Anda di halaman 1dari 111

UNIVERSITAS INDONESIA

Laporan Kerja Praktik


Departemen VCM-3
PT ASAHIMAS CHEMICAL
9 Juli s.d.7 Agustus 2018

Disusun Oleh:
Adilla Pratiwi (1606831956)
Jessica (1606883064)
Pael Desen Thesa Lonika (1606950592)

Pembimbing:
Dr. Eva Fathul Karamah, S.T., M.T
Daniel Toni Meriaman, S.T.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Industri
PT ASAHIMAS CHEMICAL

Disusun oleh:
Adilla Pratiwi (1606831956)
Jessica (1606883064)
Pael Desen Thesa Lonika (1606950592)

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing,

Daniel Toni Meriaman

Manajer Departemen VCM-3, Manajer Divisi TEO,

Muhammad Zein Erik Dewi Purnama

ii Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT ASAHIMAS CHEMICAL

Disusun Oleh:
Adilla Pratiwi (1606831956)
Jessica (1606883064)
Pael Desen Thesa Lonika (1606950592)

Disusun untuk melengkapi prasyarat menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi
Teknik Kimia Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
dan telah disetujui dan diajukan dalam Presentasi Kerja Praktik.

Telah disahkan dan disetujui pada:


Depok, 30 Oktober 2019

Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator Kerja Praktik Pembimbing Departemen

Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng. Dr. Eva Fathul Karamah, S.T., M.T
NIP.196607201995011001 NIP.197103101997022001

iii Universitas Indonesia


RINGKASAN

PT Asahimas Chemical merupakan pabrik penghasil Vinil Klorida dan Klor


Alkali terbesar di Asia Tenggara. Kompleks pabrik ASC yang terintegrasi dari
proses Klor Alkali hingga proses Polivinil Klorida terletak di Cilegon, Provinsi
Banten, Indonesia. Kompleks ini memproduksi bahan-bahan kimia dasar yang
sangat diperlukan oleh banyak industri hilir seperti Kaustik Soda (NaOH), Klorin
(Cl2), Natrium Hipoklorit (NaClO), Asam Klorida (HCl), Etilen Diklorida (EDC),
Monomer Vinil Klorida (VCM) dan Polivinil Klorida (PVC).
Proses produksi pada PT Asahimas Chemical mencakup proses klor – alkali
(C/A), monomer vinil klorida (VCM), dan polivinil klorida (PVC) yang terintegrasi
satu dengan yang lain. Pabrik VCM beroperasi untuk mengolah gas klorin dari
pabrik C/A. Proses terintegrasi itu dijalankan di atas tanah dengan luas mencapai
91 hektar di Cilegon, Banten, Indonesia. Saat ini, produksi Vinil Klorida di PT
Asahimas Chemical telah mencapai 800 ribu MT/tahun.
Proses yang dilakukan Departemen VCM-3 adalah produksi EDC dan VCM
menggunakan teknologi Oxyvinyl. Proses produksi di Departemen VCM-3
melibatkan 9 area operasi, dengan proses utama pada area 200, 300, dan 400, yang
secara berturut-turut merupakan reaksi oksiklorinasi etilen, oksigen, dan asam
klorida menghasilkan EDC pada reaktor OHCl, reaksi klorinasi langsung etilen dan
klorin menghasilkan EDC pada reaktor HTDC, serta reaksi perengkahan EDC
membentuk asam klorida dan VCM pada cracking furnace. Hasil produksi akan
dijadikan bahan baku pembuatan polivinil klorida (PVC).
ASC memiliki komitmen yang berkelanjutan untuk meminimalisir biaya
operasi, emisi karbon serta terus melakukan perbaikan-perbaikan dengan
memanfaatkan pengetahuan dan teknologi terkini. Dalam rangka menjamin kualitas
produk yang dihasilkan, PT Asahimas Chemical beroperasi menggunakan
peralatan, instrumentasi, dan fasilitas laboratorium yang terstandarisasi, dengan
beberapa sertifikasi seperti ISO 9001 untuk mutu produk, ISO 14001 untuk
lingkungan, dan OHSAS 18001 untuk bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Proses yang dilakukan Departemen VCM-3 adalah produksi EDC dan VCM
menggunakan teknologi Oxyvinyl. Proses produksi di Departemen VCM-3

iv Universitas Indonesia
melibatkan 9 area operasi, dengan proses utama pada area 200, 300, dan 400, yang
secara berturut-turut merupakan reaksi oksiklorinasi etilen, oksigen, dan asam
klorida menghasilkan EDC pada reaktor OHCl, reaksi klorinasi langsung etilen dan
klorin menghasilkan EDC pada reaktor HTDC, serta reaksi perengkahan EDC
membentuk asam klorida dan VCM pada cracking furnace. Hasil produksi akan
dijadikan bahan baku pembuatan polivinil klorida (PVC).

v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat-Nya, rangkaian proses Kerja Praktik di PT Asahimas Chemical dapat
penulis jalankan dan selesaikan dengan baik. Kerja praktik ini dilaksanakan sebagai
mata kuliah wajib Program Studi Teknik Kimia Universitas Indonesia, yang
menjadi media persiapan penulis untuk menempuh kehidupan pasca kampus.
Sebagai pemenuhan kewajiban dalam pelaksanaan kerja praktik, laporan ini
disusun sebagai rangkuman fisik atas materi yang diperoleh selama pelaksanaan
kerja praktik. Secara garis besar, laporan ini menguraikan profil perusahaan,
deskripsi proses produksi yang mencakup bahan baku dan produk, aliran proses
utama, utilitas, quality assurance, dan pengolahan limbah, serta tugas khusus
mengenai penyelesaian masalah aktual di lapangan.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis berterima kasih atas peran orang-
orang berikut yang membantu penulis secara langsung dan tidak langsung
menunaikan mata kuliah wajib ini, meliputi.
1. Bapak Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, M.Eng. selaku Ketua Departemen
Teknik Kimia Universitas Indonesia dan Ketua Program Studi Teknik
Kimia Universitas Indonesia.
2. Ibu Dr. Eva Fathul Karamah, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing kerja
praktik.
3. Bapak Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng. selaku koordinator mata kuliah spesial
Kerja Praktik.
4. Bapak Daniel Toni Meriaman selaku pembimbing tugas khusus dan
pemberi materi seputar proses pada pabrik VCM-3 PT Asahimas Chemical,
yang senantiasa meluangkan waktu dan usaha sebagai pembimbing utama
penulis dalam pelaksanaan kerja praktik.
5. Bapak Wahyu, Bapak Jujun, Bapak Faisal dan Bapak Fraidi selaku pemberi
materi teknis dan membimbing observasi peralatan di lapangan.
6. Para operator VCM-3 di distributed control system, yang memberikan
wawasan teknis kepada penulis terkait aliran proses, prinsip kerja alat, dan
mekanisme operasi real proses.

vi Universitas Indonesia
7. Ibu Inti, Bapak Rusman, dan seluruh staf divisi TEO yang memfasilitasi
kebutuhan penulis selama pelaksanaan kerja praktik di PT Asahimas
Chemical.
8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam
membantu penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Demi
perkembangan di masa mendatang, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak terkait dengan penulisan laporan kerja praktik ini. Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta memberikan kontribusi nyata
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Cilegon, 7 Agustus 2019

Penyusun

vii Universitas Indonesia


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii


RINGKASAN .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
BAB I .................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Tujuan Kerja Praktik.............................................................................. 2

1.3. Manfaat Kerja Praktik............................................................................ 3

1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktik ................................................................ 4

1.5. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktik ....................................... 4

BAB II ................................................................................................................ 5
2.1. Sejarah Perusahaan ................................................................................ 5

2.2. Struktur Organisasi ................................................................................ 6

2.3. Pengaturan dan Iklim Kerja ................................................................... 7

2.4. Kebijakan Perusahaan di Bidang Mutu, Lingkungan, dan Kesehatan &


Keselamatan Kerja ........................................................................................... 8

2.5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................................................... 8

2.6. Pengelolaan Lingkungan ...................................................................... 10

2.7. Lokasi dan Tata Letak Pabrik............................................................... 10

2.7.1. Lokasi........................................................................................... 10

2.7.2. Tata Letak Pabrik ......................................................................... 10

BAB III ............................................................................................................. 13


3.1. Bahan Baku dan Produk....................................................................... 13

3.1.1. Bahan Baku .................................................................................. 13

viii Universitas Indonesia


3.1.2. Produk .......................................................................................... 14

3.2. Deskripsi Umum Proses Produksi ........................................................ 16

3.2.1. Deskripsi Umum Pabrik C/A (Klor – Alkali) ................................ 16

3.2.2. Deskripsi Umum Pabrik VCM (Monomer Vinil Klorida).............. 20

3.2.3. Deskripsi Umum Pabrik PVC (Polivinil Klorida) .......................... 21

3.3. Departemen VCM-3 ............................................................................ 22

3.3.1. Area 100 ....................................................................................... 23

3.3.2. Area 200 ....................................................................................... 24

3.3.3. Area 300 ....................................................................................... 28

3.3.4. Area 400 ....................................................................................... 31

3.3.5. Area 500 ....................................................................................... 33

3.3.6. Area 600 ....................................................................................... 37

3.3.7. Area 700 ....................................................................................... 40

3.3.8. Area 800 ....................................................................................... 40

3.3.9. Area 900 ........................................................................................... 44

3.4. Kode Standar Peralatan dan Instrumentasi ........................................... 46

3.5. Sistem Utilitas ..................................................................................... 48

3.5.1. Pembentukan Steam ...................................................................... 48

3.5.2. Pengolahan Air ............................................................................. 49

3.5.3. Pemisahan Udara .......................................................................... 52

3.5.4. Unit Instrumen Udara ................................................................... 53

3.5.5. Pendingin ..................................................................................... 53

3.5.6. Penyediaan Bahan Bakar .............................................................. 54

3.6. Quality Assurance................................................................................ 55

3.7. Pengolahan Limbah ............................................................................. 56

3.7.1. Pengolahan Limbah Gas ............................................................... 58

ix Universitas Indonesia
3.7.2. Pengolahan Limbah Padat ............................................................. 59

3.7.3. Pengolahan Limbah Cair............................................................... 59

BAB IV ............................................................................................................. 63
4.1. Ringkasan Case Study ........................................................................ 63

4.2. Latar Belakang .................................................................................... 64

4.3. Rumusan Masalah................................................................................ 65

4.4. Tujuan ................................................................................................. 65

BAB V............................................................................................................... 66
5.1. Pengumpulan Data ............................................................................... 66

5.1.1. Pengumpulan Data Primer ............................................................ 66

5.2. Pengolahan Data .................................................................................. 68

5.2.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401 .......................... 68

5.2.2. Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401 ...................... 69

BAB VI ............................................................................................................. 71
6.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401 ..................................... 71

6.2. Evaluasi Parameter Desain................................................................... 74

6.3. Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401 ............................. 76

6.4. Strategi Optimasi Proses ...................................................................... 79

6.4.1. Peningkatan Laju Alir EDC .......................................................... 80

6.4.2. Peningkatan Liquid Purge............................................................. 80

6.4.3. Mengecek Integritas Packing pada Reaktor HTDC ....................... 80

6.4.4. Memasang strainer ....................................................................... 81

6.5. Seleksi Strategi Redesain ..................................................................... 81

6.5.1. Mengurangi Ketebalan Tube ......................................................... 81

6.5.2. Mengubah Layout Pattern ............................................................ 82

6.5.3. Menambah Diameter Shell ............................................................ 83

BAB VII............................................................................................................ 86
x Universitas Indonesia
7.1. Kesimpulan ......................................................................................... 86

7.2. Saran ................................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 89


LAMPIRAN ..................................................................................................... 91

xi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Block Flow Diagram Sederhana Proses Produksi PT Asahimas


Chemical ........................................................................................................... 16
Gambar 3.2. Blok Diagram Sederhana Proses Produksi Pabrik C/A .................. 20
Gambar 3.3. Hubungan Antar Area pada Departemen VCM-3.......................... 23
Gambar 3.4. Process Flow Diagram Sederhana Area 200 Pabrik VCM-3......... 27
Gambar 3.5. Process Flow Diagram Sederhana Area 300 Pabrik VCM-3......... 30
Gambar 3.6. Process Flow Diagram Sederhana Area 400 dan 500 Pabrik VCM-3
.......................................................................................................................... 36
Gambar 3.7. Process Flow Diagram Sederhana Area 600 Pabrik VCM-3......... 39
Gambar 3.8. Process Flow Diagram Sederhana Area 800 Pabrik VCM-3......... 43
Gambar 6.1. Rangkuman Input Data Desain HE-X401 .................................... 71
Gambar 6.2. Hasil Perhitungan Data Desain HE-X401 ..................................... 72
Gambar 6.3. Rangkuman Input Data Aktual HE-X401 ..................................... 77
Gambar 6.4. Hasil Simulasi Data Aktual HE-X401 .......................................... 78
Gambar 6.5. 60° layout pattern dengan tie rods ................................................ 82
Gambar 6.6. 30° layout pattern dengan tie rods ................................................ 83
Gambar 6.7. Redesain Baru Terpilih ................................................................. 85

xii Universitas Indonesia


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hari dan Jam Kerja PT Asahimas Chemical ........................................ 7


Tabel 3.1. Spesifikasi Garam Industri ................................................................ 13
Tabel 3.2. Kode Alat Instrumentasi Lapangan ................................................... 47
Tabel 3.3. Kode Alat Alat Instrumentasi DCS ................................................... 47
Tabel 3.4. Persyaratan Kualitas Air sebagai Bahan Baku ................................... 50
Tabel 3.5. Persyaratan Air Industri PT Asahimas Chemical ............................... 50
Tabel 3.6. Persyaratan Air Demineral PT Asahimas Chemical........................... 52
Tabel 3.7. Standar Effluent ................................................................................ 57
Tabel 5.1. Data Desain HE-X401 ...................................................................... 66
Tabel 6.1. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Desain HE-
X401 .................................................................................................................. 73
Tabel 6.2. Rekomendasi Perlakuan dengan Kondisi Desain ............................... 74
Tabel 6.3. Rekomendasi perbandingan diameter shell/bundle dengan heat flux .. 75
Tabel 6.4. Parameter Aktual HE-X401 dan Instrumen Terkait ........................... 76
Tabel 6.5. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Aktual HE-
X401 .................................................................................................................. 79
Tabel 6.6. Simulasi resizing HE-X401............................................................... 84
Tabel 6.7. Parameter Redesain Baru Terpilih..................................................... 85

xiii Universitas Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Zaman yang terus berkembang menyebabkan tuntutan akan keterampilan
berpikir kritis, menyederhanakan konsep rumit, dan menyelesaikan masalah
semakin meningkat. Sebagai seorang sarjana teknik kimia, keterampilan tersebut
harus dilengkapi dengan pengalaman dan wawasan terkait proses industri. Untuk
itu, ilmu-ilmu fundamental yang diperoleh melalui pendidikan formal perlu
dikombinasikan dengan pengalaman praktik langsung di lapangan. Ditinjau dari hal
tersebut, mata kuliah Kerja Praktik diwajibkan oleh Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia sebagai lembaga pendidikan formal.
Tujuannya agar ilmu keteknikan yang diperoleh dapat diaplikasikan melalui proses
pembelajaran nyata sehingga timbul pemahaman yang menyeluruh dan tercipta
iklim kondusif bagi inovasi-inovasi baru untuk mengoptimalkan proses industri.
Tingginya pertumbuhan penduduk yang harus disusul dengan pembangunan
infrastruktur menyebabkan kebutuhan akan polivinil klorida meningkat. Selain itu,
polivinil klorida merupakan bahan plastik dengan volume produksi terbesar ketiga
di dunia, dimanfaatkan di bidang konstruksi pipa, jendela, pintu, plastik kabel,
aplikasi tahan air, hingga bidang medis. Hal tersebut menyebabkan industri yang
berkaitan dengan polivinil klorida yaitu vinil klorida monomer memiliki peluang
pasar yang besar. Proses manufaktur vinil klorida merupakan salah satu ruang
lingkup industri yang sangat menarik dan bermanfaat untuk dipelajari. PT
Asahimas Chemical merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang
produk kimia dasar yang dibutuhkan oleh banyak industri hilir, seperti soda kaustik,
klorin, asam klorida, etilen diklorida, natrium hipoklorit, monomer vinil klorida,
dan polivinil klorida. Industri vinil klorida yang diproduksi PT Asahimas
merupakan ekspansi terintegrasi dari produk utama soda kaustik yang dimanfaatkan
dalam industri kertas, industri tekstil, industri sabun dan deterjen, industri minyak
dan gas bumi, produksi aluminium, industri kimia lain, serta aplikasi jumlah kecil
untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan kapasitas produksi yang besar, PT

1 Universitas Indonesia
2

Asahimas Chemical diklaim sebagai produsen klor alkali-vinil klorida terbesar di


Asia Tenggara.
PT Asahimas Chemical beroperasi dengan efisien dan menghasilkan produk
berkualitas tinggi. Ada 3 proses yang dijalankan di PT Asahimas Chemical meliputi
proses C/A (klor alkali), proses VCM (monomer vinil klorida), dan proses PVC
(polivinil klorida), yang terintegrasi satu dengan yang lain. Operasi pabrik
dijalankan menggunakan distributed control system dan mengikuti standar.
Pada pelaksanaan kerja praktik ini, penulis ditempatkan pada Departemen
VCM 3 yang mengoperasikan produksi vinil klorida monomer dengan teknologi
terbaru dari Oxyvinyl. Proses yang tercakup pada produksi VCM 3 meliputi
fenomena perpindahan, rekayasa reaksi kimia, hingga proses separasi.
Kompleksitas proses yang tinggi memperbesar ladang pembelajaran pengetahuan
teknis bagi penulis. Selain itu, penulis berkesempatan mempelajari aliran proses,
prinsip pengendalian reaksi, prinsip kerja peralatan, desain peralatan, prinsip
instrumentasi dan pengendalian, kode standar yang berlaku, dan juga sistem utilitas
penanganan limbah.
Pengalaman kerja praktik di PT Asahimas Chemical memberi penulis
kesempatan mempelajari operasi pabrik di lapangan. Selain itu, penulis juga
berkesempatan memecahkan masalah nyata, melakukan observasi langsung, dan
memperoleh bimbingan khusus dari praktisi industri. Pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh diharapkan menjadi bekal bagi penulis sebagai calon sarjana teknik
kimia yang akan memberi kontribusi nyata kepada ilmu pengetahuan dan
masyarakat.
1.2. Tujuan Kerja Praktik
Tujuan pelaksanaan kerja praktik di PT Asahimas Chemical diuraikan
sebagai berikut.
 Menunaikan mata kuliah wajib Program Teknik Kimia Universitas
Indonesia.
 Memperoleh pengalaman langsung bekerja di perusahaan yang bergerak di
industri berlandaskan prinsip teknik kimia.
 Memahami proses operasi, pengendalian reaksi, dan prinsip kerja peralatan
pada Departemen VCM-3 PT Asahimas Chemical.

Universitas Indonesia
3

 Mempelajari berbagai pengetahuan teknis dalam lingkup keilmuan teknik


kimia.
 Mengembangkan kecakapan dalam menyelesaikan masalah keteknikan
nyata di lapangan.
1.3. Manfaat Kerja Praktik
Kerja praktik yang dilaksanakan memberikan manfaat kepada pihak-pihak
yang terlibat, yang dijabarkan sebagai berikut.
 Bagi mahasiswa
 Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keahlian untuk bekerja
sebagai suatu syarat yang dibutuhkan lulusan teknik kimia.
 Memberikan pengalaman bekerja di dunia industri dari segi
kedisiplinan, kerja sama, lingkungan pekerjaan, dan pola berpikir yang
terstruktur, kritis, dan logis.
 Mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam praktik di lapangan.
 Mendalami aplikasi ilmu teknik kimia dalam suatu industri.
 Mendapatkan kesempatan untuk menganalisis permasalahan yang
terjadi di lapangan dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan
solusi penanganan yang tepat
 Bagi perusahaan
 Memperoleh data mengenai mahasiswa-mahasiswa berpotensi yang
dapat dijadikan referensi saat hendak merekrut pekerja di kemudian
hari.
 Memperoleh hasil analisis mengenai suatu masalah yang dilakukan oleh
mahasiswa kerja praktik.
 Memperoleh evaluasi perancangan dan operasi pabrik dari sisi
akademis.
 Bagi universitas
 Mengevaluasi kurikulum yang berlaku berdasarkan laporan mahasiswa
sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten dan memenuhi
kebutuhan industri.
 Meningkatkan hubungan antara universitas dengan perusahaan dalam
rangka peningkatan pemanfaatan lulusan dalam dunia industri.

Universitas Indonesia
4

1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktik


Pelaksanaan kerja praktik dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut.
 Pengenalan kepada rekan kerja, pembimbing, karyawan, dan pihak-pihak
terkait di perusahaan.
 Pengenalan mengenai keselamatan dan prosedur operasi yang tepat dalam
industri kimia.
 Mengetahui profil perusahaan, mencakup sejarah, perkembangan, posisi di
dunia industri, serta peraturan-peraturan umum yang berlaku.
 Struktur organisasi dan manajemen industri di VCM-3.
 Penanganan dan sumber bahan baku produksi di VCM-3.
 Aliran proses produksi utama di VCM-3, dengan penekanan pada area 200,
300, 400, 500, 600, dan 800.
 Prinsip kerja alat utama produksi di VCM-3.
 Observasi peralatan industri secara aktual di lapangan.
 Operasi proses melalui distributed control system.
 Kasus – kasus trouble aktual dan solusi penanganannya.
 Tugas khusus berkaitan dengan troubleshooting dan redesain alat proses
produksi.
1.5. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktik
Tempat dan waktu pelaksanaan kerja praktik adalah sebagai berikut.
Tempat : PT Asahimas Chemical
Desa Gunung Sugih, Jalan Raya Anyer Km 122, Cilegon, Banten
Departemen : VCM-3
Waktu : 9 Juli s.d. 7 Agustus 2019

Universitas Indonesia
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan


PT. Asahimas Chemical (PT. ASC) adalah perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) yang memproduksi beberapa jenis bahan kimia dasar untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan industri nasional (dalam negeri) agar dapat
mengurangi ketergan tungan pada produk impor.
Didirikan pada tanggal 8 September 1986 dengan nilai investasi awal
sebesar US $ 200 juta dengan lahan seluas 24 hektar, PT. ASC diresmikan oleh
presiden ke-II RI, Soeharto, pada tanggal 26 Agustus 1989. Sejak itu PT. ASC
secara bertahap telah melakukan pengembangan (ekspansi) beberapa kali yang
menjadikan kapasitas produksinya berlipat ganda dan meningkatkan nilai
investasinya sampai lebih dari 1 milyar USD dengan luas lahan menjadi lebih dari
90 hektar. Saat ini PT. ASC adalah pabrik Chlor Alkali-Vinyl Chloride terpadu
terbesar di Asia Tenggara.
Beberapa bahan kimia dasar yang diproduksi seperti Caustic Soda (NaOH),
Ethylene Dichloride (EDC), Vinyl Chloride Monomer (VCM), Polyvinyl Chloride
(PVC), Hydrochloride Acid (HCI) dan Sodium Hypochlorite (NaClO) banyak
dimanfaatkan oleh kalangan industri hilir. Produk-produk ini merupakan bahan
baku penting bagi sejumlah sektor industri di Indonesia.
Penyertaan modal PT. ASC dibentuk dengan komposisi kepemilikan modal awal
sebagai berikut.
1. Asahi Glass Co.Ltd (Jepang) sebesar 52,5%
2. Mitsubishi Corporation (Jepang) sebesar 11,5%
3. PT. Rodamas Co.Ltd (Indonesia) sebesar 18%
4. Ableman Finance Ltd di British (Virgin Island) sebesar 18%
PT. ASC berkantor pusat di World Trade Centre WTC 2, 10th Floor
Jl. Jend. Sudirman Kav. 29-31, Jakarta, sementara pabriknya terletak di kawasan
Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), Jl. Raya Anyer Km.122 Cilegon 42447,
Banten.

5 Universitas Indonesia
6

Beroperasi selama 24 jam sehari, PT. ASC memperkerjakan lebih dari 1.100
orang karyawan yang mayoritas berasal dari lingkungan sekitar perusahaan,
termasuk dari daerah Cilegon dan Serang, Banten. Hal ini dimaksudkan sebagai
upaya mewujudkan kepedulian sosial terhadap lingkungan masyarakat secara terus
menerus, di samping menjalankan program padat karya, pembangunan puskesmas,
pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi, dan menyediakan kesempatan berusaha
bagi pengusaha kecil, dll.
Di bidang mutu PT. ASC telah meraih sertifikat ISO 9001, sedangkan di
bidang lingkungan PT. ASC telah meraih sertifikat ISO 14001, dan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja PT. ASC juga telah meraih sertifikat OHSAS
18001 serta menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Semua pencapaian ini
membuktikan komitmen PT. ASC terhadap kualitas produknya demi meningkatkan
kepuasan pelanggan, pelestarian lingkungan hidup demi terjaganya kualitas
lingkungan di masa depan serta terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
karyawan dan orang lain yang bekerja untuk dan atas nama PT. ASC.
2.2. Struktur Organisasi
Untuk memastikan tercapainya tujuan perusahaan, PT. ASC menetapkan
pola kendali operasi perusahaan yang tercermin dalam struktur organisasi sebagai
berikut :
1. Dewan Komisaris, yang terdiri dari :
a. Presiden Komisaris
b. Wakil Presiden Komisaris
c. Komisaris
2. Dewan Direktur, yang terdiri dari :
a. Presiden Direktur
b. Wakil Presiden Direktur
c. Direktur, termasuk Manajer Pabrik (Plant Director)
d. Deputi Direktur
3. Manajer Divisi (Division Manager)
4. Asisten Manajer Divisi
5. Manajer Departemen (Department Manager)
6. Kepala Seksi (Section Chief)

Universitas Indonesia
7

7. Staff, termasuk shift leader


8. Operator / Teknisi
Pemegang jabatan di dewan komisaris & dewan direktur merupakan para
wakil pemegang saham di PT. ASC.
2.3. Pengaturan dan Iklim Kerja
Dalam pengaturan kondisi kerja, Manajemen PT. Asahimas Chemical
bersama dengan Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan Minyak, Gas Bumi
dan Umum (SP-KEP Unit Kerja PT. ASC) membuat kesepakatan bersama yang
menghasilkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Beberapa Ketentuan Pokok yang diatur antara lain sebagai berikut.
1. Hubungan Kerja
2. Hari Kerja, Jam Kerja dan Jam Istirahat

Tabel 2.1. Hari dan Jam Kerja PT Asahimas Chemical

Kelompok Kerja Hari Kerja Jam Kerja

Karyawan Daily Senin - Jumat Daily : 07:30 - 16:30

Karyawan Shift Mengikuti pola Shift Shift 1 : 22:45 – 07:00

Shift 2 : 06:45 – 15:00

Shift 3 : 14:45 – 23:00

(Sumber: TEO, PT Asahimas Chemical, 2018)


3. Perjalanan Dinas
4. Sistem Pengupahan
5. Pemeliharaan Kesehatan
6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan
8. Pendidikan dan Latihan
9. Tata Tertib Kerja
10. Dll yang Berhubungan dengan Hak dan Kewajiban Bekerja

Universitas Indonesia
8

2.4. Kebijakan Perusahaan di Bidang Mutu, Lingkungan, dan Kesehatan


& Keselamatan Kerja
Sebagai perusahaan multinasional yang sangat peduli terhadap masalah
kualitas produk, pelestarian lingkungan dan kesehatan serta keselamatan kerja
seluruh karyawan, PT. Asahimas Chemical mempunyai visi dan misi yang tertuang
di dalam Kebijakan Kesehatan & Keselamatan Kerja, Lingkungan dan Mutu
sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi resiko kesehatan dan keselamatan kerja, dampak
lingkungan dan mengambil tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja dan
pencemaran lingkungan.
2. Mengelola energi dan sumber daya alam sebagai bentuk kontribusi terhadap
pelestarian lingkungan.
3. Memproduksi dan menjamin produk bermutu tinggi dan layanan prima
untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
4. Memenuhi semua peraturan perundang-undangan terkait dan persyaratan
lain yang berlaku.
2.5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PT. Asahimas Chemical merupakan pabrik petrokimia yang terpadu yang
mempunyai risiko cukup besar terhadap terjadinya kebakaran karena adanya bahan-
bahan kimia yang mudah terbakar di lingkungan pabrik, seperti Ethylene, VCM,
EDC, Hydrogen dan LPG. Selain itu terdapat juga bahan-bahan kimia yang dapat
mengganggu kesehatan dan membahayakan keselamatan manusia seperti gas
Chlorine, VCM, EDC, Soda Kaustik, Asam Sulfat, Asam Klorida dan Sodium
Hipoklorit (NaClO).
Oleh sebab itu, upaya pencegahan terhadap kebakaran dan kecelakaan perlu
dilakukan sebagai perlindungan bagi tenaga kerja maupun asset perusahaan serta
lingkungan sekitarnya, seperti tertuang dalam Undang-Undang No 1 tahun 1970,
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja [bahwa pengusaha/perusahaan wajib
melindungi tenaga kerja dan orang yang berada di lingkungannya dari kecelakaan
dan gangguan kesehatan serta menggunakan sumber-sumber produksi secara aman
dan efisien].

Universitas Indonesia
9

Untuk memenuhi Undang-undang tersebut, PT. ASC menerapkan Sistem


Manajemen K3 (SMK3) yang mengacu kepada PER 05/MEN/1996 dan
membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang
didasarkan pada PER 04/Men/1987 di mana Departemen Safety & Health bertindak
sebagai sekretariatnya.
Untuk itu dibuat beberapa program kegiatan keselamatan dan kesehatan
kerja, yang masing-masing kegiatan mempunyai tujuan dan sasaran tertentu dan
melibatkan seluruh pihak, antara lain:
 Safety Management Committee Meeting (SMCM) yang merupakan rapat
bulanan manajemen untuk membahas laporan kecelakaan kerja serta safety
performance selama sebulan dan member arahan pelaksanaan program K3;
 Safety Coordinator Meeting yang merupakan forum komunikasi para Safety
Coordinator lintas departemen untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan
dengan permasalahan K3;
 Joint Safety Patrol (JSP) sebulan sekali dan Regular Joint Patrol (RJP)
setiap hari 2 kali (jam 10:00 & 15:00) untuk mencari tindakan tidak aman
dan kondisi tidak aman di area kerja serta potensi pencemaran yang ada agar
dapat diambil tindakan perbaikan;
 Emergency Response Drill untuk melatih ketrampilan karyawan dalam
menghadapi kejadian darurat, dilakukan sebulan sekali (level 1 – tingkat
departemen) dan setahun sekali (level 2 – tingkat pabrik);
 Safety Orientation yang merupakan pemberian materi tentang safety &
environment kepada Business Partner (Kontraktor), dengan agar mereka
tahu bagaimana cara bekerja secara aman, mengetahui apa yang harus
dilakukan bila terjadi keadaan darurat, dan dapat menilai potensi bahaya di
area kerjanya serta tidak mencemari lingkungan.
Dalam hal Kesehatan Kerja, juga dilakukan beberapa kegiatan yang
bertujuan memantau kondisi lingkungan kerja dan kesehatan karyawan, antara lain
Walk Through Survey (WTS) dengan maksud mengidentifikasi potensi bahaya
fisika, kimia, dan biologi yang dapat mengganggu kesehatan pekerja di tempat
kerja, Pengukuran Parameter Lingkungan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan
Karyawan tahunan (Medical Check Up), dan Pelatihan tentang Hygiene Industri

Universitas Indonesia
10

untuk membangun kesadaran kepada semua karyawan untuk bekerja dengan baik
dan benar,terutama dalam penanganan bahan kimia.
2.6. Pengelolaan Lingkungan
Mengingat proses produksi yang dilakukan melibatkan bahan kimia yang
berkategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sehingga dapat menghasilkan
timbulan produk samping dan limbah berbahaya dan beracun pula sebagai hasil
proses, maka perusahaan telah mengantisipasinya dengan mempersiapkan instalasi
pengolah limbah sesuai jenis limbah yang timbul, seperti :
1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment/WWT)
2. Instalasi Pengolahan Limbah Padat (Solid Waste Incinerator/SWI)
3. Instalasi Pengolahan Limbah Gas
Pengolahan limbah pabrik baik untuk limbah cair maupun limbah gas
dioperasikan dan dikontrol secara seksama sesuai dengan standar yang ditentukan,
sementara untuk limbah-limbah yang tidak dapat diolah sendiri, dikirimkan ke
Perusahaan Pengolah Limbah yang ditunjuk pemerintah. Dengan demikian
pencemaran yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar
dapat dihindarkan, sesuai prasyarat Undang-undang terkait dan Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001.
2.7. Lokasi dan Tata Letak Pabrik
Lokasi dan tata letak pabrik merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pembangunan pabrik. Lokasi pabrik yang strategis
ditentukan berdasarkan ketersediaan sumber energi dan utilitas lainnya,
ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, peluang pasar, dan sarana transportasi atau
pengangkutan.
2.7.1. Lokasi
PT Asahimas Chemical memiliki kantor pusat di World Trade Centre 2
(WTC 2) 10th Floor, Jalan Jend. Sudirman Kavling 29-31 Jakarta. Lokasi pabrik PT
Asahimas Chemical terletak di kawasan industri Cilegon, Jalan Raya Anyer Km
122, Desa Gunung Sugih, Kecamatan Ciwandan, Cilegon, Banten.
2.7.2. Tata Letak Pabrik
PT Asahimas Chemical terletak di tepi jalan raya Cilegon – Anyer, dengan
batasan daerah sebagai berikut.

Universitas Indonesia
11

Sebelah utara : Selat Sunda


Sebelah timur : PT Sankyu dan PT Indorama
Sebelah selatan : Jalan Raya Cilegon – Anyer
Sebelah barat : PT LOC, PT Chandra Asri, dan PT Dongjin
Adapun tata letak internal pabrik dijabarkan sebagai berikut.
2.7.2.1.Gedung Administrasi
Gedung ini terletak di dekat pintu utama dan kantin agar dapat memudahkan
tamu atau business partner untuk melakukan kegiatan administrasi.
2.7.2.2.Electricity Station
Electricity station terletak di sebelah kanan gerbang pintu utama PT
Asahimas Chemical. Electricity station dijauhkan dari area VCM dan PVC plant
untuk menghindari gas yang dapat menyebabkan kebakaran jika ada percikan api.
2.7.2.3.Pabrik PVC
Pabrik PVC memiliki area terluas pada PT Asahimas Chemical, memiliki
empat pabrik. Lokasi pabrik PVC-1 dan PVC-2 terletak di sebelah Barat pabrik
VCM-1, PVC-3 terletak di sebelah selatan pabrik PVC-1, PVC-2 dan lokasi PVC-
4 terletak pada Barat Daya pabrik VCM-2. Pabrik PVC diletakkan dekat dengan
pabrik VCM untuk memudahkan transportasi bahan baku dari pabrik VCM.
2.7.2.4.Pabrik VCM
Terdapat 3 pabrik VCM. Pabrik VCM-1 terletak di dekat Technical Building
1, pabrik VCM-2 terletak di dekat Technical Building 2, sementara pabrik VCM-3
terletak di sebelah timur dari pabrik VCM-2.
2.7.2.5.Pabrik Chlor – Alkali
Terdapat 5 pabrik Pabrik C/A (Chlor-Alkali). Pabrik C/A-1 terletak di
sebelah timur Pabrik VCM-1, sedangkan pabrik C/A-2 sampai dengan C/A-5
terletak di sebelah utara pabrik VCM-2 dan VCM-3 dan sebelah selatan
penyimpanan garam (bahan baku C/A plant). Pabrik C/A-2 sampai dengan C/A-5
berdekatan dengan penyimpanan garam (bahan baku C/A plant) untuk
memudahkan transportasi bahan baku.
2.7.2.6.Daerah Pengolahan Limbah
Daerah pengolahan limbah (Waste Treatment Area) terletak di sebelah Barat
Laut pabrik VCM-1 dan berbatasan langsung dengan Selat Sunda.

Universitas Indonesia
12

2.7.2.7.Tempat Parkir Kendaraan


Tempat parkir kendaraan (Vehicle Parking) baik angkutan karyawan
maupun kendaraan staff terletak di depan kantor keamanan di dekat pintu gerbang
satu (Gate-1) dan pintu gerbang tiga (Gate-3).
2.7.2.8.Pelabuhan Tepi Laut
Jetty yang digunakan untuk bongkar muat produk dan bahan baku di PT
Asahimas Chemical terletak di sebelah Barat PT Asahimas Chemical.
2.7.2.9.Gudang
Letak gudang (Warehouse) berdekatan dengan power station yang terletak
di pinggir jalan raya Cilegon-Anyer, dekat north gate agar mudah untuk jalur dari
jalan raya.

Universitas Indonesia
BAB III
DESKRIPSI PROSES PRODUKSI

PT Asahimas Chemical merupakan sebuah pabrik yang memiliki lini


produksi klor – alkali, pabrik VCM, pabrik PVC, dan pabrik utilitas yang terpadu.
Keempat bagian ini terintegrasi sehingga memerlukan koordinasi yang baik untuk
memastikan pabrik beroperasi lancar. Berikut diuraikan bahan baku dan hasil
produksi beserta uraian proses produksi pada setiap pabrik.
3.1. Bahan Baku dan Produk
Sebagai pabrik terpadu, PT Asahimas Chemical beroperasi menggunakan
beberapa bahan baku serta menghasilkan beragam produk yang umumnya
dikonsumsi industri lain. Bahan baku dan hasil produksi utama diuraikan sebagai
berikut.
3.1.1. Bahan Baku
PT. Asahimas Chemical sebagai pabrik kimia terpadu menggunakan
beberapa bahan baku serta menghasilkan beragam produk yang umumnya
dikonsumsi oleh industri lain. Berikut ini beberapa bahan baku yang digunakan oleh
PT. Asahimas Chemical.
A. Garam Industri
Garam Industri merupakan bahan baku utama yang digunakan oleh PT
Asahimas Chemical yang diperoleh melalui impor dari Australia dan India
melalui jalur laut. Pengimporan bahan baku garam dari luar negeri ini
ditinjau dari kemampuan produsen untuk memproduksi dalam jumlah besar
secara konstan guna memenuhi kebutuhan proses pada PT. Asahimas
Chemical. Total kebutuhan garam mencapai 650.000 ton/tahun. Berikut
adalah spesifikasi garam industri yang digunakan.
Tabel 3.1. Spesifikasi Garam Industri

No Komponen Kadar (Basis Basah)


1 NaCl 97,7%-wt
2 Ca 0,03%-wt
3 Mg 0,03%-wt
(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)
13 Universitas Indonesia
14

Tabel 3.1. Spesifikasi Garam Industri (Cont’1)

No Komponen Kadar (Basis Basah)


4 SO42- 0,03%-wt
5 Sr 700 ppb wt
6 Ba 700 ppb wt
7 I 1,5 ppb wt
(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)
B. Listrik
Energi listrik pada PT. Asahimas Chemical diperoleh dari PLTU Suryalaya.
Namun, tahun 2016 PT. Asahimas Chemical membangun power plant
dengan kapasitas 300 MVA. Pembangunan power plant ini dilakukan
karena mengingat PT. Asahimas Chemical merupakan perusahaan dengan
penggunaan listrik terbesar di Indonesia yaitu mencapai 150 MVA.
C. Etilen
Etilen yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical merupakan etilen yang
diperoleh dari Qatar melalui jalur laut dengan pengiriman tangki. Selain itu,
kebutuhan etilen ini juga diperoleh dari PT. Chandra Asri Petrochemical
Cilegon dengan menggunakan pipa distribusi antarpabrik.
D. Oksigen
Oksigen dibutuhkan sebagai umpan pada reaksi oksiklorinasi etilen untuk
menghasilkan EDC. Oksigen diperoleh dari PT Air Liquide Indonesia
(ALINDO).
E. Air Industri
Air industri yang digunakan oleh PT. Asahimas Chemical diperoleh oleh
PT. Krakatau Tirta Industri (KTI). Selain itu, pabrik ini juga menggunakan
air sumur dan air laut sebagai air industry yang akan digunakan pada proses.
3.1.2. Produk
Produk yang dihasilkan PT Asahimas Chemical berupa bahan kimia yang
umumnya digunakan sebagai bahan baku bagi industri lain. Selain itu juga
digunakan sebagai bahan baku untuk proses di PT Asahimas Chemical. Produk-
produk tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Soda Kaustik (NaOH)

Universitas Indonesia
15

Soda Kaustik yang dihasilkan pada pabrik ini merupakan hasil yang didapat
dari pabrik C/A. Wujud yang dihasilkan pada pabrik ini berupa dalam wujud
cair dengan tingkat kemurnian 48% dan juga serpihan/flakes dengan tingkat
kemurnian 98%. Pada umumya, Soda Kaustik merupakan bahan kimia yang
digunakan sebagai ampuran bahan baku sabun, detergen, dan lain-lain.
Kapasitas produksi soda kaustik adalah sebesar 700.000 ton/ tahun untuk
wujud cair dan 30.000 ton/tahun untuk wujud flake.
B. Monomer Vinil Klorida (VCM)
Monomer Vinil Klorida merupakan produk hasil pabrik VCM. Produk ini
biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan PVC dan juga
diijual ke pabrik lain. Kapasitas produksi VCM adalah sebesar 800.000
ton/tahun.
C. Polivinil Klorida (PVC)
Polivinil Klorida merupakan produk yang dihasilkan pada pabrik PVC.
Sebagian besar PVC yang diproduksi digunakan sebagai aplikasi pada
bidang konstruksi, dengan meninjau harga yang ekonomis, kekuatan yang
baik, serta kemudahan dalam instalasi. PVC merupakan bahan plastik
dengan volume produksi nomor tiga terbesar di dunia. Kapasitas produksi
PVC adalah sebesar 550.000 ton/tahun.
D. Etilen Diklorida (EDC)
EDC yang dihasilkan dari reaksi oksiklorinasi dan klorinasi langsung Dijual
ke industry lain dan juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan VCM.
E. Natrium Hipoklorit (NaClO)
Natrium hipoklorit dihasilkan dari hasil campuran soda kaustik dan klorin.
Produk ini dijual dengan kadar kepekatan 10% yang dapat digunakan
sebagai campuran bahan desinfektan dan pembersih. Kapasitas produksi
NaClO adalah sebesar 70.000 ton/tahun.
F. Klorin (Cl2)
Klorin yang dihasilkan dari pabrik CA digunakan sebagai umpan reaksi
pembentukan EDC. Selain itu, klorin juga digunakan sebagai desinfektan
dan dimanfaatkan oleh industri obat-obatan.
G. Asam Klorida (HCl)

Universitas Indonesia
16

HCl dihasilkan dari proses cracking EDC menjadi VCM. Dimana, HCl yang
dihasilkan merupakan produk samping dari proses cracking. HCl yang
dihasilkan digunakan sebagai umpan reaksi oksiklorinasi menghasilkan
EDC. Selain digunakan dalam proses, HCl juga dijual dengan konsentrasi
33%. Sebagai campuran obat-obatan dan makanan. Kapasitas produksi
asam klorida adalah sebesar 355.000 ton/tahun.
3.2. Deskripsi Umum Proses Produksi
PT Asahimas Chemical dalam proses produksi terdiri dari 3 proses utama,
yaitu klor – alkali (C/A), monomer vinil klorida (VCM), dan polivinil klorida
(PVC). Ketiga proses ini berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara
ketiga proses tersebut dapat diilustrasikan melalui block flow diagram berikut.

Gambar 3.1. Block Flow Diagram Sederhana Proses Produksi PT Asahimas Chemical
(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2018)
Uraian berikutnya memaparkan deskripsi umum proses pada setiap pabrik,
dengan penekanan lebih rinci pada pabrik VCM.
3.2.1. Deskripsi Umum Pabrik C/A (Klor – Alkali)
Pabrik C/A menghasilkan soda kaustik sebagai produk utamanya. Bahan
bakunya adalah garam industri yang diproses dengan cara elektrolisis. Produk
Universitas Indonesia
17

samping dari reaksi ini mengahasilkan klorin dan hidrogen. Gas klorin yang
dihasilkan dari pabrik ini, selanjutnya diolah pada pabrik VCM.
Proses diawali dengan pelarutan garam industri tangki pelarutan dengan
menggunakan air industri, sehingga terbentuk larutan natrium klorida (NaCl).
Selanjutnya, larutan ini diumpankan ke dalam reaktor untuk beberapa tahap
pemurnian. Pertama, dilakukan brine purification dengan menambahkan bahan
kimia, ion-ion pengotor dalam larutan garam itu dinonaktifkan. Proses dilanjutkan
dengan memasukkan larutan dalam clarifier, yang bertujuan untuk mengendapkan
kotoran dan dapat dipisahkan. Pada tahap pemurnian kedua, larutan garam (brine)
diumpankan ke dalam brine resin tower (anion/cation bed). Resin tower ini
digunakan untuk mengikat ion-ion pengotor yang masih terikat dalam larutan
garam. Larutan garam yang sudah bersih disebut sebagai BRP (purified brine).
Setelah dimurnikan, bahan baku siap melewati berbagai rangkaian proses
ini
 Unit elektrolisis
Reaksi elektrolisis dilakukan dengan menggunakan Ion Exchange
Membrane Technology yang dikenal dengan Azec system. Sistem ini
merupakan teknologi yang dikembangkan oleh Asahi Glass Co. Ltd. dari
Jepang yang memiliki keunggulan bebas polusi, karena tidak menggunakan
unsur merkuri dan dapat menghemat energi karena konsumsi listrik yang
rendah. BRP diumpankan ke sel elektrolisis pada bagian anoda, sementara
pada katoda diumpankan demineralized water (WD). Pada bagian dalam sel
elektrolisis terdapat membran berjenis monopolar yang hanya dapat
ditembus atau dilewati oleh ion natrium. Proses elektrolisis terjadi dengan
adanya bantuan energi listrik dari PLN yang dirubah dari arus bolak-balik
(AC) menjadi arus searah (DC) dengan menggunakan rectifier sesuai
dengan kebutuhan energi di elektrolisis. Adapun reaksi yang terjadi dalam
proses elektrolisis diuraikan sebagai berikut.
 Reaksi pada anoda
NaCl → Na + Cl
1
Cl → Cl + e
2
 Reaksi pada katoda
Universitas Indonesia
18

1
+ → +
2
+ →
 Reaksi keseluruhan
1 1
+ → + +
2 2
Hasil proses elektrolisis adalah gas hidrogen, gas klorin dan soda kaustik
(NaOH) dengan konsentrasi 32%-wt. Gas hidrogen yang dihasilkan
digunakan sebagai bahan bakar furnace pada reaksi perengkahan EDC
membentuk VCM pada pabrik VCM.
 Unit evaporasi kaustik
Unit evaporasi kaustik ini menggunakan sistem evaporator Tripple Effect.
Kalor yang dibutuhkan untuk evaporasi berasal dari pembakaran LPG dan
hidrogen dengan udara. Sistem ini mengubah larutan NaOH sebagai hasil
proses elektrolisis yang kemudian dipekatkan dari konsentrasi 32%-wt
menjadi 48%-wt. Produk yang telah terbentuk kemudian disimpan di dalam
tangki penampung dan siap untuk dipasarkan. Larutan NaOH dalam wujud
cair dengan kadar 48%-wt hasil keluaran evaporator siap dipasarkan. Selain
itu, juga dijual dalam bentuk flake dengan konsentrasi 98%-wt setelah
dibentuk menggunakan flaker.
 Unit pemrosesan klorin
Gas klorin dari hasil elektrolisis kemudian digunakan sebagai bahan baku
dalam reaksi pembentukan EDC. Pembentukan EDC ini diproses pada
pabrik VCM. Pada unit pemrosesan klorin, terdapat seksi chlorine gas
drying and compression dimana terjadi proses pendinginan dan pencucian
gas klorin. Setelah dilakukan proses pendinginan dan pencucian, kemudian
dilanjutkan dengan proses pengeringan yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya korosi. Tahap terakhir pada unit ini adalah menaikkan tekanan
gas untuk mendistribusikan ke unit selanjutnya. Pada seksi chlorine
liquefaction, klorin didinginkan dan dikondensasikan menggunakan freon
karena akan disimpan dalam fasa cair.
 Purifikasi HCl

Universitas Indonesia
19

Gas klorin sebagai hasil samping reaksi elektrolisis dapat dimanfaatkan


dalam produksi HCl dengan mereaksikan gas klorin, gas hydrogen dan
demineralized water untuk mengabsorpsi HCl gas menjadi produk HCl
liquid dengan kadar 33 % . Sisa HCl yang masih terdapat dalam gas buang
dari absorber unit agar standar gas buang memenuhi spesifikasi baku mutu
lingkungan tidak lebih besar 10 mg/l.
 Produksi NaClO
Gas buangan dari beberapa area dikumpulkan di unit scrubber, dan
komponen gas Cl2 di absorb dengan sirkulasi cairan kaustik untuk
memproduksi larutan Sodium Hypochlorite dengan konsentrasi 11 – 13 %.
 Produksi gas hidrogen
Gas hidrogen yang dihasilkan digunakan dalam proses pembuatan NaOH
flake dan juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam proses perengkahan
EDC membentuk VCM pada furnace pabrik VCM. Dalam proses
produksinya, terdapat proses cooling, washing, dan kompresi gas hidrogen.
Blok diagram sederhana untuk proses pada pabrik C/A diilustrasikan
sebagai berikut.

Universitas Indonesia
20

Gambar 3.2. Blok Diagram Sederhana Proses Produksi Pabrik C/A


(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)

3.2.2. Deskripsi Umum Pabrik VCM (Monomer Vinil Klorida)


Pada pabrik VCM, gas klorin yang merupakan hasil dari pabrik C/A diolah
untuk dijadikan umpan dalam pembentukan VCM. Untuk menghasilkan produk
VCM, terdapat umpan tambahan yaitu etilen dan oksigen sehingga dihasilkan
monomer vinil klorida. VCM yang telah terbentuk kemudian akan dijadikan
sebagai umpan dalam pembentukan PVC. Terdapat 3 pabrik VCM yang beroperasi,
dengan nama VCM-1, VCM-2, VCM-3. Ketiga pabrik ini memiliki prinsip utama
yang sama, namun dengan perbedaan pada teknologi yang digunakan dalam proses.
EDC yang merupakan bahan baku dalam pembentukan VCM, dihasilkan
dari dua jenis proses yaitu reaksi klorinasi langsung dan oksiklorinasi. EDC yang
berasal dari area 300 umumnya digunakan sebagai komoditi ekspor dengan tingkat
kemurnian yang tinggi, sedangkan EDC yang berasal dari area 200 akan dilakukan
purifikasi terlebih dahulu di area 300 yang kemudian digunakan sebagai umpan
reaksi perengkahan membentuk VCM pada furnace. EDC yang digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan VCM adalah 1,2-etilen diklorida. Selain melalui
proses sintesis, terdapat sebagian EDC yang diimpor, sebagai umpan furnace saat

Universitas Indonesia
21

pada keadaan tertentu dibutuhkan. Penjabaran lebih mendetail mengenai pabrik


VCM diuraikan pada bagian berikutnya.
3.2.3. Deskripsi Umum Pabrik PVC (Polivinil Klorida)
Pada pabrik PVC, VCM yang dihasilkan dari pabrik C/A kemudian diolah
untuk menghasilkan polivinil klorida dengan menggunakan prinsip polimerisasi.
Terdapat 3 teknologi yang umum digunakan, yaitu polimerisasi suspensi, emulsi,
dan bulk, Produk PVC yang dihasilkan berbentuk pori dengan ukuran 100 s.d. 150
μm. Pembuatan PVC secara umum terdiri atas lima seksi sebagai berikut.
 Polimerisasi (Polymerization)
Pada seksi polimerisasi, terjadi reaksi polimerisasi dengan mengubah
monomer vinil klorida (VCM) menjadi polimer polivinil klorida (PVC)
dalam reaktor sistem batch yang bebas udara. Bahan baku dalam proses ini
berupa VCM, demineralized water (WD), katalis/ inhibitor, suspending
agent, dan bahan-bahan aditif tertentu. Reaksi polimerisasi terjadi pada
temperatur yang konstan, kemudian slurry (bubur PVC) dikeluarkan dari
reaktor.
 VCM Stripping (Demonomerisasi)
Demonomerisasi bertujuan untuk memisahkan VCM yang tidak bereaksi
dari bubur PVC. Kandungan VCM dihilangkan dari bubur PVC sesuai
spesifikasi yang telah ditentukan. Penghilangan kandungan VCM ini karena
sifatnya yang karsinogenik. Bubur dari stripping column didinginkan di
slurry heat exchanger dan dialirkan ke tangki slurry, sementara uap tangki
steam yang berasal dari stripping column didinginkan sehingga air dan
VCM yang terbentuk terpisah. Gas VCM yang terpisah dikirimkan ke gas
holder untuk diproses kembali di unit Recovery VCM.
 Pengeringan (Drying)
Seksi pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam PVC
dengan menggunakan fluidized bed dan heat banks untuk meningkatkan
transfer kalor. Slurry yang berasal dari seksi demonomerisasi ditampung
terlebih dahulu di dalam slurry tank sebelum masuk ke dalam seksi drying.
Untuk menjaga kehomogenan campuran dan mencegah pengendapan PVC
di dalam tangki, digunakan agitator untuk mengaduknya secara kontinu.

Universitas Indonesia
22

 Recovery VCM
Recovery VCM digunakan untuk memproses VCM yang tidak bereaksi baik
dari seksi polimerisasi maupun seksi demonomerisasi membentuk cairan
VCM. Recovery VCM dilakukan dalam VCM gas holder yang dikompresi
sehigga menghasilkan kondensasi yang dapat digunakan kembali sebagai
bahan baku polimerisasi.
 Penyimpanan dan Pengemasan
Produk PVC yang telah disimpan sementara dalam product silo dikemas
dalam kantong kemasan berukuran 25 kg dan 600 kg. Seksi penyimpanan
dan pengemasan menggunakan 4 buah silo, 3 buah untuk storage dan 1 buah
untuk produk PVC off-grade. Ketika dilakukan flushing, kantong-kantong
yang telah terisi ditransfer ke bagging melalui conveyor yang secara
otomatis bertumpuk pada sebuah palet dan kemudian disimpan dalam
gudang.
3.3. Departemen VCM-3
Pabrik VCM didirikan untuk meningkatkan aspek ekonomis operasi pabrik
C/A. Gas klorin yang dihasilkan dijadikan umpan pembentukan VCM. Selain itu,
ada pula umpan tambahan berupa etilen dan oksigen, dihasilkanlah monomer vinil
klorida, yang menjadi bahan baku pembentukan PVC pada pabrik PVC.
Terdapat 3 pabrik VCM yang beroperasi, dengan nama VCM-1, VCM-2,
VCM-3. Ketiga pabrik ini memiliki prinsip utama yang sama, dengan perbedaan
pada teknologi yang digunakan dalam proses. Tinjauan pembahasan selanjutnya
akan berfokus pada pabrik VCM-3.
Pabrik VCM-3 tersusun atas 9 area yang terintegrasi satu dengan yang lain
untuk menghasilkan VCM. Kesembilan area itu dijabarkan sebagai berikut.
 Area 100 : Ethylene Handling
 Area 200 : Reaksi Oksiklorinasi (OHCl)
 Area 300 : Reaksi Klorinasi Langsung (HTDC) dan Purifikasi EDC
 Area 400 : Reaksi Perengkahan EDC
 Area 500 : Purifikasi VCM
 Area 600 : Waste Water Treatment
 Area 700 : Refrigeran

Universitas Indonesia
23

 Area 800 : Insinerator


 Area 900 : EDC/ VCM Tank, Tower Scrubber, Deaerator
Hubungan antar kesembilan area diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 3.3. Hubungan Antar Area pada Departemen VCM-3


(Sumber: VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)
Penanganan terhadap etilen sebagai umpan reaksi dilakukan di area 100.
Etilen bersama dengan klorin dari pabrik C/A diumpankan ke area 300 untuk
menjalani reaksi klorinasi langsung membentuk EDC. HCl sebagai produk area 300
digunakan sebagai umpan reaksi oksiklorinasi di area 200 bersama-sama dengan
klorin, oksigen, dan etilen. Produk EDC yang dihasilkan kedua area akan menjadi
umpan furnace pada area 400 untuk menjalani reaksi perengkahan membentuk
VCM. Selanjutnya, akan dilakukan pemisahan VCM dari EDC dan HCl pada area
500 menghasilkan VCM murni. Air buangan akan diolah pada area 600 sementara
limbah berupa tar dan gas buang akan diolah pada area 800 untuk memperoleh
kembali HCl. Area 900 mencakup deaerator serta VCM/ EDC tank termasuk
produk VCM yang akan dialirkan ke pabrik PVC. Penjelasan lebih rinci ditekankan
pada proses utama pada area 100, 200, 300, 400, dan 500, serta pengolahan limbah
pada area 600 dan 800.
3.3.1. Area 100
Area 100 merupakan area penyimpanan etilen sebagai bahan baku dalam
reaksi pembuatan EDC melalui oksiklorinasi dan klorinasi langsung. Etilen

Universitas Indonesia
24

diperoleh melalui impor dari Qatar dan dari PT Chandra Asri Petrochemical. Etilen
disimpan dalam tangki penyimpanan berbentuk bola dalam fasa liquid. Tangki
penyimpanan diberi nama ST-X921 dan diinsulasi.
Etilen disimpan dengan kisaran temperatur -106oC dalam tangki
penyimpanan. Kemudian, etilen ini dipanaskan dengan heater, dengan sumber
panas berupa gas HCl dan uap metanol. Aliran etilen selanjutnya diteruskan ke
reaktor OHCl pada unit 200 untuk reaksi oksiklorinasi dan ke reaktor HTDC pada
unit 300 untuk reaksi klorinasi langsung.
3.3.2. Area 200
Reaksi oksiklorinasi merupakan reaksi pembuatan EDC dengan
memanfaatkan HCl yang terbentuk dari hasil perengkahan. HCl ini kemudian
direaksikan dengan suplai oksigen untuk menghasilkan klorin yang akan bereaksi
dengan etilen menjadi EDC melewati dua tahap berikut.
1
2 + → +
2
+ →
Intermediet klorin yang terbentuk akan secara langsung bereaksi dengan
umpan etilen sehingga diperoleh reaksi total sebagai berikut.
1
2 + + → +
2
Peralatan utama yang ada di area 200 meliputi reaktor hidrogenasi, reaktor
oksiklorinasi, kolom quencher, serta recovery train dengan proses OVR (Oxygen
Vent Recycle).
Sebelum memasuki reaktor oksiklorinasi, HCl, etilen, dan oksigen perlu
melalui tahapan preheat untuk memastikan fasa berada di fasa gas untuk mencegah
terjadinya dew point corrosion. Setelah tahapan preheat, HCl perlu melewati
reaktor hidrogenasi RE-X205, dengan tujuan mengkonversi kandungan asetilen
menjadi etilen menurut reaksi berikut. Kontaminasi etilen berasal dari hasil
perengakahan EDC. Etilen merupakan salah satu produk samping dari perengkahan
EDC.
C H +H →C H
Adapun hidrogen yang diperlukan dalam reaksi diperoleh dari pabrik C/A-
5 dengan temperatur berkisar pada 80oC. Gas hidrogen ini disimpan di VE-X220

Universitas Indonesia
25

dalam suhu 40 oC. Sebelum direaksikan dengan asetilen di RE-X205, kandungan


air akan diperangkap pada SP-X205 untuk mencegah korosi peralatan. Keluaran
reaktor RE-X205 akan bercampur dengan umpan oksigen pada line mixer LM-
X213 sebelum memasuki reaktor oksiklorinasi.
Reaksi antara etilen, oksigen, dan HCl berlangsung di dalam reaktor
terfluidisasi berkatalis padat alumina – tembaga klorida dan bersifat eksotermis.
Reaksi berlangsung pada rentang suhu 200 s.d. 230oC. Untuk melengkapi reaktor
OHCl, terdapat VE-X202 yang digunakan untuk menghasilkan steam bertekanan
rendah (SLP) dengan mengalirkan boiler feed water yang digunakan sebagai
pendingin pada reaktor. Gas diumpankan melalui bagian dasar reaktor. Katalis
disimpan dalam cyclone di VE-X203 untuk dialirkan ke reaktor.
Gas keluaran dari reaktor selanjutnya memasuki kolom quencher TW-
X201, yang berfungsi untuk mendinginkan secara mendadak hingga mengalami
penurunan suhu signifikan dari 227oC mencapai 108oC. Quencher terbuat dari batu
tahan asam dengan maksud mencegah terjadinya korosi. Tujuan dilakukannya
Quencher adalah untuk mencegah terjadinya reaksi samping. Selain itu, fungsi lain
quencher adalah menangkap sisa HCl dan menekan kadar pengotor. HCl ini
selanjutnya dikirim menuju pengolahan air limbah bersama dengan air dan katalis,
dengan jalur yang diinjeksikan soda kaustik sebagai agen netralisasi. Pada area
pengolahan air limbah, produk bottom quencher akan ditampung dalam surge drum
untuk perlakukan lebih lanjut.
Gas dari top product TW-X201 akan dikondensasi oleh crude EDC
condenser HE-X206 dengan air pendingin sebagai medium pendingin untuk
kemudian dialirkan menuju VE-X210. Pada tahap ini, sebagian besar air dan EDC
terkondensasi, sementara uap yang tidak terkondensasi mengandung komponen
nitrogen, CO2, CO, oksigen, etilen, EDC tak terkondensasi, dan inert.
Aliran tiga fasa air, EDC, dan uap tak terkondensasi memasuki crude EDC
KO pot VE-X210, di mana cairan akan terpisah dari uap. Aliran fasa gas keluaran
crude EDC KO Pot akan dikembalikan sebagai recycle gas melalui tahap kompresi
menggunakan kompresor CO-X212 dan pemanasan menggunakan recycle gas
preheater HE-X203. Recycle gas ini menjadi umpan reaktor yang akan bergabung
bersama etilen dan HTDC vent gas di line mixer LM-X212 untuk direaksikan di

Universitas Indonesia
26

reaktor oksiklorinasi RE-X201. Recycle gas ini berperan sebagai medium fluidisasi
bagi katalis dalam reaktor.
Sebagian kecil recyle gas di-purge dari sistem untuk menghilangkan
akumulasi CO2, CO, etilen, dan inert. Aliran purge dari crude EDC KO Pot
bergabung dengan aliran vent dari CO2 stripper menuju vent gas chiller HE-X211
dan vent gas separator VE-X212 untuk recovery EDC sebelum dibuang ke
insinerator.
Fasa cair dari crude EDC KO pot akan dipompakan ke kolom CO2 stripper
TW-X205, di mana CO2 terlarut akan di-strip oleh nitrogen. Campuran EDC dan
air selanjutnya dialirkan ke crude EDC decanter, di mana air dan EDC dipisahkan
dengan prinsip dekantasi oleh perbedaan berat jenis. Dari decanter, air akan
dikembalikan ke kolom quencher TW-X201 sementara EDC akan dipompakan ke
caustic wash tank VE-X204. Kaustik diinjeksikan pada caustic wash tank dengan
tujuan menghilangkan kloral dan 2-kloroetanol yang terbentuk sebagai produk
samping dari reaksi oksiklorinasi. EDC yang telah bersih dari pengotor selanjutnya
dikirim ke tangki penampung ST-X901.

Universitas Indonesia
Gambar 3.4. Process Flow Diagram Sederhana Area 200 Pabrik VCM-3
(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)
27 Universitas Indonesia
28

3.3.3. Area 300


Area 300 merupakan area pembuatan EDC dengan klorinasi langsung serta
recovery EDC. Reaksi klorinasi langsung terjadi seperti reaksi berikut.
C H + Cl ⟶ C H Cl
Reaksi klorinasi langsung berlangsung pada reaktor HTDC RE-X301
dengan umpan klorin dan etilen dengan rasio 1,04 untuk etilen. Tujuan melebihkan
etilen dalam reaksi langsung ini adalah menghindari korosi yang dapat timbul
apabila terdapat jumlah klorin sisa yang signifikan. Reaksi terjadi dalam fasa gas di
sebuah reaktor termosiphon. Reaksi berlangsung pada temperatur sekitar 106oC.
Tinggi dari level di reaktor ini dikontrol dengan menyirkulasikan mother liquor
EDC yang bersuhu lebih rendah. Aliran ini dibagi dua, yaitu satu diposisikan di atas
packing untuk membasahi isinya dan satu di bawah sebagai level control. Untuk
setiap 1 mol produk yang terbentuk, terdapat 5 mol EDC yang teruapkan. Hal inilah
yang menyebabkan perlu adanya aliran refluks dari hiboil column dengan tujuan
backup level pada reaktor.
Temperatur ini dijaga dengan menggunakan reboiler yang disuplai sumber
panas berupa steam bertekanan rendah (SLP). Keluaran reaktor akan dialirkan ke
hiboil column TW-X302, dengan sebagian aliran dikembalikan ke reaktor. EDC
wet crude yang berasal dari tangki penyimpanan ST-X901 diumpankan ke head
column TW-X301 untuk pemisahan EDC dengan air menggunakan prinsip distilasi
azeotrop. Produk atas berupa air dan EDC akan melalui HE-X302 dengan medium
pendingin berupa air pendingin dan memasuki dekanter VE-X301 untuk
memisahkan air dan EDC berdasarkan perbedaan berat jenis. Sisi air akan ditransfer
ke LM-X601 pada area waste water treatment dan sebagian dikembalikan. Sisi
EDC akan ditransfer ke ST-930 pada area insinerator dan sebagian dikembalikan
ke kolom. Adapun produk bawah kolom yang mayoritas berisi EDC dengan
kandungan air maksimum 10 ppm ditransfer ke hiboil column TW-X302 untuk
recovery EDC.
Umpan hiboil column TW-X302 mencakup produk bawah TW-X301,
produk reaktor RE-X301, serta umpan dari EDC dry crude tank. Dalam hiboil
column, dilakukan pemisahan antara EDC dengan high boiling component (HBC)
dan low boiling component (LBC), di mana LBC akan naik sebagai produk atas dan

Universitas Indonesia
29

HBC akan turun sebagai produk bawah. Produk atas hiboil column selanjutnya
dialirkan melalui HE-X305 untuk didinginkan dan menuju VE-X302. Dari vessel
ini, sebagian aliran akan ditransfer ke line mixer LM-X205 untuk recovery EDC,
sementara pengotor akan dibuang menggunakan sistem HTDC vent ke area 800.
Produk bawah hiboil column dialirkan kembali ke reaktor RE-X301 untuk backup
level dan sebagian dialirkan ke vacuum column TW-X303 untuk mem-blow
komponen heavies. Adapun produk tengah dari hiboil column berupa EDC
ditransfer ke tangki penyimpanan ST-X903 untuk menjadi umpan furnace, dan
sebagian dikirimkan ke TW-X305 untuk pemurnian EDC lebih lanjut apabila
terdapat kebutuhan ekspor EDC.
Dalam vacuum column TW-X303, terjadi pemisahan antara EDC dan high
boiling component menggunakan tekanan vakum, di mana EDC keluar sebagai
produk atas dan HBC keluar sebagai produk bawah. Tekanan vakum dipilih untuk
digunakan atas dasar keunggulan yaitu mengurangi kebutuhan steam dan
temperatur untuk melangsungkan proses separasi. Kolom ini didukung oleh reboiler
HE-X307 dengan medium pemanas berupa steam bertekanan rendah (SLP) dan
kondenser HE-X308 dengan medium pendingin berupa air pendingin. Produk atas
akan dialirkan ke VE-X304, di mana sebagian aliran akan direfluks kembali dan
sebagian lainnya memasuki sistem vent dan recovery EDC ke line mixer LM-X205.
Sementara itu, produk bawah vacuum column berupa tar akan memasuki tangki
penyimpanan EDC Tar ST-X931 pada area insinerator.

Universitas Indonesia
Gambar 3.5. Process Flow Diagram Sederhana Area 300 Pabrik VCM-3
(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)
30 Universitas Indonesia
31

3.3.4. Area 400


Proses utama yang terjadi pada area 400 adalah perengkahan EDC yang
dihasilkan pada area 200 dan 300 membentuk produk VCM dan HCl. VCM akan
digunakan sebagai umpan pembuatan PVC. Produk samping berupa HCl digunakan
untuk membentuk EDC kembali pada reaktor oksiklorinasi di area 200 dan dijual
sebagai produk HCl 33%.
C H Cl → C H Cl + HCl
Reaksi perengkahan EDC berlangsung di EDC pyrolysis furnace FU-X401
A dan B dengan konversi 55%. Pada praktiknya nilai konversi dijaga pada jangauan
40% sampai 65%. Nilai ini merupakan konversi optimum, yang apabila
ditingkatkan akan memperbanyak jumlah coke dan produk samping seperti Karbon
tetraklorida (CCl4). Coke yang terbentuk akan merugikan karena dapat
meningkatkan fouling factor yang menurunkan koefisien perpindahan kalor
keseluruhan pada operasi pertukaran panas. Sebagai reaksi endotermis,
perengkahan EDC membutuhkan bahan bakar yang dipenuhi oleh hidrogen sebagai
produk pabrik C/A dan tambahan dari natural gas.
Umpan EDC ditampung di dalam sebuah tangki umpan. EDC harus disuplai
dalam keadaan bersih, kering, dan bebas dari padatan. Kandungan air dalam EDC
dijaga maksimal 20 ppm melalui analisis dengan moisture analyzer. Tangki
memiliki kapasitas sebesar 340 m3 atau 408 ton. Tangki ini beratap kerucut dan
dilengkapi dengan sistem selimut nitrogen untuk menstabilkan tekanan. Level
tangki dijaga sekitar 50% dengan temperatur di bawah 60oC. Tangki EDC ini
dihubungkan dengan sistem kondenser menggunakan metanol sebagai media
pendinginnya
EDC dialirkan ke dalam furnace FU-X401 melalui cracker pump PU-X401
A/B. Pompa yang bekerja adalah satu pompa saja dan yang satunya standby.
Sebelum memasuki furnace, dilakukan preheating pada HE-X406A/B
menggunakan overhead Quench Scrubber dan Quench bottom stripper hingga
mencapai suhu 80 oC. Kemudian, EDC akan memasuki seksi konveksi furnace dan
dipanaskan kembali pada vaporizer external hingga ~95% EDC menguap
menggunakan media SHHP.

Universitas Indonesia
32

EDC panas kemudian masuk ke bagian radiasi dan mulai terengkah pada
temperatur sekitar 350 oC sampai temperatur akhir sekitar 500oC. Reaksi ini
merupakan reaksi endoterm dengan panas reaksi sebesar 71 kJ/mol. Proses
penguapan EDC secara superheated harus dijalankan dengan sempurna untuk
mengurangi potensi terbentuknya coke, yang dapat menyebabkan pengendapan dan
penurunan efisiensi furnace serta meningkatkan kebutuhan panas dalam proses
perengkahan.
Proses cracking ini dirancang untuk membentuk VCM dengan konversi
EDC mencapai 55%. Untuk mencapai konversi yang dikehendaki, waktu tinggal
EDC pada radiant coil sekitar 14 detik. Jika temperatur ditingkatkan, selektivitas
akan berkurang meski menaikkan konversi. Tekanan juga diatur pada 11 kg/cm2(g)
pada coil exit sebab tingginya tekanan akan menyebabkan bertambahnya
pembentukan coke.
Hasil keluaran furnace berupa VCM, HCl, dan pengotor lain selanjutnya
dikirim ke Transfer Line Exchanger HE-X411. Unit ini menggunakan bantuan air
sebagai penangkap energi panas dari keluaran furnace dan menghasilkan steam
bertekanan sangat tinggi (SHHP).
Setelah melewati TLE, aliran diteruskan ke kolom quench scrubber TW-
X401. Adapun tujuan pendingingan gas secara mendadak dijabarkan sebagai
berikut.
 Mendinginkan gas keluaran furnace hingga mencapai dew point gas.
Pendinginan yang cepat terhadap gas dilakukan untuk mengurangi potensi
terjadinya reaksi samping, pembentukan coke, dan reaksi balik antara VCM
dan HCl yang bisa membentuk 1,1-EDC yang tidak dapat digunakan untuk
proses perengkahan bila di-recycle.
 Memisahkan fasa cairan dan fasa gas untuk mendapatkan efektivitas
pemisahan dalam area 500 secara sempurna.
 Menghilangkan karbon dan tarr yang dihasilkan dari proses cracking.
 Memaksimalkan kondensasi overhead product dari quenching tower. Aliran
uap akan dipertukarkan panas dengan feed EDC untuk preheating sebelum
dimasukkan ke furnace.

Universitas Indonesia
33

Kolom quench scrubber digunakan untuk melakukan pendinginan


mendadak. Sebagian dari overhead kolom akan digunakan pertukaran panas dengan
EDC dan kemudian dikondensasikan kembali menggunakan WKS. Fasa liquid dan
gas ditampung di VE-X401 sebelum liquid dikembalikan sebagai refluks di TW-
X401 untuk mengatur level dan pendinginan kolom. Sementara fasa gas dari vessel
akumulator di VE-X401 akan dijadikan umpan HCl column di area 500.
Sebagian lain dari bottom quench scrubber akan dialirkan ke quench bottom
stripper untuk memisahakan VCM dan EDC. Kolom ini tersusun dari 15 tingkat
yang berfungsi sebagai recovery VCM. Aliran overhead dari kolom ini akan
melewati berbagai jaringan pertukaran kalor sebelum bercampur dengan overhead
quench scrubber di VE-X401. Aliran bottom akan dipisahkan dari heavies pada
vacuum column TW-X303.
3.3.5. Area 500
Pada area 500, berlangsung proses purifikasi VCM dengan peralatan utama
berupa kolom HCl, kolom VCM, dan VCM stripper. Aliran gas dan cairan dari area
400 dimurnikan sehingga memperoleh produk VCM dengan spesifikasi yang telah
ditentukan. Pada area ini menghasilkan HCl dan EDC. HCl dipisahkan dari
campuran dan diperoleh kembali untuk menjadi umpan pada reaksi oksiklorinasi.
Sedangkan EDC yang tidak bereaksi akan kembalikan sebagai umpan furnace.
Kolom HCl TW-X501 terdiri dari 70 tray untuk memisahkan HCl dari
campuran EDC, VCM, dan air. Umpan kolom ini berasal dari produk top quench
scrubber accumulator VE-X401 yang kaya HCl dan berfasa uap, serta produk
bottom quench scrubber accumulator VE-X401 yang kaya EDC dan berfasa cair.
Selain itu, sebagian keluaran VCM stripper accumulator VE-X506 dikembalikan
ke kolom HCl untuk recovery.
Prinsip dasar kolom HCl adalah untuk memurnikan gas HCl pada bagian
atas kolom dan mencegah terdapatnya HCl pada bagian bawah kolom. Prinsip kerja
yang digunakan yaitu berdasarkan volatilitas dari HCl dengan VCM dan EDC.
Dimana HCl dengan volatilitas relatif lebih tinggi akan meninggalkan campuran
EDC dan VCM ke atas kolom. Sumber panas dari reboiler di bagian bawah kolom
berasal dari steam bertekanan rendah (SLP). Sebagian keluaran atas kolom

Universitas Indonesia
34

ditransfer melalui sistem pendingin menggunakan etilen dan refrigeran menuju HCl
column reflux accumulator VE-X501 dan direfluks kembali ke kolom.
Produk atas kolom HCl yang merupakan HCl free organic akan menuju HE-
X403 sebelum akhirnya menuju area 200 sebagai umpan reaktor oksiklorinasi. HCl
yang menuju reaktor oksiklorinasi dipastikan bebas senyawa organik untuk
mencegah terjadinya reaksi samping membentuk produk trikloroetilen.
Cairan yang ditangani oleh kolom HCl merupakan cairan yang berkarbon
yang bsa menyebabkan terjadinya fouling pada peralatan, terutama reboiler. Untuk
mengantisipasi jika terdapat masalah pada reboiler saat beroperasi. Maka terdapat
reboiler cadangan yang standby. Aliran bawah kolom HCl TW-X501 yang
mengandung EDC dan VCM selanjutnya diumpankan menuju kolom VCM TW-
X502 setelah melewati strainer pada sistem perpipaan tersebut. Perlu dilakukan
perawatan secara berkala pada aliran ini karena pada aliran ini sering terdapat coke
yang menyumbat aliran.
Pada kolom VCM TW-X502 terjadi pemisahan antara EDC dan VCM yang
dilengkapi dengan kondenser HE-X504 dan reboiler HE-X503. Adapun medium
pendingin kondenser adalah air pendingin sementara media pemanas di reboiler
merupakan steam bertekanan menengah (SMP). Produk atas kolom TW-X502 yang
mengandung VCM dan trace HCl selanjutnya memasuki VCM stripper TW-X504
sementara produk bawah berupa EDC recycle dialirkan ke reaktor klorinator RE-
X510.
Produk bawah kolom VCM TW-X502 yang merupakan EDC recycle akan
dialirkan menuju RE-X510 untuk mengubah light menjadi heavies. Keluaran
reaktor ini akan masuk ke tangki penyimpanan ST-X902 dan melalui economizer
HE-X513 untuk selanjutnya memasuki hiboil column TW-X302 sebagai recovery
EDC.
Pada VCM stripper TW-X504, terjadi pemisahan antara VCM dan HCl sisa.
HCl yang keluar sebagai produk atas akan didinginkan oleh kondenser HE-X508
dengan medium pendingin berupa air pendingin. Sebagian aliran ini direfluks
kembali ke kolom, sementara sebagian lainnya dialirkan menuju VCM dryer TW-
X506 dengan adanya penambahan soda kaustik untuk menghilangkan jejak HCl
yang masih ada. Produk bawah kolom VCM TW-X504 yaitu produk VCM akan

Universitas Indonesia
35

melewati cooler HE-X511 menuju tangki penyimpanan produk VCM ST-X906,


sebelum nantinya dialirkan ke pabrik PVC sebagai bahan baku pembuatan PVC.

Universitas Indonesia
Gambar 3.6. Process Flow Diagram Sederhana Area 400 dan 500 Pabrik VCM-3
(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)

36 Universitas Indonesia
37

3.3.6. Area 600


Sumber dari air limbah berasal dari unit OHCl (Hot Quench bottom dan
Caustic Wash), unit purifikasi EDC (Head Column Water), unit VCM purifikasi,
dan unit incinerator.
Pada unit OHCl, produk bawah Hot Quench Column terdapat air dan HCl
yang tidak bereaksi yang meninggalkan reaktor. Air limbah ini masih mengandung
kandungan asam yang tinggi (0.5 s.d. 1.5% HCl) dan juga mengandung katalis
padat. Selain itu juga mengandung EDC, 2-kloroetanol dan kloral dalam jumlah
yang sedikit. Di lain sisi, aliran dari Caustic Waste Tank bercampur dengan aliran
Hot Quench pada unit air limbah untuk mengambil kandungan NaOH didalamnya.
Pada unit purifikasi EDC, EDC dan komponen light yang dihasilkan
dilakukan stripping pada Waste Water Stripper. Aliran ini juga bisa dialihkan ke
Contaminated Water Storage Tank (ST-X602) jika Waste Water Stripper sedang
dilakukan perbaikan.
Pada unit VCM, air buangan dari VCM Caustic Dryer Blowdown masih
mengandung VCM. Oleh karena itu, perlu dipompakan ke ST-X602 untuk
menghilangkan kandungan VCM tersebut.
Langkah-langkah dalam proses pengolahan air pada unit 600 terdiri dari
pencampuran, netralisasi, steam stripping, dan pendinginan untuk menuju proses
selanjutnya.
a. Netralisasi
Proses netralisai pada unit pengolahan air terjadi dengan menggunakan
kaustik (20%) atau asam (10% HCl). Dimana pH yang diharapkan berkisar
antara 8 sampai 9.
b. Steam Stripping
Steam stripping digunakan untuk menghilangkan dan mengembalikan
EDC. Umpan dari ST-X602 dipompakan ke Stripper Feed Bottom Exchanger
(HE-X602) dan bercampur dengan Air panas yang meninggalkan unit
Neutralization Surge Drum dan air limbah dari PVC. Campuran dari aliran ini
kemudian dipanaskan dengan menginjeksikan steam pada Stripper Feed Heater
(EJ-X625). Pemanasan ini dilakukan untuk mengurangi jumlah kondensat pada
Waste Water Stripper (WWS) dan memastikan laju uap yang melalui WWS
sama pada setiap traynya.
Universitas Indonesia
38

Aliran air limbah yang dipanaskan ini kemudian diumpankan menuju


tray atas dari WWS (TW-X61). Stripping steam ditambahkan dari bawah TW-
X601 untuk menjaga level cairan pada WWS. TW-X601 berfungsi untuk
menghilangkan EDC dari air limbah dibawah 1 ppm. Selain itu juga
menghilangkan komponen ringan lainnya seperti kloroform dan VCM.
Produk top stripper TW-601 akan dialirkan ke stripper overhead condenser
HE-X601 dan didinginkan dengan menggunakan air pendingin. Organik dan
uap dikondensai dan dipompakan menuju Caustis Wash pada unit OHCl.
Sedangkan gas dialirkan menuju Wet Vent Header dan Incinerator.
c. Pendinginan
Cairan dari WWS bagian bawah akan mengalir melalui Stripper Feed
Bottom Exchanger (HE-X602) dan didinginkan menjadi 40°C pada Stripper
Bottom Cooler (HE-X603). Aliran bawah yang didinginkan juga dilakukan
pengecekan pH supaya tidak kurang dari 6. Air limbah yang telah memenuhi
spesifikasi akan dikirim ke proses selanjutnya, sedangkan yang tidak memenuhi
spesifikasi akan dikembalikan ke ST-X602.

Universitas Indonesia
Gambar 3.7. Process Flow Diagram Sederhana Area 600 Pabrik VCM-3
(Sumber: Departemen VCM-3. PT Asahimas Chemical, 2019)

39 Universitas Indonesia
40

3.3.7. Area 700


Area 700 merupakan area refrigerasi. Sistem refrigeran yang digunakan
berupa kompressor jenis screw compressor dengan pendingin berupa propilen.
Kompressor jenis ini terdapat dua masukan, yaitu main suction dan middle suction.
Untuk main suction berasal dari low temperature steam sedangkan middle suction
berasal dari high temperature steam. Terdapat empat area yang menggunakan
refrigeran, yaitu area 200, 300, 500, dan 900.
Pada area 200 dan 900, menggunakan masukan berupa high temperature
steam. Alat yang menggunakan refrigeran pada area 200 berupa HE-X211 dengan
tujuan untuk mengkondensasikan air dan organik atau meminimalkan organik yang
terbawa menuju vent system dengan masukan berupa high temperature steam,
sedangkan pada area 900 alat yang menggunakan refrigeran yaitu HE-X910 dengan
tujuan untuk mendinginkan gas di storage. Kemudian pada area 300 dan 500,
masukan yang digunakan berupa low temperature steam. Pada area 300 alat yang
menggunakan refrigerant yaitu HE-X312 dan HE-X315, sedangkan area 500 alat
yang menggunakan refrigeran yaitu HE-X502.
Udara bertekanan memasuki separator tank yang berfungsi untuk
memisahkan oli dan udara, sehingga udara bertekanan tidak membawa oli. Pada
keluaran kompresor terdapat kondensor yang berfungsi untuk mendinginkan cairan
bersuhu 80°C yang kemudian didinginkan dengan menggunakan WKS menjadi
suhu 30°C. Keluaran dari kondensor yang memiliki suhu 38-40°C kemudian masuk
ke dalam vessel berbentuk propilen cair bertekanan 15-16 kg/cm2g. Untuk
menghasilkan low temperature steam, propilen cair bersuhu 40 °C masuk menuju
suatu HE yang berfungsi untuk mengubah propilene cair bersuhu 40°C menjadi -
20°C dengan tekanan tetap. Selanjutnya, HE-X312, HE-X315, dan HE-X502 yang
memiliki suhu 30°C didinginkan menggunakan propylene menjadi 5°C.
3.3.8. Area 800
Area 800 merupakan area incinerator dengan proses pembakaran untuk
treatment limbah menjadi produk berupa HCl 21%-wt. Sumber untuk diolah pada
area ini adalah sebagai berikut:
 EDC dari sisi EDC vessel VE-X301 keluaran top kolom TW-X301.
 EDC Heavies (Tar) dari Vacuum Column TW-X303.

Universitas Indonesia
41

 Wet vent gas, dry vent gas, VHT (HTDC vent gas), dan HCl neutralization.
Peralatan utama area 800 mencakup 2 waste liquid-gas incinerator, 2 steam
drum, 2 waste storage untuk light dan heavies, 2 quencher, 2 kolom absorber, 2
kolom scrubber, 4 HCl storage, 2 alkali storage, 1 HCl nt storage.
Tar dan gas buang dibakar dalam insinerator FU-X851 dan FU-X861. FU-
X851 digunakan untuk membakar sebagian besar tar sementara FU-X861
digunakan untuk membakar vent gas. Untuk melengkapi segitiga api proses
pembakaran, bahan bakar berupa natural gas (NG) dimasukkan ke dalam furnace,
beserta udara yang juga dimasukkan menggunakan blower. Untuk memperoleh
proses pembakaran yang optimum, udara bertekanan (air pressure) berasal dari
utilitas diaplikasikan untuk mengabutkan tar cair sebelum proses pembakaran
berlangsung. Proses ini bertujuan untuk menaikkan tekanan agar tidak terjadi
penetesan tar cair ke bagian bawah furnace.
Proses pembakaran menghasilkan gas HCl, karbon, dan Fe. Hasil
pembakaran ini selanjutnya diteruskan ke unit gabungan waste heat recovery HE-
X851 dan steam drum VE-C854, dan menghasilkan SHHP untuk menjadi backup
steam pada furnace di area 400. Keluaran unit ini selanjutnya diteruskan ke
quencher VE-X858 sebagai unit pendingin sebelum memasuki kolom HCl
absorber. Quencher tersusun atas material carbon steel yang dilapisi lining dan batu
tahan panas di dalamnya. Keluaran bottom quencher direfluks kembali seiring
dengan proses pembuangan (blow) Fe ke area 600.
Kolom HCl absorber TW-X851 tersusun atas bubble tray dengan masukan
air demineral yang berfungsi mengabsorb gas HCl. Kolom ini terhubung dengan
kolom alkali scrubber TW-X852 yang berfungsi untuk meng-scrub sisa asam
menggunakan soda kaustik dan natrium tiosulfit untuk mencegah polusi ke
lingkungan. Produk kolom HCl absorber yang memenuhi spesifikasi akan dikirim
ke tangki penyimpanan ST-X851. Adapun pesifikasi yang dimaksud meliputi kadar
HCl sebesar 19 s.d. 21%, kadar Fe kurang dari 10 ppm, serta kadar klorin bebas
sebesar maksimum 5 ppm. Produk HCl yang diperoleh selanjutnya akan dialirkan
ke tangki ST-X812 dan dipompakan ke pabrik C/A-1 dan VCM-2 untuk diolah
lebih lanjut. Selain itu, HCl yang dihasilkan juga dapat digunakan sebagai agen
netralisasi pada area 600. Sementara itu, produk yang tidak memenuhi spesifikasi

Universitas Indonesia
42

bersama dengan produk keluaran kolom alkali scrubber memasuki tangki


penyimpanan ST-X852 yang akan diteruskan ke waste water treatment.

Universitas Indonesia
Gambar 3.8. Process Flow Diagram Sederhana Area 800 Pabrik VCM-3
(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)

43 Universitas Indonesia
3.3.9. Area 900
Area 900 merupakan area penyimpanan baik berupa bahan baku maupun
produk yang dihasilkan. Area ini terdiri dari:
- Tabung etilen
- Deaerator
Deaerator merupakan tempat pendistribusian kondensat dari hasil
kondensasi reboiler dengan suhu 134°C. Deaerator berfungsi untuk
menghilangkan oksigen dalam air karena oksigen bersifat korosif. Ada
beberapa bagian dari deaerator, yaitu untuk SHHP, SMP, dan SLP.
Kondensat yang dihasilkan dari SHHP disebut SHHC, Kondensat yang
dihasilkan SMP disebut SMC, dan kondensat yang dihasilkan dari SLP
disebut SLC. SMP dan SHHP akan dimasukkan ke kondensat drum VE-
X953, sementara SLP akan masuk ke LP kondensat drum. Tujuan dari
pemisahan kondensat dari tekanan yang berbeda adalah agar tidak terjadi
hummering dalam pipa.
Pada sistem deaerator digunakan blower untuk menjaga konsentrasi dari
zat-zat kimia yang lain tetap rendah. Hasil kondensasi dari VE-X955 akan
dimasukkan ke dalam steam drum. Sumber steam berasal dari panas dari
furnace, reaktor OHCl (oksiklorinasi), incinerator, dan panas dari
interkoneksi.
- Storage
 ST-X903 digunakan untuk penyimpanan EDC yang bersumber dari
TW-X302, TW-X303, dan TW-X305.
 ST-X901 digunakan untuk penyimpanan Wet Crude EDC yang
bersumber dari produk OHCl, VE-X204 yang merupakan proses
dekantasi. Hasil dari tempat penyimpanan ini digunakan untuk TW-
X301 dalam proses pemisahan air.
 ST-X902 digunakan untuk penyimpanan Dry Crude EDC yang
bersumber dari proses cracking.
 ST-X930, ST-X931, dan ST-X932 digunakan untuk penyimpanan
limbah dengan ST-X930 bersumber dari hasil Top TW-X301,
dekantasi, VE-X301 yang kemudian limbah yang terkumpul dibakar

44 Universitas Indonesia
45

di SP-X851. Untuk ST-X931 dan ST-X932 bersumber dari heavies


TW-X303 yang kemudian limbahnya dibakar di SP-X851.
 EDC Vent Booster
Semua vent system tangki dikompresi menggunakan CO-X910.
Sistem vent didinginkan agar mengkondensasi organic yang
terbawa di vent. Untuk EDC ditampung dan dikembalikan di ST-
X901. Sementara vent yang tidak bisa dikondensasi akan dibuang
langsung ke emergency scrubber TW-X911.
 VCM Tank
VCM tank terdiri dari dua tangki, yaitu tangki onspec TW-X906 dan
tangki offspec TW-X905 yang diperoleh dari TW-X504 bottom dan
masuk ke ST-X906.
TW-X905 digunakan apabila terjadi mallfunction sehingga langsung
dinyatakan offspec. Kapasitas dari TW-X905 adalah 50 ton/h. Selain
itu juga terdapat TW-X506 adalah tower dryer yang diopersikan jika
terjadi offspec berupa moisture. Hasil dari onspec ST-X906 akan
dikirimkan ke PVC 4 yang beroperasi secara batch setiap 4 jam.
Dalam satu hari menghasilkan 500 ton VCM sedangkan kebutuhan
untuk PVC saat ini sekitar 250 ton dan sisanya akan dimasukkan ke
existing tank. Adanya kelebihan kapasitas dari VCM, maka saat ini
sedang dibangun PVC 5.

Universitas Indonesia
46

3.4. Kode Standar Peralatan dan Instrumentasi


Penerapan kode standar untuk peralatan merupakan keharus pada operasi
industri skala besar. Banyak peralatan meningkatkan kompleksitas industri
sehingga penggunaan kode akan memudahkan komunikasi dan jalannya pekerjaan.
Kode ini diterapkan pada setiap peralatan dan instrumentasi yang berperan dalam
proses produksi.
Biasanya peralatan pada proses produksi diringkas pada 2 huruf awal
peralatan. Beberapa kode tersebut dijabarkan sebagai berikut.
 ST untuk Storage
 HE untuk Heat Exchanger
 RE untuk Reaktor
 FU untuk Furnace
 LM untuk Line Mixer
 PU untuk Pump
 CO untuk Compressor
 FL untuk Filter
 TW untuk Tower
 VE untuk Vessel
 BL untuk Blower
Instrumentasi dibutuhkan untuk melengkapi peralatan utama dalam proses
industri. Instrumentasi dipasang pada setiap peralatan industri dan memiliki tag
number dengan konfigurasi AB-CDEFG di mana:
 AB menunjukkan jenis instrumentasi
 C menunjukkan pabrik tempat operasi dilaksanakan
 D menunjukkan area operasi
 E menunjukkan kode pengendalian (laju alir, level, tekanan, temperatur,
analisator)
 FG menunjukkan nomor instrumentasi pada area yang dispesifikasi
Sistem instrumentasi digunakan untuk mempermudah dalam pengontrolan
di industri dan mengetahui jika terjadi suatu masalah di pabrik. Pengendalian
berlangsung dengan komponen dasar berupa sensor, pengendali (controller), dan
elemen akhir berupa control valve. Untuk mencapai tujuan pengendalian, PT
Universitas Indonesia
47

Asahimas Chemical dilengkapi dengan berbagai alat instrumentasi yang terbagi


menjadi dua bagian, yaitu alat instrumentasi lapangan dan DCS (distributed control
system). Data aktual di lapangan yang diperoleh melalui instrumen dapat dibaca dan
dikendalikan secara real time di DCS. Adapun beberapa kode dan nama alat
instrumentasi di lapangan dan DCS dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 3.2. Kode Alat Instrumentasi Lapangan


No Kode Alat Nama Alat
1 AT Analyzer Transmitter
2 FCT Flow Control Transmitter
3 FT Flow Transmitter
4 LCV Level Control Valve
5 LG Level Gauge
6 LT Level Transmitter
7 PCV Pressure Control Valve
8 PG Pressure Gauge
9 PSV Pressure Safety Valve
10 PT Pressure Transmitter
11 TCV Temperature Control Valve
12 TE Temperature Element
13 TG Temperature Gauge
(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)
Tabel 3.3. Kode Alat Alat Instrumentasi DCS
No Kode Alat Nama Alat
1 AI Analyzer Indicator
2 AIC Analyzer Indicator Control
3 FI Flow Indicator
4 FIC Flow Indicator Control
5 FX Flow Deviaton
6 LI Level Indicator
7 LIC Level Indicator Control
(Sumber: VCM, PT Asahimas Chemical, 2016)

Universitas Indonesia
48

Tabel 3.4. Kode Alat Alat Instrumentasi DCS(cont’l)


8 LX Level Deviaton
9 PI Pressure Indicator
10 PIC Pressure Indicator Control
11 PX Pressure Deviaton
12 SOV Shut Off Valve
13 TI Temperature Indicator
14 TIC Temperature Indicator Control
(Sumber: VCM, PT Asahimas Chemical, 2016)
3.5. Sistem Utilitas
Sistem utilitas merupakan departemen terpisah di PT Asahimas Chemical
yang berperan sebagai komponen penunjang dalam industri. Keberadaan sistem
utilitas menunjang kelancaran proses utama. Departemen Utilitas menjadi pusat
distribusi energi, air, steam, sarana pengolahan limbah, dan penyediaan bahan
penunjang lainnya di PT Asahimas Chemical. Secara umum, Departemen Utilitas
mengelola unit-unit berikut.
 Air separation unit
 Air plant and instrument air
 Cooling facility
 Water treatment unit
 Steam generation unit
 Fuel facility
Meski demikian, beberapa departemen memiliki sistem serupa di proses
utama mereka yang terpisah dari departemen utilitas seperti pada VCM-3. Peralatan
seperti cooling facility, water treatment unit, dan steam generation unit dimiliki
pula oleh departemen VCM-3. Pemaparan lebih rinci terhadap setiap unit diuraikan
sebagai berikut.
3.5.1. Pembentukan Steam
Steam yang digunakan pabrik merupakan keluaran dari proses steam
generation (boiler) unit dengan bahan baku berupa air demineral. PT Asahimas
Chemical memiliki tiga unit boiler yang menghasilkan steam, diantaranya:
 Boiler I dengan kapasitas maksimum 45 ton/jam

Universitas Indonesia
49

 Boiler II dengan kapasitas maksimum 17,6 ton/jam


 Boiler III dengan kapasitas maksimum 50 ton/jam
Jenis boiler yang digunakan PT Asahimas Chemical adalah boiler pipa air.
Bahan bakar yang digunakan pada boiler adalah campuran IDO (Industrial Diesel
Oil) dan HO (Heavy Oil). Steam yang dihasilkan selanjutnya diklasifikasi ke dalam
beberapa jenis berdasarkan tekanannya.
 SHHP (Steam High High Pressure), dengan tekanan 20 s.d. 21 kg/cm2.G
 SHP (Steam High Pressure), dengan tekanan 14 s.d. 16 kg/cm2.G
 SMP (Steam Medium Pressure), dengan tekanan 11 s.d. 11,5 kg/cm2.G
 SLP (Steam Low Pressure), dengan tekanan 4 s.d. 4,5 kg/cm2.G
 SLLP (Steam Low Low Pressure), dengan tekanan 0,1 s.d. 2 kg/cm2.G
3.5.2. Pengolahan Air
Tugas dari unit pengelolaan air yang ada di PT Asahimas Chemical adalah
menyediakan kebutuhan air bagi keseluruhan operasional yang ada di lingkungan
industri. Penyediaan air ini mencakup seluruh aspek, mulai dari air untuk kebutuhan
proses sampai dengan untuk kebutuhan rumah tangga. Unit ini merupakan unit
penting dalam pabrik karena industri besar mengonsumsi air dalam jumlah besar.
Selain itu, pembuangan ke lingkungan memiliki standar tertentu yang telah
ditetapkan oleh pemerintah sehingga harus dipenuhi oleh industri terkait.
Sumber air yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical adalah air yang
didapatkan dari PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI), air tanah (deep well), dan air
laut. Selanjutnya air-air tersebut akan diolah untuk memenuhi klasifikasi air yang
ada di PT Asahimas Chemical, yaitu:
 Potable Water (WN)
 Boiler Feed Water (BFW)
 Air Pendingin
 Air Pemadam Kebakaran
 Air Industri (WI)
 Air Demineral (WD)

Air yang menjadi bahan baku di PT Asahimas Chemical harus memenuhi


syarat kualitas sebagai berikut.
Universitas Indonesia
50

Tabel 3.5. Persyaratan Kualitas Air sebagai Bahan Baku

Parameter Persyaratan Maksimum


Kesadahan Total 178 mg/L
Kadar Ca2+ 142 mg/L
Kadar Mg2+ 36 mg/L
Na+ dan K+ 182 mg/L
m-alkalinitas (HCO3-) 148 mg/L
Kadar SO42- 90 mg/L
Kadar Cl- 122 mg/L
pH 6,5 s.d. 8,5
Kadar Fe 0,5 mg/L
Kadar Mn3+ 0,05 mg/L
Kadar SiO2 36 mg/L
CO2 bebas 15 mg/L
Residu Cl2 0,5 mg/L
COD (Mn) 10 mg/L
Turbiditas 5 s.d. 10 mg/L
Temperatur 35oC
(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2016)
3.5.2.1. Air Industri (WI)
Air Industri (WI) merupakan jenis air yang ditujukan untuk kegunaan
industri secara umum, misalnya sebagai bahan baku air demineral. Bahan baku
pembuatan air industri adalah air yang didapat dari PT Krakatau Tirta Indonesia.
Persyaratan air industri di PT Asahimas Chemical dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 3.6. Persyaratan Air Industri PT Asahimas Chemical

Parameter Persyaratan
COD (Mn) < 2 ppm
Residu Cl2 < 0,1 ppm
Turbiditas < 1,0 ppm
(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2016)
Sebelum disuplai menjadi bahan baku industri, air ditampung dalam basin
dan diberi koagulan. Selanjutnya bahan baku air dari basin dikirim ke coagulant

Universitas Indonesia
51

filter untuk menyaring padatan yang terkoagulasi, lalu gas klorin diinjeksikan untuk
menghilangkan mikroorganisme yang ada di dalam air. Setelah itu, air tangki
dialirkan ke penampungan air industri melalui carbon filter untuk menyaring
pengotor berukuran lebih kecil. Air hasil proses ditampung dalam kapasitas tangki
850 m3 dan kemudian digunakan sebagai bahan baku air demineralisasi.
3.5.2.2. Potable Water (WN)
Potable water merupakan air yang digunakan untuk kebutuhan rumah
tangga di PT Asahimas Chemical, meliputi keperluan gedung, kantin, toilet, dan
lain – lain. Sumber air yang digunakan berasal dari deep well, yang melalui proses
penyaringan menggunakan coagulant filter dan ditambahkan klorin sebesar 0,05
ppm, dan disaring dengan carbon filter untuk menyerap substansi organik yang
terkandung.
3.5.2.3. Air Demineral (WD)
Air demineral merupakan air yang tidak mengandung mineral-mineral
terlarut seperti Ca2+, Mg2+, Na+ dan logam-logam lainnya. Kapasitas tangki
penampung air demineral yang berada di PT Asahimas Chemical adalah 900 dan
1000 m3. Dalam pembuatan air demineral, digunakan air industri yang dimasukkan
dalam cation exchanger dan menjalani reaksi berikut.
R-H+ ⟶ R-M + H+
Hasil dari tahap cation exchanger kemudian dimasukkan ke dalam
degasifier, dengan tujuan menghilangkan gas CO2 yang terlarut dalam air
menggunakan ejektor sampai tekanan mencapai 760 mmH2O.
HCO3- ⟶ CO2 + H2O
Tahap akhir adalah memasukkan air ke dalam anion exchanger. Tahap ini
mampu menghilangkan ion-ion OH- yang ada di dalam air, sehingga diperoleh air
demineral.
H+ + R-OH + Na+ ⟶ R-N + H2O
Pada umumnya, air demineral dapat digunakan untuk air proses di dalam
pabrik, untuk regenerasi, dan backwash kolo resi, serta sebagai umpan boiler. Air
demineral yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.

Universitas Indonesia
52

Tabel 3.7. Persyaratan Air Demineral PT Asahimas Chemical

Parameter Persyaratan
Konduktivitas elektrik < 5 µS/cm
Kadar silika < 0,1 ppm
Total Fe < 0,005 ppm
Suspended solids < 0,1 ppm
Residu oksigen < 1,0 ppm
(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2016)
3.5.2.4. Boiler Feed Water (BFW)
Air umpan boiler merupakan air dengan kualitas tertinggi yang ada di
industri. Hal itu disebabkan kualitas air yang buruk dapat memicu terjadinya korosi
yang akan mengakibatkan kerusakan pada boiler.
Bahan baku dari BFW adalah air demineral yang telah ditambahkan
hidrazin untuk mengikat oksigen dan natrium fosfat untuk meningkatkan keasaman
sehingga menjadi basa.
3.5.2.6. Air Pemadam Kebakaran
Air pemadan kebakaran digunakan untuk memadamkan api saat terjadi
kebakaran di pabrik. Air ini diperoleh langsung dari sumur, lalu ditampung dalam
bak penampung, dan selanjutnya didistribusikan ke bagian-bagian pabrik dengan
sistem hidran. Selain air sumur, air laut dapat digunakan sebagai alternatif air
pemadam kebakaran.
3.5.3. Pemisahan Udara
Air Separation adalah unit pada utilitas yang menghasilkan kebutuhan
oksigen dan nitrogen, baik dalam bentuk cair maupun gas. Bahan baku pada unit
air separation adalah udara yang ada di lingkungan. Produk yang dihasilkan pada
air separation unit adalah sebagai berikut:
 Gas Nitrogen
Gas nitrogen yang dihasilkan dibedakan menjadi dua yakni Nitrogen Low
Pressure (4,3 s.d. 5 kg/cm2.G) yang dihasilkan sebanyak 1500 m3/h dan
Nitrogen High Pressure (12 kg/cm2.G) yang dihasilkan sebanyak 2000
m3/h. Nitrogen Low Pressure digunakan untuk membilas air murni yang
diumpankan ke dalam reaktor, membilas air murni yang berisi VCM, dan

Universitas Indonesia
53

pembuatan seal water. Nitrogen High Pressure digunakan untuk reactor


sealing mekanis, poison tank bertekanan, dan zat anti kerak dalam water
sprayer yang dimasukkan ke dalam reaktor.
 Gas Oksigen
Kebutuhan gas oksigen sebagai umpan reaksi oksiklorinasi disuplai oleh
ALINDO (Air Liquide Indonesia) dengan kapasitas 10.000 m3/h untuk
nitrogen dan O2 sebanyak 5000 m3/h.
3.5.4. Unit Instrumen Udara
Unit ini menghasilkan udara dengan tekanan 5 s.d. 6 kg/cm2.G, melalui
proses kompresi udara luar. Udara tekan ini, digunakan terutama untuk
menghasilkan Air Instrument (AI), melalui proses adsorbsi uap air dengan
menggunakan alumina gel sebagai media adsorbent. AI ini digunakan untuk
menggerakan alat-alat instrumentasi (Control Valve) yang terpasang di semua
plant. Di samping untuk menghasilkan AI, udara tekan juga digunakan untuk
beberapa kebutuhan lain seperti pembersihan peralatan, bubbling (aerasi) pit (bak
penampung), juga untuk kebutuhan proses seperti proses Air Burning di VCM
Cracker, atomizer, pembakaran bahan bakar di boiler atau di insinerator, dan lain-
lain.
3.5.5. Pendingin
Air pendingin yang ada di PT Asahimas Chemical disediakan oleh tiga unit,
yang dijabarkan sebagai berikut.
 Closed Cooling Water System
Proses pendinginan air di unit ini terjadi dalam siklus tertutup. Air pendingin
yang digunakan di unit ini merupakan air demineral yang sebelumnya telah
didinginkan oleh air laut. Suplai air pendingin ke bagian pabrik yang
membutuhkan dikenal dengan WKS (closed cooling water supply), yang
setelah melaksanakan fungsinya sebagai air pendingin dikenal dengan
WKR (closed cooling water return), yang kemudian akan didinginkan
kembali oleh air laut. K
 Sea Water Supply
Air laut (WSS) digunakan sebagai pendingin pada heat exchanger, biasanya
pada pendinginan dengan model one through pass. Sebelum digunakan

Universitas Indonesia
54

sebagai air pendingin, air laut harus disaring dulu menggunakan bar screen
dan fine screen. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan kotoran dari
ukuran besar sampai dengan ukuran yang relatif kecil seperti kayu, plastik,
pasir, dan lain-lain. Selanjutnya, dilakukan penyaringan lanjutan dengan
striner untuk menyaring kotoran dengan ukuran yang sangat kecil, agar
tidak menyumbat pada heat exchanger.
 Cooling Water System
Jenis cooling water system merupakan air pendingin yang digunakan pada
cooling tower. Air yang digunakan adalah air industri. Air yang diproses
pada cooling tower sebelumnya diinjeksikan NaClO dan nitrit terlebih
dahulu, yang berturut-turut menghilangkan mikroorganisme dan mencegah
pembentukan scale.
3.5.6. Penyediaan Bahan Bakar
Unit ini menyediakan bahan bakar yang akan digunakan pada proses
industri. Jenis bahan bakar yang digunakan di PT Asahimas Chemical diuraikan
sebagai berikut.
 Liqufied Petroleum Gas (LPG) dan Liquified Natural Gas (LNG)
LPG sebagai bahan bakar yang digunakan PT Asahimas Chemical
bersumber dari PERTAMINA. Tekanan LPG yang digunakan berkisar pada
2,5 s.d. 3 kg/cm2.G. Selain penggunaan LPG, terdapat juga penggunaan
LNG yang dikirim dari Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui pipa bawah
tanah.
 Fuel Oil
Fuel Oil merupakan hasil pencampuran dari heavy oil (HVO) dan Industrial
Diesel Oil (IDO). Pencampuran ini dilakukan untuk efisiensi biaya dan
peningkatan kualitas dari bahan bakar tersebut. Pencampuran yang
dilakukan memiliki rasio 60:40, hasil dari pencampuran tersebut diharapkan
memilki kandungan sulfur yang memenuhi baku mutu lingkungan. HVO
dan IDO merupakan dua bahan yang disupply oleh satu perusahaan yang
sama, yaitu Pertamina.
 Batubara

Universitas Indonesia
55

Batubara (coal) yang ada di PT Asahimas Chemical digunakan untuk


keperluan coal boiler. Batubara yang digunakan diperoleh dari Sadikun,
Garda Tama, dan MPA. Tempat penyimpanan batubara yang ada di PT
Asahimas Chemical memiliki kapasitas sebesar 2000 ton.
3.6. Quality Assurance
Dalam rangka mempertahankan mutu produk yang dihasilkan, PT
Asahimas Chemical menerapkan mekanisme pengendalian mutu produk yang
terstandarisasi dengan baik. Selain penggunaan teknologi yang canggih, PT
Asahimas Chemical juga memiliki fasilitas laboratorium yang modern dan lengkap
untuk mencapai sasaran mutu yang prima. Kualitas dan mutu diatur sebaik mungkin
mengikuti kaidah standar mutu ISO 9001.
Quality Assurance mempunyai tugas utama untuk mendukung Divisi
Produksi, dalam hal ini memastikan bahan baku yang digunakan dan produk akhir
yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu yang telah ditentukan sebelum dikirim
kepada pelanggan. Selain itu dengan laboratorium yang telah dilengkapi dengan
fasilitas handal, QA juga membantu menganalisis parameter produk in-process dan
memantau parameter limbah yang dihasilkan agar sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Dalam menjalankan tugasnya, QA menggunakan beragam metode analisis,
mulai dari analisis kimiawi sederhana (titrimetri, gravimetri, dan kalorimetri)
sampai analisis yang menggunakan instrumen sebagai alat bantunya
(spektrofotometer UV-VIS, AAS, ICPS), kromatografi ion, kromatografi gas, dan
laser. Kemampuan deteksi alat yang dipakai beragam, bahkan ada yang mencapai
level ppb (part per billion). Alat-alat ini dijaga tingkat reliabilitasnya dengan
melakukan kalibrasi secara periodik.
Adapun metode analisis yang digunakan mengacu pada metode standar
nasional dan internasional yang telah diakui seperti SNI, JIS, dan ASTM. Dalam
hal pelaporan hasil analisis, QA telah menggunakan sistem jaringan komputer
perusahaan (APIC) sehingga hasil analisis dapat segera diketahui (real on time).
Demikian juga pengendalian produk akhir yang telah menggunakan sistem
computer database AS-400, dimana QA memastikan bahwa hanya produk akhir
yang telah memenuhi baku mutu produk yang dapat dikirim kepada pelanggan.

Universitas Indonesia
56

Untuk meningkatkan sumber daya manusia karyawan yang ada, QA selalu


berusaha mengirimkan karyawan tersebut untuk ikut dalam pelatihan baik internal
ataupun eksternal dan juga ikut dalam seminar-seminar yang berhubungan dengan
pekerjaan sehari-hari.
Untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional, sejak pertengahan
tahun 1997 PT Asahimas Chemical telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO
9001. Dengan demikian semua prosedur analisis kimia di QA sudah dipastikan
terstandarisasi dengan baik. Untuk menjaga agar prosedur analisis kimia yang
dilakukan selalu up to date, prosedur tersebut di-review secara berkala apakah
masih tetap valid atau tidak, lalu dilakukan revisi bila dianggap perlu. Demikian
juga dalam hal pemeliharaan peralatan laboratorium, keteraturan telah terjamin
sesuai dengan sistem yang digariskan dalam ISO 9001. Semua peralatan
laboratorium sudah dibuat kategorisasi, apakah peralatan tersebut butuh kalibrasi
atau tidak. Peralatan yang butuh kalibrasi dibuatkan jadwal kalibrasi dengan
frekuensi sesuai kebutuhan. Bagi peralatan yang tidak perlu dikalibrasi, dibuatkan
jadwal pemeriksaan rutin dengan frekuensi sesuai dengan kebutuhan. Dari segi
jumlah peralatan, kesediaan sudah sangat memadai, sehingga tidak pernah ada
aktivitas analisis kimia yang tertunda akibat dari adanya peralatan laboratorium
yang mengalami masalah.
Penyediaan barang secara berkelanjutan juga berlaku sama bagi
ketersediaan comsumable material sehari-hari untuk laboratorium, seperti chemical
reagent, laboratory gas dan spare parts. Dengan hubungan yang baik antara PT
Asahimas Chemical dan para vendor atau supplier, keterjaminan persediaan
comsumable material tersebut selalu terpenuhi. Dengan demikian, kegiatan di
laboratorium tersebut dapat berjalan selama 24 jam setiap hari untuk mendukung
kebutuhan divisi produksi secara umum dan divisi lainnya, dan mutu produk pun
pada akhirnya akan senantiasa dijaga baik.
3.7. Pengolahan Limbah
Sebagai usaha pemenuhan standar mutu lingkungan ISO 14001, PT
Asahimas Chemical dilengkapi dengan sarana pengolahan limbah yang memadai.
Limbah yang dihasilkan merupakan limbah kimia beracun yang dapat
menimbulkan bahaya bagi lingkungan apabila tidak diolah terlebih dahulu. Limbah

Universitas Indonesia
57

hasil proses PT Asahimas Chemical ini dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
wujudnya, yaitu limbah gas, padat, dan cair.
Secara khusus untuk pabrik VCM-3, limbah cair sisa proses produksi yang
dihasilkan merupakan cairan yang mengandung senyawa organik. Limbah ini
kemudian diolah lebih lanjut pada unit waste water treatment (WWT). Sementara
itu, tar sebagai limbah padat dan gas buang (vent gas) sebagai limbah gas akan
diolah lebih lanjut pada unit insinerator. Gas buang umumnya masih mengandung
senyawa klorin (Cl2) dan HCl yang berbahaya bila terhirup. Selain tar, coke juga
merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses cracking EDC. Coke
umumnya ditemukan dalam bentuk lumpur (sludge) dan masih mengandung
senyawa tembaga. Adapun standar effluent atau buangan limbah yang ditetapkan
dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 3.8. Standar Effluent
Parameter Nilai Satuan
pH 6,0 – 9,0
Suspended solid (SS) 50 mg/L
Cu 3 mg/L
Fe 10 mg/L
Biochemical Oxygen Demand (BOD) 150 mg/L
Chemical Oxygen Demand (COD) 300 mg/L
Karbon Tetraklorida 0,02 mg/L
(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2017)

Tabel 3.7. Standar Effluent (Cont’1)

Parameter Nilai Satuan


Etilen diklorida (EDC) 10 mg/L
Trikloroetilen (TCE) 0,06 mg/L

Universitas Indonesia
58

TRI 0,3 mg/L


PER 0,1 mg/L
(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2017)
3.7.1. Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan dari berbagai unit operasi dikumpulkan sebagai
vent gas dan memasuki unit pengolahan limbah pada setiap pabrik. Limbah gas
dihasilkan dari buangan unit operasi seperti boiler, furnace, incinerator, absorber,
stripper, dan lain – lain. Limbah jenis ini diolah menggunakan kolom
absorber/stripper dari masing-masing unit produksi.
Pada pabrik VCM-3, limbah gas merupakan gas buang yang mengandung
HCl. Pengolahan limbah pada plant VCM-3 dilakukan pada area 600 yaitu waste
water treatment dan area 800 yaitu HCl recovery. Keterangan lebih rinci dapat
merujuk pada penjelasan kedua area ini pada bagian 3.2.2.
Secara umum, diterapkan sistem koleksi gas buang yang bertujuan untuk
mengumpulkan semua gas buang yang mengandung VCM, HCl, klorin maupun
chlorinated organics ke unit pengolahan limbah gas. Gas klorin sebagai limbah gas
utama yang dihasilkan dari proses produksi diabsorb pada kolom HCl absorber
TW-X851 dan dilanjutkan dengan kolom alkali scrubber TW-X852. Tujuannya
adalah untuk menghilangkan HCl dari aliran gas sebelum dibuang ke atmosfer.
Kolom bekerja dengan memanfaatkan fenomena perpindahan massa pada
setiap bubble tray antara gas buang yang masuk dari bagian bawah dengan air yang
mengalir dari atas secara counter-current. Produk HCl yang memenuhi spesifikasi
akan dikirimkan ke tangki ST-X851 dan dipindahkan ke ST-X812 untuk
selanjutnya dialirkan ke C/A-1 dan VCM-2 untuk diolah lebih lanjut.
Gas buang selanjutnya memasuki kolom scrubber TW-X852 yang bekerja
untuk meng-scrub sisa asam dengan NaOH dan Na2S2O3. NaOH digunakan untuk
menjaga keasaman pada range pH 6-8, sedangkan Na2S2O3 digunakan untuk
mengabsorb kandungan klorin. Gas buang yang telah aman menurut standar yang
ditetapkan selanjutnya dibuang ke atmosfer melalui keluaran top dari kolom TW-
X852.

Universitas Indonesia
59

3.7.2. Pengolahan Limbah Padat


Pengolahan limbah padat di pabrik VCM-3 bertujuan untuk membakar tar
kental (chlorinated hydrocarbon) yang merupakan produk samping dari hasil
cracking EDC pada area 400. Dengan pertimbangan bahwa tar tidak dapat di-
recovery lagi menjadi HCl, dilakukan pengolahan berupa proses pembakaran pada
area 800.
Pengolahan limbah padat dilakukan dengan cara mencampur tar dengan
bubuk gergaji, agar tidak ada tar yang menempel di conveyor. Campuran tar dengan
bubuk gergaji ini kemudian dibakar. Hasil pembakaran berupa gas CO2, H2O, HCl
dan abu. Karena masih mengandung HCl, maka gas hasil pembakaran ini di
quenching sehingga gas HCl akan berubah menjadi HCl liquid yang kemudian
diabsorb untuk memisahkan limbah gas dan limbah cairnya.
3.7.3. Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan operasi produksi diolah pada unit pengolahan
limbah cair dengan tujuan untuk mengatur agar limbah dapat dibuang ke
lingkungan sesuai dengan standar lingkungan yang telah ditetapkan. Dalam
keadaan tertentu, pengolahan limbah cair dapat digunakan untuk me-recover
buangan substansi yang masih memiliki nilai guna untuk proses.
Secara umum, proses pengolahan air limbah yang ada di PT Asahimas
Chemical dibagi menjadi empat jenis pengolahan. Keempat jenis pengolahan
tersebut diuraikan sebagai berikut.
 Organic Treatment
Pengolahan limbah organik yang ada di PT Asahimas Chemical dilakukan
dengan cara aerasi dan distilasi. Proses ini dilakukan untuk memisahkan zat
organik terlarut yang ada di limbah cair untuk selanjutnya dibuang atau
digunakan kembali. Proses pengolahan pada unit aerasi dilakukan dengan
cara melakukan bubbling waste water dengan menggunakan udara luar
dengan bantuan blower secara terus-menerus. Proses pengolahan secara
distilasi memanfaatkan perbedaan volatilitas antara komponen organik dan
komponen lain dengan memberikan steam bertekanan rendah (SLP) dengan
kisaran temperatur 90 s.d. 103oC.
 COD Treatment

Universitas Indonesia
60

Proses COD treatment bertujuan untuk melepaskan oksigen yang


terkandung pada zat-zat yang berada pada waste water. Pengolahan COD
yang berada di PT Asahimas Chemical dilakukan dengan cara
menambahkan natrium hipoklorit 10-12%.
 Cu Treatment
Pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan limbah berupa logam
tembaga dari katalis CuCl2 yang berasal dari Departemen VCM, dengan
prinsip penambahan koagulan atau flokulan sejenis sehingga logam
tembaga akan mengendap.
 pH Adjustment
pH Adjustment merupakan jenis pengolahan limbah dengan cara penetralan
pada waste water. Penetralan ini dilakukan pada waste water yang berada
pada suasana terlalu asam atau terlalu basa. Penetralan dilakukan dengan
menginjeksikan HCl 19% dan 33% ke dalam air limbah yang terlalu basa
dan menginjeksikan NaOH 20% pada air limbah yang terlalu asam.
Berdasarkan asal dan komposisi limbahnya, limbah cair di PT Asahimas
Chemical dikelompokkan menjadi tujuh line, yang dijabarkan sebagai berikut.
 Line 1. Air Tanah (Ground Water)
Limbah pada line 1 (air tanah/ ground water) berasal dari air hujan dan air
tanah yang ada di sekitar PT Asahimas Chemical. Kandungan yang berada
pada line 1 ini dilakukan dengan cara aerasi untuk menghilangkan
kandungan organiknya.
 Line 2. Limbah Basa Organik mengandung Cu
Kondisi pada limbah yang berasal dari VCM-1 memiliki tingkat keasaman
berkisar pada 12, konsentrasi COD 1800 ppm, Cu 23 ppm, senyawa organik
49 ppm, serta suspended solid 1073 ppm. Akibat dari keberagaman
kandungan tersebut, pengolahan pada line 2 harus dilakukan dengan
beberapa pengolahan, yakni organic treatment, Cu treatment dan COD
treatment.
 Line 3. WD Regenerasi
Kandungan senyawa pengotor yang ada pada line 3 (WD regenerant) tidak
terlalu parah, sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Kandungan

Universitas Indonesia
61

organik yang ada pada line 3 kurang lebih hanya 3 ppm, dengan kandungan
COD kurang lebih 20 ppm, dan pH sekitar 11,5. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka hanya perlu dilakukan proses pH adjustment.
 Line 4. Limbah Cair Asam Organik
Selain pada line 2, proses pengolahan limbah dari VCM-1 juga dilakukan
pada line 4. Kondisi limbah pada line 4 ini memiliki kandungan limbah
organik kurang lebih 300 ppm, suspended solid 265 ppm, dan COD 50,4
ppm. Tingkat keasamannya sendiri berada pada kondisi asam. Berdasarkan
kandungan tersebut, maka pengolahan yang harus dilakukan adalah pH
adjustment, proses clarifying, dan organic treatment.
 Line 5. Organic Acid Waste dan Old Incine Scrubbing
Proses pengolahan pada line 5 (limbah HCl 19% SWI (Solid Waste
Incinerator), air, HCl scrubbing pembakaran) adalah proses netralisasi
sebab waste water yang ada di line 5 memiliki kandungan Fe, S, dan Cu
kurang lebih 605 ppm. Pengolahannya sendiri dilakukan dengan cara Cu
treatment dan proses clarifying.
 Line 6. C/A Slurry
Line 6 merupakan waste water yang berasal dari Departemen C/A I, II yang
berupa slurry. Komposisi waste water yang berada pada line 6 didominasi
oleh COD dengan konsentrasi lebih dari 700 ppm dan ada senyawa lain
berupa garam, seperti NaCl, NaHCO3, dan Na2SO4 dalam suasana basa.
Proses pengolahannya sendiri dilakukan dengan netralisasi dan dewatering.
 Line 7. VCM-2 Plant Waste Water
Waste water pada line 7 berasal dari VCM-2 sama sepeerti pada line 2,
hanya saja kandungan COD pada line 7 lebih tinggi dibanding pada line 2.
Proses pengolahannya pun sama seperti yang ada pada line 2.
Pada pabrik VCM-3, limbah cair organik yang dihasilkan ditampung dalam
waste liquid receiver. Limbah cair yang dikenal dengan tar pada umumnya
mengandung 80% Cl, 18,5% C, dan 1,5% H. Dengan pertimbangan atas kandungan
klorin yang masih banyak, perlu dilakukan proses pengolahan limbah pada area 800
seiring dengan recovery HCl untuk diolah dan dipasarkan secara mandiri. Adapun
air limbah proses diolah di area 600 dengan alat utama berupa kolom waste water

Universitas Indonesia
62

stripper yang menghasilkan buangan limbah ke WWT Bio sementara EDC di-
recover kembali ke area produksi.

Universitas Indonesia
BAB IV
PENDAHULUAN LAPORAN KHUSUS

4.1.Ringkasan Case Study


Area 400 di pabrik PT Asahimas Chemical adalah tempat berlangsung
reaksi perengkahan EDC untuk menghasilkan produk berupa VCM dan HCl. VCM
adalah produk utama yang menjadi umpan pembuatan PVC. Sementara HCl akan
dialirkan kembali ke area 300 untuk proses oksiklorinasi menghasilkan EDC
kembali.
EDC diumpankan ke dalam furnace FU-X401 pada seksi konveksi.
Sebelum masuk ke seksi radian, EDC divaporisasi pada EDC Vaporizer HE-X401.
Tujuan dari tahap ini adalah mengubah EDC dari fasa liquid di suhu 177oC
menggunakan steam bertekanan tinggi (SHHP) menjadi mayoritas gas untuk
direngkah di seksi radian furnace.
Tahap investigasi dimulai dengan validasi data desain HE-X401A/B
menggunakan piranti lunak HTRI Xchanger Suite. Selain itu, dilakukan juga
pencocokkan dengan data aktual di lapangan untuk parameter laju alir masuk EDC
dan bukaan valve berbagai instrumen yang mengontrol laju alir EDC masuk, liquid
purge, dan SHHP.
Dengan menggunakan HTRI, data desain heat exchanger HE-X401
tervalidasi benar. Ditinjau dari data proses desain, operasi vaporizer belum sesuai
dengan rekomendasi desain. Salah satunya kondisi operasi yang belum sesuai
adalah kecepatan fluida dalam shell yang terlalu lambat sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya settling pengotor.
Redesain yang disarankan untuk mengatasi masalah kebocoran di HE-X401
adalah dengan menambah ukuran shell menjadi 1985 mm dengan 4110 tube dan
364 tie rods terpasang di sisi radius. Selain itu, usaha untuk meminimalkan fouling
harus selalu dilakukan. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
kecepatan fluida dalam shell, meningkatkan liquid purge, dan meminimalkan
terbawanya padatan besi terlarut dari reaktor klorinasi langsung. Melakukan
pemeriksaan integritas packing katalis besi di reaktor klorinasi langsung dan
63 Universitas Indonesia
64

pemasangan strainer setelah furnace feed EDC storage tank direkomendasikan


untuk menangkap padatan yang menyebabkan terbentuknya coke di HE-X401.

4.2. Latar Belakang


Zaman yang terus berkembang menyebabkan tuntutan akan keterampilan
berpikir kritis, menyederhanakan konsep rumit, dan menyelesaikan masalah
semakin meningkat. Sebagai seorang sarjana teknik kimia, keterampilan tersebut
harus dilengkapi dengan pengalaman dan wawasan terkait proses industri. Untuk
itu, ilmu-ilmu fundamental yang diperoleh melalui pendidikan formal perlu
dikombinasikan dengan pengalaman praktik langsung di lapangan. Melalui
pelaksanaan kerja praktik di PT Asahimas Chemical, segala kecakapan tersebut
dapat diasah dengan melakukan observasi dan penanganan langsung terhadap case
study yang terjadi di lapangan.
Pabrik monomer vinil klorida (VCM) beroperasi untuk mengolah gas klorin
yang dihasilkan oleh pabrik klor alkali (C/A), serta menghasilkan monomer vinil
klorida sebagai bahan baku pabrik polivinil klorida (PVC). Adapun pabrik VCM-3
terdiri atas 8 area, dengan tinjauan tugas khusus ini berada pada area 400.
Area 400 di pabrik PT Asahimas Chemical adalah tempat berlangsung
reaksi perengkahan EDC untuk menghasilkan produk berupa VCM dan HCl. VCM
adalah produk utama yang menjadi umpan pembuatan PVC. Sementara HCl akan
dialirkan kembali ke area 300 untuk proses oksiklorinasi menghasilkan EDC
kembali.
EDC diumpankan ke dalam furnace FU-X401 pada seksi konveksi.
Sebelum masuk ke seksi radian, EDC divaporisasi pada EDC Vaporizer HE-X401.
Tujuan dari tahap ini adalah mengubah EDC dari fasa liquid di suhu 177oC
menggunakan steam bertekanan tinggi (SHHP) menjadi mayoritas gas untuk
direngkah di seksi radian furnace.
EDC akan dialirkan pada sisi shell, sementara SHHP berada di sisi tube.
Namun, akibat terbawanya kotoran ke dalam alat penukar panas, terjadi bending
akibat tingginya fouling pada tube sisi radian bundle. Hal ini menyebabkan
kebocoran dan umpan EDC terkontaminasi air. PT Asahimas berniat untuk
memasang tie rods di sisi radian bundle sehingga tidak terjadi kontaminasi EDC

Universitas Indonesia
65

meski terjadi bending. Alat penukar panas ini ingin dirancang dengan overdesign
sebesar 10% agar tetap terjaga pertukaran panasnya. Penulis diminta membantu
desain alat penukar panas baru tersebut dan memberi rekomendasi operasi proses
yang optimal.

4.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut.
 Bagaimana validasi data desain HE-X401 dengan menggunakan piranti
lunak HTRI Xchanger Suite?
 Bagaimana desain baru untuk HE-X401 yang efektif untuk mengatasi
masalah kebocoran dan memperoleh pertukaran panas yang optimal?
 Apa saja yang perlu dilakukan untuk meminimalkan fouling pada HE-
X401?

4.4. Tujuan
Adapun tujuan dalam pelaksanaan tugas khusus ini dijabarkan sebagai
berikut.
 Melakukan validasi data desain HE-X401 dengan menggunakan piranti
lunak HTRI.
 Mengusulkan desain baru HE-X401 yang efektif untuk mengatasi masalah
kebocoran dan memperoleh pertukaran panas yang optimal.
Mengusulkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan operasi dan
meminimalkan fouling pada HE-X401.

Universitas Indonesia
BAB V
METODOLOGI LAPORAN KHUSUS

5.1. Pengumpulan Data


Dalam upaya untuk melakukan redesain terhadap HE-X401, diperlukan
investigasi mengenai kondisi desain dari proses pertukaran panas. Data desain pun
dibutuhkan untuk validasi desain awal heat exchanger. Kemudian, data ini akan
dievaluasi untuk mengetahui kekurangan dari desain awal yang ada sekaligus
menentukan parameter untuk evaluasi desain heat exchanger baru dengan sisi
radius yang di-plug.

5.1.1. Pengumpulan Data Primer


Data primer berupa process datasheet HE-X401 diperoleh dari Departemen
VCM-3 PT Asahimas Chemical, dengan tujuan memvalidasi apakah desain heat
exchanger yang diusulkan mampu mengakomodasi operasi perpindahan kalor yang
dikehendaki. Data yang diperoleh dirangkum dalam tabel berikut.
Tabel 5.1. Data Desain HE-X401
Shell Tube
Parameter
In Out In Out
DATA PROSES DAN DESAIN
Nama fluida EDC HHP STEAM
Laju alir (kg/h) 80657 11094
Fasa In/Out 1 0 0 0.95
[Steam] [Water] [Liquid] [Mix]
Temperatur (oC) 177 193,3-197,6 208,6 202,2
Kalor laten (kcal/kg) 461
Tekanan inlet (kg/cm2g) 12-13 15,59
Kecepatan (m/s) 0,22 0,51

66 Universitas Indonesia
67

Tabel 5.1. Data Desain HE-X401(cot’d)


Pressure drop diperbolehkan
Diabaikan Diabaikan
(kg/cm2g)
Pressure drop terhitung
0,021 0,028
(kg/cm2g)
Fouling factor (hm2oC/kcal) 0,00051 0,0001
Kalor yang dipertukarkan 5211260
(kcal/h)
MTD (oC) 5
U service (kcal/hm2oC) 704,91
U clean (kcal/hm2oC) 1579,9
Luas efektif (m2) 1455,7
Overdesign (%)
DATA GEOMETRI
Jenis BKU
Ukuran 1850 - 2600 x 6000 mm
Luas (Gross, Eff) (m2) 1531,9/ 1455,7
Tekanan desain (kg/cm2g) 29 35
Temperatur desain (oC) 250 260
Jumlah pass per shell 1 2
Ukuran nozzle in (inch) 6 (ANSI) 6 (ANSI)
Ukuran nozzle out (inch) 2 (ANSI) 3 (ANSI)
Jumlah tube 1942U
OD 19,0 mm; thk 1,65 mm; panjang 6000
Dimensi tube mm, pitch 25,0 mm, layout 90o, jenis
seamless, material 70/30 Cu/Ni
Dimensi shell ID 1850 mm, impingement type: circular
plate
Baffle Support
(Sumber: Process Datasheet HE-X401, Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

Universitas Indonesia
68

5.2. Pengolahan Data


Secara garis besar, investigasi masalah pada HE-X401 dilakukan melalui
mode rating pada piranti lunak HTRI Xchanger Suite untuk shell and tube heat
exchanger. Investigasi masalah pada HE-X401 dilakukan melalui tahapan berikut.

5.2.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401


Tahap ini dilakukan dengan menginput data desain dari process datasheet
HE-X401 pada HTRI Xchanger Suite, dengan langkah – langkah umum sebagai
berikut.
 Pada bagian geometry – shell, menginput tipe heat exchanger, diameter
dalam shell, orientasi shell, jumlah shell paralel dan seri, serta penempatan
fluida panas di shell atau tube.
 Pada bagian geometry – reboiler, menginput kettle diameter
 Pada bagian geometry – tube, menginput tipe tube, diameter luar dan
ketebalan dinding tube, jumlah tube pass, panjang dan jumlah tube, sudut
penyusunan tube, serta material tube.
 Pada bagian geometry – tube pass arrangement, menginput lebar
perpendicular passlane, serta menginput layout tube pass dan
perpendicular passlane width.
 Pada bagian geometry – tube layout ditambahkan skidbar sesuai gambar
pada lampiran A1.
 Pada bagian geometry – clerances, menginput height under nozzles, baik
pada inlet maupun outlet.
 Pada bagian geometry – nozzles, menginput standar, diameter dalam dan
diameter luar nozzle.
 Pada bagian geometry – impingement, menginput tipe impingement.
 Pada bagian process, menginput nama fluida, fasa fluida selama operasi,
laju alir fluida, temperatur masukan dan keluaran steam, tekanan inlet EDC
dan steam, serta fouling factor.
 Pada bagian hot fluid properties dan cold fluid properties, menginput
metode perhitungan properti steam, dengan property generator maupun
Universitas Indonesia
69

dengan perhitungan program melalui component by component. Kedua


perhitungan ini selanjutnya dibandingkan dengan data properti pada
datasheet, dan metode yang menghasilkan tingkat kesalahan paling kecil
dipilih.
 Pada bagian design, memilih mode kasus ke dalam rating.
 Melakukan run pada aplikasi, selanjutnya melakukan perbandingan hasil
kalkulasi dengan HTRI Xchanger Suite dengan data yang disediakan oleh
datasheet.
Adapun variabel output utama dari HTRI Xchanger Suite yang menjadi
pembanding dengan datasheet meliputi:
 Besar overdesign yang dibandingkan dengan pertambahan shell ID.
 Mean temperature difference, yang diperoleh berdasarkan temperatur outlet
yang terhitung.
 Jumlah kalor yang dipertukarkan (heat exchanged), yang menunjukkan
jumlah kalor yang berpindah dari fluida panas ke fluida dingin.
 Koefisien perpindahan kalor menyeluruh, baik untuk transfer, clean,
maupun actual.
 Kecepatan fluida dan pressure drop.
 Kondisi boiling regime yang terjadi dari shellside monitor

5.2.2. Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401


Apabila datasheet yang ada telah terverifikasi valid, pengolahan diteruskan
dengan peninjauan pada data – data proses aktual.
1. Peninjauan 1: Laju alir EDC aktual menuju furnace.
Pada tahap ini, data laju alir EDC aktual diperoleh secara real time dan
digunakan sebagai input rating pada HTRI Xchanger Suite. Data diambil melalui
data online di control room. Kemudian, variabel ini akan dievaluasi untuk
mengoptimalkan kondisi operasi ditinjau dari kecepatan alir dan pressure drop
yang terjadi dibanding dengan data desain.
2. Peninjauan 2: Bukaan Valve
Peninjauan bukaan valve dapat memberi gambaran apakah suatu parameter
masih dapat ditingkatkan maupun diturunkan dengan instrumen yang tersedia.

Universitas Indonesia
70

Beberapa parameter yang ditinjau adalah laju alir masuk EDC, laju alir liquid
purge, dan laju alir SHHP. Masing-masing parameter dikontrol dengan control
valve tertentu. Besar bukaan aktual tiap control valve akan dicatat pada tahap ini.

Universitas Indonesia
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401


Tahapan awal investigasi berupa validasi data desain heat exchanger
dieksekusi menggunakan piranti lunak HTRI Xchanger Suite, dengan ringkasan
input sebagai berikut.

Gambar 6.1. Rangkuman Input Data Desain HE-X401


Setelah dilakukan running, diperoleh hasil sebagai berikut dengan nilai
overdesign sebesar 5,48%.

71 Universitas Indonesia
72

Gambar 6.2. Hasil Perhitungan Data Desain HE-X401


Hasil perhitungan data desain dengan HTRI Xchanger Suite selanjutnya
menjadi pembanding process datasheet, dengan pemaparan pada tabel berikut.

Universitas Indonesia
73

Tabel 6.1. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Desain HE-X401

Parameter Datasheet HTRI Satuan % Deviasi


Temperatur outlet EDC 197,6 197,31 oC -0,1
Kalor yang dpertukarkan 5211260 5220023 kcal/h 0,2
Mean temperature difference 5 5 oC 0,0
U service 704,91 703,48 kcal/hm2oC -0,2
U clean 1579,9 1396,21 kcal/hm2oC -11,6
U actual 742,02 kcal/hm2oC
Luas efektif 1455,7 1477,6 m2 1,5
Kecepatan alir steam 0,51 0,58 m/s 13,7
Kecepatan alir EDC 0,22 0,17 m/s -22,7
Pressure drop steam 0.028 0.023 kg/cm2 -17,8
Pressure drop EDC 0,021 0,02 kg/cm2 -4,8
Overdesign 10 5,48 %
Validasi data desain menggunakan HTRI Xchanger Suite menunjukkan
beberapa deviasi. Penjelasan dari parameter yang dirasa penting akan dijabarkan.
Pertama, deviasi dari nilai U clean berkaitan dengan dua faktor yaitu
perbedaan data fisis dan algoritma penghitungan HTRI. Perbedaan data fisis terkait
dengan pemilihan fluid packages, metode perhitungan, dan input fluida itu sendiri.
Pada proses validasi, sifat fisik EDC sebagai fluida dingin dihitung menggunakan
generasi properti oleh HTRI. Hal ini dilakukan untuk memperoleh deviasi nilai sifat
fisik (densitas, viskositas, kalor spesifik, konduktivitas termal) seminimum
mungkin dengan kondisi lapangan. Dalam perhitungan HTRI digunakan data dari
mass balance. Dengan demikian, hasil validasi menggunakan HTRI dapat lebih
merepresentasikan keabsahan data lapangan. Sementara, datasheet menghitung
sifat fisik fluida dingin berdasarkan asumsi komponen yang ada hanya EDC.
Ditinjau dari rumus menghitung U clean, faktor yang juga dapat menyebabkan
deviasi adalah nilai konduktivitas termal dari material tube.

1 1 ( " 1
!
= + + ×
ℎ 2#$ ! ℎ!

Universitas Indonesia
74

Hasil simulasi mendapatkan nilai U clean yang lebih kecil dari datasheet.
Diduga penyebab deviasi ini disebabkan karena nilai Kw dari material cupronikel
70/30 pada HTRI berbeda dengan nilai yang dimasukkan pada datasheet.
Kedua, deviasi dari nilai U clean berdasarkan perhitungan piranti lunak
desain HE yang dilakukan secara bertahap (Bennett, et al., 2007). Nilai area efektif
yang berbeda akan memengaruhi nilai koefisien keseluruhan total.
1
&'()* = *
+ ,- -)' ∑/01 &'()*,/ + ,/

Perbedaan area terhitung berada di bawah 5% sehingga diyakini bahwa


perbedaan U clean yang signifikan disebabkan oleh faktor lain yang disebutkan di
atas.
Selain itu, terdapat pula perbedaan dari sisi pressure drop dan kecepatan
fluida. Perbedaan ini masih berkaitan dengan perbedaan sifat fisik fluida dan
geometri yang disimulasi di HTRI. Hal ini bisa diterima sebab beberapa parameter
yang memiliki deviasi di atas 10% memang diberi catatan mengenai perlunya
pengujian oleh kontraktor terkait (lihat lampiran A1). Oleh sebab itu, keluaran yang
didapatkan dianggap cukup untuk membuktikan bahwa desain telah dirancang
dengan benar.

6.2. Evaluasi Parameter Desain


Parameter desain yang telah diperoleh melalui datasheet dan simulasi HTRI
dibandingkan dengan rekomendasi perlakuan yang dirilis berbagai studi dan
standar. Beberapa parameter yang akan dievaluasi meliputi kecepatan alir fluida,
fluks panas, dan temperature driving force. Selain parameter proses, pertimbangan
mengenai parameter geometri seperti pola susunan tube dan rasio shell ke bundle
juga akan dilakukan.
Tabel 6.2. Rekomendasi Perlakuan dengan Kondisi Desain

Parameter Datasheet HTRI rekomendasi Satuan


Kecepatan fluida
0,22 0,17 0,6-1,5 m/s
dalam shell

Universitas Indonesia
75

Tabel 6.3. Rekomendasi Perlakuan dengan Kondisi Desain(cot’d)


Kecepatan fluida
0,51 0,58 0,9-2,4 m/s
dalam tube
Fluks panas Kcal/hr
- 2700-4200 85000-87000
maksimum m2
Pola susunan tube 90° 90° 90°
Temperature driving
5 5 11,1-25 C
force
Melalui tabel perbandingan, terlihat beberapa data tidak sesuai dengan
rekomendasi. Pentingnya mengatur kecepatan fluida dipaparkan oleh
Thulukkanam(2013) yang memberi rekomendasi agar kecepatan fluida shell
berada pada jangkauan 0,6-1,5 m/s dan pada tube sekitar 0,9-2,4 m/s. Jika kecepatan
terlalu rendah, maka padatan yang terbawa akan mengalami settling. Namun, jika
terlalu besar maka akan menyebabkan kerusakan akibat korosi erosi, vibrasi akibat
aliran, dan masalah lainnya. Dari datasheet dan hasil simulasi, kecepatan fluida
masih berada di bawah rekomendasi. Hal itu menyebabkan fouling dari besi yang
terbawa aliran EDC mudah terjadi.
Parameter proses yang perlu dioptimasi pula adalah temperature driving
force. Diketahui bahwa MTD dari desain HE-X401 hanya sebesar 9°F. Akibat
kurangnya temperature driving force, mekanisme mendidih melalui konveksi alami
yang punya konduktivitas termal rendah masih signifikan. Sementara, parameter
proses lain sudah mengikuti berbagai rekomendasi yang diberikan.
Dari segi geometri tube, beberapa acuan yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut. Pertama, pola susunan tube yang dianjurkan oleh
Thulukkanam(2013) bagi reboiler adalah 90°. Bentuk kotak lebih disukai dari segi
stabilitas mekanikal karena menyediakan jalur keluar bagi uap. Ukuran dari shell
pada reboiler juga perlu menjadi pertimbangan. Towler dan Synnot (2008)
memberi petunjuk pemilihan ukuran berdasar fluks panas sebagai berikut.
Tabel 6.4. Rekomendasi perbandingan diameter shell/bundle dengan heat flux

Heat flux W/m2 Shell dia./Bundle dia


25000 1,2 s.d. 1,5
25000 s.d. 40000 1,4 s.d. 1,8

Universitas Indonesia
76

Tabel 6.3. Rekomendasi perbandingan diameter shell/bundle dengan heat flux(cot’d)


40000 1,7 s.d. 2
(Sumber: Towler dan Synnot, 2008)
6.3. Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401
Dalam rangka melakukan redesain dan optimasi pada HE-X401, diperlukan
peninjauan data aktual yang meliputi temperatur inlet EDC dan laju alir EDC.
Rangkuman parameter yang diamati berdasar pada tanggal 1 Agustus 2019
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6.5. Parameter Aktual HE-X401 dan Instrumen Terkait
Laju alir masuk EDC 16294 Nm3/h
Laju alir steam 11390 kg/hr
Temperatur masuk EDC 160,2°C
Bukaan Valve mengontrol laju alir 67,8%
masuk EDC
Bukaan Valve yang mengontrol laju 47%
alir SHHP
Bukaan Valve yang mengontrol laju 14,8%
alir liquid purge

Data – data aktual yang diperoleh kemudian dijadikan input dalam HTRI
Xchanger Suite. Rangkuman input perhitungan ditunjukkan pada gambar berikut.

Universitas Indonesia
77

Gambar 6.3. Rangkuman Input Data Aktual HE-X401

Pada proses kalkulasi, dilakukan perubahan pada laju alir cold shell. Hasil
report akan dibandingkan dengan hasil keluaran desain. Setelah dilakukan running,

Universitas Indonesia
78

HTRI Xchanger Suite menghasilkan laporan seperti ditampilkan di gambar berikut.

Gambar 6.4. Hasil Simulasi Data Aktual HE-X401


Hasil running dengan suhu inlet dan laju alir masuk yang lebih rendah
menyebabkan energi yang dipertukarkan menjadi lebih rendah. Selain itu,
parameter laju alir pada shell mengalami penurunan dari 0,17 m/s menjadi 0,16 m/s.
Jatuh tekanan juga turun hinga 0,016 kgf/cm2. Turunnya kecepatan dapat
menyebabkan kemungkinan fouling bertambah. Selain itu, jatuh tekanan yang
berada jauh di bawah allowable pressure drop menunjukkan bahwa perpindahan
panas yang mampu dilakukan masih belum dimanfaatkan secara maksimal.

Universitas Indonesia
79

Perbandingan datasheet dengan hasil perhitungan data aktual dirangkum


dalam tabel berikut.
Tabel 6.6. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Aktual HE-X401

Parameter data aktual HTRI Satuan % Deviasi

Temperatur inlet EDC 160,2 177 oC -9,49

Kalor yang dipertukarkan 5248703 5220023 kcal/h 0,55

Mean temperature 5,1 5 oC 2


difference
U service 701,59 703,48 kcal/hm2oC -0,27

U clean 1358,49 1396,21 kcal/hm2oC -2,70

U actual 731,23 742,02 kcal/hm2oC -1,45

Luas efektif 1477,6 1477,6 m2 0

Kecepatan alir steam 0,6 0,58 m/s 3,45

Kecepatan alir EDC 0,16 0,17 m/s -5,88

Pressure drop steam 0,024 0,023 kg/cm2 4,35

Pressure drop EDC 0,016 0,02 kg/cm2 -20

Overdesign 4,22 5,48 %


Pada data aktual ditemukan bahwa meski kalor yang dipertukarkan semakin
besar, parameter perpindahan panas menurun seperti nilai U clean dan U actual.
Selain itu, overdesign juga menurun.

6.4. Strategi Optimasi Proses


Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa desain HE-X401 belum
optimal. Hal ini menyebabkan fouling semakin buruk. Sebelum dilakukannya
redesain terhadap HE-X401, diperlukan strategi untuk mengakomodasi proses
pertukaran panas yang lebih optimal. Pada tahap ini, berbagai strategi untuk
meminimalkan fouling berdasar kebutuhan proses dijabarkan.

Universitas Indonesia
80

6.4.1. Peningkatan Laju Alir EDC


Data aktual menunjukkan bahwa laju alir EDC rata-rata sekitar 16300 m3/hr.
Nilai ini jika dikonversi dalam satuan laju alir massa maka didapat sebesar 72047
kg/hr. Angka yang di lapangan berada di bawah data desain HE. Saat disimulasi,
laju alir lapangan menyebabkan pressure drop dan kecepatan fluida menurun.
Turunnya kecepatan fluida tidak disukai karena meningkatkan potensi fouling.
Apalagi, pressure drop yang masih sangat rendah menunjukkan bahwa pertukaran
panas pada HE belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh sebab itu, laju alir EDC
perlu ditingkatkan agar kecepatan fluida juga meningkat.
Data ini diambil pada hari Kamis, 1 Agustus 2019 dari distributed control
system. Pada kondisi laju alir ini, bukaan dari control valve aliran masuk EDC
adalah sebesar 67,8%. Dengan mengasumsikan bahwa range bukaan valve berada
pada range 50%-80%, artinya peningkatan laju alir masih dapat dilakukan dengan
instrumen yang telah ada. Namun, perlu dicatat untuk melakukan pengecekan
operasi control valve terlebih dahulu agar memastikan bahwa nilai bukaan yang
terbaca pada distributed control system tidak berbeda dari nilai bukaan aktual. Jika
demikian, kalibrasi perlu dilakukan.

6.4.2. Peningkatan Liquid Purge


Liquid purge merupakan cara untuk mengatur level fluida dalam heat
exchanger sekaligus mengeluarkan padatan yang terbawa EDC. Aliran dari liquid
purge akan dikirim ke Hiboil column untuk memurnikan kembali EDC dari
kontaminan yang ada. Dengan menaikkan laju alir EDC, maka liquid purge juga
perlu ditingkatkan untuk menjaga level dalam HE.

6.4.3. Mengecek Integritas Packing pada Reaktor HTDC


Fouling yang terjadi pada HE-X401 disebabkan oleh terbawanya padatan
besi dari reaksi klorinasi langsung. Untuk meminimalkan fouling, perlu diadakan
pengecekan terhadap integritas packing besi agar tidak mudah luruh dan terbawa
EDC hasil reaksi ke proses berikutnya. Selain itu, perlu juga dipilih bentuk dan
material matriks packing yang punya integritas baik sehingga besi tidak ikut
terbawa sirkulasi mother liquor EDC.

Universitas Indonesia
81

6.4.4. Memasang strainer


Cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan terbawanya padatan ke
HE-X401 adalah dengan pemasangan strainer setelah furnace feed EDC storage
tank. Semua feed EDC yang masuk ke furnace sebelumnya disimpan di ST-X903.
Dengan memasang strainer, padatan yang terbawa dari berbagai sumber dapat
ditangkap terlebih dahulu.

6.5. Seleksi Strategi Redesain


Selain masalah mengenai fouling, diketahui bahwa desain HE-X401 saat ini
memiliki risiko besar dari segi mekanikal. Tingginya fouling ternyata dapat
menyebabkan kerusakan mekanikal terhadap tube dan terjadi bending. Bending ini
membuat titik pada tube di sisi radius menjadi rentan bocor sehingga steam dapat
mengontaminasi EDC. Hal ini tidak diinginkan karena moisture akan mengganggu
proses perengkahan EDC dan menyebabkan korosi di peralatan proses lain.
Oleh sebab itu, sisi rentan tersebut perlu dilindungi secara mekanis. Ada dua
pilihan yang dapat dilakukan. Bagi HE yang sudah lama di lapangan, dapat
dilakukan plug terhadap tube yang berada di titik rentan. Kedua, melakukan
redesain HE baru dengan sisi radian diberi tie rod atau dummy tube. Dalam
pembahasan ini, pilihan kedua bersama akan diaplikasikan dalam rangka redesain
dan optimasi unit HE-X401 baru. Beberapa alternatif pilihan diberikan dan
pertimbangan kelebihan serta kekurangan didiskusikan.
Dalam melakukan redesain, beberapa parameter yang diinginkan dapat
dijadikan acuan untuk evaluasi. Beberapa parameter yang diinginkan dalam
redesain HE ini meliputi safety margin ≥10% (sama dengan desain awal HE-X401),
pressure drop maksimal 0,21 kgf/cm2, dan pertimbangan ekonomis. Beberapa
alternatif desain yang ditawarkan adalah sebagai berikut.

6.5.1. Mengurangi Ketebalan Tube


Salah strategi redesain yang dapat dilakukan tanpa mengubah ukuran shell
adalah mengurangi ketebalan tube dan memasanga tie rods di sisi radius. Dengan
mengurangi ketebalan tube, perpindahan panas melalui konduksi dapat meningkat
dan menyebabkan overdesign juga naik.

Universitas Indonesia
82

Namun, setelah dilakukan trial dengan mengubah ketebalan tube menjadi


0,559 mm, overdesign yang diharapkan tidak berhasil dicapai. Selain itu, pilihan
mengurangi ketebalan tube dapat meningkatkan risiko kebocoran karena tekanan
steam yang tinggi.

6.5.2. Mengubah Layout Pattern


Strategi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah layout
pattern. Perubahan layout pattern akan memungkinkan memasukkan lebih banyak
tube dalam bundle yang memiliki ukuran sama. Berikut beberapa hasil yang
diperoleh dengan mengubah layout pattern dari 90° menjadi bentuk lainnya.

Gambar 6.5. 60° layout pattern dengan tie rods


Saat digunakan layout pattern 60°, overdesign akan meningkat karena
jumlah tube yang dimuatkan juga bertambah banyak. Akibatnya, lebih banyak luas
permukaan untuk pertukaran panas. Dengan menambah tie rods di sisi radius, dapat

Universitas Indonesia
83

diperoleh overdesign ~8%. Demikian ketika digunakan layout pattern 30° dengan
menambah tie rods di sisi radius akan diperoleh pula overdesign ~8%. Oleh sebab
itu, pengubahan layout pattern saja tidak cukup untuk memperoleh overdesign yang
diinginkan dengan ukuran diameter shell yang sama. Selain itu, pengubahan pola
tube kurang disukai dalam aplikasi EDC Vaporizer sebab EDC yang merupakan
fluida dengan tingkat fouling tinggi ditempatkan pada sisi shell. Jika digunakan tube
dengan pola selain 90° akan memberikan kesulitan dalam tahap pembersihan.

Gambar 6.6. 30° layout pattern dengan tie rods

6.5.3. Menambah Diameter Shell


Strategi lain yang dapat digunakan adalah menambah diameter shell
sekaligus menambah jumlah tube di dalamnya. Cara ini dinilai konservatif namun
merupakan cara paling efektif jika ingin digunakan heat exchanger baru.
Dengan menggunakan software HTRI, variasi diameter akan diuji untuk
mendapat hasil desain Heat Exchanger dengan parameter yang diinginkan. Dalam

Universitas Indonesia
84

tabel berikut tersaji hasil parameter dengan variasi diameter dalam shell yang
berbeda. Tabel yang diarsir menandakan parameter yang terkait tidak lulus evaluasi
sehingga tidak dipilih.
Tabel 6.7. Simulasi resizing HE-X401

ID(mm) 1950 1960 1970 1980 1985 1990


OD% 8,38 7,88 10,49 9,66 10,06 11,71
Tubes 4030 4026 4116 4102 4110 4180
Tie rods/pass 175 174 176 176 176 176
ΔP(kgf/cm2) 0,026 0,02 0,023 0,019 0,019 0,021

Dari hasil simulasi, dapat disimpulkan bahwa shell dengan diameter 1985
mm dan jumlah tie rods/dummy tube di sisi radius 176 yang akan dipilih untuk
desain baru dari heat exchanger. Pemilihan ini berdasarkan hasil perhitungan yang
menunjukkan bahwa desain tersebut memenuhi semua kriteria evaluasi.
Redesain ukuran shell akan menyebabkan perubahan parameter lain, seperti
ukuran kettle dan jumlah liquid dalam alat penukar panas. Desain baru dengan
diameter dalam shell 1985 mm memerlukan lebih banyak liquid EDC untuk
memastikan semua tube terendam. Berdasarkan studi Gulley(1996), memastikan
tube terendam adalah keharusan dari desain kettle agar tube tidak terselimuti oleh
uap yang punya konduktivitas termal rendah dan menurunkan efisiensi pertukaran
panas. Namun, semakin banyak fasa liquid dalam vaporizer membutuhkan ruang
pemisahan (disengagement space) lebih besar. Penambahan ruang akan mencegah
terbawanya cairan dengan uap (entrainment).
Berdasarkan segala pertimbangan mengenai sifat fisik dan prinsip
pertukaran panas, berikut adalah hasil akhir dari redesain yang dilakukan.
Vaporizer HE-X401 baru akan memiliki ukuran yang lebih besar dengan memasang
tie rods di titik rentan stres mekanik.

Universitas Indonesia
85

Gambar 6.7. Redesain Baru Terpilih


Berdasarkan data desain yang diperoleh dari HTRI, beberapa nilai yang
didapat disesuaikan dengan fabrikasi material standar yang tersedia oleh TEMA.
Maka besar dari kettle dibulatkan ke atas. Desain lebih lanjut ditampilkan pada
lampiran A3.
Tabel 6.8. Parameter Redesain Baru Terpilih

ID(mm) 1985
Kettle diameter(mm) 2700
OD% 10,15
Tubes 4110
Tie rods/dummy tube 364
ΔP(kgf/cm2) 0,019

Universitas Indonesia
BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan
Melalui rangkaian pelaksanaan kerja praktik yang telah dijalani di PT
Asahimas Chemical, beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dijabarkan sebagai
berikut.
 PT Asahimas Chemical merupakan pabrik klor alkali – vinil klorida terbesar
di Asia Tenggara, yang menghasilkan beberapa jenis bahan kimia dasar
untuk memenuhi kebutuhan industri hilir pada umumnya.
 Proses produksi pada PT Asahimas Chemical mencakup proses klor alkali
(C/A), monomer vinil klorida (VCM), dan polivinil klorida (PVC) yang
saling berkaitan satu dengan yang lain.
 PT Asahimas Chemical memanfaatkan bahan baku utama berupa garam
industri, etilen, oksigen, dan listrik untuk menghasilkan produk utama
berupa soda kaustik (NaOH) dan polivinil klorida (PVC).
 Pabrik VCM bertujuan untuk mengolah gas kloridn sebagai produk C/A dan
menghasilkan VCM yang menjadi bahan baku plastik PVC.
 Departemen VCM-3 melibatkan 9 area operasi dengan proses utama:
- Reaksi oksiklorinasi yang mereaksikan etilen, oksigen, dan asam klorida
untuk menghasilkan EDC pada reaktor OHCl.
- Reaksi klorinasi langsung dengan mereaksikan etilen dan klorin untuk
menghasilkan EDC pada reaktor HTDC.
- Reaksi perengkahan EDC membentuk asam klorida dan VCM pada
cracking furnace.
 Sistem utilitas dikelola oleh Departemen Utilitas yang menjalankan operasi
pengolahan air, pembentukan steam, pembentukan instrument air,
penyediaan pendingin, dan penyediaan bahan bakar.
 Pengolahan limbah pada Departemen VCM-3 menggunakan unit
pengolahan air limbah untuk mengolah air dan memperoleh kembali EDC,

86 Universitas Indonesia
87

serta unit insinerator untuk mengolah gas buang dan tar dan memperoleh
kembali HCl.
Sementara, dari case study yang dilaksanakan dapat diambil kesimpulan
berikut.
 Data desain heat exchanger HE-X401 tervalidasi benar oleh piranti lunak
HTRI Xchanger Suite.
 Ditinjau dari data proses desain, operasi vaporizer belum sesuai dengan
rekomendasi desain. Salah satunya kondisi operasi yang belum sesuai
adalah kecepatan fluida dalam shell yang terlalu lambat sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya settling pengotor.
 Redesain yang disarankan untuk mengatasi masalah kebocoran di HE-X401
adalah dengan menambah ukuran shell menjadi 1985 mm dengan 4110 tube
dan 364 tie rods terpasang di sisi radius.
 Selain itu, usaha untuk meminimalkan fouling harus selalu dilakukan.
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kecepatan fluida
dalam shell, meningkatkan liquid purge, dan meminimalkan terbawanya
padatan besi terlarut dari reaktor klorinasi langsung.

7.2. Saran
Ditinjau dari sudut pandang sebagai peserta kerja praktik, penulis
menyadari bahwa PT Asahimas Chemical telah beroperasi secara efisien, disiplin,
serta menciptakan kenyamanan bagi para pekerjanya. Berikut merupakan beberapa
saran umum yang penulis dapat berikan selama mengikuti kegiatan selama 1 bulan.
 Integrasi antara Divisi TEO dan departemen tempat peserta kerja praktik
menjalankan kegiatan perlu ditingkatkan, agar materi awal yang diperlukan
peserta seutuhnya dapat dipenuhi oleh TEO.
 Memberikan kesempatan kepada peserta kerja praktek untuk dapat
mempraktekkan secara langsung proses di lapangan, seperti di laboratorium
dan di ruang DCS.
Melalui proses pengolahan data dan tinjauan literatur, beberapa saran yang
dapat diusulkan dalam rangka penyelesaian masalah pada heat exchanger HE-X401
dijabarkan sebagai berikut.

Universitas Indonesia
88

 Melakukan redesain dengan memperbesar ukuran kettle dan shell dengan


memasang tie rods di bagian radius.
 Menyesuaikan parameter yang ada dengan rekomendasi untuk
meminimalkan fouling. Berdasar investigasi, beberapa hal yang dapat
dilakukan:
o Memperbesar bukaan valve kontrol aliran masuk EDC agar laju alir
meningkat dan kecepatan dalam shell naik.
o Memperbesar bukaan valve kontrol liquid purge untuk mengatur
level fluida dalam vaporizer.
 Melakukan pemeriksaan integritas packing katalis besi di reaktor klorinasi
langsung.
 Memasang strainer setelah furnace feed EDC storage tank untuk
menangkap padatan yang terbawa sebelum dipompa oleh PU-X903 menuju
furnace.
 Melakukan kalibrasi alat ukur data proses yang berkaitan dengan heat
exchanger HE-X401.

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

3D-Labs. (2016) Heat Exchanger Thermal Design, Tersedia: 3d-labs.com/HEAT


EXCHANGER E-BOOK(3D-LABS)/THERMAL DESIGN/Heat Exchanger
Thermal Design E-Book-Baffle.[Diakses pada 20 Agustus 2018].
Baehr, H.D. dan Stephan, K. (2006) Heat and Mass Transfer, Springer: Berlin.
Bennett, C. A., Kistler, R. S., Lestina, T. G. & King, D. C., 2007. Improving Heat
Exchanger Design. Chemical Engineering Progress, pp. 40-45.
Cengel, Yunus A. dan Afshin J. Ghajar. (2015) Heat and Mass Transfer:
Fundamentals & Applications, New York: McGraw-Hill.
D, G., 1996. Troubleshooting Shell-and-Tube Heat Exchanger., Oklahoma:
QuickC.
Holman, J.P. (2010) Heat Transfer, New York: McGraw-Hill.
Iangibbard. (2014) Heat Exchanger Problems: Pass Partition Bypassing, Tersedia:
https://www.calgavin.com/heat-exchanger-problems/6803/heat-exchanger-
problems-part1 [Diakses pada 25 Agustus 2018].
Incropera, F.P. dan David P.D. (1981) Fundamentals of Heat Transfer, New York:
John Wiley & Sons.
Mihir. (2018) Excerpts from Vol 1 Ch 6 Heat Exchangers TEMA Types. Tersedia:
www.chemicalprocessengineering.in/excerpts-vol-ch-6-heat-exchangers.
[Diakses pada 25 Agustus 2018].
Patwardhan, V. (2014). Applications of the Principles of Heat Transfer to Design
of Heat Exchangers. Institute of Chemical Technology, Mumbai.
Spirax Sarco. (2012) Heat Exchangers and Stall. Tersedia: www.spiraxsarco.com/
Resources/Pages/Steam-Engineering-Tutorials/condensate-removal/heat-
exchangers-and-stall.aspx. [Diakses pada 22 Agustus 2018].
The News. (2018) Troubleshooting Steam Heat Exchangers. Tersedia:
https://www.achrnews.com/articles/83489-troubleshooting-steam-heat-
exchangers. [Diakses pada 23 Agustus 2018].
Thulukkanam, K., 2013. Heat Exchanger Design Handbook. London: CRC Press.

89 Universitas Indonesia
90

Tomhigley. (2014) Common Issues for Poor Heat Exchanger Performance.


Tersedia: www.calgavin.com/heat-exchanger-problems/7997/common-heat-
exchanger-issues. [Diakses pada 25 Agustus 2018].
Towler, Gavin dan Ray Sinnott. (2013) Chemical Engineering Design, Waltham:
Elsevier.
TLV. (2015) Steam Heating Mechanism. Tersedia: www.tlv.com/global/TI/steam-
theory/steam-heating-mechanism.html. [Diakses pada 23 Agustus 2018].

Universitas Indonesia
LAMPIRAN

Lampiran 1. Process Datasheet Heat Exchanger HE-X401

Gambar A1. Process Datasheet HE-X401


(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

91 Universitas Indonesia
92

Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Cont’1)


(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

Universitas Indonesia
93

Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Cont’2)


(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

Universitas Indonesia
94

Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Cont’3)


(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

Universitas Indonesia
95

Gambar A1. Process Datasheet HE-4201 (Cont’4)


(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

Universitas Indonesia
Lampiran 2. Process Flow Diagram area 400

Gambar A2. Process flow diagram area 400


(Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)

96 Universitas Indonesia
Lampiran 3. Detail Redesain Baru

Gambar A3. Detail Redesain Baru

97 Universitas Indonesia
98

Gambar A3. Detail Redesain Baru(Cont’2)

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai