Oleh
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M.S.
Dr. H. Abdi Fithria, S. Hut, M.P
Ir. H. Setia Budi Peran, M.S
Syam’ani, S.Hut, M.Si.
Peringatan :
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik secara mekanik
maupun elektronik, termasuk fotocopy, rekaman dan lain-lain tanpa izin
tertulis dari penerbit.
Diterbitkan oleh:
Lambung Mangkurat University Press, 2016
d/a Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan UNLAM
Jl. H. Hasan Basry, Kayu Tangi, Banjarmasin 70123
Gedung Rektorat UNLAM Lt 2
Telp./Faks. 0511-3305195
Dicetak Oleh:
ASWAJA PRESSINDO
Anggota IKAPI No. 071/DIY/2011
Jl. Plosokuning V/73, Minomartani, Sleman, Yogyakarta
Telp. (0274) 4462377
E-mail:aswajapressindo@gmail.com
Website:www.aswajapressindo.co.id
ISBN : 978-602-6370-55-6
xx + 218 halaman ; 15,5 x 23 cm
PRAKATA
iii
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR............................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................... xix
BAB I. PENDAHULUAN................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................... 3
C. Tujuan Kajian............................................................ 5
D. Manfaat Kajian.......................................................... 6
E. Pengertian.................................................................. 6
v
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
vi
Daftar Isi
vii
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
II-1. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan
Berdasarkan Total Skor.......................................... 12
II-2. Klasifikasi Nilai Faktor Erodibilitas
tanah (K)................................................................... 31
II-3. Nilai Struktur Tanah.............................................. 32
II-4. Nilai Permeabilitas Tanah dari (USDA 1951)..... 32
III-1. Data Curah Hujan di Kabupaten Hulu
Sungai Selatan......................................................... 43
III-2. Data Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab
dan Bulan Kering Tahun 2004 sampai
dengan 2013............................................................. 44
III-3. Luas masing-masing penutupan lahan
pada wilayah Catchment Area Amandit............... 45
III-4. Keadaan Jenis tanah di wilayah
Sub-Sub Amandit.................................................... 47
III-5. Keadaan jenis geologi/batuan di wilayah
Sub-Sub Amandit.................................................... 48
III-6. Keadaan Kelerengan di Wilayah Sub-sub
DAS Amandit.......................................................... 49
III-7. Keadaan anak sungai yang bermuara
ke Sungai Amandit................................................. 50
ix
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
x
Daftar Tabel
xi
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
xii
Daftar Tabel
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
I-1. Kerangka Pikir dari Perumusan Masalah
Kajian Kekritisan Lahan dan Aspek
Sosial Ekonomi Sebagai Arahan Penentuan
Urutan Prioritas dan Pola Rehabilitasi Hutan
dan Lahan di Sub-Sub DAS Amandit
Kabupaten Hulu Sungai Selatan........................... 5
II-1. Bentuk Ilustrasi suatu Daerah Aliran
Sungai (Watershed)................................................... 15
II-2. Hubungan biofisik antara hulu dan hilir
dalam suatu DAS..................................................... 18
II-3. Daur Hidrologi......................................................... 21
II-4. Fungsi Ekosistem DAS............................................ 22
III-1. Peta Lokasi Kajian di Sub-Sub DAS
Amandit.................................................................... 42
III-2. Peta Penutupan Lahan di Sub-Sub
DAS Amandit........................................................... 46
III-3. Peta Jenis Tanah di Sub-Sub DAS Amandit...... 48
III-4. Peta Kemiringan Lereng di Sub-Sub
DAS Amandit........................................................... 50
III-5. Kondisi Sungai Amandit di Kabupaten
Hulu Sungai Selatan................................................ 51
xv
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
xvi
Daftar Gambar
xvii
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Nilai Kelas Bahaya Erosi (KBE) dan Tingkat
Bahaya Erosi (TBE) di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Hulu, Bagian Tengah dan Bagian Hilir.......... 195
2. Nilai Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan
Budidaya di Sub-Sub DAS Amandit Bagian
Hulu, Bagian Tengah dan Bagian Hilir....................... 201
3. Nilai Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan
Lindung di Sub-Sub DAS Amandit Bagian
Hulu, Bagian Tengah dan Bagian Hilir....................... 204
4. Jumlah Petani setiap Desa dan Penentuan
Jumlah Sampel Petani di Sub-Sub DAS
Amandit Bagian Hulu dan Bagian Tengah................ 206
5. Nilai Dukungan Aspek Sosial Ekonomi (DASE)
Di Sub-Sub DAS Amandit Bagian Hulu dan
Bagian Tengah................................................................ 207
6. Urutan Penentuan Prioritas dan Pola Arahan
RHL di Sub-Sub DAS Amandit Bagian Hulu
dan Bagian Tengah......................................................... 209
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kementarian Kehutanan (2011) laju deforestasi
tahun 1982-1990 sebesar 0,9 juta Ha, tahun 1990-1997 sebesar 1,8
juta Ha, tahun1997-2000 sebesar 2,83 juta Ha dan tahun 2000-
2006 sebesar 1,08 juta Ha. Disebutkan pula data Lahan Kritis
Nasional : Sangat Kritis 5.4449.299,21 Ha dan Kritis 24.467.311,8
Ha. Permasalahan di atas perlu diupayakan pola pemulihan
dan peningkatan kemampuan fungsi dan produktifitas hutan
dan lahan, diantaranya melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan (RHL) yang diprogramkan dengan baik.
Sub-Sub DAS Amandit merupakan salah satu bagian dari
Sub DAS Negara yang termasuk dalam DAS Barito wilayah
Provinsi Kalsel, yang sebagian besar terletak dalam wilayah
Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dan sebagian kecil pada
wilayah Kabupaten Tapin dengan total luas Sub-Sub DAS
Amandit sebesar 117.920 ha. Menurut BP DAS Barito (2009)
khususnya di Kabupaten HSS terdapat luas lahan tidak kritis
13.724,0 Ha, potensial kritis 54.819,6 Ha, agak kritis 84.904,2
Ha, kritis 13.106,2 Ha dan sangat kritis 2.818,0 Ha. Data tingkat
kekritisan lahan tersebut hanya berdasarkan batasan wilayah
administratif, padahal sebaiknya berdasarkan wilayah ekologis
(DAS). Namun demikian data itu juga berguna sebagai
indikasi kondisi awal tingkat kekritisan lahan di Sub-Sub DAS
Amandit dalam penelitian ini.Karakteristik topografi lahan
1
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
2
Pendahuluan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan peranannya ekosistem daerah aliran sungai
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Sumberdaya Alam
(SDA) dan Sumberdaya Manusia (SDM). Sumberdaya
Alam membentuk Sub Sistem Biofisik (lahan, vegesai, air/
sungai, iklim) dan Sumberdaya Manusia membentuk Sub
Sistem Sosial Ekonomi. Dalam suatu ekosistem DAS, kedua
subsistem tersebut berinteraksi sehingga terjadi saling keter
kaitan, ketergantungan dan mempengaruhi. SDM dalam
menggunakan lahan akan menimbulkan dampak positif, maka
perlu dikelola dan dikembangkan, sedangkan dampak negatif
berupa terjadinya lahan kritis, karena dalam penggunaan
lahan kurang memperhatikan prinsip konservasi tanah
dan air, harus diupayakan pemecahan masalahnya, yakni
melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan.
Permasalahan tingkat kekritisan lahan sangat berhubungan
dengan kualitas dari komponen-komponen biofisik, seperti
produktivitas lahan, penutup lahan, jenis tanah, lereng, erosi,
manajemen kawasan. Permasalah aspek sosial ekonomi dalam
hubungannya dengan arahan kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan (RHL), apakah memberikan dukungan yang kuat atau
tidak meliputi tekanan penduduk (TP) dan dukungan aspek
sosial ekonomi (DASE),
3
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
4
Pendahuluan
C. Tujuan Kajian
Secara umum kajian ini bertujuan untuk menghasilkan
acuan bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam
menentukan urutan prioritas dan pola arahan rehabilitasi
hutan dan lahan berdasarkan kekritisan lahan di suatu daerah
aliran sungai, dalam rangka menunjang pelaksanaan kegiatan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Secara khusus, tujuan
penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :
Menganalisis karakteristik tingkat kekritisan lahan pada
berbagai fungsi kawasan dan unit lahan berdasarkan analisis
beberapa parameter sub sistem biofisik pada Sub-Sub DAS
Bagian Hulu, Bagian Tengah dan Bagian Hilir.
5
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
D. Manfaat Kajian
Manfaat yang dihasilkan dari kajian ini adalah mem
berikan informasi tentang pola arahan rehabilitasi hutan dan
lahan di suatu daerah aliran sungai yang memperhatikan
prinsip-prinsip konservasi tanah dan air terhadap berbagai
stakes holder (para pihak) dan masyarakat petani di sekitar
daerah aliran sungai yang terkait dengan pengelolaan daerah
aliran sungai.
Dari hasil kajian ini dibuatkan buku yang berjudul :
Pola Arahan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Di Sub-Sub DAS
Amandit Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Buku ini diharpkan
dapat digunakan oleh tenga pendidikan (dosen), mahasiswa,
praktisi dan peneliti yang ingin mengetahui pola arahan
rehabilitasi hutan dan lahan di suiatu daerah aliran sungai.
E. Pengertian
1. DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan (Departemen Kehutanan RI,
2009). Selanjutnya Sub DAS adalah bagian dari DAS dan
6
Pendahuluan
7
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
8
Pendahuluan
9
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
10
BAB II
KONSEPSI UMUM
11
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
12
Konsepsi Umum
13
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
14
Konsepsi Umum
15
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
16
Konsepsi Umum
17
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
18
Konsepsi Umum
19
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
fungsi DAS baik bagian hulu maupun bagian hilir (Allan, et al.,
2008). Masyarakat pedesaan di DAS, berusaha meningkatkan
kesejahteraan melalui kegiatan pertanian, namun hal tersebut
dapat merusak ekosistem DAS sebagai penata air, dan untuk
kelestarian lingkungan pada DAS tersebut (Kometa dan Ebot,
2012).
Andah (2003), menyatakan bahwa tata air DAS adalah
hubungan kesatuan sifat individual unsur-unsur hidrologis
yang meliputi hujan, aliran sungai, evapotranspirasi, dan unsur
lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS. Penetapan
batas-batas daerah aliran sungai di daerah hulu relatif mudah
dilakukan. Namun penetapan batas-batas untuk daerah hilir
sungai lebih sulit dilakukan karena umumnya bertopografi
lebih landai. Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan
konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk
melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didis
tribusikan melalui beberapa cara. Konsep daur hidrologi DAS
menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan
tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan
air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai
debit aliran. Air sebagai komponen dalam lingkungan hidup
mempunyai mata rantai sendiri dalam siklus hidrologi, bila
salah satu mata rantai hilang maka sistem tatanan kehidupan
akan hilang oleh karena air merupakan kebutuhan paling vital
semua makhluk hidup (Thornthwaite, 1993).
Proses daur hidrologi diawali dengan penguapan air dari
laut, sungai atau danau dimana uap tersebut terkondensasi
membentuk awan dapat menghasilkan presipitasi yaitu pro
duk dari awan yang turun berbentuk air hujan (Asdak, 2010).
Dalam daur hidrologi, secara alamiah menunjukan gerakan air
di permukaan bumi. Selama berlangsung daur hidrologi yaitu
perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke
permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah
berhenti tersebut, air akan tertahan (sementara) di sungai,
danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan
20
Konsepsi Umum
21
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
22
Konsepsi Umum
23
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
24
Konsepsi Umum
25
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
26
Konsepsi Umum
D. Erosi
Erosi adalah peristiwa berpindahnya atau terangkutnya
tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ketempat
lain oleh media alami, yaitu air dan angin (Arsyad, 1989),
sedangkan pengertian erosi menurut Kartasapoetra et al.
(2000), erosi dapat disebut pengikisan atau kelongsoran,
sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh
desakan-desakan atau kekuatan-kekuatan air dan angin,
baik yang berlangsung secara alami ataupun sebagai akibat
dari tindakan atau perbuatan oleh manusia yang tidak
memperhatikan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air.
Baver et al. (1972) yang dikutip Suripin (2002), menyatakan
bahwa terjadinya erosi tanah tergantung pada beberapa faktor,
berikut : a) Sifat hujan, b) Kemiringan lereng dari jaringan
aliran air, c) Tanaman penutup tanah, dan d) Kemampuan
tanah untuk menahan dispersi dan untuk menghisap kemu
dian merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam.
Erosi dan sedimentasi yang diakibatkan oleh pergerakan
air (daerah dengan curah hujan tinggi meliputi beberapa
proses. Terutama meliputi proses pelepasan (detachment),
penghanyutan/pengangkutan (transportation) dan pengen
dapan (deposition) daripada partikel-partikel tanah yang terjadi
27
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
28
Konsepsi Umum
A = R.K.L.S.C.P. 0,61
Dimana :
A = Banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan
waktu, yang dinyatakan sesuai dengan satuan K dan
periode R yang dipilih, dalam praktek dipakai satuan
ton/ha/tahun.
R = Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan, yaitu
jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan
perkalian antara energi hujan total (E) dan intensitas
hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan dalam KJ/Ha
K = Faktor erosibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi
hujan (R) untuk suatu tanah yang diperoleh dari petak
percobaan yang panjangnya 22,13 m dengan kemiringan
seragam 9 % tanpa tanaman, satuan ton/KJ
L = Faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi
per indeks erosi dari suatu lahan dengan panjang baku
(m).
S = Faktor kemiringan lereng, yaitu nisbah antara besarnya
erosi per indeks erosi dari suatu lahan dengan lereng
baku, L dan S disatukan menjadi faktor LS.
C = Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman,
yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu lahan
dengan penutup tanaman dan manajemen tanaman ter
tentu terhadap lahan yang identik tanpa tanaman, tidak
berdimensi.
P = Faktor tindakan konservasi praktis, yaitu nisbah antara
besarnya erosi per indeks erosi dengan tindakan konser
vasi praktis dengan besarnya erosi dari tanah yang
dioleh searah lereng dalam keadaaan yang identik, tidak
berdimensi.
0,61 = Faktor koreksi (Ruslan, 1992).
29
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
30
Konsepsi Umum
Dimana :
K = Faktor erodibilitas tanah, dalam satuan ton/ha/
jam/ (ha.MJ.mm)
OM = Prosentase bahan organik
S = Kelas struktur tanah (berdasarkan USDA Soil
Survey Manual 1951)
P = Kelas Permebilitas tanah
M = (%debu + %pasir sangat halus) x (100 - % liat)
Menurut Dengler dan Swafy (1976) yang dikutip oleh
Utomo (1994), besarnya faktor erodibilitas tanah (K) dapat
diklasifikasikan menjadi 6 (enam) kelas dan struktur tanah
dibagi 4 (empat) kelas, yang rinciannya masing-masing dapat
dilihat pada Tabel II-2 dan Tabel II-3.
31
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Kecepatan Cm/
Permeability Class Kelas permeabilitas Nilai
jam
Rapid Cepat > 12,7 1
Moderate to rapid Sedang sampai cepat 6,3 - 12,7 2
Moderate Sedang 2,0 – 6,3 3
Moderate to slow Sedang sampai lambat 0,5 – 2,0 4
Slow Lambat 0,125 – 0,5 5
Very slow Sangat lambat < 0,125 6
32
Konsepsi Umum
33
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
34
Konsepsi Umum
35
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
36
Konsepsi Umum
G. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan pada umumnya digunakan untuk
mengacu pemanfaatan lahan masa kini (present land use), karena
aktivitas manusia bersifat dinamis, sehingga perhatian kajian
seringkali diarahkan pada perubahan-perubahan penggunaan
lahan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) atau segala
sesuatu yang berpengaruh pada lahan, sehingga penggunaan
lahan dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan suatu
kompleksitas, akibat dari penggunaan lahan akan memberikan
dampak (impact) yang signifikan terhadap sumberdaya
air (Bhaduri, et al., 2000). Selanjutnya dalam inventarisasi
seringkali dilakukan pengelompokkan dan penggolongan atau
klasifikasi agar dapat diperlakukan sebagai unit-unit yang
seragam untuk suatu tujuan khusus (Balai Pengelolaan DAS
Barito, 2009).
Menurut Kusuma (2007), karakteristik vegetasi dalam
suatu DAS seringkali dapat dikenal dengan jalan membedakan
tipe-tipe penggunaan lahan utama seperti hutan, padang
rumput, lahan pertanian, lahan pemukiman dan kemudian
menghitung persentase luasnya masing-masing tipe dalam
suatu daerah aliran sungai (DAS). Strategi implimentasi kebi
jakaan untuk pembangunan yang berkelanjutan khu susnya
lahan pertanian, selalu ditawarkan guna menjada kelestarian
hasil dan keseimbangan lingkungan (Carr, 2008)
Zhang dan Barten (2009) menyatakan bahwa perubahan
penutupan lahan dengan kegiatan penebangan kayu akan
terjadi perubahan karakteristik aliran headwater seperti
kuantitas dan waktu aliran dasar dan aliran badai, konsentrasi
sedimen dan nutrisi terlarut, suhu air, dan stabilitas saluran
aliran tahun dalam kondisi normal. Penebangan kayu
umumnya berarti kurang transpirasi dan intersepsi kanopi
Evapotranspirasi akan berkurang dan, akibatnya, hasil air
akan meningkat. Perubahan penggunaan lahan menye bab
kan degradasi hutan, hubungan antara perubahan peng
gunaan lahan dan pertumbuhan pertanian menyebabkan
meningkatnya potensi erosi (Solaimani, et al., 2009).
37
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
H. Sosial Ekonomi
Menurut Departemen Kehutanan RI (1998) berdasarkan
hasil evaluasi, masalah-masalah deforestasi, degradasi, keba
karan hutan dan tekanan-tekanan terhadap hutan merupakan
tantangan dan ancaman yang timbul akibat dari permasalahan
sosial ekonomi kehutanan dan tradisi masyarakat yang seha
rusnya dikembangkan dan diakomodasikan dengan tepat
dan terarah dalam kegiatan penngusahaan hutan seperti Hak
Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pengusahaan Hutan Tana
man (HPHTI) dan pembangunan kehutanan lainnya seperti
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/
Gerhan). Sejumlah parameter sosial ekonomi dicatat untuk
membantu dalam pemilihan upaya konservasi tanah yang
tepat, serta memberi pertimbangan sosial dan ekonomi untuk
kegiatan rehabiltasi hutan dan konservasi tanah dan air.
Masalah aspek sosial ekonomi terdiri atas tekanan pen
duduk (TP), kegiatan dasar wilayah, tingkat pendapatan
petani, analisa perkembangan penduduk dan kesejahteraan,
nilai dukungan aspek sosial ekonomi (Departemen Kehutanan
RI, 1998). Dalam penelitian ini aspek sosial ekonomi yang
digunakan hanya meliputi tekanan penduduk (TP) dan du
kungan aspek social ekonomi (DASE) yang meliputi indikator
tingkat ketergantungan penduduk terhadap lahan (baik untu
berusaha tani secara umum dan pemukiman), tingkat adopsi
petani terhadap teknologi baru konservasi dan keberadaan
serta aktifitas kelembagaan yang ada untuk mendukung
pertanian lahan kering (Departemen Kehutanan RI, 2009).
Menurut Soemarwoto (1997) dan Badaruddin (2014)
tekanan penduduk adalah indek untuk menghitung dampak
penduduk di lahan pertanian terhadap lahan yang tersedia
dalam suatu daerah aliran sungai untuk pertanian secara luas.
Makin besar jumlah penduduk, makin besar pula kebutuhan
akan sumberdaya alam (SDA), sehingga tekanan penduduk
terhadap sumberdaya alam juga meningkat. Hasil perhi-
tungan tekanan penduduk (TP) tersebut diinterpretasikan
sebagai berikut : apabila TP < 1, lahan masih dapat menam
38
Konsepsi Umum
39
BAB III
KONDISI DAN KARAKTERISTIK SUB-
SUB DAS AMANDIT
41
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
2. Iklim
Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan termasuk dalam
daerah hutan hujan tropika. Data curah hujan 10 tahun terakhir
sejak tahun 2004 – 2013 di Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
berdasarkan pengumpulan data dari Stasiun Klimatologi
Banjarbaru (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2014), dapat
dilihat pada Tabel III-1.
42
Tabel III-1. Data Curah Hujan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Tahun ke Rata-
No. Bulan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (cm)
1 Januari 343 385 326 292 373 391 323 375 344 289 34,4
2 Pebruari 196 175 348 177 248 297 354 371 248 351 27,7
3 Maret 163 164 247 334 205 279 397 371 248 247 26,6
4 April 187 206 262 145 121 211 245 180 256 278 20,9
5 Mei 128 209 140 116 176 193 156 68 167 178 15,3
6 Juni 74 121 123 139 42 152 134 142 165 176 12,7
7 Juli 56 33 105 116 88 119 91 112 124 106 0,95
8 Agustus 34 18 89 104 86 112 6 80 86 73 6,9
9 September 40 48 171 117 54 145 49 83 58 77 8,4
10 Oktober 159 52 131 176 73 321 225 179 164 196 16,8
11 Nopember 194 299 241 245 192 255 293 276 263 251 25,1
12 Desember 267 291 245 268 351 345 297 353 333 332 30,8
Keterangan : CH = Curah Hujan (mm)
Sumber : Stasiun Klimatologi Banjarbaru, Tahun 2014.
43
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
44
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
45
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
46
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
47
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
5. Keadaan Topografi
Keadaan topografi lapangan Sub-sub Amandit sebagian
besar adalah kelerengan datar dengan kelerengan 0 - 8 % seluas
48
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
Kelerengan Luas
No Deskripsi
Kelas (%) (Ha) (%)
1 Datar I 0-8
81.532,40 69,14
2 Landai II 8 - 15
9.323,31 7,91
3 Agak curam III 15 - 25
9.645,09 8,18
4 Curam & Sangat IV & V 25 - 40 & >40
Curam 17.428,20 14,78
Jumlah 117.929,00 100,00
49
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
6. Keadaan Hidrologi
Keadaan Hidrologi pada Sub-Sub Amandit dipengaruhi
oleh Sungai Amandit dan beberapa anak sungai seperti yang
terlihat pada Tabel III-7.
50
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
51
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
53
54
Tabel III- 8. Debit Rataan Harian Setiap Bulan Air Sungai Amandit di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan
Debit Rataan Harian Air Sungai Amandit Tahun ke
No. Bulan 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rataan
………………….. …………... m3/detik …………………….. . . . . . . . . . . .
1 Januari 52,2 31,9 54,4 54,0 49,9 42,0 26,0 35,5 45,1 52,2 44,3
2 Pebruari 52,3 42,5 67,1 43,0 30,6 51,6 29,1 36,1 34,7 52,3 43,9
3 Maret 55,8 41,7 71,8 45,6 22,8 31,6 33,1 38,9 49,1 55,8 44,6
4 April 52,4 22,0 64,2 20,8 35,2 18,1 35,9 43,5 31,6 52,4 37,6
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
5 Mei 23,4 20,4 21,4 13,0 25,3 12,4 39,8 20,5 23,9 23,4 22,4
6 Juni 15,5 10,4 15,3 10,6 17,7 10,6 17,4 18,0 16,0 15,5 14,7
7 Juli 5,8 4,2 7,3 9,2 11,7 5,9 15,7 12,4 6,4 5,8 8,4
8 Agustus 4,7 3,6 9,3 6,8 13,3 4,8 9,2 9,1 5,2 4,7 7,1
9 September 7,2 10,5 23,1 6,3 8,0 3,2 8,4 9,0 17,6 14,5 10,8
10 Oktober 15,4 32,0 45,0 10,9 9,9 5,1 10,2 16,2 19,0 45,5 20,9
11 Nopember 46,4 35,3 65,4 36,0 54,6 15,9 26,7 55,8 43,9 35,5 41,6
12 Desember 44,2 41,0 48,2 50,5 49,8 44,5 47,4 74,2 48,4 50,7 49,9
KRS Bulanan 11,9 11,8 9,8 8,6 6,2 16,1 5,6 8,2 9,4 11,9 10,0
Ket : KRS = Koefisen Regim Sungai (Qmax/Qmin); Q = Debit Rataan Harian (m3/detik)
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
55
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
56
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
57
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
2. Mata Pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian masyarakat di Keca
matan Loksado, Kecamatan Padang Batung, Kecamatan Sungai
Raya dan Kecamatan Telaga Langsat adalah bertani, yaitu
pertanian karet, berladang, berdagang dan Pegawai Negeri
Sipil. Di bidang pertanian jenis tanaman yang diusahakan di
keempat kecamatan tersebut adalah padi sawah, padi lading,
jagung, kacang tanah, ubi kayu dan sayur-sayuran. Di bidang
perkebunan jenis tanaman yang diusahakan adalah karet,
kelapa dalam, kayu manis, kopi, kakao, kemiri, cengkeh,
lada, aren dan kelapa sawit. Tanaman karet, kelapa dalam,
kopi dan kemiri merupakan tanaman yang ditanam dan
58
Kondisi Dan Karakteristik Sub-Sub Das Amandit
3. Pendidikan
Berdasarkan data pada Kecamatan Dalam Angka (2014),
pada Kecamatan Loksado, Kecamatan Padang Batung, Keca
matan Sungai Raya dan Kecamatan Telaga Langsat sudah ada
fasilitas gedung sekolah dari Sekolah Dasar (SD), SLTP hingga
SLTA beserta guru dan fasiltas lainnya. Di Kecamatan Loksado
terdapat 16 buah gedung Sekolah Dasar dengan jumlah murid
1.234 orang, SLTP sebanyak 2 buah dengan jumlah murid
sebanyak 362 orang, dan SLTA 1 buah dengan murid sebanyak
138 orang. Pada Kecamatan Padang Batung terdapat 30 buah
gedung Sekolah Dasar dengan jumlah murid sebanyak 2.070
orang, 3 gedung SLTP dengan jumlah murid 386 orang, 3
gedung MIN dengan jumlah murid 179, MTs 2 buah gedung
dengan jumlah murid 391, dan 1 buah gedung Madrasah
Aliyah dengan jumlah murid 78 orang. Pada Kecamatan
Sungai Raya terdapat 25 buah Sekolah Dasar dengan murid
sejumlah 1.409 orang, SLTP 3 buah dengan jumlah murid
195 orang dan SLTA I buah dengan jumlah murid 58 orang.
Kemudian pada Kecamatan Telaga Langsat terdapat 20 buah
59
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
4. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat pada keempat kecamatan,
yakni Kecamatan Loksado, Kecamatan Padang Batung, Keca
matan Sungai Raya, dan Kecamatan Telaga Langsat disajikan
pada Tabel III-10.
Keterangan :
PKM = Puskesmas
PKD = Puskesdes
PST = Pustu
RBD = Rumah Bidan
PYD = Posyandu.
60
BAB IV
PENDEKATAN DAN METODE KAJIAN
A. Pola Pendekatan
Seperti yang telah diuraikan terdahulu dalam Bab I.
Pendahuluan pada butir B kerangka perumusan masalah,
bahwa ekosistem Sub-Sub DAS Amandit banyak komponen-
komponen yang saling ketergantungan dan keterkaitan, yang
berpengaruh terhadap fungsi ekosistem daerah aliran sungai
(DAS), maka dalam kajian ini meng-gunakan pendekatan
sistem. Ruslan (1992) mengemukakan tumpuan berpikir dalam
pendekatan sistem pada dasarnya mengandung makna 4 K
(K1 = Komponen-Komponen, K2 = Ketergantungan dari K1,
K3 = Keterkaitan dari K1 dan K4 = Keteraturan dari K2 dan K3
untuk mencapai beberapa tujuan (Goals). Sedangkan menurut
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Kemenhut
RI (2009) pengertian sistem adalah sekumpulan urutan antar
hubungan dari unsur-unsur yang dialihragamkan (transform),
dalam referensi waktu yang diberikan, dari unsur masukan
yang terukur menjadi unsur keluaran yang terukur.
Dalam kajian yang menggunakan pendekatan sisten, maka
ekosistem Sub-sub DAS Amandit, dipilah menjadi dua sub
sistem, yaitu sub sistem biofisik dan sub sistem sosial ekonomi.
Model yang tergolong dalam sub sistem biofisik, meliputi :
Model Erosi, Model Kelas Bahaya Erosi (KBE), Model Tingkat
Bahaya Erosi (TBE) yang mengkombinaskan antara KBE
dengan Solum Tanah, Model Tingkat Kekritisan Lahan (TKL)
61
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
62
Pendekatan Dan Metode Kajian
63
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
2) Data Primer
Data primer yang dihimpun melalui pengamatan lang
sung dari lapangan, terdiri dari : a) Vegetasi/Penutupan
Lahan, yang diambil meliputi kelompok penutupan lahan
berupa hutan sekunder, hutan tanaman, perkebunan, semak
64
Pendekatan Dan Metode Kajian
65
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
66
Pendekatan Dan Metode Kajian
67
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
2) Parameter Analisis
Parameter sosial ekonomi yang diperlukan; Tekanan
Penduduk (Tp) dan Nilai Dukungan Aspek Sosial Ekonomi
(DASE). Kedua parameter tersebut merupakan masukan lang
sung yang menentukan dalam kegiatan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan.
Data dan informasi yang dikumpulkan baik melalui
wawancara atau pengisian kuesioner adalah sebagai berikut :
(1) Identitas penduduk;
(2) Jumlah keluarga per kepala keluarga;
(3) Pendidikan masing-masing anggota keluarga;
(4) Umur masing-masing anggota keluarga;
(5) Pekerjaan/mata pencaharian keluarga;
68
Pendekatan Dan Metode Kajian
E. Analisis Data
1. Data Biofisik
a. Data Penutupan Lahan dan Persentase Penutupan Lahan
Data penutupan lahan pada tahap penentuan tingkat
kekeritisan lahan dianalisis menggunakan Program ArcGIS
10, yakni dengan melakukan visual dari Citra Landsat
8 DCM perekaman tahun 2013, sedangkan pada tahap
arahan penentuan urutan prioritas RHL pada kegita bagian
Sub-Sub DAS Amandit digunakan Citra Spot yang da pat
menggambarkan tipe penutupan lahan lebih detail diban
dingkan citra lansat. Untuk kemudahan analisis, ada beberapa
generalisasi kelas-kelas penutupan lahan, dikarenakan kelas-
kelas penutupan lahan tersebut tidak berbeda jauh penga
ruhnya terhadap respon penelitian, misalnya besarnya erosi.
Selain penutupan lahan, dalam penentuan tingkat ke
kritisan lahan diperlukan data persentasi penutupan tajuk
pohon. Dalam penelitian ini, data persentasi penutupan tajuk
diperoleh dengan cara mentransformasikan Citra Landsat 8
DCM saluran 4 dan saluran 5 menjadi Citra NDVI (Normalized
Difference Vegetation Index). Secara langsung, Citra NDVI
mampu menggambarkan kerapatan tajuk secara kuantitatif.
Menurut Jensen (2000) formula transformasi NDVI pada Citra
Landsat 8 DCM adalah sebagai berikut :
Dimana :
NDVI : Normalized Difference Vegetation Index.
69
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
70
Pendekatan Dan Metode Kajian
dan,
71
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
72
Pendekatan Dan Metode Kajian
73
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
74
Pendekatan Dan Metode Kajian
75
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
76
Pendekatan Dan Metode Kajian
77
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
78
Pendekatan Dan Metode Kajian
79
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Kriteria Besaran/
No. Kelas Skor Keterangan
(% bobot) Diskripsi
4. Manajemen 1. Baik • Penerapan 5
(30) teknologi
konser-
vasi tanah
lengkap
dan sesuai
petunjuk
teknis
2. Sedang • Tidak 3
lengkap
atau tidak
terpelihara
3. Buruk • Tidak ada 1
Sumber : Departemen Kehutanan RI (2009).
5. Sgt.
Curam
80
Pendekatan Dan Metode Kajian
Kriteria Besaran/
No. Kelas Skor Keterangan
(% bobot) Diskripsi
3 Erosi (TBE) 1. Ringan 0 dan I 5 Dihitung dengan
(20) 2. Sedang II 4 menggunakan rumus
USLE
3. Berat III 3
4. Sangat IV 2
Berat
4 Manajemen 1. Baik • Lengkap *) 5 *) Tata batas kawasan
(10) 2. Sedang • Tidak ada, Pengamanan
lengkap pengawasan ada
3 dan Penyuluhan
3. Buruk • Tidak ada dilaksa-nakan
1
81
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
82
Pendekatan Dan Metode Kajian
Keterangan :
TP = Indeks tekanan penduduk,
Z = Luas lahan minimal petani untuk dapat hidup layak
f = Proporsi petani dalam populasi
Po = Jumlah penduduk pada waktu t = 0
r = Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun
T = Rentang waktu dalam tahun (5)
L = Total luas wilayah lahan pertanian.
Hasil perhitungan TP tersebut diinterpretasikan sebagai
berikut :
1) Jika TP < 1, maka lahan masih dapat menampung lebih
banyak penduduik petani,
2) Jika TP >1, maka tekanan penduduk melebihi kapasitas
lahan.
(%
No Komponen/Aspek Parameter/Indikator (%Bobot)
Bobot)
I Tingkat 1. Luas pemilikan 20
ketergantungan lahan
penduduk / petani 2. Status pemilikan
50 10
terhadap lahan lahan
(pertanian)
3. Diversifikasi mata
8
pencaharian
4. Distribusi/alokasi
waktu kerja 7
5. Tradisi Kebiasaan
khusus 5
6. Tradisi kebiasaan
khusus 5
II Tingkat adopsi 1. Teknik Vcgetasi 18
petani terhadap 30 2. Teknik Mekanik / 12
teknologi Sipil
baru yang
diperkenalkan
III Keberadaan 1. Bentuk dan fungsi 8
dan aktifitas 20 2. Aktifitas 12
kelembagaan yang
ada
84
Pendekatan Dan Metode Kajian
85
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
86
BAB V
TINGKAT KEKRITISAN LAHAN
A. Unit Lahan
Dalam kegiatan pemetaan biasanya digunakan satuan
pemetaan lahan sebagai satuan analisis. Satuan pemetaan
lahan memiliki dua atau lebih karakteristik lahan. Dari data
biofisik yang didapatkan di lapangan dianalisis dengan pen
dekatan program ArcGIS 10 dengan menggunakan Citra
Landsat 8 LDCM Path/Row : 117/062 Tahun 2013 didapatkan
besaran dari parameter kawasan hutan (K), lereng (L), jenis
tanah (T) dan penutup lahan (P), dapat dilihat pada Tabel V-1.
87
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
2 Kelerengan
A 0 - 8% L1 81.523,40
B 8 - 15% L2 9.323,31
117.920,00
C 15 - 25% L3 9.645,09
D 25 - 40% L4 17.428,20
3 Jenis Tanah
A Aluvial T1 20.081,10
B Organosol Glei Humus T2 53.286,30 117.920,00
C Podsolik Merah Kuning T3 44.552,60
4. Penutupan Lahan
A Danau/Waduk P0 926,70
B Rawa P0 300,56
C Sungai P0 982,54
D Tambak P0 267,82
E Hutan P1 4.998,05
F Hutan Tanaman P2 1.047,63
117.920,00
G Perkebunan Campuran P3 9.134,94
H Semak Belukar P4 69.063,60
I Pertanian Lahan Kering P5 6.957,90
J Sawah P6 22.112,80
K Permukiman P7 1.305,66
L Lahan Terbuka P8 821,80
88
Tingkat Kekritisan Lahan
89
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
90
Tingkat Kekritisan Lahan
91
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
92
Tingkat Kekritisan Lahan
Gambar V-2. Diagram Pie Tingkat Bahaya Erosi di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Hulu.
93
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat
(SB). TBE yang terbesar adalah TBE Sangat Berat (SB) seluas
8.083 Ha (37,31%), kemudian diikuti TBE Berat (B) 5.527,61
Ha (25,51%), sedangkan yang lainnya termasuk yang kecil.
Keadaan tersebut, menunjukkan di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Hulu yang penutup lahannya dominan Semak Belukar
16.220,21 Ha (74,86%) dan topografinya relatif agak curam
(15%-25%) dan curam (25%-40%), akan menyebabkan aliran
permukaan (run off) dan erosi yang tinggi, sehingga nilai TBE
yang akan terjadi juga tinggi..
Hal ini sesuai dengan pendapat Badaruddin (2014),
yang menyatakan apabila kondisi lahan didominasi oleh
tutu
pan lahan semak belukar dan tingkat kelerengan yang
tinggi menghasilkan nilai prediksi erosi ringgi. Begitu juga
sebaliknya, jika tutupan lahannnya hutan sekunder dan
perkebunan dengan nilai kelerengan yang kurang lereng
meng hasilkan nilai prediksi erosi yang rendah. Menurut
Kadir (2014) faktor panjang lereng dan kelerengan (LS) juga
sangat mempengaruhi besarnya tingkat bahaya erosi, dan
selanjutnya dikemukakan bahwa pada unit lahan yang tingkat
lereng dan panjang lereng lebih besar, maka tingkat bahaya
erosi yang akan terjadi juga akan lebih besar. Disamping itu,
menurut pendapat Ruslan (1992) dalam penelitiannya di DAS
Riam Kanan Kabupaten Banjar, bahwa di Sub DAS/DAS
yang komposisi penggunaan lahannya (PL) dominan alang-
alang dan semak belukar, maka tingkat bahaya erosi (TBE)
yang akan terjadi terdiri dari Sedang (S) , Berat (B) dan Sangat
Berat (SB).
94
Tingkat Kekritisan Lahan
95
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Gambar V-3. Diagram Pie Tingkat Bahaya Erosi di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Tengah.
97
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
99
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
100
Tingkat Kekritisan Lahan
Gambar V-4. Diagram Pie Tingkat Bahaya Erosi di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Hilir.
101
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
102
Tingkat Kekritisan Lahan
103
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
104
Tingkat Kekritisan Lahan
Berat (B) 5.527,61 4,79 4.296,51 3,72 542,95 0,47 10.367,07 8,98
Sangat
Berat 8.083,16 7,00 12.116,53 10,50 808,18 0,70 21.007,87 18,20
(SB)
Jumlah 21.667,37 18,77 28.255,44 24,48 65.519,52 56,76 115.442,33 100,00
Gambar V-5. Peta Tingkat Bahaya Erosi Di Sub-Sub DAS Amandit Bagian
Hulu, Bagian Tengah dan Bagian Hilir.
105
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
106
Tingkat Kekritisan Lahan
107
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
108
Tingkat Kekritisan Lahan
109
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
110
Tingkat Kekritisan Lahan
111
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Keterangan :
Penutupan (PL) : HTN (Hutan Tanaman ); KC (Kebun Campuran);
SB (Semak Belukar); PLK (Pertanian Lahan Kering); LT (Lahan
Terbuka); SWH (Sawah)
Tingkat Kekritisan (TKL) : AK (Agak Kritis); PK (Potensial Kritis)
112
Tingkat Kekritisan Lahan
Gambar V-7. Sub Diagram pien Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan
Budidaya di -Sub DAS Amandit Bagian Tengah.
113
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
114
Tingkat Kekritisan Lahan
115
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
116
Tingkat Kekritisan Lahan
117
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
118
Tingkat Kekritisan Lahan
119
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
120
Tingkat Kekritisan Lahan
121
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
122
Tingkat Kekritisan Lahan
123
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
124
Tingkat Kekritisan Lahan
125
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
126
Tingkat Kekritisan Lahan
127
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
128
Tingkat Kekritisan Lahan
129
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
130
Tingkat Kekritisan Lahan
131
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
132
Gambar V-12. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Hulu, Bagian Tengah dan Bagian Hilir.
133
BAB VI
POLA ARAHAN REHABILITASI HUTAN
DAN LAHAN
A. Umum
Menurut Departemen Kehutanan RI (2009), sasaran utama
dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah lahan-
lahan yang terdapat di daerah aliran sungai (DAS) yang
keadaan topografinya relatif agak curam s/d sangat curam
dan umumnya terdapat pada daerah aliran sungai bagian
hulu (up stream) dan bagian tengah (middle stream), Lahan-
lahan di daerah aliran sungai tersebut umumnya digunakan
untuk kegiatan pertanian secara luas, maka disarankan untuk
menerapkan prinsip-prinsif konservasi tanah dan air, sebab
jika dalam pengelolaan lahan tidak menggunakan prinsip-
prinsif konservasi tanah dan air, maka akan menimbulkan
kerusakan lingkungan seperti erosi dan sedimentasi yang
tinggi serta tanah longsor, Lahan-lahan tersebut cenderung
akan menjadi lahan agak kritis dan kritis, jika dalam
penggunaan lahannya tidak memperhatikan faktor-faktor
yang menyebabkan lahan menjadi kritis, yaitu : kemiringan
lereng, tingkat bahaya erosi, penutup lahan (% penutupan
tajuk atau produktivitas lahan) dan manajemen kawasan, Dari
rekapitulasi data analisis Tingkat Kekritisan Lahan (TKL) pada
Tabel V-21 dan data sebaran TKL pada Gambar V-12, ternyata
di Kawasan Lindung Sub-Sub DAS Amandit Bagian Hilir,
135
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
136
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
137
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
138
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
139
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Gambar VI-1. Grafik Jumlah Petani pada Tiap Desa di Sub-Sub DAS
Amandit Bagian Hulu dan Bagian Tengah.
140
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
141
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
142
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
143
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
144
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
145
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Keterangan :
UP II HL : Urutan Prioritas II Hutan Lindung ; UP II SAGK : Urutan
Prioritas II Suaka Alam Gunung Kentawan ; UP III HL : Urutan
Prioritas III Hutan Lindung; UP III APL: Urutan Prioritas III Hutan
Areal Penggunaan Lain ; UP III HP : Urutan Prioritas III Hutan Produksi
dan UP III SAGK : Urutan Prioritas III Suaka Alam Gunung Kentawan
146
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
147
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
148
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
149
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
150
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
Keterengan :
UP I HL : Urutan Prioritas I Hutan Lindung; UP II HL: Urutan Prioritas
II Hutan Lindung; UP II SAGK: Urutan Prioritas II Suaka Alam Gunung
Kentawan; UP III HL : Urutan Prioritas III Hutan Lindung; UP III HP:
Urutan Prioritas III Hu-tan Produksi; UP III SAGK: Urutan Prioritas III
Suaka Alam Gunung Kentawan dan UP III APL : Urutan Prioritas III Hutan
Areal Penggunaan Lain.
151
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Gambar VI-6. Diagram Pie Urutan Prioritas RHL di Sub-Sub DAS Amandit
Bagian Tengah.
152
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
153
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
154
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
155
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
156
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
157
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
158
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
159
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
160
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
162
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
163
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
164
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
165
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
166
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
167
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
168
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
169
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
170
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
I, II, HL,SAGK,
PLK Agroforestri 3.714,10 11,94
III APL, HP
I, II, SB/
HL HP Reboisasi 13.274,33 42,66
III LT
II, III SAGK SB Suksesi Alami 212,1 0,68
HL HP, Turus jalan dan pembuatan
II, III BJ 27,03 0,09
APL drainase
SB/
III APL Penghijauan atau HTI 2.347,40 7,54
LT
Dipertahankan dan
HL, HP,
II, III HT direkomendasikan penanaman 617,86 1,99
APL
dengan jenis MPTS
III HP, APL PTB Reklamasi dan Revegetasi 121,47 0,39
Jumlah seluruhnya Arahan Rehabilitasi Hutan dan Lahan 31.115,88 100,00
Dari data hasil analisis pada Tabel VI- 14, dapat dibuat
sebaran spasial Pola Arahan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(RHL) di lapangan mulai dari UP I, UP II dan UP III di Sub-Sub
DAS Amandit Bagian Hulu dan Bagian Tengah, yang hasilnya
berupa peta Arahan RHL, yang hasilnya seperti pada Gambar
VI - 10.
171
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
Dari data hasil Analisis pada Tabel VI-14 dan Gambar VI-
10, di Sub-Sub DAS Amandit Bagian Hulu dan Bagian Tengah
ternyata terdapat 11 pola Arahan RHL yang terdiri dari : 1)
Kebun Karet (KK) tetap dipertahankan, dan direhabilitasi
dengan jenis tanaman yang unggul, 2) Kebun Sawit (KS) tetap
dipertahankan dan ditingkatkan pemelihara-annya, 3) Kebun
Campuran (KC) tetap dipertahankan dengan peremajaan dan
ditambahkan dengan jenis-jenis MPTS, 4) Pemukiman (PMK)
tetap dipertahankan dan dikembangkan dengan tanaman
pekarangan, 5) Pertanian Lahan Kering (PLK) dikembangkan
dengan pola Agroforestri, 6) Semak Belukar/Lahan Terbuka
(SB/LT) pada Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi (HP)
dikonversi menjadi hutan dengan pola Reboisasi, 7) Semak
Belukar (SB) pada Suaka Alam Gunung Kentawan (SAGK)
172
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
173
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
174
Pola Arahan Rehabilitas Hutan Dan Lahan
175
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
176
BAB VII
PENUTUP
177
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
178
Penutup
179
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
181
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
D. Saran-Saran
1. Kawasan Lindung meliputi hutan lindung untuk tingkat
kekritisan agak kritis, kritis dan sangat kritis dilkaksanakan
pola arahan RHL reboisasi dengan jenis yang sesuai dengan
tempat tumbuh tersebut. Khusus untuk Suaka Alam Gu
nung Kentawan disarankan pola arahan RHL suksesi alami,
karena keadaan topografi di daerah tersebut dominan
curam dan sangat curam, sehingga tidak memungkinkan
untuk dilakukan penanaman secara langsung. Dengan pola
suksesi alami jenis tanaman akan tumbuh secara alami dan
jangan ada gangguan dari masyarakat yang ingin meram
bah ke dalam hutan.
2. Khusus untuk Kebun Karet, Kebun Sawit dan Kebun
Campuran yang saat ini masih terdapat di kawasan hutan
lindung tetap dipertahankan untuk kegiatan perkebunan
karena masyarakat telah mengusahakannya, tetapi harus
diikuti dengan pengolahan lahannya tidak membakar dan
diharuskan membuat guludan atau sipil teknis lainnya
serta penanaman tanamanya menurut kontur.
3. Karena TP < 1, disarankan agar petani-petani di Sub-
Sub DAS Amandit Bagian Hulu dan Bagian Tengah
diberi kesempatan untuk mengembangkan usaha bertani
terutama pada kawasan Areal Penggunalan (APL) dengan
pola pertanian lahan kering dan kebun.
4. Dalam kegiatan pola arahan RHL Reboisai, Penghijauan,
HTI diusahakan meli-batkan masyarakat petani setempat,
karena nilai DASE = 41,64, yang berarti dukungan
msayarakat di sekitar Sub-Sub DAS Amandit Bagian
Hulu dan Bagian Tengah terhadap keberhasil kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan sangat kuat.
5. Agar kegiatan sosialisasi dari tim penyuluh kehutanan dan
penyuluh pertanian tetap dilakasanakan untuk memberi
182
Penutup
183
DAFTAR PUSTAKA
185
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
186
Daftar Pustaka
187
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
188
Daftar Pustaka
189
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
190
Daftar Pustaka
191
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
192
Daftar Pustaka
194
LAMPIRAN - LAMPIRAN
195
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
196
Lampiran-Lampiran
197
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
198
Lampiran-Lampiran
199
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
200
Lampiran-Lampiran
201
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
202
Lampiran-Lampiran
203
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
204
Lampiran-Lampiran
205
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
206
Lampiran-Lampiran
207
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
208
Lampiran-Lampiran
209
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
210
Lampiran-Lampiran
211
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
212
Lampiran-Lampiran
213
POLA ARAHAN REHABILITASI HUTAN
DAN LAHAN
Di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Amandit
Kabupaten Hulu Sungai Selatan
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS
215
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
216
Biografi Penulis
217
Prof. Dr. Ir. Muhammad Ruslan, M. S. dkk
ISBN : 978-602-6370-55-6
218