OLEH:
J1A122315
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN..............................................................................................................3
2.1 Karakteristik umum wilayah pesisir dan kepulauan...............................................................4
2.2 Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan................................................................6
2.3 Cara menjaga habitat di pesisisr maupun di kepulauan..........................................................8
2.4 Potensi sumber daya wilayah pesisir ......................................................................................10
2.5 Kebijakan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta keterkaitannya
dengan pengelolaan lingkungan hidup....................................................................................15
BAB 3. PENUTUP ......................................................................................................................19
3.1 Kesimpun................................................................................................................................19
3.2 Saran........................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya
masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian
daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin (Ketchum, 1972). GESAMP1 (2001) mendefinisikan wilayah pesisir
sebagai wilayah daratan dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari
perairan laut maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan
pengelolaan sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda
tergantung dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu pengertian bahwa
ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang
tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai
potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena
dampak kegiatan manusia. Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung
maupun tidak langsung, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.
Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU No.1
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil mendefinisikan
wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi
oleh perubahan di darat dan laut. Dalam konteks ini, ruang lingkup pengaturan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil menurut batas yurisdiksi suatu negara.
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, maka wilayah pantai juga telah mengalami
tekanan yang cukup berat, dan secara signifikan telah terjadi eskalasi degradasi kawasan
pesisir yang cukup memprihatinkan. Kecendrungan meningkatnya degradasi lingkungan
pesisir antara lain ditandai dengan meningkatnya kerusakan habitat (mangrove, terumbu
karang, dan padang lamun), perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi dan erosi
serta pencemaran lingkungan. Meningkatnya secara nyata degradasi wilayah pesisir tersebut,
baik dari segi cakupan wilayah maupun intensitas serta sebaran dampak yang ditimbulkan
oleh kegiatan manusia secara langsung maupun tidak langsung telah mengancam
keberlanjutan fungsi-fungsi wilayah pesisir dalam menopang Pembangunan yang
berkelanjutan.
1.2.1 Tujuan dan karakteristik umum pengelolaan suatu wilayah pesisir?
1.2.2 Tujuan dan karakteristik umum pengelolaan suatu wilayah kepulauan?
1.2.3.Bagaimana cara kita menjaga habitat dan kualitas kawasan pesisir?
1.2.4 Bagaimana cara kita menjaga habitat dan kualitas kawasan kepulauan?
1.2.5 Apa potensi sumber daya wilayah pesisir dan wilayah kepulauan?
1.2.6.Apa kebijakan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta keterkaitannya
dengan pengelolaan lingkungan hidup?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Tujuan dan karakteristik umum pengelolaan suatu wilayah pesisir
1.3.2 Mengetahui Tujuan dan karakteristik umum pengelolaan suatu wilayah kepulauan
1.3.3 Mengetahui Bagaimana cara kita menjaga habitat dan kualitas kawasan pesisir
1.3.4 Mengetahui Bagaimana cara kita menjaga habitat dan kualitas kawasan kepulauan
1.3.5 Mengetahui Apa potensi sumber daya wilayah pesisir dan kepulauan
1.3.6 Mengetahui Apa kebijakan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta
Keterkaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup
BAB 2
PEMBAHASAN
Wilayah pesisir merupakan suatu kawasan yang sangat strategis baik ditinjau dari segi ekologi,
sosial budaya, ekonomi serta pertahanan dan keamanan. Hal tersebut dapat dipahami karena
sekitar 140 juta penduduk Indonesia mendiami wilayah pesisir dan sekitar 16 juta tenaga kerja
terserap oleh industri di pesisir dengan memberikan kontribusi sebesar 20,06% terhadap devisa
Negara. Disamping itu wilayah pesisir Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km
memiliki habitat/ekosistem yang produktif serta memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
yaitu ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem estuaria dan ekosistem padang
lamun.
Indonesia merupakan negara yang diberi julukan 'negara kepulauan' yaitu negara yang terdiri
dari pulau-pulau baik pulau-pulau besar hingga pulau-pulau kecil. Jumlahnya sangat banyak
yaitu beribu-ribu terbentang dari sabang sampai merauke.
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Papua
Belum lagi ada pulau Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan ribuan pulau kecil lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Ini merupakan salah satu keunikan negara Indonesia dibanding negara lain. Dalam wilayah yang
sangat luas dan ribuan pulau tersebut terkandung didalamnya sumber daya alam yang kaya baik
di darat maupun di laut. Semua itu dapat menjadi potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan
masyarakat maupun negara. Patutlah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah
yang dilimpahkan-Nya kepada negara kita ini.
1. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang relatif mudah
dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfaatkan laut sebagai
“prasarana” pergerakan).
2. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang terdapat di
ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk kepentingan pengelolaan menjadi kurang begitu
penting untuk menetapkan batas-batas fisik suatu wilayah pesisir secara kaku (rigid). Akan
lebih berarti, jika penetapan batasbatas suatu wilayah pesisir didasarkan atas faktor-faktor
yang mempengaruhi pembangunan (pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir dan
lautan beserta segenap sumber daya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu
sendiri. Jika tujuan pengelolaan adalah mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran
perairan pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir ke arah darat
hendaknya mencakup suatu DAS (daerah aliran sungai) dimana buangan limbah akan
mempengaruhi kualitas perairan pesisir.
Sementara itu, jika tujuan pengelolaan suatu wilayah pesisir untuk mengendalikan erosi
pantai, maka batas ke arah darat cukup hanya sampai pada lahan pantai yang diperkirakan
terkena abrasi, dan batas ke arah laut adalah daerah yang terkena pengaruh distribusi sedimen
yang paling dekat dengan garis pantai. Dengan demikian, meskipun untuk kepentingan
pengelolaan sehari-hari (day to day management) kegiatan pembangunan di lahan atas atau di
laut lepas biasanya ditangani oleh instansi tersendiri, namun untuk kepentingan perencanaan
pembangunan wilayah pesisir, segenap pengaruh atau keterkaitan tersebut harus dimasukkan
pada saat menyusun perencanaan pembangunan wilayah pesisir.
Terdapat definisi wilayah pesisir dalam dua pendekatan, yaitu definisi scientific dan definisi
yang berorientasi pada kebijakan.
a. Menurut definisi scientific, wilayah pesisir yang diibaratkan sebagai pita yang terbentuk
dari daratan yang kering dan ruang yang berbatasan dengan laut (air dan tanah di bawah
permukaan laut) dimana proses-proses dan pemanfaatan lahan yang terjadi di daratan
secara langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan di laut dan sebaliknya.
(Ketchum, 1972 dalam Kay dan Alder, 1999).
b. Definisi yang berorientasi pada kebijakan yang dikemukakan ada dua definisi yaitu:
1) Definisi wilayah pesisir mencakup daerah sempit sebagai pertemuan antara darat dan
laut yang berkisar antara ratusan dan beberapa kilometer, meluas dari darat mencapai
batas perairan menuju batas jurisdiksi nasional di perairan lepas pantai. Definisi ini
tergantung pada seperangkat issue dan faktor-faktor geografi yang relevan pada setiap
bentangan pesisir yang ada (Hildebrand dan Norena, 1992; Kay dan Alder, 1999).
2) Manajemen wilayah pesisir melibatkan manajemen yang kontinu dari pemanfaatan
lahan di pesisir dan perairan beserta sumber daya yang ada dalam areal yang sudah
ditetapkan, dimana batas-batasnya ditetapkan secara politik melalui perundang-
undangan atau aturan yang ditetapkan oleh eksekutif (Jones dan Westmacott, 1993).
Dari kedua definisi yang berorientasi politik tersebut pada tingkat kebijakan, batas-batas
wilayah pesisir didefinisikan dalam empat cara, yaitu (1) berdasarkan jarak yang tetap, (2)
berdasarkan jarak yang beragam, (3) berdasarkan pemanfaatan, dan (4) merupakan
perpaduan dari ketiga hal tersebut.
Maksud dari uraian berbagai definisi tentang wilayah pesisir adalah memperkaya
wawasan tentang pengertian yang lebih mendasar, batas-batas dan karakteristik kawasan
pesisir. Dari berbagai uraian definisi tersebut, dapat ditengarai beberapa unsur/elemen
yang mendasar, yaitu:
Mengingat bahwa kawasan pesisir adalah merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya
alam dan ekosistem yang paling produktif maka kawasan pesisir mempunyai daya tarik yang
luar biasa bagi manusia untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Aktivitas manusia
dalam memanfaatkan sumber daya alam cenderung berlebihan dan merusak ekosistem yang
ada sehingga semakin hari semakin rusak dan semakin menurun kualitas fungsi ekosistem
dimaksud.
Beberapa alasan lain yang terkait dengan sifat sumber daya pesisir tersebut adalah :
1. Wilayah yang paling tertekan karena berbagai kegiatan pembangunan dan dampak
pembangunan,
2. Wilayah yang kurang diperhatikan, dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana umum,
3. Wilayah yang paling mudah dan banyak diakses karena secara geografis paling mudah
dan murah,
4. Wilayah yang mudah berubah karena sifat-sifat biofisiknya,
5. Pertambahan penduduk yang tinggi, rendahnya kualitas penduduk, dan pada umumnya
menjadi tempat berkembangnya kriminalitas,
6. Sumber daya pesisir sering bersifat akses terbuka (open access), paling tidak secara de-
facto demikian adanya.
2.2. Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan
Tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah untuk: melindungi,
mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dilakukan agar dapat mengharmonisasikan kepentingan pembangunan ekonomi
dengan pelestarian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta memperhatikan karakteristik
dan keunikan wilayah tersebut.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah lebih dari
17.000 pulau dan luas wilayah lebih dari 7 juta km2, yang mencakup 2 juta km2 lebih
wilayah daratan, 3 juta km2 lebih wilayah perairan dan sisanya merupakan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE).Bukan tanpa alasan Indonesia kerap dijuluki sebagai
'Negara Maritim' karena luasnya wilayah perairan tersebut. Keindahan maritim dan
hasil laut Indonesia masih menempati posisi tercantik di dunia. Mencakup wilayah
perairan, pesisir Indonesia juga menyimpan keindahannya tersendiri didukung oleh
kekayaan Sumber Daya Alamnya. Indonesia dengan segala keindahan alamnya
memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan mancanegara, maupun kita
penduduk lokal yang masih sering menghabiskan setengah sore menikmati ombak
kecil tepi pantai. Tetapi dibalik keindahan luasan perairan tersebut, masih banyak
permasalahan yang harus diselesaikan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.
Kerusakan pesisir akibat pembukaan lahan oleh oknum tidak bertanggung jawab,
pengerukan pasir tepi pantai untuk digunakan kembali sebagai bahan bangunan
maupun dikomersilkan dengan harga yang cukup tinggi, serta pengambilan hasil laut
ilegal yang entah tujuannya hanya untuk pemuasan ekonomi maupun sekedar pajangan
estetika semata. Abrasi dan rob juga menyubang sepersekian persen kerusakan garis
pantai.
1. Membuang Sampah Pada Tempatnya
Membuang sampah pada tempatnya merupakan sebuah pelajaran sekaligus
kebiasaan tentang kebaikan sejak dini yang diajarkan oleh sekitar. Tetapi, entah
mengapa semakin beranjak dewasanya kita, kebiasaan ini semakin terlupakan
seperti angin lalu. Melansir info terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,
hingga tahun 2019, sampah di lautan Indonesia mencapai 1,29 Juta Metrik Ton
jumlahnya, dan yang terbanyak diraih oleh sampah plastik. Membuang sampah
pada tempatnya merupakan sebuah narasi sederhana untuk meningkatkan
kepedulian kita terhadap lingkungan, sekaligus menjadi sebuah kegiatan yang amat
sulit dilakukan terutama ketika tidak ditemukan tempat sampah di sepanjang jalan
pulang, atau jarak tempat sampah tersebut jauh dari jangkauan kita.
Pentingnya narasi bahwa sampah dapat merusak sepersekian meter persegi lahan
lingkungan hidup harusnya dipegang erat oleh individu yang masih merasa dirinya
makhluk Bumi. Bayangkan jika 10 orang mampu membuang sampahnya sendiri,
sudah berapa banyak luasan lahan yang ia selamatkan dari isu pencemaran
lingkungan.
Wilayah pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan
ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
Disamping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai
kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa.
Fakta-fakta tersebut antara lain adalah:
1. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 132 juta jiwa atau 60% dari
penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat
dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia
pada masa yang akan datang.
2. Dari total 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sekitar 300 kabupaten/kota berada
di pesisir. Walaupun kewenangannya ada di provinsi, kabupaten/kota ini merupakan
garda terdepan terkait keberhasilan atau kegagalan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah
pesisir.
3. Secara ekonomi, hasil sumber daya pesisir telah memberikan kontribusi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional sekitar 30%. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat
berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai
potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal, seperti sumber energi
dan farmasi.
5. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lautan
yang dapat dikembangkan lebih lanjut meliputi:
2. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh spesies
pohon bakau yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
yang cukup mendapat aliran air dan terlindung dari gelombang dan arus pasang surut yang
kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemuka ken di pantai-pantai teluk yang dangkal,
estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.
Sebagai suatu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memilikibeberapa fungsi ekologis
penting, yaitu:
a) Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
b) Sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon
bakau yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
bagi para pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-
mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
c) Sebagai daerah asuhan, daerah mencari makanan dan daerah pemijahan berbagai biota
perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
Hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi,
kayu bakar, bahan untuk membuat arang dan juga untuk pulp. Disamping itu ekosistem
mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang alam.
3. Padang Lamun
Lamun (sea grass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang hidup terendam di
dalam laut, yang masih dapat dijangkau cahaya matahari yang memadai bagi
pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih dengan sirkulasi yang
baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta
mengangkut hasil metabolisme lamun keluar daerah padang lamun. Secara ekologis padang
lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi perairan pesisir yaitu:
Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai: (1) tempat kegiatan marikultur berbagai jenis
ikan, kerang-kerangan, dan tiram, (2) tempat rekreasi atau pariwisata, (3) sumber pupuk
hijau.
4. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di perairan pesisir daerah
tropis. Secara umum terumbu karang terdiri dari tiga tipe: (1) terumbu karang tepi; (2)
terumbu karang penghalang; (3) terumbu karang cincin atau atol.
Peran terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi adalah sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut.Selain itu terumbu karang terumbu
karang mempunyai peran utama sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan
dan pembesaran, tempat pemijahan bagi berbagai biota seperti beraneka ragam avertebrata,
beraneka ragam ikan, reptil, dan juga habitat bagi ganggang dan rumput laut.
Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung
sebagai:
a) Tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias.
b) Bahan konstruksi bangunan dan pembuatan bahan kapur.
c) Bahan perhiasan.
d) Bahan baku farmasi .
e) Sebagai objek wisata bahari.
Secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia
(Bengen, 2000) yaitu:
1. Sebagai penyedia sumber daya alam
Perairan pesisir menyediakan sumber daya alam yang produktif baik yang dapat
dikonsumsi langsung maupun tidak langsung, seperti sumber daya alam hayati yang
dapat pulih diantaranya sumber daya perikanan, terumbu karang, rumput laut, dan hutan
mangrove. Sumber daya alam nirhayati yang tidak dapat pulih diantaranya sumber daya
mineral, minyak bumi dan gas alam.
2. Penerima limbah
Ekosistem pesisir juga merupakan tempat penampung limbah yang dihasilkan dari
kegiatan manusia. Sebagai tempat penampung limbah, ekosistem ini memiliki
kemampuan terbatas yang sangat bergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk.
Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan, maka kerusakan
ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.
3. Penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan
Disamping sumber daya alam yang produktif, ekosistem pesisir merupakan penyedia
jasa-jasa pendukung kehidupan seperti air bersih dan ruang yang diperlukan untuk
berkiprahnya segenap kegiatan manusia, seperti tempat rekreasi, industri, pemukiman,
dan lain-lain.
Wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil memiliki arti strategis dalam membangun
bangsa dan mensejahterakan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan, kekayaan sumberdaya
alam yang terkandung di wilayah ini, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya non
hayati (Adrianto, 2015). Namun demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan
penduduk dan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir untuk pemukiman, perikanan,
pelabuhan, obyekwisata dan lain-lain juga memberikan tekanan ekologis dan dapat
mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya. (Rahmawati, 2004)
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut sendiri telah diatur dalam undang-undang 27 tahun
2007 jo undang-undang no 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil. Proses pengelolaan terdiri dari kegiatan perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan
sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan NKRI serta
dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah
Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan
masyarakat, antara ekosistem daratan dan lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan
manajemen.
Pemanfaatan wilayah pesisir harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan baik
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah berdasarkan kewenangannya. Oleh
Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah telah menjelaskan pembagian
kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dimana pemerintah provinsi
mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengkoordinasikan penggunaan sumber
daya pesisir dalam batas 12 mil laut dari garis pangkal kearah perairan Indonesia.
Sedangkan pemerintah pusat memiliki kewenangan diluar 12 mil laut dan di dalam 12
mil laut yang merupakan kawasan strategis nasional.
Sebagai bentuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut, Pemerintah Provinsi diwajibkan
menyusun dokumen Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K)
yang mengatur alokasi ruang dan pemanfaatan ruang di wilayah laut dan ditetapkan
melalui perda. Dokumen RZWP3K ini merupakan amanah dari undang-undang 27 tahun
2007 dan setara kedudukannya dengan dokumen RTRW di darat yang merupakan
amanah undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk memastikan
kegiatan pembangunan tersebut sesuai dengan perencanaan maka setiap orang yang
melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian
pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi Perairan yang mana izin
lokasi ini menjadi dasar pemberian izin pengelolaan (UU no 1 tahun 2014 pasal 16).
2. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pemanfatan Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil
Pemanfaatan wilayah pesisir dari kegiatan pembangunan baik dalam bentuk usaha dan /
atau kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan pesisir itu
sendiri. Oleh karena itu, penerapan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
dalam proses pelaksanaan pembangunan sangat penting dijadikan landasan utama
pembangunan wilayah pesisir. Untuk itu, telah diatur dalam peraturan menteri kelautan
dan perikanan nomor 24 tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Izin Lokasi Perairan
Dan Izin Pengelolaan Perairan Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, dimana setiap
orang yang akan melakukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir harus memiliki izin
lokasi perairan. Izin ini merupakan dasar pemberian izin pengelolaan perairan dan atau
izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik yang menggunakan
Perairan Pesisir secara menetap (pasal 5). Tidak hanya itu, selain izin lokasi, kesesuaian
dengan dokumen RZKSN dan RZWP3K (pasal 6) dan izin lingkungan (pasal 26 ayat 5)
menjadi syarat dalam penerbitan izin pengelolaan perairan ini.
Oleh karena itu, dalam pemanfaatan wilayah pesisir, izin lingkungan menjadi penting
sebagai instrument yang memastikan penerapan prinsip keberlanjutan dan berwawasan
lingkungan menjadi koridor pembangunan. Izin Lingkungan adalah Izin yang diberikan
kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan (UU No. 32 tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27
tahun 2012 tentang Izin Lingkungan). Sehingga setiap orang yang akan mengajukan izin
berusaha yang memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan termasuk dalam
kegiatan yang wajib Amdal dan atau UKL-UPL harus mengikuti mekanisme penerbitan
izin lingkungan.
2. Penyesuiaan kebijakan pasca terbitnya UU no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Tanggal 2 november 2020 secara remsi UU cipta kerja ini disahkan dan diundangkan.
Beberapa UU sektoral pun mengalami penyesuaian baik itu merubah, menghapus, dan/atau
menetapkan pengaturan baru. Salah satu yang dilakukan penyesuaian yaitu Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2OO7 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penyesuaian ini untuk mendukung
penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha kaitannya dengan kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang.
Diantara penyesuaian tersebut antara lain terkait dokumen Perencanaan Pengelolaan yang
dulunya terdiri dari dokumen rencana strategis (RSWP3K), rencana zonasi (RZWP3K),
rencana pengelolan (RPWP3K) dan rencana aksi (RAPWP3K) dihapus dan dilakukan
perubahan yaitu dokumen perencanaan pengelolaan terdiri dari Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau kecil (RZWP3K), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional
(RZKSN) dan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZKSNT). Batas
wilayah perencanaan RZWP3K, RZKSN dan RZKSNT ditetapkan oleh pemerintah pusat dan
Kemudian untuk dokumen RZWP3K ini diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi. Dalam hal ini, penerbitan izin berusaha di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil masih menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi sesuai batas wilayah
kewenangan. Namun, secara teknis tetap berkoordinasi dengan Pemerintah pusat dalam
prosesnya.
Penyesuaian lainnya adalah penghapusan tentang izin lokasi perairan dan izin pengelolaan,
sehingga setiap kegiatan atau setiap orang yang akan melakukan pemanfaatan ruang di
Perairan Pesisir cukup menajukan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan di laut dari
pemerintah pusat dan wajib dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang dan atau rencana
zonasi. Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan di laut yang sebelumnya tidak dapat
diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai
umum, diubah menjadi hanya tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi
saja.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan di laut akan
diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dan masih ada beberapa pasal lagi yang dilakukan
penyesuaian yang tidak sempat dijelaskan oleh kami dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada pasal 18 UU no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya masih
dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian
daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin (Ketchum, 1972).
Upaya mitigas dampak lingkungan dari kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir, laut dan pulau-
pulau kecil perlu dilakukan sebagai bentuk pengelolan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Kesesuaian dengan dokumen RZWP3K, penyusunan Amdal dan atau UKL-UPL
merupakan instrument untuk mengidentifikasi sejak awal dampak lingkungan yang ditimbulkan
agar upaya mitigasi daapt dipersiapkan untuk meminimalkan dampak negative dan
mengoptimalkan dampak positif dari sebuah kegiatan usaha khususnya di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Kaitannya dengan UU Cipta Kerja, beberapa UU sektoral salah satunya UU pengelolaan wilayah
pesisir mengalami penyesuaian pasal baik itu diubah, dihapus, dan/atau penambahan pengaturan
baru. Penyesuaian ini untuk mendukung penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
kaitannya dengan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
Percepatan penyusunan peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah menjadi sangat penting
untuk segera diselesaikan agar mekanisme pemanfaatan ruang pesisir dan laut menjadi lebih
jelas, terarah dan dapat diawasi sehingga tetap menjaga kelestarian ekosistem perairan pesisir,
kesejahteraan masyarakat, nelayan tradisional, dan selaras dengan kepentingan nasional.
3.2 Saran
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu pesisir kepulauaan.
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang batas wilayah pesisir dan
wilayah kepulauan dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG. 2001. Pedoman Teknik Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor:
Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Laut IPB.
Carter, J.A. 1996. Introductory Course on Integrated Coastal Zone Management (Training
Manual). Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara,
Medan dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia,
Jakarta; Dalhousie University, Environmental Studies Centres Development in Indonesia Project.
Dahuri R, Ginting Sp, Rais J, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Adrianto, Lucky. dkk. 2015. Analisis dan Evaluasi
Hukum tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pusat Perencanaan Pembangunan
Hukum Nasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.