Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN GEOLOGI FISIK

ACARA II : PENGENALAN BATUAN BEKU

OLEH

ANDI NAHDAH ZALFAA.A.M

D111 21 1088

DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas

limpahan nikmat dan karunia-Nya, kesehatan dan kesempatan dari-Nya sehingga

penyusun dapat menyelesaikan laporan Geologi Fisik dengan judul Pengenalan Batuan

Beku ini dengan tepat waktu.

Penyusun menyadari dalam menyelesaikan laporan ini terdapat banyak kendala

dalam pembuatannya, sehingga laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu

segala saran dan kritikan yang membangun sangat di butuhkan agar laporan ini dapat

menjadi lebih sempurna lagi untuk selanjutnya.

Penyusun mengucapkan terimakasih, kepada bapak Dr. Ir. Irzal Nur, MT dan

bapak Dr. Sufriadin, ST., MT. selaku dosen mata kuliah Geologi fisik yang telah

memberikan arahan, serta kepada asisten Praktikum Geologi Fisik, teman-teman

angkatan 2021 Fakultas teknik departemen Teknik pertambangan Universitas

Hassanuddin Makassar serta seluruh pihak yang telah membantu penyusun dalam

penyelesaian Laporan Geologi fisik ini.

Gowa, 24 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv

DAFTAR TABEL..................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3 Tujuan Praktikum.......................................................................................2

1.4 Ruang Lingkup...........................................................................................2

BAB II PENGENALAN BATUAN BEKU...............................................................3

2.1 Batuan Beku..............................................................................................3

2.2 Proses Pembentukan Batuan Beku...............................................................4

2.3 Jenis-jenis Batuan Beku..............................................................................8

2.4 Tekstur dan Struktur Batuan Beku.............................................................11

2.5 Manfaat Batuan Beku................................................................................17

BAB III METODOLOGI....................................................................................19

3.1 Alat dan Bahan.........................................................................................19

3.2 Tahapan Praktikum...................................................................................23

BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................24

iii
4.1 Stasiun 1..................................................................................................24

4.2 Stasiun 2..................................................................................................24

4.3 Stasiun 3..................................................................................................25

4.4 Stasiun 4..................................................................................................26

4.5 Stasiun 5..................................................................................................26

4.6 Stasiun 6..................................................................................................27

4.7 Stasiun 7..................................................................................................28

BAB V PENUTUP............................................................................................29

5.1 Kesimpulan..............................................................................................29

5.2 Saran.......................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Daur Batuan (Noor, 2012)………………………………………………....…….………..5

2.2 Bagan Struktur Batuan Beku Intrusif (Noor, 2012)…………………..……….…17

3.1 Kikir Baja……………………………………………………………………………..….………20

3.2 Kawat……………………………………………………………………….………..……….….20

3.3 Paku………………………………………………………………………………………..….….21

3.4 Kaca……………………………………………………………………………..……….……....21

3.5 Lup Geologi………………………………………………………….………………..………..22

3.6 Magnet…………………………………………………………………………..…………….…22

3.7 HCL 0,5 M 30 M…………………………………………………………………..….……….22

3.8 Penggaris………………………………………………………………….…………..………..23

3.9 Bukuu Rock And Mineral…………………………………………………..….……………24

3.10 Pulpen……………………………………..…………………………………………………...24

3.11 Pensil………………………………..…………………….…………………………..……….24

3.12 Pensil warna………..……………………….………………………………………..……..24

3.13 Lembar deskripsi………..………………………….………………………..…………….25

3.14 Lembar Patron…………………………………………….….……………….…………….25

4.1 Peridotit…………………………………………………………………………………………..27

4.2 Dasit……………………………………………………………………………………………….28

4.3 Granit………………………………………………….…………………………..……………..29

4.4 Peridotit………………………………………………….….…………………………………..30

4.5 Basalt Porphyritic……………………………….………………..…………………………..31

4.6 Peridotit……………………………………..….………………………………………………..32

4.7 Dasit……………………………………..…………….……….…………………………………33

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penggolongan ukuran kristal fanerik (Zuhdi, 2019)………………………………12

2.2 Visibilitas mineral afanitik (Zuhdi, 2019)………………………….……..…………..12

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan atau Ilmu Geologi didasarkan kepada studi terhadap batuan.

Diawali dengan mengetahui bagaimana batuan itu terbentuk, terubah, kemudian

bagaimana hingga batuan itu sekarang menempati bagian dari pegunungan, dataran-

dataran di benua hingga didalam cekungan dibawah permukaan laut. Batu atau batuan

yang anda lihat dimanapun itu, ada yang sama warna dan jenisnya, tetapi juga banyak

yang berbeda. Tidak mengherankan apabila batuan merupakan bagian utama dari

Bumi kita ini. Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang

mempelajari segala sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada.

Merupakan kelompok ilmu yang membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang

membentuk bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas

permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah perkembangannya

sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga sekarang. Ilmu ini mempelajari dari benda-

benda sekecil atom hingga ukuran benua, samudra, cekungan dan rangkaian

pegunungan (Noor, 2012).

Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis batuan tersebut, kita dapat

mengelompokkannya menjadi tiga kelompok besar, yaitu batuan beku, batuan

sedimen, dan batuan malihan atau metamorf. Batuan beku dianggap sebagai nenek

moyang dari batuan lainnya. Batuan beku atau batuan igneous (dari Bahasa Latin:

ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan

mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai

batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif

vii
(vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang

sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. (Noor, 2012).

Deskripsi atau pengenalan batuan beku dapat didasarkan pada berbagai sifat

dari batuan itu sendiri, antara lain sifat fisika dan bentuk kristal serta sifat optik. Oleh

karena itu diharapkan mahasiswa departemen teknik pertambangan dapat mengetahui

mengenai batuan beku beserta deskripsinya melalui pelaksanaan laboratorium

geolologi fisik tentang pengenalan batuan beku.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan batuan beku?

2. Bagaimana proses pembentukan batuan beku?

3. Apa saja jenis-jenis batuan beku?

4. Bagaimana tekstrur dan struktur batuan beku?

5. Apa saja manfaat batuan beku?

1.3 Tujuan Praktikum

1. Praktikan mampu mengetahui proses terrbentuknya batuan beku.

2. Praktikan mampu mendeskripsikan batuan beku.

3. Praktikan mamp menentukan nama batuan beku.

4. Praktikan dapat menentukan klasifikasi batuan beku pada leembar deskripsi.

1.4 Ruang Lingkup

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 17 september 2021 pukul

13.30 WITA bertempat di Laboratorium Eksplorasi Mineral Departemen Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Pelaksanan praktikum geologi

viii
fisik dilakukan dengan melakukan deskripsi batuan beku terhadap sampel yang telah di

sediakan berdasarkkan lembar deskripsi yang telah dibagikan.

BAB II

PENGENALAN BATUAN BEKU

2.1 Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneous (dari Bahasa Latin ignis, "api") adalah jenis

batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa

proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun

di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari

batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak

bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut

kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700

tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah

permukaan kerak bumi (Noor, 2012).

Batuan beku diklasifikasikan menjadi ekstusif atau intrusif tergantung pada

apakah magma muncul di permukaan bumi sebelum mengkristal atau tidak. Batuan

intrusif dikategorikan sebagai plutonik jika terbentuk jauh di dalam kerak dan

hypabyssal jika terbentuk pada kedalaman dangkal. Batuan intrusif plutonik dicirikan

dengan kristal besar dan umumnya secara geografis membentuk tubuh yang besar.

Misalnya Batholith yaitu batuan beku dengan tubuh yang besar dengan permukaan

sekitar 40 mil persegi (100 km persegi) dan ketebalan sekitar 6-9 mil (10-15 km).

Batholith membentuk inti pegunungan yang besar, seperti Rockies dan Sierra Nevada

di Amerika Utara. Granit, Diorite, Peridotit, Syenite, Gabbro semuanya batuan beku

plutonik. Batuan beku ekstrusif juga dikenal sebagai batuan vulkanik. Jenis batuan

ix
utama dalam kategori ini termasuk Basalt, Obsidian, Rhyolite, Trachyte, dan Andesit.

Semua batuan tersebut biasanya terbentuk dari lava-magma yang telah mengalir baik

ke darat atau ke bawah air. Batuan ekstrusif lainnya, seperti Apung, terbentuk dalam

letusan vulkanik eksplosif. Basalt adalah batuan ekstrusif yang paling umum,

membentuk laniat sebagian besar lautan dan daratan tinggi yang luas di darat

(Bonewitz, 2012).

Batuan beku terbentuk dari hasil kristalisasi atau pembentukan magma dan

yang keluar sampai di permukaan bumi melalui letusan gunung api yang disebut

dengan batuan vulkanik atau ekstrusi. Magma yang mencapai berarti basaltik

menyangga atau menopang kedua lempeng kerak tersebut. Daerah andesit merupakan

campuran dari keduanya (Suharno, 2010).

2.2 Proses Pembentukan Batuan Beku

Pada proses daur batuan dicantumkan bahwa batuan beku bersumber dari

proses pendinginan dan penghabluran lelehan batuan didalam Bumi yang disebut

magma. Magma adalah suatu lelehan silikat bersuhu tinggi berada didalam Litosfir,

yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas, hablur yang mengapung didalamnya,

serta mengandung sejumlah bahan berwujud gas. Lelehan tersebut diperkirakan

terbentuk pada kedalaman berkisar 200 kilometer dibawah permukaan bumi, terdiri

terutama dari unsur-unsur yang kemudian membentuk mineral-mineral silikat (Noor,

2012).

Pada gambar 2.1 diperlihatkan bagaimana perjalanan daur batuan tersebut.

Melalui daur batuan ini, juga dapat diruntut proses-proses geologi yang bekerja dan

mengubah kelompok batuan yang satu ke lainnya. Konsep daur batuan ini merupakan

landasan utama dari Geologi Fisik yang diutarakan oleh James Hutton. Dalam daur

batauan tersebut, batuan beku terbentuk sebagai akibat dari pendinginan dan

x
pembekuan magma. Pendinginan magma yang berupa lelehan silikat, akan diikuti oleh

proses penghabluran yang dapat berlangsung dibawah atau diatas permukaan Bumi

melalui erupsi gunung

berapi.

Gambar 2.1 Daur Batuan (Noor, 2012).

Pada proses daur batuan dicantumkan bahwa batuan beku bersumber dari

proses pendinginan dan penghabluran lelehan batuan didalam Bumi yang disebut

magma. Magma merupakan asal mula dari terbentuknya semua batuan dan mineral.

Suhu magma dibagian teratas antara 700℃ sampai 1200℃ . Hal ini bisa diketahui bila

terjadi letusan gunung berapi yang mengeluarkan lava yang berasal dari dalam

litosfera. Magma adalah suatu lelehan silikat bersuhu tinggi berada didalam Litosfer,

yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas, hablur yang mengapung didalamnya,

serta mengandung sejumlah bahan berwujud gas. Lelehan tersebut diperkirakan

terbentuk pada kedalaman berkisar sekitar 200 kilometer dibawah permukaan Bumi,

terdiri terutama dari unsur-unsur yang kemudian membentuk mineral-mineral silikat.

Magma yang mempunyai berat-jenis lebih ringan dari batuan sekelilingnya, akan

xi
berusaha untuk naik melalui rekahan-rekahan yang ada dalam litosfer hingga akhirnya

mampu mencapai permukaan Bumi.

Magma dalam kerak bumi dapat terbentuk sebagai akibat perbenturan anatara

dua lempeng litosfer, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi itu menunjam

dan menyusup kedalam astenosfer. Sebagai akibat dari gesekan yang berlangsung

antara kedua lempeng litosfer tersebut, maka akan terjadi peningkatan suhu dan

tekanan, ditambah dengan penambahan air yang berasal dari sedimen-sedimen

Samudra akan disusul oleh proses peleburan sebagian dari litosfer. Sumber magma

yang terjadi sebagai akibat dari peleburan tersebut akan menghasilkan magma yang

bersusunan asam (kandungan unsur SiO2 lebih besar dari 55%). Magma yang

bersusunan basa, adalah magma yang terjadi dan bersumber dari astenosfer. Magma

seperti itu didapat di daerah-daerah yang mengalami gejala regangan yang dilanjutkan

dengan pemisahan litosfer. Apabila magma keluar, melalui kegiatan gunung-berapi dan

mengalir diatas permukaan bumi, ia akan dinamakan lava. Magma ketika dalam

perjalanannya naik menuju ke permukaan, dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya

ketika masih berada didalam litosfer dan membentuk dapur-dapur magma sebelum

mencapai permukaan. Dalam keadaan seperti itu, magma akan membeku ditempat,

dimana ion-ion didalamnya akan mulai kehilangan gerak bebasnya kemudian

menyusun diri, menghablur dan membentuk batuan beku. Namun dalam proses

pembekuan tersebut, tidak seluruh bagian dari lelehan itu akan menghablur pada saat

yang sama. Ada beberapa jenis mineral yang terbentuk lebih awal pada suhu yang

tinggi dibanding dengan lainnya.

Mineral-mineral yang mempunyai berat-jenis tinggi karena kandungan Fe dan

Mg seperti olivine, piroksen, akan menghablur paling awal dalam keadaan suhu tinggi,

dan kemudian disusul oleh amphibole dan biotite. Disebelah kanannya kelompok

mineral felspar, akan diawali dengan jenis felspar calcium (Ca-Felspar) dan diikuti oleh

xii
felspar kalium (K-Felspar). Akibatnya pada suatu keadaan tertentu, kita akan

mendapatkan suatu bentuk dimana hublur-hablur padat dikelilingi oleh lelehan.

Bentuk-bentuk dan ukuran dari hablur yang terjadi, sangat ditentukan oleh derajat

kecepatan dari pendinginan magma. Pada proses pendinginan yang lambat, hablur

yang terbentuk akan mempunyai bentuk yang sempurna dengan ukuran yang besar-

besar. Sebaliknya, apabila pendinginan itu berlangsung cepat, maka ion-ion

didalamnya akan dengan segera menyusun diri dan membentuk hablur-hablur yang

berukuran kecil-kecil, kadang berukuran mikroskopis. Bentuk pola susunan hablur-

hablur mineral yang nampak pada batuan beku tersebut dinamakan tekstur batuan.

Diferensiasi magma adalah proses penurunan temperatur magma yang terjadi

secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral-mineral seperti yang

ditunjukkan dalam deret reaksi bowen. Pada penurunan temperatur magma maka

mineral yang pertama kali yang akan terbentuk adalah mineral Olivine, kemudian

dilanjutkan dengan Pyroxene, Hornblende, Biotite (deret tidak kontinu). Pada deret

yang kontinu, pembentukan mineral dimulai dengan terbentuknya mineral Ca -

Plagioclase dan diakhiri dengan pembentukan Na -Plagioclase. Pada penurunan

temperatur selanjutnya akan terbentuk mineral K -Feldspar (Orthoclase), kemudian

dilanjutkan oleh Muscovite dan diakhiri dengan terbentuknya mineral Kuarsa ( Quartz).

Proses pembentukan mineral akibat proses diferensiasi magma dikenal juga sebagai

Mineral Pembentuk Batuan (Rock Forming Minerals).

Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate, dan

asam dapat terjadi melalui proses diferensiasi magma. Pada tahap awal penurunan

temperatur magma, maka mineralmineral yang akan terbentuk untuk pertama kalinya

adalah Olivine, Pyroxene dan Ca-plagioklas dan sebagaimana diketahui bahwa mineral-

mineral tersebut adalah merupakan mineral penyusun batuan ultra basa. Dengan

terbentuknya mineral-mineral Olivine, pyroxene, dan Ca-Plagioklas maka konsentrasi

xiii
larutan magma akan semakin bersifat basa hingga intermediate dan pada kondisi ini

akan terbentuk mineral mineral Amphibol, Biotite dan Plagioklas yang intermediate

(Labradorite-Andesine) yang merupakan mineral pembentuk batuan Gabbro (basa) dan

Diorite (intermediate). Dengan terbentuknya mineral-mineral tersebut diatas, maka

sekarang konsentrasi magma menjadi semakin bersifat asam. Pada kondisi ini mulai

terbentuk mineral-mineral K-Feldspar (Orthoclase), Na-Plagioklas (Albit), Muscovite,

dan Kuarsa yang merupakan mineral-mineral penyusun batuan Granite dan

Granodiorite (Proses diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen) (Noor,

2012).

Asimilasi magma adalah proses meleburnya batuan samping (migling) akibat

naiknya magma ke arah permukaan dan proses ini dapat menyebabkan magma yang

tadinya bersifat basa berubah menjadi asam karena komposisi batuan sampingnya

lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya bersifat asam sedangkan batuan

sampingnya bersifat basa, maka batuan yang terbentuk umumnya dicirikan oleh

adanya Xenolite (Xenolite adalah fragment batuan yang bersifat basa yang terdapat

dalam batuan asam). Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa,

intermediate, dan asam dapat juga terjadi apabila magma asal (magma basa)

mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya. Sebagai contoh suatu magma basa

yang menerobos batuan samping yang berkomposisi asam maka akan terjadi asimilasi

magma, dimana batuan samping akan melebur dengan larutan magma dan hal ini

akan membuat konsentrasi magma menjadi bersifat intermediate hingga asam.

Dengan demikian maka batuan-batuan yang berkomposisi mineral intermediate

maupun asam dapat terbentuk dari magma basa yang mengalami asimilasi dengan

batuan sampingnya. Klasifikasi batuan beku dapat dilakukan berdasarkan kandungan

mineralnya, kejadian/genesanya (plutonik, hypabisal, dan vulkanik), komposisi kimia

batuannya, dan indek warna batuannya. Untuk berbagai keperluan klasifikasi, biasanya

xiv
kandungan mineral dipakai untuk mengklasifikasi batuan dan merupakan cara yang

paling mudah dalam menjelaskan batuan beku (Noor, 2012).

2.3 Jenis-jenis Batuan Beku

Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, atau agregasi dari mineral-

mineral, biasanya dia tidak dalam keadaan homogen dan tidak pula mempunyai

susunan kimia dan sifat-sifat fisika yang tetap dan terbentuk di alam. Untuk

mengetahui proses-proses yang terjadi suatu batuan terlebih dahulu kita melakukan

pendiskripsian batuan yaitu jenis batuan, warna batuan, tekstur batuan, struktur, serta

komposisi-komposisi mineral yang menyusun batuan. Secara Umum jenis batuan

dibagi atas 3 yaitu batuan beku, sedimen dan metamorf. Batuan beku adalah batuan

yang terbentuk melalui hasil pembekuan magma atau kristalisasi magma yang

dipengaruhi oleh suhu. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga patokan

utama yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkadung,

dan berdasarkan susunan mineraloginya (Noor, 2012).

1. Berdasarkan Genetik

Batuan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan kadang-kadang mengandung

gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa) batuan beku terbagi menjadi

3 kelompok yaitu (Noor, 2012):

a. Batuan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh di bawah permukaan bumi.

Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya terdiri atas

kristal-kristal (struktur holohialin). Contoh batuan ini adalah Granite,

Granodiorit, dan Gabbro.

b. Beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-celah atau pipa gunung api.

Proses pendinginannya berlangsung relatif cepat sehingga batuannya terdiri

atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan bercampur dengan massa

xv
dasar sehingga membentuk struktur porfiritik. Contoh batuan ini dalah

Granite porfir dan Diorit porfir.

c. Batuan beku luar (efusif) terbentuk di dekat permukaan bumi. Proses

pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal.

Struktur batuan ini dinamakan amorf. Contohnya Obsidian, Riolit dan Batu

apung.

2. Berdasarkan Senyawa Kimia

Berdasarkan komposisi kimianya batuan beku dapat dibedakan menjadi:

a. Batuan beku ultra basa memiliki kandungan silika kurang dari 45%.

Contohnya Dunit dan Peridotit.

b. Batuan beku basa memiliki kandungan silika antara 45% - 52 %.

Contohnya Gabbro, Basalt.

c. Batuan beku intermediet memiliki kandungan silika antara 52%-65 %.

Contohnya Andesit dan Syenit.

d. Batuan beku asam memiliki kandungan silika lebih dari 65%. Contohnya

Granit, Riolit.

Dari segi warna,batuan yang komposisinya semakin basa akan lebih gelap dibanding

yang komposisinya asam.

1. Berdasarkan Susunan Mineralogi

Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan tekstur akan dapat

mencrminkan sejarah pembentukan battuan dari pada atas dasar kimia.

Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi

pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular member arti akan

keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan arti bahwa

terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik

menggambarkan pembekuan yang cepat. Dalam klasifikasi batuan beku yang

xvi
dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur batuan beku yang didasarkan pada ukuran

butir mineralnya dapat dibagi menjadi (Nesse, 2000):

a. Batuan dalam

Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang menyusun batuan

tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat pembesar.

b. Batuan gang

Bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.

c. Batuan gang

Bertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.

d. Batuan lelehan

Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau

tidak dapat dilihat dengan mata biasa.

2.4 Tekstur dan Struktur Batuan Beku

Struktur batuan menunjukkan ciri batuan dalam skala yang besar, antara lain

menyangkut kekar, gambaran aliran, blok-blok dan lain-lain. Sedangkan tekstur batuan

menggambarkan hubungan antara mineral atau antar mineral dan kaca dalam batuan

sebagai suatu agragat yang uniform (Kusmiyarti, 2016).

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-

mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas

yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur batuan ditentukan oleh

kristalinitas, granularitas, bentuk kristal dan hubungan antar kristal. Tekstur pada

batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu kristalinitas,

granularitas, bentuk kristal dan hubungan antar kristal. Kristalinitas adalah derajat

kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut (Zuhdi,

2019).

xvii
Kristalinitas digunakan untuk menunjukkan berapa banyak kristal yang

berbentuk dan yang tidak berbentuk, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan

pembekuan magma. Apabila magma dalam proses pembekuannya berlangsung lambat

maka bentuk kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka

bentuk kristalnya halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat

sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Granularitas didefinisikan sebagai besar butir

(ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran

butir, yaitu Fanerik atau fanerokristalin dan afanitik. Fanerik/fanerokristalin memiliki

ukuran kristal yang dapat dibedakan satu sama lain dengan mata telanjang (Zuhdi,

2019).

Tabel 2.1 Penggolongan ukuran kristal fanerik (Zuhdi, 2019)

Penggolongan Ukuran Kristal Fanerik Ukurann Kristal

Halus (fine) <1 mm

Sedang (medium) 1 – 5 mm

Kasar (coarse) 5 – 30 mm

Sangat kasar (very coarse) >30 mm

Afanitik/felistik apabila ukuran butiran mineral sangat halus Afanitik memiliki

ukuran kristal yang tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang sehingga diperlukan

bantuan lensa pembesar. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal,

gelas atau keduanya. Dalam analisa mikroskopis dapat dibedakan menjadadi

mikrokristalin, kriptokristalin dan amorf. Visibilitas ukuran kristal ditunjukkan oleh tabel

2 di bawah ini (Zuhdi, 2019).

Tabel 2.2 Visibilitas mineral afanitik (Zuhdi, 2019)

Istilah Ukuran Kristal Visibilitas Ukuran

Mikrokristalin Dapat dilihat dengan mikroskop 0,1-0,01 mm

Kriptokristalin Sulit dilihat dengan mikroskop 0,01-0.002 mm

xviii
Tak dapat dibedakkan <0,002 mm

Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan

antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis

besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu Ekuigranular dan Inekuigranular (Zuhdi,

2019).

Ekuigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk

batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristalkristalnya, maka

equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu: Panidiomorfik, Hipidiomorfik dan allotriomorfik.

Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari

mineral-mineral yang euhedral. Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar

mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral. Allotriomorfik granular,

yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang

anhedral. Inekuigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk

batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut

massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas (Zuhdi, 2019).

Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan

temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma ini

mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan

magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda.

Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di

bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral

penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran

mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur

dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak

sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian)

yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran

xix
relatif kecil. Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan

(Noor, 2012):

1. Tingkat kristalisasi

a) Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal

b) Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas

c) Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas

2. Ukuran butir

a) Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh

mineral- mineral yang berukuran kasar.

b) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral

berukuran halus.

c) Porfiritik, yaitu batuan beku yang tersusun atas mineral yangberukuran

kasar dan halus.

3. Bentuk kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali

biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya

mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral

yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu (Noor, 2012):

a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya

a) Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang

kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna).

b) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk

euhedral dan subhedral.

xx
c) Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal

yang berbentuk anhedral.

5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya

a) Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama

b) Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama.

Struktur batuan beku ditentukan oleh adanya perbedaan lubang-lubang vesikul

yang terarah, letak mineral dan letak pengotoran yang terarah. Menurut Russel B

Travis (dalam Soetoto, 1981) ada beberapa struktur batuan beku, yakni (Kusmiyarti,

2016):

1. Vesikuler, yaitu batuan beku yang mempunyai lubang-lubang sejajar satu sama

lain akibat gas yang menggembung sebelumnya.

2. Scoriaceous, yaitu vesikuler yang memiliki lubang-lubang yang tidak

terarah/tidak teratur.

3. Amigdaloid, yaitu apabila vesikuler terisi oleh moneral-moneral sekunder

sesudah pembekuan magma.

4. Flow, yaitu batuan beku yang memiliki kenampakann mineral sejajar satu sama

lain.

5. Pumiceous, yaitu batuan beku yang berlubang-lubang halus sangat banyak

tubular dan teratur.

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan

beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan

pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang

tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah

yang disebut sebagai struktur batuan beku (Noor, 2012).

xxi
2.4.1 Struktur Batuan Beku Ekstusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki

berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat

pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat

seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah polygonal

seperti batang pensil.

d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.

Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan

beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.

f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain

seperti kalsit, kuarsa atau zeolite. Struktur aliran, yaitu struktur yang

memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran.

2.4.2 Struktur Batuan Beku Intrunsif

xxii
Gambar 2.2 Bagan Struktur Batuan Beku Intrusif (Noor, 2012).
Batuan beku intrunsif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dibawah permukaan bumi. Berdasarkan kedudukannya terhadap

perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi

menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan (Noor, 2012).

1. Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis

jenis dari tubuh batuan ini yaitu (Noor, 2012):

a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan

batuan disekitarnya.

b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah ( dome), dimana

perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat

penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.

Diameter laccolith berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan

meter.

c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith,

yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki

diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan

kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang

telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan

sampai ribuan kilometer.

2. Diskordan

xxiii
Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya.

Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu (Noor, 2012):

a. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan

memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa

sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu

> 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya

lebih kecil.

2.5 Manfaat Batuan Beku

Tidak semua batuan dapat menjadi bahan galian tambang yang mempunyai

nilai ekonomi. Hal ini sangat tergantung kepada sifat, komposisi mineral, kekuatan

fisik, daya tahan, cara penggaliannya, pengolahan dan transportasinya. Sebagai bahan

bangunan, batuan pada umumnya digunakan sebagai bahan mentah, tetapi ada juga

yang perlu diproses lebih lanjut. Karena tiap jenis batuan mempunyai sifat dan

komposisi mineral tertentu, maka tidak semua jenis batuan dapat digunakan untuk

semua jenis pekerjaan sehingga dengan demikian tiap jenis batuan mempunyai

kegunaan sendiri tergantung dari sifat tiap batuan tersebut misalnya (Kurdiawan,

2018):

1. Batuan yang mempunyai kerapatan tinggi dan tidak porus sangat baik untuk

keperluan pekerjaan di laut.

2. Batuan yang tidak terpengaruh oleh asam baik untuk digunakan di daerah

industri.

3. Batuan yang berat, keras dan mempunyai daya tahan yang besar sesuai untuk

digunakan sebagai fondasi bangunan, pengeras jalan dan juga bahan lantai.

xxiv
4. Batuan yang mempunyai warna indah dan tidak porus dapat digunakan untuk

pelapis dinding atau lantai.

5. Batuan yang lunak dan ringan dapat digunakan untuk membuat patung.

6. Batuan yang umumnya mempunyai berat jenis sekitar 2.6 baik untuk

digunakan sebagai bahan pekerjaan teknik berat.

7. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan yang paling baik

untuk pengeras jalan raya adalah batuan yang mempunyai sifat-sifat berikut:

a. Batuan harus kristalin

b. Tekstur harus ekuiangular (besar butir sama)

c. Semua mineral penyusun batuan harus mempunyai kekerasan yang

sebanding (homogen)

d. Batuan harus segar dan tidak berubah.

e. Bobot jenis tinggi

f. Batuan tidak berpori.

xxv
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat adalah sebuah istilah untuk menyebut benda-benda yang digunakan untuk

mengerjakan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Bahan adalah zat atau benda yang

dapat digunakan untuk membuat benda baru lainnya.

1. Alat uji kekerasan :

a) Kikir baja, Berfungsi Sebagai alat uji kekerasan batuan beku

Gambar 3.1 Kikir Baja

b) Kawat tembaga, Berfungsi Sebagai alat uji kekerasan batuan beku

Gambar 3.2 Kawat Tembaga

xxvi
c) Paku, Berfungsi Sebagai alat uji kekerasan batuan beku

Gambar 3.3 Paku

d) Kaca, Berfungsi Sebagai alat uji kekerasan batuan beku

Gambar 3.4 Kaca

xxvii
2. Lup geologi,

berfungsi

untuk m engamati

benda- benda

kecil sehi ngga

tampak menjadi

besar dan lebih

jelas yang tidak dapat dilihat secara langsung. Lup adalah sebutan lain dari

kaca pembesar.

Lup digunakan di

laboratorium

untuk melihat

komposisi

mineral batuan yang

ukurannya

sangat kecil sehingga sulit untuk dilihat dengan mata. Di laboratorium kita

akan melihat berbagai jenis batuan dengan ukuran mineral yang berbeda-

beda.

Gambar 3.5 Lup Geologi

xxviii
3. Magnet, Berfungsi untuk menguji sifat kemagnetan batuan beku

Gambar 3.6 Magnet


4. HCl 0,5 M 30 ml, Berfungsi untuk uji sampel batuan beku

Gambar 3.7 HCl 0,5 M 30 Ml

5. Penggaris, Berfungsi untuk mengukur objek penelitian

xxix
Gambar 3.8 Penggaris

6. Buku Rock and Minerals, Berfungsi sebagai referensi disaat sedang

mendeskripsikan batuan beku

Gambar 3.9 Buku Rock and Minerals

7. Alat tulis

a) Pulpen, berfungsi sebagai alat tulis ketika mendeskripsikan batuan beku.


xxx
Gambar 3.10 Pulpen

b) Pensil, berfungsi sebagai alat tulis ketika mendeskripsikan batuan beku

Gambar 3.11 Pensil

c) Pensil warna, berfungsi sebagai alat tulis ketika mendeskripsikan batuan beku

Gambar 3.12 Pensil warna

xxxi
8. Lembar deskripsi mineral, berfungsi untuk mencatat deskripsi sampel batuan

beku.

Gambar 3.13 Lembar deskripsi batuan beku


9. Lembar patron praktikum geologi fisik, berfungsi sebagai lembar jawaban untuk

pertanyaan soal respon.

Gambar 3.14 Lembar patron

xxxii
3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan praktikum dari pengenalan mineral, yaitu :

1. Mempersiapkan alat dan bahan untuk kepentingan praktikum yang telah

dibawa.

2. Terlebih dahulu, dijelaskan definisi dari mineral dan sifat – sifat fisiknya serta

bagaimana cara mendeskripsikan batuan beku.

3. Sebelum mendeskripsikan mineral, praktikan mempersiapkan lembar deskripsi

batuan beku.

4. Setelah itu praktikan diberi kesempatan untuk mendeskripsikan batuan - batuan

yang telah disediakan serta dibatasi dengan waktu yang telah ditentukan.

xxxiii
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Stasiun 1 (Peridotit)

Peridotit memiliki ciri fisik pertama berupa warna segar yaitu warna hitam dan

warna lapuk putih kekuningan. Selain itu, batuan dibawah juga memiliki kenampakan

yang tersingkap yang dikenal dengan tekstur batuan beku yang terdiri atas kristalinitas

holokristalin, granularitas porforitik, bentuk kristal anhedral dan relasi equigranular,

dengan struktur Masif. Komposisinya terdiri atas dua mineral, yaitu olivine dan

pyroxene. Peridotit adalah batuan beku ultra basa Plutonik, yang terjadi dari hasil

pembekuan magma berkomposisi ultra basa pada kedalaman tertentu dari permukaan

bumi.

Gambar 4.1 Peridotit

xxxiv
4.2 Stasiun 2 (Dasit)

Dasit memiliki warna segar abu-abu dan warna lapuk putih kecoklatan. Memiliki

kenampakan tekstur berupa kristalinitas holokristalin, granularitas phaneritic, bentuk

kristal subhedral dan relasi inequigranular. Batuan ini masuk pada kategori batuan

yang memiliki relasi intermediate.

Gambar 4.2 Dasit

4.3 Stasiun 3 (Granit)

Granit adalah salah satu contoh batuan beku. Granit memiliki warna segar abu-

abu terang dan warga lapuk kuning. Granit memiliki ciri-ciri tekstur berupa kristalinitas

holokristalin, granularitas porfitirik, bentuk kristal subhedral dan relasi inequigranular.

Granit dikategorikan dalam jenis batuan felsic. Terdiri dari 2 komposisi mineral yaitu

kuarsa dan biotite. Granit memiliki genesis yang terjadi dari hasil pemekuan magma

berkomposisi asam pada kedalaman tertentu dari permukaan bumi.

xxxv
Gambar 4.3 Granit

4.4 Stasiun 4 (Peridotit)

Berdasarkan deskripsi yang saya lakukan di laboratorium eksplorasi mineral,

pada stasiun tersebut saya mendeskripsi batuan yang bernama Peridotit. Peridotit

tersebut memiliki ciri fisik berupa warna segar warna dan warna lapuk. Adapun warna

segar dan warna lapuk yaitu warna hitam dan putih kehijauan. Setelah mendeskripsi

warna batuan tersebut selanjutnya saya melakukan pengamatan terhadap terkstur

batuan tersebut. Batuan ini memiliki tekstur kristalinitas holokristalin, granularitas

porforitik, bentuk kristal anhedral, dan relasi equigranular. Peridotit masuk pada

golongan batuan mafik. Memiliki komposisi plagioklas-Ca, olivine, piroksen. Memiliki

genesis yaitu batuan ultrabasa plutonik yang terjadi dari hasil pembekuan magma

berkomposisi ultra basa pada kedalaman tertentu dari permukaan bumi.

xxxvi
Gambar 4.4 Peridotit

4.5 Stasiun 5 (Basalt Porrphyritic)

Batuan ini bernama Basalt Porphyritic memiliki ciri fisik pertama berupa warna

segar yaitu warna hitam dan warna lapuk hijau. Batuan ini digolongkan pada kategori

teralterasi. Selain itu, batuan diatas juga memiliki kenampakan atau tektur batuan

beku yang terdiri atas kristalinitas holokristalin, granularitas porforitik, bentuk kristal

euhedral dan relasi equigranular. Memiliki struktur masif yaitu batuan tidak

menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya, dan terdiri

dari mineral olivine, piroksin, plagioklas, dan masa dasar. Batuan ini terbentuk akibat

proses dari pembekuan magma yang berlangsung secara cepat sehingga bentuk kristal

yang dihasilkan tidak sempurna.

xxxvii
Gambar 4.5 Basalt Porphyritic

4.6 Stasiun 6 (Peridotit)

Batuan ini bernama peridotit, batuan dibawah memiliki kenampakan tekstur

berupa kristalinitas holokristalin yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun

oleh Kristal, granularitas porforitik yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun

oleh Kristal, bentuk kristal anhedral yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna dan relasi

ekuigranular yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama. Batuan ini memiliki

warna segar hitam dan warna lapuk putih kehijauan. Batuan ini masuk pada kategori

batuan mafik. Memiliki komposisi plagioklas-Ca, olivine, piroksen. Memiliki genesis

yaitu batuan ultrabasa plutonik yang terjadi dari hasil pembekuan magma

berkomposisi ultra basa pada kedalaman tertentu dari permukaan bumi.

xxxviii
Gambar 4.6 Peridotit

4.7 Stasiun 7 (Dasit)

Dasit memiliki ciri fisik berupa warna segar warna abu-abu coklat dan warna

lapuk cokelat. Batuan diatas memiliki tekstur kristalinitas holokristalin yaitu batuan

beku yang hampir seluruhnya disusun oleh Kristal, granularitas phaneritic yaitu batuan

beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar,

bentuk kristal subhedra yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna . Memiliki relasi

inequigranular. Dasit masuk pada golongan batuan intermediate. Dasit termasuk dalam

batuan beku vulkanik. Komposisi mineral pada dasit umumnya adalah komposisi

peralihan antara riolit dan andesit. Dasit umumnya berkembang di zona subduksi yaitu

di lempeng samudera yang relatif muda yang menunjam di bawah lempeng benua.

xxxix
Gambar 4.7 Dasit

xl
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Batuan beku atau batuan igneous (dari Bahasa Latin ignis, "api") adalah jenis

batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif

(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif ( vulkanik).

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah

ada, baik di mantel ataupun kerak bumi.

2. Batuan beku bersumber dari proses pendinginan dan penghabluran lelehan

batuan didalam Bumi yang disebut magma. Magma merupakan asal mula dari

terbentuknya semua batuan dan mineral. Hal ini bisa diketahui bila terjadi

letusan gunung berapi yang mengeluarkan lava yang berasal dari dalam

litosfera.

3. Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga patokan utama yaitu

berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkadung, dan

berdasarkan susunan mineraloginya.

4. Struktur batuan menunjukkan ciri batuan dalam skala yang besar, antara lain

menyangkut kekar, gambaran aliran, blok-blok dan lain-lain. Sedangkan tekstur

batuan menggambarkan hubungan antara mineral atau antar mineral dan kaca

dalam batuan sebagai suatu agragat yang uniform.

5. Tiap jenis batuan mempunyai sifat dan komposisi mineral tertentu, maka tidak

semua jenis batuan dapat digunakan untuk semua jenis pekerjaan sehingga

xli
dengan demikian tiap jenis batuan mempunyai kegunaan sendiri tergantung dari

sifat tiap batuan tersebut.

6. Ada beberapa macam sampel batuan beku yang digunakan dalam praktikum

yaitu Peridotit, Dasit, Granit, Basalt pophyritic, dan Dasit.

5.2 Saran

Menambahkan durasi waktu pelaksanaan praktikum agar praktikan dapat

melakukan praktikum secara maksimal. Serta emberikan tugas pendahuluan h-2

sebelum praktikum agar praktikan dapat menyelesaikan secara maksimal dan tidak

terburu-buru.

xlii
DAFTAR PUSTAKA

Bonewitz, R. L., 2012. Rocks and minerals. London: DK Publishing.

Kurdiawan, U., 2018. Rinjani, dari evolusi hingga geopark. 1 ed. Bandung: museum

geologi.

Kusmiyarti, T. B., 2016. Buku Ajar Argogeologi Dan Lingkungan. Denpasar: Universitas

Udayana.

Nesse, W., 2000. Introduction to Mineralogy. New York: Oxford University Press.

Noor, D., 2012. Pengantar Geologi. 2 ed. Bogor: Pakuan University Press.

S., 2010. Geologi untuk geofisika.

Zuhdi, M., 2019. Buku Ajar Pengantar Geologi. Mataram: Duta Pustaka Ilmu.

xliii
LAMPIRAN

xliv

Anda mungkin juga menyukai