Oleh Kelompok 7:
Semester -1
Tahun ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Endapan Cu Skarn
Deposit”. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Genesa Bahan Galian (TA3101) di
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan,
Institut Teknologi Bandung.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak, untuk itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Eng., Syafrizal, S.T., M.T selaku Dosen Mata Kuliah Genesa Bahan Galian
(TA3101).
2. Arie Naftali Hawu Hede, S.T., M.T., PhD., selaku Dosen Mata Kuliah Genesa Bahan
Galian (TA3101).
3. Dr.mont. Andy Yahya Al Hakim, ST., M.T. selaku selaku Dosen Mata Kuliah
Genesa Bahan Galian (TA3101)
Kami selaku penulis telah menyusun makalah ini sebaik mungkin. Apabila masih
terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam karya ilmiah ini, kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan kami agar
makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang tembaga emas skarn, menjadi
sumber dan bahan masukan bagi pembaca untuk terus menggali dan melakukan penelitian
tentang tembaga emas skarn khususnya genesanya, menjadi referensi bagi pembaca yang
ingin bernaung di dunia pertambangan, serta harapan terbesar kami agar makalah ini bisa
diterapkan pada kegiatan ekplorasi dan acuan kegiatan penambangan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
6.2 Saran................................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 23
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Melihat keterdapatannya yang melimpah di Indonesia, komoditi tembaga pun
menjadi salah satu komoditi unggulan dari Indonesia. Tentunya tak hanya melihat dari
keterdapatannya yang melimpah, tetapi juga dari faktor kebermanfaatan dari komoditi.
Salah satu manfaat tembaga adalah sebagai penyokong kemajuan teknologi saat ini. Hal
tersebut dapat terjadi karenakan tembaga banyak sekali dimanfaatkan pada kabel-kabel
penghantar listrik. Mulai dari kabel yang sering kita gunakan pada alat elektronik sehari-
hari sampai kabel yang digunakan pada skala industri. Dari sektor otomotif, tembaga
dijumpai pada transmisi kendaraan. Pemanfaatan tembaga ini bahkan sangat membantu
dalam pengembangan. transmisi kendaraan otomatis. Tembaga pun sering kita jumpai
pada dekorasi dan konstruksi bangunan yang tak terbatas pada faktor pembangunan
eksternal pada bagunan. Dari sektor ekonomi, tembaga sangat membantu masyarakat
dalam kegiatan perniagaan sehari-hari dikarenakan tembaga adalah salah satu bahan
pembuatan mata uang berupa koin. Tak hanya sebagai mata uang, tembaga pun sering
dijadikan bahan campuran pada perhiasan seperti emas. Pada alat-alat rumah pun banyak
yang terbuat dari tembaga karena memiliki sifat yang keras. Selain itu tembaga pun
menjadi bahan campuran pada obat pembunuh serangga dan hama yang membantu
masyarakat dan petani dalam melindungi tanaman mereka. Dari segi kesehatan, tembaga
dipercaya menjadi faktor memperlancar produksi sel darah merah, sebagai antioksidan,
penguat dan pemadat tulang, serta manfaat lainnya.
2
Oleh karena adanya komoditi sampingan ini menyebabkan para pelaku usaha
tambang tembaga biasanya dapat dijumpai emas seperti yang dijumpai pada tambang PT
Freeport Indonesia.
1.3 Keterdapatan dan Produsen Komoditi Utama dan Sampingan di Dunia dan
Indonesia
Endapan skarn tembaga berhubungan dengan granodionit Calc-alkaline yang dapat
mengubah monzogranite di busur kepulauan pada tepi benua. Intrusi ini merupakan
tubuh bijih tembaga yang penting dalam pembentukan porfiri tembaga. Porfiri tembaga
ini terbentuk pada busur tepi benua sisi barat Amerika yang berumur Mesozoikum dan
Tersier. Ini serupa dengan umur busur tepi benua Rusia yang berumur Karbon. Endapan
skarn tembaga terbentuk pada busur kepulauan kerak samudera yang berasosiasi dengan
diorit kuarsa hingga monzogranit plutonik, seperti pada Tambang Meme, Haiti.
Endapan ini biasanya terdapat di zona piroksen dan garnet. Di Indonesia, endapan
ini bisa dijumpai di pegunungan Ertsberg. Di estberg edapan disebut bigosan yang mana
disana kita bisa melihat adanya mineralisasi pada endoskarn dan eksoskarn. Endapan
skarn Cu-Au di Estberg adalah produk dari sistem hidrotermal yang berkembang
bersamaan dengan penempatan magma Pliosen di tepi kontinen aktif. Badan bijih skarn
Cu-Au terjadi dalam urutan sedimen Kapur hingga Tersier yang terdeformasi saat tepian
benua Australia bagian utara memasuki zona subduksi yang menukik ke utara pada ∼ 12
Ma. Intrusi komposisi menengah terdiri dari stok porfiritik berbutir halus, tanggul, dan
kusen yang memiliki umur K-Ar berkisar antara 2,7 hingga 4,4 Ma. Kebanyakan intrusi
sedikit potasik, tetapi data ini dapat dipengaruhi oleh alterasi. Mineral dominan dalam
endapan ini adalah kalkopirit dan bornit. Au asli terjadi dalam bornit dan kalkopirit.
Di dunia, produsen tembaga terbesar terdapat pada negara Chile, Rusia, China,
Meksiko, Australia dan termasuk juga Indonesia. Pada tahun 2020, Chile memiliki 200
miliar ton metrik tembaga yang ditambang oleh Codelco, Rusia memiliki cadangan
tembaga sebanyak 61 miliar ton metrik, china memiliki cadangan sebesar 26 miliar ton
metrik tambang poulernya ialah Tongchang dan Yongpin di Dexing, Meksiko memiliki
cadangan 53 miliar ton metrik dan menjadi kawasan tembaga terbesar di Amerika
Tengah yaitu Buanevista, Australia memiliki cadangan sekitar 87 miliar ton metrik, dan
Indonesia memiliki cadangan 28 miliar ton metrik pada tahun 2020 yang terdapat di
wilayah Papua. Pengelolaan tambang tembaga terbesar di Indonesia adalah PT Freeport
Indonesia. Selain itu, ada tambang baru yang dilakukan oleh PT Sumbawa Timur Mining
sejak tahun 2020.
3
BAB II
TATANAN GEOLOGI
4
BAB III
GENESA ENDAPAN
5
Mineral yang terbentuk terbentuk dan dapat mengindentifikasi tahapan
pada tahap 1 mayoritas adalah garnet, diopside, wollastonite, dan kuarsa.
b. Tahap 2: Tahapan pembentukan kaya akan magnetit
Mineral yang terbentuk terbentuk dan dapat mengindentifikasi tahapan 2
adalah magnetit dan hematit
c. Tahap 3: Tahapan akhir pembentukan vein
Mineral yang terbentuk dan dapat mengindentifikasi tahapan ini adalah
garnet, diopside, klorit, muskovit, dan kuarsa.
- Periode kuarsasulfida, yaitu periode akhir,
a. Tahap 4: tahap kuarsasulfida
b. Tahap 5: tahap kuarsa-karbonat
Pada tahap 4 dan 5, mineral yang terbentuk terbentuk dan dapat
mengindentifikasi kedua tahapan ini adalah kalkopirit, pirit, bornit, dan lain-lain.
Alterasi terjadi pada dinding batuan yang dikembangkan dari badan bijih,
Lokasi badan bijih dari endapan skarn terfokus di sekitar zona rekahan
dan zona pecah. Endapan skarn mengandung bijih mineral seperti kalkopirit,
molibdenit, bornit, dan sejumlah kecil pirit, kalkosit, hematit dan magnetit
dengan mineral gangue di urat adalah kuarsa,kalsit, dolomit, aktinolit dan klorit.
Berdasarkan mineral asosiasi, proses pembentukan bijih dapat dibagi menjadi
tiga tahap:
1. Tahap oksida;
2. Tahap sulfida kuarsa, terutama terdiri dari kalkopirit, molibdenit, magnetit
minor dan bornit, pirit, albit,klorit, epidot, serisit dan kuarsa; dan
3. Tahap kuarsa karbonat, terutama terdiri dari pirit, kalkopirit, hematit, klorit,
serisit, kuarsa dan dolomit. Terjadi alterasi dinding-batuan terdiri dari
metasomatik alkali tahap dan tahap karbonat-kuarsa-kaolinit.
6
adanya proses metasomatisme pada kontak batuan yang mengubah batuan
samping akibat perubahan tekanan dan temperatur. Batuan samping yang getas
akan menjadi media yang baik untuk infiltrasi fluida hidrotermal-metamorfik.
Mineral bijih (bersifat anhidrat) kemudian akan mulai terbentuk saat badan
intrusi mengalami pendinginan. Setelah itu terjadi alterasi hidrat akibat infiltrasi
air meteorik. Magnetit pun terbentuk pada batas kontak akibat akumulasi Fe, Cu
dan unsur lainnya
B. Endoskarn
Endapan endoskarn adalah endapan yang menggambarkan zonasi mineral
hasil tambahan secara progresif dari kalsium ke protolith batuan beku, seperti
dari granit ke batuan gabbro. Pembentukan endoskarn umumnya terjadi pada
daerah aliran fluida magma yang dominan ke dalam pluton atau ke atas
bersamaan dengan metamorfisme kontak dengan marmer. Selain itu, endoskarn
dapat ditandai dengan adanya penggantian terhadap batuan intrusi ataupun di
dalam batuan beku intrusi itu sendiri sebagai xenolith. Endoskarn terbentuk
hampir sama dengan eksoskarn namun pada endoskarn, perubahan terjadi di
bagian dalam tubuh intrusi. Bagian tengah intrusi (mengandung magnetit, pirit,
kalkopirit dan tremolit-aktinolit) yang sebagian berasosiasi dengan batuan
magmatik mengalami alterasi sangat intens pada kedalaman yang relatif dangkal.
Tipe ini ditandai dengan kehadiran mineral hasil leaching kalsium seperti epidot.
3.3 Bentuk endapan, variasi, dan karakteristik tiap endapan yang terbentuk (nigel)
3.3.1. Bentuk Endapan
Endapan skarn terbentuk sebagai akibat dari kontak antara larutan
hidrothermal yang kaya silika dengan batuan sedimen yang kaya kalsium. Proses
pembentukannya diawali pada temperatur 400C - 650C dengan mineral-mineral
yang terbentuk berupa mineral Kalk-silikat seperti diopsid, andradit, dan
wollastonit sebagai mineral-mineral utama pembawa mineral bijih (Einaudi et al
1981) .
Dalam beberapa kesempatan dijumpai juga pembentukan endapan skarn
pada temperatur yang lebih rendah, seperti endapan skarn yang kaya akan
kandungan Pb dan Zn. Pengaruh tekanan yang bekerja selama pembentukan
endapan skarn bervariasi tergantung pada kedalaman formasi batuan.
Skarn tipe deposit terbentuk dari kontak regional metamorphisme dan
proses dari metasomatisme yang mana fluidanya berasal dari magma,
metamorphic, meteoric dan air laut (marine origin). Disekitar kontak tersebut
terdapat sesar mayor dan zona shear yang besar sebagai media lewatnya fluida ,
pada sistem geothermal dangkal, yang berada di bawah samudera. Pada fase
tersebut, terjadilah metamorfisme yang membentuk Ofcacl-silikate yang sangat
luas dan bermacam-macam, namun biasanya didominasi oleh mineral garnet dan
piroksin.
7
Bentuk dari endapan skarn akan mengalami ubahan yang sangat kuat
biasanya berbentuk stratiform, tabular ore body, pipe, serta bentuk lain yang
berubah-ubah tergantung kepada kontak intrusinya. Teksturnya berbentuk
Igneous pada endoskarn. Massive granoblastik dengan ukuran kristal kasar
sampai sedang, massive granoblastic sampai berlapis pada exoskarn, serta
terdapat sedikit tekstur hornfelsic.
9
Meinert (2005) memisahkan skarn Tungsten dari skarn Timah. Skarn
tungsten umumnya terdapat pada plunonik calc-alkanine, dan Meinert telah
membuat daftar sebanyak 203 endapan jenis ini. Karakteristik plutonik pembentuk
endapan skarn tungsten berupa zona kontak berbentuk cincin akibat
metamorfisme temperatur tinggi dan kahadiran pegmatit.
Mineral utama pada timah berupa cassiterite dan stannites, dan mineral
utama pada tungsten berupa wolframite dan scheelite, di mana scheelite menjadi
begitu dominan pada tahapan akhir dari paragenesa. Terdapat dua varietas dari
scheelite, yaitu yang kaya akan kandungan molybdenum (powellite) dan yang
miskin akan kandungan molybdenum. Powellite ditemukan proses reduksi pada
lingkungan skarn, sedangkan scheelite yang miskin kandungan molybdenum
terjadi pada proses oksidasi. Proses reduksi skarn tungsten didominasi oleh
hedenbergite-grandite, spessartine dan garnet almandine. Mineral sulfida
termasuk pirrhotite, molybdenite, kalkopirit, sphalerite, dan arsenopirit. Mineral
retrograde skarn berupa epidote, biotit, dan hornblende. Skarn tungsten yang
teroksidasi mengandung lebih banyak andradite ketimbang piroksin.
Skarn timah umumnya terbatas pada granit yang kaya akan silika dan
umumnya berasosiasi dengan alterasi tipe greisen dak aktifitas kaya kandungan
flourine, yang tidak terdapat pada skarn tipe lain. Perlu dicatat bahwa skarn timah
cenderung berkaitan dengan pluton granitik yang terbentuk oleh proses partial
melting pada kerak benua. Skarn timah umumnya memiliki asosiasi elemen F-B-
Be-Li-W-Mo. Skarn timah dikategorikan dari yang bersifat calcic hingga
magnesian, dari yang kaya akan oksida hingga yang kaya akan sulfida. Kwak
(1987) menyatakan bahwa skarn yang kaya akan kandungan timah biasanya yang
jauh dari pusat plutonik.
10
kaya akan talk (80-97% talk) pada dolomites dan bijih yang kaya akan klorit (10-
30% talk) pada batuan silikat. Badan bijih utama setebal 10–80-meter dengan
kemiringan 40-800. Volume batuan nampaknya tetap konstan selama prose
metasomatisme tersebut. Dari studi tentang kumpulan dan komposisi mineral,
Moine et al. (1989) menunjukkan bahwa metasomatisme berlangsung di sekitar
400°C di bawah tekanan dari sekitar 0,1 GPa. Larutan dengan kandungan garam
yang tinggi, minim kandungan CO2, namun kandungan Ca dan Mg yang tinggi,
memegang peranan penting dalam proses metasomatisme ini, namun sumbernya
belum dapat dipastikan.
11
3.4 Zona Yang Muncul (Alterasi, Mineralisasi)
Endapan Skarn Cu umumnya terdiri dari mineral kalkopirit dalam kontak batuan
metasomatik. Sedangkan, endapan skarn Au umumnya adalah calcic eksoskarn yang
mengandung kadar bijih rata-rata lebih besar dari 1% dan biasanya dikaitkan dengan
proses tipe pembentukan retrograde. Endapan skarn menunjukkan zonasi temporal dan
spasial yang mencerminkan berbagai tahap perkembangan, seperti dapat menunjukkan
warna sistematis atau variasi komposisi dalam pola zonasi yang lebih besar. Dengan
contoh mineral garnet proksimal biasanya berwarna coklat kemerahan gelap, berubah
menjadi coklat muda, dan akhirnya berubah menjadi hijau muda di dekat bagian depan
marmer. Sedangkan, zonasi skarn dalam hal rasio mineral, warna, dan komposisi dapat
digunakan untuk eksplorasi pada skala lokal dan distrik karena beberapa sistem skarn
dapat memperluas pola zonasi ini ke jarak beberapa kilomete r. Berikut adalah
pembagian zona yang muncul pada endapan skarn,
1. Zona proksimal, yaitu zona yang kaya akan garnet berwarna merah-coklat tua,
sedangkan piroksen berwarna pucat dan miskin zat besi.
2. Zona menengah, yaitu zona yang mengandung piroksen hijau dan garnet coklat
berbutir kasar yang jumlahnya relatif sama.
3. Zona skarn distal, yaitu zona yang didominasi oleh warna hijau tua, kaya zat besi
piroksen. Garnet di zona distal biasanya berwarna hijau pucat hingga coklat
kehijauan.
Di samping itu, terdapat pembagian zona berdasarkan keterdapatan unsur Cu dan Au
dengan intensitas tinggi, yaitu dari mineralisasi sulfida sedang hingga kuat. Berikut
adalah urutanketerdapatan unsur dari intensitas tinggi pada Zona Kalkopirit – Pirit –
Magnetit – Hematit dan Zona Kalkopirit – Pirit – Magnetit – Sfalerit.
a. Zona Kalkopirit – Pirit – Magnetit – Hematit Zona Kalkopirit – Pirit – Magnetit –
Hematit terdapat pada Zona Aktinolit -Tremolit. Pada zona ini kehadiran mineral
magnetit dan hematit serta mineral sulfida hadir secara tersebar pada tubuh batuan
skarn. Berdasarkan analisis mineragrafi, kehadiran mineral magnetit tergantikan oleh
hematit yang mengelilinginya serta sebagian magnetit juga tergantikan oleh mineral
kalkopirit dan pirit.
b. Zona Kalkopirit – Pirit – Magnetit – Sfalerit Kehadiran mineral magnetit dan mineral
sulfida hadir secara tersebar pada tubuh skarn dan setempat ditemukan sebagai urat.
Intensitas kehadiran mineral sulfida yang tersebar lebih dominan dibandingkan hadir
sebagai urat. Berdasarkan analisis mineragrafi, magnetit hadir pertama yang
kemudian tergantikan sebagian oleh kalkopirit dan pirit, lalu kalkopirit tergantikan
sebagian sebagian kecil oleh sfalerit.
Endapan skarn memiliki host rock berupa porphyritic stocks, dikes dan pipa breksia
dengan batuan quartz diorite, granodiorite, monzogranite, dan tonalite yang mengintrusi
batuan karbonat, vulkanik karbonatan atau tufa. Sedangkan, mineralogi utama skarn
adalah magnetit, garnet, piroksen. Mineralogi endapan skarn kaya akan kalsium seperti
fluorite (CaF2), andradite (Ca3Fe2Si3O12)-garnet, hedenbergite (CaFeSi2O6)-diopside
(CaMgSi2O6), fe-hornblende, actinolite (Ca2(Mg,Fe)5Si8O22(OH)2)-tremolite
12
(Ca2Mg5Si8O22(OH)2). Mineralogi yang terdapat dalam skarn tembaga antara lain
chalcopyrite, pyrite, dan magnetite pada zona dalam garnet pyroxene serta bornite,
chalcopyrite, sphalerite, tennantite pada zona luar wollastonite. 15 Pada kontak antara
skarn-marmer, alterasi retrograde (kebanyakan amfibol dan epidot) dan mineral sulfida
(kebanyakan pirit dan pyrrhotite) melimpah. Kalkopirit dan anhidrit terdapat di semua
zona skarn. Meskipun kontak skarn-marmer tajam, urat kecil berwarna gelap
(mengandung klorit, serpentin, tanah liat, sulfida, dan/atau karbon) yang secara lokal
menyerupai stylolite merekam aliran cairan hidrotermal selama puluhan hingga ratusan
meter di luar skarn.
13
BAB IV
METODA PENAMBANGAN
14
4.2 Penambangan Endapan Skarn di Indonesia
Salah satu contoh endapan skarn di Indonesia yaitu endapan skarn di Ertsberg, Irian
Jaya yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonseia. Batuannya kuarsit dan batupasir serta
sebagian kecil batuan metamorf. Mineral bijih utamanya adalah mineral-mineral sulfida
seperti kalkopirit dan bornit yang berasosiasi dengan galena, bismutit, kovelit, digenit,
sfalerit, tembaga alami, perak alami, linnacit, dan tetrahedrit Selama pliosen jalur lipatan
papua dipengaruhi oleh tipe magma i, suatu tipe magma yang kaya akan komposisi
potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di
ersberg. Endapan bijih skarn Big Gossan, terletak sekitar 1 km di bagian barat daya
kompleks endapan bijih skarn Ertsberg, 2 km selatan endapan porfiri Grasberg. Endapan
bijih ini merupakan endapan bijih tipe skarn dengan kadar tembaga sangat tinggi.
Proses kegiatan penambangan oleg PT Freeport Indonesia, berikut merupakan
tahap-tahap yang dilakukan PT Freeport Indonesia dalam menambang Skarn Cu-Au :
1. Tahap persiapan,
Dilakukannya kegiatan pra penambangan, seperti:
a. persiapan peralatan penambangan
b. pembersihan lahan,
c. pengupasan topsoil,
d. pembuatan jalan.
2. Tahap penambangan
Dilakukannya kegiatan penambangan, seperti:
a. Penggalian
b. Pemuatan serta pengangkutan
Penambangan tembaga di Gunung Bijih Timur yang berada di sebelah timur sejauh
1,5 km dari lokasi open pit mine ertsberg. Dilakukannya kegiatan penambangan pada
lokasi tersebut oleh PT Freeport Indonesia yang dimulai tahun 1972, tepatnya dilakukan
pada bijih Ertsberg tipe Skarn Cu–Au, dengan cadangan 33 juta ton, kadar Cu 2,27 % ,
Au 0,47 g/t dengan tambang terbuka dengan metode penambangan block caving, Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi batuan di Gunung Bijih Timur dengan kondisi bahwa batuan
sekitar mudah ambru, memiliki cadangan yang berukuran besar, kemiringan badan bijin
lebih besar dari 60०, lalu tambang tersebut ditutup tahun 1988. Adapula tambang Big
Gossan yang juga merupakan deposit penghasil komoditas Cu Au pada tambang PT.
Freeport Indonesia. Deposit ini terletak pada bagian barat dari endapan bijih skarn
Ertsberg sejauh 1 km dan sejauh 2 km selatan dari endapan porfiri Grasberg. Pada lokasi
Big Gossan dilakukannya sistem penambangan bawah tanah dengan metoda open stope
15
with paste backfill. Pengembangan pada tahun 2005-2009 diperkirakan menghabiskan
biaya $225 juta AS. Tambang mulai berproduksi pada tahun 2009 dan mencapai
produksi tertinggi 7.000 ton/hari pada tahun 2011. Big Gossan diharapkan menghasilkan
logam tambahan sebesar kurang lebih 135 juta pon Cu dan 65.000 ons Au setiap tahun.
16
4.3 Dampak Lingkungan
Semenjak PT Freeport Indonesia melakukan penambangan, sampai saat ini jutaan
ton tailing hasil pengolahan telah dibuang, dari 7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat
menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988 dan saat ini menjadi 223.100 ton/hari.
Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang, dan
kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai limbah sisa
pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral, tailing umumnya masih
mengandung mineral-mineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut tidak
bisa dihindari, karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat
dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery)
100%.
Hal ini dapat disebabkan oleh kekerasan batuan bijih yang menyebabkan hasil giling
cenderung lebih kasar dan mengakibatkan perolehan (recovery) menurun disertai
semakin rendahnya kandungan mineral didalam konsentrat. Kehalusan ukuran butiran
mineral juga dapat menyebabkan sulitnya tercapai liberasi (liberation).
Pembuangan tailing pada awalnya dilakukan pada aliran S. Ajkwa, dan dapat
dikatakan era Tambang Ertberg. Daerah ini telah direhabilitasi, dan pembuangan tailing
saat ini dialihkan ke aliran S. Otomona, dan pengendapannya dilakukan pada sisi timur
aliran S. Ajkwa. Diperkirakan daerah pengendapan tailing telah mencapai luas 230 km².
Selain tailing yang merupakan dampak setelah dilakukannya kegiatan pengolahan,
pada proses penambangannya adapun beberapa dampak umum seperti pencemaran air
dikarenakan limbah pencucian sehingga warna air sungai berubah menjadi keruh, asam,
dan menyebabkan pendangkalan akibat endapan cucian. Tidak hanya air yang tercemar,
tanah pun terkena dampaknya yakni terdapat lubang-lubang besar yang sulit untuk
tertutup kembali, karena lubang ini tidak tertutup hal ini dapat mengakibatkan kubangan
air dengan kandungan asam yang tinggi. Hal ini juga mengakibatkan vegetasi tidak
berjalan dengan baik karena air kubangan maupun sekitar sudah mengandung zat kimia
yang beracun bagi tanaman, dan pH dari tanah yang semakin kecil, sehingga tidak hanya
sulit bagi tanaman untuk tumbuh tetapi juga tanaman yang sudah hidup akan mati diatas
permukaan sekitar kubangan. Dari hasil observasi lokasi penambangan emas secara
tradisional diketahui bahwa aktivitas pertambangan dapat memicu terjadinya longsoran.
Hal ini akan berdampak pada keselamatan pekerja tambang bahkan hingga pemukiman
warga.
Penanggulangan yang dilakukan PT Freeport terkait dampak akibat aktivitas
penambangan diatas diantarnya yaitu reklamasi serta revegetasi yakni lahan baru yang
terbentuk di daerah muara dari aliran tailing dan sedimen alami yang lolos telah
membentuk kolonisasi bakau secara alami. Dalam beberapa tahun terakhir, puluhan
spesies bakau, kepiting, udang, siput, kerang, ikan, dan cacing laut teridentifikasi di
daerah-daerah koloni mangrove ini. Untuk mempercepat proses suksesi primer di lahan-
lahan bentukan baru ini, Freeport Indonesia menanam ratusan ribu pohon bakau di sini,
mempekerjakan kontraktor kontraktor yang berasal dari masyarakat Kamoro, pemukim
asli dataran rendah. Pemantauan terhadap proyek tersebut memperlihatkan bahwa laju
pertumbuhan dan daya tahan hidup bibit yang ditanam serupa dengan yang dilaporkan
17
untuk program kolonisasi di seluruh dunia, sebagaimana dijelaskan dalam literatur
ilmiah.
Kemudian pembuangan tailing yang kehadirannya sudah tidak bisa dihindari lagi. PT
Freeport Indonesia mengevaluasi dan menetapkan rencana pengelolaan tailing untuk
meminimalkan risiko. Apabila pertambangan berakhir, penelitian PT Freeport Indonesia
memperlihatkan bahwa daerah pengendapan ini dapat direklamasi dengan vegetasi
alamiah atau dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, kehutanan, atau perikanan.
Rata-rata biaya tahunan untuk melaksanakan program pengelolaan tailing ini selama tiga
tahun terakhir sekitar 120 juta dolar AS.
PT Freeport Indonesia telah melaksanakan suatu program untuk mendaur ulang
Tailing sebagai bahan campuran beton dalam pembangunan prasarana lokal. Sejak tahun
2007 sampai 16 tahun 2014, bekerja sama dengan pemerintah daerah Propinsi Papua
(PEMDA Papua) dan pemerintah daerah Kabupaten Mimika (PEMDA), PT Freeport
Indonesia telah menggunakan material Tailing sebagai unsur utama untuk membangun
infrastruktur. Infrastruktur yang dibangun baik di internal di PT Freeport Indonesia
maupun juga infrastruktur di PEMDA Papua dan PEMDA Mimika seperti Jalan Trans-
Nabire, kantor Pemerintahan Kabupaten Mimika, jalan dan jembatan Pomako, lapangan
parkir gedung pertemuan Eme Neme Yauware Timika dan sejumlah bangunan lainnya.
Total sebanyak 1,1 juta ton material Tailing telah digunakan dalam proyek pembangunan
infrastruktur tersebut dengan biaya sebesar 9,3 juta dolar AS. Pemerintah dan masyarakat
setempat memberikan tanggapan menggembirakan dan setelah vakum selama 4 tahun,
PT Freeport Indonesia bermaksud melanjutkan upaya-upaya ini pada tahun-tahun
mendatang dimulai pada tahun 2019.
Program pengelolaan lingkungan Freeport Indonesia mencakup semua aspek
kegiatan operasinya, bukan hanya yang terkait dengan pertambangan. PT Freeport
Indonesia memiliki sistem pengelolaan limbah yang komprehensif menerapkan prinsip-
prinsip 3R – reuse, recycle, reduction (pemanfaatan kembali, daur ulang, pengurangan).
Program-program minimalisasi limbah PT Freeport Indonesia melibatkan pengurangan
limbah dan penggunaan bahan dengan produk ramah lingkungan. Wadah besar, ampas
minyak, kertas dan ban bekas digunakan kembali secara lokal setempat dengan cara yang
ramah lingkungan. Bahan-bahan yang dapat didaur ulang lainnya, sebagaimana logam
dan baterai bekas, dikumpulkan dan disimpan di daerah penyimpanan sementara untuk
selanjutnya didaur ulang sesuai dengan peraturan Pemerintah Indonesia. Sebagai bagian
dari program 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) PT Freeport Indonesia melanjutkan upaya
untuk pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas untuk digunakan pada beberapa
kendaraan ringan. Di samping itu juga terus memanfaatkan oli bekas untuk pembakaran
di Pabrik Kapur Mahaka dan Pabrik Pengering Konsentrat, serta melanjutkan program
daur ulang aluminium untuk dijadikan souvenir.
18
BAB V
METODA PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN
5.1 Pengolahan dan Pemurnian yang Diterapkan
Pengolahan bahan galian menghasilkan konsentrat tembaga dan emas dari bijih yang
ditambang dengan melalui proses pemisahan biaya mineral dari pengotor yang
menutupinya. Langkah-langkah utamanya adalah, penggilingan, pengapungan, dan
pengeringan. Penghancuran dan penggilingan mengubah bentuk besaran menjadi ukuran
pasir halus butiran yang mengandung tembaga dan emas.
Pengapungan (Flotasi) adalah proses pemisahan yang digunakan untuk
menghasilkan konsentrat tembaga-emas. Bubur konsentrat (slurry) yang dari bijih yang
sudah halus (hasil gilingan) dan air dicampur dengan reagen terdiri dari campuran ke
dalam tangki pencampuran yang disebut dengan sel flotasi, di mana penambahan udara
dipompa ke dalam slurry tersebut. Reagen yang digunakan adalah kapur, pembuih
(frother) dan pengumpul. Pembuih membentuk gelembung yang stabil, yang muncul ke
permukaan sel flotasi sebagai buih.
Reagen bereaksi dengan permukaan partikel mineral sulfida logam berharga
sehingga menjadikan permukaan tersebut menolak udara (hidrofobik). Butir mineral
sulfida yang hidrofobik tersebut menempel pada gelembung udara yang terangkat dari
zona slurry ke dalam buih yang permukaan sel. Buih yang mengandung mineral berharga
berharga, yang menyerupai buih deterjen metalik, meluap dari bibir atas flotasi mesin ke
dalam palung (pencucian) sebagai tempat pengumpulan mineral berharga. Mineral
berharga yang terkumpul di palung tersebut adalah 'konsentrat'. Konsentrat (dalam
bentuk bubur, 65% padat menurut berat) dipompa ke Portsite melalui empat jaringan
pipa slurry sepanjang 115 km. sesampainya di Portsite, konsentrat ini dikeringkan
sampai kandungannya hanya 9% air.
Hasil yang tak layak akan dikumpulkan di dasar sel flotasi yang terakhir sebagai
tailing. Tailing ini akan transportasikann pada suatu sistem pembuangan alam tang
mengalir dari Mill mennuju daerah pengendapan.
Semenjak dilakukannya produksi pada tahun 1972, pernah terjadi perubahan dalam
aktivitas konsentrat tembaga, hasil penggilingan cenderung lebih kasar dan
mengakibatkan perolehan (recovery) menurun disertai semakin rendahnya kandungan
logam tembaga di dalam konsentrat. Hal ini diakibatkan adanya beberapa perubahan
19
pada bahan baku antara lain kekerasan bijih, kandungan logam tembaga serta ukuran
butir mineral. Kemungkinan saja kejadian di atas tersebut dapat terjadi sesudah itu,
dikarenakan karakter bijih setiap lokasi akan berbeda, dan dapat menyebabkan
kandungan mineral pada tailing akan bervariasi.
5.2 Hasil Akhir yang Dihasilkan
Berdasarkan pengolahan yang dilakukan, hasir akhir dari pengolahan yang dilakukan
adalah suatu konsentrat Cu maupun Au. Di samping itu, PTFI telah menerapkan
kebijakan untuk melakukan hilirisasi kegiatan industri pertambangannya sehingga salah
satu produk utamanya adalah katoda tembaga dengan mengandung 99,99% Cu dengan
berat 50 kg dan 100 kg.
Gambar 7 Katoda Cu
(Sumber: https://ptfi.co.id/id/how-we-operate)
20
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari makalah yang sudah dibuat dapat ditarik beberapa ksimpulan sebagai berikut:
1. Endapan skarn terbentuk pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil
kontak antara batuan sedimen karbonatan dengan intrusi magma. Ahli petrologi
menyatakan bahwa metamorf dengan terjadinya perubahan kandungan batuan
sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium menjadi kaya akan kandungan Si,
Al, Fe, dan Mg dimana proses yang berlangsung berupa metasomatisme pada intrusi
atau di dekat intrusi batuan beku Pada endapan skarn tembaga paling sering dijumpai
mineral-mineral seperti emas, besi dan perak.
2. Skarn tembaga adalah jenis skarn yang paling melimpah di dunia. Sangat umum
ditemukan di sabuk orogenik terkait subduksi, baik di lingkungan kerak samudra dan
benua. Kebanyakan skarn tembaga dikaitkan dengan tipe I, seri magnetit, alkali
berkapur, pluton porfirite, banyak di antaranya adalah batuan vulkanik simbiotik,
vena stockwork, celah rapuh dan breksi, dan perubahan hidrotermal yang parah.
Semua ini adalah karakteristik yang menunjukkan lingkungan geologi yang relatif
datar. Sebagian besar skarn tembaga terbentuk di sekitar kontak terarah dengan
mineralogi skarn yang relatif teroksidasi, dimana garnet radioaktif mendominasi.
Fase lainnya termasuk diopside pyroxene, wollastonite, actinolite, dan epidote.
3. Metoda penambangan yang ekonomis dan digunakan untuk menambang endapan
skarn pada ertsberg adalah block caving yang merupakan cara penambangan bawah
tanah dengan efisiensi sumber daya yang tinggi, hal ini dikarenakan penambangan
dalam blok-blok besar dan biji akan ditambang dari dasar sehingga terjadinya
runtuhan akibat gaya berat dari endapan bijih itu sendiri. Lalu metoda open stope
with paste backfill yakni Bijih yang ditambang diangkut ke pengolahan dengan
memakai sarana pabrik yang sudah ada sebelumnya sama seperti bijih dari DOZ.
"Stope" adalah galian yang terbentuk ketika mengambil bijih.
4. Metoda pengolahan dan pemurnian memuat langkah-langkah utama yaitu
penghancuran, penggilingan, pengapungan, dan pemurnian. Penghancuran dan
penggilingan mengubah bentuk besaran bijih menjadi ukuran pasir halus guna
membebaskan butiran yang mengandung tembaga dan emas. Serta pengapungan
(Flotasi) adalah proses pemisahan yang digunakan untuk menghasilkan konsentrat
tembaga-emas.
21
5. Dampak Lingkungan yang dapat terjadi antara lain terjadinya pencemaran air karena
pembuangan tailing ke sungai yang kemudian mengalir ke permukiman warga serta
adanya limbah pencucian yang tak jarang juga bercampur dengan zat kimia, selain
itu adanya pencemaran tanah dengan rusaknya tatanan bumi karena terbentuknya
cekungan besar bekas penambangan.
6.2 Saran
Besar harapan kami agar pembaca dapat mengkritisi makalah yang telah kami
susun, terutama kepada pembaca yang memiliki pengetahuan serta pengalaman lebih
dalam dunia pertambangan. Tidak lupa untuk mengevaluasi tentang keberjalanan
pemanfaatan sumber daya yang ada di Indonesia, mengamati kegiatan pertambangan
yang sedang berjalan terutama pada kegiatan penambangan yang tercantum dalam
makalah ini, serta kepada mahasiswa dan pelajar untuk selalu bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu, terakhir kepada perusahaan tambang agar selalu menaati
seluruh peraturan yang telah disepakati dalam menjalankan aktivitas penambangan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, A., Rosana, M. F., Yuningsih, E. T., Saputra, D. H., & Meiriyanto, F. (2019).
ALTERASI DAN MINERALISASI CEBAKAN BIG GOSSAN KABUPATEN MIMIKA,
PROVINSI PAPUA. Buletin Sumber Daya Geologi, 14(2), 97–112.
https://doi.org/10.47599/bsdg.v14i2.27
Geologinesia. Mengenal Tipe Mineralisasi Emas-Tembaga Porfiri dan Skarn
Diakses pada 24 November 2022, dari
https://www.geologinesia.com/2017/03/mengenal-tipe-mineralisasi-emas-tembaga-
porfiri-dan-skarn.html.
Idrus, A., Kolb, J., Meyer, F. M., Arif, J., Setyandhaka, D., & Kepli, S. (2009). A preliminary
study on skarn-related calc-silicate rocks associated with the Batu Hijau porphyry
copper-gold deposit, Sumbawa Island, Indonesia. Resource Geology, 59(3), 295–
306. https://doi.org/10.1111/j.1751-3928.2009.00097.
Pohan, Manggara P., W., Denni, S., Sabtanto J., A, Asep. (n.d.). Kelompok Program
penelitian Konversi. Proceeding pemaparan hasil kegiatan lapangan dan non
lapangan tahun 2007 pusat sumber daya geologi. Penyelidikan Potensi Bahan
Galian Pada Tailing Pt Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
PT Freeport Indonesia. Tambang Bawah Tanah. Diakses pada 24 November 2022, dari
https://ptfi.co.id/id/underground-mining
PT Freeport Indonesia. Pabrik Pengolahan Bijih. Diakses pada 24 November 2022, dari
https://ptfi.co.id/id/ore-processing-plant
Rumbiak, U., Lai, C.-K., Al Furqan, R., Rosana, M., Yuningsih, E., Tsikouras, B., Ifandi,
E., binti Abdul Malik, A. I. A., & Chen, H. (2022). Geology, alteration geochemistry,
and exploration geochemical mapping of the Ertsberg Cu-Au-Mo district in Papua,
Indonesia. Journal of Geochemical Exploration, 232, 106889.
https://doi.org/10.1016/j.gexplo.2021.106889
Sapiie, B., & Cloos, M. (2012). Strike–slip faulting and veining in the Grasberg giant
porphyry Cu–Au deposit, Ertsberg (Gunung Bijih) mining district, Papua, Indonesia.
International Geology Review, 55(1), 1–42.
https://doi.org/10.1080/00206814.2012.728697
23