Anda di halaman 1dari 82

U N I VE RSITAS I S LAM KALIMAN TAN

MU H AMMA D A RSYAD A L - BAN JAR


I
BUKU REKAYASA LINGKUNGAN

Dosen Pengampuh :
ADHI SURYA, ST., MT
NIDN. 1126058001

Disusun Oleh :
DWI ANOVA
NPM. 18640167

KELAS REGULER SIANG 6A BANJARMASIN

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
BANJARMASIN
2021

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunianya saya dapat menyelesaikan tugas membuat buku “Rekayasa Lingkungan”
Penyusunan tugas ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan di bidang lingkungan
maupun di pelajaran Rekayasa Lingkungan. Dan saya mengucapkan terima kasih sebesar –
besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Abd. Malik, S.Pt., M.Si., Ph.D, Selaku Rektor Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari
2. Bapak Dr.Ir. M. Marsudi, M.Sc., Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari
3. Ibu Eka Purnamasari, S.T., M.T. Selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari
4. Bapak Hendra Cahyadi, S.T., M.T. Selaku Sekertaris Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari
5. Bapak Adhi Surya, S.T., M.T. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Rekayasa
Lingkungan yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama
menyusun buku dan memberikan banyak ilmu serta solusi pada setiap
permasalahan atau kesulitan dalam penulisan buku ini
6. Kedua Orang Tua, Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada
penulis
7. Seluruh teman-teman seangkatan, Terutama teman sekelas Reguler Siang 6A
Banjarmasin Angkatan 2018

Penulis sadar buku ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, oleh karena itu penulis memohon saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Dengan selesainya penyusunan tugas ini
kiranya bermanfaat khususnya bagi penyusun atau bagi saudara saudari yang
berkepentingan dalam hal ini.

Penulis

Dwi Anova

iii
DAFTAR ISI

COVER SAMPUL BUKU.........................................................................................................i


COVER MAKALAH................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I.X TEMPAT PEMBUANGAN SEMENTARA............................................................1
9.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
9.2 Tinjauan Pustaka..........................................................................................................1
9.3 Kondisi TPS Di Berbagai Negara................................................................................8
9.4 Syarat Penentuan Lokasi TPS....................................................................................10
9.5 Pemanfaatan Teknologi SIG Untuk Membantu Penentuan Lokasi TPS...................12
BAB X. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR.......................................................................14
10.1 Latar Belakang.........................................................................................................14
10.2 Tinjauan Pustaka......................................................................................................14
10.3 Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan TPA.............................................20
BAB XI. SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DOMESTIK.............................26
11.1 Latar Belakang.........................................................................................................26
11.2 Tinjauan Pustaka......................................................................................................26
11.3 Limbah Padat Domestik Dan Penangananya...........................................................31
BAB XII. SISTEM PENANGGULANGAN PENCEMARAN UDARA............................34
12.1 Latar Belakang.........................................................................................................34
12.2 Tinjauan Pustaka......................................................................................................34
BAB XIII. UKL DAN UPL.....................................................................................................44
13.1 Latar Belakang.........................................................................................................44
13.2 Tinjauan Pustaka......................................................................................................44
BAB XIV. AMDAL..................................................................................................................49
14.1 Latar Belakang.........................................................................................................49
14.2 Tinjauan Pustaka......................................................................................................50
BAB XV. HUKUM DAN UU LINGKUNGAN HIDUP.......................................................57
15.1 Latar Belakang.........................................................................................................57
15.2 Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia...................................................58
15.3 Isi Aturan Tentang Lingkungan Hidup, Uu No 32 Tahun 2009..............................61
KESIMPULAN........................................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................65
BIODATA MAHASISWA......................................................................................................67
BAB IX
TPS ( TEMPAT PEMBUANGAN SEMENTARA)

9.1 LATAR BELAKANG


Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk
padat. sarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu daerah tertentu sebanding dengan jumlah
penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap barang atau material.
Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang maka semakin besar pula
volume sampah yang dihasilkan.
Sampah biasanya dibuang ke tempat yang jauh dari permukiman atau tempat tinggal
manusia. Jika Tempat Pembuangan Sementara (TPS) berada dekat dengan tempat tinggal
manusia, risikonya sangat besar. Tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola secara
baik dapat menjadi tempat sarang tikus dan serangga seperti nyamuk, lalat, kecoa dan lain-
lain. Selain itu, sampah yang dibiarkan menggunung dan tidak diproses bisa menjadi
sumber penyakit. Terdapat banyak penyakit yang ditularkan secara tidak langsung dari
TPS. Lebih dari 25 jenis penyakit yang disebabkan oleh buruknya pengelolaan sampah,
salah satunya diare. Pengelolaan sampah yang buruk juga menimbulkan pencemaran
terhadap air, udara dan tanah.
Pemilahan sampah merupakan hal pertama dalam penanganan sampah yang berarti
menjadi hal pokok yang perlu diperhatikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga menyebutkan bahwa pemilahan sampah dilakukan melalui
kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri
dari sampah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sampah yang mudah
terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan
sampah lainnya. Sedangkan menurut Sucipto (2012), dalam pemilahan sampah dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3.

9.2 TINJAUAN PUSTAKA


9.2.1 Deinisi Tempat Pembuangan Sementara
TPS merupakan fasilitas yang terletak dekat dengan daerah perumahan atau
komersial. TPS digunakan untuk menerima dan menampung sampah dari kendaraan

1
pengumpul hingga dapat dipindahkan ke kendaraan transfer yang lebih besar untuk
dibuang kembali ke TPA, pusat pengolahan (seperti limbah untuk tanaman energi)
atau fasilitas pengomposan. Terkadang TPS juga menyediakan fasilitas pemilahan
sampah dan recycle

9.2.2 Jenis-Jenis TPS/Fasilitas Pengumpul Sampah Sementara


Terdapat lima Jenis TPS atau fasilitas pengumpul sampah sementara dalam
publikasi yaitu :
1. Bak beton,
2. Dipo,
3. Pool gerobak,
4. Pool konteiner
5. TPS/TPS 3R (tempat penampungan yang difasilitasi Reduce, Reuse & Recycle)

9.2.3 Keunggulan TPS Terhadap Lingkungan


TPS memiliki beberapa keunggulan lingkungan karena penggunaan TPS
memungkinkan pengurangan jumlah kendaraan pengangkut sampah yang
menghasilkan pengurangan pengguna lalu lintas dan polusi udara. Selain itu, TPS
memungkinkan mengurangi tempat pembuangan sampah illegal dan memfasilitasi
penentuan tempat pembuangan sampah di lokasi terpencil sehingga mampu
menghindari dampak lingkungan yang dihasilkan dari pembuangan sampah. Oleh
karena itu, TPS memiliki peran penting dalam sistem pengelolaan sampah.

9.2.4 Kreteria TPS


Berikut ini kriteria TPS menurut beberapa sumber yang ada :
1. Berdasarkan Materi Bidang Sampah 1 Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan
Bidang PLP Kementrian PU tahun 2013 pemindahan/transfer mempunyai beberapa
kriteria yaitu:
a. Pengosongan dilakukan setiap hari dengan frekuensi minimal 1 kali
b. Perlu adanya penjadwalan pengisian dan pengosongan untuk memaksimalkan
kebersihan lokasi
c. Mudah dijangkau dan tidak mengganggu arus lalu lintas
d. Perlu adanya penjadwalan saat pembongkaran titik pemindahan agar tidak
mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat
e. Tempat pemindahan sampah dapat berupa :
- Pelataran berdinding
Ukuran pelataran dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar,
masuk, dan pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari
gerobak maka harus tersedia tempat penimbunan sementara. Dinding dibuat
cukup tinggi agar dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah sekitarnya.
- Container
Ukuran kontainer umumnya berkapasitas 8 – 10 m3 , muatan kontainer
tersebut berasal dari gerobak yang langsung menumpahkan muatannya ke
dalam kontainer ini. setelah kontainer penuh, kontainer dibawa ke lokasi
pembuangan akhir.

2. Berdasarkan SNI 19-2454-2002 kriteria pemindahan dibagi menjadi 3 tipe. Tipe


pemindahan (transfer) dapat dilihat pada Tabel 9.1 berikut.

Tabel 9.1 Kreteria Pemindahan (Transfer)


3. Berdasarkan SNI 3242-2008 kriteria TPS terbagi menjadi 3 tipe.
a. TPS tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
- ruang pemilahan
- gudang
- tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
- luas lahan ± 10 - 50 m2
b. TPS tipe II
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
- ruang pemilahan ( 10 m2 )
- pengomposan sampah organik ( 200 m2 )
- gudang ( 50 m2 )
- tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container 60 m2
- luas lahan ± 60 – 200 m2.
C. TPS tipe III
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan :
- Ruang pemilahan ( 30 m2 )
- Pengomposan sampah organik ( 800 m2 )
- Gudang ( 100 m2 ) d.
- Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container ( 60
m2 )
- luas lahan > 200 m2

9.2.5 Sistem Pengangkutan Di TPS


Pengangkutan sampah adalah sub-sistem persampahan yang bersasaran
membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung
menuju TPA. Menurut Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2 Surabaya,
sistem pengangkutan sampah di TPS terbagi menjadi dua yaitu sistem pengangkutan
SCS (Stationary Container System) dan HCS (Hauled Container System). Sistem
SCS ini akan mengangkut seluruh sampah di tiap TPS pada rutenya masing-masing.
Pada TPS pertama seluruh sampah dimasukan ke dump truck, lalu berlanjut pada
TPS kedua
dan TPS-TPS berikutnya sampai dump truck penuh. Jika dump truck sudah penuh,
dump truck akan langsung membuang sampah ke TPA meskipun belum semua
sampah di rutenya terangkut. Sistem ini biasanya digunakan untuk kontainer kecil
serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truck baik secara mekanis atau
manual.
Pola pengangkutan dengan cara mekanis ini adalah kendaraan dari pool
menuju kontainer pertama dan menuangkan sampah ke dalam truk kemudian
meletakkan kembali kontainer yang kosong. Sedangkan pada pola pengakutan
dengan manual, kendaraan dari pool menuju TPS pertama kemudian sampah dimuat
ke dalam truk. Sistem mekanis menggunakan truk pemadat dan kontainer yang
kompatibel dengan jenis truknya, sedangkan sistem manual menggunakan tenaga
kerja dan kontainer dapat berupa bak sampah atau jenis penampung lainnya.
Gambaran sistem pengangkutan SCS mekanis dan manual dapat dilihat pada Gambar
9.1 dan 9.2

Gambar 9.1 Sistem Pengangkutan Sampah dengan SCS Mekanis

Gambar 9.2 Sistem Pengangkutan Sampah dengan SCS Manual


Pengumpulan sampah dengan sistem HCS terbagi menjadi 3 pola pengangkutan
yaitu:
1. Sistem pengosongan kontainer cara 1 dapat dilihat pada Gambar 9.3

Gambar 9.3 Pola Pengosongan Kontainer Cara 1

Proses pengangkutan :
- Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkut sampah ke TPA
- Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
- Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
- Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula
- Demikian seterusnya sampai rit akhir.

2. Sistem pengosongan kontainer cara 2 dapat dilihat pada Gambar 9.4

Gambar 9.4 Pola Pengosongan Kontainer Cara 2


Proses pengangkutan :
- Kendaraan dari poll menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut
sampah ke TPA–
- Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju lokasi
kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi
untuk diangkut ke TPA
- Demikian seterusnya sampai rit akhir
- Pada rit terakhir dengan kontainer kosong dari TPA menuju lokasi kontainer
pertama, kemudian kendaraan tanpa kontainer menuju pool.

3. . Sistem pengosongan kontainer cara 3 dapat dilihat pada Gambar 9.5

Gambar 9.5 Pola Pengosongan Kontainer Cara

3 Proses pengangkutan :
- Kendaraan dari poll dengan membawa kontainer kosong menuju
lokasi kontainer isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung
dibawa ke TPA
- Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju kontainer
isi berikutnya
- Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
9.3 KONDISI TPS DI BEBERAPA NEGARA

Manajemen dan pembuangan sampah padat merupakan tantangan utama di seluruh


dunia terutama di kawasan perkotaan dan negara-negara berkembang. Masalah sampah
berkaitan erat dengan kebersihan, keindahan,, dan kesehatan lingkungan. Pembahasan dan
pengembangan TPS pun masih menjadi perhatian khusus di beberapa negara maju maupun
berkembang . Negara tersebut seperti Amerika Serikat, Israel, Turki, dan Nepal. Berikut
ini beberapa kondisi TPS di berbagai negara :
1. Kondisi TPS di Amerika Serikat
Luas area TPS berkisar 235-9700 m2 dengan timbulan sampah berkisar 40-1600
ton/hari. Terdapat lima variasi bangunan TPS yaitu completely open, 3-sided open, 3-
sided bays, semi enclosed, dan fully enclosed.
Completely open TPS yang tidak memiliki dinding atau hanya dikeliling oleh pagar
kawat. Three-sided open merupakan TPS yang tiga sisi berdinding dan satu sisi terbuka.
Three-sided bays memiliki tiga dinding dan 1 pintu teluk yang dibiarkan terbuka. Semi
enclosed adalah TPS yang memiliki empat sisi berdinding dengan bukaan besar pada
dua sisi bangunan. Fully enclosed sepenuhnya tertutup, memiliki empat sisi berdinding
dan pintu kecil untuk masuk atau keluarnya kendaraan pengangkut sampah (Washburn,
2012). Kondisi ke lima kategori TPS dapat dilihat pada Gambar 9.6

(a) (b)

(c) (d)
(e)

Gambar 9.6 Tipe Bangunan TPS di Amerika (a) completely open, (b) 3-sided open, (c) 3-
sided bays, (d) semi enclosed, dan (e) fully enclosed

2. Kondisi TPS di Israel


TPS di Israel biasanya terletak jauh dari permukiman atau keramaian kota. Sebagian
besar TPS dioperasikan di tempat terbuka namun apabila terdapat fasilitas daur ulang
maka dioperasikan di tempat tertutup Pendaur ulangan sampah masih terbatas pada
kertas, kaca, plastik, dan logam yang berjumlah < 30% dari total timbulan sampah kota.
Timbulan sampah yang dihasilkan sekitar 1,32-2,32 kg/orang.hari, sehingga total
timbulan sampah nasional sekitar 5,5 juta ton/tahun

3. Kondisi TPS di Turki


Turki memiliki lebih dari 6.000.000 orang penduduk. Ratarata timbulan sampah yang
dihasilkan sebesar 6.000 ton/hari. Namun, tidak ada TPS yang beroperasi sehingga
kendaraan pengangkut sampah harus mengankut ke TPA yang letaknya mencapai 30
km dari kota atau pusat perkotaan. Sehingga disarankan untuk membangun sejumlah
TPS untuk memperkecil anggaran biaya yang digunakan.

4. Kondisi TPS di Kota Kathmandu, Nepal


Kota Kathmandu hanya memiliki satu TPS di Teku dengan luas area sebesar 100 x150
m dan menerima 150 ton sampah per hari. Terdapat delapan petugas di TPS ini yaitu 2
orang operator, 4 orang penjaga, dan 2 orang petugas administrasi. TPS tersebut
memiliki tujuh kompaktor dengan kapasitas 14m3 yang rata-rata beroperasi 2
kali/hari. Hingga tahun 2008, telah diusulkan TPS baru yang berada di seberang
lapangan golf dekat bandara
9.4 SYARAT PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN
SAMPAH SEMENTARA

Lingkungan yang sehat merupakan lingkungan yang memiliki manajemen sampah


yang baik. Tidak dapat dipungkiri sampah sangat erat kaitannya dengan lingkungan.
Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya membuat lingkungan menjadi kotor, dan
tidak teratur. Selain itu sampah yang dibuang tidak pada tempatnya dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan dan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Polusi akibat
sampah pun tidak dapat dihindari seperti polusi udara akibat pembakaran sampah,
pencemaran air tanah dan permukaan, merusak keindahan pemandangan kota, dan
menimbulkan aroma/bau yang tidak enak. Untuk itu adanya tempat pembuangan sampah
(TPS) sementara yang memadai akan meminimalisir dampak-dampak lingkungan tersebut.
Tempat pembuangan sampah (TPS) sementara juga sangat penting jikalau ditempatkan
pada lokasi yang sesuai untuk tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan
tertentu dan berwawasan lingkungan.
Daving dan Cornwell (1985), mengemukakan bahwa dalam memilih lokasi tempat
penampungan sampah (TPS) sementara sebaiknya meliputi evaluasi terhadap beberapa
variabel berikut: jarak terhadap jalan utama, jarak terhadap sungai, dan buffering di
sekeliling tempat penampungan sampah (TPS) sementara (Danuarti, 2003). Adapun secara
lebih spesifik syarat-syaratnya adalah :
- Minimal 30 meter dari sungai
- Minimal berjarak 50 meter dari permukiman, sekolah, dan taman
- Minimal berjarak 160 meter dari sumur
- Minimal berjarak 1500 meter dari airport
Untuk mencegah sampah di TPSS berserakan dan memberikan kesan kotor, Dinas
Kebersihan menerapkan beberapa standar TPSS guna mempermudah dalam proses
kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah ke TPA tanpa mempengaruhi kerusakan
lingkungan, sumber penyakit, dan keindahan kota. Mengacu pada standar operasional
kebersihan tentang persyaratan kesehatan dalam pengelolaan limbah dan penampungan
sampah sementara dengan mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dalam proses
kegiatan dalam penanganan, standar TPSS tersebut antara lain:
a. Kemudahan akses dalam proses pengumpulan
b. Hygenis untuk penghasil sampah maupun petugas pengumpul
c. Kuat dan relatif tahan lama dari faktor eksternal (banjir, wilayah pasang surut air dan
sebagainya
d. Mempertimbangkan segi estetika
Segi estetika dalam hal ini mengacu pada keputusan standar operasional
kebersihan dari Dinas Kebersihan tentang persyaratan kesehatan pengelolaan limbah dan
penampungan sampah sementara, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Tidak terlihat jorok, kotor, bau dan jauh dari sumber penyakit bagi permukiman
sekitarnya
b. Lokasi harus strategis untuk pengangkutan sampah dan tidak merusak keindahan kota,
dan lokasi tidak menganggu pengguna jalan.
c. memperhatikan kondisi lingkungan sekitar
Menurut Mulyansyah (2008), mengemukakan bahwa dalam memilih lokasi
tempat penampungan sampah (TPS) sementara sebaiknya meliputi ketersediaan tanah,
jalan menuju lokasi, jaringan jalan, penggunaan tanah dan jarak dari sungai. Adapun
penjelasan untuk penentuan lokasi tempat penampungan sampah (TPS) sementara adalah
sebagai berikut :
1. Ketersediaan Tanah
Dalam menentukan tanah potensial sebagai TPSS, sangatlah penting untuk mengetahui
area mana yang cocok dan tersedia di perkotaan, karena terdapat aturan tetap yang
mengatur fungsi dan bentuk TPSS yang dibutuhkan, dengan kata lain TPSS tersebut
harus memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Ketersediaan tanah sangatlah
diharapkan agar didapatkan area yang cocok untuk lokasi TPSS agar secara operasional
TPSS tersebut harus dapat bertahan selama 5 tahun dan dapat menjangkau wilayah
sekitarnya.
2. Jalan Menuju Lokasi
Penentuan lokasi TPSS tidak akan lepas dari jalan, karena jalan merupakan salah satu
faktor pendukung operasional pengangkutan sampah oleh truk dan alat transportasi
pengangkut sampah lainnya. Jalan menuju lokasi TPSS haruslah mempunyai
aksesibilitas yang tinggi agar mempermudah proses pengangkutan sampah.
3. Jaringan Jalan
Jaringan jalan merupakan prasarana perhubungan darat yang merupakan salah satu
penunjang pergerakan. Pola jaringan jalan yang baik adalah jaringan jalan yang
menghubungkan antar tempat kegiatan, sehingga jaringan jalan mempunyai fungsi yang
tepat untuk :
- Kelancaran hubungan dalam proses pengumpulan interaksi kegiatan
- Kelancaran hubungan dalam proses sebaran kebutuhan masyarakat
- Kelancaran hubungan dalam proses pelayanan kebutuhan
4. Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah merupakan wujud dari kegiatan manusia pada suatu ruang atau
tanah. Tanah, bila digunakan untuk membangun sesuatu harus dapat bermanfaat bagi
pelaksanaan pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan perumahan,
permukiman dan tempat penampungan sampah sementara. Penggunaan tanah harus
sesuai dengan peruntukannya agar tercipta kelestarian dan keseimbangan lingkungan
hidup yang berkelanjutan.
5. Jarak TPS Terhadap Sungai
Tingkat pencemaran lingkungan khususnya dari sungai terhadap masyarakat yang
berada di sekitar sungai, terkait dan berhubungan pula terhadap jarak tempat
pembuangan sampah (TPS) sementara. Perlu diperhatikan aspek pencemaran
dikarenakan pentingnya perhatian terhadap kesehatan dan keindahan bagi masyarakat
yang bermukim di sekitar sungai tersebut. Dikwatirkan sampah-sampah tersebut akan
menimbulkan polusi terhadap sungai jika keberadaan tempat pembuangan sampah
(TPS) tersebut terlalu dekat dengan sungai. Oleh sebab itu, lokasi tempat pembuangan
sampah (TPS) sementara yang direncanakan tidak berada terlalu dekat dengan sungai,
semakin jauh jaraknya dari sungai dinilai semakin baik

9.5 PEMANFAATAN TEKNOLOGI SIG UNTUK MEMBANTU PENENTUAN


LOKASI TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH (TPS) SEMENTARA

Pada saat ini peranan data spasial dalam berbagai kegiatan perencanaan cukup
penting, dalam hal penentuan lokasi tempat penampungan sampah (TPS) sementara,
teknologi pengolah data spasial telah memberi kontribusi luar biasa dengan hadirnya
teknologi Sistem Informasi Geografis. Menurut Wikipedia, Sistem Informasi Geografis
adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial
(bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang
memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola, dan menampilkan
informasi bereferensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya,
dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan
mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini. Teknologi Sistem Informasi
Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya,
perencanaan
pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana
untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam.
SIG merupakan sistem informasi kebumian berbasis sistem komputer. Dalam
berbagai perencanaan SIG merupakan suatu model alternatif dari kegiatan dan proses
dalam lingkungan dimana dapat dilakukan aktivitas pengukuran (measurement), pemetaan
(mapping), monitoring (monitoring) dan pemodelan (modeling). Penggunaan SIG
mendukung untuk perencanaan manajemen lahan secara potensial. Secara spesifik input
data, output, dan kemampuan analisis, struktur perencanaan dan analisis pengambil
putusan, dieksekusi dalam SIG dan dievaluasi hasilnya
Sistem Informasi Geografi memiliki kelebihan yang membedakan dengan sistem
informasi lainnya. SIG mampu menangani data atribut (kualitatif dan kuantitatif) sekaligus
mampu menangani data spasial (keruangan) yang berupa titik, garis, dan poligon.
Kelebihan yang dimiliki SIG inilah yang menjadikannya suatu sistem yang memiliki
prospek pengembangan dan pemakaian yang sangat potensial sebagai sistem pengambilan
keputusan untuk berbagai aplikasi. Secara umum SIG berfungsi melakukan perhitungan
terhadap sejumlah operasi, display (layer peta-warna, ukuran, bentuk, dan lain-lain),
kompilasi data base non-spasial, overlay, buffering, memperbaiki dan memperbaharui data
atau tayangan tabel (SQL), membuat hubungan-hubungan keruangan dan membuat peta
tematik dan peta arahan yang berguna untuk perencanaan pembangunan wilayah dan
daerah.
BAB X
TPA (TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR)

10.1 LATAR BELAKANG


Sampah dapat diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah adalah zat kimia, energi atau makhluk hidup yang tidak
mempunyai nilai guna dan cenderung merusak. Sampah merupakan konsep buatan
manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang
tak bergerak.
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan
berbagai permasalahan baik langsung mau pun tidak langsung bagi penduduk kota apalagi
daerah di sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung dari penanganan sampah yang
kurang bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular maupun
penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsung diantaranya
adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena
terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.

10.2 TINJAUAN PUSTAKA


10.2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya
kegiatan pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari
pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah
sampah.
Proses sampah itu sendiri mulai dari timbulnya di sumber - pengumpulan –
pemindahan/pengangkutan -pengolahan - pembuangan. Di TPA, sampah masih
mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa
jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat sampai
puluhan dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini memberi gambaran bahwa di TPA
masih terdapat proses-proses yang menghasilkan beberapa zat yang dapat -
mempengaruhi lingkungan. Zat-zat tersebut yang mempengaruhi lingkungan
itulah yang menyebabkan adanya bentuk-bentuk pencemaran
Gambar 2.1 Diagram Teknis Operasioal Pembuangan Sampah

Dalam gambar diagram diatas dapat dijelaskan bahwa pada Tempat


Pembuangan Sampah (TPA) pertama kali untuk tempat mengumpulkan berbagai
sampah dari rumah tangga maupun nonrumah tangga. Tempat tersebut yang disebut
sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan bentuk wadah penampungan atas
pengumpulan sampah. Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada sampah yang
tidak langsung dibuang dan ada yang langsung dibuang serta ada yang diolah secara
fisik, kimia, dan biologi.
Sampah yang tidak langsung dibuang biasanya dilakukan pemindahan dan
pengangkutan. Pemindahan sampah tersebut diangkut pada Tempat Pembuangan
Akhir, sedangkan sampah yang langsung dibuang akan ditampung pada Tempat
Pembuangan Akhir. Untuk pengolahan sampah yang dibagi secara fisik, kimia, dan
biologi, sampah-sampah tersebut diuraikan terlebih dahulu sesuai bahan sampahnya.
Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdapat syarat sebagai tempat tersebut,
syarat-syarat tersebut yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu
:
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah
kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber
air, dll
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat perdagangan
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.

Table 2.1 Dampak Potensial Kegiatan Pembuangan Akhir

Tahap
Kegiatan Perkiraan Dampak
Pembangunan
- Pemilihan lokasi TPA - Lokasi yang tidak memenuhi
- Perencanaan persyaratan akan mencemari
- Pembebasan Lahan lingkungan dan mengganggu
kesehatan masyarakat

- Perencanaan yang tidak didukung


Prakonstruksi oleh data yang akurat akan
menghasilkan konsntruksi yang tidak
memadai

- Ganti rugi yang tidak memadai akan


menimbulkan keresahan masyarakat

- Mobilisasi alat berat - Pengurangan Tanamanan


dan tenaga
- Pembuatan konstruksi yang tidak
Konstruksi - Pembersihan Lahan
memenuhi persyaratan akan
- Pekerjaan Sipil menyebabkan kebocoran lindi, gas
dan lain-lain

- Pengangkutan - Pengangkutan sampah dalam


keadaan terbuka dapat menyebabkan
- Penimbunan dan
bau dan sampah berceceran di
Pemadatan sepanjang jalan yang dilalui truk
- Penutupan Tanah - Penimbunan sampah yang tidak
Operasi - Ventilasi Gas beraturan dan pemadatan yang
kurang baik menyebabkan masa
- Pengumpulan lindi pakai TPA lebih singkat
dan pengolahan lindi
- Penutupan tanah yang tidak memadai
dapat menyebabkan bau, populasi
lalat tinggi dan pencemaran udara
- Ventilasi gas yang tidak memadai
menyebabkan pencemaran udara,
kebakaran dan bahaya asap

- Lindi yang tidak terkumpul dan


terolah dengan baik dapat
menggenangi jalan dan mencemari
badan air dan air tanah.

- Reklamasi Lahan - Reklamasi yang tidak sesuai dengan


peruntukan lahan apalagi digunakan
- Pemantauan kualitas
untuk perumahan dapat
lindi dan gas
membahayakan konstruksi bangunan
dan kesehatan masyarakat
Pasca Operasi
- Tanpa upaya pemantauan yang
memadai, maka akan menyulitkan
upaya perbaikan kualitas lingkungan

10.2.2 Fungsi TPA


TPA yakni Tempat Pembuangan Akhir memiliki fungsi sebagai akhir dari
pembuangan sampah yang telah dikumpulkan oleh petugas kebersihan sehingga
dibawa pada satu tempat sebagai penampungan sampah.Dalam TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) memiliki berbagai fasilitas yang berfunsi antara lain :
1) Prasarana jalan yang terdiri dari jalan masuk/akses, jalan penghubung, dan jalan
operasi/kerja. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan
pengangkutan sehingga efisiensi keduanya makin tinggi
2) Prasarana drainase, berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
Drainase ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan
3) Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan
data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Biasanya berupa pos pengendali
di pintu masuk TPA
4) Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di
dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah
lempung setebal 50 cm atau lapisan sintesis lainnya.
5) Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke atmosfer.
Gas yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan
6) Fasilitas pengamanan lindi, berupa perpipaan lubang-lubang, saluran
pengumpul, dan pengaturan kemiringan dasar TPA sehingga lindi begitu
mencapai dasar TPA akanbergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada
titik pengumpul.
7) Fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain

10.2.3 Dampak Sampah Di Sekitar TPA


Dampak adanya keberadaan Tempat pembuangan Akhir (TPA) terhadap
kondisi sosial masyarakat dapat diketahui dengan pendekatan beberapa aspek.
1) Dampak Terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah
tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan
menarik bagi berbagai macam binatang seperti lalat dan anjing yang dapat
menjangkit penyakit. Potensi bahaya kesehatan penyakit yang dapat ditimbulkan
adalah sebagai berikut :
- Penyakit diare, kolera, dan tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah yang dikelola dengan pengelolaan tidak tepat dapat
bercampur air minum.
- Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
- Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang
ternak melalui makanan yang berupa sisa makanan/sampah.
- sampah beracun: telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa
(Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
2) Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa
spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan
biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilakan
asam organik dan gas cair organik seperti gas metana. Selain berbau kurang
sedap, gasi ini dalam konsentarsi tinggi dapat meledak.
3) Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi
- Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan
secaralangsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak
langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
- Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan
akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan,
jembatan drainase, dan lain-lain.
- Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan
air. Jika sarana penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang
akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan
jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

10.2.4 Cara Pengelolaan Sampah


Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume
sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara
pembakaran, pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan.
(SNI T-13-1990-F). Adapun teknik pengolahan sampah adalah sebagai berikut :
1) Pengomposan (Composting),
Pengomposan adalah suatu cara pengolahan sampah organic dengan
memanfaatkan aktifitas bakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos
(proses pematangan). Pengomposan dilakukan terhadap sampah organik.
2) Pembakaran sampah,
Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya lapangan
yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun demikian
pembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, sampah, arang
sampah, abu, debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitarnya yang
akhirnya akan menimbulkan gangguan. Pembakaran yang paling baik
dilakukan disuatu instalasi pembakaran, yaitu dengan menggunakan
insinerator, namun pembakaran menggunakan incinerator memerlukan biaya
yang mahal
3) Recycling,
Merupakan salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan pemisahan
atas benda-benda bernilai ekonomi seperti: kertas, plastik, karet, dan lain-lain
dari sampah yang kemudian diolah sehingga dapat digunakan kembali baik
dalam bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk semula
4) Reuse,
Merupakan teknik pengolahan sampah yang hampir sama dengan recycling,
bedanya reuse langsung digunakan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.
5) Reduce,
Adalah usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah, misalnya tidak
menggunakan bungkus kantong plastik yang berlebihan

10.3 TAHAPAN PENGAMANAN PENCEMARAN LINGKUNGAN TPA


10.3.1 Tahapan Pra Konstrksi
1. Pemilihan Lahan TPA
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di
berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan.
Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA,
bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir
sampah adalah :
- Jarak dari perumahan terdekat 500 m
- Jarak dari badan air 100 m
- Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
- Muka air tanah > 3 m
- Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
- Merupakan tanah tidak produktif
- Bebas banjir minimal periode 25 tahun
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode
pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi
yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan
lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA
yang dapat
digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat
menggunakan sistem transfer station.

2. Survey dan pengukuran Lapangan


Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :
- Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
- Komposisi dan karakteristik sampah
- Data jaringan jalan ke lokasi TPA
- Jumlah alat angkut (truk)
Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun
tidak langsung (sekunder).
Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA
seperti :
- Topografi
- Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah,
konduktivitas hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia
(komposisi mineral tanah, anion dan kation)
- Sondir dan geophysic
- Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah,
kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
- Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air
musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat,
chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
- Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
- Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan
lain- lain.
- Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
- Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)

3. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat Mengant
isipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka perencanaan
TPA tersebut harus meliputi :
- Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
- Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi,
Saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan
(tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi,
ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan
fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
- Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah
untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal
TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.
- Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender,
spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain

4. Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin
timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya
terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk
menampung sampah selama 5 tahun

5. Pemberian Izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti
dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m
dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin
timbul dari berbagai kegiatan TPA

6. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu
diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana
mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi
namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk
menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat
terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan
jauh sebelum dilakukan perencanaan
10.3.2 Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi Tenaga Dan Alat
a. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan
pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi,
ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi,
sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari
tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk
menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan social
b. Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak
kebisingan dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat
diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu
lintas dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat

2. Pembersihan lahan (land clearing)


Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan
debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau
membuat green barrier yang memadai

3. Pembangunan fasilitas umum


a. Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan
kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu
memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi.
Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena
dapat mengurangi efisiensi pengangkutan
b. Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir
mulai dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber,
volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan
menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA
perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan
ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen
lindi yang akan dibuang kebadan air penerima
c. Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak
masuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area
timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.
d. Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga
dapat berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya
dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun
dan cepat tumbuh seperti pohon angsana.

10.3.3 Tahap Pasca Konstruksi


1. Operasi dan Pemeliharaan TPA
Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dari
seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup
memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik
maka tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul , maka
pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut. Penerapan sistem sel memerlukan pengaturan lokasi
pembuangan sampah yang jelas termasuk pemasangan rambu-rambu lalu lintas
truk sampah , kedisiplinan sopir truk untuk membuang sampah pada sel yang
telah ditentukan dan lain-lain
- Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700
kg/m3, yaitu dengan lintasan alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada
lapis pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat tidak sampai
merusak jaringan pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran leachate
- Penutupan tanah dilakukan secara harian ( 20 cm), intermediate ( 30 cm) dan
penutupan tanah akhir (50 cm ). Pemilihan jenis tanah penutup perlu
mempertimbangkan tingkat kekedapannya, diusahakan merupakan jenis yang
tidak kedap. Dalam kondisi penutupan tanah tidak dilakukan secara harian,
maka untuk mengurangi populasi lalat dilakukan penyemprotan insektisida
- Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan
baik melalui proses anaerob, aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi lindi,
sehingga dicapai efluen yang memenuhi standar baku mutu (BOD 30 – 150
ppm
- Pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan
casing dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan
sampah

2. Reklamasi Lahan Bekas TPA


Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi
sampah menjadilindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30
tahun (Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk
lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan
bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka
perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal
Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan rencana peruntukannya terutama
yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau,
ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis
tanaman yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk
peruntukan bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan
konstruksi jalan dan faktor keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang
berlaku.

3. Monitoring TPA Pasca Operasi


Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui
ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul
lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran pipa
ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan
pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu
yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah
area penimbunan
BAB XI
SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DOMESTIK

11.1 LATAR BELAKANG


Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat
di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis,
dan komposisi sampah padat sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya masyarakat dan
kondisi alamnya. Sampah itu sendiri merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas
manusia. Setiap aktifitas itu pastinya menghasilkan buangan atau sampah.
Besarnya sampah yang dihasilkan suatu daerah tertentu sebanding dengan jumlah
penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap
barang/material. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang
maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis
sampah, sangat tergantung dari jenis barang yang dikonsumsi oleh manusia itu sendiri.
Meskipun kedengarannya sederhana, namun jenis dan volume sampah
menimbulkan permasalahan kompleks pada setiap negara-negara dunia. Banyak upaya
yang telah dilakukan untuk mengelola sampah tersebut, namun pada kenyataannya tidak
ada satupun negara yang berhasil mengelola sampahnya tanpa melalui pendekatan regional
(kewilayahan), meskipun manajemen negara tersebut telah modern.
Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan
sumbernya, sehingga permasalahan sampah yang dihadapi selama ini dapat teratasi dengan
baik tanpa harus mengeluarkan banyak waktu, tempat dan biaya. Permasalahan
pengelolaan sampah erat kaitannya dengan pengaturan terhadap penimbunan,
penyimpanan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan atau pemusnahan
dan pemanfaatan sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat (human health
principle), ekonomi (economi), keindahan (esthetic) dan pertimbangan-pertimbangan
lingkungan lainnya serta disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
11.2 TINJAUAN PUSTAKA
11.2.1 Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industry ataupun aktivitas domestik
yang berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas, plastik,
serbuk besi, serbuk kayu, kain, dll. Sedangkan limbah padat domestic adalah limbah
sisa buangan rumah tangga. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi enam
kelompok sebagai berikut :
a. Sampah organik mudah busuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah, berupa
bahan-bahan organik yang mudah membusuk atau terurai mikroorganisme.
Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa dapur, sampah sayuran, kulit buahbuahan
b. Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat
anorganik atau organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme,
sehingga sulit membusuk. Contohnya yaitu: selulosa, kertas, plastik, kaca,logam
c. Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua limbah yang berupa
bangkai binatang, seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang mati
d. Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil
pembakaran. Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah
membusuk.
e. Sampah sapuan (street sweeping), yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang
berisi berbagai sampah yang tersebar di jalanan, sperti dedaunan, kertas dan
plastik.

11.2.2 Sifat-Sifat Limbah Padat


1. Sifat Kimia Limbah Padat
Informasi mengenai komposisi kimia yang terkandung di dalam limbah limbap
padat domestik adalah penting untuk mengevaluasi proses alternatif dan pilihan
pemulihan. Sebagai contoh, kelayakan dalam pembakaran limbah padat/ limbah
padat bergantung pada komposisi kimia dari limbah padat tersebut. Jika limbah
padat akan digunakan sebagai bahan bakar, maka karakteristik penting yang harus
diketahui adalah :
a. Analisi Proksimat (Proximate Analysis)
Analisis proksimat meliputi 4 uji, yaitu kehilangan kelembapan ketika
dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam, bahan volatile, senyawa karbon,
dan abu (berat residu setelah pembakaran)
b. Titik Pengabuan (Pushing Point of Ash)
Titik pengabuan adalah suhu dimana abu dihasilkan dari pembakaran limbah
padat dengan suhu 1100oC -1200oC

c. Analisis Unsur (Ultimate Analysis of Solid Waste Components)


Analisis unsure dari komponen limbah padat mencakup determinasi
persentasi dari C (karbon), H (hidrogen), S (sulfur), O (oksigen), N
(nitrogen), dan abu. Hasil analisis ini digunakan untuk karakteristik
komposisi bahan organik limbah.Hal ini penting untuk menentukan nilai C/N
berkaitan dengan dekomposisi biologis
d. Kandungan Energi (Energy Content of Sokid Waste Components)
Kandungan energi komponen limbah (kJ/kg) dapat dideterminasi
menggunakan boiler system, laboratory bomb calorimeter, atau dengan
menghitung komposisi elemen. Kandungan energy oenting jika akan
dilakukan proses pembakaran limbah.

e. Nutrien Esensial (Essential Nutrients and Other Elements)


Analisa ini penting jika kandungan organic limbah digunakan untuk
konversi biologi seperti kompos, produksi metana atau etanol.Nutrien utama
yang paling penting adalah bentuk nitrogen (nitrat, ammonium), fosfor dan
potassium

2. Sifat Biologis Limbah


Fraksi organik limbah (tidak termasuk karet dan kulit), dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Bahan yang larut terhadap air, seperti gula, pati, asam amino dan asam organic
2. Hemiselulosa
3. Selulosa
4. Lemak, minyak dan lilin, seperti ester dari alcohol dan asam lemak rantai
panjang.
5. Lignin dan lignoselulosa
6. Protein, seperti rantai asam amino

11.2.3 Sumber-Sumber Limbah padat


1. Limbah Padat Rumah Tangga
Umumnya limbah padat rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan,
perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, limbah padat
kebun/halaman, dan lain-lain

2. Limbah Padat Dari Industri


Limbah padat ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan
kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk (kertas, kayu,
plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan). Limbah padat
industri berupa bahan kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan
khusus sebelum dibuang
3. Limbah padat dari sisa bangunan dan konstruksi gedung
Limbah padat yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung
ini dapat berupa bahan organic maupun anorganik. Limbah padat organik,
misalnya : kayu, bamboo, triplek. Limbah padat anorganik, misalnya : semen,
pasir, spesi, batu bata, ubin, besi, baja, kaca, dan kaleng.

4. Limbah padat yang berasal dari pertambangan


Limbah padat ini berasal dari daerah pertambangan tergantung dari jenis usaha
pertambangan itu sendiri misalnya batu-batuan, tanah cadas, pasir, sisa-sisa
pembakaran, dsb.

11.2.3 Contoh Limbah Padat Domestik


Limbah domestik harus menjadi perhatian kita bersama mengingat
prosentase volume limbah yang bisa semakin bertambah besar. Perusahaan atau
individu yang tidak bertanggung jawab kerap membuang limbah cair ke sungai dan
mencemari lingkungan. Selain limbah cair, ada pula limbah domestik yang
berbentuk padat.
1. Limbah Cair Domestik
Sesuai namanya, limbah cair domestik berbentuk berupa cairan yang dihasilkan
dari aktivitas rumah tangga dan industri. Misalnya, air cucian pakaian, air bekas
mandi, serta kotoran manusia. Limbah cair domestik ini bisa mengandung bahan
kimiawi yang berbahaya seperti sabun mandi, deterjen cuci, minyak, kuman dan
sebagainya. Meski dalam volume sedikit tidak berbahaya, tetapi jika
terakumulasi dalam jumlah besar, tentu bisa mencemari lingkungan. Terutama
sungai atau danau di sekitar masyarakat.

2. Limbah Padat Domestik


Jenis limbah domestik yang kedua adalah limbah padat. Dihasilkan oleh
aktivitas rumah tangga dengan contoh yang mudah dijumpai di sekitar kita.
Misalnya saja seperti kertas, pakaian, botol plastik, perabotan rumah tangga,
peralatan elektronik, dan lain – lain.
Limbah padat domestik ini sulit diurai oleh tanah dan terkadang hanya dibiarkan
menumpuk bertahun – tahun di gudang atau di tempat pembuangan sampah
akhir. Sudah seharusnya, berbagai kalangan memikirkan tentang pengelolaan
limbah
padat domestik agar dapat dimanfaatkan lebih baik lagi agar tidak mencemari
planet bumi.

11.3 LIMBAH PADAT DOMESTIK DAN PENANGANANNYA


Sampah merupakan permasalah utama dalam lingkungan kita, karena sampah
diproduksi oleh semua kalangan hingga rumah tangga yang merupakan penghasil sampah
terbanyak perharinya. Dengan pengolahan yang tanpa dipilah terlebih dahulu, sampah
rumah tangga langsung dibuang ke tempat sampah kemudian dibawa oleh petugas ke TPS
untuk dimusnahkan
Dengan cara tersebut masih kurang efektif, karena hanya akan menimbun di TPS dan
menjadikan lingkungan di sekitar TPS menjadi rusak dan tidak nyaman. Maka dari itu kita
harus belajar untuk memilah dan memanfaatkan sampah yang ada. Ada dua macam
sampah, yaitu sampah organik (daun-daunan, sisa sayuran, kulit buah, dll) dan sampah
Unorganik (plastik, botol / kaca, kertas, dll) yang mana bisa dimanfaatkan untuk
meminimalisir sampah yang dibuang ke TPS dan bahkan bisa menjadi tambahan
penghasilan bagi yang mengolah. Untuk sampah-sampah organik bisa diolah menjadi
kompos yang berguna untuk pupuk tanaman atau mungkin bisa dijual. Dan sampah
unorganik bisa kita buat menjadi kerajinan yang bisa menjadi hiasan dirumah atau dijual
sebagai tambahan penghasilan. Jadi pada intinya sampah yang kita hasilkan bisa kita
manfaatkan untuk tambahan penghasilan
dan segaligus membantu pemerintah dalam menanggulangi penumpukan sampah di TPS

11.3.1 Pemasyarakatan Teknik Pengolahan Limbah Padat Domestik/Limbah


Rumah Tangga
Menurut Undang-undang No 18 tahun 2008 definisi sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat. Menurut ilmu
kesehatan lingkungan sampah hanya sebagian dari benda atau hal-hal lain yang
dipandang tidak dapat digunakan lagi, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus
dibuang sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup (Riyaldi,
1986), menurut widyatmoko (2002) sampah rumah tangga adalah sampah yang
berasal dari kegiatan rumah tangga yang terdiri dari berbagai macam jenis sampah
Sedangkan menurut Undang-undang No 18 tahun 2008 sampah rumah
tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,
tetapi tidak termasuk tinja dan sampah spesifik (sampah yang mengandung bahan
beracun). Oleh
karena dalam rumah tangga limbah tersebut biasa disebut dengan sampah maka
biasanya setelah tidak dipakai akan dibuang. Ada berbagai macam cara mebuang
sampah di tempat pembuangan akhir diantaranya :
1. Open dumping, yaitu membuang sampah secara terbuka diatas permukaan tanah
2. Dumping in water, yaitu membuang sampah secara terbuaka diatas air seperti
dikali atau dilaut
3. Burning in premise, yaitu pembakaran sampah di rumah-rumah
4. Sanitary landfill,yaitu suatu cara pembuangan sampah ke tempat-tempat rendah
dam ditutupi

11.3.2 Pengolahan Limbah Padat


Limbah padat merupakan limbah yang paling banyak diproduksi oleh
manusia. hal ini karena sebagian besar barang yang digunakan olah manusia adalah
berbentuk fisik, sehingga ketika barang tersebut sudah dihabiskan nilai gunanya,
yang tertinggal hanyalah suatu bentuk fisik pula. Limbah padat ini juga sering
dikenal sebagai sampah. Keberadaan limbah padat ini dapat diolah dengan berbagai
cara. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk pengolahan limbah
padat antara lain sebagai berikut :
1. Penimbunan Terbuka
Solusi atau pengolahan pertama yang bisa dilakukan pada limbah padat adalah
penimbunan terbuka. Limbah padat dibagi menjadi organik dan juga non
organik. Limbah padat organik akan lebih baik ditimbun, karena akan diuraikan
oleh organisme- organisme pengurai sehingga akan membuat tanah menjadi
lebih subur.

2. Sanitary landfill
Sanitary landfill ini menggunakan lubang yang sudah dilapisi tanah liat dan juga
plastik untuk mencegah pembesaran di tanah dan gas metana yang terbentuk
dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.

3. Insenerasi
Hasil panas digunakan untuk listrik atau pemanas ruangan.

4. Membuat kompos padat


Seperti halnya penimbunan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwasannya limbah padat yang bersifat organik akan lebih bermanfaat apabila
dibuat menjadi kompos. Kompos ini bisa dijadikan sebagai usaha masyarakat
yang sangat bermanfaat bagi banyak orang.

5. Dibakar
Pembakaran limbah padat atau sampah juga bisa digunakan sebagai salah satu
alternatif untuk mengatasi adanya limbah padat yang sangat banyak. Biasanya,
sampah- sampah rumah tangga akan dikumpulkan di sebuah bank sampah atau
tempat pembuangan sampah. Apabila sampah yang terkumpul tidak terlalu
banyak, maka pembakaran ini bisa saja dilakukan. Namun perlu kita ingat juga
bahwasannya apabila kita membakar sampah, maka hal itu akan membuat udara
yang ada di sekitar kita menjadi tercemar. Jika udara sudah tercemar maka kita
akan merasakan sesak di bagian nafas dan hidung akan terasa sakit apabila
menghirup udara.

6. Daur ulang
Limbah padat yang bersifat non organik bisa dipilah- pilah kembali. Limbah
padat yang masih bisa diproses kembali bisa di daur ulang menjadi barang yang
baru atau dibuat barang lain yang bermanfaat atau bernilai jual tinggi. Sebagai
contoh adalah kerajinan dari barang- barang bekas.
BAB XII
SISTEM PENANGGULANGAN PENCEMARAN UDARA

12.1 LATAR BELAKANG


Pencemaran udara merupakan salah satu bagian dari pencemaran lingkungan fisik.
Pencemaran lingkungan fisik yang lain adalah pencemaran air dan tanah. Udara
merupakan kebutuhan yang paling utama untuk kehidupan makhluk di bumi. Metabolisme
di dalam tubuh makhluk hidup tak mungkin berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari
udara. Setiap orang dewasa memerlukan pergantian udara paling sedikit 33 m3 /jam1, akan
tetapi kebutuhan oksigen yang diperoleh dari udara perkotaan, sering tercampur dengan
berbagai bahan pencemar. Diantara bahan pencemar udara yang paling banyak dijumpai
pada udara perkotaan, khususnya yang berasal dari sektor transportasi adalah Pb dan CO.
Selain oksigen, didalam udara terdapat beberapa unsur lain. Dalam keadaan normal,
komposisi unsur-unsur yang ada di dalam udara itu tidak menimbulkan gangguan apapun
bagi makhluk hidup atau benda-benda lain. Dalam batas-batas tertentu pencemaran akan
dinetralisir secara alamiah, sehingga tidak sampai menimbulkan gangguan. Tetapi bila
pencemaran tersebut berlebihan, maka proses alamiah tersebut tak mampu lagi menetralisir
bahan pencemar untuk menjadikan udara yang dikonsumsi menjadi bersih kembali
Bumi dan udara sekitarnya seberat 5,5 x 1015 ton dapat disamakan dengan sebuah
bola raksasa yang tertutup lapisan ozon. Sistem penunjang hidup tergantung pada jumlah
penumpangnya, persediaan air, udara, dan makanan serta keadaan lingkungan.
Kenyataannya adalah pollutan gas 13,4 x 109 ton2 per tahun sedang diproduksi dalam bola
raksasa tersebut sebagai akibat kemajuan peradaban manusia itu sendiri. Walaupun
manusia tidak akan segera kehabisan udara bersih tetapi yang pasti adalah manusia akan
bernafas selama puluhan tahun dalam udara yang tercemar, terutama bagi mereka yang
hidup di negara industri maju dan di kota-kota besar.

12.2 TINJAUAN PUSTAKA


12.2.1 Pengertian Pencemaran Udara
Menurut UU No. 32 tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.
Menurut Salim yang dikutip oleh Utami (2005) pencemaran udara diartikan
sebagai keadaan atmosfir, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan
konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup, merusak properti,
mengurangi kenyamanan di udara. Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat,
gas dan cair yang ada di udara yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman disebut
polutan udara.
Sedangkan menurut Mukono (2006), yang dimaksud pencemaran udara adalah
bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal
yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang
dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang,
vegetasi dan material karena ulah manusia (man made).
Jadi, pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur
berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan
lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan
kualitas lingkungan.

12.2.2 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara


Banyak faktor yang dapat menyebabkan pencemaran udara, diantaranya
pencemaran yang ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia
atau kombinasi keduanya. Pencemaran udara dapat mengakibatkan dampak
pencemaran udara bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global atau tidak
langsung dalam kurun waktu lama.
Pencemar udara dibedakan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder :
1. Polutan Primer
Polutan primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari
sumber pencemaran udara atau polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber
tertentu, dan dapat berupa :
a) Polutan Gas terdiri dari :
- Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan
karbon oksida (CO atau CO2) karena ia merupakan hasil dari pembakaran
- Senyawa sulfur, yaitu oksida.
- Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hydrogen klorida, hidrokarbon
terklorinasi, dan bromin.
b) Partikel
Partikel yang di atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa
zat padat maupun suspense aerosol cair sulfur di atmosfer. Bahan partikel
tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses (misalnya proses
menyemprot/ spraying) maupun proses erosi bahan tertentu.

2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-
pencemar primer di atmosfer sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau
lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah
disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal.

12.2.3 Zat-Zat Pencemaran Udara


Ada beberapa polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara, antara
lain: Karbon monoksida, Nitrogen dioksida, Sulfur dioksida, Partikulat,
Hidrokarbon, CFC, Timbal dan Karbondioksida.
1. Karbon monoksida (CO)
Gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat racun. Dihasilkan dari
pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil, misalnya gas buangan kendaraan
bermotor
2. Nitrogen dioksida (NO2)
Gas yang paling beracun. Dihasilkan dari pembakaran batu bara di pabrik,
pembangkit energi listrik dan knalpot kendaraan bermotor.
3. Sulfur dioksida (SO2)
Gas yang berbau tajam, tidak berwarna dan tidak bersifat korosi. Dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur terutama batubara. Batubara
ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar pabrik dan pembangkit tenaga
listrik.
4. Partikulat (asap atau jelaga)
Polutan udara yang paling jelas terlihat dan paling berbahaya. Dihasilkan dari
cerobong pabrik berupa asap hitam tebal.
12.2.4 Penyebab Pencemaran Udara
Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri
dan teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan
bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita
menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran.
Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu :
1. Karena faktor internal (secara alamiah), contoh :
- Debu yang beterbangan akibat tiupan angin.
- Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas
vulkanik
- Proses pembusukan sampah organik, dll
2. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh:
- Hasil pembakar bahan bakar fosil.
- Debu/serbuk dari kegiatan industry
- Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara

12.2.5 Dampak Pencemaran Udara


1. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Lingkungan
Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan alam, antara
lain: hujan asam, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global
- Hujan Asam
Istilah hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia
menulis tentang polusi industri di Inggris. Hujan asam adalah hujan yang
memiliki kandungan pH (derajat keasaman) kurang dari 5,6. Pencemar udara
seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan
menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain:
- Mempengaruhi kualitas air permukaan
- Merusak tanaman
- Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga
mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan
- Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan
- Penipisan Lapisan Ozon
Ozon (O3) adalah senyawa kimia yang memiliki 3 ikatan yang tidak stabil. Di
atmosfer, ozon terbentuk secara alami dan terletak di lapisan stratosfer pada
ketinggian 15-60 km di atas permukaan bumi. Fungsi dari lapisan ini adalah
untuk melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan sinar
matahari dan berbahaya bagi kehidupan.
Namun, zat kimia buatan manusia yang disebut sebagai ODS (Ozone
Depleting Substances) atau BPO (Bahan Perusak Ozon) ternyata mampu
merusak lapisan ozon sehingga akhirnya lapisan ozon menipis. Hal ini dapat
terjadi karena zat kimia buatantersebut dapat membebaskan atom klorida (Cl)
yang akan mempercepat lepasnya ikatan O3menjadi O2. Lapisan ozon yang
berkurang disebut sebagai lubang ozon (ozone hole).
- Pemanasan Global
Kadar CO2 yang tinggi di lapisan atmosfer dapat menghalangi pantulan panas
dari bumi ke atmosfer sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas.
Peristiwa ini disebut dengan efek rumah kaca (green house effect). Efek
rumah kaca ini mempengaruhi terjadinya kenaikan suhu udara di bumi
(pemanasan global). Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata di
seluruh dunia dan menimbulkan dampak berupa berubahnya pola iklim.
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan
N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang
dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam
lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.
Dampak dari pemanasan global adalah :
- Pencairan es di kutub
- Perubahan iklim regional dan global
- Perubahan siklus hidup flora dan fauna

2. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Manusia


- Karbon Monoksida (CO)
Mampu mengikat Hb (hemoglobin) sehingga pasokan O2 ke jaringan tubuh
terhambat. Hal tersebut menimbulkan gangguan kesehatan berupa; rasa sakit
pada dada, nafas pendek, sakit kepala, mual, menurunnya pendengaran dan
penglihatan menjadi kabur. Selain itu, fungsi dan koordinasi motorik menjadi
lemah. Bila keracunan berat (70 – 80 % Hb dalam darah telah mengikat CO),
dapat menyebabkan pingsan dan diikuti dengan kematian.
- Nitrogen dioksida (SO2)
Dapat menyebabkan timbulnya serangan asma.
- Hidrokarbon (HC)
Menyebabkan kerusakan otak, otot dan jantung.
- Chlorofluorocarbon (CFC)
Menyebabkan melanoma (kanker kulit) khususnya bagi orang-orang berkulit
terang, katarak dan melemahnya sistem daya tahan tubuh
- Timbal (Pb)
Menyebabkan gangguan pada tahap awal pertumbuhan fisik dan mental serta
mempengaruhi kecerdasan otak.
- Ozon (O3)
Menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan terasa terbakar dan
memperkecil paru-paru.
- NOx
Menyebabkan iritasi pada paru-paru, mata dan hidung.

3. Dampak Pencemaran Udara Bagi Kehidupan Hewan


- Penipisan Lapisan Ozon
Menimbulkan kanker mata pada sapi, terganggunya atau bahkan putusnya
rantai makanan pada tingkat konsumen di ekosistem perairan karena
penurunan jumlah fitoplankton.
- Pemanasan Global
Penurunan hasil panen perikanan. Selain membawa dampak negatif pada
kehidupan hewan, pencemaran udara juga mampu merusakkan bangunan dan
candi-candi. Iklim dunia yang berubah polanya mengakibatkan timbulnya
kemarau panjang, bencana alam dan naiknya permukaan laut. Kemarau
panjang memicu terjadinya kebakaran hutan dan menurunnya produksi panen,
bencana alam (banjir, gempa, tsunami) banyak terjadi dan permukaan laut
yang meninggi akan mengakibatkan tenggelamnya pulau-pulau kecil dan
daerah- daerah pesisir pantai.
- Hujan Asam
Menyebabkan pH air turun di bawah normal sehingga ekosistem air terganggu.

4. Dampak Pencemaran Udara Bagi Tumbuhan


- Hujan Asam
Merusak kehidupan ekosistem perairan, menghancurkan jaringan tumbuhan
(karena memindahkan zat hara di daun dan menghalangi pengambilan
Nitrogen) dan mengganggu pertumbuhan tanaman.
- Penipisan Lapisan Ozon
Merusak tanaman, mengurangi hasil panen (produksi bahan makanan, seperti
beras, jagung dan kedelai), penurunan jumlah fitoplankton yang merupakan
produsen bagi rantai makanan di laut.
- Pemanasan Global
Penurunan hasil panen pertanian dan perubahan keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati dapat berubah karena kemampuan setiap jenis
tumbuhan untuk bertahan hidup berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya.
- Gas CFC
Mengakibatkan tumbuhan menjadi kerdil, ganggang di laut punah, terjadi
mutasi genetik (perubahan sifat organisme).

12.2.6 Pencegahan Pencemaran Udara


Pencegahan yang ditempuh terhadap pencemaran udara tergantung dari sifat
dan sumber polutannya. Pencegahan yang paling sederhana dan mudah dilakukan
yaitu menggunakan masker sebagai pelindung untuk menghindari terjadinya
gangguan kesehatan
Tindakan yang dilakukan untuk mencegah pencemaran udara seperti
mengurangi polutan, bahan yang mengakibatkan polusi dengan peralatan, mengubah
polutan, melarutkan polutan, dan mendispersikan-menguraikan polutan.
1. Mencegah Pencemaran Udara Berbentuk Gas
- Adsorbsi
Adsorbsi merupakan proses melekatnya molekul polutan atau ion pada
permukaan zat padat-adsorben-seperti karbon aktif dan silikat. Adsorben
mempunyai sifat dapat menyerap zat lain sehingga menempel pada
permukaannya tanpa reaksi kimia serta memiliki daya kejenuhan yang bersifat
disposal (sekali pakai buang) atau dibersihkan dulu, kemudian digunakan lagi.
- Absorbsi
Absorbsi merupakan proses penyerapan yang memerlukan solven yang baik
untuk memisahkan polutan gas dengan konsentrasinya. Metoe absorbs ini pada
prinsipnya hampir sama dengan metode adsorbsi, hanya bedanya bahwa emisi
hidrokarbon mengalami kontak dengan cairan di mana hidrokarbon akan larut
atau tersuspensi.
- Kondensasi
Kondensasi merupakan proses perubahan uap air atau bendda gas menjadi benda
cair pada suhu udara di bawah titik embun. Polutan gas diarahkan mencapai titik
kondensasi tinggi dan titik penguapan yang rendah, seperti hidrokarbon dan gas
organic lainnya.
- Pembakaran
Pembakaran merupakan proses untuk menghancurkan gas hidrokarbon yang
terdapat di dalam polutan dengan mempergunakan proses oksidasi panas
yang
d isebut inceneration. Iceneration merupakan salah satu metode dalam
pengolahan limbah padat dengan menggunakan pembakaran yang menghasilkan
gas dan residu pembakaran.

2. Mencegah pencemaran udara berbentuk partikel


- Filter
Filter udara dimaksudkan untuk menangkap debu atau polutan partikel yang
ikut keluar pada cerobong atau stack pada permukaan filter, agar tidak ikut
terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih saja yang keluar dari
cerobong. Penggunaan filter udara seharusnya disesuaikan dengan sifat gas
buangan yang keluar seperti berdebu banyak, besifat asam, bersifat alkalis
dan sebagainya. Beberapa contoh jenis filter yang banyak digunakan seperti
cotton, nylon, orlon, dacron, fiberglass, polypropylene, wool, nomex, tefloyn.
- Filter Basah
Cara kerja filter basah atau scrubbers/wat collectors adalah membersihkan
udara kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangakan
udara yang kotor dari bagian bawah alat.
- Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik dapat digunakan untuk membersihkan udara
kotor dalam jumlah yang relative besar. Alat ini menggunakan arus searah
(DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv, berupa tabung silinder di
mana dindingnya diberi muatan positif sedangkan di tengah ada sebuah kawat
yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding silinder, diberi muatan
negative.
- Program Penghijauan
Tumbuh-tumbuhan menyerap hasil pencemaran udara berupa karbon
dioksida (CO2) dan melepaskan oksigen (O2). Tumbuh-tumbuhan akan
menghisap dan mengurangi polutan, dengan melepaskan gas oksigen maka
akan mengurangi jumlah polutan di udara.

12.2.7 Upaya Penanggulangan Pencemaran Udara


Upaya penanggulangan dilakukan dengan tindakan pencegahan (preventif)
yang dilakukan sebelum terjadinya pencemaran dan tindakan kuratif yang dilakukan
sesudah terjadinya pencemaran.
1. Usaha Preventif (sebelum pencemaran)
- Mengembangkan energi alternatif dan teknologi yang ramah lingkungan.
- Mensosialisasikan pelajaran lingkungan hidup (PLH) di sekolah dan
masyarakat.
- Mewajibkan dilakukannya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) bagi industri atau usaha yang menghasilkan limbah.
- Tidak membakar sampah di pekarangan rumah.
- Tidak menggunakan kulkas yang memakai CFC (freon) dan membatasi
penggunaan AC dalam kehidupan sehari-hari.
- Tidak merokok di dalam ruangan.
- Menanam tanaman hias di pekarangan atau di pot-pot.
- Ikut berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan.

2. Usaha kuratif (sesudah pencemaran)


Bila telah terjadi dampak dari pencemaran udara, maka perlu dilakukan beberapa
usahauntuk memperbaiki keadaan lingkungan, dengan cara :
- Menggalang dana untuk mengobati dan merawat korban pencemaran
lingkungan.
- Kerja bakti rutin di tingkat RT/RW atau instansiinstansi untuk membersihkan
lingkungan dari polutan.
- Melokalisasi tempat pembuangan sampah akhir (TPA) sebagai tempat/pabrik
daur ulang.
- Menggunakan penyaring pada cerobong di kilang minyak atau pabrik yang
menghasilkan asap atau jelaga penyebab pencemaran udara.
- Mengidentifikasi dan menganalisa serta menemukan alat atau teknologi tepat
guna yang berwawasan lingkungan setelah adanya musibah/kejadian akibat
pencemaran udara, misalnya menemukan bahan bakar dengan kandungan
timbal yang rendah (BBG).

-
BAB XIII
UKL DAN UPL

13.1 LATAR BELAKANG

Upaya Pengelolaan Lingkungan hidup (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan


hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Setiap jenis usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) wajib melakukan UKL dan UPL, yang
proses dan prosedurnya tidak dilakukan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (PP Nomor 27 Tahun 1999).
Pemrakarsa kegiatan adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas
suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dimana pemrakarsa bisa
berupa intansi pemerintah, maupun swasta. Sedangkan Instansi yang berwenang adalah
instansi yang berwenang memberikan keputusan izin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Dokumen UKL dan UPL memberikan gambaran tentang jenis rencana atau kegiatan
yang dilaksanakan berikut dengan identitas pemrakarsa kegiatan, kondisi rona lingkungan
hidup awal, dampak-dampak yang akan terjadi, serta bentuk pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang sistematis dan implementatif. Dokumen ini dijadikan sebagai dasar
dan acuan bagi pemrakarsa dalam mengantisipasi, menghindari, mencegah, serta
menanggulangi dampak negatif yang mungkin muncul terhadap lingkungan hidup.

13.2 TINJAUAN PUSTAKA


13.2.1 Pengerian UKL dan UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak
wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup)
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan
upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-
UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan
dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL-UPL
merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan
dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

13.2.2 Proses UKL Dan UPL


Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi
dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
1) Identitas pemrakarsa
2) Rencana Usaha dan/atau kegiatan
3) Dampak Lingkungan yang akan terjadi
4) Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
5) Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
1) Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah
kabupaten/kota
2) Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
3) Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari
satu propinsi atau lintas batas Negara

13.2.3 Manfaat UKL dan UPL


Tujuan dan kegunaan penyusunan UKL dan UPL Pembangunan Gudang
Furniture adalah sebagai berikut :
a) Tujuan Penyusunan UKL dan UPL
- Untuk mengidentifikasi kegiatan dan dampak yang ditimbulkannya
terhadap lingkungan hidup.
- Untuk mengetahui kondisi lingkungan di sekitar usaha dan atau kegiatan.
- Merumuskan langkah-langkah dalam melakukan pencegahan,
penanggulangan dan pengendalian dampak negatif yang terjadi akibat
kegiatan pergudangan tersebut.
- Merumuskan langkah-langkah peningkatan dampak positif akibat kegiatan
Pembangunan gudang tersebut
- Merumuskan langkah-langkah pemantauan lingkungan hidup untuk
mengetahui efektivitas pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan.
b) Kegunaan Penyusunan UKL Dan UPL
- Sebagai pedoman dalam pelaksanaan untuk mencegah, menanggulangi dan
mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
- Sebagai upaya untuk meminimalisasi dampak negatif dan memaksimalkan
dampak positif yang ditimbulkannya
- Sebagai pedoman kepada Pemrakarsa di dalam melaksanakan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup
- Membantu proses pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
- Sebagai bahan informasi bagi pemerintah tentang ketaatan perusahaan
dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

13.2.4 Keberhasilan UKL dan UPL

Kunci keberhasilan ukl-upl sangat bergantung pada beberapa hal yaitu :


- relevansi rencana kegiatan dengan komponen lingkungan terkena dampak
- metode pengelolaan
- metode pemantauan
- rencana lokasi pengelolaan dan pemantauan
- pelaporan dan pengawasan
Disamping itu, upaya monitoring berkala dari Pemerintah daerah sebagai
pemberi ijin (prinsip) juga menjadi penting untuk dilakukan secara konsisten agar
segala perubahan yang terjadi dalam dan diluar lokasi dapat dilakukan pemantauan
yang terpadu. Pelibatan parapihak (LSM, masyarakat, swasta dan pemerintah)

13.2.5 Kegunaan UKL-UPL


1. Bagi Pemerintah
- Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pengelolaan
lingkungan termasuk tindak pengawasan erhadap pengelolaan lingkungan
yang dilaksanakan oleh pemrakarsa
- Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, Sebagai
pegangan dalam memonitoring kualitas lingkungan sehingga kelestariannya
dapat terjamin.
2. Bagi Pemrakarsa
- Sebagai pedoman atau acuan pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan, serta untuk memenuhi persyaratan perizinan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Pedoman bagi pemrakarsa untuk mengembangkan dampak positif dan
mengendalikan dampak negatif
- Sebagai pedoman untuk melakukan UKL-UPL
- Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang
akan datang dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat
adanya kegiatan Rencana Pembangunan
- Sebagai implementasi pembangunan berwawasan lingkungan.
3. Bagi Masyarakat
- Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai adanya kegiatan
Rencana Pembangunan
- Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
pengelolaan lingkungan
- Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
pengelolaan lingkungan
- Dapat digunakan untuk memahami tentang upaya pengelolaan yang
dilakukan oleh pemrakarsa sehingga dapat menentukan tindak peran sertanya
termasuk pengawasannya

13.2.6 Landasan Hukum UKL-UPL


1) UU RI No. 32 Than 2009 tentang PPLH :
- Pasal 34 ayat (1) : Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kreteria wajib AMDAL sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) wajib
memiliki UKL-UPL
- Pasal 34 ayat (2) : Gubernur atau Bupati/Walikota menetapan jenis usaha
dan/kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL
- Pasal 35 ayat (1) : Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL- UPL sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (2) wajib membuat
surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
2) PP No. 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan (Ps. 36 s/d 40)
3) PerMen LH No. 16 Tahun 2012 tentang penyusunan Dok. LH

13.2.7 Sanki Pidana Terhadap Penjabat Pemberi Izin UKL-UPL


Ide sanksi pidana terhadap pejabat pemberi izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL tertuang dalam pasal 111 ayat (1),
berbunyi :
Pasal 111
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda palingbanyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
Sesuai bunyi pasal diatas, apabila izin lingkungan dikeluarkan oleh pejabat terlebih
dahulu tanpa adanya Amdal atau UKL-UPL, maka pejabat bersangkutan dikenakan
sanksi pidana, dengan kata lain amdal ataupun UKL-UPL merupakam prasyarat
izin lingkungan yang dikeluarkan oleh pejabat, izin lingkungan ini merupakan
persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin lingkungan
merupakan instrumen utama hukum lingkungan yang berfungsi mencegah
pencemaran maupun perusakan lingkungan sebagaimana yang dimuat pada Bagian
kedua tentang Pencegahan yang kemudian diatur secara konkrit melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin lingkungan
BAB XIV
AMDAL (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)

14.1 LATAR BELAKANG

AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh National Environmental
Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup dan PP no 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
(AMDAL) yang harus dibuat jika seseorang ingin mendirikan suatu proyek yang
diperkirakan akan memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan,
Belanda pun mempunyai milieu effect apportage disingkat m.e.r. Sebenarnya
Indonesia dan Belanda bukanlah penemu sistem ini, tetapi ditiru dari Amerika Serikat yang
diberi nama Environmental Impact Assesment (EIA). AMDAL adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan
proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27
tahun 1999 yang terdiri dari:
1. Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat
dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha atau
kegiatan.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana
usaha dan atau kegiatan.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha
atau kegiatan.
14.2 TINJAUAN PUSTAKA

14.2.1 Pengertian AMDAL


AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan
keputusan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah
satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan
hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan
untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau
kegiatan.

14.2.2 Kegunaan AMDAL


Adapun kegunaan dari Analisa Mengenai Dampak Lingkungan yaitu antara
lain sebagai berikut :
1. Sebagai bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
2. Untuk membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
3. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha
dan/atau kegiatan
4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
5. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan atau kegiatan
6. memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negative
7. digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin
usaha dan/atau kegiatan
14.2.3 Pihak – Pihak Yang Terlibat Dalam Penyusunan Amdal
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai
AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.

1. Komisi Penilai AMDAL


Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen
AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di
tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan
hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.
Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang
terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan
komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai
AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota.

2. Pemrakarsa
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Masyarakat Yang Berkepentingan


Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan
antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya,
perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau
norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat
dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

14.2.4 Fungi dan Peran AMDAL


Pada waktu yang lampau, kebutuhan manusia akan sumber alam belum
begitu besar karena jumlah manusianya sendiri masih relatif sedikit, di samping itu
intensitas kegiatannya juga tidak besar. Pada saat-saat itu perubahan-perubahan pada
lingkungan oleh aktifitas manusia masih dalam kemampuan alam untuk memulihkan
diri secara alami. Tetapi aktifitas manusia makin lama makin besar sehingga
menimbulkan
perubahan lingkungan yang besar pula. Pada saat inilah manusia perlu berfikir
apakah perubahan yang terjadi pada lingkungan itu tidak akan merugikan manusia.
Manusia perlu memperkirakan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan oleh
manusia itu sendiri. AMDAL (Analisis Mengenai Danpak Lingkungan) merupakan
alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang
mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktifitas pembangunan yang direncanakan.
AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia,
karena Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk
melaksanakan pembangunan maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan
adanya AMDAL maka perubahan tersebut dapat diperkirakan. Dampak kegiatan
terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif,
hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan tidak ada dampak
negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan timbul harus sudah diketahui
sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara
untuk menanggulangi / mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat
yang dapat ikut merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif
perlu dikembangkan di dalam AMDAL
Manfaat AMDAL bagi masyarakat antara lain :
1. Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, sehingga
dapat mempersiapkan diri di dalam penyesuaian kehidupannya apabila
diperlukan
2. Masyarakat dapat mengetahui perubahan lingkungan di masa sesudah proyek
dibangun sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang dapat menguntungkan
dirinya dan menghindarkan diri dari kerugian-kerugian yang dapat diderita
akibat adanya proyek tersebut
3. Masyarakat dapat ikut berpartisipasi di dalam pembangunan di daerahnya sejak
dari awal, khususnya di dalam memberikan informasi-informasi ataupun ikut
langsung di dalam membangun dan menjalankan proyek
4. Masyarakat dapat memahami hal-ihwal mengenai proyek secara jelas sehingga
kesalahfahaman dapat dihindarkai dan kerja sama yang menguntungkan dapat
digalang
5. Masyarakat dapat mengetahui hak den kewajibannya di dalam hubungannya
dengan proyek tersebut khususnya hak dan kewajiban di dalam ikut dan
mengelola lingkungan
Manfaat AMDAL bagi pemilik proyek antara lain :
1. Proyek terhindar dari perlanggaran terhadap undang-undang atau peraturan
yang berlaku
2. Proyek terhindar dari tuduhan pelanggaran pencemaran atau perusakan
lingkungan
3. Pemilik proyek dapat melihat masalah-masalah lingkungan yang akan dihadapi
di masa yang akan dating
4. Pemilik proyek dapat mempersiapkan cara-cara pemecahan masalah di masa
yang akan dating
5. Analisis dampak lingkungan merupakan bahan penguji secara komprehensif
dari perencanaan proyeknya, sehingga dapat diketahui kelemahan-
kelemahannya untuk segera dapat dilakukan penyempurnaannya

14.2.5 Tahapan Penyusunan AMDAL


Menurut Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL
sebagaimana tercantum pada PP No. 29/1986 Mengenai Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan adalah sebagai berikut ini.
1. Pemrakarsa rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan
(PIL) kepada instansi yang bertanggung jawab. PIL tersebut dibuatkan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri yang ditugaskan mengelola
lingkungan hidup. Dalam uraian dibawah ini, yang dimaksud degan menteri
KLH adalah “Menteri yang di tugasi mengelola lingkungan hidup” instansi yang
bertanggung jawab adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag
pelaksanaan rencana kegiatan, dengan pengertian bahwa kewenangan berada
pada menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non departemen yang
membidangi kegiatan yang bersangkutan dan pada Gubernur Daerah Tingkat I
untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya
2. Apabila lokasi sebagaimana tercantum dalam PIL dinilai tidak tepat, maka
instansi yang bertanggung jawab menolak lokasi tersebut dan memberikan
petunjuk tentang kemungkinan lokasi lain dengan kewajiban bagi pemrakarsa
untuk membuat PIL yang baru. Apabila suatu lokasi dapat menimbulkan
perbenturan kepentingan antar sektor maka instansi yang bertanggung jawab
mengadakan konsultasi dengan menteri KLH dan Menteri atau Pimpinan
Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang bersangkutan.
3. Apabila hasil penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan ANDAL,
berhubung dengan adanya dampak penting rencana kegiatan terhadap
lingkungan, baik lingkungan geobiofisik maupun sosial budaya, maka
pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab membuat Kerangka
Acuan (KA) bagi penyusunan ANDAL.
4. Apibila ANDAL tidak perlu dibuat untuk suatu rencana kegiatan, berhubung
tidak ada dampak penting, maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL) bagi kegiatan tersebut. Huruf K dalam RKL adalah “Kelola” dan huruf P
dalam RPL dari “Pantau”.
5. Apabila dari semula sudah diketahui bahwa akan ada dampak penting, maka
tidak perlu dibuat PIL lebih dahulu akan tetapi dapat langsung menyusun KA
bagi pembuat ANDAL
6. ANDAL merupakan komponen studi kelayakan rencana kegiatan sehingga
dengan demikian terdapat tiga studi kelayakan dalam perencanaan
pembangunan, yaitu: teknis, ekonomis dan lingkungan (TEL). biaya rencana
kegiatan sebagaimana tercantum dalam studi kelayakan rencana kegiatan
tersebut meliputi pula biaya penanggulangan dampak negatif dan
pengembangan dampak positifnya.
7. Pedoman umum penyusunan ANDAL ditetapkan oleh Menteri KLH. Pedoman
teknis penyusunan ANDAL ditetapkan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan
berdasarkan pedoman umum penyusunan ANDAL yang dibuat oleh Menteri
KLH
8. Apabila ANDAL disetujui, maka pemrakarsa menyusun RKL dan RPL dengan
menggunakan pedoman penyusunan RKL dan RPL yang dibuat oleh Menteri
KLH atau Departemen yang bertanggung jawab.
9. Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan gugur, apabila terjadi perubahan
lingkungan yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena kegiatan
lain, sebelum rencana kegiatan dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat
ANDAL baru berdasarkan rona lingkungan baru.
14.2.6 Alasan Suatu Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

Setiap rencana kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting, wajib
dibuat AMDAL Hal ini mengacu pada pasal 3 ayat 1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
2. Eksploitasi SDA baik yang dapat diperbaharui/tidak dapat diperbaharui
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
kerusakan, pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya
4. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, jasad renik.
5. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati
6. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan
7. Kegiatan yang mempunyai tinggi dan mempengaruhi pertahanan negara

14.2.7 Pentingnya AMDAL Bagi Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup maka
nampak gambaran bagi proyek-proyek yang akan dibangun atau yang telah berjalan,
perlu diteliti sampai seberapa besar dapat meningkatkan kulitas lingkungan hidup
setempat. Selain itu terkandung pula pengertian seberapa besar dapat
memaksimumkan manfaat (dampak positif) terhadap lingkungan yang mengandung
makna harus dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru dan penyedian fasilitas
sosial ekonomi bagi masyarakat setempat. atau sebaliknya malah menurunkan
kualitas lingkungan hidup dalam arti lebih banyak memberikan kerugian (dampak
negatif) bagi masyarakat sekitar.
Untuk mengatasi semua itu, analisa dampak lingkungan adalah salah satu cara
pengendalian yang efektif untuk dikembangkan. AMDAL bertujuan untuk
mengurangi atau meniadakan pengaruh-pengaruh buruk (negatif) terhadap
lingkungan dan bukan menghambat ektifitas ekonomi. AMDAL pada hakekatnya
merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan dimana
tidak saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan juga aspek pengaruh
proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia dan lain-lain
Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha
atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak
dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha tau kegiatan tersebut
layak dari
segi aspek liongkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan untuk
mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman dalam
membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif. Dalam usaha
menjaga kualitas lingkungan, secara khusus AMDAL berguna dalam hal :
1. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2. Menghindari efek samping dari pengolahan sumber daya terhadap sumber daya
alam lainnya, proyek-proyek lain dan masyarakat agar tidak timbul
pertentangan- pertentangan.
3. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran sehingga tidak
mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat.
4. Agar diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa,
negara dan masyarakat
BAB XV
HUKUM DAN UU LINGKUNGAN HIDUP

15.1 LATAR BELAKANG

Hukum lingkungan merupakan seperangkat peraturan yang mengatur mengenai


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup melalui tindakan penataan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha dan upaya yang sifatnya terpadu,
komprehensip dan integral, dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui
tindakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan
dan pengendalian lingkungan hidup. Dalam hal ini berbagai peraturan tersebut tidak hanya
mengatur hubungan antara manusia dan manusia, tetapi juga mengatur hubungan manusia
dan lingkungan hidupnya.
Misalnya bagaimana cara atu upaya dalam menjaga agar sumber daya alam yang
tersedia tatap digunakan dan dimanfaatkan secara baik dann bijak agar dapat terjaga
kelestariannya seberapa besar dapat dilakukan eksploitasi suatu bahan tambang sehingga
tetap dapat dikendalikan persediannya.
Hukum lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma guna mengatur
tindakan atau perbuatan manusia dengan tujuan melindungi lingkungan dari kerusakan,
pencemaran dan kemerosotan mutunya untuk menjamin kelestariannya dan daya
dukungnya agar dapat secara berkelanjutan (sustainable) digunakan secara berkelanjutan
oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Sebaliknya hukum lingkungan
klassik menetapkan ketentuan dan norma dengan tujuan terutama untuk menjamin
penggunaan dan ekploitasi sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian
manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin dan sebanyak-banyaknya dalam jangka
waktu yang sesingkat-singkatnya
15.2 PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia berawal dari Konferensi


Stockholm pada tahun 1972 serta menjadi cikal bakal daripada hukum lingkungan
Internasional yang diratifikasi menjadi UUPPLH dan Konferensi Stockholm mempunyai
hasil sebuah dokumen yaitu: Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia serta dalam
konferensi itu juga menetapkan bahwa pada tanggal 5 Junisebagai “Hari Lingkungan
Hidup Sedunia”. Pada tahun 1983 dibentuklah sebuah badan oleh Majelis Umum PBB
yaitu The World Commision on Environment and Development (WCED) yang diketuai
oleh Perdana Menteri Norwegia Groharlem Bruntland dan Komisi Bruntland
menghasilkan sebuah laporan yang kemudian di publikasikan dengan judul “Our Common
Future”
Setelah itu diadakan Konferensi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 tentang
Lingkungan Hidup dan Pembangunan atau disebut dengan Earth Charter yang merupakan
Soft Agreements yang memuat 27 prinsip yaitu :
1) Prinsip Kedaulatan dan tanggung jawab negara
2) Prinsip Keadilan antargenerasi
3) Prinsip Keadilan Intergenerasi
4) Prinsip tindakan Pencegahan
5) Prinsip Kehati-hatian
6) Prinsip pencemaran membayar
Setelah itu dibentuklah UU No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan UULH Tahun 1982 dan UU
inimemang tidak berlaku lagi karena telah digantikan dengan UU No.32 Tahun 1997atau
UULH Tahun 1997 dan diganti lagi dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena telah
dibentuk UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup
(UUPPLH).

15.2.1 Jenis-Jenis Pelanggaran Hukum Lingkungan

1) Pencemaran Udara
Pencemaran udara terjadi karena adanya zat-zat polutan yang mengotoriudara.
Zat- zat polutan ini dapat dihasilkan dari penggunaan alat-alat tertentu, sepertiAC,
kendaraan bermotor, dan hair dryer Selain itu, zat-zat pencemar atau polutan juga
dapat dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia, seperti membakar
sampah, menggunakan pestisida untuk membunuh hama di lahan pertanian,
danaktivitas pabrik yang menimbulkan asap
2) Pencemaran Air
Pencemaran air terjadi karena adanya zat-zat polutan yang masuk ke
dalamsumber air, seperti insektisida, kotoran, limbah, pupuk, dan sampah. Air
yangtercemar akan berbau, keruh, dan berwarna, sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi.
3) Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah disebabkan akibat resapan zat-zat polutan kedalam tanahyang
biasanya adalah zat kimia yang menyebabkan kualitas tanah turun

15.2.2 Aspek Pidana Dan Perdata

Aspek pidana dalam hukum lingkungan mempunyai 2 aspek delik yaitu delik
formildan delik materiil.
1) Delik Materil
Perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaranaturan-
aturan hukum administrasi seperti izin.
2) Delik Formil
Perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukumadministrasi, jadi
untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukupdengan
membuktikan pelanggaran hukum administrasi

15.2.3 Pasal dalam UUPPLH yang mengatur pemidanaan atas Pelanggaran


hukum lingkungan

1) Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara kesatua
republikIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf c dipidana
dengan penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan
denda palingsedikit Rp 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 12.000.000.000
2) Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara
kesatuanrepublik Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat 1 huruf d
dipidana dengan penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas
tahun dan denda palingsedikit Rp 5.000.000.000 dan paling banyak Rp.
15.000.000.000
3) Pasal 107
Setiap orag yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-
undangan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimanadimaksud pasal 69 ayat 1 huruf b dipidana dengan pidana penjara
paling singkat limatahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling
sedikit Rp 5.000.000.000dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.
4) Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam
pasal69 ayat 1 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun
dan paling lama tiga belas tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 dan
paling banyak Rp. 10.000.000.000

15.2.4 Aspek Perdata Dalam Hukum Lingkungan

Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) penggugatan lingkungan untuk mendapatkan


gantirugi dan/atau tindakan tertentu haruslah memenuhi persyaratan yang menjadi
unsur Pasal 34 ayat (1) yaitu :
1) perbuatan melanggar hokum
2) pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
3) kerugian pada orang lain atau lingkungan
4) penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Hal tersebut dapat menjadi acuan dasar pengajuan gugatan lingkungan.Hal
ini berkaitan dengan juga dengan Hukum Perdata seperti yang tercantum dalam
beberapa pasal di KUHPerdata yaitu :
1) Pasal 1365 KUHPerdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
menggantikerugian tersebut”
2) Pasal 1366 KUHPerdata:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian ynag disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang
hati-hatinya”
15.3 ISI ATURAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP, UU NO 32 TAHUN 2009

Upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi kewajiban setiap warga negara, tanpa
terkecuali. Jika lingkungannya terjaga dengan baik, maka keberlangsungan hidup umat
manusia juga semakin terjamin. Salah satu upaya Pemerintah Indonesia dalam
mengupayakan pelestarian lingkungan hidup ialah melalui pembuatan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan serta Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini disahkan pada 3 Oktober 2009 oleh Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono beserta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, Andi Mattalatta. UU Nomor 32 Tahun 2009 berisikan 127 pasal dengan
perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup sebagai fokus utaman

15.3.1 Isi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Secara garis besar, UU Nomor 32 Tahun 2009 berisikan upaya sistematis


dan terpadu untuk melestarikan lingkungan serta sebagai upaya pencegahan
terjadinya pencemaran dan atau kerusakaan lingkungan hidup.
Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 yang
berbunyi: "Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
Adapun tujuan dari upaya perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup,
tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 2009, yakni:
1) Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
hidup.
2) Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia.
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup serta kelestarian
ekosistem.
4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5) Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup.
6) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini serta masa depan.
7) Menjamin pemenuhan serta perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
8) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
9) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
10) Mengantisipasi isu lingkungan global.

15.3.2 Upaya perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,


pengawasan dan penegakan hokum

Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 membagi upaya perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi enam bagian, yakni perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan serta penegakan hukum.
Berikut penjelasan singkat mengenai enam poin tersebut :
1) Upaya Perencanaan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam Pasal 5 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika upaya perencanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan tiga tahapan,
yakni:
a) Invetarisasi lingkungan hidup
Dilakukan untuk memperoleh data serta informasi tentang sumber daya
alam. Investarisasi dilakukan dalam tingkat wilayah ekoregion, kepulauan
serta nasional.
b) Penetapan wilayah ekoregion
Dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti bentang alam,
iklim, flora dan fauna, sosial budaya, ekonomi, dan lain sebagainya.
c) Penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup)
Dilakukan dengan menyusun RPPLH pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten. Penyusunan ini disesuaikan dengan investarisasi lingkungan
hidup.
2) Upaya Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Dalam Pasal 12 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika pemanfaatan sumber
daya dilakukan berdasarkan RPPLH yang telah dibuat sebelumnya. Namun, jika
RPPLH belum terbentuk, maka pemanfaatannya harus memperhatikan tiga
aspek, yakni keberlanjutan proses serta fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan
produktivitas lingkungan hidup serta keselamatan mutu hidup dan masyarakat.
3) Upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
Dalam Pasal 13 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika upaya pengendalian
ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu pencegahan, penanggulangan serta
pemulihan.
4) Upaya pemeliharaan lingkungan hidup
Dalam Pasal 57 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika upaya pemeliharaan
lingkungan hidup dilakukan melalui tiga cara, yakni konservasi sumber daya
alam, pencadangan sumber daya alam, dan atau pelestarian fungsi atmosfer.
5) Upaya pengawasan dan sanksi administratif
Dalam Pasal 71 hingga Pasal 83 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan upaya
pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atau pihak terkait mengenai
perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup. Tidak hanya itu, dalam pasal
tersebut juga dibahas tentang adanya sanksi administratif yang akan diberikan
jika ditemui adanya pelanggaran. Contohnya lewat teguran tertulis, paksaan
pemerintah, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan izin lingkungan.
6) Upaya penegakan hukum
Penegakan hukum disebutkan sebagai tindakan yang akan dilakukan jika ada
pihak yang melanggar ketentuan yang telah disebutkan dalam UU Nomor 32
Tahun 2009. Contohnya dengan pemberian hukuman pidana penjara paling lama
1 tahun serta denda paling banyak Rp 1 miliar, jika ada yang memberi informasi
palsu, menyesatkan ataupun pemberian keterangan tidak benar terkait
perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup.
KESIMPULAN

1. TPS merupakan fasilitas yang terletak dekat dengan daerah perumahan atau
komersial. TPS digunakan untuk menerima dan menampung sampah dari kendaraan
pengumpul hingga dapat dipindahkan ke kendaraan transfer yang lebih besar untuk
dibuang kembali ke TPA
2. TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya
kegiatan pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari
pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah
sampah.
3. Limbah padat domestik adalah sisa buangan yang dihasilkan dari kegiatan rumah
tangga. Berdasarkan wujudnya, limbah domestik dibedakan menjadi dua jenis, yakni
limbah cair dan padat.
4. Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke
dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan,
gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas
lingkungan.
5. Pencegahan yang paling sederhana dan mudah dilakukan untuk mencegah terjadinya
pencemaran udara yaitu menggunakan masker sebagai pelindung untuk menghindari
terjadinya gangguan kesehatan
6. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib
melakukan AMDAL
7. AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan
8. Hukum lingkungan merupakan seperangkat peraturan yang mengatur mengenai
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

64
DAFTAR PUSTAKA

Dari Jurnal :

I Nyoman Nurjaya. “Dinamika Hukum Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
Dalam Rangka Pengelolaan Sumber Daya Alama”. Jurnal Hukum Vol. 4 No. 2,
(Juni 2015)
: 25. diakses pada 7 Desember 2019

Reba Anindyajati Pratama dan Iif Miftahul Ihsan. “Peluang Penguatan Bank Sampah
Untuk Mengurangi Timbulan Sampah Perkotaan, Studi Kasus: Bank Sampah
Malang”.Vol. 18 No. 1. 2017.

Dwi Wulandari,dkk. “Waste Bank : Waste Management Model in Improving Local


Economy”. International Journal of Energy Economic, and Politic, Fakultas
Ekonomi, Universitas Negeri Malang, Vol. 7 No. 3. 2017.

Anih Sri Suryani. “Peran Bank Sampah Dalam Efektivitas Pengelolaan Sampah (Studi
Kasus Bank Sampah Malang)”. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Volume 5 No. 1. Jakarta. 2014.

Swinburn, Gwen, dkk. “Local Economic Development: A Primer Developing And


Implementing Local Economic Development Strategies And Action Plans”.
Bertelsmann Stiftung, Gütersloh; The World Bank, Washington, D.C, 2006,

Dari Buku :

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT. Raja


Grafindo Persada. Jakarta. 2008.

Statistik Lingkungan Hidup Indonesia. Pengelolaan Sampah di Indonesia. Environment


Statistics of Indonesia: 2018.

Suparto Wijoyo. Hukum Perlindungan Lingkungan Hidup. Airlangga University Press,


Surabaya, 2017
Dr. Ir. Anita firmanti. Modul Pengolahan Bank Sampah. Kementerian Pekerjaan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan. Bandung: 2010

Dari Internet :

https://mahasiswa.ung.ac.id/442417041/home/2019/11/11/makalah-amdal-analisa-dampak-
lingkungan-lengkap-nama-siti-humairoh-npm-4118217007008.html Waktu Akses : 01 Juni
2021

https://kanalispolban.wordpress.com/chemlib/makalah/makalah-pencemaran-udara/
Waktu Akses : 01 Juni 2021

https://www.academia.edu/43238741/MAKALAH_HUKUM_LINGKUNGAN Waktu Akses


: 05 Juni 2021

https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/17/142637069/isi-aturan-tentang-lingkungan-
hidup-uu-no-32-tahun Waktu Akses : 05 Juni 2021

https://www.slideshare.net/fernandhapitaloka/mengenal-ukl-dan-upl Waktu Akses : 12 Juni


2021

http://nurulfalah09.blogspot.com/2014/11/makalah-pengolahan-limbah-domestik.html
Waktu Akses : 16 Juni 2021

https://www.academia.edu/38608822/MAKALAH_TEKNOLOGI_PENGELOLAAN_LIM
BAH_PADAT Waktu Akses : 16 Juni 2021

http://eprints.ums.ac.id/15916/4/BAB_I.pdf Waktu Akses : 23 Juni 2021

https://repository.its.ac.id/48891/1/3310100083-Undergraduate-Theses.pdf Waktu Akses :


24 Juni 2021
BIODATA MAHASISWA

NAMA : Dwi Anova


NPM : 18640167
FAKULTAS : Teknik
ALAMAT : Jl. Ahmad Yani KM. 14.200 Perumahan Sejatera Mandiri Asri
No 9F Kec. Gambut Kab. Banjar

Anda mungkin juga menyukai