Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI

ACARA II : MINERAL NON-LOGAM

MUH. BINTANG KAUTSAR REPPY

D111221075

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Karena atas limpahan rahmat dan petunjuk-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan

acara dua mineral non-logam ini dengan baik. Serta shalawat dan taslim selalu kita

panjatkan kepada jujungan kita, Nabi besar Muhammad SAW yang telah

menghantarkan kita dari alam yang penuh dengan kebodohan menuju alam yang

terang dengan ilmu pengetahuan.

Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada setiap pihak yang berperan dalam penyusunan laporan ini. Terkhusus untuk

dosen pengajar geologi fisik serta para asisten yang telah banyak membantu saya dan

memberikan ilmu serta masukan yang membangun sehingga laporan acara dua

mineral non-logam ini dapat diselesaikan. Dan juga terima kasih kepada kedua orang

tua dan teman-teman Departemen Teknik Pertambangan 2023, yang telah

memberikan dukungan moral dan materi sehingga saya dapat menjalani kegiatan ini

dengan baik.

Penyusunan Laporan acara dua mineral non-logam ini tidak terlepas dari

kesalahan kalimat ataupun penyusunan laporan, maka dari itu saya terbuka untuk

menerima saran dan kritikan dari para asisten yang bertugas

Gowa, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................ 2

1.3 Ruang Lingkup ...................................................................................... 2

BAB II KRISTALOGRAFI.................................................................................. 3

2.1 Kristalografi ........................................................................................... 3

2.2 Parameter Sumbu Kristal ........................................................................ 5

2.3 Penggolongan Sistem Kristal ................................................................... 8

BAB III AKTIVITAS PRAKTIKUM ....................................................................14

3.1 Alat dan Bahan .....................................................................................14

3.2 Prosedur Praktikum ...............................................................................16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................19

4.1 Hasil ....................................................................................................19

4.2 Pembahasan .........................................................................................24

BAB V PENUTUP ............................................................................................29

5.1 Kesimpulan ..........................................................................................29

5.2 Saran ...................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................31

iii
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Bentuk Mineral Dan Kristal............................................................................. 4

2.2 Sumbu-sumbu dan sudut-sudut antar sumbu kristal ........................................ 6

2.3 Bentuk kristal pada sistem isometrik dan cara penggambarannya ..................... 9

2.4 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal tetragonal ............................10

2.5 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal ortorombik ............................10

2.6 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal trigonal .................................11

2.7 Bentuk kristal dan ppenggambaran sistem kristal heksagonal ..........................12

2.8 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal monoklin ...............................13

2.9 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal triklin ....................................13

3.1 Maket kristal ...............................................................................................14

3.2 Penggaris....................................................................................................14

3.3 Alat tulis dan pensil warna............................................................................15

3.4 Buku Rocks and Mineral ...............................................................................15

3.5 Alat Dokumentasi ........................................................................................15

3.6 Lembar Deskripsi .........................................................................................16

3.7 Alat dan bahan ............................................................................................16

3.8 Observasi pada model kristal ........................................................................17

3.9 Mencatat hasil lembar deskripsi ....................................................................17

3.10 Menggambar bentuk kristral .........................................................................18

3.10 Objek praktikum ..........................................................................................18

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Tabel hasil deskripsi ...................................................................................... 19

v
BAB I

PENDAHULLUAN

1.1 Latar Belakang

Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai

mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain

mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya

dan kegunaannya. Minerologi terdiri dari kata mineral dan logos, dimana mengenai arti

mineral mempunyai pengertian berlainan dan bahkan dikacaukan dikalangan awam.

Sering diartikan sebagai bahan bukan organik (anorganik). Maka pengertian yang jelas

dari batasan mineral oleh beberapa ahli geologi perlu diketahui walaupun dari

kenyataannya tidak ada satupun persesuaian umum untuk definisinya (Danisworo,

1994)

Mineral adalah zat atau benda yang biasanya padat dan homogen dan hasil

bentukan alam yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia tertentu serta umumnya

berbentuk kristalin. Mineral terdiri atas mineral non-logam dan mineral logam. Mineral

logam adalah mineral yang unsur penyusunnya ialah unsur logam. Mineral non-logam

ialah mineral yang unsur penyusunnya ialah unsur non-logam dan biasanya bersifat

konduktor terhadap listrik dan panas. (Zuhdi, 2019).

Pentingnya mempelajari mineral non-logam agar dapat membedakan mineral

logam dan mineral non-logam, sehingga kita perlu melakukan suatu praktikum untuk

mengetahui lebih banyak tentang mineral. Untuk itulah diadakan praktikum Mineralogi,

sebagai sarana untuk mengetahui dan mempelajari lebih detail tentang mineral dan

sifat sifat fisiknya.

1
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari praktikum ini sebagai berikut:

1.2.1 Maksud

Maksud praktikum kristalografi untuk mengenal atau mengetahui bentuk kristal

yang ada pada setiap bentuk kristal dan memahaminya lalu dapat menentukan sistem

simetri, menggambarkan bentuk kristal atas dasar parameter, jumlah dan posisi sumbu

kristal dan bidang kristal yang dimiliki oleh setiap kristal.

1.2.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah:

1. Mampu mendeskripsikan mineral non-logam.

2. Mampu menentukan sifat-sifat fisik mineral non-logam.

3. Mampu mengidentifikasi mieral berdasarkan sifat fisiknya..

1.3 Ruang Lingkup Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 25 Maret 2022 bertempat di

Ground Departemen Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,

dimana materi yang dibahas adalah Kristalografi. Pada praktikum ini kegiatan yang

dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik suatu mineral melalui kenampakan

luarnya meliputi sifat fisika dan kimia kemudian mengidentifikasi nama dari sampel

mineral tersebut

2
BAB II

KRISTALOGRAFI

2.1 Mineral

Mineralogi adalah ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan

mineral, meliputi sifat fisik, sifat kimiawi, sifat optis dan sifat mekanika mineral.

Mineralogi dapat berupa mineralogi fisik dan dapat pula mineralogi optik. Mineralogi

fisik sangat berhubungan dengan susunan kristal dalam mineral, sehingga di dalamnya

juga dipelajari kristalografi mineral. Kristalografi sendiri sangat ditentukan oleh

pemahaman kimia unsur, stokiometri, dan vektor. Pembelajaran kristalografi dianggap

sangat penting dalam pembelajaran mineralogi, karena setiap mineral adalah kristalin,

sehingga memiliki sifat-sifat kristal yang dapat digambarkan dan diproyeksikan dalam

bentuk penyajian grafis, berlaku hukum-hukum mekanisme kristalisasi (Mulyaningsih,

2018).

Mineral didefinisikan sebagai suatu bahan padat, anorganik, terbentuk di alam

secara alamiah dan kristalin. Jadi, kristalin artinya tersusun atas unsur-unsur kimia

yang homogen dengan bentuk geometri tetap sebagai gambaran dari susunan padatan

atom yang teratur, jumlah dan kedudukan bidang-bidang kristalnya tertentu dan

teratur. Hal itu, dapat didefinisikan bahwa setiap mineral pastilah kristal namun tidak

semua kristal adalah mineral. Setiap mineral yang telah mengalami perubahan

komposisi kimia, baik secara substitusi (penambahan), penggantian dan pengurangan,

maka mineral tersebut telah terubah (alterasi), sehingga membentuk nama mineral

yang berbeda. Begitu juga dengan mineral yang secara komposisi kimia sama, namun

susunannya berubah; misalnya dari monoklin menjadi ortorombik atau sebaliknya,

maka mineral tersebut pun telah terubah membentuk mineral yang lain. Susunan

3
eksternal suatu mineral adalah pencerminan dari susunan internal dari kristal yang

menyusun mineral tersebut. Halit tersusun atas ion natrium dan ion Klor. Dalam suatu

sel unit, ion-ion Na dan ion-ion Cl tersebut bereaksi membentuk senyawa-senyawa

NaCl dengan rasio kation dan anion adalah 1:1. Unit sel Halit tersebut tersusun atas

enam senyawa NaCl, yang membentuk rumus bangun kubus. Kubus-kubus NaCl

tersebut bertumpuk-tumpuk membentuk sekumpulan blok kubus yang lebih besar

sehingga kubus tersebut merupakan bagian bentuk kristal tersebut (Mulyaningsih,

2018).

Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk

secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu, dan

mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur. Benda padat homogen artinya

bahwa mineral hanya terdiri atas satu fase padat, hanya satu macam material, yang

tidak dapat diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh suatu

proses fisika. Oleh karena itu, cairan dan gas-gas tidak termasuk mineral. Mineral

terbentuk secara anorganik artinya benda-benda padat homogen yang dihasilkan oleh

binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak termasuk mineral. Mineral mempunyai

komposisi kimia pada batas-batas tertentu artinya bahwa mineral itu merupakan

senyawa kimia. Senyawa kimia mempunyai komposisi pada batas-batas tertentu yang

dinyatakan dengan suatu rumus. Rumus kimia mineral dapat sederhana maupun

kompleks, tergantung dari banyaknya unsur yang ada dan proporsi kombinasinya

(Amin, 2013).

Proses pembentukan endapan mineral dapat diklalsifikasikan menjadi dua

macam, yaitu proses internal atau endogen dan proses eksternal atau eksogen.

Endapan mineral yang berasal dari kegiatan magma atau dipengaruhi oleh faktor

endogen disebut dengan endapan mineral primer. Sedangkan endapan endapan

mineral yang dipengaruhi faktor eksogen seperti proses weathering, inorganic

4
sedimentasion, dan organic sedimentation disebut dengan endapan sekunder. Proses

internal atau endogen pembentukan endapan mineral yaitu sebagai berikut (Zikri,

2018).

1. Kristalisasi dan segregrasi magma, kristalisasi magma merupakan proses utama

dari pembentukan batuan vulkanik dan plutonik.

2. Hydrothermal, larutan hydrothermal ini dipercaya sebagai salah satu fluida

pembawa bijih utama yang kemudian terendapkan dalam beberapa fase dan

tipe endapan.

3. Lateral secretion merupakan proses dari pembentukan lensa-lensa dan urat

kuarsa pada batuan metamorf.

4. Metamorphic Processes umumnya merupakan hasil dari metamorfisme kontak

dan regional.

5. Volcanic exhalative. exhalations dari larutan hydrothermal pada permukaan,

yang terjadi pada kondisi bawah permukaan air laut dan umumnya

menghasilkan tubuh bijih yang berbentuk stratiformis.

Proses eksternal atau eksogen dalam pembentukan suatu endapan mineral yaitu

(Zikri, 2018):

1. Mechanical Accumulation, konsentrasi dari mineral berat dan lepas menjadi

endapan plaser

2. Sedimentary precipitates, presipitasi elemen-elemen tertentu pada lingkungan

tertentu, dengan atau tanpa bantuan organisme biologi.

3. Residual processes, pelindian (leaching) elemen-elemen tertentu pada batuan

meninggalkan konsentrasi elemen-elemen yang tidak mobile dalam material

sisa.

5
4. Secondary or supergene enrichment, pelindian (leaching) elemen-elemen

tertentu dari bagian atas suatu endapan mineral dan kemudian presipitasi pada

kedalaman menghasilkan endapan dengan konsentrasi yang lebih tinggi.

2.2 Penggolongan Mineral

Sejak pertengahan abad ke-19, mineral telah diklasifikasikan berdasarkan

komposisi kimianya. Di bawah skema ini, mereka dibagi menjadi beberapa kelas

menurut anion dominan atau kelompok anioniknya (misalnya halida, oksida, dan

sulfida). Mineral yang berbeda juga muncul bersama-sama dalam matriks batuan.

Akibatnya, ilmu petrologi, yang berfokus pada komposisi batuan, juga berkaitan

dengan klasifikasi mineral. Mineral dan batuan sama-sama merupakan kumpulan

senyawa kimia, dan senyawa ini mengalami perubahan fase sebagai kondisi lingkungan

berubah. Fase seperti itu perubahan dapat mempengaruhi bagaimana satu mineral

berperilaku di hadapan yang lain (Rafftery, 2012).

Beberapa alasan membenarkan penggunaan komposisi kimia mineral sebagai

faktor pembeda tertinggi tingkat klasifikasi mineral. Pertama, kesamaan dalam sifat

mineral dengan kelompok anionik identik umumnya lebih menonjol daripada mereka

yang memiliki kation dominan yang sama. Misalnya, karbonat memiliki kemiripan yang

lebih kuat satu sama lain daripada tembaga mineral. Kedua, mineral yang memiliki

anion dominan yang identik kemungkinan besar akan ditemukan dalam yang sama

atau serupa lingkungan geologi. Ketiga, praktik kimia saat ini menggunakan

nomenklatur dan skema klasifikasi senyawa anorganik berdasarkan prinsip serupa.

Pembagian terluas dari klasifikasi yang digunakan dalam pembahasan kali ini adalah

(1) unsur asli, (2) sulfida, (3) oksida, (4) sulfat, (5) karbonat, (6) halida, (7) silikat, (8)

fosfat, dan (9) nitrat (Rafferty, 2012).

6
Sistematika atau klasifikasi mineral yang biasa digunakan adalah klasifikasi dari

Dana, yang mendasarkan pada kemiripan komposisi kimia dan struktur kristalnya.

Dana membagi mineral menjadi delapan golongan (Klein & Hurlbut, 1993), yaitu:

1. Unsur (native element), yang dicirikan oleh hanya memiliki satu unsur kimia,

sifat dalam umumnya mudah ditempa dan/atau dapat dipintal, seperti emas,

perak, tembaga, arsenik, bismuth, belerang, intan, dan grafit.

2. Mineral sulfida atau sulfosalt, merupakan kombinasi antara logam atau semi-

logam dengan belerang (S), misalnya galena (PbS), pirit (FeS2), dan lain-lain.

3. Oksida dan hidroksida, merupakan kombinasi antara oksigen atau hidroksil atau

air dengan satu atau lebih macam logam, misalnya magnetit (Fe3O4).

4. Haloid, dicirikan oleh adanya dominasi dari ion halogenida yang elektronegatif,

seperti Cl, Br, F, dan I. Contoh mineralnya halit (NaCl) dan Fluorit (CaF2).

5. Nitrat, karbonat dan borat, merupakan kombinasi antara logam atau semilogam

dengan anion komplek, CO3 atau nitrat, NO3 atau borat (BO3). Contohnya kalsit

(CaCO3).

6. Sulfat, kromat, molibdat, dan tungstat, dicirikan oleh kombinasi logam dengan

anion sulfat, kromat, molibdat, dan tungstat. Contohnya barit (BaSO4).

7. Fosfat, arsenat, dan vanadat, contohnya apatit (CaF(PO4)3).

8. Silikat, merupakan mineral yang jumlah meliputi 25% dari keseluruhan mineral

yang dikenal atau 40% dari mineral yang umum dijumpai. Kelompok mineral ini

mengandung ikatan antara Si dan O, contohnya kuarsa (SiO2).

2.3 Mineral Non Logam

Mineral non logam adalah kelompok mineral yang tidak termasuk mineral logam

yang penyusun utamanya berasal dari bukan logam. Mineral non logam

dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu bahan galian bangunan, bahan galian

7
mineral industri, bahan galian mineral keramik, dan bahan galian batu permata

(Lutgents, 2006):

1. Bahan Galian Bangunan

Bahan galian bangunan meliputi andesit, granit, marmer, onik, batu apung,

pasir dan batu, batubara, serta aspal. Andesit banyak ditemukan di Sumatera

Barat, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Marmer banyak ditemukan di Sumatera

Barat, Lampung, dan Jawa Timur. Batu apung banyak ditemukan di Kalimantan

Barat dan P. Lombok. Pasir banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

2. Bahan Galian Mineral Industri

Bahan galian mineral industri meliputi; bentonit, barit, diatome, dolomit,

magnesit, fosfat, belerang, batugamping, talk, dan zeolit. Magnesit banyak

ditemukan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua, dan P. Flores.

Belerang banyak ditemukan Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa timur, dan

Sulawesi Utara. Batugamping banyak ditemukan di Aceh, Sumatera Barat,

Sumatera Selatan, P. Jawa, P. Sumba dan Sumbawa, P. Timor, dan Papua.

3. Bahan Galian Mineral Keramik

Bahan galian mineral keramik meliputi pasir kuarsa, bond clay, dan kaolin. Pasir

kuarsa banyak ditemukan di Jawa Timur, Kalimantan Barat, Riau, P. Bangka,

dan Papua. Perlif banyak ditemukan di P. Sumbawa dan Lampung. Kaolin

banyak ditemukan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

4. Bahan Galian Batu Permata

Bahan galian batu permata meliputi intan yang banyak ditemukan di Riau, safir

di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, giok di Aceh, Jawa Tengah,

Sulawesi Tenggara, dan P. Halmahera, serta granit banyak ditemukan di

Sumatera Barat dan Kalimantan Barat.

8
Dalam pengertian mneral non logam, hingga saat ini belum diperoleh kepastian

untuk menjelaskan pengertian dari mineral non logam, namun pada umumnya definisi

mineral terbagi menjadi dua yaitu Dalam mendefinisikan mineral, hingga saat ini masih

belum didapatkan kepastian untuk menerangkan pengertian dari mineral tersebut.

Karena memang belum didapatkan kesamaan pendapat oleh para ahli tentang hal ini.

Namun pada umumnya dikenal dua definisi mineral, definisi klasik yang disimpulkan

sebelum tahun 1977 dan definisi kompilasi yang disimpulkan setelah tahun 1977.

Menurut definisi klasik, mineral adalah suatu benda padat anorganik yang terbentuk

secara alami, bersifat homogen, yang mempunyai bentuk kristal dan rumus kimia yang

tetap Dan menurut defenisi kompilasi, mineral adalah suatu zat yang terdapat dialam

dengan komposisi kimia yang khas, bersifat homogen, memiliki sifat-sifat fisik dan

umumnya berbentuk kristalin yang mempunyai bentuk geometris tertentu (Darmono,

2001)

2.4 Sifat-sifat Fisik Mineral

Mineral dapat dikenali berdasarkan sifat fisik dari mineral tersebut antara lain

warna, kilap, bentuk, belahan, kekerasan. Tiap mineral memiliki warna yang khas,

akan tetapi ada beberapa mineral yang memiliki warna yang hampir sama. Kilap atau

kilau mineral juga merupakan sifat fisik yang dapat digunakan untuk identifikasi

mineral. Bentuk kristal suatu mineral dikontrol oleh ikatan kimia mineral tersebut.

Belahan mineral dipengaruhi oleh ikatan lemah antar molekul. Kekerasan mineral

menunjukkan besarnya gaya tekan untuk membelah atau merusak stuktur mineral

tersebut. Kekerasan mineral dinyatakan dalam skala Mohs (Zuhdi, 2019).

Warna mineral adalah warna yang ditunjukkan oleh mineral secara fisik, bersifat

tidak tetap, karena dipengaruhi oleh susunan pertumbuhannya, sifat lingkungan

geologi di mana mineral dibentuk, dan kemungkinan pengotoran mineral yang

9
mungkin terjadi selama mineral tersebut berada dalam lingkungan geologi tersebut.

Sebagai contoh adalah mineral kuarsa, apatit dan fluorit. Mineral-mineral tersebut pada

dasarnya memiliki warna dasar putih. Namun, karena adanya pengotoran pada saat

kristalisasi maupun setelah kristalisasinya, oleh unsur yang lain, maka warnanya

bervariasi. Jenis unsur sebagai pengotor mineral, menentukan warna barunya

(Mulyaningsih, 2018).

Gambar 2.1 Mineral Flourit berwarna cokelat (Mulyaningsih, 2018).

Cerat adalah warna sebenarnya dalam suatu mineral. Warna cerat kadang-

kadang berbeda dengan warna mineralnya. Contohnya grafit berwarna coklat tetapi

warna ceratnya hitam, sulfur berwarna kuning dengan warna cerat putih, pirit

berwarna keemasan dengan warna cerat hitam, dan galena berwarna silver gelap

dengan cerat coklat gelap. Namun, tidak sedikit pula mineral yang menunjukkan warna

perawakannya dan warna ceratnya sama. Sebagai contoh adalah monasit: warna

perawakan dan ceratnya merah-merah bata, kuarsa warna perawakan dan ceratnya

adalah putih, dan lain-lain. Warna cerat adalah manifestasi dari perpaduan unsur

kation dan anion yang menyusun mineral. Sifat cerat ini diidentifikasi dengan cara

menggoreskan mineral di atas benda yang lebih. Dalam penerapan lanjut, warna cerat

10
digunakan untuk identifikasi mineral pada kondisi lapuk dan identifikasi mineral pada

pengamatan mikroskopis. (Mulyaningsih, 2018).

Gambar 2.2 Contoh warna cerat mineral Limonit (Mulyaningsih, 2018).

Bentuk kristal ditentukan dari susunan kimia unsur yang menyusun internal

kristal. Susunan internal kristal menentukan susunan eksternalnya; atau susunan

eksternal krisal mencerminkan susunan internalnya. Bentuk kristal dapat berupa ikatan

tunggal, ganda (dihedral), tetrahedral, adalah prismatik, rhombis, piramidal, trapezoid,

dan kubik. Bentuk mineral adalah bentuk dasar dari susunan / bangun mineral. Bentuk

mineral dapat sama dengan bentuk kristal, jika pertumbuhannya sempurna maka akan

memiliki bentuk yang sama dengan bentuk kristalnya, namun jika pertumbuhan

mineral tidak sempurna maka tidak akan memiliki bentuk yang sama dengan bentuk

kristalnya (Mulyaningsih, 2018).

Kilap adalah refleksi mineral dalam menangkap sinar; ada dua jenis kilap yaitu

metalik dan non-metalik. Kilap metalik yaitu kilap yang ditunjukkan oleh, sebagaimana

logam (emas, perak, tembaga atau besi) jika dikenai sinar. Kilap non metalik yaitu

kilap kaca, kilap tanah (earthy), kilap lilin, kilap mutiara, kilap sutra dan kilapnya

mineral yang tidak memantulkan sinar (dull) (Mulyaningsih, 2018).

11
Gambar 2.3 Contoh kilap Mutiara pada dioptase (Mulyaningsih, 2018).

Sifat kekerasan mineral penting untuk diketahui terkait dengan kegunaan,

resistensi dan mekanisme kristalisasinya. Kekerasan mineral diukur dengan

menggunakan skala Mohs. Dalam skala Mohs kekerasan terendah adalah satu oleh

talk, sedangkan kekerasan tertinggi bernilai 10 yang diwakili oleh intan (Mulyaningsih,

2018).

Tabel 2.1 Skala Mohs


Tingkat kekerasan Mineral Rumus kimia

1 Talk Mg3Si4O10(OH)2

2 Gipsum CaSO4·2H2O

3 Kalsit CaCO3

4 Flourit CaF2

5 Apatit Ca5(PO4)3(OH–,Cl–,F–)

6 Orthoklas KAlSi3O8

7 Kuarsa SiO2

12
8 Topaz Al2SiO4(OH–,F–)2

9 Korundum Al2O3

10 Intan C

Belahan adalah pecahan mineral yang selalu mengikuti bentuk dan susunan

kristal. Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga arah

belahan sedang kuarsa tidak mempunyai belahan. Berikut contoh mineralnya (Hibbard,

2002):

5. Belahan satu arah, contoh: Muskovit

6. Belahan dua arah, contoh: Feldspar, dan

7. Belahan tiga arah, contoh: Halit dan Kalsit.

Gambar 2.4 Belahan dua arah membentuk sudut lancip pada


hornblende (Mulyaningsih, 2018).

Pecahan adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yang tidak

rata dan tidak teratur. Pecahan dapat dibedakan menjadi 6 macam, yaitu (Hibbard,

2002):

1. Pecahan konkoidal, bila memperlihatkan gelombang yang melengkung di

permukaan. Contohnya Beryl dan Quartz.

13
2. Pecahan berserat/fibrous, bila menunjukkan kenampakan seperti serat,

contohnya Asbestos dan Augite.

3. Pecahan tidak rata, bila menunjukkan permukaan yang tidak teratur dan kasar,

seperti pada Garnet.

4. Pecahan Rata, bila permukaannya rata dan cukup halus, contohnya Limonite.

5. Pecahan runcing, bila permukaannya tidak teratur, kasar, dan ujungnya runcing-

runcing, contohnya mineral kelompok logam murni.

6. Tanah, bila kenampakannya seperti tanah, contohnya mineral lempung.

Gambar 2.5 Pecahan Konkoidal (Mulyaningsih, 2018).

Tenacity atau sifat dalam merupakan reaksi mineral terhadap gaya yang

mengenainya, seperti penekanan, pemotongan, pembengkokan, pematahan,

pemukulan atau penghancuran. Tenacity dibagi enam macam, yaitu (Hibbard, 2002):

1. Rapuh (brittle)

2. Dapat diiris (sectile)

3. Dapat dipintal (ductile)

4. Dapat ditempa (malleable)

5. Kenyal/lentur (elastic)

6. Fleksibel (flexible)

14
Berat jenis (specific gravity), setiap mineral mempunyai berat jenis tertentu.

Besarnya ditentukan oleh unsur-unsur pembentuknya serta kepadatan dari ikatan

unsur-unsur tersebut dalam susunan kristalnya. Umumnya pada mineral-mineral

pembentuk batuan mempunyai berat jenis sekitar 2.7, meskipun berat jenis rata-rata

unsur metal di dalamnya berkisar antara 5. Emas murni umpamanya, mempunyai berat

jenis 19.3. (Mulyaningsih, 2018).

15
BAB III

AKTIVITAS PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:

3.1.1 Alat

1. Buku Rocks and Minerals, sebagai buku panduan dan referensi untuk

pencarian nama mineral dalam praktikum, bisa dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Buku Rocks and Minerals

2. Kamera, sebagai untuk untuk mendokumentasi pada saat praktikum, bisa

dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Kamera

16
3. Kawat tembaga berfungsi sebagai alat untuk menguji kekerasan pada mineral.

Kawat tembaga bisa dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Kawat tembaga

4. Paku berfungsi sebagai alat untuk menguji kekerasan pada mineral. Paku

dapat dilihat bisa pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Paku

5. Kikir baja berfungsi sebagai alat untuk menguji kekerasan suatu mineral. Kikir

baja bisa dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Kikir baja

17
6. Alat tulis dan pensil warna, untuk pencatatan data-data dan sketsa mineral

yang didapat ketika praktikum, bisa dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Alat tulis dan pensil warna

7. Lembar deskripsi mineral 15 lembar, sebagai tempat mencatat data ketika

melakukan praktikum, bisa dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Lembar Deskripsi.

8. Lup geologi berfungsi untuk melihat kilap pada mineral. Lup geologi bisa dilihat

pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Lup geologi

18
9. berfungsi untuk menguji reaksi mineral dengan asam. Larutan HCL dapat

dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Larutan HCL

10. Kaca berfungsi sebagai alat untuk menguji kekerasan pada mineral. Kaca dapat

dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Kaca

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:

1. Kertas HVS A4 berfungsi sebagai tempat menulis laporan sementara setelah

melaksanakan praktikum. Dapat dilihat pada gambar 3.11.

19
Gambar 3.11 Kertas HVS A4.

2. Sampel mineral non logam, berfungsi sebagai objek pada praktikum, bisa dilihat

pada gambar 3.12.

Gambar 3.12 Sampel mineral non logam

3.2 Prosedur Praktikum

Langkah kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum.

Gambar 3.13 Alat dan bahan

20
2. Mengamati objek praktikum (sampel mineral non-logam).

Gambar 3.14 Observasi pada mineral

3. Mengambil dokumentasi mineral dan objek praktikum.

Gambar 3.15 Objek Praktikum

4. Melakukan deskripsi mineral sesuai dengan lembar deskripsi yang telah

disediakan (Mengamati warna segar dan warna lapuk dari suatu mineral,

Menentukan cerat dari suatu mineral dengan cara menggoreskan paku baja

pada mineral yang diamati kemudian ditentukan warna dari hancuran mineral

tersebut, Menentukan belahan dari suatu mineral dalam hal ini dengan

mengamati arah belahan pada mineral tanpa memberikan gaya pada mineral

tersebut, Menentukan kekerasan dari suatu mineral dengan cara menggoreskan

21
kuku, kawat tembaga, paku atau kikir baja pada mineral dan mengamati pada

alat apa mineral tersebut hancur ketika digores, Menentukan sistem kristal dari

suatu mineral, Menentukan komposisi kimia dan berat jenis mineral dengan

panduan buku Rock and Minerals.

Gambar 3.16 Deskripsi Mineral

5. Ulangi langkah 2 – 4 untuk objek praktikum lainnya.

6. Membuat laporan sementara pada kertas HVS dengan menggabungkan data-

data hasil pendeskripsian mineral dari setiap stasiun.

Gambar 3.17 Pembuatan laporan sementara

22
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari praktikum yang dilakukan dapat diketahui bahwa hasil dari praktikum
dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4.1 Hasil deskripsi

No. Nomor Gambar Sketsa Keterangan


Sampel

Isometrik
1. 03
(ST 1) a=b=c

α=β=¥=90°

Heksagonal
2. 30 30
a=b=d≠c
(ST 1)
α=β=120°,¥=90°

Tetragonal

3. 04 a=b≠c

(ST 2) α=β=¥=90°

Trigonal

a=b=d≠c
4. 23
(ST 2) α=β=¥=120°

23
Isometrik
5. 02
(ST 3) a=b=c

α=β=¥=90°

Monoklin
6. 27
a≠b≠c
(ST 3)
α=β=90°/¥≠90°

Heksagonal
7. 21
a=b=d≠c
(ST 4)
α=β=120°,¥=90°

Tetragonal
8. 32 a=b≠c
(ST 4)
α=β=¥=90°

Tetragonal

9. 11 a=b≠c
(ST 5)
α=β=¥=90°

Isometrik

10. 14 a=b=c
(ST 5)
α=β=¥=90°

24
Ortorombik
11. 18
(ST 6) a=b≠c

α=β=¥=90°

Heksagonal
12. 24
a=b=d≠c
(ST 6)
α=β=120°,¥=90°

Tetragonal
13. 08 a=b≠c
(ST 7)
α=β=¥=90°

Ortorombik

14. 29 a=b≠c
(ST 7) α=β=¥=90°

Tetragonal
15. 15 a=b≠c
(ST 8)
α=β=¥=90°

Triklin
16. 28
a≠b≠c
(ST 8)
α≠β≠¥≠90°

25
Triklin
17. 25 a≠b≠c
(ST 9)
α≠β≠¥≠90°

Isometrik
18. 01
(ST 9) a=b=c

α=β=¥=90°

Tetragonal

19. 07 a=b≠c
(ST 10) α=β=¥=90°

Isometrik

20. 16 a=b=c
(ST 10)
α=β=¥=90°

Heksagonal
21. 21
(ST 11) a=b=d≠c

α=β=120°,¥=90°

Tetragonal
22. 09 a=b≠c
(ST 11)
α=β=¥=90°

26
Tetragonal
23. 10
a=b≠c
(ST 12)
α=β=¥=90°

Isometrik
24. 13
a=b=c
(ST 12)
α=β=¥=90°

Heksagonal

25. 05 a=b=d≠c

(ST 13) α=β=120°,¥=90°

Triklin

a≠b≠c
26. 26
α≠β≠¥≠90°
(ST 13)

Tetragonal

27. 19 a=b≠c
(ST 14)
α=β=¥=90°

Isometrik

a=b=c
28. 22
(ST 14) α=β=¥=90°

27
Isometrik
29. 20
(ST 15) a=b=c

α=β=¥=90°

Tetragonal
30. 31
(ST 15) a=b≠c

α=β=¥=90°

Tetragonal
31. 06
a=b≠c
(ST 16)
α=β=¥=90°

Ortorombik
32. 17
a=b≠c
(ST 16)
α=β=¥=90°

4.2 Pembahasan

Dari hasil observasi diatas yang dilakukan maka dilakukan penjelasan setiap

stasiun pada pembahasan dibawah ini.

4.2.1 Stasiun 1

Pada stasiun 01 terdapat dua jenis sampel maket kristal yang diamati sehingga

memiliki beragam bentuk maket kristal yang memiliki kristal nomor 03 dan 30

mempunyai sistem kristal isometrik dan heksagonal yang berbeda. Maket kristal

28
dengan nomor 3 berbentuk sistem kristal isometrik memiliki sumbuh a=b=c bersama

sudut α=β=¥=90° dan mempunyai contoh mineral emas. Maket kristal dengan nomor

30 memiliki sistem kristal heksagonal dengan hubungan sumbu a=b=d≠c serta

hubungan sudut α=β=120°,¥=90° dan mempunyai mineral apatit.

4.2.2 Stasiun 2

Pada stasiun 2 terdapat dua jenis sampel maket kristal yang diamati sehingga

memiliki beragam bentuk maket kristal yang memiliki kristal nomor 04 dan 23

mempunyai sistem kristal tetragonal dan trigonal yang berbeda. Maket kristal dengan

nomor 04 berbentuk sistem kristal tetragonal memiliki sumbuh a=b≠c bersama sudut

α=β=¥=90° dan mempunyai contoh mineral rutil. Maket kristal dengan nomor 23

memiliki sistem kristal trigonal dengan hubungan sumbu a=b=d≠c serta hubungan

sudut α=β=¥=120° dan mempunyai mineral cinabar.

4.2.3 Stasiun 3

Pada stasiun 3 terdapat dua jenis sampel maket kristal yang diamati sehingga

memiliki beragam bentuk maket kristal yang memiliki kristal nomor 02 dan 27

mempunyai sistem kristal isometrik dan monoklin yang berbeda. Maket kristal dengan

nomor 02 berbentuk sistem kristal isometrik memiliki sumbuh a=b=d=c bersama sudut

α=β=¥=90° dan mempunyai contoh mineral azurit. Maket kristal dengan nomor 27

memiliki sistem kristal monoklin dengan hubungan sumbu a≠b≠d≠c serta hubungan

sudut α=β=¥=90°/¥≠90° dan mempunyai mineral cinabar.

4.2.4 Stasiun 4

Stasiun 4 memiliki dua sampel, sampel 21 memiliki sistem kristal heksagonal

karena memiliki empat sumbu di mana panjang sumbu a, b, dan d sama, tetapi tidak

sama dengan panjang sumbu c, dan sudut α dan β masing-masing 120° dan contoh

mineralnya apatit, sedangkan sudut γ adalah 90°. Sedangkan pada sampel 32 memiliki

sistem kristal tetragonal karena memiliki tiga sumbu di mana panjang sumbu a dan b

29
sama dan tidak sama dengan panjang sumbu c, dan sudut kristalografi α, β, dan γ

masing-masing 90° dan contoh mineralnya rutil.

4.2.5 Stasiun 5

Stasiun 5 memiliki dua sampel dengan sistem kristal yang berbeda. Sampel 11

memiliki sistem kristal tetragonal karena memiliki tiga sumbu di mana panjang sumbu

a dan b sama dan tidak sama dengan panjang sumbu c, dan sudut α, β, dan γ masing-

masing 90° dan contoh mineralnya rutil. Sedangkan pada sampel 14 memiliki contoh

mineral emas dan sistem kristal isometrik karena memiliki tiga sumbu di mana panjang

sumbu a, b, dan c sama, dan sudut kristalografi α, β, dan γ masing-masing 90°.

4.2.6 Stasiun 6

Pada stasiun 6 terdapat dua jenis sampel maket kristal yang diamati sehingga

memiliki beragam bentuk maket kristal yang memiliki kristal nomor 18 dan 24

mempunyai sistem kristal isometrik dan heksagonal yang berbeda. Maket kristal

dengan nomor 3 berbentuk sistem kristal isometrik memiliki sumbuh a=b=c bersama

sudut α=β=¥=90° dan mempunyai contoh mineral stibnit. Maket kristal dengan nomor

30 memiliki sistem kristal heksagonal dengan hubungan sumbu a=b=d≠c serta

hubungan sudut α=β=120°,¥=90° dan mempunyai mineral apatit.

4.2.7 Stasiun 7

Pada stasiun 7, sampel 08 memiliki sistem kristal tetragonal yang terdiri dari 3

sumbu yaitu a, b, dan c dengan perbandingan a=b≠c dan sudutnya α=β=γ=90˚ serta

contoh mineralnya rutil . Sedangkan pada sampel 29, memiliki sistem kristal

ortorombik yang terdiri dari 3 sumbu yaitu a, b, dan c dengan perbandingan a=b≠c

dan sudut kristalografi α=β=γ=90˚ dan memiliki contoh mineral stibnit.

4.2.8 Stasiun 8

Sampel 15 pada stasiun 8 memiliki sistem kristal tetragonal yang memiliki 3

sumbu dengan perbandingan a=b≠c dan sudut α=β=γ=90 dan memiliki contoh

30
mineral rutil˚. Sedangkan sampel 28 pada stasiun 8 memiliki sistem kristal triklin yang

memiliki 3 sumbu dengan perbandingan yang berbeda-beda, yaitu a≠b≠c dan sudut

kristalografi α≠β≠γ≠90˚dan memiliki contoh mineral albit.

4.2.9 Stasiun 9

Pada stasiun 9, sampel 25 memiliki sistem kristal triklin dengan 3 sumbu yaitu

a, b, dan c yang memiliki perbandingan sumbu yang berbeda-beda yaitu a≠b≠c dan

sudut kristalografi yang berbeda pula yaitu α≠β≠γ≠90° serta contoh mineral albit.

Sedangkan sampel 01 pada stasiun 9 memiliki contoh mineral emas dan sistem kristal

isometrik yang memiliki 3 sumbu yaitu a, b, dan c dengan perbandingan yang sama,

yaitu a=b=c dan sudut kristalografi α=β=γ=90°.

4.2.10 Stasiun 10

Sampel 07 pada stasiun 10 memiliki sistem kristal tetragonal dengan tiga

sumbu yaitu a, b, dan c, di mana perbandingan a dan b sama sedangkan c berbeda,

dan sudut kristalografi α=β=γ=90˚ dan contoh mineralnya rutil. Sedangkan pada

sampel 16, sistem kristalnya adalah isometrik dengan tiga sumbu a, b, dan c yang

memiliki perbandingan yang sama, yaitu a=b=c dan sudut kristalografi α=β=γ=90˚

serta contoh mineralnya emas.

4.2.11 Stasiun 11

Sampel 12 pada stasiun 11 memiliki contoh mineral apatit sistem kristal

heksagonal dengan 4 sumbu a=b=d≠c dan sudut kristalografi α=β=90˚; γ=120˚.

Sedangkan sampel 09 pada stasiun 11 memiliki sistem kristal tetragonal dengan 3

sumbu yaitu a, b, dan c dengan perbandingan yang sama, yaitu a=b≠c dan sudut

kristalografi α=β=γ=90˚ dan contoh mineralnya rutil.

4.2.12 Stasiun 12

Sampel 10 pada stasiun 12 memiliki contoh mineral rutil serta sistem kristal

tetragonal karena memiliki tiga sumbu yaitu a, b, dan c dengan perbandingan a=b≠c

31
dan sudut α=β=¥=90°. Sementara sampel 13 pada stasiun yang sama memiliki sistem

kristal isometrik karena memiliki tiga sumbu yang sama panjang, yaitu a=b=c, dan

sudut α=β=¥=90° dan contoh mineralnya emas.

4.2.13 Stasiun 13

Di stasiun 13, sampel 05 memiliki sistem kristal heksagonal dengan empat

sumbu di mana a=b=d≠c dan sudut α=β=120°, dan sudut ¥=90° dan memiliki contoh

mineral albit. Sedangkan, sampel 26 memiliki sistem kristal triklin dengan 3 sumbu

yaitu a, b, dan c, di mana a≠b≠c dan sudut α≠β≠¥≠90° dan contoh mineralnya apatit.

4.2.14 Stasiun 14

Sampel 19 di stasiun 14 memiliki sistem kristal tetragonal dengan 3 sumbu

yaitu a, b, dan c, dimana a=b≠c dan α=β=¥=90° dan contoh mineralnya emas.

Sementara itu, sampel 22 di stasiun 14 memiliki contoh mineral emas dan sistem

kristal isometrik dengan 3 sumbu yaitu a, b, dan c, dimana a=b=c dan α=β=¥=90°.

4.2.15 Stasiun 15

Di stasiun 15, sampel 20 memiliki sistem kristal isometrik dengan tiga sumbu di

mana a=b=c dan sudut α=β=90°, dan memiliki contoh mineral emas. Sedangkan,

sampel 31 memiliki sistem kristal tetragonal dengan 3 sumbu yaitu a, b, dan c dengan

perbandingan a=b≠c dan sudutnya α=β=γ=90˚ serta contoh mineralnya rutil.

4.2.16 Stasiun 16

Sampel 06 pada stasiun 16 memiliki contoh mineral rutil serta sistem kristal

tetragonal dengan 3 sumbu yaitu a, b, dan c. Sumbu a dan b memiliki perbandingan

yang sama dengan nilai yang berbeda dengan sumbu c. Sudut antara sumbu a, b, dan

c adalah 90°. Sementara itu, sampel 17 memiliki contoh mineral stibnit sistem kristal

ortorombik dengan 3 sumbu yaitu a, b, dan c. Sumbu a dan b memiliki perbandingan

yang sama dengan nilai yang berbeda dengan sumbu c. Sudut antara sumbu a, b, dan

c adalah 90°.

32
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Mineral non-logam adalah kelompok mineral yang tidak termasuk mineral

logam, seperti batubara maupun mineral energi lainnya. Mineral non-logam

biasa disebut bahan galian non-logam. Bahan galian ini dibedakan menjadi

bahan bangunan, mineral industri, mineral keramik, dan batu mulia.

2. Mineral mempunyai sifat-sifat fisik yang khas, ini digunakan untuk mendeskripsi

ataupun menentukan suatu mineral yaitu ditinjau dari bentuk kristal dan habit,

belahan dan pecahan, kekerasan, warna dan warna gores, kilap, dan berat

jenis.

3. Mineral dapat dikenali berdasarkan Sifat fisik dari mineral tersebut. Tiap mineral

memiliki warna yang khas, akan tetapi ada beberapa mineral yang memiliki

warna yang hampir sama. Sifat fisika suatu mineral mungkin juga bervariasi

sesuai dengan variasi komposisi kimianya. Komposisi mineral sangat bervariasi,

mulai dari unsur murni dan garam sederhana sampai yang sangat komplek

dengan bermacam-macam bentuk seperti Silikat

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan terhadap praktikum dan asisisten adalah sebagai

berikut:

5.2.1 Praktikum

33
Saran terhadap kegiatan ini diadakan lebih lama saat pengambilan data agar

pratikan lebih memahami tentang kristalografi dan mineralogi.

5.2.2 Asisten

Saran terhadap asisten untuk mekanisme praktikum sudah bagus, namun perlu

adanya sedikit tambahan waktu untuk mengerjakan respon, sehingga para praktikan

bisa memahami respon tersebut.

34
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mustaghfrin M. 2014. Batuan, Jakarta : Buku Kementrian Pendidikan.

Mondadori, Arlondo. 1997 . Simons & Schuster’s Guide to Rocks and Minerals. Milan.

Mulyaningsih, Sri. 2018. Kristalografi dan Mineralogi edisi 1. Yogyakarta


AKPRINDPRESS.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press

Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley.

Wayan dan Anatasia Dewi Titisari. 2004 . Agromineralogi. Yogyakarta: Fakultas Teknik
UGM.

Zikri, Khairul. 2018. Geologi Umum. Padang: Universitas Negeri Padang.

35

Anda mungkin juga menyukai