Anda di halaman 1dari 26

PERENCANAAN DAN ANALISA USAHA PERIKANAN

“PROPOSAL ANALISA USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT


EUCHEUMA COTTONII”

Disusun oleh:

ITA SARI (19410003)

USU FIANI (19410004)

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDIN

BAUBAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya penyusunan


proposal mata kuliah Perencanaan Dan Analisa Usaha Perikanan dengan judul
proposal “Proposal Analisa Usaha Budidaya Rumput Laut Eucheuma
Cottonii” dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
junjungan nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya semoga
tercurahkan rahmat-Nya sampai kepada kita umatnya .
Proposal ini merupakan tugas dari mata kuliah Perencanaan dan Analisa
Usaha Perikanan yang diberikan untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan maka untuk itu saran dan kritikan, kami harapkan demi perbaikan
proposal ini dan penyempurnaan ilmu pengetahuan kita semua.

Baubau, 22 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Aspek Teknis Dan Aspek Produksi...........................................................3
2.1.1 Ketersediaan Bibit atau Benih............................................................3
2.1.2 Ketersediaan Bahan Baku..................................................................3
2.1.3 Adanya Sumber Daya Perairan..........................................................4
2.1.4 Sumber Daya Manusia Yang Terampil..............................................6
2.1.5 Prasarana Usaha Lainnya...................................................................6
2.1.6 Metode Budidaya...............................................................................6
2.2 Aspek Pasar Dan Pemasaran...................................................................10
2.2.1 Pasar.................................................................................................10
2.2.2 Jumlah Permintaan.................................................................................11
2.2.3 Model Pemasaran...................................................................................11
2.2.4 Sarana Distribusi....................................................................................12
BAB III PROVIT USAHA .……………………...…………………………….13
3.1 Aspek Ekonomi Dan Analisis Keuangan.....................................................13
3.1.1 Investasi Usaha................................................................................................13
3.1.2 Modal Usaha...................................................................................................13
3.1.3 Keuntungan Usaha.........................................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
4.1 Kesimpulan...................................................................................................22
4.2 Saran.............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha bidang perikanan merupakan salah satu usaha yang produktif tapi
masih jarang diminati oleh pengusaha baik lokal maupun investor asing. Akan
tetapi pada beberapa tahun terakhir ini, usaha bidang perikanan mulai diminati
masyarakat. Salah satu penyebab beralihnya ke bidang usaha perikanan karena
semakin tingginya permintaan akan produk perikanan. Perubahan konsumsi
ke arah produk perikanan haruslah segera ditangkap sebagai suatu peluang
usaha yang menjanjikan. Sebagai pelaku usaha perikanan harus jeli melihat
kesempatan usaha tersebut, salah satunya adalah usaha budidaya rumput laut.
Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi
kelautan dan perikanan di samping udang dan tuna karena beberapa
keunggulannya antara lain: peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, belum
ada quota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidayaannya
sederhana, sehingga mudah dikuasai, siklus pembudidayaannya relatif singkat,
sehingga cepat memberikan keuntungan, kebutuhan modal relatif kecil.
Rumput laut merupakan komoditas yang tak tergantikan karena tidak ada
produk sintetisnya, usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang
padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja.
Menurut Pong-Masak (2010), selama ini budidaya rumput laut
Eucheuma cottonnii dengan metode longline hanya memanfaatkan luas
permukaan air. Sementara dengan metode vertikultur dapat memanfaatkan kolom
perairan sampai batas kecerahan perairan. Selain dari sisi produksi, metode
vertikultur juga dapat menghemat lahan. Dengan demikian, vertikultur dapat
menjadi solusi konflik penggunaan lahan perairan di sentra-sentra
pengembangan budidaya rumput laut.
Budidaya rumput laut tidak memerlukan teknologi yang tinggi,
investasi cenderung rendah, menyerap tenaga kerja yang cukup banyak serta
menghasilkan keuntungan yang relatif besar. Pengembangan usaha tersebut
diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran (pro job), meningkatkan

1
pendapatan masyarakat (pro growth) serta pada gilirannya nanti dapat menekan
angka kemiskinan (DKP, 2006).
Budidaya rumput laut di Desa Oengkolaki Kecamatan Mawasangka
Induk Kabupaten Buton Tengah meliputi pemilihan aspek teknis dan aspek
produksi, aspek ekonomi dan analisis keuangan, serta aspek pasar dan
pemasaran.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan Masalah Bagaimana analisis kelayakan usaha budidaya rumput
laut (Eucheuma cottonii) di Desa Oengkolaki Kecamatan Mawasangka Induk
Kabupaten Buton Tengah.
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah
ingin mengetahui analisis kelayakan usaha rumput laut (Eucheuma cottonii) di
Desa Oengkolaki Kecamatan Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Teknis Dan Aspek Produksi


2.1.1 Ketersediaan Bibit atau Benih
Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi rumput laut adalah
ketersediaan bibit rumput laut, mengingat luas lahan budidaya yang tersedia
masih sangat besar. Sumber bibit rumput laut berasal dari milik sendiri yaitu
dengan pengembangan vegetatif dengan cara menyisihkan thalus dari hasil
budidaya serta bantuan dari pemerintah pada tahun 2019. Keterampilan dalam
menyeleksi bibit yang baik menjadi pembatas bagi sebagian masyarakat
pembudidaya, sehingga hasil produksi menjadi kurang optimal.Seiring dengan
berkembangnya usaha budidaya rumput laut, maka keberadaan sentra pembibitan
rumput laut sangat diperlukan dalam rangka mendukung berkembangnya usaha
budidaya rumput laut di masyarakat. Guna memenuhi kebutuhan bibit masyarakat
pembudidaya, keberadaan sentra kebun bibit sangat dibutuhkan.Namun
demikian, kualitas produksi bibit pada kebun bibit rumput laut dirasakan masih
kurang bagus. Hal ini berdampak pada penurunan produksi pada sentra-sentra
produksi rumput laut.
Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya rumput laut adalah
bibit yang digunakan, oleh sebab itu bibit yang digunakan sebaiknya bibit yang
baik sehingga akan menghasilkan panen yang baik pula. Bibit yang digunakan
adalah tanaman muda hasil budidaya dengan kriteria sebagai berikut:
a. Bercabang banyak dan rimbun
b. Tidak terdapat bercak dan tidak terkelupas
c. Warna spesifik (cerah)
2.1.2 Ketersediaan Bahan Baku
Sarana usaha budidaya rumput laut ini meliputi sarana pokok dan sarana
penunjang. Di lokasi tempat budidaya terdiri dari; jangkar tambahan sebanyak 6
buah , Tali nilon thai 8 mm sebanyak 40 kg, tali nilon berukuran 2 mm sebanyak 8
roll, pelampung aqua sebanyak 800 buah, pelampung gabus sebanyak 20 buah,

3
perahu motor 1 unit, karung sebanyak 180 buah, jangkar utama 5 kg, sebanyak 2
buah, pisau sebanyak 3 buah, terpal ukuran 25 * 35 sebanyak 1 buah. Sarana
lainnya berupa tempat penampungan bibit serta penjemuran rumput laut dengan
menggunakan terpal yang terbuat dari plastik, tempat penampungan rumput laut
kering, gardu berukuran 3x4 m sebagai tempat pekerja mengikat rumput laut ke
tali ris.
Sarana penunjang berupa peralatan kerja seperti terpal plastik, botol plastik,
pisau, kayu, sampan, motor (untuk membawa hasil panen ke rumah).
2.1.3 Adanya Sumber Daya Perairan
Tenaga kerja yang terampil memiliki pengaruh yang besar terhadap
produk yang dibudidayakan. Tanpa di dukung tenaga kerja yang terampil maka
kualitas dan kuantitas hasil yang di budidayakan tidak akan sesuai dengan
permintaan konsumen dan harapan pembudidaya. Keterampilan yang di miliki
oleh tenaga kerja ini berasal dari pelatihan yang dilakukan oleh pemilik dan
instansi terkait BBRL.
Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang sangat
melimpah di perairan Indonesia. Menurut data Ditjen Perikanan Tangkap, bahwa
produksi rumput laut nasional tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton atau meningkat
tiga kali lipat dari produksi rumput laut tahun 2010 yaitu 3,9 juta ton. Rumput laut
secara traditional telah lama digunakan sebagai bahan makanan dan obat-obatan
karena kaya akan mineral, elemen makro dan elemen mikro lainnya. Beberapa
jenis rumput laut mengandung mineral penting yang berguna untuk metabolisme
tubuh seperti iodin, calcium dan selenium (Burtin, 2006). Di Jepang, rumput laut
merupakan menu sehari-hari sehingga orang Jepang jarang sekali terkena penyakit
kanker, dibandingkan dengan orang Jepang yang telah bermigrasi ke Amerika
dimana rumput laut tidak lagi menjadi menu harian mereka (Arabei, 2000).
Sebagai bahan aktif dari alam, beberapa riset menemukan bahwa rumput laut
mengandung senyawa bioaktif seperti karotenoid, senyawa fenol dan
turunannya,sulfat polisakarida dan vitamin. Senyawa-senyawa ini mempunyai
fungsi biologis salah satunya sebagai antioksidan untuk mencegah radikal bebas. 
Saat ini permintaan akan antioksidan alami berkembang sangat cepat karena

4
antioksidan sintetis sering digunakan untuk makanan tetapi penggunaanya mulai
dibatasi karena beracun. Salah satu alternatif sumber antioksidan alami yang
berasal dari tanaman adalah rumput laut.
Rumput laut pada waktu ini menjadi salah satu komoditas pertanian
penting yang makin banyak dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin
meningkat. Disamping karena kandungan agarnya juga ada kandungan karagenan
(Carrageenan) yang penggunaannya makin meluas. Manfaat rumput laut
diantaranya:
a. Agar-agar
Masyarakat pada umumnya mengenal agar - agar dalam bentuk tepung yang
biasa digunakan untuk pembuatan puding. Sekarang ini penggunaan agar-agar
semakin berkembang, yang dulunya hanya untuk makanan saja sekarang ini telah
digunakan dalam industri tekstil, kosmetik, dan lain-lain. Fungsi utamanya adalah
sebagai bahan pemantap, dan pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi,
dan bahan pembuat gel. Dalam industri, agar-agar banyak digunakan dalam
industri makanan seperti untuk pembuatan roti, sup, saus, es krim, jelly, permen,
serbat, keju, puding, selai, bir, anggur, kopi, dan cokelat. Dalam industri farmasi
bermanfaat sebagai obat pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul, dan bahan
campuran pencetak contoh gigi.
b. Karaginan
Rumput laut penghasil kandungan karagenan yang banyak dibudidayakan
adalah spesies Eucheuma, ialah Eucheuma Cottoni dan Eucheuma Spinosum.
Karagenan merupakan bahan yang unik untuk berbagai industri makanan seperti
kemampuan dengan konsentrasi rendah mengikat cokelat ke dalam susu cokelat.
Sari karegenan juga dipergunakan untuk pembuatan “dessertgel” semacam agar
untuk hidangan penutup makan. Karagenan memiliki derajat panas pencairan
yang tinggi, sehingga mudah dipasarkan di daerah tropis atau di tempat yang tidak
tersedia lemari pendingin (Refrigerator). Agar karagenan juga banyak
dipergunakan sebagai bahan penambah (additive) pada berbagai makanan Eropa.
Kegunaan keraginan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai
pengatur keseimbangan, pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Keraginan

5
banyak digunakan dalam industri makanan untuk pembuatan kue, roti, makroni,
jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis produk daging. Dalam industri
farmasi banyak dimanfaatkan untuk pasta gigi dan obat - obatan. Selain itu juga
dapat dimanfaatkan dalam industri tekstil, kosmetik dan cat.
2.1.4 Sumber Daya Manusia Yang Terampil
Usaha budidaya rumput laut telah menjadi mata pencaharian utama
sebagian besar masyarakat pesisir. Metode budidaya rumput laut yang diterapkan
juga masih konvensional karena dianggap mudah, murah, dan cukup
mengandalkan lingkungan perairan laut saja. Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang
bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya terutama pembudidaya
lokal. Menggunakan tenaga lokal dapat menghemat biaya produksi dan sekaligus
membuka peluang usaha.
Maka dari itu dibutuhkan pelatihan dalam mengolah budidaya rumput laut
kepada masyarakat setempat agar dapat memaksimalkan potensi rumput laut.
2.1.5 Prasarana Usaha Lainnya
Prasana usaha lain, antara lain menjaring ikan dan mencari kepiting
bakau, sebagai pendapatan tambahan untuk pemasukan ekonomi keluarga selain
dari usaha budidaya rumput laut.
2.1.6 Metode Budidaya
a. Pemilihan Lokasi
Keberhasilan usaha budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh
ketepatan dalam memilih lokasi budidaya rumput laut, dalam penentuan lokasi
budidaya juga harus memperhatikan daya dukung perairan di wilayah tersebut.
Daya dukung perairan untuk kegiatan budidaya laut dapat diartikan sebagai
kemampuan lingkungan perairan tersebut untuk menopang kehidupan dan
pertumbuhan rumput laut secara maksimal. Dalam pemilihan lokasi ada 3 faktor
yang menjadi pertimbangan yaitu faktor resiko, kemudahan (aksebilitas) dan
faktor ekologis.
1. Faktor Resiko
a) Keterlindungan
Keberhasilan usaha budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh ketepatan

6
dalam memilih lokasi budidaya rumput laut, dalam penentuan lokasi budidaya
juga harus memperhatikan daya dukung perairan di wilayah tersebut. Daya
dukung perairan untuk kegiatan budidaya laut dapat diartikan sebagai kemampuan
lingkungan perairan tersebut untuk menopang kehidupan dan pertumbuhan
rumput laut secara maksimal. Dalam pemilihan lokasi ada 3 faktor yang menjadi
pertimbangan yaitu faktor resiko, kemudahan (aksebilitas) dan faktor ekologis.
b) Keamanan
Masalah pencurian dan perbuatan sabotase mungkin dapat terjadi, sehingga
upaya pengamanan baik secara individual maupun bersamasama harus dilakukan.
Pemilik usaha harus menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar lokasi
budidaya.
c) Konflik kepentingan
Beberapa kegiatan perikanan (kegiatan penangkapan ikan, pengumpul ikan
hias) dan kegiatan non perikanan (pariwisata, perhubungan laut, industri, taman
nasional laut) dapat berpengaruh negatif terhadap aktivitas usaha rumput laut.
2. Faktor Kemudahan
Pemilik usaha budidaya rumput laut biasanya memilih lokasi yang berdekatan
dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan
dapat dilakukan dengan mudah. Lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana
jalan, karena dapat mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya,
bibit, dan hasil panen. Hal tersebut akan mengurangi biaya pengangkutan.
Lokasi budidaya rumput laut di desa oengkolaki tempat kami meneliti
terbilang cukup dekat dengan rumah pelaku budidaya dengan jarak kurang lebih 1
kilo, yang dimana mereka pulang pergi menggunakan motor.
3. Faktor Ekologis
Faktor ekologis yang perlu diperhatikan antara lain: arus, kondisi dasar
perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, ketersediaan bibit dan
tenaga kerja yang terampil.
a) Arus
Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan (nutrients)
melalui aliran air yang melewatinya. Gerakan air yang cukup dapat membawa

7
nutrient yang cukup pula dan sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada
thallus, membantu pengudaraan dan mencegah adanya fluktuasi suhu air yang
besar. Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20-28ºC. Besarnya
kecepatan arus yang ideal antara 20-40 cm/detik. Indikator suatu lokasi yang
memiliki arus yang baik yaitu adanya tumbuhan karang lunak dan dan padang
lamun yang bersih dari kotoran dan kemiringan ke satu arah.
b) Dasar perairan
Perairan yang mempunyai dasar pecahan-pecahan karang dan pasir kasar
dipandang baik untuk budidaya rumput laut euchema spp. Kondisi dasar perairan
yang demikian merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik. Jenis dasar
perairan dapat dijadikan indikator gerakan air laut
Sementara dasar perairan lokasi budidaya rumput laut di Desa Oengkolaki
Kecamatan Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah bercampur dengan
lumpur dikarenakan berdekatan dengan muara sungai yang menunjukan adanya
gerakan air yang kurang.
c) Kedalaman Air
Kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut euchema cottonii
adalah 5-20 m untuk metode rawai (long line) dan sistem jalur. Kondisi ini untuk
menghindari rumput laut kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar
matahari.
d) Salinitas
Salinitas yang baik berkisar antara 28-35 ppt. Untuk memperoleh perairan
dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan
muara sungai.
Sementara di lokasi budidaya rumput laut di Desa Oengkolaki itu berdekatan
dengan muara sungai.
e) Kecerahan
Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh (biasanya
mengandung lumpur) dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air
sehingga proses fotosintesis terganggu. Disamping itu kotoran dapat menutupi
permukaan thallus dan menyebabkan thallus tersebut membusuk dan patah.

8
Secara 49 keseluruhan kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan rumput laut.
f) Pencemaran
Perairan yang telah tercemar oleh limbah rumah tangga, limbah industri,
maupun limbah kapal laut harus dihindari. Semua bahan cemaran dapat
menghambat pertumbuhan rumput laut. Di Desa Oengkolaki Kecamatan
Mawasangka Kabupaten Buton Tengah bebas dari pecemaran di atas.
Di dalam teknik budidaya ada dua hal yang perlu diperhatikan. yaitu
pemilihan bibit dan metoda budidaya. Penerapan metode budidaya rumput laut
harus disesuaikan dengan kondisi perairan dimana rumput laut akan
dibudidayakan.
Model budidaya rumput laut yang berada di pesisir Desa Oengkolaki
Kecamatan Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah ialah Model pertama
merupakan kelompok petani rumput laut yang menggunakan kombinasi modal
sendiri dan modal dari bantuan pemerintah, budidaya rumpu laut didaerah ini
dijalankan per keluarga.
Tujuan dari pembudidayaan rumput laut adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan petani rumput laut, selama ini pekerjaan pokok mereka sebagai
nelayan belum mampu meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan selama melakukan penelitian didapatkan fakta bahwa keadaan
ekonomi responden berada pada tingkat rendah, sehingga diharapkan setelah
adanya budidaya rumput laut yang dilakukan akan mampu meningkatkan
kesejahteraan secara bertahap.
Penerapan metode budidaya rumput laut harus disesuaikan dengan kondisi
perairan dimana rumput laut akan dibudidayakan. Beberapa metode budidaya
rumput laut yaitu:
a) Metode dasar (bottom method)
Metode dasar adalah metode pembudidayaan rumput laut menggunakan
benih bibit tertentu, yang telah diikat, kemudian ditebarkan ke dasar perairan, atau
sebelum ditebarkan benih di ikat dengan batu karang. Metode ini juga terbagi atas
dua yaitu : metode sebaran (broadcast) dan juga metode budidaya dasar laut

9
(bottom farm method).
b) Metode lepas dasar (Off-bottom method)
Metode ini dilakukan dengan mengikatkan benih rumput laut (yang diikat
dengan tali rafia) pada rentangan tali nilon atau jaring di atas dasar perairan
dengan menggunakan pancang-pancang kayu. Metode ini terbagi atas : metode
tunggal lepas dasar (Off-bottom monoline method), metode jaring lepas dasar
(Off-bottom-net method), dan metode jaring lepas dasar berbentuk tabung (Off-
bottom-tabular-net method).
c) Metode apung (floating method)
Metode ini merupakan rekayasa bentuk dari metode lepas dasar. Pada
metode ini tidak lagi digunakan kayu pancang, tetapi diganti dengan pelampung.
Metode ini terbagi menjadi : metode tali tunggal apung (Floating-monoline
method), dan metode jaring apung (Floating net method).
Adapun metode budidaya rumput laut yang digunakan di Desa Oengkolaki
Kecamatan Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah ialah:
 Metode Rawai Panjang (Long Line Method); Metode rawai panjang
dilakukan dengan mengikat bibit rumput laut pada tali ris yang
direntangkan dengan panjang 10 m dan menggunakan 2 pancang/patok.
Pada tali ris diikatkan tali anak (cincin) yang saling berselang antara jarak
7 cm. Digunakan pelampung yang biasa dibuat dari botol, pelampung
diikatkan sepanjang tali setiap 2 m.
2.2 Aspek Pasar Dan Pemasaran
2.2.1 Pasar
Pasar di Indonesia terdiri dari 3 jenis,yaitu Pasar Lokal,Pasar Regional,Dan
Pasar Global :
a. Pasar lokal
Pasar lokal rumput laut biasanya dilakukan oleh pedagang rumput laut dan
dalam jumlah relatif kecil kurang dari 5 ton rumput laut kering. Pedagang rumput
laut membeli raw material ke pembudidaya dan menjualnya kepada pedagang lain
yang berada di wilayah lain dalam satu propinsi.
b. Pasar Regional

10
Pasar regional rumput laut biasanya dilakukan oleh perusahaan lokal yang
membeli raw material dipembudi daya rumput laut kemudian diolah menjadi
beberapa olahan rumput laut seperti Semi-refined Carrageenan, Refined
Carrageenan (RC) dan Alkali Treated Carrageenan Chips (ATCC) yang diserap
oleh pembeli dari luar provinsi dan pasar ekspor.
c. Pasar Global
Rendahnya realisasi nilai ekspor rumput laut Indonesia di pasar global
disebabkan oleh jenis produk ekspor rumput laut Indonesia yang didominasi oleh
produk rumput laut kering (raw material) sebesar 80% dan produk rumput laut
olahan (Agar-agar dan Karaginan) sebesar 20%.
2.2.2 Jumlah Permintaan
Selama ini rumput laut masih mendominasi dengan share sebesar 60,7%
terhadap total produksi perikanan budidaya nasional. KKP mencatat angka
sementara tahun 2019, produksi rumput laut nasional mencapai 9,9 juta ton. 
Merujuk pada data FAO (2019), sambungnya, Indonesia merupakan
produsen terbesar nomor satu dunia khususnya untuk jenis eucheuma cottoni dan
menguasai lebih dari 80% supply share, utamanya untuk tujuan ekspor ke china.
Namun demikian, saat ini ekspor rumput laut indonesia ke china hampir 80%
masih didominasi raw material. Untuk itu penting menaikan nilai tambah devisa
ekspor dengan menggenjot ekspor non raw material, paling tidak 50% bisa
diekspor dalam bentuk setengah jadi seperti semi refine carrageenan dan refine
carrageenan.
2.2.3 Model Pemasaran
Sistem pemasaran budidaya rumput laut di Desa Oengkolaki Kecamatan
Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah dijual langsung kepengepul
lokal .Harga yang di berikan oleh pengumpul lokal berubah-ubah mengikuti
nilai nominal dollar di pasar Internasional. Penentuan harga dari pihak pembeli
dan petani rumput laut sebagai penjual hanya mengikuti harga sesuai yang di
tentukan pembeli (pengumpul lokal).
Pada awalnya petani budidaya rumput laut menjual kepada pengumpul
lokal yang berada di daerah yang sama maupun pengumpul lokal dari luar daerah.

11
Setelah rumput laut kering berada di tangan pengumpul lokal, maka rumput laut
di kumpulkan kemudian di keringkan sampai standar kadar yang diinginkan.
Setelah itu, pengumpul lokal menjual kepada pengumpul besar yang sudah
berbadan usaha dan dikirim melalui jalur transportasi darat ke tujuan untuk
diperiksa kembali sebelum di ekspor ke luar negeri.
2.2.4 Sarana Distribusi
Saluran distribusi adalah saluran yang akan digunakan oleh perusahaan
untuk menyalurkan/mendistribusikan barang yang dihasilkan kepada perusahaan
lain atau konsumen akhir. Dimana menurut para ahli pemasaran bahwa saluran
distribusi terbagi atas dua macam yaitu saluran distribusi langsung dan saluran
distribusi tidak langsung. Saluran distribusi langsung adalah saluran yang
digunakan oleh perusahaan untuk mendistribusikan barang yang dihasilkan
langsung kepada konsumen akhir, sedangkan saluran distribusi tidak langsung
melalui agen atau perusahaan lain dulu sebelum tiba ke tangan konsumen. Bagan
saluran pemasaran rumput laut Eucheuma Cottoni di Desa Oengkolaki ditunjukan
pada bagan berikut.

Petani Rumput Laut

Petani Pengumpul

Pedagang Besar

Industri Konsumen

Bagan 1. Saluran pemasaran rumput laut di Desa Oengkolaki

12
BAB III

PROVIT USAHA
3.1 Aspek Ekonomi Dan Analisis Keuangan
3.1.1 Investasi Usaha
Untuk mendirikan usaha atau proyek pengembangan usaha budidaya
Rumput Laut dengan metode rawai, dibutuhkan sejumlah dana untuk membiayai
investasi dan modal kerja.
a. Pembuatan rawai satu petak (20 m x30 m ) ,jarak bibit 1 meter
b. Pembuatan Wadah Budidaya
c. Pengadaan sarana kerja
Sedang untuk modal kerja meliputi : perawatan,upah atau gaji, dan lain-lain.
Adapun jumlah dana untuk membiayai berbagai komponen biaya di atas, di hitung
berdasarkan tingkat harga di wilayah proyek dan beberapa asumsi. Asumsi –
asumsi tersebut, adalah :
1. umur proyek 5 tahun
2. sumber dana untuk membiayai kegiatan investasi khusus untuk biaya
investasi berasal dari modal sendiri dan bantuan dari pemerintah.
3. penyusutan atas aktiva tetap dihitung dengan metode garis lurus dengan
nilai sisa = 4.984.000 dan dari umur setiap aset berfariasi bergantung pada
alat yang digunakan.
4. jangka waktu di panen adalah 4 kali setahun
3.1.2 Modal Usaha
Biaya tetap adalah biaya yang tetap berjumlah sama, tidak berkaitan
dengan berapa volume produksi atau jasa yang dihasilkan. Artinya, ketika volume
tinggi maupun rendah, biaya yang diperlukan tetap sama. Biaya tetap tidak
terpengaruh fluktuasi sesaat yang mungkin terjadi.
Sementara biaya variable adalah biaya yang ikut berubah. Perubahan ini
berjalan beriiringan dengan perubahan dalam output atau hasil produksi.

13
Tabel 1. Biaya Investasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma
Cottonii
N Total Umur Penyusutan/
Jenis Barang Jumlah
o Biaya (Tahun) Tahun
1 Tali Nilon 2 mm 8 roll 1.200.000 10 120.000
2 Jangkar Tambahan 6 buah 3.300.000 10 330000
3 Tali nilon thai 8 mm 40 kg 4.800.000 5 960000
4 Pelampung Aqua 800 buah 1.200.000 1 1200000
5 Pelampung gabus 20 buah 2.200.000 5 440000
6 perahu motor 1 unit 5.000.000 5 1000000
7 karung 180 buah 540.000 1 540000
8 jangkar utama 5 kilo 2 buah 2.500.000 10 250000
9 pisau 3 buah 60.000 1 60000
10 terpal plastik 3 x 5 5 buah 420.000 5 84000
Jumlah 21.220.000 4.984.000
Biaya operasional yang dikeluarkan untuk usaha budidaya rumput laut
meliputi biaya tetap dan biaya variable. Besarnya kedua jenis biaya tersebut
masing-masing Rp. 25.984.000 dan Rp 4.000.000 sehingga total biaya operasional
29.984.000
Tabel 2 Rincian kebutuhan biaya operasioanl usaha budidaya rumput
laut eucheuma cottonii
4 x produksi
Biaya Tetap 1 tahun (Rp)
(Rp)
Gaji Karyawan 5.250.000 21.000.000
Penyusutan 4.984.000
Jumlah Biaya Tetap 25.984.000

Biaya Variabel
Benih 4.000.000
Jumlah Biaya Variabel 4.000.000

14
Total Biaya Operasional 29.984.000

Penerimaan yang diperoleh usaha budidaya rumput laut dalam per tahun
dengan 4 kali musim panen sebesar Rp 162.000.000 secara rinci dijelaskan dalam
table dibawah ini.
Tabel 3 Penerimaan yang diperoleh pembudidaya
4x
Penerimaan Produksi 1 Tahun
Produksi kering(kg) 1.000 4.000
Harga Jual (Rp/kg) 27.000 27.000
Jumlah 108.000.000

3.1.3 Keuntungan Usaha


a. BC Ratio (Benefit Cost Ratio)
Menurut Indriani dan Suminarsih (2003) Benefit Cost Ratio merupakan
analisa yang paling sederhana karena masih dalam keadaan nilai kotor. Lewat
analisis B/C dapat diketahui kelayakan suatu usaha.Bila nilainya 1 (satu), berarti
usaha itu belum mendapatkan keuntungan dan perlu adanya pembenahan. Rumus
untuk mendapatkan nilai B/C adalah:

Untuk menilai kelayakan usaha digunakan analisis kriteria investasi Benefit


Cost Ratio(B/C). Adapun nilai kriteria investasi usaha budidaya rumput laut
diperairan Pulau Kabaena adalah sebagai berikut:

108.000 .000
B/C= =3,6
29.984 .000
B/C ratio menunjukkan perbandingan antara keuntungan dan biaya produksi.
Berdasarkan perhitungan B/C ratio, diperoleh nilai B/C ratio adalah 3,6.

15
Berdasarkan kriteria nilai B/C, nilai B/C ratio yang diperoleh lebih besar dari 1
sehingga dapat di interpretasikan bahwa usaha budidaya rumput laut diperairan
Desa Oengkolaki layak dilaksanakan, atau dapat dijelaskan bahwa dengan modal
Rp 29.984.000 kita dapat memperoleh hasil penjualan sebesar 1 kali jumlah
modal.
b. BEP (Break Event Point)
Analisa BEP merupakan alat analisis untuk mengetahui batas nilai produksi
atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak
rugi). Usaha dinyatakan layak bila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah unit
yang sedang diproduksi saat ini. Sementara BEP harga harus lebih rendah
daripada harga yang berlaku saat ini.
Cara menghitung BEP atau cara mencari BEP harus dihitung dari empat
komponen yang meliputi:
1. Biaya tetap (fix cost) yakni biaya yang harus tetap dikeluarkan perusahaan
meskipun jumlah produksi berubah contohnyanya biaya gaji karyawan
tetap, biaya sewa tempat, biaya penyusutan, bunga bank, dan sebagainya.
2. Biaya variabel (variabel cost) biaya yang besarannya proporsional sesuai
dengan volume produksi misalnya biaya upah lembur, biaya bahan baku,
BBM, dan sebagainya. Pendapatan (revenue) total dari uang yang diterima
dari hasil penjualan.
3. Laba (profit) adalah selisih antara total penghasilan dikurangi dengan
biaya tetap dan biaya variabel.
Dalam perhitungan akuntansi BEP adalah digunakan untuk menemukan
persamaan di mana biaya yang dikeluarkan untuk produksi barang sesuai dengan
pendapatan yang didapat dalam satu periode.
Berikut beberapa manfaat dari BEP:
1. Perusahaan bisa menentukan kapasitas produksi agar bisa mencapai
keuntungan Dengan BEP adalah perusahaan bisa melakukan efisiensi.
2. Mengetahui perubahan harga jual, biaya, dan volume produksi
Penyesuaian jumlah penjualan dan harga barang produksi agar tidak
merugi

16
3. Dengan BEP adalah perusahaan bisa mendapatkan informasi untuk proses
pengambilan keputusan.

a
BEP Poduksi=
(c−b)

a
BEP Harga=
bx
1−( )
cx
Keterangan:
c= Harga jual per unit
x= Jumlah produk yang dijual
b= biaya variable per satuan
a= biaya tetap total
cx= hasil penjualan
bx= biaya variable total
Analisis usaha pada usaha perikanan umumnya dihitung untuk periode
satu tahun, seperti pada usaha pembesaran atau usaha penangkapan. Namun, pada
usaha yang perputaran uangnya cepat atau proses produksinya berlangsung dalam
waktu singkat seperi pada usaha pembenihan (proses produksi bisa berlangsung
antara 2 minggu hingga 3 bulan), dan usaha pengolahan ikan (proses produksinya
dalam satu bulan bisa 10-20 kali), analisa usaha dapat dihitung dalam jangka
waktu yang lebih pendek, misalnya untuk periode 3 bulan atau 6 bulan.

25.984 .000
BEP= =999,38 kg
(27.000−1.000)

25.984 .000
BEP=
1− ( )
4.000 .000 = 26.983.385
108.000 .000

Nilai BEP produksi sebesar 999,38 kg menunjukkan bahwa titik impas atau
kondisi perusahaan tidak utung atau tidak rugi akan dicapai pada produksi usaha

17
sebesar 999,38 kg. Sementara nilai BEP harga sebesar Rp. 26.983.385
menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi perusahaan tidak untung atau tidak
rugi akan dicapai pada saat harga jual rumput laut sebesar 26.983.385.
c. Analisis Laba / Rugi
Analisis laba/rugi bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau
kerugian dari usaha yang dikelola. Suatu usaha yang menguntungkan akan
memiliki nilai penerimaan lebih besar dari pada total pengeluaran.
Keuntungan= Penerimaan – (total biaya tetap + total biaya variable)
Keuntungan = 108.000.000 – (25.984.000+4.000.000) = 78.016.000
Dengan demikian, selama 4 kali panen dalam 1 tahun usaha budidaya rumput
laut menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 78.016.000
d. Analisis Pengembalian Investasi (ROI)
Return on Investment adalah rasio keuntungan atau kerugian yang dihasilkan
dari kegiatan penanaman modal terhadap jumlah uang yang di investasikan. Rasio
ini digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari sebuah kegiatan investasi dengan
cara mengukur secara langsung jumlah pengembalian dari biaya investasi yang
telah dikeluarkan.

Laba/rugi = Penerimaan – Total Biaya Operasional


= 108.000.000 – 29.984.000
= 78.016.000
Dengan demikian, selama 4 kali panen dalam 1 tahun usaha budidaya
rumput laut menghasilkan keuntungan Rp. 120.940.000

ROI = Laba Bersih


Total Investasi
= 78.016.000
= 21.220.000
= 3,7 %

Dari perhitungan ROI diatas, dapat dilihat bahwa ROI diperoleh adalah

18
sebesar 3,7 %. Presentase tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput
laut memperoleh 3,7 % keuntungan dari besarnya modal yang dikeluarkan selama
1 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut
Eucheuma Cottonii dengan metode Rawai Panjang (Long Line Method) ini
mendapatkan keuntungan Rp. 3,7 dalam setiap Rp. 100 yang di investasikan.
d. Penyusutan
Biaya penyusutan dapat diartikan sebagai pengalokasian harga suatu aktiva
tetap selama masa kegunaannya dengan metode tertentu. Jadi, timbulnya biaya
penyusutan ini di akibatkan oleh berkurang suatu manfaat aktiva dari waktu ke
waktu. Dalam perhitungan biaya penyusutan terdapat 3 faktor yang
mempengaruhinya yaitu harga perolehan, umur ekonomis dan nilai residu.
Dalam pembuatan kerangka laporan tersebut diperoleh biaya penyusutan
sebesar Rp. 4.984.000 yang dapat dilihat pada tabel 1.
e. NPV (Net Present Value)
Net Present Value  (NPV) didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran
kas nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar
selama umur  proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka
neto maka akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama yaitu
harga (pasar) pada saat ini. Adapun aliran kas proyek / investasi yang akan dikaji
meliputi keseluruhan yaitu biaya  pertama operasi, produksi, pemeliharaan, dan
lain-lain pengeluaran.
NPV = Total NPV – Cost
NPV = 300.195.970 - 51.204.000
= 248.991.970
Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan metode Net Present
Value (NPV) akan dinyatakan layak apabila NPV lebih besar atau > 0 atau
bernilai postitif.
Akumulasi
Tahu
Benefit Cost Net Benefit Penyusutan Aliran Kas DF 10% PV
n
Masuk (AKM)
0 51.204.000
1 108.000.000 29.984.000 78.016.000 4.984.000 83.000.000 0,909 71.260.146

19
2 108.378.000 29.984.000 78.394.000 4.984.000 83.378.000 0,826 64.753.444
3 109.100.000 29.984.000 79.116.000 4.984.000 84.100.000 0,751 59.416.116
4 109.850.000 29.984.000 79.866.000 4.984.000 84.850.000 0,683 54.548.478
5 110.850.000 29.984.000 80.866.000 4.984.000 85.850.000 0,621 50.217.786
Jumlah: 300.195.970

f. IRR (Internal Rate of Return)


Menurut Kuswadi (2007 : 41), ‘”IRR adalah tingkat penghasilan atau biasa
disebut dengan Investment rate (yield rate) yang menggambarkan tingkat
keuntungan darii proyek atau investasi dalam persen (%) pada angka NPV sama
dengan 0.” Intinya IRR merupakan suatu tingkat discount rate yang menghasilkan
sama dengan 0.

NPV I
IRR = rI + × r 2−r 1
NPV 1−NPV 2
Hasil perhitungan IRR apabila menunjukan nilai IRR > Rate of Return
yang ditentukan maka usulan proyek diterima, sebaliknya apabila nila IRR < Rate
of Return yang ditentukan maka usulan proyek ditolak.

248.991.970
IRR =10 %+ ×30 %−10 %
248.991 .970−141.194 .068

248.991 .970
=10 %+ × 0,2
107.797 .902
= 0,1 + 2,31 × 0,2
= 0,1 + 0,462
= 0,562/ 56,2 %
Hasil perhitungan IRR sebenarnya 56,2% menunjukan nilai IRR > dari
rate or return yng ditentukan maka usulan proyek diterima.
Akumulasi
Tahu Net Penyusuta DF DF 30
Aliran Kas PV PV
n Benefit n 10% %
Masuk (AKM)
0
78.016.00
1 4.984.000 83.000.000 0,909 71.260.146 0,769 60.284.986
0
2 78.394.00 4.984.000 83.378.000 0,826 64.753.444 0,592 46.409.248

20
0
79.116.00
3 4.984.000 84.100.000 0,751 59.416.116 0,455 35.997.780
0
79.866.00
4 4.984.000 84.850.000 0,683 54.548.478 0,35 27.953.100
0
80.866.00
5 85.850.000 0,621 50.217.786 0,269 21.752.954
0 4.984.000
300.195.97 192.398.06
Jumlah: 0 8
G. PI (Profitability Indeks)
“Metode Profitability Indeks yaitu metode yang menghitung perbandingan
antara present value dari penerimaan dengan present value dari
investasi”(Sutrisno, 2009: 128). Pengertian tersebut serupa dengan pernyataan
protability indeks menurut Kamaluddin (2004:72), Yaitu “metode yang
menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa
yang akan dating dengan nilai sekarang investasi.”Perhitungan PI menurut
Kashmir dan Jakfar (2004: 163) adalahsebagai berikut:

PI =
∑ PV Kas Bersih
∑ PV Investasi
Usulan proyek dapat diterima apabila nilai PI lebih besar dari satu (PI > 1),
dan sebaliknya apabila nilai PI kurang dari satu (PI<1) maka usulan proyek
ditolak.
PV aliran kas masuk
PI =
PV Investasi

248.991 .970
PI =
21.220 .000
PI = 11,7
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka dihasilkan sebesar 11,7.
Sehingga diperoleh hasil bahwa budidaya rumput laut eucheuma cottonii di Desa
Oengkolaki diterima atau dinyatakan layak.

21
BAB III

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan di atas berdasarkan perhitungan analisis usaha
yaitu Diduga usaha budidaya rumput laut di Desa Oengkolaki Kecamatan
Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah ditinjau dari B/C, ROI, Laba/Rugi,
Penyusutan, PI. NPV dan BEP layak untuk diusahakan.
1. Modal usaha rumput laut Eucheuma Cottonii Di Desa Oengkolaki
Kecamatan Mawasangka Induk Kabupaten Buton Tengah berasal dari
modal sendiri dan bantuan dari pemerintah. Para petani rumput laut
menjual hasil panen kepada para pengumpul dengan harga 27.000/kg.
2. Perhitungan analisis usaha menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput
laut Eucheuma Cottonii di Desa Oengkolaki sangat menguntungkan.
keuntungan yang diperoleh para petani rumput laut dalam 1 tahun Rp.
78.016.000. Ditinjau dari B/C yaitu sebesar 3,6 berarti usaha budidaya
rumput laut tersebut layak diusahakan karena lebih besar dari angka 1.
Selanjutnya BEP(Q) diperoleh hasil sebesar 1.110,5 Kg. Sedangkan
ditinjau dari BEP harga sebesar Rp. 7.496. Ditinaju dari ROI, ROI
diperoleh adalah sebesar 3,7 %. Ditinjau dari NPV yaitu sebesar
248.991.970. Selanjutnya ditinjau dari perhitungan IRR sebenarnya
56,2%. Terakhir berdasarkan hasil perhitungan PI maka dihasilkan sebesar
11,7. Sehingga diperoleh hasil bahwa budidaya rumput laut eucheuma
cottonii di Desa Oengkolaki diterima atau dinyatakan layak.

22
4.2 Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, saran pada penelitian ini pada
usaha budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii di Desa Oengkolaki perlu
dikembangkan lagi, serta peran dari pemerintah mengenai perkembangan
budidaya rumput laut perlu di perhatikan lagi, karena dilihat dari segi analisis
usaha budidaya rumput laut sangat membantu juga untuk perekonomian untuk
masyarakat di Desa Oengkolaki.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja Jana, T.A. Zatnika, H, Purwoto dan Sri Istini. 2011. Rumput Laut
(Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditi Perikanan
Potensial). Penebar Swadaya. Jakarta.
Djamin, Z. 1993. Perencanaan dan Analisa Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
DKP. (2006). Petunjuk teknis budidaya laut rumput laut Eucheuma spp.
Direktorat Produksi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.
Rahmah, A. (2021, Mei 9). Rumus IRR, Cara Menghitung Internal Rate of Return,
Dan Contoh Soa. Retrieved Januari 2021, 20, from rumus.co.id:
https://rumus.co.id/menghitung-irr-contoh-soal/
Sigit, S (2002). Analisa break even point. Yogyakarta : BPFE
UPT Dislutkan Kecamatan Karimun Jawa (2014) Petani aktif budidaya rumput
laut (Eucheuma cottonii) di Kepulauan Karimun Jawa. Kabupaten Jepara

23

Anda mungkin juga menyukai