LAPORAN PENELITIAN
LAPORAN PENELITIAN
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Koordinator Penelitian
ABSTRAK
ABSTRACT
Supervisors’ name : Dr. Ir. Sri Handayani, M.T. & Drs. Singgih H., M.Si.
Study Program : Chemical Engineering
BiFeO3 material had been developed as multiferroic material used for making of
electronic device particularly for advanced storage media (ultimate memory
device). It is because BiFeO3 material has more than two ferroic phase,
ferroelectric and ferromagnetic simultaneously. Multiferroic material or known as
magnetoelectric material has more than one characteristic in a material. With this
multiferroic material, every element of storage media is put in four conditions
instead of only two conditions (two conditions of electric polarization and two
conditions of magnetic polarization). The opportunity of writing and deleting data
using electrical field is the real benefit in mobile electronic device (i.e handphone,
laptop, GPS) viewed from two points-of -views. Firstly, application using
electrical field consumes fewer energy than using magnetic field thus, the energy
source used can save. Secondly, electrical field using can reduce the size of the
storage media. BiFeO3 material synthesis is done using sol-gel methods, by
mixing bismuth nitrate and iron nitrate nonahydrate, calcinating, and sintering
with vary temperatures (at 550, 600, 650 oC) and for (4, 6, 8 hours). Measured
parameters are chrystal structures (XRD), morphology (SEM) and particle size
(PSA). The best BiFeO3 is the materials that was sintered at 600 oC for 8 hours
yielding the material with particle size of 68 nm. Bismuth Ferrite synthesis using
sol-gel method is expected to yield a nano-sized particle (68nm) or BiFeO3
material that will furtherly be applied in making of storage set on a more
advanced electronic device.
Keywords : sol-gel method, multiferroic, magnetoelectric, ultimate memory
device
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
kelistrikan dan kemagnetan telah dikombinasikan dalam disiplin ilmu yang umum
sejak abad ke-19 yang berujung pada persamaan Maxwell. Saat ini, beberapa
penelitian difokuskan pada bahan yang menggabungkan sifat magnetik dan
feromagnetik (Picozzi et al, 2009). Material yang tersusun dari bahan feroelektrik-
magnetik inilah yang disebut dengan istilah multiferroik. Sifat magnetik ini
dihasilkan dari interaksi pertukaran antar dipol magnetik yang berasal dari kulit
orbital terisi elektron. Sedangkan sifat elektrik terjadi akibat adanya dipol listrik
lokal (Retno et al,2009). Salah satu material multiferroik tersebut adalah Bismuth
ferrit. Bismuth ferrit adalah suatu senyawa kimia inorganik dengan struktur
perovskite dan merupakan salah satu material multiferroik yang cukup
menjajikan. Bismuth ferrit merupakan material yang menunjukkan koeksitensi
feroelektrik dan antiferomagnetik pada suhu kamar (Sen et al, 2010). Sifat
koeksitensi feroelektrik dan antiferomagnetik dari material Bismuth ferrit dapat
diaplikasikan untuk pembuatan Ultimate Memory Device yang diharapkan dapat
memiliki keunggulan seperti yang telah disebutkan di atas. Pada fasa suhu
ruangan, BiFeO3 diklasifikasikan sebagai benda dengan struktur rhombohedral
pada kelompok ruang R3C. (Catalan et al, 2009). Material ini dapat disintesis
dengan metode kimia basah dan hidrotermal. Metode kimia basah adalah suatu
metode sintesis yang menggunakan pelarut sebagai medianya untuk menghasilkan
senyawa yang dikehendaki, sedangkan metode hidrotermal adalah metode sintesis
dari kristal tunggal yang bergantung pada kelarutan mineral dalam air panas di
bawah tekanan tinggi. Namun, hingga saat ini sintesis material BiFeO3 yang telah
dilakukan belum cukup menghasilkan kristal BiFeO3 yang berukuran nano ( < 100
nm ), baik material yang disintesis dengan metode hidrotermal maupun dengan
material yang disintesis dengan metode kimia basah. Pada penelitian ini metode
yang digunakan adalah metode kimia basah yang dilanjutkan dengan melakukan
proses sintering dengan suhu dan waktu yang divariasikan untuk menghasilkan
material nanomultiferroik yang berukuran nanopartikel. Metode kimia basah
dipilih karena dapat menghasilkan material nanopartikel BiFeO3 lebih efektif
daripada metode hidrotermal. (Chalmers, 2012). Hal ini disebabkan karena
material tersebut akan melalui proses sintering setelah proses sintesis material
BiFeO3. Proses sintering bertujuan untuk membentuk fase kristal baru sesuai
dengan yang diinginkan,dalam hal ini untuk membentuk kristal BiFeO3 berukuran
nanopartikel. Ukuran material BiFeO3 ini mempengaruhi sifat
kemagnetannya(Sinha,2015). Semakin kecil ukurannya, semakin tinggi sifat
kemagnetannya yang mengakibatkan kinerja material tersebut sebagai komponen
utama dalam ultimate memory device semakin baik.
Bahan baku utama yang digunakan dalam sintesis bismuth ferrit ini adalah
senyawa Bi5O(OH)9(NO3)4 dan Fe(NO3)3.9H2O
Metode yang digunakan untuk menghasilkan bismuth ferrit ini adalah metode
kimia basah
Sintering berlangsung pada temperatur yang ditentukan setelah dilakukan uji
TGA/DTA (550, 600, 650 oC) dan waktu selama 4 jam, 6 jam, dan 8 jam.
1.5 Hipotesa
Semakin tinggi suhu dan lamanya waktu yang digunakan pada proses
sintering, partikel material BiFeO3 yang dihasilkan akan berukuran nano ( <100
nm) dan struktur kristalnya yang beraturan serta halus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahun 2004 ditemukan efek polarisasi elektrik yang besar pada fasa
BiFeO3 dan efek kopling magnetoelektrik yang besar pada TbMnO3 (Wang et al,
2004) serta pada TbMn2O5 (T.Kimura, 2004). Multiferoik merupakan material
yang menarik karena memiliki sifat magnet dan listrik sekaligus. Penambahan
atom dopan ke dalam bahan multiferoik sangat berpengaruh pada sifat fisis yang
dimiliki bahan tersebut, diantaranya adalah konstanta dielektrik. Bahan
multiferoik akan memiliki sifat listrik dan sifat magnet sekaligus. Multiferoik
merupakan penggantian unsur-unsur senyawa yang mempunyai struktur yang
sama, seperti BiFeO3 dan YMnO3 yang merupakan contoh feroelektrik dan
feromagnet. Sifat magnetik terjadi karena adanya interaksi pertukaran antara dipol
magnetik, yang berasal dari kulit orbital berisi elektron. Sifat elektrik terjadi
akibat adanya dipol listrik lokal. Sifat elastis merupakan sifat hasil perpindahan
atom karena strain. Terjadinya simultan magnet dan listrik sangat menarik karena
menggabungkan sifat yang bisa dimanfaatkan untuk penyimpanan informasi,
pengolahan, dan transmisi. Hal ini memungkinkan kedua medan magnet dan
medan listrik untuk berinteraksi dengan magnet dan listrik.
Bismuth ferrit (BiFeO3) kemungkinan merupakan satu-satunya material
yang memiliki kedua sifat magnetik dan ferroelektrik pada suhu ruangan. Sebagai
hasilnya, BiFeO3 telah memiliki pengaruh terhadap medan multiferroik yang
dapat dibandingkan dengan Yttrium barium tembaga oksida (YBCO) pada
superkonduktor, dengan ratusan publikasi yang dikhususkan pada penelitian
material Bismuth ferrit dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam publikasinya LW Martin dkk (2010) melaporkan kajian literatur
tentang hasil penelitian material feroelektrik dan feromagnetik berbasis oksida dan
memberikan ilustrasi tentang fenomena magnetoelectric dan multiferroic seperti
ditampilkan pada Gambar 2.1. Gambar tersebut menjelaskan bahwa sifat
magnetoelektrik terjadi karena terdapatnya kopling antara material yang dapat
termagnetisasi bagaimanapun tingkat keteraturan momen magnetiknya dan
terpolarisasi bagaimanapun tingkat keteraturan momen elektriknya sehingga
kedua besaran fisika tersebut yaitu magnetisasi dan polarisasi dapat muncul baik
karena pengaruh medan magnet maupun medan listrik.
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa Wang dkk. (2004) dan Pradhan dkk. (2005)
membuat BiFeO3 murni dengan teknik rapid liquid-phase sintering. Temperatur
kristalisasi BiFeO3 yang dibutuhkan pada metode ini diatas temperatur Currie
(TC), dimana terlihat bahwa penguapan bismuth sangat sulit dihindari. Selain itu,
(Ghosh et al., 2005) membuat bismuth ferrit fasa tunggal dengan pengerakkan
asam pada metode sol-gel dirangkai dengan proses kalsinasi. Dua metode ini
dianggap mampu menghasilkan fasa tunggal BiFeO3 yaitu metode pertama adalah
rapid liquid-phase sintering dan metode lainnya menggunakan pelarutan zat
pengotor cairan asam nitrat. Akan tetapi metode ini menghasilkan material dengan
kebocoran arus yang tinggi, inilah yang menjadi halangan material ini tidak dapat
digunakan sebagai aplikasi praktis. Oleh karena itu, diharapkan akan ada metode
yang dapat menghasilkan material BiFeO3 murni yang baik. Chen.C dkk. (2006)
menggunakan cara sintesa hydrothermal temperature rendah untuk menghasilkan
kristal fasa tunggal BiFeO3. Pengaruh awal konsentrasi KOH, temperatur reaksi,
dan lamanya waktu evolusi fasa serta ukuran partikel dan morfologi kristal
BiFeO3 dapat diselidiki secara sistematis. Mereka memperoleh kristal perovskit
BiFeO3 pada temperatur 200oC menggunakan KOH dengan konsentrasi 4M. Uji
SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukkan persebaran ukuran homogen
dari bubuk BiFeO3. Chen X.Z dkk. (2011) mensintesa partikel bismut ferit
polyhedral skala besar dengan metode hidrotermal di bawah serangkaian
percobaan. Hasil uji XRD menunjukkan bubuk BiFeO3 memiliki struktur
perovskit, sedangkan hasil uji SEM menunjukkan perbedaan bentuk partikel
BiFeO3, seperti bola (sphere), octahedron, truncated octahedron, cubo-
octahedron dan truncated cube. Material BiFeO3 menunjukkan perilaku
feroelektrik dan reaksi magnetik yang membuktikan adanya sifat multiferoik pada
kristal BiFeO3.
(a) (b)
Gambar 2.3 Ilustrasi skematik dari proses transisi struktur (a) struktur
kubik ideal Pm-3m tanpa pembelokan (b) struktur R-3c yang terbelokkan bersama
tiga axis dengan sudut yang sama. (a a a) (c) perubahan letak ion Bi terhadap arah
[111] berdasarkan R-3c. (sumber: Chalmers, 2011)
Parameter kisi-kisi dan struktur kristal BiFeO3 bergantung pada suhu.
Koordinasi atomik sedikit berubah pada suhu antara 5 K dan 300 K. Perubahan
signifikan diamati pada suhu diatas 300 K, pengaruh suhu pada paramter sel,
volume, jarak ikatan dan sudut ikatan disajikan dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4 plot suhu (0-1000 K) sebagai fungsi (a) parameter kisi a, c dan
volume BFO (b) panjang-pendeknya jarak ikatan BiFeO3 (c) sudut Fe-O-Fe dan
O-Fe-O. (sumber: Chalmers, 2011)
Gambar 2.5 diagram fasa Fe2O3 dan Bi2O3 menunjukkan bismuth ferrit
dengan pengotor yang tidak dikehendaki. (sumber: Chalmers,2011)
Teknik kristaliasi ini bekerja tanpa gradien suhu diantara zona tak larut
dan pembentukan. Supersaturasi tercapai dengan reduksi secara bertahap dalam
suhu larutan di dalam autoklav. Kekurangan dari teknik ini adalah kesulitan dalam
dan monolit. Riset kimia basah menjadi sangat penting yang diindikasikan pada
tahun 1990-an, lebih dari 35.000 jurnal dipublikasikan secara luas.
2.4.1 Kalsinasi
2.4.2 Sintering
berbada. Sintering bahan keramik biasanya ditentukan sekitar 75% dari titik leleh
total .
Pada proses sintering, terjadi proses pembentukan fase baru melalui proses
pemanasan dimana pada saat terjadi reaksi komponen pembentuk masih dalam
bentuk padat dari campuran serbuk. Hal ini bertujuan agar butiran-butiran (grain)
dalam partikel-partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan berikatan. Proses
sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan, yaitu:
a. Tahap awal
Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel
membentuk leher yang tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan
akan menjadi semakin cepat dengan adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap
ini penyusutan juga terjadi akibat permukaan porositas menjadi halus.
b. Tahap menengah
Pada tahap ini terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil
larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir ini menghasilkan
pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini juga berlangsung penghilangan
porositas. Akibat pergeseran batas butir, porositas mulai saling berhubungan dan
membentuk silinder di sisi butir.
c. Tahap akhir
Perjelasan Rietveld
Informasi detail mengenai perubahan massa dan efek kalor dari spesimen
selama proses pemanasan dan pendinginan dapat diukur secara bersamaan dengan
TG-DSC Netzsch STA 409 PC Luxx analyser. Plot perubahan massa dan aliran
panas sebagai fungsi suhu dapat diperoleh dalam 1 grafik pemanasan dan
pendinginan.
Ada kesetimbangan yang sensitif dengan dua kubik identik yng
berdampingan yang harus tetap kosong dan dalam keadaan bersih. Sebelum
melakukan analisis termal, instrumen dikalibrasi dengan menggunakan dua kubik
kosong dahulu. Setelah mengisi salah satu kubik dengan sampel yang akan diuji,
proses pemanasan secara bertahap dimulai dari dalam ruang denagn mengalirkan
gas pada kecepatan tertentu. Sebelum mendapatkan hasil eksperimen yang dapat
dipertanggungjawabkan, koreksi dasar diperlukan dengan mengurangi kubik
kosong dari sampel asli. Tujuan dari penggunaan analisis termal adalah untuk
membedakan air pada proses hidrasi dalam reagen nitrat untuk sintesis larutan dan
menentukan suhu antiferomagnetik TN dan suhu feroelektrik TC.
Jenis sinyal yang dihasilkan oleh sebuah SEM meliputi elektron sekunder,
elektron terrefleksi, foton dari sinar X, cahaya yang bersifat katodaluminesen, arus
yang terserap dan elektron yang ditransmisikan. Detektor elektron sekunder
adalah peralatan standar dalam setiap SEM, tetapi sangat jarang untuk
menemukan mesin tunggal yang memiliki detektor untuk semua sinyal.
Sinyal yang dihasilkan dari interaksi tembakan elektron dengan atom pada
kedalaman yang bervariasi dengan sampel. Pada modus deteksi yang paling
umum dan standar, secondary electron imaging (SEI), elektron sekundernya
diemisikan dari jarak terdekat pada permukaan spesimen. Akibatnya, SEM dapat
menghasilkan gambar beresolusi sangat tinggi pada permukaan sampel yang
menunjukkan detail yang kurang dari 1 nm. Back-Scatterde Electron (BSE)
adalah tembakan elektron yang dirrefleksikan dari sampel menggunakan
scattering elastis. Keluar dari lokasi terdalam spesimen sehingga resolusi dari
gambar BSE lebih rendah daripada gambar SE. Bagaimanapun, BSE sering
digunakan dalam SEM analitik bersama spectra yang terbuat dari sinar X, karena
intensitas BSE sangat berhubungan dengan nomor atom (Z) dari spesimen.
Gambar BSE dapat menyajikan informasi tentang distribusi dari element yang
berbeda dalam sampel. Untuk alasan yang sama, penggambaran BSE dapat
menggambarkan koloid emas immuno-labels dengan diametrenya berukuran 5-10
nm, yang akan sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dideteksi dalam gambar
elektron sekunder dalam spesimen biologi. Sinar X diemisikan ketika tembakan
elektron menghilangkan kulit elektron terluar dari sampel, menyebabkan elektron
berenergi tinggi mengisi kulit dan melepaskan energi. Sinar X tersebut digunakan
untuk mengidentifikasi komposisi dan mengukur banyaknya elemen dalam
sampel. Karena tembakan elektron sangat sempit, mikrografi SEM memiliki
kedalaman medan yang luas mengahasilkan tampilan khusus tiga dimensi yang
berguna untuk memahami struktur permukaan sampel.
Pembesaran
(a) (b)
(c)
Gambar 2.12 Gambar SEM nanopartikel BFO yang disintesis pada temperatur
kalsinasi (a) 350 oC (b) 450 oC (c) 550 oC (sumber : Anoopshi Johari, 2010)
BAB III.
METODE PENELITIAN
Bahan
Parameter
Uji
terbentuk gel berwarna cokelat pekat
TGA/DTA
Dilakukan proses kalsinasi di dalam furnace pada temperatur
terhadap
tertentu (dilihat dari hasil uji TGA/DTA)
gel
Gambar 3.1. Diagram alir sintesis nanopartikel bismuth ferrit dengan metode
kimia basah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pencampuran besi nitrat nonahidrat dan bismuth nitrat, chelating agent dan
asam nitrat, akua bidestilata hingga volume tertentu sambil dipanaskan di
atas hot plate pada suhu 85 oC dan diaduk menggunakan magnetik stirrer
dengan kecepatan 450 rpm (gambar 4.1a). Pengadukan dan pemanasan
diatas hot plate berfungsi untuk menghomogenkan larutan dan
menguapkan kandungan air dalam larutan tersebut sehingga setelah proses
pemanasan dan pengadukan selama 2 jam, larutan bismuth ferrit semakin
pekat dan berwarna kecokelatan (gambar 4.1b) hingga terbentuk gel
berwarna coklat setelah dilakukan proses pemanasan dan pengadukan
selama 5 jam (gambar 4.1c) , tahapan terbentuknya gel tersaji dalam
Gambar 4.1.
sintering yaitu pada rentang suhu 550o C-650o C sehingga dapat diambil
tiga buah variasi suhu sintering yaitu 550o C, 600o C, dan 650o C.
Hasil material BiFeO3 yang sudah disinter dapat dilihat pada Gambar 4.3.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.3 (a) kelompok material disinterisasi pada suhu 550 oC, (b) 600
o
C dan (c) 650 oC
Hasil 9 buah sampel material BiFeO3 dari variasi suhu dan waktu
sintering, dikarakterisasi dengan XRD-HSP, SEM, dan PSA untuk
dianalasis komponen yang terdapat dalam serbuk BiFeO3 serta morfologi
dan ukuran partikel dalam serbuk BiFeO3. Kurva XRD dari variasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Suhu 550 oC
Counts
BFO452
BiFeO3 34.8 %
600 Bi2O3 47.2 %
Fe2O3 18.0 %
400
200
0
20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.4 (a) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 4 jam
Counts
BFO456
400 BiFeO3 45.4 %
Bi2O3 37.3 %
Fe2O3 17.2 %
300
200
100
0
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.4 (b) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 6 jam
Counts
BFO502
BiFeO3 53.7 %
Bi2O3 33.0 %
Fe2O3 13.3 %
400
200
20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.4 (c) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 8 jam
Suhu 600 oC
Counts
BFO556
BiFeO3 73.4 %
1000 Bi2O3 13.4 %
Fe2O3 13.2 %
500
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.5 (a) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 4 jam
Counts
BFO5010
BiFeO3 86.2 %
800 Bi2O3 9.2 %
Fe2O3 4.6 %
600
400
200
20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.5 (b) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 6 jam
Counts
BFO5510
BiFeO3 97.4 %
Bi2O3 2.6 %
1000
500
0
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.5 (c) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 8 jam
Suhu 650 oC
Counts
BFO4510
BiFeO3 61.1 %
Bi2O3 23.9 %
600
Fe2O3 15.1 %
400
200
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.6 (a) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 4 jam
Counts
BFO552
800 BiFeO3 68.0 %
Bi2O3 17.5 %
Fe2O3 14.4 %
600
400
200
0
20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.6 (b) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 6 jam
Counts
1000 BFO506
BiFeO3 77.8 %
Bi2O3 15.0 %
Fe2O3 7.2 %
500
0
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))
Gambar 4.6 (c) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 8 jam
Pada karakterisasi XRD, hasil yang didapat berupa pie chart yang menunjukkan
kandungan material yang terdapat dalam setiap sampel. Warna biru pada pie chart
menunjukkan kadar BiFeO3 , warna hijau menunjukkan Bi2O3 dan warna merah
Fe2O3. Warna hijau dan merah menunjukkan persentase zat yang berupa pengotor
pada material tersebut. Material yang disinter pada suhu 550 oC memiliki kadar
BiFeO3 hingga 53,7 %. Waktu sintering memiliki peranan besar dalam
pembentukan BiFeO3. Semakin lama waktu yang dilakukan untuk sintering,
semakin tinggi kadar BiFeO3 nya. Hal ini disebabkan karena waktu sintering yang
lebih lama memberi kesempatan kepada senyawa untuk bereaksi lebih optimal
membentuk BiFeO3 sehingga konversi pembentukan senyawa BiFeO3 semakin
tinggi. Pada material yang disinter pada suhu 600 oC kadar BiFeO3 tertinggi
mencapai 97% sedangkan untuk material yang disinter pada suhu 650 oC
persentase BiFeO3 mengalami penurunan hingga persentase BiFeO3 tertingginya
hanya 77,8%. Penurunan kadar BiFeO3 dalam kelompok material yang
disinterring pada suhu 650 oC terjadi karena suhu tersebut telah mendekati titik
leleh BiFeO3 sehingga sebagian senyawa BiFeO3 melebur kembali dan unsur
pembentuknya bereaksi lagi dengan zat pengotornya membentuk senyawa Bi2O3
dan Fe2O3. Bi2O3 dan Fe2O3 dapat terbentuk karena kedua material tersebut
memiliki titik leleh lebih tinggi daripada BiFeO2 sehingga pada suhu sekitar 650
o
C kedua senyawa tersebut masih ada dalam material multiferoik tersebut. Pada
kasus ini, material terbaik yang akan dikarakterisasi dengan PSA dan SEM adalah
kelompok material yang disinter dengan suhu 600 oC, karena kelompok material
tersebut memiliki kadar zat pengotor terendah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
temperatur sintering optimal untuk material tersebut adalah 600 oC. Komposisi
masing-masing senyawa dalam material BiFeO3 disajikan dalam tabel 4.1.
Hasil uji morfologi BiFeO3 dapat dilihat pada Gambar 4.7. Dalam hasil
pencitraan SEM yang berupa foto tersebut, perbesaran yang digunakan adalah
perbesaran 2000 kali dengan satuan diameter 10 mikron. Pada sampel BiFeO3 yang
disinter selama 4 jam, dalam 10 mikron terdapat 1 partikel (gambar 4.7a). Sampel
yang disinter selama 6 jam, dalam setiap 10 mikron, terdapat lebih dari 2 partikel
(gambar 4.7b) dan pada sampel yang disinter selama 8 jam terdapat lebih dari 10
partikel BiFeO3 dalam per 10 mikron areanya (4.7c). Pembentukan kristal BiFeO3
sangat dipengaruhi oleh waktu selama proses sintering. Kristal material BiFeO3
mulai terbentuk setelah disinter selama minimal 4 jam. Selama 4 jam tersebut,
kristal material BiFeO3 yang terbentuk masih berukuran mikro karena kristal
tersebut baru terbentuk dan belum melalui tahap pemecahan kristal yang
diakibatkan oleh suhu sintering. Seiring dengan bertambahnya waktu dalam proses
sintering, kristal material BiFeO3 mulai terpecah menjadi berukuran lebih kecil dan
memiliki struktur yang lebih halus sehingga jumlah partikel BiFeO3 dalam satuan
10 mikron area lebih banyak terdapat dalam material BiFeO3 yang disinter selama
lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu sintering berlangsung, potensi terbentuknya
nanopartikel multiferoik BiFeO3 semakin besar.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.7. Morfologi material yang disinter selama 4, 6, dan 8 jam dengan
karakterisasi SEM
Hasil uji PSA, dapat dilihat pada Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10. Hasil
karakterisasi PSA yang didapat adalah ukuran partikel yang bervariasi dari
70
60
50
Volume (%)
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Diameter (nm)
80
70
60
Volume (%)
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Diameter (nm)
90
80
70
60
Volume (%)
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Diameter (nm)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Suhu dan waktu sintering yang optimal adalah pada suhu 600 oC selama 8 jam
karena menghasilkan material BiFeO3 dengan persentase kadar BiFeO3 97,2%
(tertinggi) dan partikel yang berukuran nano 68 nm. Partikel yang terdapat dalam
material BiFeO3 tersebut memiliki struktur kristalin.
5.2 Saran
Melakukan uji kemagnetoelektrikan untuk penelitian selanjutnya agar dapat
diaplikasikan dalam media penyimpanan data pada divais elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
Seidel, J.; Martin, L. W.; He, Q.; Zhan, Q.; Chu, Y.-H.; Rother, A.;
Hawkridge, M.E.; Maksymovych, P.; Yu, P.; Gajek, M.; Balke, N.; Kalinin, S. V.;
Gemming, S.; Wang, F.; Catalan, G.; Scott, J. F.; Spaldin, N. A.; Orenstein, J.;
Ramesh, R. (2009). "Conduction at domain walls in oxide multiferroics". Nature
Materials 8 (3): 229–234.
Sen, P, Dey, A, Mukhopadhyay, A.K, Bandyopadhyay, S.K, Himanshu,
A.K, 2010. Nanoindentation behaviour of nano BiFeO3, Ceramics International,
doi: 0.1016/j. ceramint. 2011.09.011.
LAMPIRAN
1. Stoikiometri
12
Mol NO2 : 0.06gmol x = 0.36 gmol
2
3
Mol O2 : 0.06 x 2 = 0,09 gmol
2
Mol Fe(NO3)3 : 0.06 x 2 = 0.06 gmol
2
Mol Bi(NO3)3 : 0.06 x 2 = 0.06 gmol
1.08 𝑔𝑟𝑎𝑚
Volume H2O : 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1.08 mL
1
𝑚𝑙
11
Mol HNO3 : 0.06 x = 0.132 mol
5
Volume HNO3 : 0.132 mol x 63 = 8.361 gram , 8.361 gram : 1.51 gram/mL =
5.537 mL
1
Mol Bi5O(OH)9(NO3)4 : 0.06 x 5 = 0.012 mol
d. Asam sitrat
Massa asam sitrat = 5 (0.012) + 1 (0.06) = 0.12 gmol x 192 =23.04 gram
23.04 gram
Volume asam sitrat = 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 13,88 mL
1.66
𝑚𝐿
Diameter
Partikel Volume
(nm) (%)
10 0
12.3 0
14.9 0
16.6 0
18.6 0
20.7 0
22.1 0
23.8 0
24.8 0
26.1 0
28.7 0
30.7 0
32.1 0
34.9 0
36.2 0
38.9 0
40.2 0
42.5 0
44.5 0
46.7 0
48.3 0
50.9 0
52.3 0
54.6 0
56.3 0
58.1 0
60 0
62.4 0
64 0
66.4 0
68.8 0
74.5 0
76.2 0
78.7 0
79.5 34.9
80.5 65.1
82.6 0
84.5 0
86.8 0
88.6 0
89.5 0
90.4 0
92.3 0
94.4 0
96.2 0
99.1 0
101.2 0
103.5 0
105.7 0
107.5 0
109.6 0
110.3 0
112.5 0
114.9 0
116.7 0
118.1 0
120.3 0
122.4 0
123.6 0
124.5 0
126.6 0
128.2 0
130 0
132.2 0
133 0
134.6 0
136.7 0
138.9 0
139 0
Diameter
partikel
(nm) Volume
10 0
12.3 0
14.9 0
16.6 0
18.6 0
20.7 0
22.1 0
23.8 0
24.8 0
26.1 0
28.7 0
30.7 0
32.1 0
34.9 0
36.2 0
38.9 0
40.2 0
42.5 0
44.5 0
46.7 0
48.3 0
50.9 0
52.3 0
54.6 0
56.3 0
58.1 0
60 0
62.4 0
64 0
66.4 0
68.8 1.9
74.5 18.9
76.2 79.2
78.7 0
79.5 0
80.5 0
82.6 0
84.5 0
86.8 0
88.6 0
89.5 0
90.4 0
92.3 0
94.4 0
96.2 0
99.1 0
101.2 0
103.5 0
105.7 0
107.5 0
109.6 0
110.3 0
112.5 0
114.9 0
116.7 0
118.1 0
120.3 0
122.4 0
123.6 0
124.5 0
126.6 0
128.2 0
130 0
132.2 0
133 0
134.6 0
136.7 0
138.9 0
139 0
Diameter
Partikel Volume
(nm) (%)
10 0
12.3 0
14.9 0
16.6 0
18.6 0
20.7 0
22.1 0
23.8 0
24.8 0
26.1 0
28.7 0
30.7 0
32.1 0
34.9 0
36.2 0
38.9 0
40.2 0
42.5 0
44.5 0
46.7 0
48.3 0
50.9 0
52.3 0
54.6 0
56.3 0
58.1 0
60 0
62.4 0
64 0
66.4 19.9
68.8 80.1
74.5 0
76.2 0
78.7 0
79.5 0
80.5 0
82.6 0
84.5 0
86.8 0
88.6 0
89.5 0
90.4 0
92.3 0
94.4 0
96.2 0
99.1 0
101.2 0
103.5 0
105.7 0
107.5 0
109.6 0
110.3 0
112.5 0
114.9 0
116.7 0
118.1 0
120.3 0
122.4 0
123.6 0
124.5 0
126.6 0
128.2 0
130 0
132.2 0
133 0
134.6 0
136.7 0
138.9 0
139 0