Disusun Oleh
15.4110.4987
Hidrografi (atau geodesi kelautan) adalah ilmu tentang pemetaan laut dan
pesisir. Hidrografi menurut International Hydrographic Organization (IHO)
adalah ilmu tentang pengukuran dan penggambaran parameter-parameter yang
diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat,
hubungan geografisnya dengan daratan, serta karakteristik-karakteristik dan
dinamika-dinamika lautan. Secara etimologi, Hidrografi berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dari kata hidro yang berarti air dan grafi yang berarti
menulis, hidrografi artinya gambaran permukaan bumi yang digenangi air.
Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi
hidrografi. Adapun aktivitas utama survei hidrografi meliputi penentuan posisi
dan penggunaan sistem referensi, pengukuran kedalaman (pemeruman),
pengamatan pasut, pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan
pesisir). Survei biasanya dilakukan pada daerah laut yang tenang sehingga
pengamatan pasang surut bisapendapatkan akurasi yang tepat. Makalah ini berisi
tentang pembuatan peta bathymetri sekitar Pantai Sendang Biru, Kabupaten
Malang.
Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat melakukan perencanaan survey bathymetri dengan baik.
2. Mahasiswa dapat melakukan pengamatan dan pengolahan data pasang
surut.
3. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran detil situasi dan memtakan area
pengamatan.
4. Mahasiswa dapat melakukan pemeruman dan proses pengolahan datanya.
5. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan posisi suatu titik menggunakan
GPS metode Kinematik.
6. Mahasiswa dapat membuat tampilan peta batimetri dari hasil pengolahan
data praktikum survei hidrografi.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Hidrografi
Kata hidrografi merupakan serapan dari bahasa Inggris hydrography.
Secara etimologis, hydrography berasal dari kata sifat dalam bahasa Prancis
abad pertengahan hydrographique yaitu kata yang berhubungan dengan sifat
dan pengukuran badan air, misalnya kedalaman dan arus (Merriam-Webster
Online, 2004). Sedangkan Batimetri berasal dari bahasa Yunani : , berarti
"kedalaman", dan , berarti "ukuran". Batimetri adalah ilmu yang
mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai
atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur
kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan
berupa informasi navigasi permukaan yang merupakan hasil akhir yang
diharapkan dalam penyusunan laporan Survei Hidrografi ini.
Hingga sekitar akhir 1980-an, kegiatan hidrografi utamanya didominasi
oleh survei dan pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut (nautical
chart) dan survei untuk eksplorasi minyak dan gas bumi (Ingham, 1975). Peta
navigasi laut memuat informasi penting yang diperlukan untuk menjamin
keselamatan pelayaran, seperti kedalaman perairan, rambu-rambu navigasi, garis
pantai, alur pelayaran, bahaya-bahaya pelayaran dan sebagainya. Selain itu,
kegiatan hidrografi juga didominasi oleh penentuan posisi dan kedalaman di laut
lepas yang mendukung eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Definisi akademik untuk terminologi hidrografi, dikemukakan pertama kali oleh
International Hydrographic Organization (IHO) pada Special Publication
Number 32 (SP-32) tahun 1970 dan Group of Experts on Hydrographic
Surveying and Nautical Charting dalam laporannya pada Second United Nations
Regional Cartographic Conference for the Americas di Mexico City tahun 1979.
IHO mengemukakan bahwa hidrografi adalah that branch of applied science
which deals with measurement and description of physical features of the
navigable portion of earths surface and adjoining coastal areas, with special
reference to their use for the purpose of navigation. Group of Experts on
Hydrographic Surveying and Nautical Charting mengemukakan bahwa
hidrografi adalah the science of measuring, describing, and depicting nature
and configuration of the seabed, geographical relationship to landmass, and
characteristics and dynamics of the sea. Perkembangan hidrografi juga
mengakibatkan perubahan definisi hidrografi yang oleh IHO didefinisikan
sebagai that branch of applied sciences which deals with the measurement and
description of the features of the seas and coastal areas for the primary purpose
of navigation and all other marine purposes and activitie including -inter alia-
offshore activities, research, protection of the environment and prediction
services (Gorziglia, 2004).
Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6)
2.2 Pemeruman
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh
gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface).
Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan
hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur
kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran
kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik
pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang
disebut sebagai lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik fiks perum pada
suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari
interval lajur perum.
Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk
mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut juga
dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya
pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut sebagai titik fiks
perum. Pada setiap titik fiks perum harus juga dilakukan pencatatan waktu (saat)
pengukuran untuk reduksi hasil pengukuran karena pasut.
d = (vt)
dimana:
du = kedalaman hasil ukuran
v = kecepatan gelombang akustik pada medium air
t = selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima
kembali
Dalam survei ini digunakan metode akustik untuk pengukuran kedalaman.
Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air
(termasuk: pengukuran kedalaman, arus, dan sedimen) merupakan teknik yang
paling populer dalam hidrografi pada saat ini. Gelombang akustik dengan
frekuensi 5 kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya
hingga kurang dari 10% pada kedalaman 10 km, Sedangkan gelombang akustik
dengan frekuensi 500 kHz akan kehilangan intensitasnya pada kedalaman
kurang dari 100 m. Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau
perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920
(Lurton,2002). Untuk pemilihan echosounder, faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah kedalaman maksimum daerah yang disurvei dan sudut
pancaran pulsa. Jenis Echosounder berdasarkan kemampuan kedalaman yang
dapat dicapai adalah Echosounder laut dangkal dan Echosounder laut dalam.
Teknik echosounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat
alat pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian
yang sama dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan
rangkaian pemancar dan penerima Ultra Sonic.
2. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tides) yaitu jika terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut dalam sehari.
3. Pasang surut tipe campuran (mixed tides) yaitu peralihan antara tipe tunggal
dan ganda dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe
campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal.
Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada
dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat
tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi
pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk
sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan
pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat bulan 1/4
dan 3/4.
Tipe pasang surut dapat ditentukkan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang
dinyatakan dalam bentuk:
F = [A(O1) + A(K1)]/[A(M2) + A(S2)]
dengan ketentuan :
F 0.25 : Pasang surut tipe ganda (semidiurnal tides)
0,25<F1.5 : Pasang surut tipe campuran condong harian ganda (mixed mainly
semidiurnal tides)
1.50<F3.0 : Pasang surut tipe campuran condong harian tunggal (mixed
mainly diurnal tides)
F > 3.0 : Pasang surut tipe tunggal (diurnal tides)
dimana:
F : Bilangan Formzal
AK1 : Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan & matahari
AO1 : Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan
AM2 : Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan
AS2 : Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik matahari
2. Semua Bench Mark yang dipakai harus dilalui jalur Sipat Datar.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum survei hidrografi adalah
sebagai berikut.
1. Perahu motor 1 buah
2. Echosounder 1 set
(depth recorder KYOWA SHOKO)
3. Map Sounder 1 set
9. Barcheck 1 buah
2. Ms Excel.
4. Surfer 11.
3.4 Tahapan Survei
Adapun tahapan praktikum dalam survei hidrografi ini adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran detil situasi sekitar pantai sendang biru menggunakan Total
Station.
4. Penentuan posisi horizontal (fix point) pada saat pemeruman dengan metode
kinematic.
2. Tandai titik-ttik kerangka poligon tersebut dengan patok paralon atau bisa
juga dengan menggunakan paku payung.
6. Lakukan pengukuran detail situasi untuk area garis pantai (shoreline) seperti
jalan, bangunan, saluran air, tiang listrik, pohon, lampu, dermaga, dan sekitar
area garis pantai.
2. Palem diikat dengan menggunakan karet ban (tali karet) dan klem agar
kokoh dan berada dalam keadaan stabil.
3.4.3 Pemeruman
Pemeruman atau sounding dilakukan dengan echosounder dan GPS map
sounder dengan titik fix perum diamati sesuai dengan jalur pemeruman yang
telah dibuat. Jalur perum dibuat dari software map source dengan panjang jalur
1 km dan lebar jalur terhadap garis pantai 150 m.
Adapun tahapan pemeruman adalah sebagai berikut.
1. Pasang alat-alat yang akan digunakan di perahu (echosounder dan GPS map
sounder serta perlengkapannya).
Siapkan kabel penghubung antara depth recorder dengan accu dan transduser.
Pasang transduser pada pipa penyangga dan kencangkan transduser pada pipa
penyangga dengan baut.
Pasang dudukan pipa penyangga di lambung kapal dengan kokoh agar tegak dan tidak
goyah oleh arus dan gelombang laut.
Tempatkan depth recorder pada tempat yang aman di perahu, pastikan POWER dalam
keadaan OFF.
Hubungkan kabel transduser dengan recorder di TRANSDUSER dengan accu.
4. Pada setiap titik fix perum, akan diberikan aba-aba fix, dan operator akan
menekan tombol marker pada echosounder serta mencatat nomor titik pada
kertas fax (echogram).
5. Pada GPS map sounder, ketika aba-aba fix maka operator akan menekan
tombol ENTER hingga muncul posisi perahu dalam lintang dan bujur.
6. Lakukan prosedur yang sama pada semua titik fix perum hingga jalur terakhir.
3.4.4 Penentuan Posisi Horisontal (Base GPS pemeruman)
Metode ini dilaksanakan untuk menentukan posisi horisontal selama proses
pemeruman di laut. Adapun tahapan penentuan posisi horisontal pemeruman
adalah sebagai berikut.
1. Mendirikan alat GPS Geodetik di Benchmark yang ditetapkan sebagai base.
6. Lakukan pengukuran jarak antara titik berdiri alat dan rambu ukur.
2. Pasang BM sesuai dengan persebaran titik yang telah ditentukan. Dalam hal
ini pemasangan BM dilakukan secara permanen.
5. Berdiriakan juga alat GPS pada titik yang akan dicari koordinatnya.
6. Nyalakan GPS dan lakukan setting GPS dengan interval pengamatan selama
30 menit dengan spesifikasi perekaman data setiap 3 detik.
7. Setelah selasai, pindahkan GPS ke titik yang lain hingga semua titik selasai
dilakukan pengamatan.
3.5 Metode Perhitungan
Hasil output dari praktikum hidrografi ini adalah peta bathimetry. Dari data hasil
pengukuran diolah sehingga menghasilkan posisi X, Y, dan Z dari titik fix
kedalaman, dan juga posisi detil daratan serta garis pantai.
1. Metode Perhitungan detil daratan dan garis pantai. Metode perhitungan detil
daratan menggunakan metode tachimetry. Data yang diambil adalah sebagai
berikut.
a. Tinggi alat.
Xd = Xa + D sin
Yd = Ya + D cos
Hd = Ha + hab
2. Metode Pengamatan Pasut. Data yang diperlukan dalam perhitungan pasut
adalah sebagai berikut.
a. Waktu pengambilan data.
c. Tinggi alat.
Tinggi muka air laut rata-rata dengan menjumlahkan semua data dan dibagi
jumlah data.
Beda tinggi dari rambu pasut ke BM dengan rumus
h = (BT rambu pasut BT rambu) + (BT rambu BT rambu BM)
3. Metode Perhitungan Kedalaman Titik Fix dengan Tranduser. Data yang
diperlukan dalam perhitungan kedalaman titik fix adalah sebagai berikut.
a. Pengamatan pasut.
Dbm 1 = Drm + h
Kedalaman titik dari MSL
Dmsl = Dbm + MSL
4. Metode Perhitungan penentuan posisi Titik Fix dengan Map Sounder.
Metode perhitungan kedalaman titik fix dengan menggunakan alat map
sounder, data-datanya telah terekam secara digital sehingga pengguna tidak
perlu untuk menghitung data kedalaman dan posisi titik fix. Data yang ada di
map sounder adalah sebagai berikut.
a. Data kedalaman.
b. Data posisi.
Dac = [(Xc-Xa)2+(Yc-Ya)2]1/2
ac = arc tan [(Xc-Xa)/(Yc-Ya)]
ca = arc tan [(Xa-Xc)/(Ya-Yc)]
Sudut mendatar tiap epok i dari kedua titik fix darat.
ab = ac dan cb = (ac+180) +
Koordinat di titik fix laut.
Xb = Xa + Dab Sin ab
Yb = Ya + Dab cos ab
Kontrol hitungan.
Xb = Xc + Dcb Sin cb
Yb = Yc + Dcb Cos cb
Proses selanjutnya yaitu pengeplotan titik di software Autocad untuk
mengetahui posisi sebenarnya.
BAB IV
ANALISA HASIL SURVEI
Muka air laut rata rata (Mean Sea Level) adalah 1,642
2. Didapatkan pasang tertinggi di angka 2.890 bacaan rambu, nilai Mean Sea
Level di angka 1.642 bacaan rambu, serta surut terendah di angka 0.400 bacaan
rambu. Pengolahan data pasang surut dengan menggunakan metode Doodson ini
hanya bisa mendapatkan nilai MSL saja, tidak seperti dengan metode Admiralty
atau Least Square.
3. Dari data pasang surut yang menghasilkan nilai Mean Sea Level (MSL) di
angka 1,642, maka data hasil pemeruman diolah sehingga didapatkan data pada
tabel 4.5. Data tersebut diolah sehingga menjadi tampilan 3-dimensi
menggunakan perangkat lunak Surfer 11.
4. Dari data hasil pengukuran detil, didapatkan kesalahan beda tinggi sebesar
0.001 m pada pengukuran dari rambu pasang surut ke BM 1 serta sebesar 0.004
m pada pengukuran poligon. Selain itu, didapatkan ketelitian pengukuran
horisontal sebesar -0.008 m sumbu X dan -0.139 m sumbu Y serta kesalahan
sudut sebesar 9. Sehingga didapatkan kesalahan linear sebesar 0.00034 m.
Semua data tersebut memenuhi toleransi sehingga pengukuran detil memiliki
akurasi yang tinggi.
5.2 Saran
Adapun saran dalam Survei Hidrografi 2014 di Pantai Sendang Biru, Kabupaten
Malang adalah sebagai berikut.
1. Dalam menentukan titik benchmark, dibutuhkan tempat yang terbuka agar
kemungkinan terjadinya kesalahan sangat kecil.
2. Dalam melakukan pengamatan pasang surut, dibutuhkan tempat yang bisa
dilalui mahasiswa agar dapat melihat angka rambu pasang surut lebih baik.
3. Dalam melakukan pemeruman, dibutuhkan kerjasama tim yang baik agar data
yang didapat secara otomatis (data dari echosounder) dan secara manual tidak
berbeda.
4. Dalam melakukan pengukuran detil, dibutuhkan fokus yang lebih agar tidak
terjadi kekurangan data.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z. 2002. Survei dengan GPS. Jakarta : Institut Teknologi Bandung.
Anonim. 1985. Manual on Sea Level Measurement and Interpretation Volume I- Basic
Procedures. Intergovermental Oceanographic Commision. UNESCO.
http://ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2007/11/Kuliah%20II%20new1.pdf. (diakses
tanggal 10 April 2017 pada pukul 09.20 WIB)
http://bukukita1.blogspot.com/2012/12/pengertian-pasang-surut-air-1.html. (diakses
tanggal 10 April 2017 pada pukul 12.15 WIB )
http://ilmu-kelautan-geologi-lingkungan-laut.blogspot.com/. (diakses tanggal 10 April
2017 pada pukul 19.00 WIB)