PENELITIAN
RISK ASSESMENT MIKROPLASTIK PADA FESES DENGAN METODE
FT-IR (Fourier Transform Infrared) PADA MASYARAKAT YANG
MENGKONSUMSI KERANG HIJAU (Perna viridis) DI PERAIRAN
KOTA MAKASSAR
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
ASRAN
0071.10.10.2018
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
PROPOSAL PENELITIAN
RISK ASSESMENT MIKROPLASTIK PADA FESES DENGAN METODE
FT-IR (Fourier Transform Infrared) PADA MASYARAKAT YANG
MENGKONSUMSI KERANG HIJAU (Perna viridis) DI PERAIRAN
KOTA MAKASSAR
ASRAN
0071.10.10.2018
Disetujui untuk diseminarkan
Komisi Pembimbing
Ketua,
Dr. Muh. Ikhtiar, SKM., M. Kes. Tanggal ............................
Anggota
Dr. Alfina Baharuddin, SKM., M.Kes. Tanggal ............................
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ................................................................................ 11
1. Tinjauan Umum tentang Risk Assesment ................................... 11
2. Tinjauan Umum tentang Pencemaran Plastik ............................. 20
3. Tinjauan Umum tentang Microplastik.......................................... 25
4. Tinjauan Umum tentang Kerang Hijau ........................................ 32
5. Tinjauan Umum tentang Perairang Kota Makassar……………... 38
6. Tinjauan Umum tentang Sistem Informasi Geografis (SIG)……. 42
B. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 44
III. KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Teori............................................................................... 51
B. Kerangka Konsep........................................................................... 52
IV. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ................................................................... 53
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... 53
iv
C. Alat dan Bahan............................................................................... 54
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 55
E. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 56
F. Populasi dan Sampel ..................................................................... 57
G. Analisis Data .................................................................................. 57
H. Prosedur Penelitian…………………………………………………… 60
I.Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel .................... 64
J. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 66
V. PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Jadwal Penelitian .......................................................................... 67
B. Perkiraan Biaya ............................................................................. 67
C. Sistematika Penulisan .................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 70
DAFTAR TABEL
1. Klasifikasi mikroplastik berdasarkan bentuk ...................................... 16
2. Beberapa penelitian terdahulu ........................................................... 29
3. Jadwal penelitian ............................................................................... 46
4. Rencana Anggaran Biaya .................................................................. 46
vi
DAFTAR GAMBAR
1. Kerang hijau ..................................................................................... 21
2. Struktur cangkang kerang hijau ......................................................... 22
3. Anatomi kerang hijau ......................................................................... 22
4. Kerangka teori ................................................................................... 33
5. Kerangka konsep............................................................................... 34
6. Diagram alir penelitian ....................................................................... 45
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
lebih dari 2,5 juta jiwa terdapat di wilayah pantai (UNESCO, 1993).
Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia yang hampir 60% jumlah
penduduk kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan
dan Makassar) menyebar di kawasan pantai.
tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai
pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman,
pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini.
Pemanfaatan yang ada di pantai Kota Makassar selama ini
sepanjang pantai kota Makassar. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan
pembukaan kawasan wisata Tanjung Bunga, pembuatan anjungan pantai,
Pembangunan kawasan pemukiman, pusat perdagangan dan bisnis serta
perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari limbah yang
dihasilkan. Pencemaran di sepanjang pantai Kota Makassar diduga
tersebut. Pencemaran tersebut berasal dari sampah plastik yang terbuang
pantai dari daerah kutub hingga ekuator (Booerger, et al., 2015).
Cemaran plastik yang ditemukan salah satunya adalah mikroplastik di
2011). Proses degradasi berlangsung karena paparan sinar matahari yang
mikroplastik di perairan maupun laut menjadi masalah yang serius, karena
(Browne, et al., 2008).
Tercemarnya laut oleh mikroplastik mengakibatkan organisme yang
dari yang dimakan maka timbul potensi bioakumulasi. Jika organisme yang
lain yang juga membuat hewan ini istimewa adalah karena terdistribusi
terhadap berbagai tingkat salinitas, tahan stres, mengakumulasi berbagai
sudah dibersihkan isi perutnya (Barboza, et al., 2018).
besar dalam pengolahan pangan. Kerang hijau memiliki kandungan
senyawa kimia yang terkandung dalam plastik maupun senyawa toksik
mikroplastik pada kerang terhadap kesehatan
belum ada penelitian bahaya tentang microplastik beserta analisa risiko saat ini juga belum
transparan dengan panjang microplastik 1- 3 mm.
7
Berdasarkan hasil penelitian Ervina Septami et al (2020) tentang
fragmen, dan film. Panjang mikroplastik berkisar antara 0,2 - 4,9 mm.
sungai tello dan jeneberang dengan semua sampel air permukaan (n = 18)
yang diamati dari muara Jeneberang dan Tallo adalah 1,83 ± 0,17 dan 1,78
hijau (perna viridis) di perairan kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
perairan Kota Makassar?
Viridis) di perairan Kota Makassar?
Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
2. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
diterapkan dalam kehidupan nyata.
2. Manfaat Teoritis
mikroplastik di perairan kota Makassar.
4. Manfaat Praktis
10
penelitian lanjutan.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Umum tentang Analisis Risiko (Risk Assessment)
a. Analisis Risiko
masih
belum banyak dikenal dan digunakan se- bagai metoda kajian
melekat pada penyebab
12
lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat pada suatu risko agent
tersebut (WHO 2004). Bahaya lingkungan terdiri atas tiga risko agen
yang merugikan sudah atau belum terjadi, bisa juga untuk studi
suatu potensi risiko, dan risiko tidak akan terjadi kecuali syarat-syarat
13
b. Paradigma risk analysis
Paradigma risk analysis untuk kesehatan masyarakat pertama kali
untuk menilai risiko kanker oleh bahan kimia di dalam makanan (NRC
1983). Menurut paradigma ini, risk analysis terbagi dalam tiga langkah
(Mukono 2002).
14
dan kelembagaan masyarakat dan pemerin- tah setempat.
Penelaahan International Pro-gramme on Chemical Safety (IPCS)
risiko tidaklah lurus dan satu arah melainkan merupakan proses si-klus
interaktif dan bahkan interative (berulangulang).
15
proses industrinya (WHO 2004).
dan persepsi tentang risiko perlu dikomunikasikan secara transparan.
Proses ini dikenal se- bagai komunikasi risiko. Komunikasi risi- ko
berperan untuk menjelaskan secara transparan dan bertanggungjawab
tentang proses dan hasil karakterisasi risiko ser-ta pilihan-pilihan
manajemen risikonya kepada pihak-pihak yang relevan (WHO 2004).
Berdasarkan paradigma risk analysis tersebut, WHO, 2004 kemudian
merumus- kan atur-an umum bahwa analisis risiko perlu diawali
dengan analisis risiko penda- huluan yang bersifat subyektif dan infor-
mal. Langkah ini dilakukan untuk memas- tikan apakah suatu kasus
memerlukan ana- lisis risiko secara formal atau tidak. Ana- lisis risiko
pendahuluan merupakan transisi menuju analisis risiko formal, suatu
proses iteratif yang memudahkan persinggungan kritis analisis risiko
dengan manajemen risi- ko. Proses ini disebut sebagai perumusan
masalah (WHO 2004).
Analisis Risiko Kesehatan Ling- kungan masih jarang digunakan
dalam kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan masyarakat.
16
Kebanyakan ana- lisis dilakukan secara konservatif dengan studi
epidemiologi. Memang, selama be- rabad-abad studi epidemiologi
telah men- jadi metoda investigasi pe-nyakit infeksi di masyarakat
(NRC 1983). Boleh jadi seba- gian akademisi dan praktisi kesehatan
masyarakat berpendapat bahwa epidemi- ologi merupakan satu-
satunya metoda kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan. Oleh
karena itu bisa difahami jika masih banyak salah persepsi dan pemer-
tukaran studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dengan
ARKL. Sekurang- kurangnya ada enam ciri yang mem- bedakan EKL
dan ARKL, yaitu (Rahman 2007) :
1. Dalam ARKL, pajanan risk agent yang diterima setiap individu
umumnya tidak perlu memperhitungkan asupan individual ini;
2. Dalam ARKL, perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi risk
agent di dalam media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri
(seperti berat badan dan laju inhalasi atau pola konsumsi) dan pola
aktivitas waktu kontak dengan risk agent. Dalam EKL konsentrasi
dibutuhkan tetapi karakteristik antropometri dan pola aktivitas
individu bukan determinan utama dalam menetapkan besaran risiko;
3. Dalam ARKL, risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent
dibedakan atas efek karsinogenik dan nonkarsinogenik dengan
perhitungan yang berbeda. Da- lam EKL, teknik analisis efek kanker
dan nonkanker pada dasarnya sama;
17
ditentukan dengan berbagai pernyataan risiko (seperti odd ratio,
relative risk atau standardized mortality ratio) didapat dari populasi
yang dipelajari. ARKL tidak dimaksud- kan untuk mencari indikasi
atau menguji hubungan atau pengaruh dampak lingkungan terhadap
kesehatan (kejadian penyakit yang berbasis lingkungan) melainkan
untuk menghitung atau menaksir risiko yang telah, sedang dan akan
terjadi. Efek tersebut, yang dinya- takan sebagai nilai kuantitatif
dosis- respon, harus sudah ditegakkan lebih dahulu, yang didapat
dari luar sumber- sumber populasi yang dipelajari, bahkan dari
studi-studi toksisitas uji hayati (bioassay) atau studi keaktifan
biologis risk agent.
5. Dalam ARKL, besaran risiko (dinyatakan sebagai RQ untuk
nonkarsinogenik dan ECR untuk karsino- genik) tidak dibaca
sebagai per- bandingan lurus (direct-ly proportional) melainkan
sebagai 40 probalitias. Dalam EKL pernyataan risiko seperti OR, RR
atau SMR dibaca sebagai per- bandingan lurus. Jadi misalnya, RQ
= 2 tidak dibaca sama dengan OR = 2.
6. Kuantitas risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik digunakan untuk
merumuskan pengelolaan dan komunikasi risiko secara lebih
spesifik. ARKL menawarkan pengelolaan risiko secara kuantitatif
seperti penetapan baku mutu dan reduksi konsentrasi. Pengelolaan
18
dan komunikasi risiko bukan bagian integral studi EKL dan, jika ada,
hanya relevan untuk populasi yang dipelajari.
7. Epidemiologi Kesehatan Lingkungan umumnya dilakukan atas dasar
kejadian penyakit (disease oriented) atau kondisi lingkungan yang
spesifik (agent orient- ed), sedangkan Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan bersifat agent specific dan site specific. Analisis risiko
kesehatan lingkungan adalah proses perhitungan atau perkiraan
risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau (sub)populasi,
memerhatikan karak- terisktik yang melekat pada agent itu dan
karakterisktik system sasaran yang spesifik. Metode, teknik dan
dikembangkan dari Risk Analysis Paradigm yang terbagan pada
Gambar 2.8 (NRC 1983)
Analisis Pemajanan
19
Gambar 2.8. Analisis Risiko; Ruang lingkup langkah-langkah
risk analysis. Risk assess- ment hanya pada bagian kotak garis
titik-titik sedangkan risk management dan risk communication
berada di luar lingkup risk assessment (Louvar danLouvar 1998).
c. Prinsip dasar ARKL
AKRL berjalan dengan proses yang dibagankan dalam alur
pengambilan keputusan seperti pada Gambar 2.9
Pemeriksaan: Identifikasi
Pengembangan
Laboratorium bahaya:
agen kimia, fisika, peraturan
perundang-
biologi yang
undangan
berbahaya
Mekanisme toksisi- Analsisi
Karakterisasi Pertimbangan
tas: dosis-respons :
risiko: ekonomi, sosial,
pengembangan Bagaimana dosis
Efek apayang politik dan
metode dan validasi tersebut men-
mungkin akan teknis
imbulkan efek
spesies dan dosis terjadi pada
populasi yang
extrapolasi
terpapar
Analisis pema- Tujuan,
observasi lapangan janan :
Siapa yang Pengambilan
terpapar atauakan keputusan dan
dan transport model terpapar dengan Tindakan
apa, kapan,
dimana, dan untuk
Gambar 2.9. Paradigma Analisis Risiko (NRC 1983)
Decision logic ini menentukan komponen studi mana yang
dapat dilakukan berdasarkan data dan informasi awal yang
tersedia. Decision logic ini dijelaskan dalam Guidance for ASTDR
Health Studies (ATSDR 2005). Secara garis besarnya analisis
risiko kesehatan lingkungan (ARKL) menurut National Research
Council (NRC) terdiri dari empat tahap kajian, yaitu : Identifikasi
20
bahaya, Analisis pemajanan, Analisis dosis respon, dan
Karakterisasi risiko (NRC 1983).
Langkah – langkah ini tidak harus dilakukan secara
berurutan, kecuali karak- terisasi risiko sebagai tahap terakhir.
Karakterisasi risiko kesehatan pada popu- lasi berisiko dinyatakan
secara kuantitatif dengan menggabungkan analisis dosis respon
dengan analisis pemajanan. Nilai numerik estimasi risiko kesehatan
kemudian digunakan untuk merumuskan pilihan-pilihan manajemen
risiko untuk Analisis pemajanan : Siapa yang terpapar atauakan
terpapar dengan apa, kapan, dimana, dan untuk observasi
lapangan dan transport model Analsisi dosis-respons : Bagaimana
pengembangan metode dan validasi spesies dan dosis extrapolasi
Identifikasi bahaya: agen kimia, fisika, biologi yang berbahaya
Pemeriksaan : Laboratorium mengendalikan risiko tersebut.
Selanjutnya opsi- opsi manajemen risiko itu dikomunikasikan
kepada pihak-pihak yang berkepent- ingan agar risiko potensial
dapat diketahui, diminimalkan atau dicegah (NRC 1983).
2. Tinjauan Umum tentang Pencemaran Plastik
Sejak pertengahan abad 20 tahun produksi plastik semakin
meningkat ditandai dengan pengembangan polimer sintetik yang
dijadikan sebagai barang yang dapat menunjang kehidupan manusia
modern (Andrady, 2011). Peningkatan tersebut dikarenakan manusia
21
dengan bahan yang lain, misalkan ringan fleksible, tidak mudah pecah
serta isolator panas. Namun disisi lain plastik dapat membahayakan
lingkungan perairan (Suryono, 2013).
Plastik adalah bahan polimer yang dibentuk pada suhu dan
tekanan tertentu. Polimer tersebut terbentuk dari monomer – monomer
seperti stiren, etilen, propilen dengan penambahan bahan tambahan
seperti plastizer seperti ftalat, antioxidant, penstabil UV, lubrikan,
pewarna, pencegah terbakar, bisphenol A (BPA) sehingga mendukung
tujuan penggunaannya (Lusher, et al., 2017).
Plastik digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk yang
menunjang kebutuhan sehari – sehari. Budaya penggunaan plastik
yang tinggi di masyarakat tidak diimbangi dengan pengolahan limbah
yang baik, sehingga dapat menimbulkan masalah yang kompleks bagi
ekosistem laut. Sampah plastik yang terdapat di lautan dapat
mengganggu kehidupan biota laut. Akibat dari sampah plastik yang
terakumulasi di dalam lautan (Wright, et al., 2013).
Penggunaan plastik terus meningkat dan mendominasi bahan –
bahan lain, dari ketika diperkenalkan sekitar tahun 1930 hingga tahun
2012 jumlah produksi plastik telah meningkat 620% (Jambeck, et al.,
2015). Sumber cemaran plastik datang dari berbagai sumber antara
lain kemasan (37%), bangunan dan konstruksi (21%), automotif (8%),
elektronik dan listrik (6%), medis dan lainnya (28%) (Plastics-Europe,
22
2008). Kemasan mendominasi permintaan produksi plastik, sementara
sebagai pengemas banyak plastik dirancang sebagai kemasan sekali
pakai (single use plastic). Setelah dibuang plastik menjadi ancaman
yang serius bagi lingkungan bila pengelolaan dan daur ulangnya tidak
tepat (Avio, et al., 2017). Kesalahan pengelolaan dan daur ulang
sampah masih dilakukan oleh banyak negara terutama negara-negara
Asia. Berdasarkan data Jambeck, et al. (2015) kesalahan pengelolaan
sampah plastik Indonesia paling tinggi kedua di dunia yaitu sebesar
3,22 juta metrik sampah plastik/tahun. Sumber data yang sama juga
memperkirakan setiap tahun Indonesia membuang sebanyak 0,48 –
1,29 juta metrik sampah plastik ke laut, jumlah tersebut juga paling
tinggi kedua di dunia.
Diperkirakan, 60 – 80% dari seluruh total sampah yang ada di
laut adalah berupa plastik (Derraik, 2002). Sampah tersebut sampai ke
laut karena beberapa hal antara lain pengelolaan sampah yang buruk,
sampah masuk ke sungai dan terus mengalir hingga ke laut atau
limbah berukuran mikro sehingga tidak tersaring instalasi pengolahan
air. Hal tersebut diperparah dengan pembuangan sampah ilegal di
pantai, adanya jaring ikan dan garis pantai y
P , et al., 2017).
23
lingkungan yang ada di sekitar, seperti biota laut maupun lainnya. Hal
Artinya : Te
tersebut tersirat dalam surat Ar-Rum pada ayat 41: la
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum : 41).
Surah Ar-Rum tersebut menjelaskan bahwa kerusakan yang ada di
darat maupun di laut itu penyebabnya dari perbuatan manusia itu
sendiri. Ayat di atas menggambarkan bahwa manusia benar-benar
perusak. Pengrusakan tersebut tentu saja banyak dan berulang-ulang
karena kalau tidak, mereka tentu tidak dinamai perusak. Pengrusakan
yang mereka lakukan itu tercermin antara lain adalah terhadap diri
mereka yang enggan berobat sehingga semakin parah penyakit yang
mereka derita. Selanjutnya pengrusakan kepada keluarga dan anak
masyarakat dengan ulah mereka menghalangi orang lain melakukan
kebajikan (Tafsir Al-Misbah, 2009: 126).
Ibnu Abbas, Ikrimah dan Mujahid mengatakan yang dimaksud
kerusakan di daratan yaitu seseorang membunuh saudaranya (saling
membunuh diantara mereka), sedangkan kerusakan yang berada di
24
lautan adalah mereka membawa kapal-kapal (mencari hasil laut)
dengan paksa. Menurut An-Nuhhas, kerusakan yang ada di laut
maksudnya yaitu kurangnya hewan buruan (ikan dan sejenisnya)
dikarenakan dosa manusia (LTQ Al Hikmah, 2014). Inti pesan ayat di
atas adalah bahwa dalam lingkungan hidup, Allah telah menetapkan
keseimbangannya. Keberadaan mikroplastik di perairan semakin
menarik.
Plastik yang sampai di laut tetap tidak terurai namun dapat
mengalami degradasi. Secara kimia terdapat perubahan sebab terjadi
pengurangan berat molekuler dari polimer plastik. Keutuhan mekanis
plastik bervariasi bergantung berat molekuler ketika akibat degradasi
berat molekul berkurang maka plastik menjadi rapuh dan berubah
menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Partikel tersebut masih
terdegradasi lebih lanjut umumnya oleh mikroba sehingga polimer
Plastik yang terbuang ke lingkungan membawa dampak buruk
bagi lingkungan tersebut. Dampak buruk plastik yaitu lingkungan dan
berpotensi tertelan oleh hewan atau membuat hewan terbelit
(Kershaw, 2016). Terdapat 292 kasus laporan kasus biota laut yang
terbelit dan menelan plastik hingga tahun 2005 (Gall dan Thompson,
2015). Plastik yang membelit hewan dapat membahayakan hewan
25
tersebut hingga taraf kematian dengan menyebabkan hewan laut
tercekik, terluka, terjebak di suatu lokasi. Ketika plastik tertelan oleh
hewan maka mengakibatkan menurunnya konsumsi makanan hewan,
terakumulasi atau organ internal terluka. Plastik dapat menimbulkan
perasaan kenyang sebab tertahan di saluran pencernaan (Li, et al.,
2016).
Ancaman sampah di lingkungan laut menjadi penting karena
memiliki resiko dampak terhadap manusia (Farrell dan Nelson, 2013)
yang disebabkan ada interaksi antara laut dan manusia (Fleming, et
al., 2014) maupun melalui mekanisme transfer dari sumber makanan
seperti ikan dan moluska dimana jumlah tersebut meningkat dari
tahun 1985 sampai 1995 (Willoughby, et al., 1997). Selain itu, sampah
laut seperti plastik mempengaruhi jumlah biota (Uneputty dan Evans
1997) yang masuk kategori IUCN red list ataupun tidak (Gall dan
Thompson, 2015) dan diduga sebagai agen terhadap penyakit
terumbu karang (Harrison, et al., 2011). Sampah yang masuk ke
lautan berasal dari aktifitas manusia (Rochman, et al., 2015) dengan
menyumbang jumlah sampah yang masuk kelautan (Jambeck et al.,
2015).
3. Tinjauan Umum tentang Mikroplastik
Pencemaran yang bersumber dari mikroplastik merupakan
salah satu permasalahan global yang saat ini sedang menjadi sorotan
26
bagi para pemerhati lingkungan. Permasalahan mikroplastik ini
memberikan gambaran dalam penggunaan plastik dikehidupan sehari-
hari yang menyebabkan kerusakan ekologi karena pembuangan
sampah plastik yang sembarangan (tidak memperhatikan dampak
dimasa mendatang) (Galloway, et al., 2017). Sampah plastik menjadi
salah satu ancaman serius bagi ekosistem laut. Lebih dari 690 spesies
laut telah terdampak oleh sampah plastik ini baik yang berukuran
puing-puing (debris) maupun yang kecil (mikroplastik) yang teramati di
saluran pencernaan organisme dari berbagai tingkatan trofik rantai
makanan (Carbery, et al., 2018). Mikroplastik banyak ditemukan di
wilayah laut yang dekat dengan kegiatan manusia (pesisir dan estuari),
termasuk pengeboran minyak dan perkapalan (Castillo, et al., 2016),
industri dan pelabuhan (Frias, et al., 2014). Kandungan mikroplastik
lingkungan pesisir banyak mendapat masukan air dari sungai yang
banyak mengandung fragmen–fragmen dari plastik melalui muara
(runoff).
berukuran kurang dari 5mm (<5mm) sehingga partikel tersebut tidak
dapat terlihat oleh mata telanjang (Law dan Thompson, 2014).
Mikroplastik terbentuk dari berbagai sumber. Sumber – sumber partikel
mikroplastik terbentuk dapat dibedakan menjadi dua sumber. Sumber
primer berasal dari proses pembuatan produk – produk kosmetik
27
maupun produk – produk perawatan tubuh. Sumber kedua yaitu
sumber sekunder. Sumber tersebut berasal dari proses degradasi
plastik yang berukuran besar, seperti botol plastik, kantung plastik
(GESAMP, 2015).
Mikroplastik terutama terbuat dari polietilen, polipropilen, dan
meningkat, maka mikroplastik akan menjadi polutan baru yang dapat
mencemari laut. Oleh sebab itu, pencemaran mikroplastik merupakan
fenomena yang tidak mengherankan di era sekarang (Carr et al.,
mengkontaminasi berbagai biota perairan bahkan hewan laut yang
sering dikonsumsi manusia dan dijual di pasar, salah satunya adalah
kerang (Karami et al., 2017).
Berdasarkan sumbernya mikroplastik terbagi menjadi 2 yaitu
mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder (Andrady, 2017).
Mikroplastik primer merupakan plastik yang sudah sejak awal
digunakan sebagai eksfolian dalam produk personal care, media sand-
blasting dan pelet plastik sebagai bahan mentah yang akan dibuat
menjadi produk oleh pabrik. Pelet bahan mentah tersebut dapat masuk
― ‖ buatan,
pengangkutan atau penggunaan. Mikroplastik sekunder berasal dari
28
plastik lebih besar yang mengalami fragmentasi selama penggunaan
atau akibat degradasi (Barnes et al., 2009).
Morfologi mikroplastik secara luas digolongkan menurut ukuran,
bentuk dan warna. Ukuran menjadi faktor penting berkaitan dengan
jangkauan efek yang diakibatkan pada organisme. Luas permukaan
yang lebih besar bila dibandingkan dengan volume membuat
mikroplastik berpotensi melepas bahan kimia dengan cepat (Lusher, et
al., 2017). Mikroplastik berdasarkan bentuknya dijabarkan dalam Tabel
1.
Klasifikasi Bentuk Istilah Lain yang Digunakan
Fragmen Partikel tidak beraturan, kristal, bulu, bubuk,
granula, serpihan
Fiber Filamen, mikrofiber, helaian benang
Manik-Manik Biji, bulatan manik kecil, bulatan mikro
Busa Polistiren
Butiran Butiran resinat, pelet resinat, nib
Tabel 1. Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Bentuk
Sumber : Lusher et al. 2017
Ketika mikroplastik berada dalam air maka akan kemampuan
mengapung bergantung pada densitas polimernya. Kemampuan
mikroplastik mengapung menentukan posisi mikroplastik di air dan
interaksinya dengan biota (Wright, et al., 2013). Polimer yang
densitasnya lebih besar dari densitas air laut (misalnya: PVC) akan
mengendap dan termakan biota yang menghuni dasar laut. Polimer
29
mengapung termakan oleh plankton dan filter feeder yang menghuni
kolom air bagian atas.
Efek buruk dari mikroplastik pada hewan laut menyebabkan
kematian pada hewan yang tercemar, laju makan berkurang, massa
tubuh hewan berkurang serta penurunan tingkat metabolisme hewan
laut. Efek lain pada hewan laut adalah penurunan fertilitas hewan laut,
perubahan perilaku, penurunan energi untuk pertumbuhan, kerusakan
usus. Efek – efek mikroplastik pada hewan laut menunjukkan di alam
liar terutama daerah industri atau daerah dengan konsentrasi plastik
keanekaragaman hayati. Kondisi tersebut secara tidak langsung
ketersediaan pangan (Barboza, et al., 2018).
memperngaruhi rantai makanan manusia. Mikroplastik berpotensi
pada kesehatan manusia. Mikroplastik yang tertelan manusia dapat
penyerapan di dalam usus. Ketika manusia mengkonsumsi kerang
rata – rata 250 g maka 1 konsumen mengkonsumsi 90 partikel
(Cauwenberghe, et al., 2014). Namun, efek negatif dari partikel
mikroplastik ke manusia masih belum diketahui secara pasti. Hingga
saat ini tidak diketahui seberapa besar ukuran mikroplastik yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia.
30
Hingga saat ini banyak dilakukan penelitian mengenai paparan
mikroplastik ke manusia. Lusher, et al. (2017), menyatakan saat ini
para ilmuwan sedang berspekulasi bahwa mikroplastik dengan ukuran
150μ <150μ )
oleh tubuh manusia, sedangkan mikroplastik dengan ukuran lebih
150μ pat menstranslokasi melalui rongga
usus ke getah bening dan sistem peredaran darah. Mikroplastik
20μ ≤20μ )
0 1> 10μ ) asuk dan
menembus seluruh organ manusia serta partikel tersebut dapat
menjadi penghalang aliran darah ke otak manusia.
Secara umum mikroplastik pada kerang masuk saat mengambil
makanan atau bernafas. Mikroplastik juga dapat terambil oleh kaki
(Kolandhasamy, et al., 2018). Mikroplastik terdapat di seluruh organ
utama kerang antara lain pada insang, perut, gonad, mantel, adduktor,
kaki. Pada bagian organ kaki terdapat akumulasi mikroplastik dalam
jumlah paling banyak kedua setelah organ perut. Jumlah mikroplastik
paling banyak terakumulasi di organ saluran pencernaan dan kaki
kemudian diikuti organ perut, insang, gonad, lapisan mantel, adduktor
dan viseral (Kolandhasamy, et al., 2018). Partikel mikroplastik yang
> 100 μ . H
31
berukuran sangat kecil (< 3 9 6 μ ) o
dari perut memasuki haemolymph dan haemocytes hingga hari ke-48
mikroplastik tetap berada disana (Browne, et al., 2008). Partikel
o > 100 μ
sistem sirkulator dan diperkirakan masuk melalui ogan selain
. P o > 100 μ
diperkirakan terbawa masuk dengan melekat pada organ kaki
(Kolandhasamy, et al., 2018).
Produk seafood komersil dari tambak ataupun ditangkap
langsung dari alam akan melalui serangkaian rantai pasok pangan
sebelum akhirnya sampai pada konsumen akhir. Rantai pasok pangan
meliputi beberapa mata rantai antara lain pemasok bahan, produsen,
paska panen, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan penjualan,
food service, konsumen (Jaffee, et al., 2010). Seiring perjalanan rantai
pasok, produk akan didistribusikan atau disimpan sehingga nilainya
akan berubah. Dalam rantai pasok juga terdapat banyak pihak yang
turut serta sehingga produk yang benar-benar mencapai konsumen
akhir tidak seperti awal mulanya. Perubahan nilai juga mencakup
kualitas dan cemaran produk. Oleh sebab itu untuk merefleksikan
pengambilan sampel dilakukan pada produk pangan yang sedekat
mungkin dapat dijangkau konsumen (terminal market) (WHO, 2009).
32
Pasar setempat atau pasar lokal merupakan terminal market paling
umum.
4. Tinjauan Umum tentang Kerang Hijau (Perna viridis)
Kerang hijau (Perna viridis) atau dikenal sebagai green
mussels adalah binatang lunak (Mollusca) yang hidup di laut,
bercangkang dua berwarna hijau. Kerang hijau termasuk kelas
Pelecypoda. Kerang hijau juga termasuk salah satu jenis biota
kekerangan yang prospektif untuk dikembangkan dalam suatu
sistem budidaya karena pertumbuhannya yang cepat dan dapat
dilakukan sepanjang tahun, serta diketahui memiliki toleransi yang
menguntungkan secara ekonomis untuk suatu sistem budidaya
(Sallih, 2005).
Kerang hijau umumnya terdapat pada perairan yang dekat
muara sungai. Hidup menempel pada benda lain (substrat) dengan
bantuan byssus (serabut penempel) berupa kayu, bambu, karang,
tali dan lainnya. Kerang hijau dapat hidup baik pada perairan
dengan kisaran kedalaman antara 1 - 7 meter. Pertumbuhan
optimum didapatkan pada kondisi perairan dengan salinitas 27 - 35
ppt, suhu 26 -3 2oC, pH 6,0 - 8,2, dan kandungan oksigen 6 mg/I
(Sivaligam, 1977). Kecarahan air berkisar antara 3,5 - 4,0 meter,
arus tidak begitu kuat dan mengambil plankton nabati sebagai
makanannya (Marine culture Research and Development Projekt
33
(ATA-192), 1985). Seekor kerang hijau yang telah dewasa dapat
menghasilkan telur yang sebanyak kurang lebih 1,2 juta ekor.
Pemijahan ini terjadi akibat adanya rangsangan alami seperti
perubahan suhu air dan salinitas. Sel telur yang telah dibuahi akan
berkembang dan akhirnya menetas menjadi larva. Larva ini bersifat
planktonik, melayang di air dan terbawa arus lebih kurang selama
metemorfosa. Pada akhir stadia larva, mereka akan mengalami
perubahan cara hidupnya dari planktonik menjadi sessil (tinggal
diam, menempel). Pada saat itu bila meraka tidak mendapatkan
substrat maka mereka akan segera mati (Mariculture Research And
Development Project (ATA-192), 1985). Kecepatan tumbuh kerang
hijau berkisar antara 0,7 – 1,0 cm per bulan. Setelah berumur 6-7
bulan, kerang hijau sudah dapat di penen (INFIS Manual, 1985).
Kerang hijau ini hidup subur pada perairan teluk, estuari, perairan
sekitar area mangrove, dan muara sungai, dengan kondisi
lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur pasir,
dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam
yang tidak terlalu tinggi.
Kandungan gizi pada kerang hijau dalam 100 gram bahan
karbohidrat sebesar 18,5%, air sebesar 49,8% dan abu sebesar
4,3%. Kandungan gizi tersebut setara dengan daging, daging ayam
34
ataupun telur, karena 100 gram daging kerang mengandung 100
kalori (Liliandari dan Aunurohim, 2013). Gosling (2004) menyatakan
kerang hijau tinggi akan asam amino essensial, khususnya arginin,
leusin dan lisin. Tidak hanya itu, berat daging kerang hijau jauh
lebih banyak daripada kelompok kerang yang lain, contohnya
seperti kerang darah. Kerang hijau mengandung daging lebih
kurang 30% dari bobot keseluruhan.
Ukuran konsumsi kerang hijau berkisar antara 6 – 8 cm atau
disebut pula matang gomad (kerang sudah gemuk). Setelah kerang
hijau dipelihara selama 7 bulan, kerang hijau dapat mencapai
ukuran 7,6 – 8,6 cm. Pertumbuhan kerang hijau rata – rata berkisar
±0,8 cm (WWF Indonesia, 2015).
Pada cangkang kerang hijau memiliki berbedaan warna, di
bagian tepi luar cangkang berwarna hijau, bagian tengah berwarna
coklat sedangkan di bagian dalam berwarna putih (Cappenberg,
2008). Panjang cangkang biasanya dua kali lebar cangkang. Di
bagian luar cangkang terdapat garis – garis lengkung yang disebut
garis pertumbuhan (garis umur kerang hijau). Cangkang kerang
hijau bagian dalam memiliki permukaan yang halus (Sari dan
Harlyan, 2015).
35
Gambar 1. Kerang Hijau
Gambar 2. Struktur Cangkang Kerang Hijau
Gambar 3. Anatomi Kerang Hijau
Klasifikasi kerang hijau (Perna viridis), yaitu (Cappenberg, 2008) :
36
Kingdom : Animalia
Phylum : Moluska
Class : Bivalvia
Ordo : Anisomyria
Family : Mytilidae
Genus : Perna
Species : Perna viridis
Kerang hijau mampu bertoleransi pada perubahan salinitas.
Di habitat alami, kerang hijau mempunyai toleransi salinitas tinggi
maupun rendah yang baik (Valkilly, 1989). Selain itu, kondisi
perairan yang baik untuk kerang hijau hidup pada pH 6,5 – 9
(Porsepwandi, 1998). Kerang hijau termasuk organisme sessile
yang tidak dapat bergerak bebas untuk berpindah tempat,
sedangkan pada waktu yang bersamaan cemaraan yang ada
dilingkungan terus meningkat. Dengan demikian, kerang hijau
bersifat resisten terhadap berbagai bahan – bahan pencemar
(Sudaryanto, et al. 2005).
mendapatkan makanan dengan cara memompa air melalui rongga
mantel sehingga mendapatkan partikel – partikel yang ada di dalam
air atau dengan istilah lain menyaring partikel – partikel dari suatu
perairan. Namun, saat ini kondisi perairan mengalami kondisi yang
tidak sehat akibat banyak cemaran plastik yang terjadi. Semakin
37
meningkatnya cemaran yang terjadi maka menyebabkan kerang
hijau menjadi terganggu dalam melakukan filtrasi makanan baik
secara langsung masuk ke jaringan tubuh kerang hijau atau melalui
rantai makanan (Liliandari dan Aunurohim, 2013).
Berdasarkan mekanisme cara mengambil makanannya
kerang digolongkan sebagai filter feeder (Arapov, et al., 2010).
Dengan melakukan filter feeding kerang dapat meningkatkan
kualitas perairan disekitarnya serta menjadi indikator pencemaran.
Kerang dapat menghilangkan partikel organik, nutrisi, endapan,
bakteri, virus sehingga mencegah eutrofikasi (Wan, et al., 2011).
Akan tetapi, sifat filter feeder juga menyebabkan hewan ini rentan
mengalami kontaminasi dan akumulasi logam berat (Hossen, et al.,
2014). Saat ini seiring perkembangan zaman dan meningkatnya
penggunaan plastik ancaman kontaminan pada kerang bertambah,
tidak hanya logam berat namun ada pula peluang ancaman
mikroplastik.
Terdapat dua teori mengenai cara kerang mengatur filtrasi
dan mengambil makanannya. Teori pertama, proses pengambilan
makanan berlangsung otomatis tergantung jenis kerang (Arapov, et
al., 2010). Perilaku kerang dalam memilih partikel untuk dicerna
tergantung struktur insang dan konsentrasi partikel tersebut dalam
lingkungan. Teori kedua, penyaringan dikontrol kondisi psikologi
atau tergantung nutrisi yang dibutuhkan. Kerang memiliki interaksi
38
kompleks antara psikologi, morfologi dan karakteristik perilaku
sehingga sensitif terhadap variasi dan ketersediaan makanan di
lingkungannya (Arapov, et al., 2010). Umumnya kerang dapat
menyeleksi partikel sebagai makanannya berdasarkan ukuran,
bentuk, nutrisi atau zat kimia yang terkandung di permukaan
partikel. Seleksi tersebut lebih detailnya berdasarkan fisik atau zat
kimia belum diketahui (Ward dan Shumway, 2004).
5. Tinjauan Umum Tentang Perairan Kota Makassar
Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan
wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki
potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat
kaya, sehingga menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk
memanfaatkan sumberdayanya. Di sisi lain, sumberdaya alam
pesisir ini sering bersifat multi-guna dimana berbagai kegiatan
memiliki hak atas akses dan pemanfaatan sumberdaya di kawasan
ini. Kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat beraktifitas
untuk penangkapan ikan dan juga kawasan ini merupakan ruang
untuk melakukan aktivitas pariwisata bahari. Peranan yang besar
itu menjadikan wilayah ini sangat rentan dari berbagai masalah,
baik itu yang menyangkut masalah dari aspek fisik dan biologi
maupun masalah yang menyangkut aspek sosial, ekonomi maupun
budaya. Permasalahan ini terutama menyangkut sumberdaya alam
39
keberlanjutan hidup baik manusianya sendiri, maupun sumberdaya
alam dan lingkungannya secara keseluruhan (Dahuri, et al., 2004).
Dalam undang-undang No. 27 tahun 2007 dinyatakan bahwa
wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Hal ini
menjadikan negara Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir
dan laut yang besar serta keanekaragaman hayati tinggi yang
dapat menunjang kehidupan. Potensi yang besar ini akan dapat
pemanfatan dan pengelolaan berkelanjutan.
Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wilayah
perairan pesisir yang unik dan memiliki nilai cukup strategis dalam
pembangunan ekonomi, baik dalam pemanfaatan ekonomi maupun
ekologinya. Dalam pengelolaannya diperlukan keterpaduan antar
berbagai kegiatan dalam koordinasi dan mengarahkan berbagai
kegiatan yang ada di wilayah pesisir tersebut. Hal ini dimaksudkan
sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan
yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara
berbagai kepentingan agar terpelihara lingkungan dan tercapainya
pembangunan ekonomi.
Luas wilayah Kota Makassar adalah 175,77 km2 yang terdiri
atas 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Makassar berbatasan
40
sepanjang 32 Km serta mencakup 11 pulau dengan luas
keseluruhan 178.5 Ha atau 1,1% dari luas wilayah daratan. Dengan
kondisi geografis yang demikian, maka prospek pengembangan
wilayah pesisir dan kepulauan dengan melakukan eksplorasi
terhadap potensi kelautan dan perikanan, harusnya sangat
kondusif bagi peningkatan investasi. Seperti diketahui bahwa
sumberdaya alam dan konservasi sumberdaya di kawasan pesisir
pengendalian dan pengawasan sumber daya hayati dan non hayati
daerah pesisir, pantai, laut dan pulau-pulau kecil. Hal ini di dorong
oleh berbagai faktor yang mempengaruhi ekosistim pesisir, laut dan
pulau-pulau kecil yang terjadi di Kota Makassar seperti terjadinya
tekanan pemanfaatan lahan dan ruang serta SDA yang ada
diwilayah tersebut secara tidak terkendali, terhadap ekosistim
wilayah pesisir. Sasaran pembangunan kelautan dan perikanan
meliputi terciptanya pemanfaatan, perlindungan, pengendalian dan
pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan dalam menjaga
kelestarian ekosistim pesisir,laut dan pulau-pulau kecil sekaligus
meningkatkan taraf hidup nelayan/masyarakat pesisir, terciptanya
penataan ruang kawasan pesisir yang akan mendorong
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, berwawasan
41
mewujudkan pengembangan pariwisata bahari (Pemda Makassar,
2004).
Dua sungai besar mengapit kota ini, yaitu: Sungai Tallo yang
bermuara disebelah utara kota dan Sungai Jeneberang bermuara
pada bagian selatan kota (PRWLSDNH, 2004). Makassar dikenal
mempunyai Pantai Losari yang indah. Kota ini berbatasan dengan
Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur
dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan (BPS, 2020). Topografi
wilayah pada umumnya berupa dataran rendah dan daerah pantai.
Dataran rendah merupakan wilayah yang paling dominan di daerah
ini, sehingga pada musim penghujan, sebagian besar wilayah kota
ini tergenang air (PRWLSDNH, 2004). Pada kawasan pesisir pantai
Kota Makassar, terdapat 3 komponen ekosistem, yaitu estuari,
mangrove dan terumbu karang. Ekosistem estuari berada di muara
sungai Jeneberang dan aliran pasang surut. Ekosistem mangrove
keberadaannya di pantai Kota Makassar berasosiasi dengan
ekosistem estuari, khususnya di mauara sungai Tallo. Ekosistem
terumbu karang mendominasi seluruh gugusan pulau yang berada
di perairan Makassar, termasuk dalam kelompok Kepulauan
Spermonde (PRWLSDNH, 2004).
42
6. Tinjauan Umum Tentang Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem
informasi berbasis komputer yang digunakan untuk menyajikan secara
permukaan bumi. Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan
menjadi bentuk digital. Setiap objek yang ada di permukaan bumi
― o- f ‖
SIG. ―Geo-referenced‖ o suatu objek di
ruang yang ditentukan oleh sistem koordinat, sedangkan database
yaitu sekumpulan informasi tentang sesuatu dan hubungannya antar
satu dengan lainnya (Ari Purno Wahyu Wibowo dan Endang Amalia,
2019)
Teknologi SIG berkembang pesat, teknologi ini terdiri dari
mengorganisir data yang berkaitan dangan bumi untuk menganalisis,
mengenai bumi sangat kompleks, tetapi pada umumnya data
geografis mengandung 4 aspek penting, yaitu (Ari Purno Wahyu
Wibowo dan Endang Amalia, 2019) :
a. Lokasi-lokasi yang berkenaan dengan ruang, merupakan objek-
objek ruang yang khas pada sistem koordinat (projeksi sebuah
peta).
43
b. Attribut, informasi yang menerangkan mengenai objek-objek
ruang yang diperlukan.
c. Hubungan ruang, hubungan logis atau kuantitatif diantara objek-
objek ruang.
d. Waktu, merupakan waktu untuk memperoleh data, data atribut
dan ruang.
SIG merupakan suatu rancangan sistem informasi untuk
mengerjakan data koordinat geografis atau berunsur ruang. Teknologi
SIG menyatu dengan operasi database seperti pencarian data dan
analisa statistik serta analisis geografis yang disajikan dalam bentuk
peta. Kemampuan SIG ini banyak digunakan secara luas misalnya
untuk menjelaskan kejadian, memperkirakan hasil dan perencanaan
No. Nama Jurnal, Tujuan Khusus Metode Riset Hasil Utama (Sesuai Tujuan Pen
Judul, Tahun,
Vol, No, Nama
Penulis
1. Jurnal Penelitian Mengidentifikasi Deskriptik observasional Berdasarkan hasil penelitian bisa
Biomedis Saudi: kandungan menyimpulkan bahwa mikroplasti
Identifikasi mikroplastik pada ditemukan di semua tinja
Mikroplastik pada feses wanita sampel wanita hamil. Mikroplastik
Feses Wanita hamil ditemukan
Hamil, 2020, dari tiga puluh sampel tinja mulai d
ervina septani 21
mikroplastik dengan jenis serat, fr
dan
film. Panjang mikroplastik bervari
0,2 -
4,9 mm. Jenis makanan laut yang
dikonsumsi oleh
Responden penelitian adalah ikan
(tuna dan cakalang), kecil
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai penelitian
paparan mikroplastik pada
kerrang hijau di berbegai wilayah pesisir Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa Penelitian Terdahulu
4
di Kepulauan jumlah
substrat terumbu berbeda digunakan uji t-
sampah laut, persen individu/kantong 5,30 L merupa
ikan (lalat, makarel dan teri), dan
terumbu karang.
Seribu Jakarta, karang.
mikroplastik penutupan terumbu karang
student. Sedangkan untuk budidaya yang paling optima
(cumi-cumi
2018, Vol. 35, No. (filtrasi). dan kimia fisik perairan.
melihat perbedaan rata- diterapkan di perairan pesisir
dan udang).
2, Assuyuti, Y.M., Data kimia-fisik perairan
rata kosentrasi mikroplastik Langsa, Aceh.
2. R.B. Zikrillah, dan
Ejournal Uncen, menganalisis terdiri dari suhu, salinitas,
di antara rentang ukuran
observasional dengan Konsentrasi 𝑃𝑏 pada Konsentrasi k
M. A. Tanzil.
Peranan Analisis seberapa besar panjang cangkang yang
DO, konduktifitas, pH dan
pendekatan Analisis Risiko dari 12 stasiun dengan ra
Risiko Konsumsi risiko kesehatan berbeda digunakan uji
arus perairan diambil
(Hazard Qouetient). 0.57𝑚𝑔/𝐾𝑔, masuk kategori te
5 Kerang
Jurnal akibat pajanan
membandingkan secara in situ dan dari citra
ANOVA.
Pengambilan sampel
menguji dua metode karena berada di atas ambang ba
konsentrasi mikroplastik yang di
6 Berplumbum
Jurnal
Pengelolaan dua metode satelit
kerang
menguji indeks ditentukan secara
Kerang hijau dikumpulkan
analisis yaitu, metode non IK1-6 dan 9 penggunaannya dipe
7387 tahun 2009 dengan
di dalam daging kerang hijau b
4 dalam Manajemen
Pengelolaan
Jurnal Riset
Perairan, berplumbum pada dari daerah yang tercemar,
kondisi kerang
Mengetahui
analisis purposive sampling.
Penelitian ini dimulai
filtrasi dan filtrasi dengan Specific Growth Rate (SGR) dari
oleh ukuran panjang, sedangkan
tercemar jika > 0.3 𝑚𝑔/𝐾𝑔 . Hasil an
fiber. Dari hasil analisis
Risiko Lingkungan
Akuakultur,
Perairan, Efek
Perbandingan dua manusia dan
metode dan
hijau, Perna
mikroplastik yaitu perairan Makassar dan di
dengan membuat kantong
sampel kerang hijau, (SGL L) dan bobot (SG
8 penggunaanya tidak dipengar
risiko Dari 75 responden ditemu
didapatkan bahwa teknik
pada Masyarakat
Budidaya kerang
ukuran Panjang
metode analisis memanajemen
kepadatan yang
vidiris dengan
antara untuk menempatkan benih
lokasi yang relatif tingkat
Perna viridis (L). Sembilan menunjukkan semua perlakuan
ukuran panjang. Rata-rata kan
responden (44%) responden
mikroplastik dengan filtrasi
di Teluk Youtefa,
hijau dengan
cangkang
konsentrasi risiko lingkungan.
paling optimal
formula yang
penghitungan kerang hijau selama
pencemarannya ringan,
puluh sembilan sampel kepadatan dan interaksi b
logam Pb di dalam daging kera
memiliki 𝑅𝑄 > 1 dengan rata-rata
memperoleh konsentrasi mikr
2016, Hasmi
metode dan
terhadap indeks
mikroplastik pada untuk budidaya yaitu perairan Mandalle,
mana, yang
langsung periode budidaya yang
kerang hijau, Perna viridis, signifikan pada taraf uji 5% (P<
7,87± 0,53. Nilai ini telah m
2.24 karena 𝑅𝑄 > 1 lebih besar dar
lebih banyak dibandingkan denga
kepadatan
kondisi dan
kerang hijau, kerang hijau di
paling tepat
mikroplastik pada Kabupaten Pangkajene
disebut kreneng yang
dikumpulkan dengan mana perlakuan yang paling optim
ambang batas konsumsi untu
1 yang berarti berisiko.
non filtrasi. Hasil penelitian
3. berbeda di
kandungan logam
Perna viridis dan
Majalah Ilmiah perairan pesisir
digunakan untuk
mengetahui
medium daging terbuat dari anyaman
dan Kepulauan (Pangkep),
Pengambilan data
tangan dari perairan Pulau perlakuan metode long line
kerang. Dari hasil penelitia
jenis sampah laut yang paling b
menunjukkan bahwa semakin
Perairan Pesisir
timbal kerang
Biologi Biosfera :
penerapannya Kuala Langsa,
mendeterminasi
distribusi dan Sulawesi Selatan
biota air yang bambu. Tali kolektor
dilakukan dengan
Lae-Lae Makassar. Untuk kepadatan 20 individu/kantong
disimpulkan bahwa IK8 adalah
ditemukan adalah plastik di ked
ukuran cangkang kerang semakin
Kuala Langsa,
hijau, 2018, Vol.
A Scientific
dalam kajian Aceh
kesehatan kerang
jenis sampah laut, sebanyak 400 ekor.
telah dilarutkan ditempatkan di perairan
menyelam pada kedalam 3
kepentingan analisis, diperoleh rata-rata nilai SGR (L) s
kondisi yang paling praktis dig
3m di Pulau Pramuka dan
konsentrasi mikroplastiknya. Oleh
Aceh, 2017, Vol.
1, No. 2, Yaqin,
Journal, Distribusi
ekotiksikologi, hijau.
persentasi
dengan KOH (non pesisir dengan kedalaman
Setelah itu kerang
- 5 meter dan 10-13 meter
kerang hijau dikelompokan 0,86 ± 0,01%/hari dan SGR (W) s
untuk monitoring lingkungan.
Panggang. Terdapat hubunga
itu, disimpulkan bahwa semaki
12, No. 1, Sagita,
K., L. Fachruddin,
dan jenis sampah
2020, Vol. 3, No. penutupan
filtrasi) dengan 2-5 m selama kurang lebih
ditransfer ke laboratorium
dengan setiap pulau terdiri
dalam berbagai rentang 1,18 ± 0,04%/hari dengan s
linear antara jumlah sampah d
ukuran kerang semakin
A., R. Kurnia., dan
dan Fitriyani.
laut serta
1, Fachruddin, L., substrat terumbu dengan menggunakan cool
teknik empat minggu, spat kerang
dari 4 stasiun yaitu 4 arah
ukuran panjang cangkang mencapai 92,50 ± 2,89%. Pa
tutupan karang terdapat di kedala
konsentrasi mikroplastik di
Sulistiono. kualitas perairan selama
hubungannya
K. Yaqin, dan R. karang, faktor box. Beberapa parameter
penyaringan hijau akan menempel pada
mata angin. Data yang
yaitu 4-5,9 cm (kecil); 6-7,9 di Pulau Pramuka, Pulau Pangga
dagingnya.
budidaya masih sesuai untuk men
terhadap
Iin. kimia fisik morfometri, bobot daging
medium daging tali kolektor, lalu disortir
diambil dari Pulau Kotok
cm (sedang) dan 8-10 cm Pulau Air dan 10m di Pulau Pra
kehidupan kerang hijau di ma
ekosistem perairan dan dan cangkang diukur untuk
yang telah untuk mengetahui Panjang
Besar terdiri dari 2 stasiun
(besar). Untuk mengetahui Persentasi penutupan substrat
berkisar 27,5-34,0°C; salinitas 2
terumbu karang dilarutkan dengan memenuhi 10 jenis formula
hubungan dan bobot yang
yaitu di bagian barat dan
perbedaan rata-rata karang di dua kedalaman dan m
ppt; pH 7,88,6; dan oksigen ter
Pulau Pramuka, sampah laut indeks kondisi. Logam
KOH sebelum mempunyai kisaran rata-
selatan dengan kedalaman
konsentrasi mikroplastik di masing pulau tidak berbeda nyata
rata sama.
timbel (Pb) di dalam 6,5 mg/L; serta kecepatan arus
Panggang, Air terhadap
dilakukan 3-5 meter. Data yang
dalam daging kerang karena faktor kimia fisik p
m/s. Budidaya kerang hijau
dan Kotok Besar penutupan
penghitungan daging kerang dianalisis
diambil terdiri dari jumlah
dengan dua teknik yang mendukung terhadap pertu
metode long line pada kepada
4
4
4
dengan menggunakan
AAS (Atomic Absorbtion
Spectotrophometer).
bal
Lorok,
8 Jurnal mengetahui penelitian observasional
Kesehata tingkat risiko
arang, dengan menggunakan
n kesehatan istri
017, pendekatan Analisis Risiko
Masy nelayan akibat Kesehatan Lingkungan
arakat, mengonsumsi
5, (ARKL). Data primer dari
Analis kerang hijau yang
No. penelitian ini diperoleh
is mengandung
5, daripemeriksaan
Kese timbal di T ambak kandungan Pb dalam
hatan Lorok dengan
sari, kerang hijau dan air laut di
lingku metode Analisis
T., Laboratorium BPPTPI
ngan Risiko Kesehatan Semarang serta
kandu Lingkungan
Darundiati wawancara dengan
ngan timba ,(ARKL). responden secara
l langsung.Data sekunder
pada H.L.Dangi berupa monografi lokasi
kerang hija ran. penelitian diperoleh dari
u
yang
istri
on < 0,003 mg/L pada titik Spectrophotometry) pada 8 Maret 2017
Spectrophotom 2, dan 0,007 mg/L adalah sebesar 0,40 mg/kg pada titik 2
etry) pada 8 Mpada titik 3. Konsentra dan 0,50 mg/kg pada titik 3. Estimasi
onsentrasi Pb dalam air di budidaya ika aret 2017 si Pb pada kerang karakteristik risiko menunjukkan bahwa
n adalah sebesar hijau di T ambak tingkat risiko yang diterima oleh istri
T ambak Lorok yang diuji mengguna < 0,003 mg/L p Lorok yang diuji nelayan aman dari efek non karsinogenik
kan ada titik 1, menggunakan AAS ( untuk pajanan real time dan life time.
AAS (Atomic Absorpti Atomic Absorption
Kantor Kelurahan T anjung
Mas.
51
III. KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Teori
Kerangka teori yang mendeskripsikan mengenai risk assement
Perkantoran
paparan mikroplastik pada feses petani kerang yang mengkonsumsi
kerang hijau di perairan Kota Makassar dapat dilihat pada Gambar 4.
Aktifitas Manusia
Limbah Rumah Tangga Industri
Plastik
Perairan
Mikroplastik Kerang laut
Kandungan microplastik
pada kerang laut
Kerang Hijau dikonsumsi
Petani Kerang
Terpapar Mikroplastik
Gambar 4. Kerangka Teori
52
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan kerangka teori yang
digunakan maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian
disajikan pada Gambar 5.
Kerang Hijau
(Perna Viridis)
Analisis Risk
Assestment
Feses Manusia
Geographic information
system
Gambar 5. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
53
IV. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
mengidentifikasi dan menganalisis kandungan mikroplastik pada feses
masyarakat yang mengkonsumsi kerang hijau di perairan Kota Makassar
dengan penilaian Risk Assessment. Rancangan penelitian ini juga
pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu pengambilan
sampel dilakukan secara langsung.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Kota Makassar selama
kurang lebih 2 (dua) bulan pada bulan Maret - April 2021. Lokasi
pengambilan sampel dilakukan di beberapa petani kerang yang berada di
sekitaran pesisir pantai Barombong yang titiknya berada pada muara
pertemuan sungai jeneberan dengan laut Makassar, pemilihan lokasi
penelitian ini karna dari observasi awal bahwa ditemukan banyak petani
kerang sekitaran pesisir pantai barombong yang berada tepat dimuara
sungai jeneberang dan juga merupakan tempat habitat terbanyak kerang
hijau (perna viridis). Sampel dilakukan uji lanjutan yakni Spektroskopi FT-
IR (Fourier Transform Infra Red) di Laboratorium Ekotoksikologi Laut
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.
54
Identifikasi bakteri menggunakan instrumen otomatis VITEX-2 Compact
Concentration).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alat untuk Feses Masyarakat
Alat yang digunakan untuk mengambil sampel feses petani kerang di
lapangan adalah botol sampel.
b. Alat untuk Identifikasi Mikroplastik
Alat yang digunakan adalah mikroskop, kaca objek, kaca penutup,
masker, sarung tangan, pipet dan ose
c. Alat untuk Identifikasi Bakteri Mikroplastik
Alat yang digunakan adalah inkubator, autoklaf, labuErlemenyer,
aluminium foil, lampu bunsen, cawan petri, gelas, ukur, tabung reaksi,
kapas, pipet serologi, mikroskop binokuler,kaca objek, hockey stick,
jarum ose, hand refractometer, pH meter, timbangan, vorteks,
pipetukur, rotavapor, jangka sorong, kapas lidi.
d. Alat untuk Pemetaan
Alat yang digunakan untuk melakukan pemetaan adalah Global
Positioning System (GPS) Garmin Oregon 650.
2. Bahan
a. Bahan untuk sampel yaitu Feses Petani Kerang yang mengkonsumsi
kerang hijau.
55
b. Bahan untuk Identifikasi Mikroplastik dan Bakteri Mikroplastik yaitu
spisimen feses yang ditaruh dalam wadah kecil kemudian larutan Eosin
1-2 % dan larutan lugol
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data merupakan sumber data diperoleh dan
komponen dari informasi yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian.
J. Supranto (1998) menyatakan bahwa data yang baik dalam suatu
penelitian adalah data yang dapat dipercaya kebenarannya (reliable),
tepat waktu, mencakup ruang yang luas serta dapat memberikan
gambaran yang jelas untuk menarik kesimpulan. Oleh karena itu, data
yang dibutuhkan dalam penulisan ini secara umum terdiri dari data yang
bersumber dari penelitian lapangan.
wawancara dengan kuesioner untuk memastikan bahwa petani kerang
telah menkonsumsi kerang dan secara ekplorasi pengambilan tinja secara
langsung. Pengambilan sampel feses dilakukan oleh responden dengan
menggunakan sendok logam untuk mengindari kontaminasi sampel
dengan serat sintetis kemudian sampel ditempatkan dalam botol kaca
berlabel nama responden. Waktu penelitian dilakukan selama 1 minggu,
pada tanggal 15 Februari – 19 Februari 2021. Pemberian edukasi tentang
pengambilan sampel feses pada 10 orang responden yang dilakukan
selama 1 hari pada pukul 10.00 – 15.00 WITA. Pengambilan sampel feses
dilakukan secara bertahap selama 5 hari, dimana setiap responden
diwajibkan mengkonsumsi kerang selama tiga hari sebelum fesesnya
diambil.
E. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif berupa hasil pemeriksaan laboratorium kandungan mikroplastik
pada feses pada petani kerang yang mengkonsumsi kerang hijau di
perairan Kota Makassar.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer adalah pengumpulan data yang secara langsung
pada lokasi penelitian atau objek yang diteliti atau data yang diperoleh.
Menurut Azwar (1998), data primer adalah jenis data yang diperoleh
langsung dari objek penelitian sebagai bahan informasi yang dicari. Data
primer adalah data yang secara langsung diperoleh berdasarkan hasil
laboratorium terhadap sampel feses petani kerang yang mengkonsumsi
kerang hijau di perairan Kota Makassar.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk mendukung data
primer. Sumber data sekunder dapat dibagi kepada Pertama; kajian
kepustakaan konseptual yaitu kajian terhadap artikel-artikel atau buku-
buku yang ditulis oleh para ahli yang ada hubungannya dengan
57
pembahasan judul penelitian ini. Data sekunder yang digunakan ini
mempelajari dengan mengutip teori dan konsep dari sejumlah literatur
buku, jurnal, majalah, koran atau karya tulis lainnya. Memanfaatkan
dokumen tertulis, gambar, foto, atau benda-benda lain yang berkaitan
dengan aspek yang diteliti. Kedua, kajian kepustakaan dari hasil penelitian
relevansinya dengan pembahasan penelitian ini, baik yang telah
diterbitkan maupun yang tidak diterbikan dalam bentuk buku atau majalah
ilmiah beserta dokumen-dokumen maupun data-data yang terkait dengan
penelitian tersebut.
F. Populasi dan Sampel
1. Populasi
petani/nelayan di sekitaran pesisir pantai Barombong yang titiknya
berada pada muara sungai jeneberang pantai Barombong
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah feses petani kerang di sekitaran
pesisir pantai Barombong yang mengkonsumsi kerang hijau sebanyak 10
orang.
G. Analisis Data
Analisis data penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan
58
membandingkan dua metode yang digunakan, data diuji distribusi normal
dan homogenitasnya. Karena data berdistribusi normal dan homogen,
maka digunakan ANOVA parametrik.
1. Uji FT-IR (Fourier Transform Infrared)
Sampel tipe mikroplastik yang ditemukan pada sampel feses dilihat
jenis polimer dan kelimpahan di dalamnya diuji menggunakan Fourier
Transform Infrared (FT-IR). Software FT-IR yang digunakan untuk
membaca spectrum standrat dari database polimer yaitu Euclidean
Distance untuk mengetahui jenis polimer dalam sampel tersebut (Lusher
et. al., 2017). Tipe mikroplastik yang akan dianalisis menggunakan FT-IR,
menggunakan KBr (Potasium bromida) untuk menjadikan pellet pada
menggunakan alat hidrolik dengan kekuatan 6 ton selama 15 menit. Pelet
yang dibuat harus bening agar sampel yang akan di uji dapat menerima
interaksi dengan sinar infrared yang dtembakkan.
Analisis nilai puncak gelombang rentang panjang gelombang 450-
secara kualitatif. Caranya adalah puncak serapan yang muncul pada
spectra dan dibandingkan dengan beberapa pustaka (Atmaja dan
Ernawati., 2013).
59
2. Analisis Data Bakteri Mikroplastik
Analisis data penelitian ini dilakukan pembandingan dua metode
analisis mikroplastik yaitu dihitung secara langsung di bawah mikroskop
(nonfiltrasi setelah daging kerang Dihancurkan dengan KOH 10 % (Bråte,
et al., 2018) dan dilakukan penyaringan (filtrasi) dengan menggunakan
kertas saring membrane sterile Whatman dengan ukuran pori-pori 0,45
μ 45 urkan dengan
KOH 10% sebelum mikroplastik dihitung di bawah mikroskop. Volume
larutan KOH 10% yang digunakan sebanyak 3 kali dari volume daging.
Agar daging tercerna dengan sempurna daging dibiarkan selama dua
minggu.
3. Isolasi dan Indentifikasi Bakteri Mikroplastik
Sampel diencerkan sampai konsentrasi menjadi 10-6, kemudian
diinokulasi pada media NA (Nutrient Agar) dengan metode pour plate.
K 24 38⁰C. S 24
diamati pertumbuhan koloni dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
Selanjutnya bakteri dibiakkan pada media NB (Nutrient Broth) dan
38⁰C 24 . S 24
tumbuh pada tabung reaksi ditanam di media padat MC (Mac Conkey)
sebagai media selektif tumbuh bakteri gram negatif dan BL (Blood Agar)
sebagai media selektif tumbuh bakteri gram positif. Kemudian inkubasi
kembali selama 24 jam dengan suhu yang sama. Koloni yang tumbuh
selama 24 jam dilakukan pemurnian untuk mendapatkan isolat murni.
60
Identifikasi bakteri menggunakan instrumen otomatis VITEX-2 Compact
Concentration) sebagai baku standar dalam menemukan spesies dengan
kode batang (barcode) yang dilengkapi pada kartu ID sampai tingkat yang
paling rendah dan menggunakan bantuan perangkat lunak Advanced
Expert System (AES) (Prihatini et al. 2007). Adapun kartu ID tersebut
dimasukkan kedalam tabung yang berisi larutan NaCl dan isolat bakteri
yang akan diidentifikasi, diinkubasi selama 24 jam. Setelah selesai hasil
dapat langsung di cetak secara otomatis dengan validasi data dan
interpretasi hasil sama seperti pengujian biokimia secara konvensional.
4.Pemetaan
Data spasial dilakukan dengan mengumpulkan titik koordinat
pengambilan sampel dengan menggunakan GPS dan selanjutnya
ditransfer ke map source sehingga diperoleh informasi dan pemetaan
keruangan/wilayah berdasarkan data yang dikumpulkan.
H. Prosedur Penelitian
1. Wawancara pada petani kerang dipesisir pantai Barombong
Wawancara pada masyarakat daerah pesisir Pantai Barombong.
Jumlah responden yang diwawancarai yaitu 10 orang, yang mana
merupakan penduduk asli daerah pesisir. Pembagian kuesioner dan
proses wawancara pada 10 petani kerang dilakukan selama 2 hari
pada pukul 10.00 –16.00 . Umumnya pertanyaan yang ada dalam
kuesioner adalah mempertanyakan tentang apakah petani kerang dalam
61
10 hari terakhir sering mengonsumsi kerang hijau.
2.Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel feses dilakukan oleh responden dengan
menggunakan sendok logam untuk mengindari kontaminasi sampel
dengan serat sintetis kemudian sampel ditempatkan dalam botol kaca
berlabel nama responden. Waktu penelitian dilakukan selama 1 minggu,
pada tanggal 15 Februari – 19 Februari 2021. Pemberian edukasi tentang
pengambilan sampel feses pada 10 orang responden yang dilakukan
selama 1 hari pada pukul 10.00 – 15.00 WITA. Pengambilan sampel feses
dilakukan secara bertahap selama 5 hari, dimana setiap responden
diwajibkan mengkonsumsi kerang selama tiga hari sebelum fesesnya
diambil.
3.Penyimpanan Sampel
Penyimpanan sampel feses yaitu di simpan dalam botol kaca yang
sebelumnya sudah ditambahkan larutan phenol 1% sebanyak 25 ml dan
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin untuk proses
pengeringan selama 2 x 24 jam. Sampel feses kering dipindahkan ke
botol kaca steril dan ditambahkan KOH 20% kemudian dibiarkan selama
14 hari sebelum dilakukan pengamatan.
4. Persiapan dan Analisis Sampel / Cara Kerja
Berikut langkah kerja dalam menganalisis keberadaan mikroplastik
pada feses, sebagai berikut:
62
a. Cara kerja pengambilan sampel feses
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh peneliti adalah
menyiapkan alat pengambilan sampel feses. Semua alat pengambilan
feses harus disterilkan terlebih dahulu sebelum diserahkan pada
responden. Botol kaca selei degan ukuran 250 ml, dibilas beberapa kali
dengan air ultra murni di kamar bersih. Sendok teh logam dibilas dengan
air ultra murni dan dikeringkan pada suhu 100 ° C selama 2 jam,
kontaminasi plastik. Sepasang sarung tangan, pelapis Alumunium, gel
pelindung dan termoplastik atau kantong plastik (polietilen) dipastikan
sebelumnya belum pernah digunakan kemudian diberi label sesuai code
responden penelitian.
b. Cara kerja di laboratorium
menyiapkan semua alat dan bahan pengeringan sampel. Wadah sampel
harus disiapkan terlebih dahulu dari cawan petri ukuran sedang dilapisi
alumunium foil dan diberi label sesuai code responden. Sampel diaduk
dengan pengaduk kaca hingga semua padatan feses terlarut. Selanjutnya,
botol kaca sampel divorteks dengan speed control sampai sampel
homogen. Sampel yang dipastikan sudah homogen dituangkan ke dalam
wadah cawan petri yang dilapisi alumunium foil, kemudian dimasukkan
kedalam lemari incubator dan dibiarkan selama 2 kali 24 jam. Sampel
63
yang telah kering dipindahkan ke botol-botol kaca yang steril yang
pengukuran berat kering dari setiap sampel feses. Selanjutnya campurkan
larutan KOH 20% untuk mencerna bahan organik dalam larutan sampel,
kemudian dibiarkan selama 14 hari pada suhu kamar.
Langkah selanjutnya, Sampel yang telah disortir, kemudian
diperiksa dengan cermat dibawah Mikroskop euromax nexius zoom
trinoculer menggunakan cawan petri kaca yang telah dibilas dengan air
ultra murni sebanyak tiga kali. Setiap partikel yang ditemukan
dipindahkan ke kaca preparat dengan menggunakan jarum pentul.
Partikel yang berhasil dipindahkan ke kaca preparat difoto dengan
camera handpone. Semua mikroplastik difoto dan diukur secara digital
menggunakan paket perangkat lunak ImageJ untuk menentukan panjang
dan lebar setiap mikroplastik.
Langkah selanjutnya, pengambilan sampel dilakukan oleh masing-
responden prosedur atau tata cara pengambilan sampel feses. Peneliti
harus melakukan kontrol konsumsi ikan pada responden, dimulai tiga hari
sebelum pengambilan sampel. Responden diminta BAB di atas lapisan
alumunium foil agar tidak bercampur air serta menghindari kontaminasi
prosedural. Feses dipindahkan ke botol kaca yang sebelumnya sudah
ditambahkan larutan phenol 1% sebanyak 25 ml dan aquades sebanyak
64
125 ml . Feses dipindahkan menggunakan sendok logam dan diupayakan
semua bagian dari feses diambil. Botol kaca yang telah terisi sampel feses
dimasukkan kedalam kantong plastik. Pastikan tutup botol tertutup rapat
dan tidak menimbulkan bau menyengat. Selanjutnya botol-botol kaca
dibawa ke laboratorium untuk pengamatan.
I. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Definisi operasional variabel merupakan definisi yang dijadikan
sebagai dasar dalam menetapkan besarnya nilai dari masing-masing
variabel.
1. Mikroplastik pada feses petani kerang yang mengkonsumsi kerang
hijau adalah partikel plastik yang < 5 mm pada air laut, diidentifikasi
melalui pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan mikroskop.
Kriteria Objektif yaitu sebagai berikut :
a. Terdapat partikel plastik yang < 5 mm
b. Tidak terdapat partikel plastik yang < 5 mm
3. Identifikasi kerang pada mikroplastik
Identifikasi bakteri menggunakan instrumen otomatis VITEX-2
Compact yang bekerja berdasarkan penentuan MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) sebagai baku standar dalam menemukan
spesies dengan kode batang (barcode) yang dilengkapi pada kartu ID
sampai tingkat yang paling rendah dan menggunakan bantuan
perangkat lunak Advanced Expert System (AES) lalu pengujian bakteri
65
pendegradasi dengan Uji degradasi menggunakan plastik bening
(fiber) berukuran 2x2 cm berbentuk segi empat. Kriteria Objektif
sebagai berikut :
a. Terdapat mikroplastik pada feses masyarakat yang mengkonsumsi
kerang hijau
4. Risk Assesment
Analisis risiko istilah untuk risk assessment, yaitu karakterisasi
efek yang potensial merugikan kesehatan manusia oleh pajanan
bahaya lingkungan. Analisis risiko merupakan suatu alat pengelolaan
risiko, yaitu proses penilaian bersama para ilmuwan dan birokrat untuk
memprakirakan peningkatan risiko kesehatan pada manusia yang
terpapar oleh zat-zat toksik (Nursafitri, 2017).
66
J. Diagram Alir Penelitian
mikroplastik pada feses masyarakat yang mengkonsumsi kerang hijau di
perairan Kota Makassar dapat dilihat pada Gambar 6.
Perairan Kota
Makassar
Masyarakat mengkonsumsi
kerang hijau
titik pengambilan
sampel
Analisis
Laboratorium
Identifikasi
Mikroplastik
Analisis Data
Gambar 6. Diagram Alir Penelitian
No. Jenis Pengeluaran Harga (Rp)
Pengambilan Sampel dan Operasional
Lapangan
1. Sampel Feses 10 orang @50.000 500.000
2. Botol Sampel 10 orang @20.000 200.000
3. GPS 1 Buah 100.000
4. Lain-Lain 500.000
Jumlah Biaya 1.300.000
Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisi kandungan 10 sampel @ 350.000 3.500.000
microplastik pada
67
V. PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Jadwal Penelitian
Tabel 3. Jadwal Penelitian
B. Perkiraan Biaya
Tabel 4. Rencana Anggaran Biaya
feses 68
Jumlah Biaya 3.500.000
Total Biaya 4.800.000
C. Sistematika Penulisan
I. Pendahuluan
Berisi mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah,
tujuan dari pembahasan dan manfaat dilakukannya penelitian.
II. Tinjauan Pustaka
Berisi mengenai teori-teori pendukung dan penelitian- penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini.
III. Kerangka Konseptual
Berisi dasar pemikiran variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian
ini.
IV. Metode Penelitian
Bab ini berisimengenai pendekatan penelitian, waktu dan lokasi
penelitian, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data, populasi
dan sampel penelitian, metode analisis data serta definisi operasional
dan metode pengukuran variabel.
V. Pelaksanaan Penelitian
Bab ini berisi mengenai jadwal penelitian, rencana anggaran biaya
yang akan digunakan
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Andrady, A. L. 2017. The plastic in microplastics: A review. Marine
Pollution Bulletin, 119(1), 12–22.
Andrady, A., L. 2011. Microplastics in the marine environment. Marine
pollution bulletin, 62 (8). 1596 – 1605.
Arapov J, Balic DE, Peharda M, Gladan ZN. 20101. Bivalve feeding-
how and what they eat. Ribarstvo 68, 105-116
Assuyuti, Y.M., R.B. Zikrillah, dan M. A. Tanzil. 2018. Distribusi dan jenis
sampah laut serta hubungannya terhadap ekosistem terumbu
karang Pulau Pramuka, Panggang, Air dan Kotok Besar di
Kepulauan Seribu Jakarta. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera : A
Scientific Journal, 35 (2) : 91 – 102.
Avio, CG, Gorbi S, Regoli, F. 2017. Plastics and microplastics in the
oceans : from emerging pollutants to emerge threat. Marine
Environmental Research. 128 : 2 – 11.
Azwar, S. 1998. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. 2020. Monografi Kota Makassar. Makassar: BPS
Kota Makassar.
Barboza, L. G. A., Dick Vethaak, A., Lavorante, B. R. B. O., Lundebye, A.
K., & Guilhermino, L. 2018. Marine microplastic debris: An
emerging issue for food security, food safety and human health.
Marine Pollution Bulletin, 133(January), 336–348.
Barnes, D. K. A., Galgani, F., Thompson, R. C., Barlaz, M., Barnes, D. K.
A., Galgani, F. Barlaz, M. 2009. Accumulation and fragmentation
of plastic debris in global environments Accumulation and
fragmentation of plastic debris in global environments,
Boerger, C. M., Lattin, G. L., Moore, S. L., & Moore, C. J. (2010). Plastic
ingestion by planktivorous fishes in the North Pacific Central Gyre.
Marine Pollution Bulletin, 60(12), 2275–2278
71
Browne, M. a, Dissanayake, A., Galloway, T. S., Lowe, D. M., &
Thompson, R. C. 2008. Ingested Microscopic Plastic Translocates
to the Circulatory System of the Mussel , Mytilus edulis ( L .),
42(13), 5026–5031.
Cappenberg, H.A.W. 2008. Beberapa aspek biologi kerang hijau Perna
viridis L. 1758. Oseana, 28(1), 33 – 40.
Carr, S. A., Jin, L., Arnold, G. T. 2016. Transport and Fate of Microplastic
Particles in Wastewater Treatment Plants. Water Research xxx: 1-
9
Castillo, A. B., Al-Maslamani, I., & Obbard, J. P. 2016. Prevalence of
microplastics in the marine waters of Qatar. Marine Pollution
Bulletin, 111(1–2), 260–267.
Cauwenberghe, L. Van, & Janssen, C. R. 2014. Microplastics in bivalves
cultured for human consumption. Environmental Pollution, 193,
65–70.
Dahuri R, Jacub R, Sapta PG. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Derraik, J.G. 2002. The pollution of th marine environment by plastic
debris : a review. Marine Environmental Research. 44 (9) : 842 –
852.
Fachruddin, L., K. Yaqin, dan R. Iin. 2020. Perbandingan dua metode
analisis konsentrasi mikroplastik pada kerang hijau, Perna viridis
dan penerapannya dalam kajian ekotiksikologi, Jurnal
Pengelolaan Perairan. 3 (1) : 1 – 13.
Farrell, P., & Nelson, K. 2013. Trophic level transfer of microplastic :
Mytilus edulis ( L .) to Carcinus maenas ( L .). Environmental
Pollution, 177, 1–3.
Fleming, L.E., N. McDonough, M. Austen, L. Mee, M. Moore, P. Hess,
M.H. Depledge, M. White, K. Philippart, P. Bradbrook & . Smalley,
A.,2014. Oceans and Human Health: A Rising Tide of Challenges
and Opportunities for Europe. Mar. Environ. Res. 99:16-19.
72
Frias, J. P. G. L., Otero, V., & Sobral, P. 2014. Evidence of microplastics in
samples of zooplankton from Portuguese coastal waters. Marine
Environmental Research, 95, 89– 95.
Gall, S. C., & Thompson, R. C. 2015. The impact of debris on marine life.
Marine Pollution Bulletin, 92(1–2), 170–179.
Galloway, T. S., Cole, M., & Lewis, C. 2017. Interactions of microplastic
debris throughout the marine ecosystem. Nature Ecology and
Evolution, 1(5), 1–8.
GESAMP. 2015. Sources, Fate and Effects of Microplastics in the Marine
Oceans: a global assessment. International Maritime Organization,
London.
Gosling, E. 2004. The Mussel Mytilus, Ecology, Physiology, Genetic and
Culture. Development in Aquaculture and Fisheries Science 25.
Elsevier. Amsterdam. New York. Tokyo. 557 p.
Hapsari, T., Y.H.Darundiati, dan H.L.Dangiran. 2017. Analisis risiko
Kesehatan lingkungan kandungan timbal pada kerang hijau yang
dikonsumsi istri nelayan di Tambal Lorok, Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 5 (5) : 891 – 897.
Harrison, J. P., Schratzberger, M., Sapp, M., & Osborn, A. M. 2014. Rapid
bacterial colonization of low-density polyethylene microplastics in
coastal sediment microcosms. BMC Microbiology, 14(1), 1–15.
Haryanti, R., A. Fahrudin, dan H.A.Susanto. 2019. Kajian kesesuaian
lahan budidaya kerang hijau di perairan laut utara Jawa, Desa
Ketapang Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Journal of
Aquaculture and Fish Health. 8 (3) : 184 – 190.
Hasmi. 2016. Peranan analisis risiko konsumsi kerang berplumbum dalam
manajemen risiko lingkungan pada masyarakat di Teluk Youtefa,
Ejournal Universitas Cendrawasih. 78 – 85.
Hossen, F., S. Hamdan,. & R. Rahman. 2014. Cadmium and Lead in
Blood Cockle (Anadara granosa) from Asajaya, Sarawak,
Malaysia. The Scientific World Journal. 4 (1): 5-11.
Jaffee, S., Siegel, P., & Andrews, C. 2010. Rapid Agricultural Supply
Chain Risk Assessment: A Conceptual Framework. Agriculture
and Rural Development, Discussion, 64.
Jambeck JR, Geyer R, Wilcox C, Siegler TR, Perryman M, Andrady A,
Narayan R dan Law KL. 2015. Plastic waste inputs from land into
the ocean. Science. 347 : 768-771.
73
Karami, A., Golieskardi, A., Choo, C. K., Romano, N., Ho, Y. Bin, &
Salamatinia, B. 2017. A high-performance protocol for extraction
of microplastics in fish. Science of the Total Environment, 578,
485–494.
Kershaw, P. J. 2016. Marine Plastic Debris & Microplastics – Global
lessons and research to inspire action and guide policy change.
Norwegia: United Nations Environment Programme (UNEP).
Diakses dari https://wedocs.unep.org/rest/
bitstreams/11700/retrieve.
Kolandhasamy, P., Su, L., Li, J., Qu, X., Jabeen, K., & Shi, H. 2018.
Adherence of microplastics to soft tissue of mussels: A novel way
to uptake microplastics beyond ingestion. Science of the Total
Environment, 610–611, 635–640.
Li J, Qu X, Su L, Zhang W, Yang D, Kolandhasamy P, Li D dan Shi H.
2016. Microplastics in mussels along the coastal waters of China.
Environmental Pollution, Vol 214.
Liliandari, P., dan Aunurohim. 2013. Kecepatan Filtrasi Kerang Hijau
Perna viridis Terhadap chaetoceros sp.dalam Media Logam
Tercemar Kadnium. Jurnal Sains dan Seni Pomits ; Vol. 2 (2) :
2337 – 35020.
Lusher, A. L., Peter H & Jeremy M. 2017. Microplastics in Fisheries and
Aquaculture. Roma: Food and Agriclture Organization of The
United
Pemerintah Kota Makassar. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Makassar Tahun 2004-2013. Makassar: Bappeda, Pemkot
Makassar.
Plastics-Europe, 2008. Plastic-The Facts 2016: An Analysis of European
Plastics Production, Demand and Waste Data.
http://www.plasticseurope.org.
Porsepwandi. 1998. Pengaruh pH larutan terendam terhadap penurunan
kandungan Hg dan mutu kerang hijau (Mytilus viridis). Jurusan
THP. Fakultas Perikanan. IPB.
P N. . & K o f
-Go . 2017. O
o o O M o . K G :
H o o S g-Holstein. Diakses dari
https://www.boell.de/en/2017/05/30/ocean- atlas-facts-and-figures-
about-our-relationship-with-the-ocean.
74
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati. 2004. Wisata
Bahari Di Kepulauan Spermonde Makassar. Jakarta.
Sagita, A., R. Kurnia., dan Sulistiono. 2017. Budidaya kerang hijau dengan
metode dan kepadatan berbeda di Perairan Pesisir Kuala Langsa,
Aceh. Jurnal Riset Akuakultur. 12 (1) : 57 – 68.
Sallih, K. 2005. Mussel Farming in The State of Sarawak, Malaysia: a
Feasibility Study. Malaysia : Final Project of Fisheries Training
Programme The United Nation University.
Sari, J, H, S,. Harlyan. 2015. Kelayakan Kualitas Perairan Sekitar
Mangrove Center Tuban untuk Aplikasi Alat Pengumpul Kerang
Hijau (Perna viridis L.). Research Journal of Life Sciene, 2 (1).
Sivalingam, P.M., 1977. Aquaculture of the green mussel, Mytilus viridis
Linnaeus, in Malaysia. Aquaculture, 11(4), pp.297-312.
Sudaryanto, A.,M.Muchtar, H.Razak, dan S.Tanabe. 2005. Kontaminasi
Organoklorin Persisten dalam Kerang Hijau (Perna viridis L.) di
Perairan Indonsesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia;
N0.37 : 2-3.
Supranto, J. 1998. Metode Riset, Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta:
Lembaga Penerbit FE-UI,
Suryono, 2013. Sistem 3R. Institut Teknologi Bandung.
Uneputty PA, Evans SM. 1997. Accumulation of beach litter on islands of
the Pulau Seribu Archipelago, Indonesia. Mar Pollut Bull 34: 652-
655.
UNESCO. 1993. Strategies and Methods for Teaching Values in the
Contexr of Science and Technology. Bangkok : Principal Region for
Asia and the Pasific.
WHO, 2009. Principles and methods for the risk assessment of chemicals
in food. EHC 240. Geneva, Switzerland: World Health
Organization—International Programme on Chemical Safety.
Diakses dari http://www.who.int/foodsafety/ publications/chemical-
food/en/.
75
Wibowo, A. P. W., dan E. Amalia, 2019. Oceanography Machine
Learninguntuk Oseanografi Puing-puing Laut. Jurnal Rekayasa
Sistem dan Industri. 6 (2).
Willoughby NG, Sangkoyo H, Lakaseru BO. 1997. Beach litter: an
increasing and changing problem for Indonesia. Mar Pollut Bull 34:
469-478.
Wright SL, Thompson RC, Galloway TS. 2013. The physical impacts of
microplastics on marine organisms: A review. Environ Pollut 178,
483-492.
Wright, S. L., Thompson, R. C., & Galloway, T. S. (2013). The physical
impacts of microplastics on marine organisms : A review, 178.
WWF Indonesia. 2015. Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis). Sustainable
Seafood.
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/bmp_budidaya_kerang_hija
u_2015.pdf
Yaqin, K., L. Fachruddin, dan Fitriyani. 2018. Efek ukuran Panjang
cangkang terhadap indeks kondisi dan kandungan logam timbal
kerang hijau. Jurnal Pengelolaan Perairan. 1 (2) : 27 – 40.