OLEH :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktor dalam pembangunan hutan desa,
dan menilai relasi kuasa (power) diantara aktor dalam menggerakkan
pembangunan hutan desa Labbo. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017
di Desa Labbo, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng. Metode
pengambilan data menggunakan tiga tahap yakni metode Snowball Sampling,
triangulasi data, kemudian dilanjutkan dengan analisis data menggunakan teori
ACP (Aktor Centered Power). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktor yang
terlibat pada fase pengusulan hutan desa (2008-2010) yaitu, Pemerintah
Kabupaten, RECOFTC-Universitas Hasanuddin, Bpdas, kepala desa, KTH.
Sedangkan aktor yang terlibat pada pengelolaan hutan desa (2011-2017) yaitu
Dinas kehutanan, Balang Institute, Bpdas, Universitas Hasanuddin, Pemerintah
desa, KTH. Adapun relasi kekuasaan antar aktor pada pengusulan hutan desa
memiliki hubungan kolaborasi yang baik. Dimana aktor powerful pada fase ini
yakni Pemerintah Kabupaten, dan RECOFTC-Universitas Hasanuddin, sedangkan
pada pengelolaan hutan desa terdapat beberapa hubungan yang kurang harmonis,
juga kurangnya kontribusi dari berbagai pihak. Dimana pada fase ini aktor yang
powerful yakni BPDAS/ PSKL dan Balang Institute.
Kata Kunci: Aktor, Relasi Kuasa, Hutan Desa
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT untuk segala berkat,
dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Jurusan
salawat atas Nabiullah Muhammad SAW yang telah diutus sebagai pembawa
mendapatkan bimbingan, pelajaran, petunjuk serta bantuan yang sangat dan akan
kesempatan ini penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Dassir, M.Si dan Bapak Dr Forest.
Muhammad Alif K.S. S.Hut, M.Si selaku pembimbing yang dengan sabar
2. Ibu Syahidah, S.Hut, M.Si.Ph.D, Bapak Prof. Dr. Yusran, S.Hut.M.Si dan
Bapak Dr. H. A. Mujetahid M., S.Hut.M.P. selaku dosen penguji yang telah
iv
4. Serta seluruh staf pegawai Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin yang
6. Teman penelitian serta teman bimbingan Riah Reski dan Dwi Wulandari
7. Sahabat SMA Sukma Wahab, Andi Ayu Nurhidayah, Riska T, Nur Rahmah,
Rezky Nur Amaliah Assyahrani dan Syamsiar terimah kasih telah banyak
8. Semua pihak yang telah turut membantu dan bekerjasama setulusnya dalam
Darman dan juga Ibunda tercinta Ratna Wati terimah kasih telah mencurahkan
doa, kasih sayang, cinta, perhatian, pengorbanan, motivasi yang sangat kuat yang
tak akan putus dan terhingga di dalam kehidupan penulis selama ini.
Kekurangan dan keterbatasan pada dasarnya ada pada segala sesuatu yang
tercipta di alam ini, tidak terkecuali skripsi ini. Untuk itu, dengan penuh
kerendahan hati penulis terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca
dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Makassar, 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................………….. xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan ......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
2.1. Aktor atau Stakeholder ....................................................................... 4
2.2. Struktur Sosial/ Stratifikasi Sosial ...................................................... 5
2.3. Dinamika Aktor dan Relasi Kuasanya................................................ 6
2.4. Peranan Struktur Sosial, Relasi Kuasa Dalam Pengelolaan
Hutan Desa ......................................................................................... 8
2.5. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................ 10
2.5.1. Keadaan Fisik Wilayah............................................................. 10
2.5.2. Keadaan Sosial Ekonomi ......................................................... 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 13
3.1. Waktu dan Tempat.............................................................................. 13
3.2. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 13
3.3. Tahapan Pengambilan Data dan Analisis Data ................................... 14
3.4 Definisi Operasional ........................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 18
4.1. Identifikasi Aktor yang Terlibat dalam Pembangunan Hutan Desa di
Desa Labbo, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng ............. 18
4.2. Dinamika Power Aktor dan Unsur Kekuasaannya ............................. 24
4.3. Pola Hubungan (Relasi) Antara Aktor atau Stakeholder .................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 35
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 35
5.2. Saran .................................................................................................. 35
vi
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 36
LAMPIRAN ........................................................................................................ 39
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Aktor atau Stakeholder pada Fase Pengelolaan Hutan Desa .............. 22
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
I. PENDAHULUAN
1
serta manfaat sumberdaya hutan bagi kesejahteraan masyarakat. Dibalik
kesuksesan peningkatan fungsi pemanfaatan sumberdaya, terdapat peran serta
berbagai pemangku kepentingan (aktor atau stakeholder) yang terlibat dalam
pembangunan hutan desa (Supratman & Sahide, 2010). Dalam hal ini aktor yang
dimaksud adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh dan
kepentingan yang jelas dalam hal pembangunan hutan desa (Krott, 2005; Sahide
dkk, 2016).
Disetiap kepentingannya aktor-aktor tersebut memiliki tujuan formal dan
informal (Sahide & Giessen, 2015 ; Wibowo, 2016). Dalam mewujudkan tujuan
tersebut, tidak terlepas dari peran aktor yang memiliki kekuasaan (Power),
incentives dan dominan information (Wibowo, 2016 ; Krott, 2005). Hal ini terjadi
karena adanya suatu kepentingan yang berbeda dengan tingkat kekuasaan yang
berbeda, yang dapat mengakibatkan konflik (Febryano dkk, 2015). Kondisi
tersebut diakibatkan karena adanya relasi kuasa yang tidak transparan, dimana
relasi kuasa yang dimiliki oleh aktor tertentu mampu menentukan siapa saja pihak
yang terlibat dan berperan dalam pembangunan hutan (Rosyadi & Sobandi,
2013). Hal tersebut sejalan dengan kajian yang telah dilakukan oleh Krott (2005)
yang menyatakan bahwa didalam relasi kuasa terdapat unsur kekuatan hubungan
sosial dimana seorang aktor memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku
aktor yang lainnya, hal tersebut juga erat kaitannya dengan suasana politik di desa
dalam hal pembangunan hutan desa.
Berdasarkan hal diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian terkait aktor
untuk mengetahui siapa saja yang terlibat serta yang lebih berpengaruh, juga
bagaimana relasi kuasa antar aktor/ stakeholder dalam pembangunan dan
pengelolaan hutan desa, di Desa Labbo, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten
Bantaeng. Pemilihan lokasi di dasari karena Kabupaten Bantaeng merupakan
salah satu sentral pembangunan hutan desa di Sulawesi Selatan, dan daerah ini
juga sebagai salah satu laboratorium lapangan Fakultas Kehutanan Unhas, dimana
laboratorium ini menjadi tempat belajar mahasiswa.
2
1.2 Tujuan dan Kegunaaan
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Struktur Sosial/ Stratifikasi Sosial
5
pendidikan, pekerjaan, dan stratifikasi ekonomi. Dalam sistem pelapisan sosial
ukuran atau kriteria yang dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat
kedalam lapisan-lapisan tersebut yakni ukuran kekayaan, kekuasaan, kehormatan,
dan ilmu pengetahuan. Ukuran-ukuran tersebut tidaklah bersifat limitatif, karena
masih ada ukuran-ukuran lainnya yang dapat dipergunakan. Akan tetapi ukuran-
ukuran tersebut adalah aspek yang menonjol sebagai dasar timbulnya suatu sistem
berlapis-lapis dalam masyarakat (Moeis, 2008).
Struktur sosial tersusun dari beberapa unsur salah satunya yakni adanya
kekuasaan, berupa kemampuan memerintah dari anggota masyarakat yang
memegang kekuasaan sehingga sistem sosial tetap berjalan (Moeis, 2008). Alit
(2005) lebih jelas mengemukakan bahwa kekuasaan biasanya membentuk suatu
hubungan asimetris dalam arti bahwa ada salah satu pihak yang memerintah, satu
pihak yang memberi perintah serta pihak yang mematuhi perintah. Kekuasaan
merupakan kemampuan seseorang atau kelompok dalam mempengaruhi orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Budiarjo (2003).
Rosyadi & Sobandi (2013) mengungkapkan bahwa relasi kuasa merupakan
hubungan yang terbentuk antara aktor-aktor (stakeholder) tertentu yang memiliki
suatu kepentingan dengan tingkat kekuasaan yang berbeda. Krott (2005) juga
mengatakan bahwa didalam relasi kuasa terdapat unsur kekuatan hubungan sosial
yakni seorang aktor memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku aktor yang
lainnya, dengan kata lain unsur kekuasaan memiliki pengaruh dalam membentuk
sebuah program atau kegiatan sesuai dengan kepentingan seseorang, bahkan
terhadap perlawanan aktor-aktor lain.
Secara formal sampai saat ini pemegang kuasa atau aktor yang memiliki
kekuatan perintah serta merupakan pihak yang didengar oleh bawahannya adalah
pemegang kekuatan jabatan tinggi (Krott, 2005). Krott (2005) lebih lanjut
mengatakan selain pemegang jabatan tinggi, pemegang jabatan rendah juga
membentuk relasi untuk memperkuat suatu power, karena pemegang jabatan
6
rendah juga mampu mengambil tindakan tertentu untuk tidak melakukannya.
Namun secara keseluruhan pemegang jabatan yang tinggi juga harus menjalin
hubungan kerja sama yang baik dengan pemegang jabatan rendah untuk
tercapainya suatu tujuan (kepentingan).
Menurut Febryano dkk (2015) relasi kuasa antara aktor-aktor yang terlibat
dalam pengelolaan kehutanan juga kerap terbentuk karena adanya beragam
kepentingan serta tingkat kekuasaan yang berbeda. Hal ini merupakan sumber
terjadinya konflik antar pihak karena masing-masing aktor berusaha untuk
memanfaatkan kekuasaan yang dimilkinya untuk kepentingannya. Namun jika
relasi kuasa terjalin dengan baik antar aktor akan mempermudah untuk
tercapainya tujuan (kepentingan) dalam pengelolaan hutan (Krott, 2005 ;
Febryano, 2015).
Relasi kuasa memiliki tiga elemen dan hal itu dapat mengikat satu aktor
ataupun beberapa aktor. Adapun elemen-elemen tersebut sebagai berikut :
1. Elemen pertama yaitu power coercion (kekuasaan) didefinisikan sebagai
perilaku subordinat. Dalam hubungan sosial, kekuatan paksaan atau
tekanan yang terjadi dari suatu pihak terhadap pihak tertentu karena
adanya kekuasaan dimana seorang aktor dapat mengubah perilaku aktor
yang lainnya (Krott, 2005). Devkota (2010) juga menyatakan bahwa
elemen coercion juga mencakup kekerasan fisik maupun psikologis,
dimana aktor yang mengubah perilaku aktor lainnya biasanya
menggunakan ancaman, intimidasi, atau bentuk lain dari tekanan. Krott et
al. (2014) mengungkapkan bahwa elemen coercion yang biasa ditemukan
di lapangan dalam konteks penelitian empiris, yaitu regulasi/ peraturan
dimana ordinat mengubah perilaku subordinat dengan membuat peraturan.
Selain itu tindakan fisik, merupakan salah satu bentuk coercion dimana
ordinat menggunakan kekuatannya, seperti menahan subordinat.
2. Elemen kedua adalah incentives, merupakan informasi mengenai aktor
(Stakeholder) yang pernah atau telah memberikan bantuan seperti
pelatihan, atau berupa bantuan apapun dalam pengelolaan pembangunan
hutan. Incentives didefnisikan sebagai mengubah perilaku subordinat
7
dengan cara menimbulkan kerugian atau keuntungan (Krott et al., 2014).
Dimana ordinat “membeli” kepentingan pribadi subordinat atau
mengkompensasikan kepentingan subordinat (Maryudi, 2011).
3. Elemen terakhir yaitu dominan informasi (Trust) yang berarti mengubah
perilaku dengan verifikasi informasi. Informasi dapat digolongkan sebagai
informasi murni, yang dapat dengan mudah diverifikasi oleh penerima,
atau tidak sama sekali karena kurangnya kapasitas atau karena
ketidakpercayaan yang dimiliki. Dominan informasi merupakan sebuah
kekuatan karena aktor tanpa informasi tidak dapat dengan mudah membuat
keputusan yang tepat. Dalam hal ini dominan informasi termasuk
informasi apapun yang dapat diberikan hanya oleh lembaga negara dan
yang diperlukan oleh stakeholder lainnya. Dominan informasi
didefinisikan sebagai mengubah perilaku subordinat dengan sarana
informasi yang belum diverifikasi (Krott et al., 2014). Jika subordinat
tidak memverifikasi informasi yang diterima oleh ordinat dan membuat
keputusan berdasarkan informasi tersebut, maka ordinat telah mengubah
perilaku subordinat tanpa mengakui kehendaknya.
8
pihak yang harus mendapat bagian kesejahteraan yang memadai dari kegiatan
pengelolaan hutan (Supratman & Sahide, 2013).
Supratman & Sahide (2013), mengemukakan bahwa sebelum kawasan
hutan di Desa Labbo ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa masyarakat
setempat telah memanfaatkan lahan dibawah tegakan hutan untuk menanam kopi,
namun pengelolaan tersebut tidak intensif. Supratman & Sahide (2013) juga
mengatakan selain menanam kopi masyarakat juga telah memungut madu lebah
dari kawasan hutan desa. Masyarakat yang tinggal disekitar hutan sesungguhnya
dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan desa yang lestari.
Partisipasi masyarakat lokal dalam rangka pelestarian hutan merupakan suatu hal
yang mendasar dan positif, dimana kesadaran masyarakat dibangun dan
dikembangkan sehingga masyarakat dapat melakukan kontrol sepenuhnya
terhadap pengelolaan sumber daya hutan (Suprayitno, 2008).
Dalam pengelolaan hutan desa, posisi institusi kehutanan formal sebagai
fasilitator, regulator dan juga penilai, peran pengusaha swasta juga tetap penting
dalam hutan desa terutama terkait dalam hal permodalan, informasi, industri serta
pasar (Awang, 2010). Posisi pemimpin dan penguasa desa, dinas maupun adat
juga sangat penting, karena memiliki wewenang dan kemampuan dalam
menggerakkan masyarakat (Alit, 2005). Alit (2005) juga mencatat selain
masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengembangan pengelolaan hutan,
pemimpin atau penguasa desa juga berperan penting sebagai orang yang memiliki
kekuatan dalam menggerakkan masyarakat, selain itu juga bertugas dalam
mensosialisasikan kepada masyarakat desa tentang penetapan areal kerja hutan
desa dan tentunya dituntut adanya kemampuan untuk memotivasi dalam
melakukan gerakan tersebut. Dalam pengembangan pengelolaan hutan desa tidak
hanya orang-orang yang berkuasa memiliki pengaruh, akan tetapi dapat pula
dilakukan oleh perorangan, kelompok orang-orang, tokoh-tokoh masyarakat
termasuk lembaga pemerintahan yang bersifat adat dan atau dinas (Alit, 2005).
9
2.5 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Areal Hutan Desa Labbo berada di ketinggian antara 1100 mdpl dan 1800
mdpl. Areal Hutan Desa Labbo berbatasan dengan desa lainnya. Selengkapnya
dapat dilihat sebagai berikut (Dokumen RKHD, 2010) :
Sebelah Utara : Desa Pattaneteang
Sebelah Timur : Kecamatan Ulu Ere dan Kecamatan Eremerasa
Sebelah Selatan :Desa Bonto Tappalang dan Desa Bonto
Balumbung, dan kelurahan Ereng-Ereng
Sebelah Barat : Kabupaten Bulukumba
Daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba merupakan hutan
alam yang belum terkontaminasi oleh aktivitas manusia yang di batasi oleh sungai
yang membelah daerah tersebut. Terdapat mata air yang merupakan sumber air
bagi desa dan kondisi sempadan sungai masih terjaga dengan beberapa jenis
tumbuhan khas seperti karoci (dominan), mawa, galattiri’ dan kayu pala
(sedikit/terbatas) (Dokumen RKHD, 2010).
10
Keadaan Kawasan Hutan dan Penutupan/Penggunaan Lahan
Mata Pencaharian
Produk hasil hutan dari masyarakat Desa Labbo dijual dibeberapa tempat
seperti Pasar Banyorang (9 km), Pasar Borongrappoa (10 km), Pasar Lambocca (2
km) dan Pasar Panjang (5 km). Kebiasaan masyarakat yang menjual hasil panen
mereka ke pedagang pengumpul menyebabkan harga komoditas yang dijual
ditentukan oleh pedagang tersebut. Padahal harga sebenarnya di pasar jauh lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan jarak pasar dan biaya transportasi yang mahal serta
transportasi yang minim.
11
Aspek Konflik Masyarakat
12
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2017 yang bertempat di
Desa Labbo Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi
Selatan.
13
wawancara dengan beberapa stakeholder, sedangkan data sekunder merupakan
data-data yang diperoleh dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya dari
lembaga/ instansi terkait sebagai data pendukung untuk melengkapi informasi
yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung.
Adapun teknik pengamatan yang digunakan pada penelitian ini:
1. Observasi merupakan pengumpulan data melalui pengamatan langsung
dilapangan (Nasution, 2001). Dalam penelitian ini dilakukan observasi
untuk mengetahui objek informan yang terlibat dalam pemanfaatan dan
pengelolaan hutan desa yang dapat memberikan informasi, serta untuk
mengidentifikasi aktor-aktor yang telah disebutkan oleh informan
sebelumnya.
2. Wawancara merupakan salah satu metode penelitian yang efektif
digunakan untuk memverfikasi dan memvalidasi data (Sarwono, 2006).
Wawancara dilakukan terhadap narasumber/ informan untuk mendapatkan
informasi terkait pembangunan hutan desa di Desa Labbo.
3. Analisis dokumen (content analysis) yaitu sebuah metode yang
berlandaskan pada teori kajian sebagai sumber gagasan yang baru untuk
meningkatkan kepahaman kajian penelitian dalam bentuk teks (Raditya,
2012). Analisis dokumen ini merupakan pengumpulan data-data sekunder
sebagai data pendukung penelitian melalui pengutipan dan pencatatan
data dari kantor desa, kecamatan, BPS dan isntansi yang terkait, serta
laporan yang ada hubungannya dengan penelitian.
3.3 Tahapan pengambilan data dan analisis data
14