Dosen Pengampu : Ir. Oman Abdurahman, M.T., dan Fiati Nurmaya, S.T., M.T
Disusun Oleh :
Aisha Permatasari
21131001
Teknologi Geologi
POLITEKNIK
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Batubara adalah bahan bakar fosil. Pengertian umum adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, terutama sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk dari
proses pembatubaraan. Unsur utama adalah karbon, hidrogen dan nitrogen dan oksigen.
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah karena berada pada pertemuan
tiga lempeng tektonik, yaitu; Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Interaksi lempeng-
lempeng tersebut menyebabkan Indonesia memiliki cekungan-cekungan sedimen yang terisi
oleh material-material sedimen, salah satunya adalah batubara (De Coster, 1974). lapisan
melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan
proses pengendapan dan kandungan sulfurnya tinggi. Lingkungan lower delta plain dicirikan
oleh batubara mengkilap, sulfurnya agak tinggi. Lapisan batubaranya tipis. Lingkungan
transitional lower delta plain dicirikan oleh lapisan batubara tebal dapat lebih dari 10 m,
tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan, kandungan sulfurnya agak rendah.
Lingkungan upper delta plain-fluvial dicirikan oleh batubaranya hitam mengkilap kandungan
sulfurnya rendah. Lapisan batubaranya tebal, sebaran luas dan memanjang sejajar jurus
pengendapan. kemenerusan lateral sering terpotong channel dan terdapat splitting.
1
Bila dibandingkan dengan batubara peringkat rendah, batubara jenis ini mempunyai
reaktivitas yang lebih rendah. Selain itu, batubara jenis ini memiliki porositas yang
rendah, tetapi tidak mudah menyerap air.
3. Batubara Peringkat Tinggi (High Rank Coal)
Batubara peringkat tinggi adalah batubara jenis antrasit yang mempunyai Rv 2,0 hingga
6,0. Batubara jenis ini berwarna hitam mengkilat sampai keperakan.
Ketahanannya terhadap cuaca paling tinggi dan tidak mudah hancur apabila terjadi
perubahan cuaca. Reaktivitasnya paling rendah dibandingkan dengan batubara
peringkat rendah dan peringkat menengah sehingga tidak mudah terbakar. Kadar air
batubara jenis ini paling rendah dan sebaliknya kadar karbon lebih tinggi dari dua jenis
batubara sebelumnya.
2
1.2 Jenis – Jenis Batubara
Berdasarkan kualitasnya, batubara memiliki kelas (grade) yang secara umum
diklasifikasikan menjadi empat kelas utama menurut standar ASTM (Kirk-Othmer, 1979)
atau lima kelas jika dimasukkan peat atau gambut sebagai jenis batubara yang paling muda
(Larsen, 1978). Dalam hal ini kelas batubara disertai dengan kriteria berdasarkan analisis
proximate dan nilai kalornya, juga kriteria berdasarkan analisis ultimate dan kandungan
sulfur total serta densitasnya. Masing- masing jenis batubara tersebut secara berurutan
memiliki perbandingan C : O dan C : H yang lebih tinggi. Antrasit merupakan batubara
yang paling bernilai tinggi, dan lignit, yang paling bernilai rendah.
1. Gambut / peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar. Hal ini
disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara.
Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).
2. Lignit
Lignit sering disebut juga brown-coal, golongan ini sudah memperlihatkan proses
selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas
dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk
kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan sangat rendah
sehingga seringkali digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik.
3
3. Subbituminous/ bitumen menengah
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman dan
sudah mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran
yang cukup dengan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Subbituminous umum
digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga uap. Subbituminous juga merupakan
sumber bahan baku yang penting dalam pembuatan hidrokarbon aromatis dalam
industri kimia sintetis.
4. Bituminous
Bituminous merupakan mineral padat, berwarna hitam dan kadang coklat tua, rapuh
(brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik berlapis dan tidak
mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan sering digunakan untuk kepentingan
transportasi dan industri serta untuk pembangkit listrik tenaga uap.
4
5. Antrasit
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya memperlihatkan
pecahan chocoidal. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru dengan
derajat pemanasan yang tinggi. Digunakan untuk berbagai macam industri besar yang
memerlukan temperatur tinggi.
5
• Resinite
• Liptodetrinite
• Alginite
• Suberinite
• Flourinite
• Eksudanite
• Bituminite
3. Kelompok Inertinite
Inertinite berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar (charcoal) dan sebagian lagi
diperkirakan berasal dari maseral lain yang telah mengalami proses oksidasi atau proses
dekarboksilasi yang disebabkan oleh jamur atau bakteri (proses biokimia). Kelompok
ini berwarna kuning muda, putih sampai kekuningan bila diamati dengan mikroskop
sinar pantul, karakteristik lainnya adalah reflektansi dan reliefnya tinggi dibanding
maseral yang lain Kelompok Inertinite memiliki 3 sub grupmaseral batubara, yaitu
Telo-inertinite,Detro-inertinite, dan Gelo-inertinite.Sub grup Telo-inertinite memiliki 3
maseral batubara, antara lain :
• Fusinite
• Semi Fusinite
• Seklerotinite
6
batubara dimulai dari tahapan preparasi hingga analisis, analisis yang dilakukan adalah
analisis reflektan vitrinite dan analisis komposisi maseral.
7
BAB II
3. 1Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Ayakan Manual
8
5. Alat poles batubara dan batuan
9
Gambar 2.1.6 Mikroskop Polarisasi Fotometer
3. 2Bahan
1. Sampel
2. Resin
3. Katalis
4. Oil immersion
5. Alumina 5 um
10
BAB III
11
5 um.
13. Selanjutnya di hampelas dengan hampelas halus agar sayatan poles lebih
halus (gambar 3.1.2), dipoles dengan alumina 5 um
12
4. Menentukan titik pantul (melakukan pengukuran)
Praktikum kali ini pengukuran reflektan vitrinite dilakukan sebanyak 30 titik pengukuran.
Pengukuran diusahakan pada maseral vitrnite. Cahaya diatur hingga level 9. Lampu
halogen 100 ampere. Stell angka 50%.
Pengukuran reflektan vitrinite adalah pengukuran terhadap besarnya sinar yang
dipantulkan kembali (refleksi) oleh maseral vitrinite yang dinyatakan dalam persentase.
Dalam studi ini pengukuran reflektan vitrinite dilakukan dibawah medium minyak imersi
dengan menggunakan peralatan mikroskop polished sinar pantul.
13
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
Experiment:
Kel 3B
Channel: <Maceral>
Description:
Method: Point Scan
Standard Ref: Spinel [0.419] YAG [0.898]
14
Rata – rata sinar pantul diketahuhui 0,3967 = 0,4, berdasarkan gambar 1.1.1 maka sample
masuk kedalam jenis sub bituminous c.
Berdasarkan analisis komposisi maseral, didapatkan beberapa jenis maseral diantaranya :
15
Gambar 4.2 Resinite – Liptinite
16
Gambar 4.4 Tellovitrinite
17
BAB V
5.1 Kesimpulan
Sebelum di analisis, sample batubara perlu dilakukan preparasi terlebih dahulu, tujuannya
untuk mempermudah proses analisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis reflektan
vitrinite dan analisis komposisi maseral. Analisis reflektan vitrinite bertujuan untuk
mengetahui peringkat (rank) batubara dan analisis komposisi maseral bertujuan untuk
mengetahui apakah sample sudah menjadi batubara atau masih batuan sedimen, untuk
menentukan mikrolitotipe (vitrinite, inertinite, liptinite) dan menentukan lingkungan
pengendapan batubara.
Berdasarkan hasil analisis, sample kami masuk kedalam jenis sub bituminous c dimana
berdasarkan hasil analisis reflektan vitrinite didapatkan rata – rata reflektan 0,4.
5.2 Saran
Besar harapan jika kampus PEP Bandung memiliki alat analisis sendiri, sehingga waktu
yang terpakai untuk pembelajaran lebih efesien dan tidak perlu pergi jauh untuk praktikum.
18
DAFTAR PUSTAKA
https://duniatambang.co.id/Berita/read/802/Klasifikasi-Batubara-Menurut-Sistem-ISO-International-
Standard-Organization
https://www.gurugeografi.id/2018/11/teori-terbentuknya-batu-bara-dan.html.
http://psdg.geologi.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=16&Itemid=39
Annisa, R. N. (2019). Penentuan Tingkat Kematangan Batubara dengan Metode Reflektansi Vitrinit
pada PT Bhumi Rantau Energi Kecamatan Lokpaikat, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan .
Jurnal Geomine, 207.
Lutfi Hakim, P. R. (n.d.). ANALISIS MASERAL DENGAN METODE REFLECTANCE VITRINITE UNTUK
MENGETAHUI KUALITAS BATUBARA PADA SUMUR AL 25, LAPANGAN KINTAP, KABUPATEN TANAH
LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, PT. ANUGERAH LUMBUNG ENERGI . 4 - 5.
Sigit Arso Wibisono, E. P. (2019). PETROGRAFI DAN GEOKIMIA BATUBARA DI DAERAH PAHIRANGAN
DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. buletin
sumber daya geologi, 1.
WIDIYANTI, F. D. (2020). KAJIAN METODE PREPARASI SAMPEL DAN DETEKSI KARBAMAZEPIN DAN
KARBAMAZEPIN-10,11-EPOKSIDA DALAM CAIRAN HAYATI MENGGUNAKAN KCKT. skripsi, 2-3.
19