TESIS
Oleh:
LAILY FITRI PELAWI
1806154116
TESIS
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang diketik maupun
NPM : 1806154116
Tanda Tangan :
iii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 28 Juli 2020
iv
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan dibawah ini :
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 28 Juli 2020
Yang Menyatakan
v
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul Kombinasi Proses
Elektrokoagulasi dan Fotokatalisis untuk Dekolorisasi Pewarna Tartrazine dan
Produksi Hidrogen secara simultan Menggunakan Komposit CuO-TiO 2 Nanotubes
dalam memenuhi syarat kelulusan sebagai Magister Teknik Program Studi Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Prof. Dr. Ir. Slamet, M.T selaku dosen pembimbing tesis yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan, dan masukan kepada penulis.
(2) Prof. Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, M.Eng selaku ketua Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
(3) Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing Akademis
(4) Dr. Ir. Setiadi, M.Eng selaku Kepala Riset Grup RPKA, Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
(5) Mama Zaina Yuniar, Alm. Papa Mustaqim Pelawi, dan adek Fenny Musdalifah dan
keluarga besar Pelawi dan Zakaria di Medan yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan baik secara moril dan materil.
(6) Teman-teman RPKA selaku temen seperjuangan penelitian yang saling mendukung
satu sama lain.
(7) Teman-teman angkatan S2 Teknik Kimia Reguler 2018 dan pihak-pihak lain yang telah
mendukung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Dalam penelitian ini dilakukan kombinasi proses elektrokoagulasi dan fotokatalisis dan
melihat efek dopan CuO dalam TiO2 nanotubes untuk mendokolorisasi limbah pewarna
dan sekaligus menghasilkan H2. Dekolorisasi dan produksi hidrogen secara simultan
dilakukan dalam reaktor yang terbuat dari akrilik yang dilengkapi dengan power supply
dan lampu UV. H2 dihasilkan dari reduksi ion H+ dalam larutan pada katoda stainless steel
dan watersplitting oleh fotokatalisis secara bersamaan. Dekolorisasi tartrazin diperoleh dari
kombinasi adsorpsi dengan elektrokoagulasi dan degradasi dengan fotokatalisis. TiO2
nanotubes disintesis dengan metode anodisasi, kemudian dimodifikasi dengan memberi
dopan CuO dengan metode SILAR (Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction).
Hasil SEM dengan adanya dopan CuO 0,04 M; 0,05 M; dan 0,06 M mengkonfirmasi
bahwa struktur nanotubes masih terbentuk dengan baik dengan diameter rata-rata berturut-
turut 149 nm, 158 nm, dan 166 nm dan ketebalan tabung rata-rata berturut-turut 44 nm, 50
nm, dan 52 nm. Kehadiran Cu terdeteksi oleh analisis dengan EDX, yang berjumlah 0,4%
wt, 1,09% wt dan 1,68% wt berturut-turut untuk dopan CuO 0,04 M; 0,05 M; dan 0,06 M
pada TiO2 nanotubes. Hasil XRD menunjukkan bahwa TiO2 nanotubes berada dalam fase
anatase dengan ukuran kristal 27,8 nm; 27 nm; dan 26,9 nm. Energi band gap dihitung
menggunakan persamaan Kubelka-Munk dari hasil karakterisasi UV-Vis DRS. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa, energi band gap dari CuO-TiO2 nanotubes berkurang
dari band gap TiO2 nanotubes murni. Konversi dekolorisasi tartrazin berturut-turut pada
sistem elektrokoagulasi, fotokatalisis dan elektrokoagulasi-fotokatalisis dalam waktu 4 jam
reaksi adalah 87,6%; 32,3% dan 99,3%. Baku mutu pada sistem tunggal elektrokoagulasi
50 V dapat dicapai sekitar 1,3 jam reaksi dan jika dikombinasikan dengan sistem
fotokatalisis CuO-TiO2 nanotubes hanya dibutuhkan waktu kurang dari 1 jam. Akumulasi
produk H2 yang dihasilkan berturut-turut pada sistem elektrokoagulasi, fotokatalisis, dan
kombinasinya yaitu sebesar 0,997 mmol, 0,008 mmol, dan 1,841 mmol. Hal ini
menunjukkan dengan mengkombinasikan sistem fotokatalisis pada elektrokoagulasi dapat
meningkatkan kemampuan dalam mendekolorisasi sebanyak 21,7% sehingga dapat
mempercepat waktu dalam mencapai baku mutu dan produksi H2 sebanyak 83%. Kinetika
dekolorisasi tartrazin pada sistem fotokatalisis dan elektrokoagulasi 50 V mengikuti
persamaan laju reaksi orde dua, dengan konstanta laju reaksi berturut-turut 0,006 L/mg.jam
dan 0,080 L/mg.jam sedangkan sistem kombinasi mengikuti persamaan laju reaksi adsorpsi
Langmuir dengan konstanta laju reaksi sebesar 1,202 jam -1. Dari data kinetika dapat
disimpulkan sistem kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis dengan CuO-TiO 2 nanotubes
merupakan sistem yang paling efektif dari sistem tunggal elektrokoagulasi dan
fotokatalisis.
ix Universitas Indonesia
Keywords: CuO-TiO2 nanotubes, electrocoagulation-photocatalysis, hydrogen, tartrazine
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
xi Universitas Indonesia
3.3.3 Fotokatalisis.........................................................................................................33
3.3.4 Elektrokoagulasi..................................................................................................33
3.3.5 Kombinasi Elektrokoagulasi-Fotokatalisis....................................................34
3.4 Variabel Penelitian................................................................................................36
3.4.1 Fotokatalisis.........................................................................................................36
3.4.2 Elektrokoagulasi..................................................................................................36
3.4.2 Kombinasi Elektrokoagulasi-Fotokatalisis..........................................................37
3.5 Teknik Pengolahan Data.............................................................................................38
3.5.1 Hasil Karakterisasi...............................................................................................38
3.5.2 Rumus Pengolahan Data Karakterisasi................................................................39
3.5.3 Degradasi Zat Warna Tartrazin............................................................................40
3.5.4 Pengujian Akumulasi Produk Hidrogen..............................................................40
BAB IV................................................................................................................................41
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................41
4.1 Karakterisasi Nanokomposit TiO2 nanotubes.......................................................42
4.1.1 Karakterisasi FTIR.........................................................................................42
4.1.2 Karakterisasi SEM-EDX................................................................................43
4.1.3 Karakterisasi XRD.........................................................................................46
4.1.4 Karakterisasi UV-Vis DRS............................................................................49
4.2 Uji Fotokatalisis pada Dekolorisasi Tartrazin.......................................................50
4.2.1 Variasi pH awal larutan awal tartrazin...........................................................51
4.2.2 Variasi konsentrasi dopan CuO pada TiO2 nanotubes...................................53
4.3 Uji Elektrokoagulasi pada Dekolorisasi Tartrazin dan Produksi H2.....................54
4.3.1 Variasi Tegangan pada Elektroda..................................................................55
4.3.2 Variasi pH awal larutan tartrazin.........................................................................58
4.4 Kombinasi Sistem Elektrokoagulasi dan Fotokatalisis pada Dekolorisasi
Tartrazin dan Produksi H2................................................................................................61
4.5 Tinjauan Kinetika pada Sistem Fotokatalisis, dan Sistem Elektrokoagulasi-
Fotokatalisis pada Dekolorisasi Tartrazin........................................................................68
4.5.1 Variasi konsentrasi dopan CuO pada TiO2 nanotubes...................................70
4.5.2 Kombinasi Elektrokoagulasi-Fotokatalisis pada Dekolorisasi Tartrazin.....711
BAB V..................................................................................................................................76
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................76
5.1 Kesimpulan............................................................................................................76
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Spektrum FTIR dari plat Titanium dan fotokatalis hasil sintesis TiO2
nanotubes
Gambar 4.2 Spektrum DR-FTIR diamond …………………………..42
DAFTAR TABEL
67
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas penjelasan mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
Universitas Indonesia
6
Bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, variabel bebas, variabel
tetap, variabel terikat, peralatan dan bahan yang digunakan dalam
penelitian, serta prosedur penelitian.
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan
analisisnya.
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran terkait hasil penelitian
tersebut
4.
Universitas Indonesia
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Laju degradasi fotokatalitik dari larutan tartrazin dengan dan tanpa asam
benzoat setelah didegradasi selama 90 menit yaitu 99% dan 29%. Asam benzoat
berperan sebagai donor elektron yang akan bereaksi dengan holes dari fotogenerasi,
menekan atau menghambat rekombinasi fotogenerasi holes dan elektron yang akan
meningkatkan laju secara signifikan. Proses degradasi terutama disebabkan oleh
O2•- dan lubang fotogenerasi (h+). Sistem asam benzoat/TiO2 juga cocok untuk
degradasi pewarna organik lainnya seperti metil jingga, rhodamin B, metilen biru,
dan metil ungu. Kondisi asam disukai pada sistem degradasi tartrazin dengan asam
benzoat. Penurunan pH dalam larutan menandakan jumlah proton yang lebih
banyak dalam sistem yang dapat digunakan untuk memprotonasi grup reaktif, yang
akan mengarahkan untuk meningkatkan degradasi. (Y. Zhou, Qin, Dai, & Luo,
2019)
Degradasi fotokatalitik dengan katalis 4%wt Cu2O-CuO/TiO2 dapat
mendekolorisasi larutan pewarna RB 49 5 ppm sebesar 76% setelah 80 menit.
(Ajmal et al., 2016) Kombinasi UV+ H2O2+TiO2 dapat mendegradasi larutan
7
Universitas Indonesia
8
tartrazin 6x10-5 sebesar 93% pada pH 11 dengan jumlah katalis yang digunakan
sebesar 0,18 mg/l. (Gupta, Jain, Nayak, Agarwal, & Shrivastava, 2011)
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
dibandingkan hanya TiO2 yaitu sebesar 97,18%, sedangkan pada TiO2 sebesar
93,81% (Slamet, Arbianti, & Marliana, 2007).
Penambahan Cu pada TiO2 menyebabkan penurunan konsentrasi simazine
yang lebih besar 39% selama 4 jam dalam proses fotokatalisis karena adanya peran
Cu dalam mencegah rekombinasi elektron-holes yang meningkatkan kemampuan
fotokatalitiknya. Penurunan band gap dengan adanya dopan Cu 0,45 wt% pada
TiO2 nanotubes dari 3,1 eV menjadi 2,9 eV. Spektrum reflektans menunjukkan
adanya pergerseran pada respon optis pada Cu/TiO 2 nanotubes yang menunjukkan
absorpsi pada sinar tampak yang lebih tinggi. Struktur morfologi nanotube
meningkatkan luas permukaan yang menghasilkan kenaikan kemampuan transfer
elektron. (Meriam Suhaimy, Abd Hamid, Lai, Hasan, & Johan, 2016)
Spesi Cu tembaga yang digunakan sebagai dopan baru-baru ini menarik
banyak perhatian karena oksida tembaga termasuk Cu2O (2,0 eV) dan CuO (1,7
eV) ramah lingkungan dan dapat memperpanjang penyerapan ke daerah cahaya
tampak (Sun, Li, Sun, & Dong, 2013). Heciak et al. (Heciak, Morawski, Grzmil, &
Mozia, 2013) membuat serangkaian fotokatalis CuO/Cu2O/TiO2 yang menunjukkan
peningkatan aktivitas fotokatalitik dalam pembuatan hidrokarbon alifatik dan
hidrogen yang dibandingkan dengan TiO2 murni.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
penggunaan CuOx sebagai dopan bagi fotokatalis pada sistem kombinasi
elektrokoagulasi-fotokatalisis agar dapat dilihat efek sinergisme antara inhibisi
proses rekombinasi (melalui mekanisme electron trapping) dan aktivitas fotokatalis
terhadap sinar tampak (melalui mekanisme penyempitan band-gap) sehingga dapat
meningkatkan performa dalam mendekolorisasi tartrazin dan produksi H2 secara
simultan.
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
preparatif mudah dikontrol dan orientasi yang lebih baik dan struktur yang lebih
baik dapat diperoleh. (Pathan & Lokhande, 2004)
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
𝑇𝑖𝑂2 + ℎ𝑣 → h+ + 𝑒− (2.1)
h+ + 𝑒− → energi (2.2)
𝐻2𝑂 + h+ → 𝑂𝐻• + 𝐻+ (2.3)
𝑂𝐻• + tartrazin (polutan organik) → intermediet (2.4)
Intermediet → 𝐶𝑂2 + 𝐻2𝑂 (2.5)
Reaksi absropsi foton:
2ℎ𝑣 → 2ℎ+ + 2𝑒− (2.6)
1
𝐻2𝑂 + 2ℎ+ → 𝑂2 + 2𝐻+ (2.7)
2
2𝐻+ + 2𝑒− → 𝐻2(𝑔) (2.8)
Secara lebih rinci proses mineralisasi tartrazin membentuk beberapa
produk antara atau intermediet telah diusulkan oleh dos Santos (2014) terdapat
pada Gambar 2.2. Terdegradasinya tartrazin dimulai dari trisodium; 5-oxo-1-
(4-sulfonatophenyl)-4-[(4-sulfonatophenyl)diazenyl]-4H-pyrazole-3-
carboxylate (nama IUPAC tartrazine) disinari UV mengakibatkan hilangnya
tiga ion natrium ditambah penambahan dua hidrogen, menghasilkan ion
deprotonasi yang diidentifikasi oleh MS/MS. Selanjutnya, hilangnya dua
molekul air secara berturut-turut (m/z = 449,4) dan (m/z = 431,5),
karakteristik senyawa hidroksilasi. Pada produk II (m/z = 298,2) terjadi
pembelahan ikatan azo −𝑁=𝑁 yang menyebabkan hilangnya N2 (Ar = 28)
yang netral sebagai ion deprotonasi [𝐼𝐼−𝑆𝑂3𝐻−𝑁2]− (m/z = 189,0). Kehadiran
produk ionik [𝐻2𝐶𝑁𝐶6𝐻4𝑆𝑂3]− (m/z = 184,1), akibat pecahnya cincin
pirazolone dan hilangnya kelompok −𝑆𝑂3𝐻 pada ion [𝐼𝐼 − 𝑆𝑂3𝐻]− (m/z =
217,1) dan (m/z = 189,0) ion. (dos Santos, Zocolo, Morales, de Aragão
Umbuzeiro, & Zanoni, 2014).
Universitas Indonesia
19
Gambar 2.2 Skema degradasi fotokimia tartrazin oleh UV berdasarkan struktur yang diidentifikasi dengan
LC–ESI–MS/MS (dos Santos et al., 2014)
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
No
Referensi Kegiatan & Kesimpulan
.
Fotokatalis CuO/TiO2 dengan 1,5 wt% Cu dalam bentuk serbuk
Kumar et
1 dengan ukuran mikro partikel dapat memproduksi H2 99823
al., 2013
μmol/hgcat dalam 4 jam dari larutan air-gliserol
Degradasi fotokatalitik dengan katalis 4%wt Cu2O-CuO/TiO2 dapat
Ajmal et
2 mendekolorisasi larutan pewarna RB 49 5 ppm sebesar 76% setelah 80
al., 2016
menit.
Kombinasi UV + H2O2 + TiO2 dapat mendegradasi larutan tartrazin
Gupta et
3 6x10-5 M Sebesar 93% pada pH 11 dengan jumlah katalis yang
al., 2011
digunakan sebesar 0,18 mg/L
Hari dan Elektrokoagulasi pada limbah cair tekstil dapat menurunkan kekeruhan
4 Harsanti, sampai 96% pada 24 V dan 30 menit reaksi dengan 6 lembar
2010 alumunium
Thiam et. Elektrokoagulasi dengan sistem Fe/Steel pada larutan NaCl 0,05 M
5
al., 2013 pada pH natural 6,3 dan 0,2 A dapat mendekolorisasi ±96%
Laju pembentukan hidrogen sebesar 9,5 μmol/gh dicapai pada
Ni et al.,
6 kandungan Cu 2,0 wt% dengan etanol sebagai pelarut saat grinding.
2017
Fotokatalis Cu/TiO2 disintesis menggunakan metode sol-gel, lalu Cu
Maldonad direduksi oleh NaBH4. Produksi hidrogen pada pH netral atau basa
7 o et al., lebih baik dari pada pH asam dengan adanya sacrificial electron
2018 donors seperti metanol, gliserol, dan limbah air kota. Larutan gliserol
menyediakan suasana yang terbaik reaktif untuk produksi H2.
Pada pH 6, dengan densitas arus 14 mA/cm 2 dengan waktu
elektrokoagulasi 125 menit dapat mendokolorisasi sebesar 94% dan
Deghles,
8 memproduksi H2 sebesar 16% dari konsumsi energi, dengan kondisi
2017
yang sama pada pH 7 dapat mendekolorisasi limbah sebesar 93% dan
memproduksi H2 sebesar 15% dari konsumsi energi.
Efisiensi dekolorisasi tartrazin dengan elektrokoagulasi tercapai
Modirsahl
dengan menggunakan larutan tartrazin 40 ppm ditambah dengan NaCl
9 a et. Al.,
400 mg/l, densitas arus 120 A/m2, waktu elektrolisis 5 menit, jarak
2006
antar elektroda (Al-Fe) 1,5 cm sebesar 99,21%.
Penggunaan elektroda alumunium dan stainless steel 316 mampu
menghilangkan kekeruhan, zat warna, kromium pada limbah air.
Mahmad Alumunium elektroda menunjukkan dekolorisasi yang lebih besar
10
et al, 2016 daripada menggunakan stainless steel pada tegangan 2,5V,
dekolorisasi adalah 99,78% untuk elektroda alumunium dan 94.76%
untuk elektroda stainless steel dengan pH optimum 4.
11 Slamet et Sistem kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis memperoleh
Universitas Indonesia
27
Dari penelitian yang sudah dilakukan, terdapat beberapa hal yang menjadi dasar
usulan penelitian ini :
1) Dari penelitian Kumar (2013), Ni (2017), dan Maldonado (2018) terbukti bahwa dopan
Cu, CuO, dan/atau Cu2O pada TiO2 dapat meningkatkan kemampuan fotokatalis dalam
memproduksi H2.
2) Pada penelitian Ajmal (2016) terbukti bahwa dopan Cu2O-CuO pada TiO2 dapat
meningkatkan medekolorisasi perwarna sampai dengan 76%.
3) Dalam penelitian Gupta (2011) fotokatalis TiO 2 pada pH 11 (basa) dapat
memfotodegradasi tartrazin sampai dengan 93%
4) Hari (2010), Thiam (2013), Modirsahla (2006) dan Mahmad (2016) menunjukkan
elektrokoagulasi secara efektif dapat mendekolorisasi limbah pewarna dalam berbagai
kondisi pH, voltase, dan tambahan elektrolit yang disesuaikan.
5) Deghles (2017) pada penelitiannya menunjukkan pada pH 6 dapat mendekolorisasi
pewarna 94% dan menghasilkan H2 sebanyak 16% dari konsumsi energi.
6) Slamet (2018) melakukan degradasi tartrazin dan produksi hidrogen secara simultan
dengan kombinasi sistem fotokatalis dan elektrokoagulasi, tapi masih belum diteliti
lebih lanjut pengaruh keadaan pH larutan awal, dan katalis TiO2 yang digunakan masih
mempunyai kelemahan karena tingginya rekombinasi.
Sehingga, untuk pengembangan selanjutnya perlu pH larutan awal akan
divariasikan dan TiO2 akan didopan dengan CuO untuk meningkatkan konduktivitas dan
kemampuannya dalam mendekolorisasi tartrazin dan produksi hidrogen secara simultan.
Riset ini akan menggunakan fotokatalis TiO2 berbasis plat Titanium (Ti) dengan morfologi
nanotubes karena masih jarang dilakukan riset untuk aplikasi dekolorisasi tartrazin
dan/atau produksi hidrogen secara simultan. Dalam penelitian ini akan digunakan
prekursor plat titanium dengan tebal 0,025 mm yang lebih tipis dibandingkan yang
digunakan oleh Slamet (2018). Variasi potensial yang digunakan dalam elektrokoagulasi
telah dilakukan oleh Slamet (2018) pada range 5-15 V, dan didapat voltase terbaik pada 15
V. Pada voltase yang lebih tinggi, kemampuan anoda dan katoda dalam melakukan
oksidasi maupun reduksi semakin meningkat, sehingga pada penelitian ini akan diteliti
Universitas Indonesia
28
rentang potensial yang lebih tinggi yaitu 20-50 V untuk mengetahui pengaruh voltase yang
lebih tinggi pada kemampuan dekolorisasi tartrazin dan produksi H2 secara simultan.
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian tersajikan dalam diagram alir pada Gambar 3.1.
29 Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
dilakukan dalam reaktor yang terbuat dari akrilik yang dilengkapi dengan power
supply, tedlar bag, tabung kuarsa, tabung pyrex dan lampu UV blacklight blue dengan
merk Sankyo Denki 80 watt dan memiliki panjang gelombang 352 nm.
Peralatan dan Bahan yang digunakan secara detail dilampirkan pada Lampiran
A.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan persiapan alat dan bahan untuk proses
fotokatalisis, elektrokoagulasi dan sintesis CuO-TiO2 nanotubes dalam skala lab.
Selanjutnya, rancang bangun reaktor fotokatalisis-elektrokoagulasi dilakukan
untuk mendapatkan kondisi terbaik pada proses tersebut. Kondisi terbaik didapat
dengan menguji kinerja pada dekolorisasi tartrazin dan produksi H2. Parameter
luaran yang diharapkan yaitu mencapai konsentrasi tartrazin di bawah baku mutu
dan/atau mencapai konsentrasi serendah-rendahnya serta mendapat akumulasi
produksi H2 sebanyak-banyaknya. Setelah didapatkan kondisi terbaik dari kedua
proses tersebut, dilakukan kombinasi antara keduanya dan dilihat efektifitas
degradasi tartrazin dan produksi H2 dari kombinasi tersebut.
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Gambar 3.3 Metode dopan CuO pada TiO2 nanotubes dengan metode SILAR
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
Universitas Indonesia
37
o Loading Cu (%wt)
c. Variabel Kontrol
Universitas Indonesia
38
Variabel kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
o Konsentrasi zat warna tartrazin awal (20 ppm atau 20 mg/l)
3.4.2 Elektrokoagulasi
a. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
o pH limbah awal (pH 4 dan 11)
b. Variabel Terikat
Variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
o Persentase degradasi tartrazin
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
o Konsentrasi zat warna tartrazin awal (20 ppm atau 20 mg/l)
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
o Konsentrasi zat warna tartrazin awal (20 ppm atau 20 mg/l)
Universitas Indonesia
39
Universitas Indonesia
40
Dengan:
h = konstanta Planck (6,6261 x 10-34 J.s)
A = konstanta proporsional
Eg = energy gap (energi celah)
m = 1 (untuk transisi langsung yang diperbolehkan)
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
BAB IV
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian tentang dekolorisasi
zat warna tartrazin dan produksi hidrogen secara simultan dengan kombinasi
elektrokoagulasi-fotokatalisis. Pembahasan ini dimulai dari karakterisasi hasil
fotokatalis TiO2 nanotubes hasil sintesis dengan metode anodisasi dan dopan
CuO dengan metode Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction (SILAR)
pada uji fotokatalisis untuk dekolorisasi tartrazin dan produksi H 2. Uji
elektrokoagulasi menggunakan plat alumunium dan plat stainless steel 316
sebagai pasangan anoda dan katoda. Kinerja penambahan fotokatalis TiO2
nanotubes dan CuO-TiO2 nanotubes ke sistem elektrokoagulasi akan dibahas
pengaruhnya terhadap kemampuan dekoloisasi tartrazin dan produksi hidrogen
secara simultan. Kedua metode ini dibandingkan dalam kemampuannya untuk
menurunkan konsentrasi tartrazin dan produksi hidrogen. Berikut penamaan
sampel dapat dlihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Penamaan substrat mengacu pada variasi percobaan yang dilakukan
Nama Sampel Keterangan
42
43
Gambar 4.1 Spektrum FTIR dari plat Titanium dan fotokatalis hasil sintesis TiO 2
nanotubes di atas plat Titanium
Berdasarkan spektrum FTIR tersebut terlihat spektrum (1), (2),
(3), dan (4) berturut-turut merupakan spektrum dari 0,06 M CuO-TiO 2
nanotubes, 0,05 M CuO-TiO2 nanotubes, 0,04 M CuO-TiO2 nanotubes,
dan TiO2 nanotubes di atas plat Titanum hasil preparasi sedangkan
spektrum (5) yang berwarna biru muda merupakan spektrum dari blanko
yang hanya mengandung plat titanium saja. Ikatan Ti-O-Ti berada pada
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
( (
a) b)
1 6
26 nm 1 nm
( (
c) d)
1
4 85 nm
5 nm
Gambar 4.3. Perbandingan Morfologi Nanokomposit pada Perbesaran 50,000x (a) TiO2
nanotubes, (b) 0.04 M CuO-TiO2 nanotubes, (c) 0.05 M CuO-TiO2 nanotubes, dan (d) 0.06
M CuO-TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
46
Universitas Indonesia
47
tersisa makin berkurang hal ini sesuai dengan data EDX yang menunjukkan
dengan meningkatnya jumlah Cu membuat jumlah C semakin berkurang.
Hal ini dikarenakan dengan adanya Cu pada fotokatalis dapat meningkatkan
konduktivitas sehingga pemanasan pada proses annealing menjadi lebih
baik sehingga gliserol terdekomposisi lebih baik.
Universitas Indonesia
48
Tabel 4.2 Diameter (d) dan ketebalan dinding (x) fotokatalis TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2
nanotubes pada berbagai komposisi dopan Cu
Rata-rata Rata-rata
Cu ukuran ketebalan
Fotokatalis
(%w/w) diameter dalam dinding
tube (nm) tube (nm)
TiO2 nanotubes 0 134 47
0.04 M CuO-
0,4 149 44
TiO2 nanotubes
0.05 M CuO-
1,09 158 50
TiO2 nanotubes
0.06 M CuO-
1,68 166 52
TiO2 nanotubes
% Massa Komponen
Jenis Nanokomposit
Cu Ti O C F
TiO2 nanotubes 0 53,15 28,74 17,15 0,96
0.04 M CuO-TiO2 nanotubes 0,4 60,67 30,23 7,58 1,13
0.05 M CuO-TiO2 nanotubes 1,09 61,25 30,06 6,47 1,4
0.06 M CuO-TiO2 nanotubes 1,68 58,52 33,12 5,97 0,68
Universitas Indonesia
49
A = TiO2 anatase
Ti = Titanium
Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa TiO2 nanotubes pada ke-empat
sampel fotokatalis setelah dikalsinasi mengandung fase anatase yang
ditandai dengan munculnya puncak difraksi fasa anatase pada 2θ yaitu pada
puncak 25,52, 37,98, 48,24, 54,08, dan 55,22 (JCPDS No. 21-1272)
selebihnya merupakan puncak dari titanium logam sebagai substratnya.
Puncak XRD Titanium dapat diamati pada puncak 38,56, 40,32, 53,26, dan
63,12 (JCPDS No.89-5009). Puncak pada fasa kristal rutile pada 27,37,
36,02, 41,16, dan 56,53 tidak dapat teramati, menandakan seluruh
fotokatalis TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2 nanotubes yang disintesis berfasa
100% anatase.
Efek dopan CuO terhadap kristalinitas TiO2 nanotubes ditunjukkan
pada Gambar 4.4, hasil XRD menunjukkan bahwa keempat fotokatalis
memiliki fase anatase 100%. Oleh karena itu, dengan adanya dopan CuO
tidak berpengaruh pada pembentukan struktur kristal. Puncak anatase di
keempat sampel lebih tinggi dari puncak Ti mengindikasikan lapisan TiO 2
nanotubes lebih tebal dari lapisan Ti. Dibandingkan dengan penelitian
Slamet dan Kurniawan (2018) yang menggunakan plat Ti yang lebih tebal,
Universitas Indonesia
50
Universitas Indonesia
51
nanotubes atau CuO masih dalam bentuk amorf. Konsentrasi rendah 0,4%,
1,09%, dan 1,68% Cu pada TiO2 nanotubes menguntungkan dalam kasus ini
karena tidak akan menyebabkan efek shielding (Janczarek & Kowalska,
2017), sehingga tidak mengurangi sisi aktif fotokatalis TiO2 nanotubes.
1.6
0.9
0.85
0.8
1.4
0.75
0.7
0.65
1.2
37 5 400 425
0.8
Abs
0.6
(d)
0.4
(c)
(b)
0.2 (a)
0
300 350 400 450 500 550 600 650 700
Wavelength (nm)
Gambar 4.5. Perbandingan Spektrum UV-Vis DRS setiap Nanokomposit (a) TiO2
nanotubes, (b) 0.04 M Cu TiO2 nanotubes, (c) 0.05 M Cu TiO2 nanotubes, dan (d) 0.06 M
Cu TiO2 nanotubes
Karakterisasi UV-Vis DRS dilakukan untuk menentukan nilai band
gap fotokatalis. Efek dopan CuO ke TiO2 nanotubes pada kemampuan
penyerapan cahaya ditunjukkan pada Gambar 4.5. Pada sumbu y
menunjukkan absorbansi fotokatalis terhadap sinar dengan panjang
gelombang antara 300-700 nm yang ditunjukkan oleh sumbu x. Dari hasil
ekstrapolasi pada garis lurus pada garis lurus kearah sumbu x dapat diamati
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
Universitas Indonesia
54
20
15
0
0 2 4 6 8 10 12
Universitas Indonesia
55
Iradiasi TiO2 dengan energi foton yang besarnya sama sampai lebih
besar dari pada energi band gap nya (hν>Eg = 3,2 eV; λ=390 nm) sehingga
terjadi eksitasi elektron dari pita valensi (vb) ke pita konduksi (cb) dari
partikel. TiO2 anatase memiliki energi band gap 3,2 eV. Berikut adalah
mekanisme yang dijelaskan oleh Gupta et al (2007). Hasil dari proses ini
adalah terjadinya muatan positif pada vb (h+) dan elektron bebas (e-) pada cb
(Persamaan 4.6):
Universitas Indonesia
56
20
15
Konsentrasi Tartrazin (mg/l)
10
0
0 2 4 6 8 10 12
Gambar 4.7 Profil konsentrasi tartrazin dengan variasi jumlah dopan CuO pada fotokatalis
TiO2 nanotubes
Pada sistem fotokatalis sampai dengan waktu reaksi 12 jam dengan
menggunakan fotokatalis TiO2 nanotubes dan 0,04 M CuO-TiO2 nanotubes
belum dapat mencapai baku mutu. Dengan adanya dopan CuO yang lebih
besar pada fotokatalis 0,06 M CuO-TiO2 nanotubes, baku mutu dapat
dicapai pada waktu reaksi sampai dengan 12 jam. Dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk sistem fotokatalis yang digunakan dikarenakan jumlah
fotokatalis yang digunakan sangat sedikit yaitu hanya berbentuk lapisan
yang sangat tipis di atas plat Titanium dengan luas permukaan plat 80 cm 2
dibandingkan volume larutan tartrazin yang harus didegradasi yaitu 400 ml.
Universitas Indonesia
57
Universitas Indonesia
58
20
15
Konsentrasi Tartrazin (mg/l)
10
(a)
(b)
5
(c)
(d)
0
0 1 2 3 4
Waktu Reaksi (jam)
Gambar 4.8 Profil penurunan konsentrasi tartrazin pada berbagai tegangan terhadap waktu
Universitas Indonesia
59
dengan zat warna sehingga terbentuk flok-flok yang dapat mengendap. Pada
proses elektrokoagulasi ini menghasilkan gelembung-gelembung gas, yang
akan membawa kotoran-kotoran yang terbentuk dalam air terangkat ke atas
permukaan air. Flok-flok yang terbentuk mempunyai ukuran yang relatif
kecil, sehingga semakin banyak kotoran yang terangkat ke atas maka ukuran
flok akan semakin besar. Kemudian dapat terjadi proses pengendapan yang
akan mengendapkan partikel-partikel atau flok yang terbentuk. Flok-flok
atau endapan ini pada akhir proses dapat diambil dan dipisahkan dari larutan
pada akhir reaksi.
Semakin lama aliran listrik berlangsung maka akan semakin banyak
flok yang terbentuk. Sehingga proses penyerapan zat warna menjadi lebih
efektif.
20
15
Akumulasi Produk H2 (mmol)
10
0
0 1 2 3 4
Gambar 4.9 Profil akumulasi produk H2 yang dihasilkan terhadap waktu reaksi pada
variasi voltase pada sistem elektrokoagulasi
Universitas Indonesia
60
15
Konsentrasi Tartrazin (mg/l)
10
0
0 1 2 3 4
Gambar 4.10 Profil konsentrasi tartrazin terhadap waktu pada sistem elektrokoagulasi
pada pH 4 (a) dan pH 11 (b)
Pada Gambar 4.10 dapat diamati profil penurunan konsentrasi
tartrazin terhadap waktu dalam proses elektrokoagulasi. Perlakuan dengan
suasana asam dan basa menunjukkan adanya penurunan kadar tartrazin yang
lebih baik pada pH 11 (basa) dimana konsentrasi tartrazin turun sebesar 17,5
mg/l atau 88% setelah 4 jam mencapai konsentrasi 2,5 mg/l. Sedangkan
Universitas Indonesia
61
Universitas Indonesia
62
Transmitansi (a.u.)
Gambar 4.11 Hasil karakterisasi FTIR endapan Al(OH)3 pada pH 4 (a) dan pH 11 (b)
Universitas Indonesia
63
20
18 17.03
16
14
10
8.19
8
6 4.75
4 3.29
2.43
1.49
2 0.49 0.81
0.00
0
0 1 2 3 4
Gambar 4.12 Profil konsentrasi produksi H2 pada sistem elektrokoagulasi pada pH 4 (a)
dan pH 11 (b)
Perlakuan pada suasana asam dan basa pada sistem elektrokoagulasi
pada Gambar 4.12 menunjukkan produksi H2 lebih baik pada pH 11 (basa)
dimana akumulasi produk H2 dalam sebesar 17,03 mmol setelah 4 jam.
Sedangkan pada pH 4 akumulasi produk H2 yang dihasilkan setelah 4 jam
reaksi hanya mencapai 2,43 mmol. Jumlah H2 yang dihasilkan pada suasana
asam (pH 4) sekitar 7 kali lebih kecil dibandingkan H2 yang dihasilkan pada
suasana basa (pH 11).
Hasil ini sesuai dengan yang sudah dilakukan oleh Gupta et al
(2011). Dalam penelitiannya degradasi fotokatalitik tartrazin dalam kisaran
pH 2,2 hingga 11 pada konsentrasi zat warna tetap 6 × 10-5 M dan dosis
TiO2 (0,18 g/L). Laju degradasi meningkat dalam kisaran netral hingga basa
dibandingkan dengan kondisi pH asam pada penelitian Gupta et al (2011).
Kenaikan laju reaksi dalam kondisi alkali dapat dikaitkan dengan
peningkatan ion hidroksil, yang pada yang menginduksi pembentukan lebih
banyak radikal hidroksil. Radikal hidroksil yang terbentuk akan
menginisiasi proses degradasi. (Gupta et al., 2011)
Pada suasana yang semakin basa, semakin banyak terdapat OH- yang
akan berikatan dengan Al3+ untuk membentuk koagulan sesuai dengan
Persamaan 4.15. Al3+ sebagai produk oksidasi di anoda terus berkurang
karena bereaksi dengan OH- yang melimpah pada suasana basa, sehingga
Universitas Indonesia
64
20
Konsentrasi Tartrazin (mg/l)
15
10
0
0 1 2 3 4
20
Konsentrasi Tartrazin (mg/l)
15
(a)
10
(b)
0 (c)
0 1 2 3 4
Universitas Indonesia
65
Gambar 4.13 Profil konsentrasi penurunan konsentrasi tartrazin pada sistem elektrokoagulasi pada
(a) 20 V dan (b) 50 V, sistem fotokatalisis dan kombinasi sistem keduanya pada keadaan pH 11 dan
konsentrasi larutan awal tartrazin sebesar 20 mg/l
Pada Gambar 4.13 bagian (a) dapat diamati profil penurunan konsentrasi
tartrazin pada sistem-sistem tunggal dan kombinasinya. Pada sistem tunggal
elektrokoagulasi dan fotokatalisis, konsentrasi tartrazin menurun berturut-turut
menjadi 8,4 mg/l (menurun 58%) dan 13,8 mg/l (menurun 32%). Kombinasi proses
elektrokoagulasi dengan fotokatalis dapat meningkatkan mendekolorisasi tartrazin
sampai dengan 79% (mencapai konsentrasi tartazin 4,2 mg/l). Hal ini
mengindikasikan bahwa kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis dengan
menggunakan komposit CuO-TiO2 nanotubes dapat beroperasi dengan lebih efektif
dibandingkan dengan sistem tunggal elektrokoagulasi maupun fotokatalisis saja
dibuktikan dengan konversi tartrazin yang lebih tinggi. Fotokatalis CuO-TiO2
dengan morfologi nanotubes sebagai fotokatalis memiliki area permukaan yang
besar sehingga lebih banyak foton memasuki katalis dan mengeksitasi elektron dari
pita valensi ke pita konduksi. Pembentukan e- dan h+ dari eksitasi kemudian
membentuk radikal OH yang dapat menurunkan konsentrasi tartrazin. Dengan
kombinasi elektrokoagulasi dan fotokatalisis, %dekolorisasi yang lebih tinggi dapat
dicapai karena koagulan Al(OH)3 yang terbentuk juga turut mengeliminasi tartrazin
dengan cara mengkoagulasinya.
Untuk mencapai baku mutu berdasarkan peraturan KBPOM (Badan
Nasional Pengawasan Obat dan Makanan) No.37 tahun 2013 tentang batas
maksimum penggunaan zat pewarna seperti tartrazin dapat disetujui aman bagi
lingkungan jika konsentrasinya terkait antara 0-7,5 mg/l. Untuk mencapai
konsentrasi standar kualitas yang aman untuk dibuang ke lingkungan, dapat
dilakukan dengan memberikan dopan CuO pada fotokatalis untuk kombinasi sistem
elektrokoagulasi-fotokatalisis dengan voltase 20 V, dan dibutuhkan waktu reaksi
dalam sistem sekitar 3 jam, sementara sistem tunggal fotokatalisis dan
elektrokoagulasi pada voltase 20 V, dalam waktu 4 jam belum dapat mencapai baku
mutu.
Untuk mencapai baku mutu lebih cepat dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem kombinasi pada voltase 50 V. Pada Gambar 4.13 bagian (b)
dapat kita amati hasil kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis yang telah
Universitas Indonesia
66
Universitas Indonesia
67
Gambar 4.14 Pengamatan visual uji kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis pada zat warna
tartrazin per 1 jam pada pH 11, voltase 50 V dengan menggunakan komposit CuO-TiO2 nanotubes
(dari kiri ke kanan: 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam)
TiO2 + hv → h+ + e- (4.18)
h+ + e- → energi (4.19)
Hasil uji produksi gas hidrogen secara simultan selama 4 jam dapat dilihat
pada Gambar 4.15. Terlihat bahwa kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis dengan
menggunakan komposit 0,06 M CuO-TiO2 nanotubes menghasilkan volume gas
yang lebih besar dibanding proses pada sistem tunggal fotokatalisis dan
elektrokoagulasi lainnya. Akumulasi produk H2 yang dihasilkan berturut-turut pada
sistem elektrokoagulasi, fotokatalisis, dan kombinasinya yaitu sebesar 0,997 mmol,
0,008 mmol, dan 1,841 mmol. Pada sistem kombinasi elektrokoagulasi-fotokatalisis
dihasilkan gas H2 yang lebih banyak dikarenakan gas H2 yang dihasilkan
merupakan akumulasi dari dua proses reduksi air pada proses elektrokoagulasi dan
fotokatalisis. Gambar 4.15 menampilkan profil akumulasi produk H 2 yang
dihasilkan.
Universitas Indonesia
68
1.0
0.8
0.4
0.2
Universitas Indonesia
69
Universitas Indonesia
70
Fotokatalisis:
𝑇𝑖𝑂2 + ℎ𝑣 → h+ + 𝑒− (4.17)
1
Pita Valensi: 𝐻2𝑂 + 2ℎ+ → 𝑂2 (g) + 2𝐻+ (4.18)
2
Pita Konduksi: 2𝐻+ + 2𝑒− → 𝐻2(𝑔) (4.19)
Elektrokoagulasi:
Katoda: 2𝐻2𝑂 + 2𝑒− → 2𝑂𝐻− + 𝐻2(𝑔) (4.20)
2H+ + 2e- → 𝐻2(𝑔) (4.21)
Universitas Indonesia
71
fotokatalitik yang tidak bergantung pada periode adsorpsi sebelumnya dalam gelap
(Shi, Chen, Wang, Wu, & Xu, 2009).
Persamaan kinetika laju reaksi untuk data yang didapatkan (data dapat
dilihat pada Lampiran 11) ditinjau dengan adsorpsi Langmuir-Hinhselwood
(Mahyar et al., 2010) dan orde 2, sehingga penurunan persamaan tersebut untuk
mendapatkan nilai kinetika dapat dilihat pada Persamaan 4.26 untuk adsorpsi
Langmuir-Hinshelwood dan 4.27 untuk orde 2 (penurunan persamaan dapat dilihat
di Lampiran 13).
dengan
C = Absorbansi pada waktu tertentu
Co = Absorbansi awal
t = Waktu Reaksi
k = Konstanta Laju Reaksi
Universitas Indonesia
72
1.0 TiO2
f(x) = 0.08 x
R² = 0.99 nanot
ubes
0.8
ln (Co/Ct) Linear
(TiO2
0.6 nanot
ubes)
0.4 0.04
M
f(x) = 0.03 x CuO-
0.2 R² = 0.98 TiO2
f(x) = 0.02 x
R² = 0.98 nanot
0.0 ubes
0 4 8 12
t (jam)
0.10
0.09
0.08
f(x) = 0.01 x
0.07
R² = 0.97
TiO2
0.06 nanotub
1/Ct - 1/Co
es
0.05
Linear
0.04 (TiO2
nanotub
0.03 es)
0.04 M
0.02 CuO-
f(x) = 0 x TiO2
0.01 R² nanotub
f(x)==0.97
0x
es
0.00 R² = 0.98
0 4 8 12
t (jam)
Gambar 4.16 Perbandingan Plot x vs y Nanokomposit (a) Adsorpsi Langmuir (b) Orde 2
pada Dekolorisasi Tartrazin Nanokomposit pada Variasi Konsentrasi dopan CuO pada TiO2
nanotubes
Tabel 4.6 Nilai Laju Kinetika Dekolorisasi Tartrazin Nanokomposit pada Variasi
Konsentrasi dopan CuO pada TiO2 nanotubes
Adsorpsi Langmuir Orde 2
Jenis Sampel
k’ (jam-1) R2 k (L/mg.jam) R2
TiO2 nanotubes 0,0172 0,929 0,0009 0,9435
0,04 M CuO-TiO2 nanotubes 0,0272 0,923 0,0015 0,9239
7
0,06 M CuO-TiO2 nanotubes 0,0849 0,954 0,0064 0,9343
6
Universitas Indonesia
73
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa untuk katalis TiO 2 nanotubes,
0,04 M CuO-TiO2 nanotubes, dan 0,06 M CuO-TiO2 nanotubes memiliki
nilai R2 yang lebih besar dari 0,92 untuk kedua jenis persamaan laju reaksi,
sedangkan untuk nanokomposit 0,06 M CuO-TiO2 nanotubes memiliki R2
yang lebih kecil jika mengikuti persamaan orde dua dan R2 yang lebih besar
dari 0,95 jika mengikuti persamaan adsorpsi Langmuir.
Perbandingan kinerja katalis dan nanokomposit dalam fotodegradasi
tartrazin dapat ditinjau dari nilai konstanta laju reaksinya yang didapatkan
berdasarkan persamaan laju reaksi dengan R2 yang lebih tinggi. Nilai
konstanta laju reaksi untuk katalis TiO2 nanotubes mengikuti reaksi orde
dua dalam fotodegradasi tartrazin sebesar 0,0009 L/mg.jam. Pada
fotokatalis 0,04 M CuO-TiO2 nanotubes mempunyai nilai R2 yang tidak jauh
berbeda antara laju reaksi orde dua dan adsorpsi Langmuir berturut-turut
yaitu 0,9239 untuk dan 0,9237. Pada fotokatalis 0,06 M CuO-TiO2
nanotubes mengikuti persamaan adsorpsi Langmuir dan memiliki nilai
konstanta laju reaksi yang paling besar di antara sampel lain yaitu 0,0064
L/mg.jam, hal tersebut dikarenakan dengan adanya dopan CuO yang
bertindak sebagai electron trapper yang mencegah rekombinasi holes dan
elektron sehingga OH radikal yang terbentuk bisa lebih banyak yang dapat
mempercepat laju degradasi tartrazin. Dari hasil XRD pada Gambar 4.4
dapat dilihat semakin banyak CuO yang didopan pada TiO2 nanotubes,
maka akan semakin meningkatkan jumlah kristal anatase yang terbentuk.
Dengan naiknya jumlah kristal anatase yang terbentuk, maka sisi aktif
fotokatalis semakin meningkat, dan reaksi adsorpsi pada fotokatalis juga
semakin baik yang menyebabkan makin banyaknya CuO yang terdopan
membuat kinetika reaksi semakin mengikuti persamaan adsorpsi Langmuir.
Universitas Indonesia
74
f(x) = 0
R² = 0 1.80
1.60
Elektrokoagul
1.40
asi (20V)
1.20 f(x) = 0.33 x Linear
R² = 0.96 (Elektrokoagul
asi (20V))
ln (Co/Ct)
1.00
Fotokatalis
0.80 (0,06 Cu)-
TiO2
0.60 nanotubes)
0.40 Linear
(Fotokatalis
(0,06 Cu)-
0.20
f(x) = 0.06 x TiO2
R² = 0.94 nanotubes))
0.00
0 1 1 2 2 3 3 4 4
t (jam)
0.20
0.18
0.16
Elektrokoa
0.14 gulasi
(20V)
f(x) = 0.03 x
0.12 Linear
R² = 0.85
1/Ct - 1/Co
(Elektrokoa
0.10 gulasi
(20V))
0.08
Fotokatalisi
0.06 s (0,06M
f(x) = 0.02 x CuO-TiO2
0.04 R² = 0.97 nanotubes)
0.02 Linear
f(x) = 0.01 x (Fotokatali
0.00 R² = 0.98 sis (0,06M
0 1 1 2 2 3 3 4 4 CuO-TiO2
nanotubes)
t (jam) )
Gambar 4.17 Perbandingan Plot x vs y Nanokomposit (a) Adsorpsi Langmuir (b) Orde 2
pada Fotokatalisis, Elektrokoagulasi dan Elektrokoagulasi-Fotokatalisis pada 20 V
Universitas Indonesia
75
5
Elektrokoag
f(x) = 1.22 x
ulasi (50V)
R² = 1
4 Linear
(Elektrokoag
ln (Co/Ct)
ulasi (50V))
3
Fotokatalisis
(0.06M
CuO-TiO2
2 f(x) = 0.56 x
nanotubes)
R² = 0.98
Linear
1 (Fotokatalisi
s (0.06M
CuO-TiO2
0 f(x) = 0.1 x nanotubes))
R² = 0.97
0 1 2 3 4
t (jam)
6 Elektrokoa
gulasi
5 (50V)
Linear
f(x) = 1.12 x (Elektroko
4
1/Ct - 1/Co
R² = 0.78 agulasi
(50V))
3 Fotokatalis
is (0.06M
CuO-TiO2
2 nanotubes)
Linear
1 (Fotokatali
sis (0.06M
CuO-TiO2
0 f(x) = 0.08 x nanotubes)
f(x)==10.98
0 R² 0.01 x1 2 2 3 3 4 4 )
R² = 0.98
t (jam)
Gambar 4.18 Perbandingan Plot x vs y Nanokomposit (a) Adsorpsi Langmuir (b) Orde 2
pada Fotokatalisis, Elektrokoagulasi dan Elektrokoagulasi-Fotokatalisis pada 50 V
Tabel 4.7 Nilai Laju Kinetika Reaksi pada Fotokatalisis, Elektrokoagulasi dan
Elektrokoagulasi-Fotokatalisis
Adsorpsi
Orde 2
Sistem Langmuir
k’ (jam-1) R2 k (L/mg.jam) R2
Fotokatalisis (0.06M CuO- 0,889
0,1028 0,0061 0,9314
TiO2 nanotubes) 9
Elektrokoagulasi (20V) 0,3275 0,908 0,0151 0,9361
0,941
Elektrokoagulasi (50V) 0,5595 0,0797 0,9575
9
Elektrokoagulasi-
0,988
Fotokatalisis (20V, 0.06M 0,2055 0,0337 0,7346
4
CuO-TiO2 nanotubes)
Elektrokoagulasi-
0,998
Fotokatalisis (50V, 0.06M 1,2022 1,154 0,6621
2
CuO-TiO2 nanotubes)
Universitas Indonesia
76
Universitas Indonesia
77
Universitas Indonesia
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka simpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Pada sistem elektrokoagulasi, kondisi terbaik yang didapatkan yaitu pada pH
laurtan awal tartrazin pada pH 11 dibandingkan dengan pH 4 dan voltase 50 V
di antara rentang 20-50 V sehingga didapat dekolorisasi tartrazin sebesar
87,6% dan produksi H2 sebesar 17,03 mmol. Semakin besar voltase semakin
baik kemampuan elektrokoagulasi dalam mendekolorisasi tartrazin dan
produksi H2 secara simultan.
2. Pada sistem fotokatalisis, kondisi terbaik didapatkan pada pH laurtan awal
tartrazin pada pH 11 dibandingkan dengan pH 4 dan konsentrasi dopan CuO
pada fotokatalis 0,06 M CuO-TiO2 nanotubes yaitu sebesar 1,68% Cu sehingga
didapat dekolorisasi tartrazin sebesar 32,3% dan produksi H 2 sebesar 0,008
mmol
3. Mengkombinasikan sistem fotokatalisis pada sistem elektrokoagulasi dapat
meningkatkan kemampuan dekolorisasi tartrazin sebesar 20,8% pada voltase
20 V dan 11,7% pada voltase 50 V. Kenaikan voltase pada sistem
elektrokoagulasi-fotokatalisis dapat meningkatkan laju dekolorisasi sehingga
dapat mencapai baku mutu dalam waktu yang lebih singkat. Serta
meningkatkan produksi H2 sebesar 84,7% pada sistem kombinasi pada voltase
20 V.
5.2 Saran
Berikut saran yang menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya, antara lain yaitu:
1. Melakukan tinjauan kinetika laju reaksi lebih lanjut pada sistem
elektrokoagulasi, fotokatalisis, dan kombinasinya.
2. Melakukan optimasi fotokatalis dengan dopan logam, non-logam, atau logam
oksida lain pada fotokatalisis TiO 2 nanotubes untuk digunakan pada kombinasi
sistem elektrokoagulasi dan fotokatalisis.
3. Melakukan variasi penggunaan jumlah dan/atau luas permukaan plat
fotokatalis, jumlah dan jenis plat anoda maupun elektroda.
Universitas Indonesia
4. Melakukan uji BET dan XPS pada fotokatalis hasil sintesis
Universitas Indonesia
80
Universitas Indonesia
81
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., & Si, M. (2004). Kimia Lingkungan. penerbit ANDI. In: Yogyakarta.
Ajmal, A., Majeed, I., Malik, R., Iqbal, M., Nadeem, M. A., Hussain, I., . . . Nadeem, M.
A. (2016). Photocatalytic degradation of textile dyes on Cu2O-CuO/TiO2 anatase
powders. Journal of environmental chemical engineering, 4(2), 2138-2146.
Ali, R., & Ooi, B. S. (2006). Photodegradation of new methylene blue N in aqueous
solution using zinc oxide and titanium dioxide as catalyst. Jurnal Teknologi, 45(1),
31-42.
Amorós-Pérez, A., Cano-Casanova, L., Castillo-Deltell, A., Lillo-Ródenas, M., & Román-
Martínez, M. (2019). TiO2 Modification with transition metallic species (Cr, Co,
Ni, and Cu) for photocatalytic abatement of acetic acid in liquid phase and propene
in gas phase. Materials, 12(1), 40.
Anku, W. W., Oppong, S. O., & Govender, P. P. (2018). Bismuth-Based Nanoparticles as
Photocatalytic Materials. Bismuth: Advanced Applications and Defects
Characterization, 25.
ASLa, D., Moshtaghi, M., & Hassani, D. (2014). Efficiency evaluation of
electrocoagulation process for removal of chromium (heavy metal) from municipal
and industrial wastewater. Indian Journal of Sciences Research, 7, 1258-1268.
Bahadir, M., & Burdurlu, Y. (1999). Proceedings of the 1st International Workshop on
Environmental Quality and Environmental Engineering in the Middle East Region-
October 5-7, 1998 Selcuk University, Tr-Konya, Turkey-Foreword. In: INST
LEBENSMITTELTECHNOLOGIE ANALYTISCHE CHEMIE TECHNISCHE
UNIVERSITAT ….
Baig, F., Khattak, Y. H., Soucase, B. M., Beg, S., & Ullah, S. (2018). Effect of anionic
bath temperature on morphology and photo electrochemical properties of Cu 2O
deposited by SILAR. Materials Science in Semiconductor Processing, 88, 35-39.
Benea, I. C., & Rosczyk, B. R. (2013). Crystallographic defects and mechanical strength of
micron size monocrystalline diamond. Intertech, Baltimore, MD, USA.
Bessegato, G. G., Guaraldo, T. T., & Zanoni, M. V. B. (2014). Enhancement of
photoelectrocatalysis efficiency by using nanostructured electrodes. In Modern
Electrochemical Methods in Nano, Surface and Corrosion Science: IntechOpen.
Burgos, M., & Langlet, M. (1999). The sol-gel transformation of TIPT coatings: a FTIR
study. Thin Solid Films, 349(1-2), 19-23.
Chen, C.-K., Chen, Y.-W., Lin, C.-H., Lin, H.-P., & Lee, C.-F. (2010). Synthesis of CuO
on mesoporous silica and its applications for coupling reactions of thiols with aryl
iodides. Chemical Communications, 46(2), 282-284.
Chen, W., Wang, Y., Liu, S., Gao, L., Mao, L., Fan, Z., . . . Jiang, Z. (2018). Non-noble
metal Cu as a cocatalyst on TiO2 nanorod for highly efficient photocatalytic
hydrogen production. Applied Surface Science, 445, 527-534.
Chen, X., Chen, G., & Yue, P. L. (2000). Separation of pollutants from restaurant
wastewater by electrocoagulation. Separation and purification technology, 19(1-2),
65-76.
Chiarello, G. L., Dozzi, M. V., Scavini, M., Grunwaldt, J.-D., & Selli, E. (2014). One step
flame-made fluorinated Pt/TiO2 photocatalysts for hydrogen production. Applied
Catalysis B: Environmental, 160, 144-151.
Universitas Indonesia
82
Dahrul, M., & Alatas, H. (2016). Preparation and optical properties study of CuO thin film
as applied solar cell on LAPAN-IPB Satellite. Procedia Environmental Sciences,
33, 661-667.
Dey, T., Roy, P., Fabry, B., & Schmuki, P. (2011). Anodic mesoporous TiO 2 layer on Ti
for enhanced formation of biomimetic hydroxyapatite. Acta Biomaterialia, 7(4),
1873-1879.
dos Santos, T. C., Zocolo, G. J., Morales, D. A., de Aragão Umbuzeiro, G., & Zanoni, M.
V. B. (2014). Assessment of the breakdown products of solar/UV induced
photolytic degradation of food dye tartrazine. Food and chemical toxicology, 68,
307-315.
Ghane, M., Sadeghi, B., Jafari, A., & Paknejhad, A. (2010). Synthesis and characterization
of a Bi-Oxide nanoparticle ZnO/CuO by thermal decomposition of oxalate
precursor method. International Journal of Nano Dimension, 1(1), 33-40.
Gupta, V. K., Jain, R., Nayak, A., Agarwal, S., & Shrivastava, M. (2011). Removal of the
hazardous dye—tartrazine by photodegradation on titanium dioxide surface.
Materials Science and Engineering: C, 31(5), 1062-1067.
Hainer, A. S., Hodgins, J. S., Sandre, V., Vallieres, M., Lanterna, A. E., & Scaiano, J. C.
(2018). Photocatalytic hydrogen generation using metal-decorated TiO 2: sacrificial
donors vs true water splitting. ACS Energy Letters, 3(3), 542-545.
Hari, B., & Harsanti, M. (2010). Pengolahan limbah cair tekstil menggunakan proses
elektrokoagulasi dengan sel Al-Al. Paper presented at the Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, ISSN.
Heciak, A., Morawski, A. W., Grzmil, B., & Mozia, S. (2013). Cu-modified TiO 2
photocatalysts for decomposition of acetic acid with simultaneous formation of C1–
C3 hydrocarbons and hydrogen. Applied Catalysis B: Environmental, 140, 108-114.
Janczarek, M., & Kowalska, E. (2017). On the origin of enhanced photocatalytic activity of
copper-modified titania in the oxidative reaction systems. Catalysts, 7(11), 317.
Kadirvelu, K., Faur-Brasquet, C., & Cloirec, P. L. (2000). Removal of Cu (II), Pb (II), and
Ni (II) by adsorption onto activated carbon cloths. Langmuir, 16(22), 8404-8409.
Kumar, D. P., Shankar, M. V., Kumari, M. M., Sadanandam, G., Srinivas, B., &
Durgakumari, V. (2013). Nano-size effects on CuO/TiO 2 catalysts for highly
efficient H 2 production under solar light irradiation. Chemical Communications,
49(82), 9443-9445.
Kumar, S. V., Huang, N., Lim, H., Marlinda, A., Harrison, I., & Chia, C. H. (2013). One-
step size-controlled synthesis of functional graphene oxide/silver nanocomposites at
room temperature. Chemical Engineering Journal, 219, 217-224.
Lee, C., Low, K., & Gan, P. (1999). Removal of some organic dyes by acid-treated spent
bleaching earth. Environmental technology, 20(1), 99-104.
Mahdia Ista M, R. (2016). Preparasi TiO2 Nanorods dari Titanil Sulfat Hasil Pelarutan
Ilmenite. Universitas Sebelas Maret,
Mahmad, M. K. N., Rozainy, M. M. R., Abustan, I., & Baharun, N. (2016).
Electrocoagulation process by using aluminium and stainless steel electrodes to
treat total chromium, colour and turbidity. Procedia Chemistry, 19, 681-686.
Mahyar, A., Behnajady, M. A., & Modirshahla, N. (2010). Characterization and
photocatalytic activity of SiO2-TiO2 mixed oxide nanoparticles prepared by sol-gel
method.
Maldonado, M. I., López-Martín, A., Colón, G., Peral, J., Martínez-Costa, J., & Malato, S.
(2018). Solar pilot plant scale hydrogen generation by irradiation of Cu/TiO 2
Universitas Indonesia
83
Universitas Indonesia
84
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
C. Fotokatalisis
1.Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Lampu UV d.Stopwatch
b. Alat gelas
c. pH meter
2. Bahan
b. Akuades
D. Kombinasi Elektrokoagulasi-Fotokatalisis
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Universitas Indonesia
a. Power supply DC
b. Kabel
c. Pinset
d. Lampu UV
e. Alat gelas
f. pH meter
g. Stopwatch
2. Bahan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi FTIR plat Titanium, TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2
nanotubes
TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi FTIR plat Titanium, TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2
nanotubes (lanjutan)
0,04 M CuO- TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi FTIR plat Titanium, TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2
nanotubes (lanjutan)
0,05 M CuO- TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi FTIR plat Titanium, TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2
nanotubes (lanjutan)
0,06 M CuO- TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Hasil Karakterisasi EDX TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2 nanotubes
Instrumen : JSM-IT300 InTouchScope™ SEM-EDX
Voltase : 15,00 kV
Perbesaran : 50,000 x
Pixel : 5120 x 3840
1. TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Hasil Karakterisasi EDX TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2 nanotubes(lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Hasil Karakterisasi XRD TiO2 nanotubes
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Hasil Karakterisasi XRD 0,04 M CuO- TiO2 nanotubes (lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Hasil Karakterisasi XRD 0,05 M CuO- TiO2 nanotubes (lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Hasil Karakterisasi XRD 0,06 M CuO- TiO2 nanotubes (lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Hasil Karakterisasi UV – Vis DRS TiO2 nanotubes dan CuO-TiO2
nanotubes
Perhitungan band gap dari katalis didapatkan dari plot grafik antara (F(R)hv) 1/2
dengan hv. Nilai band gap dapat dihitung dengan persamaan 3.1 dan 3.2. Nilai band gap
merupakan perpotongan gradien terbesar pada grafik dengan sumbu x.
3.4
3.2
2.8
(F(R)hv)1/2
2.6
2.4
2.2
1.8
2.9 2.95 3 3.05 3.1 3.15 3.2 3.25 3.3
hv (eV)
Gambar 5.1 Plot hv vs (F(R)hv)1/2 Spektrum DRS Nanokomposit (a) TiO2 nanotubes, (b) 0.04 M CuO-TiO2
nanotubes, (c) 0.05 M CuO-TiO2 nanotubes, dan (d) 0.06 M CuO-TiO2 nanotubes
Band gap didapatkan dari perpotongan antara ekstrapolasi garis pada daerah linear
dan menariknya ke sumbu x. Melalui Gambar 5.1 didapatkan energi band gap TiO2
nanotubes, CuO-TiO2 nanotubes dengan berturut-turut konsentrasi larutan dopan Cu(NO 3)2
0,04 M, 0,05 M, dan 0,06 M adalah 3,16 eV, 3,03 eV, 2,98 eV dan 2,96 eV. Besar panjang
gelombang didapatkan melalui persamaan 3.4.
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Penentuan Panjang Gelombang dan Kalibrasi Tartrazin
B. pH 4 (λ = 427 nm)
Konsentras
Absorbansi
i (mg/l)
0 0
2 0,093
4 0,17
6 0,255
8 0,344
10 0,435
12 0,514
14 0,606
16 0,679
18 0,764
20 0,857
C. pH 11 (λ = 405 nm)
Konsentrasi
Absorbansi
(mg/l)
Universitas Indonesia
0 0
2 0,083
4 0,14
6 0,199
8 0,265
10 0,331
12 0,393
14 0,46
16 0,527
18 0,603
20 0,651
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Penentuan Panjang Gelombang dan Kalibrasi Tartrazin
(Lanjutan)
0.9
0.6
0.5
Absorbansi
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
0.9
0.8
0.7
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Hasil Karakterisasi FTIR Endapan Al(OH)3
Pada pH larutan awal 4
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Hasil Karakterisasi FTIR Endapan Al(OH)3
Pada pH larutan awal 11
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Data Kalibrasi H2
Uji produksi hidrogen dilakukan pada setiap uji untuk melihat seberapa
besar pengaruh uji terhadap produksi hidrogen secara simultan. Uji produktifitas
hidrogen dilakukan dengan menampung gas menggunakan tedlar bag, lalu dianalisis
dengan Gas Chromatography (GC). Kurva kalibrasi hidrogen menghubungkan antara
konsentrasi gas H2 dan luas area dari data yang dihasilkan oleh instrumen GC.
Kalibrasi dilakukan dengan memasukkan gas dalam syringe dengan kapasitas 1 ml
yang diisi dengan variasi volume gas H2 pada rentang 0 – 1 ml lalu diencerkan dengan
udara sampai 1 ml. Sampel kemudian diinjeksikan ke dalam GC dengan kolom
Molecular Sieve 5A. Waktu retensi dan luas area dari peak (kromatogram) yang
terbentuk dicatat. Data Kalibrasi dapat dilihat pada tabel 8.1 dibawah ini:
Universitas Indonesia
2500000
1500000
Luas Area
1000000
500000
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gambar 8.1 Kurva kalibrasi fraksi volume gas hidrogen terhadap luas area
Dari hasil kurva kalibrasi, diperoleh persamaan garis yang dapat digunakan
untuk menghitung gas hidrogen (H2) yang dihasilkan dari setiap uji. Gas H 2 yang
dihasilkan dilakukan ditampung dari awal reaksi sampai dengan selesai di dalam
tedlar bag, dan setiap jam diambil sampel 1 ml dengan syringe untuk diuji akumulasi
produk H2 nya dengan instrument GC. Lalu didapatkan data berupa luas area dan
waktu retensi. Luas area dari peak khas untuk gas hidrogen tersebut dihubungkan
dengan persamaan garis yang telah didapatkan dari kurva kalibrasi sehingga
didapatkan akumulasi produk H2 dari setiap sampel uji, baik dari uji elektrokoagulasi,
fotokatalisis, maupun kombinasi fotokatalisis-elektrokoagulasi.
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Percobaan Elektrokoagulasi-Fotokatalisis untuk Dekolorisasi Pewarna
Tartrazin dan Produksi H2 secara simultan dengan komposit CuO-TiO2 nanotubes
Gambar 9.1 Percobaan Elektrokoagulasi-Fotokatalisis pada pH 11, voltase 50 V dengan menggunakan 2 plat
fotokatalis 0.06 M CuO-TiO2 nanotubes pada t = 0
Gambar 9.2 Percobaan Elektrokoagulasi-Fotokatalisis pada pH 11, voltase 50 V dengan menggunakan 2 plat
fotokatalis 0.06 M CuO-TiO2 nanotubes pada t = 4 jam
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Hasil Uji Elektrokoagulasi, Fotokatalisis, dan Kombinasi Sistem pada
Dekolorisasi Pewarna Tartrazin
Gambar 10.1 Pengamatan Visual Uji Elektrokoagulasi pada Larutan Pewarna Tartrazin per 1 jam pada
voltase 50 V, pada pH 11 dengan Konsentrasi Larutan Tartrazin Awal 20 mg/l (Dari Kiri ke Kanan: 1 jam, 2
jam, 3 jam, dan 4 jam)
Gambar 10.2 Pengamatan Visual Uji Fotokatalisis pada Larutan Pewarna Tartrazin per 1 Jam Menggunakan
Komposit 0.06 M CuO-TiO2 nanotubes, pada pH 11 dengan Konsentrasi Larutan Tartrazin Awal 20 mg/l
(Dari Kiri ke kanan: 1 jam, 2 jam, dan 4 jam)
Gambar 10.3 Pengamatan Visual Uji Kombinasi Fotokatalisis pada Larutan Pewarna Tartrazin per 1 Jam
pada voltase 50 V Menggunakan Komposit 0.06 M CuO-TiO2 nanotubes, pada pH 11 dengan Konsentrasi
Larutan Tartrazin Awal 20 mg/l (Dari Kiri ke kanan: 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam)
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Hasil Uji Dekolorisasi Larutan Pewarna Tartrazin pada Sistem
Elektrokoagulasi, Fotokatalisis, dan Kombinasinya
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Hasil Uji Dekolorisasi Larutan Pewarna Tartrazin pada Sistem
Elektrokoagulasi, Fotokatalisis, dan Kombinasinya (lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Hasil Uji Dekolorisasi Larutan Pewarna Tartrazin pada Sistem
Elektrokoagulasi, Fotokatalisis, dan Kombinasinya (lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Hasil Uji Dekolorisasi Larutan Pewarna Tartrazin pada Sistem
Elektrokoagulasi, Fotokatalisis, dan Kombinasinya (lanjutan)
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Hasil Uji Produksi H2 pada Sistem Elektrokoagulasi, dan
Elektrokoagulasi-Fotokatalisis
Tabel 12.1 Data Eksperimental Produksi H2 pada Sistem Elektrokoagulasi
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Hasil Uji Produksi H2 pada Sistem Elektrokoagulasi, Fotokatalisisdan
Elektrokoagulasi-Fotokatalisis (lanjutan)
Tabel 12.2 Data Eksperimental Produksi H2 pH 11 pada Sistem Elektrokoagulasi dan Elektrokoagulasi-
Fotokatalisis
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Persamaan Reaksi Adsorpsi Langmuir dan Orde 2
Perhitungan nilai konstanta laju reaksi dari katalis TiO2 pada nanokomposit
dilakukan penurunan persamaan laju reaksi terlebih dahulu (persamaan laju reaksi yang
ditinjau adalah adsorpsi langmuir dan orde 2), kemudian dapat diplot persamaan yang
diturunkan antara sumbu y dan x, berikut penurunan persamaan laju reaksi tersebut :
- Adsorpsi Langmuir
dC kKC
=
dt 1+ KC
dA
=kKA
dt
dA
=k ' A
dt
dA
∫ = k ' dt
A ∫
Ao
ln =k ' t → y=mx (13.1)
A
- Orde Dua
dC
=k C2
dt
dC
=k d t
C2
Dimana C = A
dA
∫ A 2 =∫ k dt
1 1
− =kt → y =mx (13.2)
A Ao
Kemudian plot grafik antara y dan x dan gradien tersebut merupakan nilai k.
Universitas Indonesia