untuk memetakan kedalaman perairan,
melakukan simulasi kenaikan muka air, dan memantau perubahan sedimentasi pada daerah
perairan.
Batimetri memiliki banyak manfaat dibidang kelautan. Di bidang kelautan, batimetri
digunakan sebagai penentuan jalur pelayaran yang aman. Dengan mengetahui kedalaman
perairan, kapal-kapal akan menghindari terumbu karang atau perairan dangkal yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan. Batimetri juga berguna untuk merencanakan bangunan pesisir dan
lepas pantai. Dengan pengetahuan akan kedalaman perairan, dapat membantu untuk
menentukan lokasi yang tepat untuk membangun dermaga, pelabuhan dan fasilitas lainnya.
Batimetri juga berperan dalam menentukan area potensial untuk penangkapan ikan atau
budidaya perikanan (Iswara et al., 2022).
Menurut Agustina dan Atina (2022), monitoring kualitas air laut dapat diartikan sebagai
kegiatan pemantauan kualitas air. Dalam hal ini terkhusus terhadap air laut. pencemaran
lingkungan tentunya berbanding lurus dengan kualitas perairan. Pencemaran lingkungan juga
akan berdampak bagi kesehatan lingkungan sekitar. Monitoring kualitas air laut dapat berupa
kualitas keasaman, kekeruhan dan temperatur air. Cara yang dapat ditempuh untuk mengamati
faktor kualitas air adalah dengan mengukur parameter-parameternya baik parameter fisika,
kimia dan biologi. Parameter lingkungan yang berlaku dalam monitoring kualitas air adalah
suhu, pH, dan salinitas. Perubahan suhu, pH dan salinitas yang melewati baku mutu akan
berdampak buruk pada pola distribusi biota, terutama pada organisme bentik. Salinitas, pH dan
suhu memiliki korelasi yang tinggi, apabila satu parameter tersebut ditemukan dengan
konsentrasi tinggi maka parameter lainnya mempunyai nilai yang searah maupun sebaliknya.
Nilai pH menjadi penting untuk analisis kualitas air karena pH ebrkaitan dengan keasaman air.
Semakin kecil pH maka tingkat keasaman air semakin tinggi demikian pula sebalikya. Kondisi
pH dapat mempengaruhi tingkat toksisitas suatu senyawa kimia, proses biokimiawi perairan
dan proses metabolisme organisme air.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, F. dan A. Tribhuwana. 2023. Analisis Batimetri Guna Perencanaan Pengerukan


Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Single Beam Echosounder. Jurnal
Civil Engineering Study., 3(1): 23-32.
Afianti, N. F. dan L. I. Sutiknowati. Kondisi Pencemaran Lingkungan Berdasarkan Parameter
Mikrobiologis di Sekitar Muara Sungai Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
A Scientific Journal., 37(3): 135-140.
Agustina, Y. dan Atina. 2022. Analisis Kualitas Air Anak Sungai Sekanak Berdasarkan
Parameter Fisika Tahun 2020. Jurnal Penelitian Fisika dan Terapannya (Jupiter).,
4(1): 13-19.
Aisyah, S., A. Ibrahim, Triyanto. 2022. Analisis Karakteristik Fisika Kimia Sedimen Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan Pesisir Cimandiri, Jawa Barat. Jurnal Aquatiklestari.,5(2):
73-79.
Ayu, S. M., A. A. D. Suryo, P. Subardjo, S. Widada dan Purwanto. 2020. Pengukuran Batimetri
Untuk Perencanaan Pengerukan Kolam Pelabuhan Peti Kemas Belawan Sumatera
Utara. Indonesian Journal of Oceanography., 2(3).
Iswara, C. D., A. Thamrin dan L. Manu. 2022. Batimetri di Perairan Sekitar Muara Sungai
Tandano. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap., 7(1): 1-4.
Julianto, F. D., D. P. D. Putri, H. H. Safi’i. 2020. Analisis Perubahan Vegetasi dengan Data
Sentinel-2 menggunakan Google Earth Engine (Studi Kasus Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta). Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia Agustus., 2(2): 13-18.
Manuel, A. dan A. C. Blanco. 2022. Transformation of the Normalized Difference Chlorophyle
Index to Retrieve Chlorophyle-a Concentration in Manila Bay. Remote Sensing and
Spatial Information Sciences., 48(4): 217-221.
Mustofa, M., A. dan Yudicara. 2017. Karakteristik Pantai dan Resiko Tsunami di Kawasan
Pantai Selatan Yogyakarta. Jurnal Geologi Kelautan., 5(3): 159-167.
Nisa, S. Q., I. W. G. A. Karang, I. D. N. N. Putra, K. T. Setiawan dan K. Aziz. 2023.
Perbandingan Akurasi Metode Empiris untuk Pemetaan Batimetri Perairan Benoa, Bali,
Menggunakan Citra Satelit SPOT. Journal of Marine Research and Technology., 6(1):
60-68.
Ramadhan, A. Z., F. Ramadhan, F. R. Sihombing, J. S. Rahman, M. A. Hutabalian, M. A.
Rohman, M. I. Rizki, R. Carrisa, R. Hendrayani, S. D. Hanifah, D. Fitriani dan K. H.
Kirana. 2023. Pemetaan Batimetri dan Simulasi Kenaikan Muka Air di Situ Cisanti
Menggunakan Dual Beam Sonar. Bulletin of Scientific Contribution., 21(2): 53-60.
Rassarandi, F. D., S. N. Chayati, L. R. Sari, M. Z. Lubis, O. Gustin, D. N. Ditya, A. Aprilianda
dan A. E. Wardani. 2020. Pemetaan Batimetri untuk Pertimbangan Alur Pelayaran
Kapal Nelayan di Pantai Sembulang, Kecamatan Galang. Journal of Geospatial
Information Science and Engineering., 3(1): 1-6.
Sarono dan A. Basith. 2022. Uji Kualitas Data Pengukuran Batimetri Singlebeam Echosounder
Berdasarkan SNI-7647 Tahun 2010 (Studi Kasus Survei Batimetri Menggunakan Hi-
Target HD 370 di Laguna Pantai Glagah, Kulon Progo). Journal of Geospatial
Information Science and Engineering., 5(1): 21-26.

Anda mungkin juga menyukai