BIOLOGI TANAH
Disusun oleh :
Nama : Oktavian Dian Putra Mahendra
NIM : H0221087
Kelompok : 3
Coass : Afifah Fatinah Nada Putri
Laporan Praktikum Biologi Tanah ini disusun untuk melengkapi tugas mata
kuliah Biologi Tanah dan telah diterima, disetujui dan disahkan oleh Co-assisten dan
dosen mata kuliah Biologi Tanah pada:
Hari :
Tanggal :
Disusun oleh :
Nama : Oktavian Dian Putra Mahendra
NIM : H0221087
Kelompok :3
Program Studi : Ilmu Tanah
Mengetahui,
Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, M.P. Afifah Fatinah Nada Putri
NIP. 196311231987032002 NIM. H0220003
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Biologi
Tanah ini dengan baik. Laporan ini disusun unuk melengkapi nilai mata kuliah
Biologi Tanah. Dengan adanya laporan ini, penulis mengharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang Biologi Tanah.
Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapat serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dosen pengampu mata kuliah Biologi Tanah
3. Co-Assisten selaku pembimbing yang telah membimbing penulis menyusun
laporan ini.
4. Kedua orang tua dan teman-teman yang telah memberikan saran, doa, serta
bantuan kepada penulis sehingga laporan ini terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, dikarenakan keterbatasnya ilmu pengetahuan serta pengalaman yang
penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas kekurangan tersebut dan
mengharapkan saran serta kritik yang membangun guna sempurnanya laporan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
Table 1.1.1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3 SPL Alas
Bromo............................................................................................................................ 7
Table 1.1.2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk Pitfall Trap. 9
Table 1.1.3 Indeks Diversitas pada Pitfall Trap. ........................................................... 9
Table 1.1.4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Pitfall Trap. .................. 10
Tabel 1.2. 1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3 SPL Alas
Bromo.......................................................................................................................... 11
Tabel 1.2. 2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk Barlese. ..... 12
Tabel 1.2. 3 Indeks Diversitas pada Barlese. .............................................................. 13
Tabel 1.2. 4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Barlese. ..................... 13
Tabel 1.3. 1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3 SPL Alas
Bromo……….............................................................................................................. 14
Tabel 1.3. 2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk Monolith. .. 16
Tabel 1.3. 3 Indeks Diversitas pada Monolith. .......................................................... 16
Tabel 1.3. 4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Monolith...................... 17
Tabel 1.4. 1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3 SPL Alas
Bromo………............................................................................................................. .18
Tabel 1.4. 2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk Semikualitatif
Cacing………………………………………………………………. ........................ 19
Tabel 1.4. 3 Indeks Diversitas pada Semikualitatif Cacing. ....................................... 19
Tabel 1.4. 4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Semikualitatif cacing. . 19
Tabel 1.5. 1 Pengukuran Seresah ................................................................................ 20
Tabel 2.1. 1 Isolasi Awal Pengenceran 10-3 Ulangan Pertama pada SPL .................. 31
Tabel 2.1. 2 Isolasi Awal (Pengenceran 10-5) Ulangan Pertama pada SPL Rhizosfer
Kacang Tana................................................................................................................ 32
Tabel 2.1. 3 Isolasi Akhir (Pengenceran 10 -3) Ulangan Pertama pada SPL .............. 33
Tabel 2.1. 4 Isolasi Akhir (Pengenceran 10 -5) Ulangan Pertama pada SPL Kacang
Tanah ........................................................................................................................... 34
Tabel 3.1. 1 Kerapatan Spora /100gram...................................................................... 45
Tabel 3.1. 2 Infektivitas Mikoriza .............................................................................. 45
vi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. 1 Hubungan KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Metode Pitfall
Trap…………………………………………………………………………………..10
Grafik 1. 2 Hubungan KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Metode Barlese
..................................................................................................................................... 13
Grafik 1. 3 KR, FR, Do dan Indeks Diversitas Metode Barlese ................................ 17
Grafik 1. 4 KR, FR, Do dan Indeks Diversitas Metode Semikualitatif Cacing .......... 20
vii
ACARA I
FAUNA TANAH DAN LAYANAN AGROFUNGSIONAL
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tanah merupakan media utama yang sangat penting dalam bidang
pertanian. Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di
dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai fauna tanah,
fauna tanah memiliki banyak sekali manfaat untuk meningkatkan kesuburan
tanah. Peranan terpenting dari fauna tanah di dalam ekosistem adalah
sebagai perombak bahan organik. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai
residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk
humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Fauna tanah berperan penting
dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik
tanah. Beberapa fauna tanah berperan langsung dalam menghancurkan
fraksi-fraksi organik tanah.
Fauna tanah merupakan hewan yang sebagian maupun seluruh
hidupnya berada di tanah. Fauna tanah melakukan perubahan besar di dalam
tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), yang mana terdapat akar-akar
tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman
yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fauna tanah. Fauna tanah
memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga
dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas
lahan.
Keberadaan fauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor lingkungan abiotik yang
mempengaruhi adalah faktor fisika antara lain tekstur tanah, struktur tanah,
dan faktor kimia antara lain pH, salinitas, kadar bahan organik dan unsur
mineral tanah. Menurut Wibowo dan Syamsudin, (2017), makrofauna tanah
merupakan indikator yang paling sensitif terhadap perubahan dalam
1
2
j. Pinset
k. Kantong plastik
l. Kertas label
m. Botol plastik atau flakon
n. Saringan plastik dengan mata lubang yang halus
o. Tali rafia, dan meteran.
3. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Formalin 4%
c. Larutan detergen 20%
4. Cara Kerja
a. Metode perangkap jebak (pitfall trap)
Langkah kerja:
1) Tentukan lokasi praktikum yang akan digunakan dalam pengamatan
2) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
3) Buatlah transek seluas 200 m2 atau menyesuaikan dengan kondisi
aktual lahan.
4) Buatlah lubang jebak sebanyak 2 buah, dengan ukuran diameter
sekitar 15 cm, atau disesuaikan dengan alat yang digunakan untuk
memerangkap fauna. Jarak antar lubang jebak adalah sekitar 8 m
atau menyesuaikan kondisi lahan. Buatlah atap plastik untuk
melindungi alat jebak tersebut.
5) Masukkan larutan deterjen sebanyak sekitar 50 ml ke dalam alat
jebak yang sudah dipasang. Biarkan alat jebak tersebut terpasang
selama 24 Jam.
6) Setelah 24 jam, ambil alat jebak tersebut, dan dibawa ke
laboratorium untuk pengamatan keragaman fauna yang diperoleh.
Berilah label yang menunjukkan identitas lokasi dan waktu
pengamatan, serta praktikan yang bertanggungjawab.
4
C. Hasil Pengamatan
1. Metode pitfalltrap
Table 1.1.1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3 SPL
Alas Bromo
Dimana:
H’ = indek diversitas Shanon Wiener
pi = proporsi spesies ke i terhadap total spesies
Apabila Nilai H’:
0 – 2,302 : keragaman rendah
2,302 – 6,907 : keragaman sedang
>6,907 : keragaman tinggi
Perhitungan indeks diversitas:
a. Semut
𝑅
′
𝐻 = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
𝑅
1 1
𝐻′ = − ∑ 𝑙𝑛
4 4
𝑖=1
′
𝐻 = 0,34658 (keragaman rendah)
b. Kecoa
9
𝑅
′
𝐻 = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
𝑅
′
2 2
𝐻 = ∑ 𝑙𝑛
2 2
𝑖=1
′
𝐻 = 0 (keragaman rendah)
Table 1.1.2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk
Pitfall Trap.
Populasi pada Pitfall
No. Spesies Kelompok Jumlah
1 3 9 14 15
1. Rayap 3 0 0 0 0 3
2. Semut 1 1 2 0 0 4
3. Kecoa 0 2 0 0 0 2
4. Tungau 0 0 0 0 18 18
5. Lebah 0 0 0 2 0 2
6. Jangkrik 0 0 0 1 0 1
JUMLAH 30
Sumber: Hasil Pengamatan
Table 1.1.3 Indeks Diversitas pada Pitfall Trap.
Indeks Diversitas Pitfall
No. Spesies Kelompok Jumlah
1 3 9 14 15
1. Rayap 0 0 0 0 0 0
2. Semut 0,35 0,35 0,35 0 0 0,96
3. Kecoa 0 0 0 0 0 0
4. Tungau 0 0 0 0 0 0
5. Lebah 0 0 0 0 0 0
6. Jangkrik 0 0 0 0 0 0
Sumber: Data Rekapan
10
Table 1.1.4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Pitfall Trap.
Indeks
No. Spesies KR FR Dominansi
Diversitas
1. Rayap 0,0625 0,1 0,625 0
2. Semut 0,0833 0,1333 0,625 0,96
3. Kecoa 0,0417 0,0667 0,625 0
4. Tungau 0,375 0,6 0,625 0
5. Lebah 0,0417 0,0667 0,625 0
6. Jangkrik 0,02083 0,0333 0,625 0
Sumber: Data Rekapan
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Rayap Semut Kecoa Tungau Lebah Jangkrik
2. Metode Barlese
Tabel 1.2. 1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3 SPL
Alas Bromo
𝐻 ′ = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
Dimana:
H’ = indek diversitas Shanon Wiener
pi = proporsi spesies ke i terhadap total spesies
Apabila Nilai H’:
12
Tabel 1.2. 4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Barlese.
Indeks
No. Spesies KR FR Dominansi
Diversitas
1. Semut 0,25 0,8 0,3125 1,246
2. Kumbang 0,02083 0,06667 0,3125 0
3. Rayap 0,04167 0,13333 0,3125 0
Sumber: Data Rekapan
3. Metode Monolith
Tabel 1.3. 1 Tabel Identifikasi Morfologi Spesimen Epigeik Kelompok 3
SPL Alas Bromo
No Jenis Hewan Foto Taksonomi
Dimana:
H’ = indek diversitas Shanon Wiener
pi = proporsi spesies ke i terhadap total spesies
Apabila Nilai H’:
0 – 2,302 : keragaman rendah
2,302 – 6,907 : keragaman sedang
>6,907 : keragaman tinggi
Perhitungan indeks diversitas:
1. Semut
𝑅
𝐻 ′ = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
𝑅
41 41
𝐻′ = − ∑ 𝑙𝑛
75 75
𝑖=1
′
𝐻 = 0,330141 (keragaman rendah)
2. Cacing
𝑅
′
𝐻 = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
𝑅
24 24
𝐻′ = − ∑ 𝑙𝑛
64 64
𝑖=1
′
𝐻 = 0,367811 (keragaman rendah)
3. Rayap
𝑅
′
𝐻 = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
16
𝑅
′
42 42
𝐻 = −∑ 𝑙𝑛
65 65
𝑖=1
′
𝐻 = 0,282187 (keragaman rendah)
Tabel 1.3. 2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk
Monolith.
Populasi pada Monolith
No. Spesies Kelompok Jumlah
1 3 9 14 15
1. Semut 3 41 10 5 16 75
2. Cacing 5 24 5 30 0 64
3. Rayap 10 42 1 12 0 65
4. Tungau 0 0 1 0 2 3
5. Kutu daun 0 0 1 0 0 1
6. Tomcat 0 0 1 0 0 1
7. Kelabang 0 0 0 1 0 1
JUMLAH 210
Sumber: Hasil Pengamatan
Tabel 1.3. 4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Monolith.
Indeks
No. Spesies KR FR Dominansi
Diversitas
1. Semut 1,5625 0,3571 4,375 1,214
2. Cacing 1,3333 0,3048 4,375 1,041
3. Rayap 1,3542 0,3095 4,375 0,391
4. Tungau 0,0625 0,0143 4,375 0,636
5. Kutu Daun 0,02083 0,00476 4,375 0
6. Tomcat 0,02083 0,00476 4,375 0
7. Kelabang 0,02083 0,00476 4,375 0
Sumber: Data Rekapan
Dimana:
H’ = indek diversitas Shanon Wiener
pi = proporsi spesies ke i terhadap total spesies
Apabila Nilai H’:
0 – 2,302 : keragaman rendah
2,302 – 6,907 : keragaman sedang
>6,907 : keragaman tinggi
Perhitungan indeks diversitas:
1. Cacing
𝑅
′
𝐻 = − ∑ 𝑝𝑖 𝑙𝑛 𝑝𝑖
𝑖=1
19
𝑅
′
10 10
𝐻 = −∑ 𝑙𝑛
117 117
𝑖=1
′
𝐻 = 0,6038256 (keragaman rendah)
Tabel 1.4. 2 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigenik di Bawah Tajuk
Semikualitatif Cacing.
Tabel 1.4. 4 KR, FR, Dominasi, dan Indeks Diversitas pada Semikualitatif
cacing.
Indeks
No. Spesies KR FR Dominansi
Diversitas
1. Cacing 2,4375 1 2,4375 2,166
Sumber: Data Rekapan
20
2,5
1,5
0,5
0
KR FR Dominansi Indeks Diversitas
manusia bergantung pada jasa ekosistem, jenis, dan genetika untuk sumber
pangan, papan, sandang, dan obat-obatan.
Metode pitfall trap digunakan untuk menjebak serangga yang aktif di
permukaan tanah. Menurut Indahwati (2012), pitfall trap menggunakan gelas
jebak yang dibenamkan dalam tanah dengan bibir gelas sejajar dengan
permukaan tanah. Gelas diisi dengan larutan air dengan Na-Benzoat dan deterjen
sebanyak 20 ml. Fauna yang ditemukan kelompok 3 yaitu ada 2 kecoa dan 1
semut.
Metode pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kerapatan atau kelimpahan makrofauna tanah.
Menurut Sari et al., (2019), lubang perangkap digunakan untuk merangkap fauna
yang aktif di permukaan tanah. Teknik ini dapat digunakan dengan menggunakan
umpan atau tanpa menggunakan umpan. Perangkap dibuat dengan bibir gelas
ditanam dalam lubang perangkap dan sejajar dengan permukaan tanah. Masing-
masing jebakan dalam lubang perangkap diisi alkohol 70% secukupnya.
Perangkap juga dapat diberi umpan berupaa kapas yang telah dicelupkan
kedalam larutan gula, kemudian diikat pada ujung kawat didalam gelas aqua
untuk menangkap semut.
Berdasarkan hasil praktikum yang sudah dilakukan mendapatkan hasil pada
metode pitfall kelompok 3 mendapatkan hewan 1 semut dan 3 kecoa. Kelompok
1 mendapatkan hewan 3 rayap, dan 1 semut. Kelompok 9 mendapatkan hewan 2
semut. kelompok 14 mendapatkan 2 lebah dan 1 jangkrik. Kelompok 15
mendapatkan hewan 18 tungau. Hasil dari perhitungan KR,FR, dominasi dan
indeks diversitas pada hewan rayap mendapatkan hasil KR sebesar 0,0625, FR
sebesar 0,1, dominasi sebesar 0,625, dan indeks diversitas 0. Pada hewan semut
mendapatkan nilai KR sebesar 0,0833, FR sebesar 0,1999, dominasi sebesar
0,625, dan indeks diversitas 0,96. Pada hewan kecoa mendapatkan nilai KR
sebesar 0,0417, FR sebesar 0,0667, dominasi sebesar 0,625, dan indeks diversitas
adalah 0. Pada hewan tungau mendapatkan nilai KR sebesar 0,375, FR sebesar
0,6, dominasi sebesar 0,625, dan indeks diversitas sebesar 0. Pada hewan lebah
22
adanya fauna didalam tanah tertentu. Fauna yang ditemukan setelah itu
dimasukkan kedalam larutan formalin. Metode ini memiliki kelebihan mampu
menganalisis organisme dalam tanah hingga kedalaman 30 cm dan sangat efektif
untuk menangkap fauna tanah.
Metode monolith paling banyak menganalisis keanekaragaman biota
dikarenakan pada metode ini menggunakan tiga lapisan dan hewan epigeik dan
anesik ikut terangkut semua sehingga keanekaragaman pada metode ini besar
dibandingkan barlase karena barlese hanya mampu menganalisis mikroorganisme
tanah. Menurut Chotimah et al., (2019), kekurangan dari metode monolith yaitu
kurangnya ketelitian dalam pencarian fauna tanah pada skala mesofauna bahkan
mikrofauna dan pergerakan fauna tanah. berdasarkan dari segi kepraktisannya
metode hand sorting lebih praktis digunakan di lapangan dan tidak memerlukan
alat.
Menurut Winara (2020), koleksi makrofauna dilakukan dengan cara
mengambil gumpalan sampel tanah dengan ukuran 25 cm x 25 cm pada
kedalaman 30 cm. Teknik sortasi tangan dilakukan untuk mengumpulkan sampel
makrofauna tanah. Sampel makrofauna tanah yang diawetkan dengan
menggunakan alkohol 70% untuk dilakukan identifikasi jenis secara morfologis.
Metode semikualitatif cacing dilakukan dengan menyiram deterjen ke
permukaan tanah. Penyiraman deterjen membuat kondisi tanah menjadi basa
yang membuat cacing keluar ke permukaan tanah. Menurut Fadilah et al., (2017),
metode semikualitatif menyebabkan kehilangan berat selama proses pengabuan
hanya menggambarkan kadarbahan organik. Faktor konversi 1/1,724 merupakan
angka umum hubungan antara bahan organik dengan karbon organik.
Menurut Dwiastuti et al., (2018), pada kondisi lembab khususnya musim
penghujan banyak ditemukan cacing yang muncul di permukaan tanah. Respirasi
cacing dilakukan melalui kulit sehingga memerlukan permukaan tubuh yang
selalu lembab tempat berlangsungnya difusi gas, sehingga tidak berada di
permukaan pada kondisi kering karena akan terjadi penguapan pada permukaan
tubuh cacing.
24
Cacing tanah merupakan makro fauna tanah yang berperan penting sebagai
penyelaras berlangsungnya ekosistem yang sehat bagi biota tanah, hewan dan
manusia. Cacing tanah selama ini diketahui sebagai makhluk yang berguna untuk
menyuburkan tanah dan sebagai makanan ternak.
Menurut Maftu’ah dan Susanti, (2014), aktivitas cacing tanah berperan penting
dalam ekosistem tanah melalui proses memakan dan mengeluarkan tanah dalam
bentuk kasting, sehingga memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Pada tanah
mineral, cacing tanah mempengaruhi bobot isi tanah, meningkatkan pori total
dan pori aerasi, sehingga cacing tanah disebut sebagai bioagregrat
Serasah adalah bahan-bahan yang telah mati terletak di atas permukaan
tanah dan mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Menurut Bintoro (2019),
Seresah merupakan bagian tanaman yang telah mati berupa daun, cabang,
ranting, bunga, dan buah yang gugur di permukaan tanah baik yang masih utuh
maupun yang telah mengalami pelapukan sebagian. Seresah juga berguna bagi
tanah apabila telah mengalami penguraian, sehingga senyawa organik kompleks
pada seresah diubah menjadi senyawa anorganik dan menghasilkan hara mineral
yang dimanfaatkan oleh tanaman.
Keberadaan serasah selain sebagai sumber bahan organik, juga mempunyai
peranan penting dalam pemeliharaan produktivitas yaitu mencegah erosi dan
peningkatan porositas tanah sehingga proses penyerapan air ke dalam tanah akan
berlangsung dengan baik. Menurut Riyanto et al., (2013), dekomposisi seresah
menghasilkan sejumlah bahan-bahan organik yang dapat mendukung kehidupan
makhluk hidup (biota tanah). Semakin banyak seresah maka bahan untuk
dekomposisi juga semakin banyak, sehingga jumlah dekomposer juga lebih
banyak.
Menurut Rahmi et al., (2015), keberadaan fauna tanah sangat dipengaruhi
oleh kondisi tanah. Ketebalan serasah yang terdapat dipermukaan tanah akan
mempengaruhi temperatur tanah dan kelembaban tanah yang berkaitan dengan
aktivitas fauna tanah. Serasah dianggap sebagai sumber makanan yang paling
25
baik bagi cacing tanah karena karbohidratnya relatif tinggi dan kandungan ligno
selulose yang rendah.
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan praktikum acara satu
“Fauna Tanah dan Layanan Agrofungsional” adalah sebagai berikut :
a. Pengamatan fauna tanah pada SPL Alas Bromo menggunakan empat
metode berbeda yaitu metode pitfall trap, metode Berlese, metode
monolith dan metode analisis semikualitatif cacing.
b. Jenis dan populasi fauna tanah pada metode pitfall trap mendapatkan 2
kecoa dengan indeks diversitasnya 0 dan 1 semut dengan indeks
diversitas 0,35. Metode Berlese mendapatkan 5 ekor semut dan 1 ekor
kumbang yang mana nilai indeks diversitasnya sama yaitu 0. Metode
Monolith mendapatkan 41 ekor semut, 24 cacing, 42 rayap dengan indeks
diversitas semut 0,330, rayap 0,282, cacing 0,368. Metode analisis
semikualitatif cacing mendapatkan 10 ekor cacing dengan indeks
diversitasnya 0,281. Indeks diversitas keseluruhan fauna yang sudah
didapatkan tergolong dalam keberagaman rendah
c. Adanya hubungan antara sistem penggunaan lahan dengan keberagaman
fauna tanah apabila vegetasi semakin banyak di sekitar area tersebut maka
akan semakin tinggi pula keanekaragaman biota yang didapatkan
2. Saran
Saran saya untuk pelaksanaan praktikum acara 1 Biologi Tanah yaitu
dalam pemilihan waktu untuk melaksanakan praktikum dilapangan maupun
di lab dikoordinasi lebih baik lagi supaya tidak terjadi tabrakan dengan yang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Leksono, S. M., Rustaman, N., & Redjeki, S. (2015). Pengaruh penerapan program
perkuliahan biologi konservasi berbasis kearifan lokal terhadap
kemampuan literasi biodiversitas mahasiswa calon guru biologi. Jurnal
Cakrawala Pendidikan, 34(1).
Indahwati, R., Hendrarto, B., Izzati, M. 2012. Keanekaragaman arthropoda tanah di
lahan apel Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Universitas Diponegoro. Semarang, 11 September 2012.
Sari, JM., Handayani, P., Andriyanto. 2019. Keanekaragaman jenis semut
(hymenoptera: formicidae) di area kebun kelapa sawit STKIP YPM
Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Jurnal Biocolony. 2(2): 12-22.
Manalu, CJ. 2018. Pengelolaan hayati tanah untuk meningkatkan peran fauna tanah
selama satu musim tanam kedelai organik. Jurnal Kohesi. 2(2): 8-12.
Ilhamdi, L. 2012. Keanekaragaman serangga dalam tanah di pantai Endok Lombok
Barat. Jurnal Pijar Mipa. 7(2): 55-59.
Anggriawan, R., Mulyawan, R., Santari, PT. 2020. Mesofauna tanah: diversitas dan
kelimpahannya pada beberapa tipe penggunaan lahan berbeda di Bogor,
Jawa Barat. Jurnal Agritrop. 18(1): 107-115.
Sumani, Zaidatun Nusroh, Supriyadi. 2018. Keragaman Makrofauna Tanah dalam
Pertanaman Palawija di Lahan Kering pada Saat Musim Penghujan.
Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 5(1): 9-14.
Chotimah, T., Wasis, B., Rachmat, Henti H. 2019. Populasi Makrofauna, Mesofauna,
Dan Tubuh Buah Fungi Ektomikoriza Pada Tegakan Shorea Leprosula Di
Hutan Penelitian Gunung Dahu Bogor. Jurnal Pendidikan Hutan Dan
Konservasi Alam. 17: 1–10.
Winara, A. 2020. Keragaman makrofauna tanah pada agroforestri jati (tectona
grandis) dan kimpul (Xanthosoma sangittifolium). Jurnal Agroforestri
Indonesia. 3(1): 9-18.
Dwiastuti, S. 2012. Kajian tentang kontribusi cacing tanah dan perannya terhadap
lingkungan kaitannya dengan kualitas tanah. Prosiding Seminar Nasional
Biologi. 9(1): 448-451.
Fadilah, U., Waluyo, J., Subchan, W., Studi, P., Biologi, P., Mipa, J. P., & Keguruan,
F. (2017). Efektivitas Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus Hoff.) Dalam
Degradasi Karbon Organik Sampah Sayur Pasar Tanjung Jember
(Effectiveness Of Earthworms (Lumbricus Rubellus Hoff.) In Organic
Carbon Degradation Of The Vegetable Garbage Of Tanjung Traditional
Mark. Jurnal Berkala Sainstek. 1(1): 1–6.
Maftu'ah, E., & Susanti, M. A. (2014). Komunitas Cacing Tanah Pada Beberapa
Penggunaan Lahan Gambut Di Kalimantan Tengah (Earthworms
Community on Several Land Uses of Peat Land in Central
Kalimantan). Berita Biologi, 9(4), 371-378.
Bintoro, A. (2019). Produksi seresah pada tegakan hutan di blok penelitian dan
pendidikan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Provinsi
Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 1(1), 1-8.
Riyanto, Indriyanto, Afif B. 2013. Produksi seresah pada tegakan hutan di blok
penelitian dan pendidikan taman hutan raya wan abdul rachman Provinsi
Lampung. Jurnal Sylva Lestari. 1(1): 1-8.
Rahmi, M., Wawan, Wardati. 2015. Identifikasi makrofauna tanah di bawah tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) pada lahan gambut. Jurnal Faperta.
2(1): 1-13.
ACARA II
ISOLASI BAKTERI BPN, BPF, DAN BPK PADA SPL TANAH RHIZOSFER
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Isolasi merupakan proses yang dapat dilakukan untuk mendapatkan
berbagai jenis mikroorganisme dari habitat aslinya. Secara alami,
mikroorganisme sangat banyak terdapat pada alam seperti tanah, air, udara,
permukaan kayu, daun, dan masih banyak tempat menjadi rumah bagi
mikroorganisme. Menurut Putri dan Kusdiyantini (2018), Isolasi mikroba
yaitu memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya dari berbagai
macam campuran mikroba dengan tujuan untuk mendapatkan biakan murni.
Identifikasi mikroba yaitu untuk mengetahui sifat-sifat morfologi, biokimia
dan molekuler dari bakteri. Penelitian ini untuk isolasi dan identifikasi
morfologi bakteri asam laktat dari produk inasua.
Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba
dengan mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam-macam
mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media
padat, sel-sel mikroba akan membentuk koloni sel yang tetap pada
tempatnya. Beberapa cara atau metode untuk memperoleh biakan murni dari
suatu biakan campuran. Dua diantaranya yang paling sering digunakan
adalah metode cawan gores dan metode cawan tuang. Yang didasarkan pada
prinsip pengenceran dengan maksud untuk memperoleh spesies individu.
Dengan anggapan bahwa setiap koloni dapat terpisah dari satu jenis sel yang
dapat diamati.
Bakteri penambat nitrogen merupakan bakteri yang mampu
memfiksasi nitrogen bebas menjadi amonium atau nitrat, sehingga dapat
diserap oleh tanaman. Penggunaan biofertilizer yang mengandung bakteri
penambat nitrogen menjadi alternatif pengganti pupuk anorganik yang dapat
mendukung tercapainya pertanian berkelanjutan. Penambatan nitrogen
28
29
B. Metodologi Praktikum
Jumlah : 34
Ukuran : Titik
Bentuk : Bundar
Elevasi : Datar
4 Alexandrov
Tepian : Licin
Permukaan : Halus
Opasitas : Transparan
Chromogenesis : Putih
Sumber: Data Rekapan
Tabel 2.1. 2 Isolasi Awal (Pengenceran 10-5) Ulangan Pertama pada SPL Rhizosfer
Kacang Tana
No MEDIA GAMBAR IDENTIFIKASI
Jumlah : 1
Bentuk : Bundar
Ukuran : Kecil
Elevasi : Datar
2 Yema Tepian : Berombak
Permukaan : Halus
Opacity : Hampir
Transparan
Chromogenesis : Pink
3 Pikov Spreader
Tabel 2.1. 3 Isolasi Akhir (Pengenceran 10 -3) Ulangan Pertama pada SPL
Kacang Tanah
No MEDIA GAMBAR IDENTIFIKASI
Jumlah : 13
Ukuran : Sedang
Bentuk : Filiform
Elevasi : Datar
1 Jhonson Tepian : silikat
Permukaan : Halus
Opasitas : Buram
Chromogenesis :
Putih
Jumlah : 30
Bentuk : Bundar
Ukuran : Kecil
Elevasi : Tombol
Tepian : Licin
2 Yema
Permukaan :
Berbenang
Opacity : Buram
Chromogenesis :
Pink
Jumlah : 33
Ukuran : Sedang
Bentuk : Keriput
Elevasi : Seperti
Kawah
3 Pikov Tepian : Licin
Permukaan : Kerutan
Opasitas : Buram
Chromogenesis :
Putih
Jumlah : 54
Ukuran : Titik
Bentuk : Bundar
Elevasi : Datar
4 Alexandrov Tepian : Licin
Permukaan : Halus
Opasitas : Transparan
Chromogenesis :
Putih
Sumber: Data Rekapan
34
Tabel 2.1. 4 Isolasi Akhir (Pengenceran 10 -5) Ulangan Pertama pada SPL Kacang
Tanah
No MEDIA GAMBAR IDENTIFIKASI
Jumlah : 55
Ukuran : Sedang
Bentuk : Bundar Tepian
Timbul
Elevasi : Cembung
1 Jhonson
Tepian : Berombak
Permukaan : Halus
Opasitas : Hampir
Transparan
Chromogenesis : Bening
Jumlah : 3
Bentuk : Bundar
Ukuran : Kecil
Elevasi : Datar
2 Yema Tepian : Berombak
Permukaan : Halus
Opacity : Hampir
Transparan
Chromogenesis : Pink
3 Pikov Spreader
Jumlah : 7
Ukuran : Titik sedang
Bentuk : Bundar
Elevasi : Datar
4 Alexandrov
Tepian : Licin
Permukaan : Halus
Opasitas : Transparan
Chromogenesis : Putih
D. Pembahasan
35
memasukkan larutan kedalam petrdish harus dilakukan secara hati hati, dan
setelah itu petridish di balut dengan plastic wrap secara rapat dan dibungkus
dengan kertas, maka pada proses ini harus dilakukan prisip kerja aseptik.
Menurut Irawati (2021), kerja aseptis merupakan kerja yang bertujuan untuk
menciptakan keadaan yang steril atau tidak terkontaminasi. Kerja aseptis
selalu dilakukan sebelum melaksanakan praktikum untuk menciptakan
keadaan steril pada saat praktikum.
Berdasarkan hal pengamatan isolasi awal pengenceran 10⁻³ pada hari
ke 3 pengamatan, hasil pada media Jhonson yaitu jumlah 12, ukuran sedang,
bentuk filiform, elevasi datar, tepian silikat, permukaan halus, opasitas buram,
dan chromagenesis putih. Hasil pada media Yhema yaitu jumlah 22, ukuran
kecil, bentuk bundar, elevasi tombol, tepian licin, permukaan berbenang,
opasitas buram, dan chromagenesis pink. Hasil pada media Pikov yaitu
jumlah 18, ukuran sedang, bentuk keriput, elevasi seperti kawah, tepian licin,
permukaan kerutan, opasitas buram, dan chromagenesis putih. Hasil pada
media Alexandrov yaitu jumlah 34, ukuran titik, bentuk bundar, elevasi datar,
tepian licin, permukaan halus, opasitas transparan, dan chromagenesis putih.
Hasil pengamatan isolasi awal pengenceran 10-⁵ pada hari ke 3 pengamatan,
pada media Jhonson dan Alexandrof tidak dapat diteliti karena bakteri tidak
mengalami pertumbuhan. Pada media Pikov tidak dapat diteliti karena
pertumbuhan tidak merata. Pada media Yhema mendapatkan hasil i jumlah 1,
ukuran kecil, bentuk bundar, elevasi datar, tepian berombak, permukaan
halus, opasitas hampir transparan, chromogenesis pink. Pada media Jhonson
dan Alexandrof tidak mengalami pertumbuhan dikarenakan kemungkinan
sampel tanah yang diambil tidak dekat dengan rhizosfer atau sampel tanah
terkontaminasi dengan kotoran atau benda lain, sehingga sampel tanah tanah
tidak steril. Menurut Arivo dan Annissatussholeha (2017), pertumbuhan
bakteri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor fisik meliputi
pH, suhu, oksigen, kelembabanm dan sinar. Perubahan faktor-faktor ini dapat
mengakibatkan perubahan sifat bentuk secara morfologi dan cara kerja secara
37
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Praktikum Biologi Tanah pada
acara 2 ini antara lain yaitu:
a. Bakteri pelarut fosfat pada media Pikov, pada sampel tanah rhizosfer
tanah mengalami kendala dalam mengidentifkasi karena hasilnya
perkembangan bakterinya tidak merata.
b. Bakteri penambat nitrogen pada sampel tanah ini mengalami
pertumbuhan bakteri yang baik pada setiap inokulannya.
c. Bakteri pelarut kalium pada media Alexandrov pada isolasi awal
pengenceran 10⁻⁵ tidak mengalami pertumbuhan.
d. BPN memiliki kemampuan untuk memanfaatkan nitrogen udara menjadi
tersedia dalam tanah. BPK memiliki pengaruh terhadap peningkatan
ketersediaan dan penyerapan hara K. BPF memiliki peran yaitu
meningkatan ketersediaan unsur P.
2. Saran
Saran yang diberikan untuk praktikum Biologi Tanah pada acara 2 ini
antara lain yaitu:
a. Pemilihan jadwal praktikum lebih tepat lagi supaya tidak tabrakan
dengan praktikum matkul lain, dan mengurangi jadwal yang dadakan.
b. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan laporan untuk lebih
diperpanjang karena untuk deadline bareng dengan praktikum matkul
yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arivo, D., & Annissatussholeha, N. 2017. Pengaruh Tekanan Osmotik pH, dan Suhu
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu Kedokteran
Dan Kesehatan, 4(3).
Haneda, Noor F., Betti A. 2012. Keanekaragaman Fauna Tanah dan Peranannya
terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq). Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 3(3): 161- 167.
Hamdiyati, Y. (2012). Pertumbuhan dan pengendalian mikroorganisme II. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Irawati, W. (2021). Praktikum sederhana di rumah tentang pengaruh penggunaan
Hand Sanitizer terhadap keberadaan koloni bakteri di tangan. Jurnal
Pendidikan Biologi undiksha, 8(3), 126-137.
Mohammad Fiqri, Ardiansyah. 2021. Upaya Pencegahan Kontaminasi Muatan Oil
Product Di Kapal MT. Matindok (Doctoral dissertation, Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang).
Permatasari, A. D., & Nurhidayati, T. 2014. Pengaruh inokulan bakteri penambat
nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza asal Desa Condro,
Lumajang, Jawa Timur terhadap pertumbuhan tanaman cabai
rawit. Jurnal Sains dan Seni ITS, 3(2), E44-E48.
Putri, A. L., & Kusdiyantini, E. 2018. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari
pangan fermentasi berbasis ikan (Inasua) yang diperjualbelikan di
Maluku-Indonesia. Jurnal Biologi Tropika, 1(2), 6-12.
Randani, E. G., Kundera, I. N., & Shamdas, G. B. 2020. Efektivitas Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.) untuk Menghambat Pertumbuhan
Bakteri Vibrio cholera dan Pemanfaatannya sebagai Media Pembelajaran
Biologi. Journal of Biology Science and Education, 8(1), 602-609.
Sukmadewi, D. K. T., Singapurwa, N. M. A. S., & Candra, I. P. 2022. Isolasi Dan Uji
Kemampuan Bakteri Pelarut Kalium Dari Tanah Sawah Dengan Sistem
Irigasi Subak. Jurnal Agrotek Tropika, 10(3), 413-419.
Suprapto, Hadi. 2020. Manfaat Mikoriza dalam Meningkatkan Produksi Tanaman
Cabai. Jakarta: Gramedia
Widiyawati, I., Junaedi, A., & Widyastuti, R. 2014. Peran bakteri penambat nitrogen
untuk mengurangi dosis pupuk nitrogen anorganik pada padi
sawah. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of
Agronomy), 42(2).
ACARA III
KERAPATAN SPORA DAN UJI INFEKTIVITAS MIKORIZA
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Spora adalah alat perbanyakan yang terdiri atas satu atau beberapa sel
yang dihasilkan dengan berbagai cara pada tumbuhan rendah. Tumbuhan yang
menggunakan spora sebagai alat perkembangbiakkannya adalah tumbuhan
non vaskuler seperti alga, jamur, lumut, dan paku. Spora itu dibentuk di dalam
sebuah kotak spora yang disebut sebagai sporangium. Kumpulan spongarium
tersebut akan membentuk adanya sorus yang terletak di bawah permukaan
daun.
Mikoriza adalah merupakan asosiasi simbiosis mutualistik antara
jamur dengan sistem perakaran tanaman. Mikoriza secara umum dibagi
menjadi dua, yaitu Ektomikoriza dan Endomikoriza. Ektomikoriza
kebanyakan hidup pada hutan tropis. Ektomikoriza berinteraksi dengan
tanaman inang tanpa menembus sel tumbuhan atau berada di luar sel
tumbuhan. Sedangkan Endomikoriza sebagian hipanya masuk dalam jaringan
tumbuhan. Cendawan yang termasuk Ektomikoriza adalah Cendawan
mikoriza arbuskular (MA). MA merupakan simbiosis yang paling banyak
pada wilayah daratan (sekitar 70-90%).
Infektivitas dapat diartikan sebagai daya jamur untuk menginfeksi dan
mengkoloni akar tanaman. Infektifitas dalam hal ini dinyatakan sebagai
proporsi akar tanaman yang terinfeksi. Infektivitas mikoriza dipengaruhi
spesies cendawan, tanaman inang, interaksi mikrobial, tipe perakaran tanaman
inang, dan kompetisi antara cendawan mikoriza yang disebut sebagai faktor
biotik, dan faktor lingkungan tanah yang disebut sebagai faktor abiotik.
Menurut Nurhayati (2014), jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan
reaksi yang berlainan terhadap infeksi mikoriza dan secara tak langsung
mempengaruhi perkembangan infeksi dan kolonisasi jamur mikoriza.
41
42
a. Kerapatan Spora
1) Timbangan
2) saringan bertingkat (120 µm, 90 µm, 45 µm)
3) wadah, tabung reaksi dan rak tabung reaksi
4) pipet
5) centrifuge
6) kertas saring
7) corong
8) gelas ukur
9) petridish
10) mikroskop
11) colony counter.
b. Infeksi Mikoriza
1) Gunting
43
2) Pinset
3) Kaca preparat
4) Mikroskop
5) Kompor
6) Flakon
3. Bahan
a. Kerapatan Spora
1) Tanah 10 gram
2) Air
3) Larutan gula 60%
b. Infeksi Mikoriza
1) Akar tanaman
2) Alkohol 70%
3) KOH 10%
4) HCl 1 N
5) Aquades
6) Lactophenol Trypan Blue 0,05%.
4. Cara Kerja
a. Kerapatan Spora
1) Timbang sampel tanah sebanyak 100 gram.
2) Pindahkan tanah pada wadah yang telah berisi air dan aduk hingga tanah
larut.
3) Larutan tanah yang telah homogen kemudian disaring dengan
menggunakan saringan 120 µm dan tampung air yang lolos.
4) Air yang lolos dari saringan 120 µm kemudian disaring kembali dengan
menggunakan saringan 90 µm dan tampung air yang lolos.
5) Air yang lolos dari saringan 90 µm kemudian disaring kembali dengan
menggunakan saringan 45 µm.
44
Keterangan:
JAT : jumlah akar yang terinfeksi mikoriza
JSP : jumlah total potongan akar
C. Hasil Pengamatan
3
1 1 = 0,6
5
3
2. 2 = 0,6
5
46
5
3. 3 =1
5
D. Pembahasan
Praktikum biologi dan kesehatan tanah tentang kerapatan spora dan uji
invektifitas mikoriza menggunakan alat yaitu gunting, pinset, kaca preparat,
mikroskop, kompor, dan flacon. Bahan yang digunakan unakar tanaman,
alkohol 70%, KOH 10%, HCL 1N, aquades, dan lactophenol trypan blue
0,05. Sampel yang digunakan sampel akar rumput akar yang masih segar dan
muda. Langkah awal yang dilakukan dalam pratikum kali ini adalah
memotong akar mulai dari pangkalnya dan masukkan akar kedalam flakon.
Buat tiga kali ulangan pengamatan. Rendam akar dengan alkohol 70%,
kemudian simpan akar selama 2-3 jam. Setelah 2-3 jam potong akar dengan
ukuran 1 cm dan kemudian letakkan di dalam petridish. Potongan akar
dimasukkan kedalam KOH 10%. Langkah selanjutnya, panaskan dengan suhu
90oC selama 5-7 menit, lalu cuci akar dengan aquades lalu tiriskan. Akar akan
direndam di dalam larutan HCl 1N setelah di cuci hingga warna akar
memucat. Setelah warna akar memudar, cuci kembali akar dengan aquadest
dan tiriskan. Langkah berikutnya, akar dengan larutan lactophenol trypan blue
0,05 selama 2-24 jam. Dimana 4 jam merupakan batas waktu minimal dan 24
jan merupakan batas waktu maksimal. Pengamatan akar dilakukan dengan
potongan akar di tata di atas kaca preparat. Semua itu dilakukan pengamatan
dengan 3 kali ulangan pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan
47
Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar
memungkinkan hifa dapat menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil
(mikro) sehingga hipa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang
sangat rendah.
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara 3 yang sudah dilakukan, sehingga dapat
diambil kesimpulan, antara lain:
a. Berdasarkan hasil pengamatan kerapatan spora 100 gram pada ulangan
pertama jumlah spora sebanyak 15, pada ulangan ke-2 jumlah spora 2,
pada ulangan ke-3 jumlah spora 7. Total jumlah spora dari ulangan 1
sampai ke-3 adalah 24 dengan rata-rata 8.
b. Berdasarkan hasil pengamatan dari infektivitas mikoriza pada ulangan
pertama jumlah akar yang terinfeksi sebanyak 3 dari 5 akar dengan
infektivitas akar yang terinfeksi adalah 60%, pada ulangan kedua jumlah
akar yang terinfeksi sebanyak 3 dari 5 akar dengan infektivitas akar
yang terinfeksi adalah 60%, serta pada ulangan ke tiga jumlah akar yang
terinfeksi adalah 5 dari 5 dengan infektivitas akar yang terinfeksi adalah
100%.
2. Saran
Saran untuk praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah kedepannya
adalah komunikasi antar coass dan praktikan lebih baik sehingga dalam
pengerjaan maupun jadwal mengumpulkan laporan bisa lebih rapi dan
terstruktur
DAFTAR PUSTAKA
Fatkhurrahman, F., Siswoyo, Azhar. 2020. Penggunaan pupuk bio mikoriza pada
tanaman bawang merah (Allium ascalonium l) sebagai salah satu
penerapan pertanian berkelanjutan. Jurnal Inovasi Penelitian. 1(3): 133-
148.
Hapsani, A. 2018. Kajian Peranan Mikoriza dalam Bidang Pertanian. Jurnal Agrica
Ekstensia. 12(02): 74-78
Muis, A. Indradewa, D., Widada, J. 2013. Pengaruh inokulasi mikoriza arbuskula
terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max (l.) Merrill) pada
berbagai interval penyiraman. Jurnal Vegetalika. 2(2): 7-20.
Nurhayati, N. 2012. Infektivitas mikoriza pada berbagai jenis tanaman inang dan
beberapa jenis sumber inokulum. Jurnal Floratek, 7(1), 25-31.
LAMPIRAN
Dokumentasi Kegiatan