Anda di halaman 1dari 54

SINTESIS BISMUTH FERRIT (BiFeO3) DENGAN METODE KIMIA

BASAH UNTUK APLIKASI DIVAIS ELEKTRONIK

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

LAPORAN PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1

Program Studi Teknik Kimia di Institut Teknologi Indonesia

DINNI KARLINDA (114130038)


SANDRA DEWI (114130060)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


SERPONG
NOVEMBER 2016
HALAMAN JUDUL

SINTESIS BISMUTH FERRIT (BiFeO3) DENGAN METODE KIMIA


BASAH UNTUK APLIKASI DIVAIS ELEKTRONIK

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

LAPORAN PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1

Program Studi Teknik Kimia di Institut Teknologi Indonesia

DINNI KARLINDA (114130038)


SANDRA DEWI (114130060)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


SERPONG
NOVEMBER 2016
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

SINTESIS BISMUTH FERRIT (BiFeO3) DENGAN METODE KIMIA BASAH


UNTUK APLIKASI DIVAIS ELEKTRONIK

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Sri Handayani, M.T.) (Drs. Singgih H., M.Si.)

Mengetahui,

Koordinator Penelitian

(Yuli Amalia Husnil, ST, MT, PhD)


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulisan proposal dilakukan dalam rangka melakukan penilitian yang merupakan
salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Kimia,
Institut Teknologi Indonesia.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi
kami untuk menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sri Handayani, M.T. selaku Dosen Pembimbing I Penelitian
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia;
2. Drs. Singgih H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Penelitian Program
Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia
3. Dr. Ir. Dwita Suastiyanti MSi selaku Dosen Pembimbing III Penelitian
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia
4. Dr. Ir. Sri Handayani, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Institut Teknologi Indonesia;
5. Yuli Amalia Husnil, ST, MT, PhD selaku Koordinator Penelitian Program
Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia;
6. Orang tua dan keluarga kami yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
7. Teman-teman angkatan 2013 yang telah banyak membantu kami dalam
menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikkan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari tidak ada
gading yang tak retak, tidak ada penelitian yang sempurna maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga laporan
ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Serpong,
Maret 2016
Penulis
i

ABSTRAK

Nama : Dinni Karlinda(114130038) dan Sandra Dewi(114130060)


Nama Pembimbing : Dr. Ir. Sri Handayani, M.T. & Drs. Singgih H., M.Si.
Program Studi : Teknik Kimia

Judul : SINTESIS BISMUTH FERRIT (BiFeO3) DENGAN


METODE KIMIA BASAH UNTUK APLIKASI DIVAIS ELEKTRONIK

Material BiFeO3 telah banyak dikembangkan sebagai bahan multiferroik yang


digunakan sebagai keperluan pembuatan divais elektronik khususnya media
penyimpanan data yang lebih unggul (ultimate memmory device). Hal ini
disebabkan karena material BiFeO3 memiliki lebih dari dua fase feroik
diantaranya yaitu sifat ferroelektik dan ferromagnetik secara bersamaan. Bahan
Multiferoik atau disebut juga sebagai bahan magnetoelektrik ini memiliki lebih
dari satu sifat dalam satu material. Dengan material multiferroic ini, tiap unsur
media penyimpanan tidak hanya ditempatkan pada dua keadaan melainkan empat
keadaan (dua keadaan polarisasi listrik dan dua keadaan magnetisasi).
Kemungkinan menulis dan menghapus data menggunakan medan listrik
merupakan sebuah keuntungan yang nyata dalam mobile electronic devices
(telepon genggam, laptop, GPS, dll.) dilihat dari dua sudut pandang. Pertama,
aplikasi menggunakan medan listrik membutuhkan energi yang lebih sedikit dari
aplikasi yang menggunakan medan magnet dan oleh karena itu sumber energi
yang digunakan dapat lebih hemat. Kedua, penggunaan medan listrik dapat
memperkecil ukuran dari komponen media penyimpanan tersebut. Sintesis
material BiFeO3 dilakukan dengan metode kimia basah melalui proses
pencampuran antara bismuth nitrat dan besi nitrat nonahidrat, proses kalsinasi,
dan proses sintering yang divariasikan suhu (550, 600, 650 oC) dan waktu ( 4, 6, 8
jam). Parameter yang diukur adalah struktur kristal (XRD),morfologi (SEM) dan
ukuran partikel (PSA). Hasil BiFeO3 yang terbaik pada kondisi suhu sintering
600 oC dan waktu 8 jam menghasilkan ukuran partikel 68 nm. Sintesis Bismuth
ferrit menghasilkan partikel dari material BiFeO3 berukuran 68 nano meter yang
selanjutnya akan diterapkan dalam pembuatan perangkat penyimpanan pada
divais elektronik yang lebih unggul.

Kata Kunci : metode kimia basah, multiferroik, magnetoelektrik, ultimate memory


device

Prodi Teknik Kimia – ITI


ii

ABSTRACT

Names : Dinni Karlinda(114130038) and Sandra Dewi(114130060)

Supervisors’ name : Dr. Ir. Sri Handayani, M.T. & Drs. Singgih H., M.Si.
Study Program : Chemical Engineering

Title : Synthesis Bismuth Ferrite (BiFeO3) for Electronic Device


Application using Sol-gel Method

BiFeO3 material had been developed as multiferroic material used for making of
electronic device particularly for advanced storage media (ultimate memory
device). It is because BiFeO3 material has more than two ferroic phase,
ferroelectric and ferromagnetic simultaneously. Multiferroic material or known as
magnetoelectric material has more than one characteristic in a material. With this
multiferroic material, every element of storage media is put in four conditions
instead of only two conditions (two conditions of electric polarization and two
conditions of magnetic polarization). The opportunity of writing and deleting data
using electrical field is the real benefit in mobile electronic device (i.e handphone,
laptop, GPS) viewed from two points-of -views. Firstly, application using
electrical field consumes fewer energy than using magnetic field thus, the energy
source used can save. Secondly, electrical field using can reduce the size of the
storage media. BiFeO3 material synthesis is done using sol-gel methods, by
mixing bismuth nitrate and iron nitrate nonahydrate, calcinating, and sintering
with vary temperatures (at 550, 600, 650 oC) and for (4, 6, 8 hours). Measured
parameters are chrystal structures (XRD), morphology (SEM) and particle size
(PSA). The best BiFeO3 is the materials that was sintered at 600 oC for 8 hours
yielding the material with particle size of 68 nm. Bismuth Ferrite synthesis using
sol-gel method is expected to yield a nano-sized particle (68nm) or BiFeO3
material that will furtherly be applied in making of storage set on a more
advanced electronic device.
Keywords : sol-gel method, multiferroic, magnetoelectric, ultimate memory
device

Prodi Teknik Kimia – ITI


iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv


ABSTRAK ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 5
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4 Batasan Masalah ....................................................................................... 8
1.5 Hipotesa .................................................................................................... 8
BAB II ..................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 9
2.1 Multiferoik Bismuth Ferrit ....................................................................... 9
2.2 Struktur Material BiFeO3 ....................................................................... 12
2.3 Metode-metode dalam Sintesis Bismuth Ferrit ...................................... 14
2.3.1 Metode Hidrotermal ........................................................................ 15
2.3.2 Metode Kimia Basah ....................................................................... 16
2.4 Kalsinasi dan Sintering ........................................................................... 18
2.4.1 Kalsinasi .......................................................................................... 18
2.4.2 Sintering .......................................................................................... 18
a. Tahap awal ................................................................................................ 19
b. Tahap menengah ....................................................................................... 19
c. Tahap akhir ............................................................................................... 19
2.5 Analisa XRD (X-Ray Diffraction) ........................................................ 20
2.6 Analisis Termal ...................................................................................... 22
2.7 Particle Size Analyzer ............................................................................ 22
2.8 Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) .................................. 23
Prinsip dan Kapasitas ....................................................................................... 23
Pemindaian dan Pembentukan Gambar ............................................................ 24
Pembesaran ................................................................................................... 25

Prodi Teknik Kimia – ITI


iv

BAB III. ................................................................................................................ 27


METODE PENELITIAN ...................................................................................... 27
3.1 Alat dan Bahan ....................................................................................... 27
3.2 Variabel dan Parameter .......................................................................... 27
3.3 Prosedur Percobaan ................................................................................ 27
BAB IV ................................................................................................................. 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 29
4.1 Hasil Percobaan Bismuth Ferrite ................................................................. 29
4.2 Hasil Karakterissi Bismuth Ferrite .............................................................. 30
BAB V................................................................................................................... 41
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 41
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 41
5.2 Saran ....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42
LAMPIRAN .......................................................................................................... 44

Prodi Teknik Kimia – ITI


5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi akhir-akhir ini mengalami


perkembangan yang sangat pesat dan tidak terkecuali pada aplikasi database.
Aplikasi database digunakan untuk menyimpan data yang penting. Seiring dengan
terus berkembangnya tuntutan akan kebutuhan instrumen teknologi maka
perkembangan media penyimpanan pun semakin besar sehingga data dalam
database pun bisa tersimpan banyak di dalam media penyimpanan data. Akhir-
akhir ini sudah ada media penyimpanan magnetik yang disebut dengan MRAM
(Magnetoresistive Random Acces Memory). Pada MRAM data ditulis dengan
menukar keadaan magnetik pada aplikasi dari medan magnet ketika membaca
data (Chappert et al, 2007). Metode penyimpanan data ini mengandalkan
kekuatan magnetik daripada kekuatan elektrik pada FeRAM (Ferroelektrik
Random Acces Memory) yang lebih cepat dalam menulis data namun memiliki
ukuran terbatas dan kemampuan membaca data yang lambat. Oleh karena itu,
perlu dikembangkan media penyimpanan terbaik yang mampu membaca data
seperti MRAM dan menulis seperti FeRAM sehingga dapat meningkatkan
kecepatan menulis dan menurunkan konsumsi energi. Konvensional RAM pada
chip komputer menyimpan informasi selama arus listrik mengalir melalui RAM
saja. Ketika suatu komputer dimatikan, informasi yang telah dikerjakan akan
hilang kecuali jika data tersebut telah dikopi ke hard drive atau floppy disk.
Sedangkan MRAM tetap mempertahankan data meskipun suplai listrik telah
dihentikan. Hal ini telah mengawali proses perancangan Ultimate Memory Device
yang komponen utamanya berbahan dasar dari material bersifat multiferroik.

Penelitian tentang material multiferroik semakin marak beberapa tahun


terakhir ini, khususnya dengan penemuan dari banyaknya jenis material
multiferroik yang beragam. Material multiferroik adalah kelas dari material yang
menampilkan dua atau lebih fasa feroik serta menggabungkan beberapa sifat
feroik, yaitu feroelektrik, feromagnetik, feroelastisitas, dan ferodisitas. Gejala

Prodi Teknik Kimia – ITI


6

kelistrikan dan kemagnetan telah dikombinasikan dalam disiplin ilmu yang umum
sejak abad ke-19 yang berujung pada persamaan Maxwell. Saat ini, beberapa
penelitian difokuskan pada bahan yang menggabungkan sifat magnetik dan
feromagnetik (Picozzi et al, 2009). Material yang tersusun dari bahan feroelektrik-
magnetik inilah yang disebut dengan istilah multiferroik. Sifat magnetik ini
dihasilkan dari interaksi pertukaran antar dipol magnetik yang berasal dari kulit
orbital terisi elektron. Sedangkan sifat elektrik terjadi akibat adanya dipol listrik
lokal (Retno et al,2009). Salah satu material multiferroik tersebut adalah Bismuth
ferrit. Bismuth ferrit adalah suatu senyawa kimia inorganik dengan struktur
perovskite dan merupakan salah satu material multiferroik yang cukup
menjajikan. Bismuth ferrit merupakan material yang menunjukkan koeksitensi
feroelektrik dan antiferomagnetik pada suhu kamar (Sen et al, 2010). Sifat
koeksitensi feroelektrik dan antiferomagnetik dari material Bismuth ferrit dapat
diaplikasikan untuk pembuatan Ultimate Memory Device yang diharapkan dapat
memiliki keunggulan seperti yang telah disebutkan di atas. Pada fasa suhu
ruangan, BiFeO3 diklasifikasikan sebagai benda dengan struktur rhombohedral
pada kelompok ruang R3C. (Catalan et al, 2009). Material ini dapat disintesis
dengan metode kimia basah dan hidrotermal. Metode kimia basah adalah suatu
metode sintesis yang menggunakan pelarut sebagai medianya untuk menghasilkan
senyawa yang dikehendaki, sedangkan metode hidrotermal adalah metode sintesis
dari kristal tunggal yang bergantung pada kelarutan mineral dalam air panas di
bawah tekanan tinggi. Namun, hingga saat ini sintesis material BiFeO3 yang telah
dilakukan belum cukup menghasilkan kristal BiFeO3 yang berukuran nano ( < 100
nm ), baik material yang disintesis dengan metode hidrotermal maupun dengan
material yang disintesis dengan metode kimia basah. Pada penelitian ini metode
yang digunakan adalah metode kimia basah yang dilanjutkan dengan melakukan
proses sintering dengan suhu dan waktu yang divariasikan untuk menghasilkan
material nanomultiferroik yang berukuran nanopartikel. Metode kimia basah
dipilih karena dapat menghasilkan material nanopartikel BiFeO3 lebih efektif
daripada metode hidrotermal. (Chalmers, 2012). Hal ini disebabkan karena
material tersebut akan melalui proses sintering setelah proses sintesis material
BiFeO3. Proses sintering bertujuan untuk membentuk fase kristal baru sesuai

Prodi Teknik Kimia – ITI


7

dengan yang diinginkan,dalam hal ini untuk membentuk kristal BiFeO3 berukuran
nanopartikel. Ukuran material BiFeO3 ini mempengaruhi sifat
kemagnetannya(Sinha,2015). Semakin kecil ukurannya, semakin tinggi sifat
kemagnetannya yang mengakibatkan kinerja material tersebut sebagai komponen
utama dalam ultimate memory device semakin baik.

1.2 Perumusan Masalah

Sintesis bismuth ferrit untuk divais elektronik berbasis material


nanomultiferroic menggunakan metode kimia basah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan ukuran nanopartikel BiFeO3 dengan metode kimia
basah antara lain, jenis chelating agent, suhu (550, 600, 650 oC), dan waktu
sintering (4, 6, dan 8 jam). Pada penelitian ini yang divariasikan adalah suhu dan
waktu sintering, karena pembentukan kristal material BiFeO3 yang berukuran
nanometer sangat dipengaruhi oleh suhu yang digunakan ketika proses sintering
dan lamanya proses sintering berlangsung. Parameter yang diukur adalah senyawa
dan bentuk kristal menggunakan X-Ray Diffraction – High Score Phase (XRD-
HSP), yang menentukan kadar BiFeO3, dari hasil uji XRD-HSP didapatkan nilai
BiFeO3 yg terbesar, kemudian dilakukan pengukuran ukuran partikel
menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) dan morfologinya menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menghasilkan material


nanomultiferroic bismuth ferrite (BiFeO3/BFO) menggunakan metode kimia
basah dengan mencari :
1. Suhu sintering optimal untuk menghasilkan persentase komponen
BiFeO3 yang tinggi dan partikelnya yang berukuran nanometer (
<100nm )
2. waktu sintering optimal untuk menghasilkan kristal BiFeO3 yang
memiliki struktur kristal beraturan dan halus.

Prodi Teknik Kimia – ITI


8

1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat batasan masalah


sebagai berikut:

 Bahan baku utama yang digunakan dalam sintesis bismuth ferrit ini adalah
senyawa Bi5O(OH)9(NO3)4 dan Fe(NO3)3.9H2O
 Metode yang digunakan untuk menghasilkan bismuth ferrit ini adalah metode
kimia basah
 Sintering berlangsung pada temperatur yang ditentukan setelah dilakukan uji
TGA/DTA (550, 600, 650 oC) dan waktu selama 4 jam, 6 jam, dan 8 jam.

1.5 Hipotesa
Semakin tinggi suhu dan lamanya waktu yang digunakan pada proses
sintering, partikel material BiFeO3 yang dihasilkan akan berukuran nano ( <100
nm) dan struktur kristalnya yang beraturan serta halus.

Prodi Teknik Kimia – ITI


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Multiferoik Bismuth Ferrit

Pada tahun 2004 ditemukan efek polarisasi elektrik yang besar pada fasa
BiFeO3 dan efek kopling magnetoelektrik yang besar pada TbMnO3 (Wang et al,
2004) serta pada TbMn2O5 (T.Kimura, 2004). Multiferoik merupakan material
yang menarik karena memiliki sifat magnet dan listrik sekaligus. Penambahan
atom dopan ke dalam bahan multiferoik sangat berpengaruh pada sifat fisis yang
dimiliki bahan tersebut, diantaranya adalah konstanta dielektrik. Bahan
multiferoik akan memiliki sifat listrik dan sifat magnet sekaligus. Multiferoik
merupakan penggantian unsur-unsur senyawa yang mempunyai struktur yang
sama, seperti BiFeO3 dan YMnO3 yang merupakan contoh feroelektrik dan
feromagnet. Sifat magnetik terjadi karena adanya interaksi pertukaran antara dipol
magnetik, yang berasal dari kulit orbital berisi elektron. Sifat elektrik terjadi
akibat adanya dipol listrik lokal. Sifat elastis merupakan sifat hasil perpindahan
atom karena strain. Terjadinya simultan magnet dan listrik sangat menarik karena
menggabungkan sifat yang bisa dimanfaatkan untuk penyimpanan informasi,
pengolahan, dan transmisi. Hal ini memungkinkan kedua medan magnet dan
medan listrik untuk berinteraksi dengan magnet dan listrik.
Bismuth ferrit (BiFeO3) kemungkinan merupakan satu-satunya material
yang memiliki kedua sifat magnetik dan ferroelektrik pada suhu ruangan. Sebagai
hasilnya, BiFeO3 telah memiliki pengaruh terhadap medan multiferroik yang
dapat dibandingkan dengan Yttrium barium tembaga oksida (YBCO) pada
superkonduktor, dengan ratusan publikasi yang dikhususkan pada penelitian
material Bismuth ferrit dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam publikasinya LW Martin dkk (2010) melaporkan kajian literatur
tentang hasil penelitian material feroelektrik dan feromagnetik berbasis oksida dan
memberikan ilustrasi tentang fenomena magnetoelectric dan multiferroic seperti
ditampilkan pada Gambar 2.1. Gambar tersebut menjelaskan bahwa sifat
magnetoelektrik terjadi karena terdapatnya kopling antara material yang dapat
termagnetisasi bagaimanapun tingkat keteraturan momen magnetiknya dan
terpolarisasi bagaimanapun tingkat keteraturan momen elektriknya sehingga
kedua besaran fisika tersebut yaitu magnetisasi dan polarisasi dapat muncul baik
karena pengaruh medan magnet maupun medan listrik.

Prodi Teknik Kimia – ITI


10

Gambar 2.1.a.Ilustrasi kaitan antara sifat magnetoelectric dan multiferoic


dan syarat terjadinya dalam material dan b. Ilustrasi kopling yang mungkin terjadi
dalam material feroelektrik dan feromagnetik (Martin, 2010)

Gambar 2.1 menunjukkan pula bahwa kopling magnetoelektrik dapat


terjadi baik kopling antara paramagnetik dan feroelektrik atau antara para-electric
dengan feromagnetik atau kombinasi antar fasa dengan keteraturan momen dipol
magnetik dan elektrik yang mungkin. Bahkan secara tidak langsung kopling
tersebut muncul melalui regangan pada fasa material. Efek magnetoelectric (ME)
ini dengan demikian ditandai dengan hadirnya suatu besaran fisis baru yaitu suatu
kontanta yang mewakili kopling antara medan listrik dan medan magnet di dalam
material dan dikenal sebagai koefisien kopling ME linier. Koefisien suatu material
menjadi parameter indikator penting dalam pengembangan material multifungsi.
Tabel 2.1 menunjukkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan
mengenai material BiFeO3 .

Prodi Teknik Kimia – ITI


11

Tabel 2.1. Perkembangan Penelitian Sintesa BiFeO3


Tahun Penulis Judul Publikasi
2004 Y.P. Wang, L. Zhou, Room-temperature Applied Physics
M.F. Zhang, X.Y. saturated ferroelectric Letter, 84(2004)
Chen, J.M. Liu, Z.G. polarization in 1731–1734
Liu BiFeO3 ceramics
synthesized by rapid
liquid phase sintering
2005 A.K. Pradhan, K. Magnetic and Journal Applied
Zhang, D. Hunter, electrical properties Physics, 97(2005)
J.B. Dadson, G.B. of single-phase 093903-093906
Loutts, P. multiferroic BiFeO3
Bhattacharya, R.
Katiyar, J. Zhang,
U. N. Roy, Y. Cui, A.
Burger
2005 S. Ghosh, S. Low-temperature Journal Am. Ceram.
Dasgupta, A. Sen, H. synthesis of Soc., 88(2005) 1349–
Sekhar, nanosized bismuth 1352
ferrite by soft
chemical route

2006 C. Chen, J. Cheng, S. Hydrothermal Journal of Crystal


Yu, L. Che, Z. Meng synthesis of Growth., 291 (2006)
perovskite bismuth 135–139
ferrite crystallites
2006 J.T. Han, Y.H. Tunable synthesis of Advanced Material,
Huang, X.J. Wu, C.L. bismuth ferrites with 18(2006) 2145–2148
Wu, W. Wei, B. various morphologies
Peng, W. Huang, J.B.
Goodenough
2011 X.Z. Chen, Z.C. Qiu, Large-scale growth Material Chemical
J.P. Zhou, G. Zhu, and shape evolution Physics , 126 (2011)
X.B. Bian, P. Liu of bismuth ferrite 560–567
particles with a
hydrothermal

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa Wang dkk. (2004) dan Pradhan dkk. (2005)
membuat BiFeO3 murni dengan teknik rapid liquid-phase sintering. Temperatur
kristalisasi BiFeO3 yang dibutuhkan pada metode ini diatas temperatur Currie
(TC), dimana terlihat bahwa penguapan bismuth sangat sulit dihindari. Selain itu,
(Ghosh et al., 2005) membuat bismuth ferrit fasa tunggal dengan pengerakkan
asam pada metode sol-gel dirangkai dengan proses kalsinasi. Dua metode ini
dianggap mampu menghasilkan fasa tunggal BiFeO3 yaitu metode pertama adalah
rapid liquid-phase sintering dan metode lainnya menggunakan pelarutan zat

Prodi Teknik Kimia – ITI


12

pengotor cairan asam nitrat. Akan tetapi metode ini menghasilkan material dengan
kebocoran arus yang tinggi, inilah yang menjadi halangan material ini tidak dapat
digunakan sebagai aplikasi praktis. Oleh karena itu, diharapkan akan ada metode
yang dapat menghasilkan material BiFeO3 murni yang baik. Chen.C dkk. (2006)
menggunakan cara sintesa hydrothermal temperature rendah untuk menghasilkan
kristal fasa tunggal BiFeO3. Pengaruh awal konsentrasi KOH, temperatur reaksi,
dan lamanya waktu evolusi fasa serta ukuran partikel dan morfologi kristal
BiFeO3 dapat diselidiki secara sistematis. Mereka memperoleh kristal perovskit
BiFeO3 pada temperatur 200oC menggunakan KOH dengan konsentrasi 4M. Uji
SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukkan persebaran ukuran homogen
dari bubuk BiFeO3. Chen X.Z dkk. (2011) mensintesa partikel bismut ferit
polyhedral skala besar dengan metode hidrotermal di bawah serangkaian
percobaan. Hasil uji XRD menunjukkan bubuk BiFeO3 memiliki struktur
perovskit, sedangkan hasil uji SEM menunjukkan perbedaan bentuk partikel
BiFeO3, seperti bola (sphere), octahedron, truncated octahedron, cubo-
octahedron dan truncated cube. Material BiFeO3 menunjukkan perilaku
feroelektrik dan reaksi magnetik yang membuktikan adanya sifat multiferoik pada
kristal BiFeO3.

2.2 Struktur Material BiFeO3


Struktur kristal BiFeO3 adalah terbelokkan secara rhombohedral yang
merupakan salah satu kelompok ruang R3c, unit sel dari BiFeO3 ditunjukkan
dalam bentuk heksagonalnya ([001]hex, [100] hex , [110] hex, [010]hex adalah
axis heksagonal). Secara alternatif, dalam beberapa kasus bentuk pseudokubik
telah digunakan, dimana [111]c ekuivalen dengan [001]hex. Atom oksigen
menempati sisi pusat muka dari bingkai kubik bismuth.
BiFeO3 telah dikenal sebagai ferroelektrik dengan polarisasinya yang
berorientasi dengan c-axis rhombohedral seperti [111]c yang disebabkan karena
Bi, Fe, dan O relatif terhadap satu sama lain. Singkatnya, studi tentang difraksi
neutron mengungkap antiferromagnetik (AFM) bersamaan dengan [111]c [21].
Perputaran pada posisi yang berdekatan bersifat antiparalel satu sama lain,
menghasilkan dalam bentuk AFM dari tipe G yang diilustrasikan dalam Gambar
2.2.

(a) (b)

Gambar 2.2 strukur kristalografik (a) dan magnetik (b) BiFeO3

Prodi Teknik Kimia – ITI


13

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 Ilustrasi skematik dari proses transisi struktur (a) struktur
kubik ideal Pm-3m tanpa pembelokan (b) struktur R-3c yang terbelokkan bersama
tiga axis dengan sudut yang sama. (a a a) (c) perubahan letak ion Bi terhadap arah
[111] berdasarkan R-3c. (sumber: Chalmers, 2011)
Parameter kisi-kisi dan struktur kristal BiFeO3 bergantung pada suhu.
Koordinasi atomik sedikit berubah pada suhu antara 5 K dan 300 K. Perubahan
signifikan diamati pada suhu diatas 300 K, pengaruh suhu pada paramter sel,
volume, jarak ikatan dan sudut ikatan disajikan dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4 plot suhu (0-1000 K) sebagai fungsi (a) parameter kisi a, c dan
volume BFO (b) panjang-pendeknya jarak ikatan BiFeO3 (c) sudut Fe-O-Fe dan
O-Fe-O. (sumber: Chalmers, 2011)

Prodi Teknik Kimia – ITI


14

Tercatat dengan baik bahwa, kecuali jarak ikatan BiFeO3 panjang,


parameter kisi a, c, volume sel unit, jarak ikatan pendek Bi-Fe sebagus sudut
ikatan yang secara bertahap meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Akibat
dari variasi ini, kemagnetisan dan polarisasi diketahui berkurang secara bertahap,
dan fasa transisi struktural juga terinduksi dari struktur perovskite terbelokkan
rhombohedral R-3c menjadi struktur orthorhombik Pnma pada 1098 K dan
akhirnya menjadi struktur kubik pada suhu diatas 1204 K.
Bagaimanapun, BiFeO3 fasa tunggal sulit untuk disintesis. Karena
kestabilan menengah BiFeO3 di udara seperti volatilitas dari bismuth oksida,
stoikiometrinya dapat diubah menghsilkan pengotor Bi2O3, Bi25FeO39 dan
Bi2FeO9 selama proses sintering. Diagram fasa dari Fe2O3 dan Bi2O3 ditunjukkan
dalam Gambar 2.5.

Gambar 2.5 diagram fasa Fe2O3 dan Bi2O3 menunjukkan bismuth ferrit
dengan pengotor yang tidak dikehendaki. (sumber: Chalmers,2011)

2.3 Metode-metode dalam Sintesis Bismuth Ferrit


Studi terdahulu telah mendemonstrasikan bahwa sintesis BiFeO3
nanopartikel dengan metode kering secara tradisional menghasilkan
reproduksibilitas yang rendah dan menyebabkan terbentuknya bubuk yang lebih
kasar seperti Bi2O3/Bi2Fe4O9 dalam fasa pengotor. Seiring berjalannnya waktu,
beberapa metode kimia seperti hidrotermal dan metode kimia basah telah secara

Prodi Teknik Kimia – ITI


15

sukses dilakukan untuk mensintesis material nanopartikel BiFeO3.


Bagaimanapun, pendekatan-pendekatan ini memiliki kekurangan tertentu seperti
terbentuknya zat pengotor pada produk akhir.

2.3.1 Metode Hidrotermal

Sintesis hidrotermal dapat didefinisikan sebagai metode sintesis dari


kristal tunggal yang bergantung pada kelarutan mineral dalam air panas di bawah
tekanan tinggi. Pertumbuhan kristal dilakukan dalam peralatan yang terdiri dari
tabung baja bertekanan yang disebut autoklav, yang nutrisinya disuplai bersama
air. Gradien suhu diperthankan diantara muara akhir pada sebuah ruang
pembentukan. Pada bagian akhir yang lebih panas nutrisi terlarut melebur,
sedangkan pada bagian akhir yang lebih dingin, zat tersebut terperangkap dalam
kristal kecil dan membentuk kristal yang diharapkan.
Keuntungan dari metode hidrotermal pada tipe lain pembentukan kristal
yaitu memiliki kemampuan untuk menciptakan fasa kristalin yang tidak stabil
pada titik leleh. Juga, material yang memiliki tekanan uap tinggi yang mendekati
titik didihnya dapat terbentuk dengan metode hidrotermal. Metode ini sangat
cocok untuk pembentukan kristal dengan kualitas yang bagus secara luas yang
komposisinya dapat terkontrol. Salah satu kekurangan dari metode ini yaitu
penggunaan alat autoklav yang mahal dan pengamatan pembentukan kristal yang
tidak mungkin dapat dilakukan.
Metode yang merupakan bagian dari proses sintesis secara hidrotermal
antara lain :

Metode beda temperatur

Metode ini paling banyak digunakan dalam sintesis hidrotermal dan


pembentukan kristal. Supersaturasi dicapai dengan menurunkan temperatur dalam
zona pembentukan kristal. Nutrien ditempatkan dalam bagian bawah autoklav
yang diisi dengan sejumlah solven. Autoklav dipanaskan agar dapat tercipta dua
zona suhu. Nutrien melebur pada zona yang lebih panas dan larutan cair jenuh
pada bagian bawah dibawa ke bagian atas dengan gerakan konvektif dari larutan.
Larutan yang lebih dingin dan padat pada bagian atas autoklav bergerak turun
seiring dengan aliran balik dari larutan bergerak naik. Larutan menjadi lewat
jenuh dalam bagian atas sebagai hasil dari penurunan suhu dan kristalisasi
dimulai.

Teknik penurunan suhu

Teknik kristaliasi ini bekerja tanpa gradien suhu diantara zona tak larut
dan pembentukan. Supersaturasi tercapai dengan reduksi secara bertahap dalam
suhu larutan di dalam autoklav. Kekurangan dari teknik ini adalah kesulitan dalam

Prodi Teknik Kimia – ITI


16

mengontrol proses pembentukan dan mengenali kristalnya. Karena alasan


tersebut, teknik ini jarang digunakan.

Teknik fasa metastabil

Teknik ini dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan diantara fasa untuk


dibentuk menjadi material baku. Nutrien yang terdiri dari beberapa senyawa
secara termodinamis tidak stabil di bawah kondisi pembentukan. Kelarutan dari
fasa metastabil melebihi pada fasa stabil, yang kemudian mengkristal karena
ketidaklarutan pada fasa stabil. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan
salah satu dari dua teknik diatas.

2.3.2 Metode Kimia Basah

Dalam ilmu material, proses kimia basah adalah metode dalam


memproduksi material padat dari molekul kecil. Metode ini digunakan dalam
fabrikasi logam oksida, khususnya oksida dari silikon dan titanium. Proses ini
meliputi konversi dari monomer ke dalam larutan koloidal (sol) yang berfungsi
sebagai tanda untuk jaringan yang terintegrasi (gel) dari partikel tertentu yang lain
atau polimer jaringan. Tanda khasnya adalah logam alkoksida.
Dalam prosedur kimia ini, sol (larutan) secara bertahap berubah bentuk
menjadi seperti gel sistem dua fasa yang mengandung fasa liquid dan solid yang
morfologinya berkisar dari partikel yang terpisah menjadi jaringan polimer.
Dalam kasus koloid, fraksi volume dari partikel (kepadatan partikel) kemungkinan
sangat rendah dan sejumlah tertentu fluida perlu untuk dihilangkan dari zat yang
berupa gel untuk dikenali. Hal ini dapat dicapai dalam berbagai cara. Metode yang
paling sederhana yaitu dengan membiarkan sedimentasi terjadi selama beberapa
waktu kemudian menuangkan cairan yang tersisa. Sentrifugasi dapat dilakukan
untuk mempercepat proses pemisahan fasa.
Pengambilan fasa cair yang tersisa (solven) memerlukan proses
pengeringan, yang biasanya bersamaan dengan jumlah signifikan pada pengerutan
dan densifikasi. Angka solven yang diambil secara khusus ditandai dengan
distribusi porositas dalam gel. Mikrostruktur utama dari komponen akhir secara
jelas dipengaruhi oleh perubahan pada template struktural selama proses fasa ini.
Akhirnya, pada perlakuan termal, atau proses pengapian sangat penting
agar membantu polikondensasi selanjutnya dan meningkatkan sifat mekanik serta
stabilitas struktural dengan sintering dan densifikasi. Salah satu manfaat tidak
langsung dari pengaplikasian metode ini berkebalikan dengan teknik proses secara
tradisional bahwa densifikasi sering tercapai pada kebanyakan temperatur rendah.
Ketertarikan dalam proses kimia basah dapat ditelusuri kembali pada
pertengahan 1800-an degan pengamatan bahwa hidrolisis dari tetraetil ortosilikat
(TEOS) dibawah kondisi asam mendukung terbentuknya SiO2 dalam bentuk serat

Prodi Teknik Kimia – ITI


17

dan monolit. Riset kimia basah menjadi sangat penting yang diindikasikan pada
tahun 1990-an, lebih dari 35.000 jurnal dipublikasikan secara luas.

Bubuk skala nano

Bentuk bubuk keramik yang bagus dapat terbentuk melalui presipitasi.


Bubuk dari komposisi komponen tunggal dan campuran ini dapat diproduksi
dalam ukuran skala nano untuk aplikasi perawatan gigi dan biomedis. Bubuk
komposit telah dipatenkan untuk penggunaan agrokimia dan herbisida. Bubuk
yang abrasif, digunakan dalam berbagai operasi akhir, dibuat menggunakan proses
kimia basah. Salah satu aplikasi yang terpenting adalah melakukan sintesis zeolit.
Unsur lain (logam,logam oksida) dapat dengan mudah dipisahkan menjadi
produk akhir dan sol silikat yang terbentuk melalui metode ini sangat stabil.
Aplikasi lain dalam riset ini untuk memerangkap biomolekul atau
kebutuhan katalis, secara fisika dan kimia mencegah mereka untuk melumer,
dalam kasus protein atau molekul kecil ikatan kimia. Kerugian utamanya adalah
perubahan pada lingkungan setempat dapat mengubah fungsi dari protein atau
molekul kecil yang terperangkap dan tahap sintesis dapat merusak protein. Untuk
mengatasi hal ini, beberapa strategi telah dieksplorasi, seperti monomer dengan
komponen pemisah yang ramah terhadap protein (contohnya gliserol) dan
penambahan polimer yang menstabilkan protein (contohnya PEG)
Produk lain yang difabrikasi dengan metode ini antara lain membran
keramik yang bervariasi untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, pervaporasi
dan osmosis balik. Jika cairan dalam gel basah dihilangkan di bawah kondisi
superkritis, porositas tinggi dan densitas rendah didapatkan. Mengeringkan gel
dengan suhu rendah (25-100 oC), sangat mungkin untuk memperoleh matriks
padat yang poros disebut xerogel. Sebagai tambahan, proses kimia basah
dikembangkan pada tahun 1950-an untuk produksi bubuk radioaktif UO2 dan
ThO2 untuk bahan bakar nuklir, tanpa menghasilkan debu yang banyak.
Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel
yang cukup sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu “wet
method” karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada
metode sol-gel, sesuai dengan namanya larutan mengalami perubahan fase
menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan
kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar
daripada sol). Pada umumnya, proses sol-gel, melibatkan transisi sistem dari
sebuah liquid “sol” menjadi solid “gel”.

Prodi Teknik Kimia – ITI


18

2.4 Kalsinasi dan Sintering

2.4.1 Kalsinasi

Proses kalsinasi didefinisikan sebagai pengerjaan bijih pada


temperatur tinggi tetapi masih di bawah titik leleh tanpa disertai penambahan
reagen dengan maksud untuk mengubah bentuk senyawa dalam konsentrat.
Kalsinasi juga merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan terhadap bijih
agar terjadi dekomposisi dan senyawa yang berikatan secara kimia dengan bijih
yaitu karbon dioksida dan air yang bertujuan mengubah suatu senyawa karbon
menjadi senyawa oksida yang sesuai dengan keperluan pada proses selanjutnya
Kalsinasi diperlukan sebagai penyiapan serbuk untuk diproses lebih lanjut
dan juga untuk mendapatkan ukuran partikel yang optimum serta menguraikan
senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk
fase Kristal.

Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain (james


S.R,1988):

1. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar


suhu 100oC hingga 300oC.
2. Pelepasan gas-gas, seperti : CO2 berlangsung sekitar suhu 600oC
dan pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang
cukup berarti.
3. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800oC struktur kristalnya sudah
terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk
belum kuat dan mudah lepas.

2.4.2 Sintering

Sintering merupakan proses pemanasan dibawah titik leleh dalam rangka


membentuk fase kristal baru sesuai dengan yang diinginkan dan bertujuan
membantu mereaksikan bahan-bahan penyusun baik bahan keramik
maupun bahan logam.
Proses sintering akan berpengaruh cukup besar pada pembentukan fase
kristal bahan. Fraksi fase yang terbentuk umumnya bergantung pada lama dan
atau suhu sintering. Semakin besar suhu sintering dimungkinkan semakin cepat
proses pembentukan kristal tersebut. Besar kecilnya suhu juga
berpengaruh pada bentuk serta ukuran celah dan juga berpengaruh pada struktur
pertumbuhan kristal (setyowati, 2008).
Suhu sintering dapat ditentukan dari eksperimen termal seperti DTA,
DTG, dan DSC. Berdasarkan hasil eksperimen ini diperoleh suhu lelehan selain
suhu dekomposisi. Setiap komposisi senyawa tertentu memiliki titik leleh

Prodi Teknik Kimia – ITI


19

berbada. Sintering bahan keramik biasanya ditentukan sekitar 75% dari titik leleh
total .
Pada proses sintering, terjadi proses pembentukan fase baru melalui proses
pemanasan dimana pada saat terjadi reaksi komponen pembentuk masih dalam
bentuk padat dari campuran serbuk. Hal ini bertujuan agar butiran-butiran (grain)
dalam partikel-partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan berikatan. Proses
sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan, yaitu:

a. Tahap awal

Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel
membentuk leher yang tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan
akan menjadi semakin cepat dengan adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap
ini penyusutan juga terjadi akibat permukaan porositas menjadi halus.

b. Tahap menengah

Pada tahap ini terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil
larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir ini menghasilkan
pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini juga berlangsung penghilangan
porositas. Akibat pergeseran batas butir, porositas mulai saling berhubungan dan
membentuk silinder di sisi butir.

c. Tahap akhir

Fenomena desifikasi dan pertumbuhan butir terus barlangsung dengan laju


yang lebih rendah dari sebelumnya. Demikian juga dengan proses penghilangan
porositas, pergeseran batas butir terus berlanjut. Apabila pergeseran batas butir
lebih lambat daripada porositas maka porositas akan mucul dipermukaan dan
saling berhubungan. Akan tetapi jika pergeseran batas butir lebih cepat daripada
porosositas maka porositas akan mengendap di dalam produk dan akan sulit
dihilangkan.
Produk yang dihasilkan diharapkan memiliki densitas yang tinggi dan
homogen, maka pada proses sintering harus terjadi homogenisasi. Jika terdapat
lapisan oksida pada serbuk logam, proses sintering yang diharapkan bisa menjadi
lebih lambat. Selain lapisan oksida ini menyebabkan produk yang dihasikan
menjadi lebih getas, lapisan oksida tersebut juga menghambat proses difusi antar
partikel serbuk saat sintering dan meningkatkan temperatur sintering. Lapisan
oksida yang menempel pada serbuk terbentuk akibat kontak antar permukaan
serbuk dengan udara dan akibat perlakuan yang diterima serbuk saat proses
produksi metalurgi serbuk berlangsung. Oksida pada serbuk dapat diminimalkan
dengan mengalirkan gas reduksi sebelum atau sewaktu sintering berlangsung.

Prodi Teknik Kimia – ITI


20

2.5 Analisa XRD (X-Ray Diffraction)

Karakteristik XRD (X-Ray Diffraction) dapat digunakan untuk


menentukan struktur kristal menggunakan sinar-X. Metode ini dapat digunakan
untuk menentukan jenis struktur, ukuran butir, konstanta kisi (smallman and
bishop, 1999).
Sinar X adalah suatu jenis radiasi elektromagnetik. Panjang gelombang
dari sinar X adalah sekitar 1 Å yang memiliki ukuran yang sama ekuivalen
terhadap atomnya. Difraksi bubuk melalui sinar X merupakan teknik analisis yang
tidak merusak banyak digunakan untuk identifikasi fasa dan karakterisasi
struktural dari material kristalin. Difraksi bubuk melalui sinar X dikombinasikan
dengan analisis Rietveld, memberikan informasi detail berdasarkan dimensi sel
unit, panjang ikatan, sudut ikatan, dan sifat kekristalan.
Setelah karakterisasi dengan difraksi bubuk metode sinar X, jumlah kisi
terlihat dalam pola difraksi. Pola ini diidentifikasi dengan membandingkan
posisinya dan intensitas relatif dengan struktur yang diketahui dalam sebuah
database (seperti yang dikembangkan oleh The International Center for
Diffraction Data). Kenyataannya, intensitas, lebar, dan posisi kisi dalam pola
merefleksikan informasi tentang struktur, kuantitas, tekstur, dan lain sebagainya
dari sebuah kristal. Hampir semua faktor tergabung dalam parameter tertentu yang
dapat diperjelas dengan program komputer.

Perjelasan Rietveld

Perjelasan Rietveld adalah metode yang digunakan untu menentukan


informsi detail dari material kristalin, agar mendapat informasi autentik tentang
material kristalin, nilai satuan luas terkecil dari perbedaan antara intensitas kisi
teoritis dan eksperimental diharapkan dapat diminimalkan berdasarkan parameter
pelepasan dan kejelasan.
Perjelasan Rietveld secara langsung mencocokkan intensitas dari semua
kisi melalui tes jarak dengan intensitas kisi dari struktur model, dan kurang
sensitif terhadap model dan keslahan percobaan. Namun, untuk mendapat
informasi lebih tentang material kristalin, dibutuhkan jarak sepanjang 2 pada
pola eksperimental dan model yang bagus dalam database. Sebagai tambahan,
pengalaman dalam mengoperasikan program Rietveld cukup penting bersamaan
dengan pengetahuan kimia tentang jarak ikatan.
Banyak program komputer dipilih untuk melakukan kerja perjelasan,
seperti GSAS, Maud, Fullprof, dan lain-lain. Yang paling terkenal adalah GSAS-
Expgui yang juga telah dipilih untuk perjelasan Rietveld dalam pekerjaan ini.

Prodi Teknik Kimia – ITI


21

Gambar 2.7 Bruker D8 Advance untuk instrument PXRD (sumber:


Chalmers,2011)

Aplikasi teknik difraksi bubuk dengan sinar X cukup ekstensif, memiliki


jangkauan panjang dari polimer, keramik, ke mineral dan logam. Secara umum,
informasi mengenai penentuan struktur, orientasi kristal (tekstur) dan komposisi
fasa dalam cara kuantitatif dan kualitatif dapat diperoleh dengan teknik difraksi
dengan bantuan beberapa perangkat lunak profesional.

Prodi Teknik Kimia – ITI


22

Gambar 2.8 contoh analisa dispersi energi dengan sinar X dari


nanopartikel BFO setelah kalsinasi pada suhu 500o C selama 1 jam (sumber:
Chalmers, 2011)

2.6 Analisis Termal

Informasi detail mengenai perubahan massa dan efek kalor dari spesimen
selama proses pemanasan dan pendinginan dapat diukur secara bersamaan dengan
TG-DSC Netzsch STA 409 PC Luxx analyser. Plot perubahan massa dan aliran
panas sebagai fungsi suhu dapat diperoleh dalam 1 grafik pemanasan dan
pendinginan.
Ada kesetimbangan yang sensitif dengan dua kubik identik yng
berdampingan yang harus tetap kosong dan dalam keadaan bersih. Sebelum
melakukan analisis termal, instrumen dikalibrasi dengan menggunakan dua kubik
kosong dahulu. Setelah mengisi salah satu kubik dengan sampel yang akan diuji,
proses pemanasan secara bertahap dimulai dari dalam ruang denagn mengalirkan
gas pada kecepatan tertentu. Sebelum mendapatkan hasil eksperimen yang dapat
dipertanggungjawabkan, koreksi dasar diperlukan dengan mengurangi kubik
kosong dari sampel asli. Tujuan dari penggunaan analisis termal adalah untuk
membedakan air pada proses hidrasi dalam reagen nitrat untuk sintesis larutan dan
menentukan suhu antiferomagnetik TN dan suhu feroelektrik TC.

2.7 Particle Size Analyzer

Analisis ukuran partikel adalah salah satu teknik laboratorium yang


bertujuan untuk menentukan kisaran ukuran atau ukuran rata-rata dari partikel
dalam bubuk atau cairan suatu sampel. Akuisisi gambar statik merupakan bentuk
utama dari hasil tes ukuran partikel dengan alat ini.
Penggunaan alat ini cukup sederhana yaitu kita hanya mempersiapkan
Sampel pada wadah preparat diatass dudukan mikroskop. Pertama kali sampel
difokuskan oleh kamera, gambarnya akan segera tampak pada layar monitor.
Kamera yang digunakan terhubung dengan alat ini dan program computer untuk
menganalisis sampel tersebut. Gambar yang disajikan disimpan dalam format
digital dan alogaritma pemrosesan gambar dapat digunakan untuk mengisolasi
partikel dalam medan pemvisualan dan pengukurannya. Dalam akuisisi gambar
statik hanya satu medan pemvisualan yang diambil pada satu waktu. Jika
pengguna menginginkan untuk mengambil gambar pada porsi lain, dapat
digunakan perangkat keras X-Y Positioning biasanya terdiri dari dua tingkatan
linier pada mikroskop untuk bergerak ke arah berbeda dari slidenya. Perlu
dipastikan bahwa gambar-gambar tersebut tidak saling bertumpukan sehingga
pengukuran ganda tidak perlu dilakukan.
Dalam akuisisi gambar dinamis, jumlah sampel yang cukup besar
ditunjukkan dengan menggerakkan sampel melewati kaca mikroskop

Prodi Teknik Kimia – ITI


23

menggunakan flash dengan kecepatan tinggi untuk secara efektif ‘membekukan’


gerakan sampel. Flash terhubungkan dengan shutter berkecepatan tinggi dalam
kamera untuk mencegah pemburaman (blur) yang akan terbentuk pada gambar
ketika sampelnya digerakkan. Dalam sistem partikel kering, partikel dikeluarkan
dari meja pengocok dan jatuh karena gravitasi melewati sistem optik. Sedangkan
dalam analisis sistem partikel fluida, cairan dilewatkan berlawanan dengan axis
optik dengan menggunakan sel sempit seperti pada gambar :
Kelebihan dari akuisisi gambar dinamis adalah bahwa sangat mungkin
untuk mengukur partikel secara signifikan pada kecepatan yang lebih tinggi,
biasanya pada angka 10.000 partikel/menit atau lebih. Hal ini berarti bahwa
populasi yang signifikan secara statis dapat dianalisis dalam periode waktu yang
lebih pendek daripada dengan mikroskop manual terdahulu.
Analisis ukuran partikel adalah bagian dari ilmu partikel dan
penjabarannya dapat dilakukan secara umum dalam laboratorium teknologi
partikel.

2.8 Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM adalah sejenis mikroskop elektron yang menghasilkan gam bar


sample dengan memindainya menggunakan tembakan elektron yang terfokuskan.
Elektron berinteraksi dengan atom dalam suatu sampel, menghasilkan sinyal
bervariasi yang mengandung informasi tentang topgrafi permukaan sampel dan
komposisi. Tembakan elektron umumnya dipindai dalam pola raster scan, dan
posisi tembakan dikombinasikan dengan sinyal yang terdeteksi untuk
menghasilkan gambar. SEM dapat mencapai resolusi yang lebih baik dari 1
nanometer. Speimen dapat diamati dalam kondisi vakum yang rendah maupun
tinggi, keadaan basah dan dalam rentang kriogenik yang luas atau penaikan suhu.
Modus SEM yang paling umum adalah deteksi elektron sekunder yang
diemisikan oleh atom yang dikeluarkan oleh tembakan elektron. Jumlah elektron
sekunder dapat dideteksi bergantung pada benda lain, sudut dimana tembakan
bertemu dengan permukaan spesimen, seperti topografi spesimen. Dengan
memindai sampel dan mengumpulkan elektron sekunder yang diemisikan
menggunakan detektor khusus, gambar yang menunjukkan topografi permukaan
terbentuk.

Prinsip dan Kapasitas

Jenis sinyal yang dihasilkan oleh sebuah SEM meliputi elektron sekunder,
elektron terrefleksi, foton dari sinar X, cahaya yang bersifat katodaluminesen, arus
yang terserap dan elektron yang ditransmisikan. Detektor elektron sekunder
adalah peralatan standar dalam setiap SEM, tetapi sangat jarang untuk
menemukan mesin tunggal yang memiliki detektor untuk semua sinyal.

Prodi Teknik Kimia – ITI


24

Sinyal yang dihasilkan dari interaksi tembakan elektron dengan atom pada
kedalaman yang bervariasi dengan sampel. Pada modus deteksi yang paling
umum dan standar, secondary electron imaging (SEI), elektron sekundernya
diemisikan dari jarak terdekat pada permukaan spesimen. Akibatnya, SEM dapat
menghasilkan gambar beresolusi sangat tinggi pada permukaan sampel yang
menunjukkan detail yang kurang dari 1 nm. Back-Scatterde Electron (BSE)
adalah tembakan elektron yang dirrefleksikan dari sampel menggunakan
scattering elastis. Keluar dari lokasi terdalam spesimen sehingga resolusi dari
gambar BSE lebih rendah daripada gambar SE. Bagaimanapun, BSE sering
digunakan dalam SEM analitik bersama spectra yang terbuat dari sinar X, karena
intensitas BSE sangat berhubungan dengan nomor atom (Z) dari spesimen.
Gambar BSE dapat menyajikan informasi tentang distribusi dari element yang
berbeda dalam sampel. Untuk alasan yang sama, penggambaran BSE dapat
menggambarkan koloid emas immuno-labels dengan diametrenya berukuran 5-10
nm, yang akan sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dideteksi dalam gambar
elektron sekunder dalam spesimen biologi. Sinar X diemisikan ketika tembakan
elektron menghilangkan kulit elektron terluar dari sampel, menyebabkan elektron
berenergi tinggi mengisi kulit dan melepaskan energi. Sinar X tersebut digunakan
untuk mengidentifikasi komposisi dan mengukur banyaknya elemen dalam
sampel. Karena tembakan elektron sangat sempit, mikrografi SEM memiliki
kedalaman medan yang luas mengahasilkan tampilan khusus tiga dimensi yang
berguna untuk memahami struktur permukaan sampel.

Pemindaian dan Pembentukan Gambar

Dalam alat SEM, tembakan elektron termionik diemisikan dari senapan


elektron yang terisi katoda filamen tungsten. Tungsten biasanya digunakan dalam
senapan elektron termionik karena memiliki titik didih tinggi dan dan tekanan uap
rendah untuk semua logam, sehingga memungkinkannya untuk dipanaskan secara
elektrik untuk emisi elektron dan juga karena harganya yang murah. Emitter jenis
lain antara lain yaitu katoda lantanumheksaborida (LaB6), yang dapat digunakan
dalam SEM dengan filament tungsten standar jika sistem vakum diperbarui.
Tembakan elektron, yang biasanya memiliki energi berkisar dari 0.2-40
keV, difokuskan oleh satu atau dua lensa kondensor untuk menembak diameter
0.4-5nm. Tembakan melewati sepasang koil pemindai atau sepasang pelat
deflektor dalam kolom elektron, yang merupakan lensa akhir, yang
mendefleksikan tembakan dalam axis x dan y sehingga dapat memindai seluruh
area rektangular dari permukaan sampel. Ketika tembakan elektron primer
berinteraksi dengan sampel, elektron kehilangan energi karena penyebaran
berulang dan absorpsi volume tetesan spesimen yang diketahui sebagai volume
interaksi, yang meluas dari kurang 100nm ke 5 mikrometer ke permukaan. Ukuran
volume interaksi bergantung pada energi elektron, nomor atom dari spesimen, dan

Prodi Teknik Kimia – ITI


25

densitas spesimen. Pertukaran energi antara tembakan elektron dan sampel


dihasilkan dari refleksi elektron berenergi tinggi oleh sebaran elastic, emisi
elektron sekunder berasal dari sebaran tidak elastic dan emisi radiasi
elektromagnetik, masing-masing dapat dideteksi oleh detektor khusus.
Arus tembakan yang diabsorbsi oleh spesimen dapat juga dideteksi dan
digunakan untuk menghasilkan gambar distribusi arus spesimen. Ampilifier
elektronik dari tipe yang bervariasi digunakan untuk menguatkan sinyal, yang
ditunjukkan sebagai variasi kecerahan pada monitor komputer. Masing-masing
piksel memori video komputer dihubungkan dengan posisi tembakan pada
spesimen dalam mikroskop, dan gambar yang dihasilkan kemudian merupakan
peta distribusi dari intensitas sinyal yang sedang ditransmisikan dari area yang
dipindai pada spesimen dan disimpan sebagai gambar digital.

Pembesaran

Pembesaran pada SEM dapat dikontrol pada rentang 10 hingga 500.000


kali. Tidak seperti mikroskop optis dan elektron transmisi, pembesaran gambar
pada SEM bukan merupakn fungsi dari kekuatan lensa objektif. SEM
kemungkinan memiliki lensa condenser dan objektif, tetapi fungsinya adalah
untuk memfokuskan tembakan pada titik, bukan untuk menghasilkan gambar
spesimen. Senapan elektron yang terdapat pada SEM dapat menembak dengan
diameter kecil. Sebuah SEM dapat bekerja menyeluruh tanpa lensa kondenser atau
lensa objektif, walaupun tidak akan menjadikannya beresolusi tinggi. Dalam
sebuah alat SEM, seperti pada kabel pemindai mikroskopis, hasil pembesaran
berasal dari rasio dimensi pola pada spesimen dan pola tampilan alat.
Diasumsikan bahwa tampilan layar memiliki ukuran yang telah ditetapkan,
pembesaran yang lebih besar berasal dari mengurangi ukuran pola spesimen dan
sebaliknya. Pembesaran kemudian dikontrol oleh arus yang disuplai ke x, y pelat
deflektor dan bukan oleh kekuatan lensa objektif.

(a) (b)

Prodi Teknik Kimia – ITI


26

(c)

Gambar 2.12 Gambar SEM nanopartikel BFO yang disintesis pada temperatur
kalsinasi (a) 350 oC (b) 450 oC (c) 550 oC (sumber : Anoopshi Johari, 2010)

Prodi Teknik Kimia – ITI


27

BAB III.
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat

Seperangkat alat XRD (X-ray Diffraction), SEM (Scanning Electron


Microscopy), PSA (Particle Size Analyzer), hot plate, gelas beaker,
termometer, pengaduk, magnetik stirrer, cawan porselen, furnace listrik
untuk proses pembakaran dan kalsinasi.

Bahan

Bi5O(OH)9(NO3)4, Fe(NO3)3.9H2O, HNO3, C6H8O7 (citric acid) dan


aqua bidestilata.

3.2 Variabel dan Parameter


Variabel

1. Temperatur sintering (ditentukan setelah uji TGA/DTA terhadap gel


BiFeO3) 550 oC, 600 oC, 650 oC
2. Waktu sintering (4 jam, 6 jam, 8 jam)

Parameter

1. struktur kristalnya dengan XRD-HSP (X-ray Diffraction-High Score


Phase)
2. ukuran partikelnya dengan Particle Size Analyzer (PSA) dan SEM
(Scanning Electron Microscopy)

3.3 Prosedur Percobaan

Setelah semua bahan tersebut dicampur, asam sitrat (C6H8O7) ditambahkan


ke dalam campuran sebagai chelating agent untuk membentuk dan menstabilkan
ikatan kristal dalam material Bismuth Ferrit, kemudian dilanjutkan dengan
pemanasan di atas hot plate hingga senyawa tersebut berbentuk gel. Setelah
gelnya terbentuk, dilakukan pengujian TGA/DTA terhadap gel tersebut untuk

Prodi Teknik Kimia – ITI


28

menentukan temperatur proses kalsinasi untuk menghilangkan unsur H, C, dan N


dan variasi temperatur untuk proses sintering.
Proses sintering dilakukan dengan variasi waktu selama 4, 6 dan 8 jam
pada suhu yang telah ditetapkan untuk mendapatkan material nanopartikel
bismuth ferrit.
Material bismuth ferrit tersebut kemudian diuji dengan alat XRD, SEM,
dan PSA untuk dianalisa struktur dan ukuran kristalnya. Hasil uji dengan alat
tersebut merupakan parameter dalam penelitian ini.
Diagram alir sintesis material nanopartikel bismuth ferrit dapat dilihat
pada Gambar 3.1.

Ditimbang material dasar berdasarkan stoikiometri yang


terdiri dari Bi5O(OH)9(NO3)4, Fe(NO3)3.9H2O, HNO3,
C6H8O7 (citric acid) dan aqua bidestilata

Dicampur material dasar


terbentuk larutan berwarna kuning pucat

Dipanaskan material dasar di atas hot plate pada temperatur


80-90oC selama 5 jam atau sampai terbentuk gel

Uji
terbentuk gel berwarna cokelat pekat
TGA/DTA
Dilakukan proses kalsinasi di dalam furnace pada temperatur
terhadap
tertentu (dilihat dari hasil uji TGA/DTA)
gel

gel berubah menjadi padatan (serbuk)

Dilakukan proses sinter di dalam furnance dengan


variasi temperature tertentu (dilihat dari hasil uji
TGA/DTA) selama 4 jam, 6 jam, dan 8 jam

serbuk BiFeO3 dengan struktur kristal baru

Pengujian XRD, PSA, SEM

Gambar 3.1. Diagram alir sintesis nanopartikel bismuth ferrit dengan metode
kimia basah.

Prodi Teknik Kimia – ITI


29

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan Bismuth Ferrite

Pencampuran besi nitrat nonahidrat dan bismuth nitrat, chelating agent dan
asam nitrat, akua bidestilata hingga volume tertentu sambil dipanaskan di
atas hot plate pada suhu 85 oC dan diaduk menggunakan magnetik stirrer
dengan kecepatan 450 rpm (gambar 4.1a). Pengadukan dan pemanasan
diatas hot plate berfungsi untuk menghomogenkan larutan dan
menguapkan kandungan air dalam larutan tersebut sehingga setelah proses
pemanasan dan pengadukan selama 2 jam, larutan bismuth ferrit semakin
pekat dan berwarna kecokelatan (gambar 4.1b) hingga terbentuk gel
berwarna coklat setelah dilakukan proses pemanasan dan pengadukan
selama 5 jam (gambar 4.1c) , tahapan terbentuknya gel tersaji dalam
Gambar 4.1.

(a) (b) (c)


Gambar 4.1 (a) larutan dipanaskan dan dihomogenkan dengan magnetik
stirrer, (b) larutan semakin pekat (c) gel yang telah terbentuk

Setelah beberapa waktu, larutan tersebut semakin pekat dan


warnanya berubah menjadi kecokelatan hingga terbentuk gel. Gel yang
terbentuk kemudian diambil sedikit untuk dikarakterisasi dengan
TGA/DTA (thermal gravimetric analysis/ differential thermal analysis)

Prodi Teknik Kimia – ITI


30

yang bertujuan untuk menentukan temperatur yang digunakan pada proses


kalsinasi dan sintering.

4.2 Hasil Spektrum XRD-HSP Bismuth Ferrite

Adapun kurva TGA/ DTA yang telah diperoleh tersaji pada


Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Kurva TGA/DTA gel BiFeO3

Kurva TGA/DTA diatas digunakan sebagai acuan untuk menentukan suhu


kalsinasi dan sintering. Suhu pada kurva yang dijadikan acuan untuk
proses kalsinasi adalah ketika persen berat dari gel tersebut yang
ditunjukkan oleh garis DTA (DTA/biru) mengalami penurunan dan tepat
berimpit dengan garis yang mewakili laju alir panas pada gel tersebut
(TGA/merah). Dari titik yang terbentuk oleh pertemuan kedua garis
tersebut, maka diperoleh suhu untuk kalsinasi yaitu sebesar 160oC. Persen
berat (DTA) pada material bismuth ferrit tidak lagi mengalami kenaikan
dan penurunan (konstan) sedangkan aktifitas laju alir kalor (TGA)
material tersebut masih berjalan dan terus meningkat hingga mengalami
penurunan ketika titik lebur material tersebut tercapai. Saat penurunan
aktifitas TGA hampir tercapai, maka dapat diambil variasi suhu untuk

Prodi Teknik Kimia – ITI


31

sintering yaitu pada rentang suhu 550o C-650o C sehingga dapat diambil
tiga buah variasi suhu sintering yaitu 550o C, 600o C, dan 650o C.

Hasil material BiFeO3 yang sudah disinter dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.3 (a) kelompok material disinterisasi pada suhu 550 oC, (b) 600
o
C dan (c) 650 oC

Hasil 9 buah sampel material BiFeO3 dari variasi suhu dan waktu
sintering, dikarakterisasi dengan XRD-HSP, SEM, dan PSA untuk
dianalasis komponen yang terdapat dalam serbuk BiFeO3 serta morfologi
dan ukuran partikel dalam serbuk BiFeO3. Kurva XRD dari variasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Prodi Teknik Kimia – ITI


32

a. Analisis XRD Partikel Bismuth Ferrit

 Suhu 550 oC
Counts
BFO452
BiFeO3 34.8 %
600 Bi2O3 47.2 %
Fe2O3 18.0 %

400

200

0
20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.4 (a) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 4 jam

Counts
BFO456
400 BiFeO3 45.4 %
Bi2O3 37.3 %
Fe2O3 17.2 %

300

200

100

0
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.4 (b) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 6 jam

Prodi Teknik Kimia – ITI


33

Counts
BFO502
BiFeO3 53.7 %
Bi2O3 33.0 %
Fe2O3 13.3 %

400

200

20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.4 (c) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 8 jam

 Suhu 600 oC

Counts
BFO556
BiFeO3 73.4 %
1000 Bi2O3 13.4 %
Fe2O3 13.2 %

500

20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.5 (a) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 4 jam

Prodi Teknik Kimia – ITI


34

Counts
BFO5010
BiFeO3 86.2 %
800 Bi2O3 9.2 %
Fe2O3 4.6 %

600

400

200

20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.5 (b) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 6 jam

Counts
BFO5510
BiFeO3 97.4 %
Bi2O3 2.6 %
1000

500

0
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.5 (c) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 8 jam

Prodi Teknik Kimia – ITI


35

 Suhu 650 oC

Counts
BFO4510
BiFeO3 61.1 %
Bi2O3 23.9 %
600
Fe2O3 15.1 %

400

200

20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.6 (a) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 4 jam

Counts
BFO552
800 BiFeO3 68.0 %
Bi2O3 17.5 %
Fe2O3 14.4 %

600

400

200

0
20 30 40 50 60 70 80 90
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.6 (b) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 6 jam

Prodi Teknik Kimia – ITI


36

Counts
1000 BFO506
BiFeO3 77.8 %
Bi2O3 15.0 %
Fe2O3 7.2 %

500

0
20 30 40 50 60 70 80
Position [°2Theta] (Cobalt (Co))

Gambar 4.6 (c) Spektrum XRD-HSP sampel BiFeO3 yang disinter selama 8 jam

Pada karakterisasi XRD, hasil yang didapat berupa pie chart yang menunjukkan
kandungan material yang terdapat dalam setiap sampel. Warna biru pada pie chart
menunjukkan kadar BiFeO3 , warna hijau menunjukkan Bi2O3 dan warna merah
Fe2O3. Warna hijau dan merah menunjukkan persentase zat yang berupa pengotor
pada material tersebut. Material yang disinter pada suhu 550 oC memiliki kadar
BiFeO3 hingga 53,7 %. Waktu sintering memiliki peranan besar dalam
pembentukan BiFeO3. Semakin lama waktu yang dilakukan untuk sintering,
semakin tinggi kadar BiFeO3 nya. Hal ini disebabkan karena waktu sintering yang
lebih lama memberi kesempatan kepada senyawa untuk bereaksi lebih optimal
membentuk BiFeO3 sehingga konversi pembentukan senyawa BiFeO3 semakin
tinggi. Pada material yang disinter pada suhu 600 oC kadar BiFeO3 tertinggi
mencapai 97% sedangkan untuk material yang disinter pada suhu 650 oC
persentase BiFeO3 mengalami penurunan hingga persentase BiFeO3 tertingginya
hanya 77,8%. Penurunan kadar BiFeO3 dalam kelompok material yang
disinterring pada suhu 650 oC terjadi karena suhu tersebut telah mendekati titik
leleh BiFeO3 sehingga sebagian senyawa BiFeO3 melebur kembali dan unsur
pembentuknya bereaksi lagi dengan zat pengotornya membentuk senyawa Bi2O3
dan Fe2O3. Bi2O3 dan Fe2O3 dapat terbentuk karena kedua material tersebut
memiliki titik leleh lebih tinggi daripada BiFeO2 sehingga pada suhu sekitar 650
o
C kedua senyawa tersebut masih ada dalam material multiferoik tersebut. Pada

Prodi Teknik Kimia – ITI


37

kasus ini, material terbaik yang akan dikarakterisasi dengan PSA dan SEM adalah
kelompok material yang disinter dengan suhu 600 oC, karena kelompok material
tersebut memiliki kadar zat pengotor terendah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
temperatur sintering optimal untuk material tersebut adalah 600 oC. Komposisi
masing-masing senyawa dalam material BiFeO3 disajikan dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 komposisi senyawa dalam material BiFeO3


o
Suhu ( C) Waktu (jam) Komponen (%)
BiFeO3 Bi2O3 Fe2O3
550 4 34,8 47,2 18,0
6 45,4 37,3 17,2
8 53,7 33 13,3
600 4 73,4 13,4 13,2
6 86,2 9,2 4,6
8 97,4 2,6 0
650 4 61,1 23,9 15,1
6 68 17,5 14,4
8 77,8 16 7,2

b. Analisis SEM pada partikel bismuth ferrit

Hasil uji morfologi BiFeO3 dapat dilihat pada Gambar 4.7. Dalam hasil
pencitraan SEM yang berupa foto tersebut, perbesaran yang digunakan adalah
perbesaran 2000 kali dengan satuan diameter 10 mikron. Pada sampel BiFeO3 yang
disinter selama 4 jam, dalam 10 mikron terdapat 1 partikel (gambar 4.7a). Sampel
yang disinter selama 6 jam, dalam setiap 10 mikron, terdapat lebih dari 2 partikel
(gambar 4.7b) dan pada sampel yang disinter selama 8 jam terdapat lebih dari 10
partikel BiFeO3 dalam per 10 mikron areanya (4.7c). Pembentukan kristal BiFeO3
sangat dipengaruhi oleh waktu selama proses sintering. Kristal material BiFeO3
mulai terbentuk setelah disinter selama minimal 4 jam. Selama 4 jam tersebut,
kristal material BiFeO3 yang terbentuk masih berukuran mikro karena kristal
tersebut baru terbentuk dan belum melalui tahap pemecahan kristal yang
diakibatkan oleh suhu sintering. Seiring dengan bertambahnya waktu dalam proses
sintering, kristal material BiFeO3 mulai terpecah menjadi berukuran lebih kecil dan
memiliki struktur yang lebih halus sehingga jumlah partikel BiFeO3 dalam satuan
10 mikron area lebih banyak terdapat dalam material BiFeO3 yang disinter selama
lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu sintering berlangsung, potensi terbentuknya
nanopartikel multiferoik BiFeO3 semakin besar.

Prodi Teknik Kimia – ITI


38

(a) (b)

(c)

Gambar 4.7. Morfologi material yang disinter selama 4, 6, dan 8 jam dengan
karakterisasi SEM

c. Analisis PSA pada partikel Bismuth Ferrit

Hasil uji PSA, dapat dilihat pada Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10. Hasil
karakterisasi PSA yang didapat adalah ukuran partikel yang bervariasi dari

Prodi Teknik Kimia – ITI


39

masing-masing sampel. Pada material yang disinter selama 4 jam ukuran


partikel rata-ratanya adalah 80,5 nm (gambar 4.8) ; 79,2 nm untuk material
yang disinter selama 6 jam (gambar 4.9), dan 68 nm untuk sampel yang
disinter selama 8 jam (gambar 4.10). Dari data tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin lama waktu sintering, semakin kecil pula
ukuran partikel BiFeO3 nya.

70

60

50
Volume (%)

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Diameter (nm)

Gambar 4.8. Ukuran partikel pada sintering selama 4 jam

80
70
60
Volume (%)

50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Diameter (nm)

Gambar 4.9. Ukuran partikel pada sintering selama 6 jam

Prodi Teknik Kimia – ITI


40

90
80
70
60
Volume (%)

50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Diameter (nm)

Gambar 4.10. Ukuran partikel pada sintering selama 8 jam

Prodi Teknik Kimia – ITI


41

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Suhu dan waktu sintering yang optimal adalah pada suhu 600 oC selama 8 jam
karena menghasilkan material BiFeO3 dengan persentase kadar BiFeO3 97,2%
(tertinggi) dan partikel yang berukuran nano 68 nm. Partikel yang terdapat dalam
material BiFeO3 tersebut memiliki struktur kristalin.

5.2 Saran
Melakukan uji kemagnetoelektrikan untuk penelitian selanjutnya agar dapat
diaplikasikan dalam media penyimpanan data pada divais elektronik.

Prodi Teknik Kimia – ITI


42

DAFTAR PUSTAKA

Anoopshi Johari.Synthesis and Characterization of Bismuth Ferrite


Nanoparticles journal. Kurukshetra 136119 Haryana
Catalan, Gustau; Scott, James F. (26 June 2009). Physics and Application
of Bismuth Ferrite, Advanced Materials, 21 (24): 2463-2485.
Chalmers University of Technology(2013).Bismuth-containing
multiferroics;Synthesis, structureand magnetic properties journal. Sweden
Chappert, C.; Fert, A. and Van Dau, F.N. 2007. The emergence of spin
electronics in data storage, Nature Materials, vol. 6, no. 11, pp. 813–823.
Chu, Ying-Hao; Martin, Lane W.; Holcomb, Mikel B.; Ramesh,
Ramamoorthy(2007). "Controlling magnetism with multiferroics" (PDF).
Materials Today 10 (10): 16–23.
Karpinsky D.V, Pullar R.C, Fetisov Y.K, Kamentsev K.E, Kholkin A.L,
2010, Local probing of magnetoelectric coupling in multiferroic composites of
BaFe12O19-BaTiO3, Journal of Applied Physics 108, 042012.
Kiselev, S. V.; Ozerov, R. P.; Zhdanov, G. S. (February 1963). "Detection
of magnetic order in ferroelectric BiFeO3 by neutron diffraction". Soviet Physics
- Doklady 7 (8): 742–744.
LUO Wei. Grain Size Effect on Electrical Conductivity and Giant
Magnetoresistance of Bulk Magnetic Polycrystals. Lanzhou University 730000
Lanzhou
Picozzi, Silvia and Ederer, E, 2009, first principles studies of multiferroic
materials, Journal Physics Condens Matter 21303201 (18pp).
Pradhan A.K, Zhang K, Hunter D, Dadson J.B, Loutts G.B, Bhattacharya
P, Katiyar R, Zhang J, Roy U.N, Cui Y, Burger A, 2005, Magnetic and electrical
properties of single phase multiferroic BiFeO3, Journal Applied Physics, 97,
093903-093906.
Retno, Darminto, Malik, 2011, Sintesis multiferoik BiFeO3 dengan
metode kopresipitasi, liquid-mixing, dan solid-state reaction menggunakan Fe2O3
hasil sintesis dari pasir besi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya.

Prodi Teknik Kimia – ITI


43

Seidel, J.; Martin, L. W.; He, Q.; Zhan, Q.; Chu, Y.-H.; Rother, A.;
Hawkridge, M.E.; Maksymovych, P.; Yu, P.; Gajek, M.; Balke, N.; Kalinin, S. V.;
Gemming, S.; Wang, F.; Catalan, G.; Scott, J. F.; Spaldin, N. A.; Orenstein, J.;
Ramesh, R. (2009). "Conduction at domain walls in oxide multiferroics". Nature
Materials 8 (3): 229–234.
Sen, P, Dey, A, Mukhopadhyay, A.K, Bandyopadhyay, S.K, Himanshu,
A.K, 2010. Nanoindentation behaviour of nano BiFeO3, Ceramics International,
doi: 0.1016/j. ceramint. 2011.09.011.

Prodi Teknik Kimia – ITI


44

LAMPIRAN

1. Stoikiometri

Sintesis material nanopartikel bismuth ferrit menggunakan metode kimia


basah dilakukan dengan mereaksikan beberapa senyawa antara lain,
Bi5O(OH)9(NO3)4, Fe(NO3)3.9H2O,HNO3,C6H8O7 (citric acid) dan aqua
bidestilata dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

1. Bi5O(OH)9(NO3)4 + 11 HNO3  5 Bi(NO3)3 + 10 H2O

2. Fe(NO3)3.9H2O + H2O  Fe(NO3)3 + 10 H2 + 5 O2

3. 2Bi(NO3)3 + 2Fe(NO3)3  2BiFeO3 + 12 NO2 + 3O2

Dalam stoikiometri yang telah dilakukan, massa BFO yang diinginkan


adalah sebanyak 20 gram, maka :

a. 2Bi(NO3)3 + 2Fe(NO3)3  2BiFeO3 + 12 NO2 + 3O2

Massa BiFeO3 : 20 gram

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 BiFeO3 20 𝑔𝑟𝑎𝑚


Mol BiFeO3 : = = 0.06 gmol
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 BiFeO3 313

12
Mol NO2 : 0.06gmol x = 0.36 gmol
2

3
Mol O2 : 0.06 x 2 = 0,09 gmol

2
Mol Fe(NO3)3 : 0.06 x 2 = 0.06 gmol

2
Mol Bi(NO3)3 : 0.06 x 2 = 0.06 gmol

b. Fe(NO3)3.9H2O + H2O  Fe(NO3)3 + 10 H2 + 5 O2

Mol Fe(NO3)3 : 0.06 gmol

Mol 10 H2 : 0.06 x 10 = 0.6 gmol

Mol O2 : 0.06 x 5 = 0.3 gmol

Mol H2O : 0.06 x 1 = 0.06gmol

Massa H2O : 0.06 gmol x 18 = 1.08 gram

Prodi Teknik Kimia – ITI


45

1.08 𝑔𝑟𝑎𝑚
Volume H2O : 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1.08 mL
1
𝑚𝑙

Mol Fe(NO3)3.9H2O : 0.06 gmol

Massa Fe(NO3)3.9H2O : 0.06 gmol x 404 =24,24 gram

c. Bi5O(OH)9(NO3)4 + 11 HNO3  5 Bi(NO3)3 + 10 H2O

Mol Bi(NO3)3 : 0.06 gmol


10
Mol H2O : 0.06 x = 0.12 mol
5

11
Mol HNO3 : 0.06 x = 0.132 mol
5

Volume HNO3 : 0.132 mol x 63 = 8.361 gram , 8.361 gram : 1.51 gram/mL =
5.537 mL
1
Mol Bi5O(OH)9(NO3)4 : 0.06 x 5 = 0.012 mol

Massa Bi5O(OH)9(NO3)4 : 0.012 mol x 1462 = 17,544 gram

d. Asam sitrat

Massa asam sitrat = 5 (0.012) + 1 (0.06) = 0.12 gmol x 192 =23.04 gram
23.04 gram
Volume asam sitrat = 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 13,88 mL
1.66
𝑚𝐿

2. Data Karakterisasi PSA

Sintering 600 OC/ 4 jam

Diameter
Partikel Volume
(nm) (%)
10 0
12.3 0
14.9 0
16.6 0
18.6 0
20.7 0

Prodi Teknik Kimia – ITI


46

22.1 0
23.8 0
24.8 0
26.1 0
28.7 0
30.7 0
32.1 0
34.9 0
36.2 0
38.9 0
40.2 0
42.5 0
44.5 0
46.7 0
48.3 0
50.9 0
52.3 0
54.6 0
56.3 0
58.1 0
60 0
62.4 0
64 0
66.4 0
68.8 0
74.5 0
76.2 0
78.7 0
79.5 34.9
80.5 65.1
82.6 0
84.5 0
86.8 0
88.6 0
89.5 0
90.4 0
92.3 0
94.4 0
96.2 0
99.1 0
101.2 0
103.5 0
105.7 0

Prodi Teknik Kimia – ITI


47

107.5 0
109.6 0
110.3 0
112.5 0
114.9 0
116.7 0
118.1 0
120.3 0
122.4 0
123.6 0
124.5 0
126.6 0
128.2 0
130 0
132.2 0
133 0
134.6 0
136.7 0
138.9 0
139 0

3. Sintering 600 OC/ 6 jam

Diameter
partikel
(nm) Volume
10 0
12.3 0
14.9 0
16.6 0
18.6 0
20.7 0
22.1 0
23.8 0
24.8 0
26.1 0
28.7 0
30.7 0
32.1 0
34.9 0
36.2 0
38.9 0
40.2 0

Prodi Teknik Kimia – ITI


48

42.5 0
44.5 0
46.7 0
48.3 0
50.9 0
52.3 0
54.6 0
56.3 0
58.1 0
60 0
62.4 0
64 0
66.4 0
68.8 1.9
74.5 18.9
76.2 79.2
78.7 0
79.5 0
80.5 0
82.6 0
84.5 0
86.8 0
88.6 0
89.5 0
90.4 0
92.3 0
94.4 0
96.2 0
99.1 0
101.2 0
103.5 0
105.7 0
107.5 0
109.6 0
110.3 0
112.5 0
114.9 0
116.7 0
118.1 0
120.3 0
122.4 0
123.6 0
124.5 0

Prodi Teknik Kimia – ITI


49

126.6 0
128.2 0
130 0
132.2 0
133 0
134.6 0
136.7 0
138.9 0
139 0

3. Sintering 600 oC/ jam

Diameter
Partikel Volume
(nm) (%)
10 0
12.3 0
14.9 0
16.6 0
18.6 0
20.7 0
22.1 0
23.8 0
24.8 0
26.1 0
28.7 0
30.7 0
32.1 0
34.9 0
36.2 0
38.9 0
40.2 0
42.5 0
44.5 0
46.7 0
48.3 0
50.9 0
52.3 0
54.6 0
56.3 0
58.1 0
60 0

Prodi Teknik Kimia – ITI


50

62.4 0
64 0
66.4 19.9
68.8 80.1
74.5 0
76.2 0
78.7 0
79.5 0
80.5 0
82.6 0
84.5 0
86.8 0
88.6 0
89.5 0
90.4 0
92.3 0
94.4 0
96.2 0
99.1 0
101.2 0
103.5 0
105.7 0
107.5 0
109.6 0
110.3 0
112.5 0
114.9 0
116.7 0
118.1 0
120.3 0
122.4 0
123.6 0
124.5 0
126.6 0
128.2 0
130 0
132.2 0
133 0
134.6 0
136.7 0
138.9 0
139 0

Prodi Teknik Kimia – ITI

Anda mungkin juga menyukai