Anda di halaman 1dari 46

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
KARYA REFERAT

KARAKTERISTIK BATUGAMPING DALAM INDUSTRI SEMEN

(Studi Kasus: Batugamping Merah

Daerah Ponjong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

DISUSUN OLEH:
FADHIL HENING WIBOWO
(13/346806/TK/40649)

DOSEN PEMBIMBING:
Ir. Anastasia Dewi Titisari, M.T., Ph.D.

YOGYAKARTA
DESEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyususn panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya referat dengan

judul "Karakteristik Batugamping Untuk Industri Semen (Studi Kasus: Batugamping Merah

Daerah Ponjong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta)" dengan lancar. Karya

referat ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan kurikulum strata satu (S1) pada

Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Pada kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ir. Anastasia Dewi Titisari, M.T., Ph.D.,yang telah memberikan


bimbingan, saran dan masukan yang membangun selama penyusunan
karya referat berlangsung

2. Kedua orang tua saya Ibu Kristiyani Weni Astuti dan Bapak Tjipto
Budiwibowo dan seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral
maupun material

3. Teman teman Teknik Geologi UGM angkatan 2013 atas dukungan, kritik
dan saran yang telah diberikan

4. Staf perpustakaan Departemen Teknik Geologi UGM dan seluruh pihak


yang tidak dapat disebut penyusun satu per satu

Dalam penyusunan karya referat ini penyusun berusaha sebaik mungkin dan
menyadari masih banyak kekurangan, sehingga penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar dalam penulisan karya selanjutnya dapat menjadi lebih
baik.

Akhir kata, dengan penyusunan karya referat ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan, baik bagi penyusun, pembaca dari karya referat ini. Terimakasih.

Yogyakarta, 11 November 2016

Penyusun

i
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv
SARI ................................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

I.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 2

I.4. Batasan Masalah ........................................................................................... 2

BAB II GENESA DAN LINGKUNGAN KETERBENTUKAN BATUGAMPING

II.1. Mineralogi dan Geokimia Batugamping....................................................... 3

II.2. Presipitasi Karbonat dan Pembentukan Batugamping.................................. 7

II.3. Lingkungan dan Keterdapatan Batugamping ............................................... 10

II.4. Proses dan Pengaruh Diagenesa pada Batugamping .................................... 13

BAB III KEGUNAAN BATUGAMPING DALAM INDUSTRI SEMEN

III.1. Sifat Fisik dan Geokimia Batugamping untuk Industri Semen .................. 19

III.2. Kandungan Pengotor dalam Batugamping ................................................. 27

BAB IV STUDI KASUS :

IV.1. Batugamping Merah Daerah Ponjong, Gunung Kidul,

Daerah Istimewa Yogyakarta ............................................................................... 31

BAB V KESIMPULAN ................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 38

ii
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dari kiri ke kanan, kalsit, dolomit, dan aragonite


(Mineralogy Database) ...................................................................................... 4

Gambar 2.2 Hubungan konsentrasi karbonat terhadap Ph (McLane, 1995) ....... 10

Gambar 2.3. Sketsa Diagenesa dan letak terjadinya


(www.geol.umd.edu/~hcui/Teaching/DiagenesisHuanCui) ···························· 11

Gambar 2.4. Pelarutan Batugamping dalam sayatan tipis


(http://www.psrd.hawaii.edu/Oct96/PAH.html) ............................................................ 13

Gambar 2.5 Kompaksi Mekanik (Boggs,2006) ................................................ 14

Gambar 2.6 Diagenesa dan kecenderungan Lokasinya (Madden, et al, 1983) ... 15

Gambar 4.1 Peta geologi daerah Sawahan dan sekitarnya, Kecamatan


Ponjong, Kabupaten Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta (Atmoko, 2016).................................................... 31

iii
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Mineral Karbonat (Boggs, 2006)........................................................ 3

Tabel 2.2 Contoh Geokimia Batugamping


dan Pengotornya (Bouazza et al, 2015). ............................................................ 6

Tabel 3.1 Notasi pada Semen dan Clinker (ASTM, 1998)............................... 21

Tabel 3.2 Kandungan Limit Semen (SNI, 2014) .............................................. 27

Tabel 4.1 Geokimia Batuan daerah Ponjong PLW 2A Batugamping putih, PLB
2B Batugamping merah muda, PLR 2c Batugamping merah ,(Atmoko,2016) 33

Tabel 4.2 Perbandingan Batugamping daerah Ponjong dan Standar Semen.. .. 34

iv
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

SARI

Batugamping adalah batuan dengan komposisi dominan CaCO3. Pengaruh batugamping dalam
peradaban manusia salah satunya pada bidang konstruksi. Hari ini, batugamping menjadi bahan
dasar vital dalam dunia konstruksi peradaban modern. Salah satu produk industri yang
menggunakan batugamping dalam dunia konstruksi adalah semen. Batugamping menjadi bahan
baku kunci dari semen portland. Semen ini sudah menjadi bahan pokok yang luas
penggunaannya hampir melingkupi seluruh bentuk kegiatan konstruksi yang ada di dunia hari
ini. Oleh karena itu dalam referat ini akan dijelaskan mengenai pengertian umum batugamping
meliputi pembentukan, sifat, dan proses yang terjadi pada batugamping tersebut, kemudian akan
diberikan informasi mengenai karakteristik batugamping yang ideal untuk industri semen, dan
diberikan sebuah studi kasus pada daerah Ponjong, Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana
didapati berdasarkan komparasi geokimia antara batugamping pada daerah Ponjong dengan tipe
ideal semen menurut ASTM dan SNI, bahwa batugamping pada daerah Ponjong, baik untuk
digunakan sebagai bahan baku semen.
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Batugamping adalah batuan dengan komposisi dominan CaCO3. Pengaruh

batugamping dalam peradaban manusia salah satunya pada bidang konstruksi. Hari ini,

batugamping menjadi bahan dasar vital dalam dunia konstruksi peradaban modern

(USGS, 2008).

Salah satu produk industri yang menggunakan batugamping dalam dunia

konstruksi adalah semen. Batugamping menjadi bahan baku kunci dari semen portland

(USGS, 2008). Semen ini sudah menjadi bahan pokok yang luas penggunaannya hampir

melingkupi seluruh bentuk kegiatan konstruksi yang ada di dunia hari ini. Hal ini

ditunjukan dengan keadaan dimana, meskipun 63% batuan yang dihancurkan adalah

batugamping (dalam usaha pemenuhan industri), tetap terjadi kelangkaan semen di

berbagai daerah (USGS, 2008).

Batugamping yang menjadi bahan paling dasar dalam industri semen,

memegang peran penting dalam kualitas semen yang akan dihasilkan. Walaupun dengan

jumlah yang sangat melimpah, pada kenyataannya tidak semua batugamping dapat

digunakan sebagai bahan dasar industri semen. Perlu adanya pertimbangan banyak

faktor, untuk mendapatkan batugamping dengan kualitas terbaikyang dapat

menghasilkan semen dengan kualitas yang layak untuk digunakan.

Referat ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari batugamping dari

sudut pandang geologi, yang layak digunakan untuk industri semen. Diharapkan pada

kesimpulan referat ini, dapat diketahui bagaimana karakteristik yang ideal dari

batugamping yang dapat digunakan untuk industri semen.

1
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisik yang ideal pada batugamping yang digunakan untuk

industri semen ?

2. Bagaimana sifat kimiawi yang ideal pada batugamping yang digunakan untuk

industri semen ?

I.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari referat ini adalah untuk mengetahui karakteritik batugamping

yang dapat digunakan untuk industri semen.

Tujuan dari referat ini adalah :

1. Mengidentifikasi sifat fisik pada batugamping, dan rekomendasinya untuk

pembuatan semen.

2. Mengidentifikasi sifat kimia pada batugamping dan rekomendasinya untuk

pembuatan semen.

I.4 Batasan Masalah

Referat ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat – sifat pada batugamping dan

pengaruhnya dalam industri semen. Semen pada pembahasan ini merujuk pada Portland

semen. Penyampaian mengenai proses genesa, dan diagenesa pada batugamping

dimaksudkan untuk menunjang pengelompokkan pada batugamping berdasarkan proses

yang serupa dengan asumsi bahwa batugamping dengan keadaan semula sama, jika

mengalami proses yang sama, akan menghasilkan produk yang sama pula.

2
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

BAB II
GENESA DAN LINGKUNGAN KETERBENTUKAN BATUGAMPING

II.1 Mineralogi dan Geokimia Batugamping

Mineralogi Batugamping
Menurut Dickinson (1990), terdapat tiga mineral utama penyusun batugamping,

yaitu : kalsit, dolomit, dan aragonite (Gambar 2.6). Kalsit dan dolomit sangat

mendominasi sebagai penyusun batugamping, dan dolostone, dimana kelimpahan

keduanya dapat mencapai 90 %. Sedangkan aragonite, memiliki kelimpahan yang lebih

sedikit dalam batuan, dikarenakan sifat dari aragonite sendiri yang tidak stabil.

Gambar 2.1 Dari kiri ke kanan, kalsit, dolomit, dan aragonite


( Sumber: Mineralogy Database )

Dalam Boggs (2006), disebutkan bahwa kalsit, dolomit, dan aragonite

merupakan representasi dari sebuah kelompok mineral. Kelompok mineral ini

dibedakan berdasarkan sistim Kristal, dan geokimia mineral (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Mineral Karbonat (Boggs, 2006)


Mineral C r y s t a l s y s t e m Formula Subti Indikatrix Distinguish Remarks
tutions
Calcite group
Calcite Rhombo Mg for Ca Uniaxial ( Lower birefringence Do
hedral CaCO3 common; ) than other minant
(Trigo also small rhombohedral mineral of
nal) amounts carbonates; twin lime
of Fe2+ lamellae more stones,
and Mn common; lamellae especially in
for Ca parallel to edge or the rocks older
long diagonal of the than the
cleavage rhomb Tertiary
Magne Rhombo MgCO3 Fe2+ for Uniaxial ( Lacks twin lamellae; Uncommon
site hedral Mg; ) marked change in in
(Trigonal) complete relief with rotation; Fe sedimentary

Bersambung
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen
Sambungan
solid- varieties yellow or rocks, but
solution brown occurs in
series with some
siderite; evaporite
minor Mn deposits
and Ca for
Mg
Rhodo Rhombo Fe2+ for Uniaxial ( ) Pink color (if Uncommon
chrosi te hedral MnCO3 Mn; present); association in
(Trigonal) complete with other Mn- sedimentary
solid- bearing minerals rocks; msy
solution occur in Mn-
series with rich
siderite; sediments
also, Ca associated
for Mn with siderite
and Fe-
silicates
Siderite Rhombo FeCO3 Complete Uniaxial ( ) Yellow-brown or Occurs as
hedral solid- brown color; high cements and
(Trigonal) solution indices than other concretions in
series rhombohedral shales and
between carbonates sandstones;
siderite common in
and iron stone
magnesite deposits; also
and rhodo in carbonate
chrosite rocks alteres
by Fe- bearing
solutions
Smith Rhombo ZnCO3 Fe2+ and Uniaxial ( ) Dirty, yellow- Uncommon
sonite hedral Mn for brown color in
(Trigonal) Zn; minor sedimentary
Ca, Cd, rocks; occurs
Cu, Co, in association
Pb for Zn with Zn ores
in limestones
Dolomite group
Dolomite Rhombo CaMg(CO3)2 Fe2+ for Uniaxial ( ) Commonly forms Dominant
hedral Mg; forms euhedral rhombs; may mineral of
(Trigonal) solid- be stained with Fe- dolomites;
solution oxides; higher indices commonly
series with than calcite; twin associated
ankerite; lamellae may be with calcite or
minor Mn parallel to both long evaporite
for Mg and short diagonals of minerals
rhombohedral
Ankerite Rhombo Ca(Mg,Fe,Mn) Limited Uniaxial ( ) Like dolomite; Much less
hedral (CO3)2 solid- distinguished from common than
(Trigonal) solution magnesite by dolomite;
series with presence of twin occurs in Fe-
dolomite; lamelllae rich sediments
also Mn as
for Mg or disseminated
Fe2+ grains or
concretions
Aragonite group
Aragonite Orthorhombic CaCO3 Small Biaxial ( ) Distinguished for Common
amounts of 2V = 18O calcite by lack of mineral in
Sr and Pb rhombohedral recent
for Ca cleavage, biaxial carbonate
character, and slightly sediments,
higher indices alters readily

4
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen
Sambungan
to calcite
Cerussite Orthorhombic PbCO3 Biaxial ( ) White color; Occurs in
2V = 9O adamantine supergene lead
luster ores
Strontianite Orthorhombic SrCO3 Ca, Ba for Sr Biaxial ( ) Higher 2V Occurs in
2V = 7- than veins in
Bersambung 1OO aragonite some
limestones
Witherite Orthorhombic BaCO3 Minor Ca, Biaxial ( ) Optically similar Occurs in
Sr, Mg, 2V = 16O to aragonite veins
for Ba assoicatd
with
galena

Dalam pengamatan petrologi, batugamping memiliki karakteristik fisik berwarna

putih pada umumnya, dan dapat berubah sesuai dengan pengotor yang ada didalamnya,

memiliki kekerasan 3 – 4, tergantung pada mineral penyusunnya, memiliki cerat putih –

coklat, memiliki ketembusan cahaya transparent – translucent, memiliki kilap kaca –

tanah, dan memiliki densitas 2,37 gram/mm3 (Pellant, 1992).

Geokimia Batugamping
Batugamping secara mineralogi, tersusun atas mayoritas atau sepenuhnya kalsit,

atau dalam kandungan kimia CaCO3. Kehadiran mineral karbonat, atau non karbonat

lain dalam batugamping dapat dianggap sebagai pengotor (Bouazza et al, 2015). Seperti

dalam proses pembentukan batugamping, CaCO3 didapat dari reaksi antara CaO, dan

CO2. Kemudian, seiring dengan proses yang terjadi pada batugamping, pengotor akan

dijumpai pada jumlah tertentu (Tabel 2.2). Pengotor – pengotor yang sering dijumpai

pada batugamping antara lain Silika atau SiO2 (~1.5%), Alumina oksida atau Al2O3

(~0,4-0,5%), Besi oksida atau Fe2O3 (~0.1-0.2%), Magnesium oksida atau MgO

(~0.1% dan dapat lebih dari 10% apabila terjadi proses dolomitisasi), Sulfur Trioxide

atau SO3 (~0.1%), K2O (~0,1-0,7%), dan Na2O (~0,1-0,3%) (Bouazza et al, 2015).

5
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Tabel 2.2 Contoh Geokimia Batugamping dan Pengotornya (Bouazza et al, 2015)

Dalam tabel tersebut, kadar CaO yang ada kurang dari 60%. Hal ini terjadi

karena karbon dioksida, bersama dengan uap air dan kandungan lain yang mudah

menguap, termasuk kedalam perhitungan Lost of Ignition (LOI).

6
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

II. 2 Presipitasi Karbonat dan Pembentukan Batugamping

Pembentukan batugamping erat kaitannya dengan proses presipitasi karbonat

(Dickinson, 1990).

Hasil persamaan diatas merupakan suatu rangkaian reaksi simultan dari

pertukaran gas CO2, antara air dan atmosfer, fotosintesis tumbuhan, respirasi hewan,

pemisahan asam karbon, dan presipitasi serta peleburan CaCO3 yang secara kolektif

disebut dengan siklus karbonat (McLane, 1995).

Pada persamaan diatas karbon dioksida yang larut dalam air akan menghasilkan

asam karbonat. Asam karbonat akan terurai ketika berada dalam air melepaskan ion

hidrogen (H+) dan ion asam bikarbonat (HC03-). Terlepasnya ion hidrogen dari

terurainya (terdisosiasi) asam bikarbonat (HC03-) akan meningkatkan keasaman

larutan. Pada reaksi terakhir diatas menunjukan bahwa ion karbonat (C032-) yang lepas

akan berikatan dengan kation-kation logam lain pembentuk mineral karbonat.

Penambahan C02 pada reaksi ini menyebabkan pelarutan dari karbonat yang akan

meningkatkan keasaman dan melepaskan ion H+ seperti pada reaksi pertama ( Boggs,

2006).

7
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Konsentrasi karbonat pada tingkat keasaman yang berbeda, akan menghasilkan

presentase ion yang berbeda. McLane (1995) menyebutkan bahwa konsentrasi dari

asam karbon (H2C03), bikarbonat (HC03-), dan karbonat (C02-) berhubungan dengan

sistem pH (Gambar 2.1). Pada keadaan asam, karbonat hadir sebagai H2C03; pada

keadaan netral, terbentuk HC03-; dan pada keadaan basa, ion dominan yaitu asam

karbon (C032-). Temperatur, air tanah, dan air laut mempengaruhi proses presipitasi

dan pelarutan dari karbonat.

Gambar 2.2 Hubungan konsentrasi karbonat terhadap pH (McLane, 1995)

Presipitasi Karbonat Secara Organik

1. Ekstraksi Langsung CaC03 Dari Air Untuk Membentuk Elemen Skeletal.


Menurut Boggs (2006) peranan paling penting dari organisme dalam

menghasilkan karbonat adalah mengambil kandungan karbonat terlarut dalam air untuk

membangun struktur cangkang. Mayoritas sel cangkang hewan laut terbentuk melalui

mekanisme ini. Organisme yang membentuk cangkang dengan mekanisme ini

diantaranya adalah foram bentonik, dan planktonik, alga, koral, moluska, dan

Echinodermata. Organisme – organisme diatas mampu menyerap saturasi CaC03 dari

air laut, terlebih pada daerah beriklim tropis.

8
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

2. Mediasi Bakteri Untuk Presipitasi Karbonat


Bakteri dapat memerankan peranan tidak langsung dalam presipitasi beberapa

sedimen karbonat. Sebagai contoh Chafetz (1986, dalam Boggs, 2006) beranggapan

bahwa beberapa peloid laut berasal dari presipitasi kalsit atau magnesian kalsit halus

disekitar gumpalan aktif produk aktifitas bakteri. Presipitasi kalsium karbonat dengan

media mikroba berhubungan pula dengan fotosintesis dan transportasi ion melalui

dinding sel. Kalsifikasi hadir pada bagian luar dari dinding sel. Dalam lingkungan ini,

mikro alkalin yang akan melepaskan Ca2+ yang diangkut dari sel, dan akan terjadi

pertukaran dengan mengangkut 2H+ . Kalsifikasi dihasilkan dari penyerapan C02

(microalgae) atau HC03- (cyanobacteria). Melimpahnya karbon organik dalam

dinding sel akan diserap oleh sel ke lingkungan, microalkaline menyediakan sumber

tambahan dari karbon untuk kalsifikasi (Yates dan Robbins, 2001, dalam Boggs, 2006).

3. Proses Pembusukan Organisme


Pembusukan akan melepaskan berbagai asam organik dan karbon dioksida ke

air, menyebabkan keasaman bertambah. Di lain sisi, beberapa produk dari pembusukan

merupakan alkaline, yang akan membuat lingkungan menjadi lebih basa. Alkalinitias

dapat meningkat karena material organik mengalami reduksi sulfat oleh bakteri.

Peningkatan alkalinitas akan membantu presipitasi CaC03.

Presipitasi Karbonat Secara Anorganik


Proses hilangnya karbon dioksida (C02) dalam jumlah yang signifikan melalui

berbagai mekanisme menyebabkan terjadinya presipitasi mineral kalsium karbonat

(CaC03). Berdasarkan data rekaman geologi, air laut dekat permukaan, memiliki

kandungan karbonat yang tinggi, (diperkirakan enam kali disumbangkan oleh kalsit

9
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

terlarut dan empat kali aragonit) (Morse dan Mckenzie, 1990, dalam Boggs, 2006).

Terdapat dua alasan mengapa mineral kalsium karbonat tidak terpresipitasi dalam

lingkungan ini, yaitu :

1. Perubahan pH pada laut terbuka akibat berkurangnya kadar karbon dioksida tidak

signifikan, hal ini dikarenakan air laut merupakan buffer yang baik. Perubahan

keasaman hanya berkisar 7.8 - 8.3 sehingga air laut bersifat sebagai larutan

penyangga basa dan mineral kalsium karbonat tidak dapat terpresipitasi.

2. Menurut Berner (1975, dalam Boogs, 2006) kandungan Mg2+ akan langsung

menyerap ke permukaan kristal kalsit dan masuk kedalam struktur kristalnya.

Adanya konsenrasi kation Mg di laut akan mencegah nukleasi pertumbuhan kalsit

dan meningkatkan kelarutan kristal kalsit dikarenakan stabilitas kristal kalsit

menurun.

II.3. Lingkungan Keterdapatan Batugamping

Setelah terjadi proses presipitasi karbonat, batugamping dapat terakumulasi

kedalam sebuah cekungan. Proses pengendapan batugamping ini terjadi secara mekanik

dimana batugamping yang terbentuk pada suatu daerah terdeposisi ketempat lain

(Scholle, 1983). Dikarenakan batugamping merupakan salah satu batuan dengan

persebaran terluas di dunia, batugamping juga dijumpai dalam lingkungan – lingkungan

yang berbeda. Menurut Scholle (1983), pada tiap – tiap batugamping yang memiliki

karakteristik yang berbeda, menunjukan lingkungan dan proses yang berbeda pula.

Lingkungan Sub - aerial


Pada lingkungan ini terjadi proses diagenesa yang mengubah atau

menghancurkan kemas yang sudah ada sebelumnya. Fenomena ini menunjukan bahwa

ada jeda pengendapan yang memungkinkan batuan untuk dalam kondisi terbuka selama

10
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

beberapa waktu, sebelum terpendam oleh sedimen selanjutnya. Batugamping dari sub –

aerial sangat terkompaksi kuat karena terjadi proses sementasi sekunder akibat proses

diagenesis.

Lingkungan Estuarine dan Danau


Pada lingkungan ini, sedimen asal darat memilki peranan dalam pembentukan

batugamping. Suplai sedimen klastik yang terlalu tinggi umumnya membuat karbonat

tidak dapat tumbuh dengan baik. Jika sedimen klastik berkurang dan terjadi

pembentukan karbonat, umumnya berasosiasi dengan alga. Walaupun danau terlihat

sebagai lingkungan dengan air tawar, namun alkalinitas danau yang tinggi, ditambah

dengan proses evaporasi pada lingkungan semi tertutup yang membuat lonjakan CO2

secara signifikan, mendorong terbentuknya karbonat (Scholle, 1983).

Lingkungan Eolian
Pada lingkungan ini karbonat yang terbentuk umumnya berupa batugamping

yang memiliki sortasi baik dan berlapis silang siur. Dimana butir – butir fragmen

tersusun atas ooid, pellet, dan segala bentuk pecahan cangkang atau tulang dari biota

laut dangkal disekitar gumuk pasir. Walaupun demikian, keterbentukan batugamping

pada lingkungan eolian tidak hanya merujuk pada daerah tepi pantai, namun dapat

terbentuk pada daerah yang lebih kearah daratan.

Lingkungan Pasang Surut


Pada lingkungan ini, batugamping yang terbentuk dicirikan dengan lapisan –

lapisan tipis yang dikelilingi oleh sedimen klastik berukuran halus (umumnya lempung

– pasir halus ). Pada sedimen klastik ini, umumnya terjadi proses dolomitisasi, jika

sedimen tersebut memiliki porositas yang baik (atau terdapat struktur sedimen yang

mendukung, seperti mudcrack). Hal ini menyebabkan kenampakan pada lapisan

batugamping sebagai lensa diantara dolomit lempungan.

11
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Lingkungan Pantai
Pada lingkungan ini, batugamping terbentuk dari butir – butir karbonat yang

terbentuk melalui presipitasi psikokemikal (menghasilkan oolit dan aragonite), pecahan

dari cangkang karbonat, atau erosi dari lumpur karbonat yang telah terbentuk terlebih

dahulu (Moore dan Inden, dalam Scholle, 1983). Proses yang demikian menyebabkan

batugamping pada daerah ini banyak tersusun atas oolit, bioklastik, dan membentuk

perselingan antara kalkarenit berlapis, oolit, batugamping evaporit, kalsilutit

berlaminasi, dan batugamping lainnya.

Lingkungan Paparan
Pada lingkungan ini, sumber material karbonat berasal dari organisme yang

terhempas dari terumbu, material karbonat yang terbentuk pada lingkungan

tertutup(laguna, estuarine), dan pulau - pulau disekitar paparan. Karena kondisi ini,

organisme yang terbawa pada umumnya memiliki keanekaragaman yang rendah, namun

jumlah yang melimpah. Batugamping pada lingkungan ini juga memiliki struktur fosil

jejak burrow, akibat aktivitas organisme pada lingkungan berarus kuat.

Lingkungan Terumbu
Sebuah terumbu yang muncul dari dasar laut memiliki identitas unik,

dikarenakan kemampuan untuk membuat sistem sedimentasi sendiri (James, dalam

Scholle,1983). Lingkungan terumbu merupakan sumber karbonat yang terbesar. Hal ini

dikarenakan banyaknya organisme yang mengsekresikan karbonat hidup, menghimpun

lingkungan terumbu. Batugamping pada daerah ini sangat khas. Pada klasifikasi Embry

dan Klovan (1972), batugamping terumbu digolongkan pada autochtonus yang berarti

tidak berpindah dari lingkungan keterbentukan batugamping itu sendiri (dalam kata lain

biochoinosis). Batugamping yang terdapat pada daerah ini, yaitu: bafflestone, bindstone,

framestone, floatstone, dan rudstone (James, dalam Scholle,1983).

12
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Lingkungan Bank Margin


Bank Margin adalah lingkungan yang terbentuk dari akumulasi pasir yang

terhampar beberapa kilometer kearah laut, atau darat dari lingkungan lain (Halley et al,

dalam Scholle, 1983). Pada lingkungan ini, sumber karbonat berasal dari pecahan

cangkang, atau material pembawa karbonat lain, tergantung pada sumber lingkungan

terdekat dari bank margin tersebut (terumbu, pantai, laguna, atau pulau). Akibat dari

akumulasi tersebut, batugamping pada bank margin sangat bervariasi, terkait dengan

sumber karbonat berasal. Batugamping pada daerah ini bercampur membentuk

perlapisan, dan terkadang membentuk struktur – struktur yang menandakan adanya

fenomena longshore current.

Batugamping Pelagic
Menurut Jenkyns dalam Scholle, (1978), pelagic adalah semua bentuk endapan

laut terbuka, baik dasar lautan yang dangkal dan bagian luar dari daerah paparan, atau

pada bagian dasar laut yang dalam , seperti pada kerak benua pada bagian pemekaran,

serta abyssal plains. Hal ini menyebabkan sedimen pelagic sangat sedikit atau bahkan

tidak terpengaruh oleh material asal darat. Batugamping yang terbentuk pada sedimen

pelagic mendapatkan suplai karbonat dari plankton – plankton yang meng sekresikan

karbonat (contoh umumnya : coccolith). Menurut Hay dan Noel, (1976), Lebih dari

50% dari dasar laut merupakan sedimen karbonatan yang dihimpun dari plankton –

plankton.

II.4. Proses dan Pengaruh Diagenesa pada Batugamping

Diagenesa mencakup semua perubahan yang terjadi pada sedimen, setelah

proses deposisi, selain proses pelapukan pada permukaan, dan metamorfisme

(McSween et al, 2003). Beberapa proses diagenesa merupakan bagian yang tidak

13
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

terpisahkan dari litifikasi. Proses diagenesa tersebut adalah kompaksi, sementasi,

rekristalisasi, dan pertumbuhan mineral authigenic.

Proses diagenesa berlangsung pada suhu 20oc – 300oc, dan berada cukup dekat

dengan permukaan sehingga tekanan yang bekerja pada proses kurang dari 1 kbar

(Gambar 2.2). Sebagai bagian dari proses diagenesa, diperlukan adanya fluida. Fluida

ini akan bekerja sebagai pelarut material.

Gambar 2.3 Sketsa Diagenesa dan Letak Terjadinya


(www.geol.umd.edu/~hcui/Teaching/DiagenesisHuanCui)

Bentuk Diagenesa Pada Batugamping

Pelarutan
Pelarutan merupakan prose bercampurnnya komponen karbonat dan fluida yang

terjadi saat fluida pori tidak jenuh oleh mineral-mineral karbonat (Gambar 2.3). Proses

pelarutan akan bekerja intensif pada mineral – mineral karbonat yang tidak resisten

(aragonite dan high-Mg Calcite), dan dengan fluida yang memiliki keasaman tinggi.

14
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Kandungan gas CO2 yang berasal dari lingkungan sekitar (contoh pada proses

pembusukan material organik) akan menjadi katalis yang mempercepat proses

pelarutan.

Pelarutan lebih intensif terjadi pada lingkungan terrigenous dengan bantuan air

meteorik, dibandingkan dengan air laut. Hal ini dikarenakan air laut telah memiliki

banyak material karbonat. Proses pelarutan tersebut dapat digambarkan dalam reaksi

kimia:

CaCO3 + CO2+H2O ==> Ca2- + 2HCO3-

(batugamping) (air hujan) (larutan batugamping)

Gambar 2.4. Pelarutan Batugamping dalam sayatan tipis


(http://www.psrd.hawaii.edu/Oct96/PAH.html)

15
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Sementasi

Sementasi merupakan proses dimana lubang antar pori batugamping terisi oleh

fluida jenuh karbonat (Boggs,2006). Dalam proses ini, butiran-butiran sedimen akan

merekat satu dengan yang lain (tersementasikan) oleh agen perekat dari fluida yang

telah melarutkan material karbonat. Fluida pada pori, peningkatan temperatur, dan

penurunan kadar karbondioksida merupakan faktor - faktor yang diperlukan untuk

proses sementasi. Berbeda dengan pelarutan, sementasi merupakan proses diagenesa

yang bisa terjadi apabila telah terjadi proses diagenesa sebelumnya (yaitu pelarutan).

Hal ini menyebabkan sementasi berlawanan dengan pelarutan, dimana sementasi

membuat mineral semen (karbonat) terpresipitasi, sementara pelarutan akan merusak

struktur mineral yang telah terbentuk.

Dolomitisasi

Dolomitisasi merupakan proses perubahan kalsit (CaCO3) menjadi dolomit

(CaMg(CO3)2). Dolomit mempunyai sistem kristal yang sama dengan kalsit, namun

memiliki densitas lebih besar, sukar larut dalam air, dan rapuh. Secara umum, dolomit

memiliki porositas, dan permeabilitas lebih besar dari kalsit.

2CaCO3 + MgCl3 ==> CaMg(CO3)2 + CaCl2

Dolomitisasi terjadi pada laut dangkal, zona transisi, lingkungan pasang surut,

danau, laguna, bahkan pernah ditemukan proses dolomitisasi di dalam tubuh makhluk

hidup. Akan tetapi, proses dolomitisasi akan didukung dengan pasokan Magnesium

yang tinggi dari batuan yang dilarutkan oleh fluida (contoh: pada sistem sungai dimana

pada hulu sungai terdapat batuan kaya Mg).

16
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Kompaksi Mekanik

Kompaksi mekanik terjadi akibat adanya tekanan overburden yang ditimbulkan

ketika lapisan batugamping ditumpangi oleh material yang terdeposisi diatasnya.

Besarnya kompaksi berbanding lurus dengan tebal material yang menumpang pada

lapisan batugamping. Efek dari kompaksi adalah berkurangnya porositas batugamping ,

disertai dengan penipisan lapisan. Pada kedalaman 100 meter, porositas batugamping

akan berkurang 50-60% dari porositas semula (Boggs, 2006).

Gambar 2.5. Kompaksi Mekanik (Boggs,2006)


Kompaksi Kimia

Kompaksi kimia terjadi apabila batugamping sudah berada pada kedalaman 20 –

1500 meter. Pada kedalaman ini, larutan yang berada pada rongga diantara partikel

batugamping akan membuat partikel tersebut mengalami pelarutan. Apabila hal ini

terjadi pada skala yang lebih besar, larutan akan membentuk pola yang memiliki tepi

bergerigi disebut stylolites. Untuk diagenesa tipe ini, lebih umum terjadi pada

batugamping dengan ukuran yang lebih halus. Hal ini dikarenakan permukaan kontak

yang ada antar larutan dan partikel akan lebih luas.

17
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Proses diagenesa, acap kali terjadi tidak dalam satu waktu (Madden et al,1983).

Sebuah satuan batugamping dapat mengalami berbagai macam diagenesa, yang

dihasilkan pada proses dalam skala waktu dan tempat yang berbeda, dengan event yang

berbeda pula (Gambar. 2.5). Hal ini mengakibatkan sangat sulit untuk mengidentifikasi

proses yang terjadi pada sebuah batugamping, karena banyaknya proses yang terjadi,

dan bentuk batugamping yang sudah terdiagenesa pada umumnya menghadirkan

kenampakan dengan informasi yang minim.

Gambar 2.6 Diagenesa dan kecenderungan Lokasinya (Madden, et al, 1983)

18
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

BAB III

PEMANFAATAN BATUGAMPING DALAM INDUSTRI SEMEN

III.1 Sifat Fisik dan Geokimia Batugamping untuk Industri Semen

Sifat Fisik
Batugamping ketika mengalami proses pengolahan menjadi semen, akan melalui

beberapa tahapan, yaitu :

1. Penghancuran

2. Penggilingan

3. Pembakaran

4. Pembentukan klinker

5. Pendinginan

Sifat fisik dari batugamping yang sangat mempengaruhi semen ada dua, yaitu

ukuran butir, dan kekerasan.

Ukuran Butir
Dalam klasifikasi batugamping, seperti Embry dan Klovan (1974), ukuran butir

dalam batugamping hanya digunakan sebagai salah satu faktor dalam tahapan

pengklasifikasian. Sifat penggunaannya hanya sebagai pembeda praktis, pada ukuran

fragmen ~ 2mm. Oleh karena itu, ukuran butir yang digunakan pada semen, tidak

mengacu pada suatu klasifikasi batugamping, tapi lebih pada kenampakan langsung dan

sifat fisik dilapangan.

Batugamping yang disukai untuk pembuatan semen adalah batugamping dengan

sifat chalky. Batugamping ini punya kesan yang mirip dengan kapur yang digunakan

untuk papan tulis konvensional. Chalky Limestone terbentuk pada lingkungan laut

dalam, dimana material karbonat berasal dari plankton dan algae, yang berasal dari

19
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

lautan yang lebih dangkal, hidup secara plangtic, dan kemudian mati lalu terendapkan

pada lingkungan tersebut. Sehingga, ukuran dari material cenderung seragam karena

lingkungan yang sangat tenang, mengeliminir semua ukuran fragmen yang besar, dan

hanya menyisakan ukuran yang cukup kecil untuk diendapkan pada tingkat energi yang

kecil pula.

Kekerasan
Tingkat kekerasan batugamping yang dimaksud disini merupakan daya tahan

batugamping sebelum dapat dihancurkan, bukan pada sifat fisik mineral kalsit, yang

diukur dalam skala mohs. Tingkat kekerasan batugamping dikontrol dua faktor utama,

tekstur dan diagenesa.

Tekstur pada batugamping seperti yang menjadi dasar dalam pengklasifikasian

Embry dan Klovan (1974), dikontrol oleh tempat pembentukan, ukuran fragmen,

kelimpahan fragmen, dan jenis matriks. Batuan dengan ukuran, dan kelimpahan

fragmen lebih banyak, serta terdapat sparrit memiliki kekerasan yang tinggi, dan

berlaku sebaliknya.

Diagenesa yang secara pengaruh dapat dirasakan pada kekerasan adalah tingkat

sementasi. Sama seperti pada bagian tekstur, sementasi membuat batugamping lebih

kompak, dimana ikatan antar partikel menjadi lebih kuat satu dengan yang lain,

sehingga membuat batugampin secara fisik lebih keras setelah mengalami diagenesa,

dibandingkan batugamping yang belum mengalami diagenesa.

Geokimia
Batugamping merupakan material utama dalam pembuatan semen. Presentase

batugamping sebagai bahan baku mencapai 75% dari keseluruhan pembuatan semen

dalam bentuk CaO, dan senyawa minor yang mungkin terdapat pada batugamping

(Bouazza, et al, 2015). CaO diperoleh dengan pembakaran batugamping menjadi kapur

20
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

tohor sehingga terjadi reaksi dimana CO2 dilepaskan ke udara. Hal ini dapat

berlangsung baik apabila batugamping memiliki tingkat kemurnian tinggi (>95%). Pada

kenyataannya, mayoritas batugamping yang ada di dunia memiliki kandungan pengotor

dalam jenis dan jumlah tertentu.

Dalam pembuatan semen, dikenal notasi yang menunjukan kandungan kimia

yang di izinkan pada pembuatan semen (Tabel 3.1). Notasi tersebut menjadi

representasi unsur dan senyawa yang digunakan dalam semen.

Tabel 3.1 Notasi pada Semen dan Clinker (ASTM, 1998)

Semen CCN Massa % Klinker CCN Massa %

Calcium oxide, CaO C 61–67% Tricalcium silicate


C3 S 45–75%
Silicon dioxide, SiO2 S 19–23% (CaO)3 · SiO2

Aluminum oxide, Al2O3 A 2.5–6% Dicalcium silicate


C2 S 7–32%
(CaO)2 · SiO2
Ferric oxide, Fe2O3 F 0–6%
Tricalcium aluminate
Sulfate S̅ 1.5–4.5% C3 A 0–13%
(CaO)3 · Al2O3

Tetracalcium

aluminoferrite (CaO)4 C4AF 0–18%

· Al2O3 · Fe2O3

Gypsum CaSO4 · 2
2–10%
H2O

21
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Menurut Standar Nasional Indonesia (2015), semen dibagi menjadi lima

golongan, dimana pada tiap golongan memiliki spesifikasi (Tabel 3.2), dan kegunaan

yang berbeda.

Semen Golongan I
Semen golongan I adalah semen untuk penggunaan umum yang tidak

memerlukan. Persyaratan – persyaratan khusus seperti pada jenis lain. Semen golongan

1 mempunyai C3S 59,3%, C2S 17%, C3A 8%, C4AF 11,9%.

Semen Golongan II
Semen golongan II adalah semen untuk konstruksi atau penggunaan lain yang

membutuhkan resistensi tinggi terhadap sulfat, atau kalor hidrasi sedang.

Semen Golongan III


Semen golongan III adalah semen untuk penggunaan yang memerlukan

kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen golongan III

memiliki kandungan umum C3S 35%, C2S 40%, C3A 15%.

Semen Golongan IV
Semen Golongan IV adalah semen yang diperuntukkan penggunaan yang

memerlukan kalor hidrasi rendah. Semen golongan IV mempunyai C3S 35%, C2S 40%,

C3A 7%,

Semen Golongan V
Semen golongan V adalah semen yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan tinggi terhadap sulfat.

22
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Tabel 3.2 Kandungan Limit Semen (SNI, 2014)


No Uraian Jenis Semen Portland
I II III IV V
1 SiO2, - 20,0 b,c - - -
Minimum
2 Al2O3, - 6,0 - - -
Maximum
3 Fe2O3, - 6,0 b,c - 6,5 -
Maksimum
4 MgO, 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
Maksimum
5 SO3, 2,3 d
Maksimum
Jika C3A ≤ 3,0 3,0 d 3,5 2,3 d
8,0
Jika C3A> 3,5 4,5
8,0
6 Hilang 5,0 1,5 3,0 2,5 3,0
pijar,
maksimum
7 Bagian tak 3,0 - 1,5 1,5 1,5
larut,
Maksimum
8 C3S, - - - 35,0 b -
Maksimum
a)

9 C2S, - - - 40 b -
Maksimum
a)

10 C3A, - - 15 7b 5b
Maksimum
a)

11 C4AF + - - - - 25 c
2C3A atau
C4AF +
C2F,
Maksimum
a)

Bersambung

23
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen
Sambungan

Acuan pada SNI mengacu pada ASTM (American Standard Testing and

Material), yang telah mengalami perubahan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.

Pada versi ASTM, semen juga dibagi menjadi lima kelompok besar.

24
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Type I

Semen untuk pekerjaan umum. Semen ini digunakan untuk bagian dari

konstruksi yang tidak menyentuh tanah, dan airtanah. Komposisi dari semen ini terdiri

dari :

55% (C3S), 19% (C2S), 10% (C3A), 7% (C4AF), 2.8% MgO, 2.9% (SO3), 1.0% ignition

loss, dan 1.0% CaO

Batas dari kandungan C3A tidak lebih dari 15%.

Type II

Semen tipe II digunakan untuk memberi panas yang lebih rendah pada saat

proses hidrasi. Komposisi dari semen ini terdiri dari :

51% (C3S), 24% (C2S), 6% (C3A), 11% (C4AF), 2.9% MgO, 2.5% (SO3), 0.8% ignition

loss, dan 1.0% CaO

Batas dari kandungan C3A tidak lebih dari 8%. Hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi dampak dari sulfat. Semen ini digunakan pada konstruksi yang mengalami

kontak dengan tanah atau airtanah. Terlebih pada daerah yang mengandung sulfat tinggi.

Type III

Semen tipe III memiliki kekuatan yang sedikit lebih tinggi dari dua tipe pertama.

Komposisi dari semen ini terdiri dari :

25
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

57% (C3S), 19% (C2S), 10% (C3A), 7% (C4AF), 3.0% MgO, 3.1% (SO3), 0.9%

Ignition loss, dan 1.3% CaO.

Semen ini memiliki butir yang lebih halus dari tipe I. Dalam proses

pembuatannya, gypsum yang digunakan lebih banyak, untuk mempercepat

pembentukan kuat tekan dari semen. Pada perbandingan yang sama dengan tipe I pada

hari ke-7, kuat tekan yang sama sudah dapat diperoleh tipe III pada hari ke-3. Lebih

jauh, kuat tekan semen tipe III pada hari ke-7, sama dengan kuat tekan pada semen tipe

I dan II pada hari ke-28. Sisi negative dari semen ini muncul setelah 6 bulan, dimana

kekuatan dari semen akan semakin menurun dan berada pada level dibawah semen tipe

I dan II. Untuk itu, semen ini lebih diperuntukkan untuk konstruksi darurat, dan

konstruksi penyokong dari perbaikan konstruksi.

Type IV

Semen tipe IV digunakan dalam konstruksi yang membutuhkan tingkat kalor

hidrasi yang sangat rendah. Komposisi dari semen ini terdiri dari :

28% (C3S), 49% (C2S), 4% (C3A), 12% (C4AF), 1.8% MgO, 1.9% (SO3), 0.9%

Ignition loss, dan 0.8% CaO.

Limitasi dari (C3A) 7%, dan limitasi dari (C3S) 35%. Limitasi ini dimaksudkan

untuk menghambat proses pemanasan hidrasi. Konsekuensi dari proses hidrasi yang

berlangsung secara lambat, adalah pembentukan kuat tekan semen yang lebih lama

dibandingkan tipe yang lain. Setelah satu atau dua tahun, kuat tekan pada semen tipe IV

menjadi yang paling tinggi dibandingkan semen yang lain. Semen ini digunakan untuk

bangunan besar seperti dam, dimana perbandingan antara rasio permukaan dan volume

26
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

begitu besar. Semen ini diproduksi sangat terbatas dikarenakan harga yang lebih mahal,

dan penggunaan yang lebih spesifik, serta adanya jenis semen alternative yang secara

harga lebih murah, namun masih dapat menopang fungsi yang sama dengan semen tipe

IV.

Type V

Semen tipe V, adalah semen yang dirancang khusus untuk konstruksi yang

menghadapi ancaman sulfat secara serius. Komposisi dari semen ini terdiri dari :

38% (C3S), 43% (C2S), 4% (C3A), 9% (C4AF), 1.9% MgO, 1.8% (SO3), 0.9%

Ignition loss, dan 0.8% CaO.

Semen tipe V mengandung (C3A) dalam kadar yang sangat rendah. Kadar (C3A)

sangat berpengaruh karena menurunkan resistensi semen terhadap sulfat. Kadar

maksimum (C3A) pada semen tipe V yang diizinkan hanya 5%. Limitasi lain ada pada

(C4AF) + 2(C3A) yang tidak boleh melampaui 20%. Semen ini digunakan pada

konstruksi untuk tanah yang mengandung alkali tinggi, atau air dengan kandungan

sulfat yang tinggi, dimana (C3A) akan bereaksi dan mengganggu proses pemuaian.

III.2. Kandungan Pengotor dalam Batugamping

Telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwa batugamping secara mayor

tersusun atas CaCO3, dan segala bentuk mineral lain, baik karbonat maupun non

karbonat adalah pengotor. Kandungan pengotor ini, dalam industri semen dapat

ditolelir dalam batasan tertentu, namun tetap memiliki dampak negatif pada semen yang

dihasilkan.

27
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Pengotor dalam Batugamping

1. Alkali

Meskipun batugamping kandungan alkali sangat kecil, alkali tetap memiliki

dampak negatif pada semen yang dihasilkan. Pada suhu sekitar 800 – 1000o C, senyawa

alkali mulai menguap. Uap alkali akan bereaksi dengan gas-gas COx (baik dari bahan

baku atau dari bahan bakar), dan klorida membentuk senyawa-senyawa alkali sulfat

(Na2SO4 dan K2SO4), alkali karbonat (Na2CO3 dan K2CO3) dan alkali klorida (NaCl dan

KCl). Tetapi pada suhu dibawah 7000C sebagian besar garam-garam alkali yang

terbentuk akan mengembun dan akan menempel pada butir-butir umpan tanur

membentuk bahan yang lengket (terutama alkali sulfat dan klorida). Bahan yang lengket

ini dapat menempel pada dinding proses pengolahan, sebagian akan ikut terbawa debu

meninggalkan pengolahan dan sebagian lagi terbawa pada proses selanjutnya.

2. Belerang

Belerang yang umum dijumpai sebagai pengotor dalam batugamping dalam

bentuk pirit (FeS2), dan SO3. Jika jumlah SO3 cukup banyak, maka kelebihan gas SO3

akan bereaksi dengan kalsium karbonat (CaCO3), dan menghasilkan CaSO4. Senyawa

ini kemudian akan terurai dalam proses pembakaran, dan membentuk

CaSO4.

SO3 yang terbentuk akan menambah atau meningkatkan sirkulasi belerang.

Sebagian CaSO4 lainnya akan terbawa keluar. Anhidrat CaSO4 memiliki jauh lebih kecil

dibandingkan dengan daya larut gypsum, sehingga terak dapat berfungsi sebagai

pengatur waktu pengikatan semen. Anhidrat CaSO4 menyebabkan jumlah gypsum yang

ditambahkan pada penggilingan terak menjadi berkurang. Hal ini akan memperumit

28
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

perhitungan, dan identifikasi sulfur, sedangkan kadar SO3 yang tersisa, akan

mempercepat proses korosi pada besi yang digunakan sebagai rangka bangunan.

3. Kapur bebas (CaO lepas)

Kapur bebas yang terdapat dalam semen adalah CaO yang tidak bereaksi dengan,

SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. Adanya kapur bebas disebabkan oleh 2 hal sebagai berikut:

a. Jumlah kapur yang digunakan berlebihan dengan kebutuhan untuk bereaksi

dengan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.

b. Reaksi yang berlangsung kurang sempurna. Walaupun CaO sesuai dengan

kebutuhan, tetapi tidak dapat bersenyawa dengan oksida-oksida SiO2, Al2O3,

dan Fe2O3. Hal ini terjadi akibat proses pembakaran yang mengakibatkan

disolusi, dan adanya pembentukan kristal CaO selama proses pembuatan

semen.

Kapur bebas akan memperlambat proses pelekatan semen, mengurangi kuat

tekan, dan membuat semen menjadi lebih mudah retak

4. Magnesium Oksida, (MgO)

Dalam batugamping, Mg, merupakan unsur pengotor yang paling umum

dijumpai. Mg terbentuk pada laut dan membentuk nodule nodule, hadir dalam mineral

dolomit, dan terbentuk dalam proses dolomitisasi, membuat Mg menjadi unsur yang

melekat pada batugamping. Akan tetapi, kehadiran Mg membuat kualitas semen

menjadi turu.

29
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

MgO yang terbentuk tidak bereaksi dengan oksida-oksida utama seperti SiO2,

Al2O3, dan Fe2O3, membentuk kristal perisicle. Akibat reaksi perisicle dengan air

berjalan sangat lambat dan pada suhu kamar akan berlangsung terus dalam jangka

waktu setahun. Pertambahan volume akibat terbentuknya Mg(OH)2, seperti halnya

Ca(OH)2 akan menyebabkan keretakan-keretakan (cracking) pada semen yang

digunakan.

Bahan Baku Korektif


Bahan Baku korektif adalah bahan baku yang dipakai apabila pada pencampuran

bahan baku utama komposisi belum memenuhi persyaratan secara kualitatif dan

kuantitatif. Bahan baku korektif juga dapat digunakan untuk memperkecil presentase

material pengotor yang terkandung dalam semen.

Contoh senyawa, dan bahan baku korektif

- CaO : Didapat dari gamping murni atau marmer (>95% CaCO3).

- Al2O3: Ditambahkan dari mineral lempung, dan bauksit

- SiO2 : Ditambahkan dari pasir kuarsa

- Fe2O3: Ditambahkan dari pasir besi

30
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

BAB IV

STUDI KASUS

IV.1 Batugamping Merah Daerah Ponjong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa

Yogyakarta

Kondisi Geologi Daerah Ponjong

Gambar 4.1 Peta geologi daerah Sawahan dan sekitarnya, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Atmoko, 2016)

Stratigrafi regional daerah penilitian berada pada Formasi Semilir,

Nglanggeran, dan Wonosari – Punung. Formasi Semilir selaras dengan Formasi

Nglanggaran. Diatas Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran diendapkan secara

tidak selaras Formasi Wonosari. Satuan batuan yang ada di daerah penelitian

tersusun oleh 3 satuan batuan yaitu satuan breksi andesit, satuan batupasir tufan

- breksi batuapung - tuf dan satuan batugamping.

Pada daerah penelitian, terdapat dua jenis batugamping yang dibedakan

secara warna, batugamping putih, dan batugamping merah. Batugamping

31
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

merah terlihat memiliki intensitas warna merah yang berbeda dan secara umum

dibagi menjadi dua yaitu batugamping agak merah muda dan batugamping

merah muda. Struktur geologi yang berkembang didaerah penelitian yaitu

kelurusan struktur dan sesar geser sinistral yang menunjukan tren kearah

baratlaut - selatan tenggara dan timulaut - selatan baratdaya

Komposisi dan Geokimia

Atmoko (2016) menyatakan, batugamping merah muda yang terdapat pada

Daerah Ponjong secara petrografis memiliki komposisi berupa : foraminifera

(24%), alga (16%), fragmen cangkang moluska (9%), bioklas tidak teridentifikasi

(16%), sparit (9%), mikrit (18%), siderit (4%), dan kuarsa (4%). Mineral siderit

yang hadir pada batugamping merah muda tidak terindentifikasi kehadirannya

pada batugamping putih.

32
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Tabel 4.1 Geokimia Batuan daerah Ponjong PLW 2A Batugamping putih, PLB 2B Batugamping merah
muda, PLR 2c Batugamping merah, (Atmoko, 2016

PLW-2A PLP-2B PLR-2C PFAS-1 PFAM-8

Si 2 % 0.61 0.81 1.7 56.5 65.3

Al2 3 % 0.19 0.31 0.89 18.55 15,75


Fe2 3
% 0.1 0.16 0.51 6.92 5.26
(T)
Ca % 54 54 53.1 8.26 6.78

Mg % 0.29 0.31 0.31 2.86 0.97

Na2 % 0.04 0.04 0.04 2.82 3.02

Mg2 % 0.01 0.01 0.02 0.95 1.27

Cr2 3 % <0.01 <0.01 <0.01 0.01 <0.01

Ti 2 % 0.01 0.01 0.04 0.87 0.67

Mn % <0.01 0.01 0.01 0.12 0.07

P2 5 % <0.01 0.01 0.01 0.28 0.13

Sr % 0.05 0.02 0.02 0.03 0.03

Ba % <0.01 <0.01 <0.01 0.02 0.02

HD % 43.2 43.1 42.7 0.87 1.13

Total % 98.5 98.79 99.35 99.06 100.4

33
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Pembahasan

Dari segi fisik, batugamping pada daerah ini bukan merupakan batugamping

yang favorit untuk digunakan sebagai bahan baku semen. Hal ini dikarenakan fragmen

yang cenderung besar, dan terdapatnya kandungan mineral bijih yang keras.

Tabel 4.2 Perbandingan Batugamping daerah Ponjong dan Standar Semen


PLW-2APLP-2BPLR-2CStandar

Si02 %0.61 0.81 1.7 19 - 23

Al203 %0.19 0.31 0.89 2.5-6

Fe203 (T)%0.1 0.16 0.51 0-6

Ca0 %54 54 53.1 61-67

Mg0 %0.29 0.31 0.31 0-6

Na20 %0.04 0.04 0.04

Mg20 %0.01 0.01 0.02

Cr203 %<0.01 <0.01 <0.01

Ti02 %0.01 0.01 0.04

Mn0 %<0.01 0.01 0.01

P205 %<0.01 0.01 0.01

Sr0 %0.05 0.02 0.02

Ba0 %<0.01 <0.01 <0.01

HD %43.2 43.1 42.7

Total %98.5 98.79 99.35

Dalam perbandingan diatas, standar yang digunakan merupakan standar semen

yang telah dalam bentuk murni. Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa :

34
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

1. Batugamping putih memiliki kadar CaO yang masih dibawah batas minimal

CaO yang dibutuhkan untuk semen, sehingga semen dengan batugamping ini

digunakna sebagai komplementer setelah dimurnikan untuk ditambahkan

kedalam campuran. Akan tetapi, secara kuantitas, kadar CaO pada daerah ini

cukup memenuhi syarat. Selain itu, kadar SiO2, dan Al2O3 cenderung rendah dan

perlu ditambahkan mineral lempung kaya silika, atau pasir kuarsa karena kadar

SiO2 yang sangat rendah, dan tidak membantu pengkayaan SiO2 setelah proses

pencampuran. Sisi positif dari batugamping putih daerah Ponjong adalah

rendahnya kadar pengotor, sehingga diharapkan jika bahan koreksi ditambahkan

dalam pembuatan semen, kualitas semen akan baik.

2. Batugamping merah muda memiliki kadar CaO yang masih dibawah batas

minimal CaO yang dibutuhkan untuk semen, sehingga semen dengan

batugamping ini digunakna sebagai komplementer setelah dimurnikan untuk

ditambahkan kedalam campuran. Akan tetapi, secara kuantitas, kadar CaO pada

daerah ini cukup memenuhi syarat. Selain itu, kadar SiO2, dan Al2O3 cenderung

rendah dan perlu ditambahkan mineral lempung kaya silika, atau pasir kuarsa

karena kadar SiO2 yang sangat rendah, dan tidak membantu pengkayaan SiO2

setelah proses pencampuran, walaupun sedikit lebih tinggi dari batugamping

putih. Sisi positif dari batugamping putih daerah Ponjong adalah rendahnya

kadar pengotor, sehingga diharapkan jika bahan koreksi ditambahkan dalam

pembuatan semen, kualitas semen akan baik, namun perlu diperhatikan bahwa

ada peningkatan kadar besi dibanding batugamping putih. Kadar besi yang

berlebihan dapat menaikkan densitas dan akan menjadi beban pada tubuh

konstruksi.

35
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

3. Batugamping merah memiliki kadar CaO yang masih dibawah batas minimal

CaO yang dibutuhkan untuk semen, sehingga semen dengan batugamping ini

digunakna sebagai komplementer setelah dimurnikan untuk ditambahkan

kedalam campuran. Akan tetapi, secara kuantitas, kadar CaO pada daerah ini

cukup memenuhi syarat. Selain itu, kadar SiO2, dan Al2O3 cenderung rendah dan

perlu ditambahkan mineral lempung kaya silika, atau pasir kuarsa karena kadar

SiO2 yang sangat rendah, dan tidak membantu pengkayaan SiO2 setelah proses

pencampuran, walaupun batugamping merah memiliki kadar yang tertinggi

dibanding dengan dua batugamping yang lain. Sisi positif dari batugamping

putih daerah Ponjong adalah rendahnya kadar pengotor, sehingga diharapkan

jika bahan koreksi ditambahkan dalam pembuatan semen, kualitas semen akan

baik, namun perlu diperhatikan bahwa kadar besi batugamping merah paling

tinggi dibanding batugamping putih, dan batugamping merah muda. Kadar besi

yang berlebihan dapat menaikkan densitas dan akan menjadi beban pada tubuh

konstruksi.

Secara umum, geokimia batugamping pada daerah Ponjong, dapat digunakan

sebagai bahan baku semen.. Mengenai pengotor – pengotor yang terdapat didalam

batugamping, perlu dilakukan penanganan khusus seperti penggunaan material koreksi,

pengayakan batutohor yang lebih intensif, dan pengolahan – pengolahan lanjutan lain

yang dapat menjaga kualitas bahan baku agar menghasilkan semen dengan kualitas

yang optimal. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan semen rumahan yang digunakna

secara luas yaitu portland tipe I (Tabel 3.2), kandungan pengotor dari batugamping

untuk semen sebelum diolah sangat minim.

36
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan informasi yang telah dipaparkan, maka diperoleh kesimpulan

bahwa :

 Batugamping merupakan material utama, dan terbanyak dalam industri

semen

 Kandungan kunci dalam batugamping untuk semen adalah CaO

 Sifat fisik pada batugamping yang signifikan dalam pengaruhnya adalah

ukuran butir dan tingkat kekerasan, dimana semakin halus, dan lunak

 Sifat kimia pada batugamping pada semen selain CaO yang dapat

mempengaruhi kualitas semen adalah Fe2O3, SO2, Al2O3, dan senyawa lain

yang dikategorikan sebagai pengotor.

 Untuk memperoleh kualitas semen yang sesuai dengan standar, diperlukan

bahan pengkoreksi

 Berdasarkan studi kasus Batugamping daerah Ponjong, batugamping yang

ada cukup ideal karena memiliki kandungan CaO yang cukup tinggi, namun

perlu diperhatikan untuk pengotor yang dapat merusak kualitas semen.

Untuk mendapat hasil yang ideal, perlu mendapat mineral lempung dengan

kadar silika tinggi, dan beberapa bahan pengkoreksi seperti pasir kuarsa, dan

bauksit

37
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

Daftar Pustaka

ASTM 150 – 1998

Bliss, James D., Timothy S. Hayes, Greta J. Orris. 2008. USGS Fact Sheet. United

States. United States Geological Survey

Boggs, Sam Jr. (2006). Principles of Sedimentology and Stratigraphy: 4th Edition.

New Jersey: Pearson Education Inc.

Boggs, Sam Jr. (2009). Petrology of Sedimentary Rocks: 2nd Edition. New York:

Cambridge University Press

Bouazza, Novreddine, Abdel Aziz El Mrihi, Ali Maate. 2015. Geochemical Assesment

of Limestone for Cement Manufacturing. 9th International Conference

Interdisciplinary In Engineering. Procedia Technology 22th (2016), 211 – 218

Dickson, T. (1990). Carbonate Mineralogy and Chemistry' in

Tucker, M. E., Wright, V. P. and Dickson, J. A. D., eds..

Carbonate Sedimentology. Oxlord: Blackwell Science Ltd

SNI 2049:2015

Madden, Robert H.C, Moyra E.J Wilson. 1987. Diagenesis of SE

Asian Cenozoics Carbonate Platform Margin and Its Adjacent

Basinal Deposits. Sedimentary Geology 286 – 287 (2013) 20 –

38

Manning, D.A.C. 1995. Introduction to Industrial Mineral. United

Kingdom: Chapman and Hall Inc

McLane, M. (1995). Sedimentoloy. New York: Oxford University

Press

38
Karya Referat Karakteristik Batugamping Untuk
Industri Semen

McSween, Henry Y Jr, Steven M. Richardson, Maria E. Uhle. 2005. Geochemistry:

Pathway and Processes. New York: Columbia University Press

Scholle, Peter A, Don G. Bebout, Clyde H. Moore. 1983. Carbonate Depositional

Environments. Oklahoma: American Association of Petroleum Geologist

Pellant, Christ. 1992. Rocks and Minerals: Eyewitness Handbook. United Kingdom:

Dorling Kindersley

Peters, Stephen G, Warren J Nokleberg, Jeff L. Doebrich, Walter J. Bawlec, Greta

Orns, David M. Sutphin, dan David Willburn. 2005. Geology and Nonfuel

Mineral Deposits of Asia and The Pacific. Virginia: USGS National Center,

Reston.

Titisari, A.D., dan Atmoko, D.D. 2015. Genesa Batugamping Merah

Muda Pon}ong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Indonesia. Proceeding Seminar Nasional

Kebumian Ke-8

Zajac, Maciej, Anne Rossberg, Gwenn Le Saout, Barbara Lothenbach.

2013. Influence of Limestone and anhydrite on the Hydration

of Portland Cement. Cement and Concrete Composites 46

(2014) 99 – 108.

www.geol.umd.edu/~hcui/Teaching/DiagenesisHuanCui,
diakses pada 11 November 2016, 18.30

http://www.psrd.hawaii.edu/Oct96/PAH.html

diakses pada 11 November 2016, 17.30

39

Anda mungkin juga menyukai